Optimisasi Waktu Penggantian Komponen pada Mesin Produksi Benih Padi di PT Sang Hyang Seri

OPTIMISASI WAKTU PENGGANTIAN KOMPONEN PADA
MESIN PRODUKSI BENIH PADI DI PT SANG HYANG SERI

ENDAH PRAHMAWATI

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimisasi Waktu
Penggantian Komponen pada Mesin Produksi Benih Padi di PT Sang Hyang Seri
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. Setyo Pertiwi,
M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Endah Prahmawati
NIM F14090024

ABSTRAK
ENDAH PRAHMAWATI. Optimisasi Waktu Penggantian Komponen pada
Mesin Produksi Benih Padi di PT Sang Hyang Seri. Dibimbing oleh SETYO
PERTIWI.
Hal pokok yang dilakukan dalam pemeliharaan mesin produksi benih adalah
analisis umur ekonomis mesin, pemeliharaan rutin mesin, penggantian spare part
mesin, hingga pembelian mesin baru. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dianalisis
dengan tujuan untuk menghasilkan biaya produksi yang minimum. Penelitian ini
dilakukan untuk mengamati jalannya proses produksi benih, menganalisa tingkat
kekritisan mesin produksi benih, dan melakukan analisa kegiatan pemeliharaan
dan pergantian komponen pada mesin produksi benih. Metode penelitian
mencakup identifikasi mesin-mesin produksi benih, yakni meliputi jenis,
kebutuhan daya mesin, kecepatan putar mesin, kapasitas mesin, efisiensi mesin
serta riwayat pemeliharaan dan kerusakan mesin. Data penelitian diperoleh dari

pengukuran langsung di lapangan dan catatan perusahaan mengenai riwayat
kondisi mesin dari tahun 1991 hingga tahun 2013. Data hasil identifikasi
dianalisis dengan metode penilaian kekritisan komponen (ECR) dan optimasi
penggantian komponen (CoTR). Dari hasil analisis yang dilakukan, konveyor
merupakan komponen yang paling kritis dalam sistem pemeliharaan mesin
produksi benih. Berdasarkan perhitungan optimisasi waktu penggantian
komponen (CoTR), waktu optimum penggantian komponen berkisar antara 0.87 –
3.14 tahun, yang untuk praktisnya dapat diimplementasikan melalui penggantian
terjadwal, masing-masing setiap 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun, dan 4 tahun. Di
samping itu perlu dilakukan perbaikan dalam prosedur pencatatan kegiatan
pemeliharaan mesin oleh PT Sang Hyang Seri.
Kata kunci : sistem manajemen, pemeliharaan mesin, produksi benih, kekritisan

komponen, pergantian komponen

ABSTRACT
ENDAH PRAHMAWATI. Optimization of time for replacement of components
on Seed Production Machine in Sang Hyang Seri. Supervised by SETYO
PERTIWI.
Key points in the maintenance of seed production machine is the analysis on

economical machine lifetime, routine engine maintenance, spare parts
replacement, and purchase a new machine. Such activities need to be analyzed can
to produce a minimum of cost production. This study was conducted to observe
the seed production process, analyze the critical level of the components on seed
production machines, and to analyze the activities of maintenance and
replacement of components on seed production machines. The research method is
involving the identification of the seed production machines, i.e. kind of machines,
need for engine power, engine speed, engine capacity, efficiency of the engine,
and the maintenance history. Data were obtained from direct measurements in the
field and on from the company's engine conditions records from 1991 to 2011.
Data were analyzed with assessment of critical components (ECR) and

optimization of time for component replacement (CoTR). The results showed that
conveyors are the most critical components in the system of seed production
machine maintenance. CoTR of the components are ranging from 0.87 to 3.14
years, and it can be implemented with scheduled replacement of 6 months, 1 year,
2 years and 4 years, respectively. There is also a need to improve the recording
procedures of engine maintenance activities by PT Sang Hyang Seri which
include the damage and the treatment carried out.
Keywords: system management, maintenance of machinery, seed production,

critical components, parts replacement

OPTIMISASI WAKTU PENGGANTIAN KOMPONEN PADA
MESIN PRODUKSI BENIH PADI DI PT SANG HYANG SERI

ENDAH PRAHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Optimisasi Waktu Penggantian Komponen pada Mesin Produksi

Benih Padi di PT Sang Hyang Seri
Nama
: Endah Prahmawati
NIM
: F14090024

Disetujui oleh

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M. Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya

sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Optimisasi
Waktu Penggantian Komponen pada Mesin Produksi Benih Padi di PT Sang
Hyang Seri yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2013.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng dan Dr. Ir. Wawan Hermawan,
M.S. selaku dosen penguji.
4. Pihak PT Sang Hyang Seri yang senantiasa bersikap kooperatif serta
memberikan bantuan selama penelitian berlangsung.
5. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian
yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
6. Amajida selaku teman satu bimbingan serta satu tempat penelitian yang
selalu membantu dalam penelitian ini.
7. Teman-teman (Echa, Angel, Adyt, Kala, Gumi, Aynal, Kiki) atas semangat

dan perhatiannya.
8. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46
ORION (2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2013

Endah Prahmawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA




Proses Produksi Benih



Pemeliharaan dan Perawatan Mesin Produksi



Model Penilaian Kerja Perawatan



METODE



Alat dan Bahan




Waktu dan Tempat



Pengumpulan Data



Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10 
13 

Pengamatan Proses

13 

Dekomposisi Model Mesin Produksi


18 

Gambaran Umum Sistem Perawatan Mesin

20 

Pencatatan Kegiatan Perawatan

24 

SIMPULAN DAN SARAN

25 

Simpulan

25 

Saran

25 

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi
(Ton) Tahun 2002-2008 ................................................................................ 1 
Tabel 2 Algoritma penilaian keamanan mesin ................................................... 5 
Tabel 3 Aturan if-then kriteria aplikasi teknik monitoring kondisi .................... 7 
Tabel 4 Hasil perhitungan bobot kriteria .......................................................... 21 
Tabel 5 Hasil Penilaian kekritisan mesin di Pabrik seed I ................................ 22 
Tabel 6 Hasil perhitungan bobot kriteria dari CoTR ........................................ 22 
Tabel 7 Analisa kerusakan komponen yang terjadi .......................................... 23 
Tabel 8 Hasil perhitungan CoTR ...................................................................... 23 

DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

1 Pabrik seed 1 (pabrik besar) PT Sang Hyang Seri, Sukamandi
2 Benih yang sudah dikemas dan siap dipasarkan
3 Penilaian kriteria kekritisan komponen
4 Hirarki kriteria dan indikator ECR
5 Perhitungan waktu optimal penggantian komponen (CoTR)
6 Alur proses produksi benih di IRSPP
7 Alur pengolahan GKP menjadi Benih siap
8 Kegiatan pemasukan GKP (a) di Seed I, (b) di IRSPP
9 Pengeringan menggunakan box dryer
10 Grafik pengeringan GKP
11 Dekomposisi mesin produksi di Seed I
12 Dekomposisi sistem dari mesin produksi di IRSPP
13 Spare part elevator yang rusak



11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
17 
18 
19 
20 

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rincian kegiatan penelitian
Lampiran 2 Data historis pemeliharaan mesin

27 
28 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat pesat,
kebutuhan pangan penduduk juga semakin meningkat. Sebagian besar penduduk
Indonesia menjadikan padi (beras) sebagai makanan pokok. Oleh karena itu
produksi padi harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian. Yang dimaksud dengan ekstensifikasi yaitu dengan
memperluas lahan pertanian baru. Sedangkan intensifikasi pertanian ialah
peningkatan produksi antara lain dengan cara melakukan pengolahan lahan,
menggunakan bibit unggul (benih), melakukan pemupukan, serta memberantas
hama dan penyakit tanaman. Mutu benih menentukan hasil pertanian yang akan
dipanen, oleh karena itu menjadi sangat penting. Dapat disimpulkan bahwa
industri benih merupakan sektor yang sangat strategis, terutama untuk negara
agraris seperti Indonesia. Tabel 1 menyajikan data kebutuhan benih padi di
Indonesia.
Tabel 1 Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton)
Tahun 2002-2008
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

Kebutuhan Benih Potensial
(Ton)
296 397
295 808
312 978
310 246
317 053
na
360 000

Produksi Benih Total
(Ton)
113 634
114 540
119 482
120 375
121 412
147 524
181 400

Sumber : Deptan, 2010
Keterangan : na = data tidak tersedia

Data menunjukkan bahwa kebutuhan benih padi sangat tinggi, yaitu
mencapai 360 ribu ton pada tahun 2008, sementara produksi benih yang
dihasilkan belum memadai. Berdasarkan data, produksi benih Sang Hyang seri
hanya mencapai 105.000 ton pada tahun 2011. Jumlah ini hanya cukup
memenuhi 40% dari kebutuhan benih keseluruhan. Oleh karena itu produksi benih
perlu ditingkatkan.
Salah satu perusahaan benih di Indonesia ialah PT Sang Hyang Seri (PT.
SHS) yang memiliki kapasitas produksi benih 25000 ton per tahun. Pusat produksi
benih ini terletak Regional Manager I Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus
Sukamandi, Subang seperti terlihat pada Gambar 1. Perusahaan ini memproduksi
benih padi yang akan dipasarkan ke seluruh Indonesia. Selain itu, PT SHS juga
memproduksi benih palawija dan sayur-sayuran seperti kacang tanah, bayam,
kangkung, dan sebagainya.

2

Gambar 1 Pabrik seed 1 (pabrik besar) PT Sang Hyang Seri, Sukamandi
Saat ini, PT SHS Sukamandi memiliki empat pabrik untuk produksi, yaitu
Seed I (pabrik besar), Seed II, pabrik kecil, dan pabrik terpadu (IRSPP). Produksi
benih dilakukan dengan menggunakan berbagai mesin yang bekerja secara
berkesinambungan. Secara umum proses produksi benih dimulai dari masuknya
Gabah kering Panen (GKP), pengayakan (precleaner), pengeringan, penyimpanan,
hingga packaging. Mesin-mesin tersebut digunakan secara terus-menerus selama
produksi berlangsung. Selain itu, mesin-mesin ini juga berinteraksi langsung
dengan bahan. Untuk tetap menjaga kualitas produk, pemeliharaan mesin menjadi
hal yang sangat penting. Dengan performa mesin yang optimal maka mutu produk
(benih) akan baik. Adanya kerusakan pada mesin dapat mengganggu fungsi dari
mesin tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mutu benih menurun bahkan merusak
benih. Tentu saja hal ini akan menyebabkan kerugian terhadap perusahaan.
Kegiatan pemeliharaan mesin biasanya dilakukan pada saat mesin tidak
digunakan yaitu setelah panen raya selesai. Pemeliharaan mesin-mesin tersebut
terbilang sangat kompleks, akan tetapi pemeliharaan ini harus dilakukan guna
menjaga kualitas produksi. Dalam keadaan yang lebih ekstrim, kerusakan pada
mesin yang kurang mendapatkan pemeliharaan menyebabkan terhentinya
produksi. Agar produksi berjalan kembali, solusi yang ada ialah melakukan
perbaikan atau membeli mesin baru. Penggantian mesin (membeli mesin baru)
dilakukan ketika perbaikan mesin rusak membutuhkan biaya yang cukup besar,
terutama apabila penggantian mesin harus dilakukan dalam waktu yang
bersamaan. Guna mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan analisis dan
penjadwalan berbagai kegiatan pemeliharaan mesin, mulai dari umur ekonomis,
pemeliharaan rutin, penggantian spare part mesin, hingga pembelian mesin baru
sebagai upaya untuk meminimumkan biaya mesin.
Tujuan Penelitian

1.
2.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengamati jalannya proses produksi benih.
Menganalisa tingkat kekritisan komponen mesin produksi benih.

3
3.

Melakukan analisa kegiatan pemeliharaan dan pergantian komponen pada
mesin produksi benih.

TINJAUAN PUSTAKA
Proses Produksi Benih
Proses produksi menurut Assauri (2004), terdiri dari dua kata yaitu proses
dan produksi. Yang dimaksud dengan proses adalah cara, sedangkan metode dan
teknik ialah bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan
dan dana) yang ada dirubah sehingga tercipta sebuah hasil. Yang dimaksud
dengan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan
suatu barang atau jasa.
Benih adalah bahan hidup yang mampu bertahan dalam keadaan sedikit
banyak terkekang secara metabolik. Benih merupakan bahan yang paling umum
untuk membiakkan tanaman menyerbuk sendiri, dan juga digunakan oleh tanaman
menyerbuk silang secara meluas (Setyati, 1979). Gambar 2 menunjukkan benih
padi hasil produksi yang siap untuk dipasarkan ke seluruh Indonesia.

Gambar 2 Benih yang sudah dikemas dan siap dipasarkan
Teknologi benih mencakup teknik penanaman dan pemanenan,
pembersihan dan pemisahan, pengaturan kandungan air, dan sejumlah proses
nyata untuk memperbaiki viabilitas dan daya kecambah benih atau penampilan
tanaman berikutnya. Tata niaga benih yang menyangkut penyimpanan aktual,
pengepakan, labeling, dan cara pengangkutan juga tergolong kegiatan teknologi
benih (Setyati, 1979).
Pengolahan benih dalam arti luas merupakan proses mulai dari penerimaan
gabah calon benih sampai dengan pengepakan benih siap dipasarkan. Pengolahan
dalam arti sempit merupakan rangkaian proses “pre-cleaning”, “drying”, dan
“cleaning”.

4
Pemeliharaan dan Perawatan Mesin Produksi
PT Sang Hyang Seri menerapkan penggunaan alsin mulai dari kegiatan
pengolahan lahan, perbaikan petakan, pemanenan, dan pasca panen. Kesulitan
penggunaan mesin yang ditemui di lapangan, ialah penjadwalan dan perawatan
mesin (Nugroho, 2003).
Pemeliharaan dan perawatan merupakan kegiatan untuk menjamin mesin
produksi agar dapat bekerja sebagaimana mestinya. Pemeliharaan dan perawatan
yang menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal dengan
Total Productive Maintenance (TPM). TPM menggabungkan praktek
pemeliharaan preventive maintenance dan predictive maintenance dengan
keterlibatan operator mesin melalui kegiatan autonomous maintenance.
Preventive maintenance menurut Assauri (2004) adalah kegiatan untuk mencegah
timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi yang
dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada saat digunakan
dalam proses produksi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait pemeliharaan mesin antara
lain penelitian mengenai pemeliharaan mesin di PLN Bandar Lampung oleh
Ansyori tahun 1997. Aspek yang analisis ialah keterampilan SDM dalam
pemeliharaan mesin. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya penerapan TPM maka kondisi mesin lebih terjaga serta terjadi
peningkatan produksi. Adapula penelitian mengenai pemeliharaan mesin dengan
menggunakan metode TPM di PT Frina Lestari Nusantara oleh S. Widiansyah
tahun 2009 untuk menganalisa efektivitas dari penerapan TPM terhadap
produktivitas perusahaan dengan parameter yaitu mesin dan operatornya.
Pengukuran produktivitas dilakukan dengan penghitungan Overall Equipment
Efficiency (OEE) dengan memperhatikan tiga kriteria, yaitu availability,
performance, dan quality. Selain itu Aminudin Salim yang merancang sistem
informasi untuk perawatan mesin produksi di PT Indonesia Steel Tube Works, Ltd,
Semarang. Aminudin membangun database dan membuat interface sehingga
pencacatan kondisi mesin dapat dilakukan secara komputerisasi sekaligus
membuat prosedur pencatatan yang baru untuk mempermudah dalam pencatatan
dokumen pemeliharaan dan kerusakan mesin.
Penelitian lain yang telah dilakukan menyangkut manajemen pemeliharaan
mesin ialah mengenai penilaian kinerja mesin produksi gula berbasis ecomaintenance (Cahyati, 2012). Eco-maintenance ialah suatu konsep baru dalam
perawatan mesin dengan memperhatikan faktor lingkungan, terutama menyangkut
penghematan energi dan minimisasi polutan. Penelitian ini terdiri atas 2 sub
model, yaitu sub model lingkungan dan sub model perawatan mesin. Terdapat
lima kriteria penilaian kinerja perawatan yaitu kekritisan komponen, waktu
optimal penggantian komponen, waktu optimal penggantian kapital, kebutuhan
inspeksi, dan kebutuhan SDM perawatan. Hasil dari penilaian ini kemudian
dituangkan dalam bentuk program DSS Opera yang dapat digunakan sebagai
rekomendasi untuk keputusan yang akan diambil baik untuk perawatan rutin
maupun revitalisasi pabrik. Dari implementasi program ini terjadi reduksi CO2
yang dihasilkan serta penghematan energi listrik yang digunakan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi mesin yang optimal dengan adanya analisis terhadap
kinerja pabrik tersebut.

5
Model Penilaian Kerja Perawatan
Model Penilaian Kinerja Perawatan mempunyai lima parameter yang
menjadi input untuk penilaian indek kinerja perawatan (MPI) pada model
(Cahyati, 2012), yaitu :
1. Penilaian Kekritisan Komponen (ECR)
2. Optimasi Waktu Penggantian Komponen (CoTR)
3. Optimasi Waktu Penggantian Peralatan Kapital (CaTR)
4. Optimasi Kebutuhan Inspeksi (IN)
5. Optimasi Kebutuhan Tenaga Perawatan (MRN)
Namun pada penelitian ini MPI yang dipakai hanya parameter ke satu
sampai ke tiga saja. Ketiga parameter yang dipakai akan diperoleh nilainya
berdasarkan persamaan-persamaan pada penjelasan masing-masing kriteria di
bawah ini.
Penilaian Kekritisan Komponen (ECR)
Penilaian kriteria pada ECR berdasarkan enam indikator yaitu, keamanan;
faktor produksi; faktor ketidakandalan; faktor ketersediaan cadangan; frekuensi
kegagalan; aplikasi monitoring kondisi. Keenam indikator tersebut di atas
kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai ECR dengan menggunakan aturan
pada Tabel 1 dan Tabel 2 serta persamaan 3 sampai 6 (Kadarsyah 2006).
1. Keamanan (S)
Penilaian keamanan berdasarkan dampak yang terjadi akibat mesin
gagal kerja pada keamanan pekerja, dengan algoritma seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Algoritma penilaian keamanan mesin
Pernyataan Kondisi
Input Kondisi
Tidak ada cedera atau cedera kecil = 0%
ya
ya
Ketidakmampuan temporer ≤10%
Banyak
kecelakaan
menyebabkan
ya
kehilangan waktu kerja 10%≤n≤30%
if
Banyak
kecelakaan
dengan
ya
ketidakmampuan permanen 30%≤n≤40%
ya
Cedera fatal pada beberapa orang atau
menyebabkan kematian 40% ≤n≤50%
Nilai =20
X
Nilai =40
X
X
Then Nilai =60
Nilai =80
X
Nilai =100
X
Aksi dari pernyataan
Aksi input
Sumber : Cahyati, 2012

6
2. Faktor Produksi (PF)
Faktor produksi menunjukkan kehilangan kapabilitas produksi
dalam penilaian ECR. Ketika kerusakan mesin mempunyai dampak
terhadap produksi maka dampak tersebut dapat diukur, dan dihitung
dengan menggunakan persamaan (1).
……………………………(1)
PL = kehilangan produksi =

(ton)

SC = kapasitas berkesinambungan (ton)
3. Faktor Ketidakandalan (URF)
Apabila ketidakandalan suatu mesin meningkat maka peringkat
kekritisan mesin meningkat pula. Faktor ketidakandalan dapat dihitung
menggunakan persamaan (2).
…………....…..………(2)
MDT
USDT
SDT

= jam giling (jam)
= jam henti mesin tidak terjadwal (jam)
= jam henti mesin terjadwal (jam)

4. Ketersediaan Cadangan (SAF)
Ketersediaan cadangan dihitung berdasarkan faktor ketersediaan
cadangan (SAF) dengan persamaan (3).
……………………….…………….(3)
Jika SAF < 0 maka diasumsikan SAF = 0
SUC
= unit kapasitas cadangan
RUC
= unit kapasitas berjalan
5. Frekuensi Kegagalan (FoF)
Frekuensi Kegagalan diperoleh dari data catatan historis mesin yang
dihitung dengan persamaan (4).
………………..……………………………(4)
FoF = frekuensi kegagalan
NoF = jumlah kasus kegagalan
NoY = rentang waktu saat terjadinya semua kegagalan (tahun)
Jika FoF > 100 maka FoF diambil nilai maksimum 100.

7

6. Aplikasi Teknik Monitoring Kondisi (ACMT)
ACMT terkait dengan penilaian komdisi monitoring, dilakukan
dengan menggunakan aturan If-Then seperti yang ditampilkan pada Tabel
3.
Tabel 3 Aturan if-then kriteria aplikasi teknik monitoring kondisi

If

Then

Pernyataan kondisi
Input kondisi
Tak ada fasilitas monitoring ya ya ya
Fasilitas monitoring tidak
ya ya ya
lengkap
Fasilitas monitoring lengkap
ya ya ya
Dampak gangguan adalah ya
ya
ya
menyeluruh
Dampak gangguan pada
ya
ya
ya
beberapa operasi
Tidak
ada
dampak
gangguan pada operasi
Nilai =0
x
Nilai =10
x
x
Nilai =25
x
x
x
Nilai =50
x
x
Nilai =100
x
Aksi dari pernyataan
Aksi input

Optimasi Waktu Penggantian Komponen (CoTR)
Kemudian dilakukan optimisasi terhadap biaya pemeliharaan, waktu
penggantian komponen serta penggantian mesin. Berikut persamaan-persamaan
yang digunakan untuk melakukan optimisasi :
1. Optimisasi waktu penggantian komponen preventif berbasis interval waktu
penggantian tr (Ctr)
C(tr)

Cr …………….…………(5)

Dimana
C(tr) = biaya total untuk penggantian komponen pada interval waktu tr
(Rp/tahun)
tr
= interval waktu penggantian komponen (tahun)
FC = biaya tetap (Rp)
VC = biaya tidak tetap (Rp)
k
= konstanta nilai penurunan =0.21/tahun
Cr = biaya total penggantian komponen (ribuan Rp)

8

2. Penggantian komponen berbasis umur komponen tp (Ctp)
C tp

………………..………...………(6)


C(tp) = biaya total untuk penggantian komponen pada interval waktu tr
(Rp/tahun)
tf
= interval waktu penggantian komponen yang direncanakan (tahun)
Cp = biaya total untuk penggantian preventif (Rp)
Cf = biaya total penggantian komponen yang rusak (Rp)
Rtp = probabilitas dari sebuah siklus preventif tp =
1-Rtp = probabilitas dari sebuah siklus kegagalan
3. Waktu penggantian minimum komponen berbasis interval tr (D1tr)
………………..……………………………(7)
D1tr

= waktu minimum penggantian komponen berbasis interval tr
(jam/tahun)
Tp
= lama interval waktu preventif (tahun)
Tp
= rata-rata waktu penggantian komponen karena tindakan preventif per
tahun (jam)
Tf
= rata-rata waktu penggantian karena kerusakan komponen per tahun
(jam)
H(tp) = jumlah kegagalan yang diharapkan pada interval waktu (0,tp)
4. Kebutuhan suku cadang EN (T, tp)
i.
Berdasarkan interval waktu penggantian konstan :
EN1 (T, tp) =
ii.

+ H(tp) .

………………..……………....……(8)

Penggantian preventif berbasis umur komponen
EN2 (T, tp) =

………………..………………(9)


EN(T, tp) = jumlah persediaan komponen yang diperlukan pada batas
perencanaan t, saat tp (unit)
T
= batas waktu perencanaan (tahun)

9

METODE
Alat dan Bahan

1.
2.
3.
4.

Alat yang digunakan yaitu :
Grain moisture tester untuk mengukur kadar air gabah.
Stopwatch (timer) untuk pengukuran waktu kerja mesin.
Thermocouple untuk mengukur suhu mesin pengering.
Seperangkat komputer untuk analisis data
Bahan yang digunakan ialah benih padi.
Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2013 dengan rincian
kegiatan seperti pada Lampiran 1.
Tempat pelaksanaan penelitian antara lain :
1.
Kawasan produksi benih padi PT. Sang Hyang Seri meliputi pabrik besar
(Seed I), pabrik kecil (Seed II), dan pabrik terpadu (IRSPP) untuk
melakukan identifikasi dan pengukuran kapasitas mesin.
2.
Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, IPB untuk melakukan analisis data dan optimisasi biaya.

1.

Pengumpulan Data
Identifikasi Mesin
Identifikasi mesin meliputi kebutuhan daya, kecepatan putar mesin
(blower), kapasitas mesin, efisiensi mesin (claim) dari mesin-mesin yang
digunakan untuk produksi benih. Agar identifikasi mesin dapat dilakukan
secara rinci maka dilakukan dekomposisi sistem, yaitu membagi mesin-mesin
yang digunakan dalam proses produksi ke dalam beberapa unit analisis
berdasarkan fungsinya.

2.

Pengukuran pada mesin pengayak (precleaner)
Pengukuran diawali dengan menimbang GKP yang masuk untuk
diproses menjadi benih. GKP dimasukkan ke dalam mesin pengayak. Pada
mesin ini dilakukan pengamatan dan pengukuran parameter selama proses
pemisahan benih dengan benda asing seperti gabah kosong, jerami dan batu.
Karena proses produksi benih ini berkesinambungan maka agak kesulitan
untuk melakukan penimbangan susut. Oleh karena itu susut yang terjadi
diperoleh berdasarkan perhitungan. Hasil perhitungan susut tersebut yang
digunakan untuk menghitung efisiensi dari mesin pengayak.

3.

Mesin pengering
Pada pengering dilakukan pengukuran suhu mesin pengering dengan
menggunakan thermocouple. Kemudian diambil sampel untuk pengukuran
kadar air sebelum dan sesudah pengeringan. Parameter yang diamati ialah

10
suhu pengeringan serta waktu pengeringan. Pengeringan ini dilakukan hingga
mencapai kadar air benih 12% bk. Kadar air ini adalah kadar air optimal dari
benih. Hal ini bertujuan agar mutu benih tetap terjaga dan tahan lama.
4.

Konveyor
Untuk konveyor dilakukan pengukuran kecepatan putar puli penggerak
serta kapasitas angkut konveyor tersebut.

5.

Mesin pengemasan (packaging)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kemasan yang rusak
atau cacat akibat pengemasan. Selain itu diambil beberapa sampel yang telah
dikemas untuk mengukur ketepatan bobot benih per kemasan.

6.

Pengumpulan data riwayat mesin
Data riwayat mesin meliputi pemeliharan dan perawatan mesin yang
dilakukan, kerusakan yang terjadi serta penanganannya, dan pergantian
komponen bahkan pergantian mesin periode tahun 1991 hingga 2013.
Analisis data

Parameter-parameter yang telah diukur dan data tambahan dari perusahaan
mengenai record kondisi mesin dianalisis dan dibuat dalam bentuk tabel dan
grafik hubungan antara parameter dengan kondisi mesin. Analisis dilakukan
berdasarkan dekomposisi sistem yang telah dibuat.
1. Penilaian kekritisan komponen
Penilaian kekritisan komponen (ECR) pada dasarnya untuk menentukan
seberapa besar pengaruh terhadap suatu sistem apabila satu komponen
peralatan atau mesinnya tidak berfungsi atau mengalami kegagalan kerja.
Penilaian peringkat yang dapat diambil berdasarkan beberapa indikator
paralel. Proses penilaian dimulai dengan mengkondisikan mesin mengalami
kegagalan kerja seperti pada Gambar 3.

11
Mulai

Data Historis
Perawatan
Mesin

Hitung ECR
berdasarkan kriteria
paralel

Keamanan

Faktor
Produksi

Faktor
Kehandalan

Cadangan
Ketersediaan

Frekuensi
Kegagalan

Kemampuan Aplikasi
Teknik Monitoring
Kondisi

.
Penentuan Bobot
Kriteria

Penilaian Kriteria

Hitung ECR Total

Deskripsi Klasifikasi ECR 1, 2, 3, dan 4

Klasifikasi ECR

ECR 1
Sangat
kritis

ECR 2
Kritis

ECR 3
Agak
kritis

Simpan ?

ECR 4
Tidak
kritis

Ya

Tidak
Hapus

Selesai

Gambar 3 Penilaian kriteria kekritisan komponen
Parameter-parameter indikator dari kriteria ECR yaitu :
1. Parameter indikator keamanan :
TR : racun reaktif (Toxic Reactive)
F : mudah terbakar (Flammable)
T : temperatur

Data base
mesin

12
P : tekanan (Pressure)
2. Parameter indikator produksi :
PL : kehilangan jam produksi (Production Loss)
SC : kapasitas berkesinambungan (Sustainable Capacity)
3. Parameter indikator ketidakandalan :
USDT : jam henti tidak terjadwal
SDT : jam henti terjadwal
4. Parameter indikator ketersediaan cadangan
SUC : unit kapasitas tunggu (Standby Unit Capacity)
RUC : unit kapasitas berjalan (Running Unit Capacity)
5. Parameter indikator frekuensi kegagalan
FoF : frekuensi kegagalan
6. Parameter indikator aplikasi teknik monitoring kondisi :
MF : fasilitas monitoring (Monitoring Facility)
OI : dampak operasi (Operation Impact)
Seluruh indikator tersebut selanjutnya dibuat dalam hirarki seperti terlihat
pada Gambar 4.
Tujuan

Faktor
Produksi

Keamanan

T

F

T

P

PL

SC

Faktor
Kehandalan

US

S

Cadangan
Ketersediaan

SUC

RUC

Frekuensi
Kegagalan

FF

Kemampuan Aplikasi
Teknik Monitoring Kondisi

MF

OI

Peralatan/
Mesin

Gambar 4 Hirarki kriteria dan indikator ECR
1. Optimasi penggantian komponen (CoTR)
Perhitungan waktu penggantian komponen yang optimal merupakan
salah satu kriteria penilaian kinerja perawatan. Hal ini bertujuan untuk
menerapkan perawatan preventif guna mencegah terjadinya kerusakan
komponen untuk menghasilkan biaya yang minimal. Perhitungan CoTR
dilakukan dengan cara mengalikan nilai yang diperoleh dengan bobotnya
menggunakan metode AHP seperti terlihat pada Gambar 5.

13

Mulai

Hitung nilai tr
dari min C(tr)

Hitung nilai tp
dari min C(tr)

Hitung nilai tr
dari min D1(tr)

Hitung nilai
min CL

Hitung nilai tr
dari min C(tr)

Nilai tr dari
min C(tr)

Nilai tr dari
min C(tr)

Nilai tr dari
min C(tr)

Nilai tr dari
min C(tr)

Nilai tr dari
min C(tr)

Hitung Bobot i
Indeks CoTR = ∑
Indeks CoTR

Selesai

Gambar 5 Perhitungan waktu optimal penggantian komponen (CoTR)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Proses
Produksi benih merupakan proses yang kompleks. Yang menjadi fokus
dari penelitian ini ialah produksi benih padi. Untuk menghasilkan sejumlah
benih tertentu harus melalui tahapan yang panjang, mulai dari pemasukan
GKP hingga menghasilkan benih siap dipasarkan. Dari keempat pabrik SHS
yang ada, kegiatan produksi terpusat di Seed I, terlihat dari kapasitas produksi
pabrik Seed I, yaitu terbesar dibanding kapasitas pabrik-pabrik lain. Alur
proses produksi benih padi di Pabrik Seed I PT Sang Hyang Seri ditunjukkan
oleh Gambar 6. Setelah pengolahanan tahap berikutnya adalah pengemasan
(packaging). Benih dari locker bin dialirkan menggunakan belt konveyor ke
gudang pengemasan tepat di sebelah pabrik besar. Pengemasan dilakukan
dengan 2 cara, yakni secara manual dan menggunakan mesin kemas otomatis.
Proses produksi di pabrik Seed II dan pabrik kecil relatif sama, hanya
saja dengan kapasitas produksi yang lebih kecil. Sedangkan pada IRSPP,
sistemnya berbeda, yaitu terkait adanya kontrol otomatis terhadap operasi
mesin berdasarkan program yang telah dimasukkan, tidak seperti penanganan

14
manual di Seeed I. Sistem
m
m ini membberikan kem
mudahan dalaam pengontrrolan
opperasi, akan tetapi rentann terhadap kkerusakan innstalasi proggram seperti yang
teerjadi pada mesin
m
vaksinn dan indentt cylinder. Mesin
M
tersebbut harus diiinstal
ullang agar dapat bekerjaa kembali. Alur produk
ksi benih di pabrik terrpadu
(IRSPP) seperrti terlihat paada Gambar 7.
(GKP masuk)
intaake: vibrator,
siklon
chaain conveyor

pprecleaner

working bin

dryerr: +pendinginn

teempering

ssilo A, B

hoper
indeent cylinder
(rusak)
timbaangan (rusak))

squaare bin A B C

bbober bin

paccking 3 box

Gambar 6 Alur prosess produksi beenih di IRSP
PP

15
GKP
P

lubang inntake

chain convveyor

bucket eleevator

mesin preccleaner

timbang
gan

bucket eleevator

silo

belt konv
veyor

hoper/penam
mpung

bucket eleevator

dryerr

locker bin
b

air sprint separator

bucket eleevator
benih beersih
locker beean 1
dan 2

P menjadi Beenih siap
Gambar 7 Alur pengolahan GKP

16
Proses pengolahan benih diawali dengan pemasukan GKP ke dalam
lubang intake secara manual oleh buruh muat. Biasanya GKP datang dari
kebun jam 1-2 siang. Sebelum dimasukkan, GKP ditimbang terlebih dahulu.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah tonase yang masuk pada hari
tersebut. Kegiatan penerimaan GKP dapat dilihat pada Gambar 8.

(b)
(a)
Gambar 8 Kegiatan pemasukan GKP (a) di Seed I, (b) di IRSPP
Kegiatan berikutnya ialah proses pengayakan menggunakan mesin
precleaner. Mesin ini berfungsi untuk memisahkan gabah dengan jerami dan
batu. Jerami dan gabah kosong akan didorong oleh blower agar keluar.
Sedangkan gabah yang berisi akan dibawa oleh elevator hingga masuk
kedalam dryer. Pengeringan dilakukan secara kontinyu. Kegiatan
pengeringan di Seed I biasanya membutuhkan waktu 8-10 jam tergantung
jumlah tonase yang masuk. Selama kegiatan pengeringan ini operator harus
selalu mengukur kadar air dari sampel setiap 30 menit, dan memantau suhu
dryer agar tetap stabil. Suhu pengeringan maksimal 43° C agar gabah/benih
tidak rusak. Ada 3 jenis pengeringan, yakni menggunakan continous dryer,
box dryer, dan menggunakan lantai jemur. Pengeringan dengan lantai jemur
dilakukan pada saat GKP yang masuk melimpah, misalnya pada saat panen
raya. Pada hari kerja biasa yang digunakan hanya continous dryer dan box
dryer (Gambar 9). Sedangkan untuk di pabrik terpadu, pengeringan dilakukan
selama 52 jam untuk 50 ton GKP yang masuk. Jumlah ini dikumpulkan dari
beberapa hari GKP yang masuk yang disimpan di working bin setelah melalui
pengayakan. Gabah secara terus menerus mengalir dari dryer ke elevator
kemudian ke tempering bin kembali ke elevator dan masuk ke dryer. Hal ini
berlangsung hingga kadar air mencapai 12%.

17

Gambar 9 Pengeringan menggunakan box dryer
Gambar 10 memperlihatkan perubahan kadar air gabah selama proses
pengeringan yang diamati pada tanggal 29-31 Maret 2013. Pengeringan
dilakukan selama 46 jam untuk tonase yang masuk 49334 kg. Pada grafik
terlihat bahwa terjadi garis yang terputus di waktu awal pengeringan, hal ini
disebabkan terjadinya hujan sehingga burner harus dimatikan mengingat 8
tersebut berada di luar bangunan pabrik. Pada saat pengeringan dilanjutkan
kadar air gabah tidak mengalami kenaikan dari kadar air sebelum burner
dimatikan. Sedangkan untuk pengeringan pada menit ke 1600 hingga 1700,
dryer mengalami kerusakan pada sistem bukaan dryer (slide dryer bagian
bawah). Terhentinya pengengingan dalam kurun waktu kurang dari 2 jam
tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air dari 16.2 menjadi
16.6, hal ini disebabkan uap air yang sudah terlepas kemudian terserap
kembali akibat pengeringan terhenti. Kadar air yang naik tersebut
menyebabkan waktu proses pengeringan yang lebih lama. Semakin lama
proses pengeringan akan menyebabkan semakin tingginya biaya produksi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meminimalisasi kerusakan
mesin salah satunya dengan melakukan pemeliharaan terhadap komponen
mesin.

Kadar Air (%bb)

25,0

20,0

pengeringan gabah

15,0

10,0
0

500

1000
1500
2000
lama pengeringan (menit)

2500

Gambar 10 Grafik pengeringan GKP

3000

18
Setelah gabah mencapai kadar air 12% bk, benih ini kemudian
didistribusikan ke silo ata locker bin untuk disimpan sementara atau langsung
disalurkan ke bagian pengolahan untuk dikemas dalam kemasan plastik 5 kg.
Pengemasan dilakukan secara semi manual, maksudnya pengemasan 5kg
dengan menggunakan mesin sealer sedangkan untuk kemasan karung (20
kemasan @5kg) dilakukan secara manual oleh buruh kemas.
Dekomposisi Model Mesin Produksi
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa mesin
yang terlibat cukup banyak sehingga untuk mempermudah dalam analisa
dilakukan dekomposisi model berdasarkan fungsinya. Dekomposisi mesin
yang telah dilakukan untuk Seed I dan IRSPP pada Gambar 11 dan 12. Untuk
Seed II dekomposisinya sama dengan Seed I hanya saja kapasitas
pengeringan dan penyimpanan lebih kecil.
Seed I

Belt
conveyor

Bucket
elevator

Precleaner

Cyclone

Dryer

Air
screen
separator

Hoper

Gambar 11 Dekomposisi mesin produksi di Seed I

Silo

Sealer

19

IRSPP

Line A
Intake:
 Vibrator
 Siklon
 ayakan
Precleaner
 auger
 blower
Dryer
 Motor listrik
 Slot buka tutup

Line B
Konveyor
 bucket





elevator
motor electro 2.5 HP
gear box
belt conveyor

Working bin

Tempering
 Sensor KA

Silo:




8 buah
Blower
Motor 75 hp

Hoper
 Indent cylinder
(sortasi)

Timbangan

Square bin
 Total 24 buah @
20 ton

Bober bin
 Packing
box 3

Gambar 12 Dekomposisi sistem dari mesin produksi di IRSPP
Klasifikasi mesin dilakukan berdasarkan fungsinya. Yang termasuk
konveyor ialah belt conveyor, chain conveyor, dan bucket elevator yang
berfungsi untuk menyalurkan gabah dari intake ke precleaner, precleaner ke
dryer, dan seterusnya. Fungsi cyclone ialah untuk menghisap debu dan gabah
kosong dari GKP yang masuk. Cyclone ini terdiri dari motor dan blower.
Selanjutnya, precleaner, yaitu mesin pengayak yang memisahkan gabah dari
jerami dan gabah kosong, fungsinya hampir sama dengan air screen
separator, hanya saja air screen separator menggunakan hembusan udara
bertekanan tinggi. Mesin berikutnya yaitu dryer tipe continous dan box dryer
yang berfungsi untuk mengeringkan gabah yang sudah dibersihkan. Yang
termasuk klasifikasi pengemasan yaitu mesin sealer dan mesin jahit karung.

20

Yang membedakan sistem produksi di Seed I dengan sistem produksi di
IRSPP ialah adanya continous dryer yang terhubung ke tempering bin.
Tempering bin dilengkapi dengan sensor kadar air yang mengatur jalannya
sirkulasi gabah pada saat pengeringan hingga mencapai kadar air optimum.
Gambaran Umum Sistem Perawatan Mesin
Pembangunan pabrik cabang Sukamandi dimulai pada tahun1975 dan
mulai beroperasi pada tahun 1978. Yang dibangun pertama ialah pabrik besar
(seed I), kemudian seed II dan pabrik kecil. Pada tahun 2009, PT SHS
membangun pabrik baru berbasis automatic control yaitu IRSPP. Pabrik ini
mulai beroperasi pada akhir tahun 2010. Komoditas benih yang diproduksi
ialah padi dan tanaman hortikultura. Pabrik Seed I dan IRSPP lebih fokus
pada produksi benih varietas Ciherang sedangkan pabrik Seed II dan pabrik
kecil lebih bervariasi sesuai kebutuhan pasar.
Pabrik ini memproduksi benih sepanjang tahun. Benih-benih tersebut
akan dipasarkan ke seluruh Indonesia guna memenuhi kebutuhan petani.
Untuk menjaga mutu produk, perusahaan harus senantiasa menjaga jalannya
proses produksi agar tetap berjalan baik meskipus kondisi pabrik yang sudah
mencapai 40 tahun. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan ekstra untuk
menjaga kondisi mesin, salah satunya dengan melakukan perawatan.
Sebenarnya, pada tahun 2005 telah diselenggarakan kegiatan pelatihan
pemeliharaan mesin dan proses pengolahan. Kegiatan ini bertujuan untuk
memaparkan sekaligus menerapkan prosedur pemeliharaan mesin pabrik yang
baik dan benar. Perawatan meliputi kegiatan pengecekan rutin, pemeliharaan
terjadwal, berikut dengan penanganannya. Hanya saja atas kebijakan
perusahaan kegiatan pemeliharaan rutin yang dilakukan ialah pelumasan dan
pengecekan saja. Pengecekan operasi dilakukan setiap hari oleh mekanik
pabrik, sedangkan untuk pengecekan secara keseluruhan dilakukan setiap
panen raya telah selesai. Penggantian spare part hanya dilakukan setelah
komponen tersebut rusak. Seperti yang terjadi pada saat pengamatan tanggal
21 Maret 2013, proses pengeringan di IRSPP terhenti akibat adanya
kerusakan pada elevator sehingga bearing harus diganti. Akibatnya produksi
terhenti selama 2 jam. Komponen elevator yang harus diganti terlihat pada
Gambar 13.

Gambar 13 Spare part elevator yang rusak

21

Analisa Perawatan Mesin Produksi
1. Kekristisan komponen
Untuk menghitung kekritisan komponen, terlebih dahulu dilakukan
penghitungan bobot kriteria berdasarkan wawancara dengan salah satu kepala
mekanik pabrik (Pak Wawan), yaitu untuk menentukan nilai kepentingan dari
masing-masing kriteria ECR. Hasil perhitungan bobot tersebut dengan
menggunakan metode rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil perhitungan bobot kriteria
Bobot kriteria
Keamanan
Faktor
produksi
Cadangan
ketersediaan
Frekuensi
kegagalan
Ketidakandalan
Teknik
monitoring

Keamanan

Faktor
produksi

Cadangan
ketersediaan

Frekuensi
kegagalan

Ketidakandalan

Teknik
monitoring

Bobot
penilaian

1

1.25

1.5

1.75

2

2.25

0.251

0.80

1

1.20

1.40

1.60

1.80

0.201

0.67

0.83

1

1.17

1.33

1.50

0.167

0.57

0.71

0.86

1

1.14

1.29

0.143

0.50

0.63

0.75

0.88

1

1.13

0.126

0.44

0.56

0.67

0.78

0.89

1

0.112

Berdasarkan hasil perhitungan bobot penilaian dari 6 kriteria tersebut
yang memiliki bobot paling besar ialah faktor keamanan yaitu 0.251. Nilai
kekritisan dihitung dari data rekaman pencatatan kegiatan dari tahun 1991
sampai tahun 2013. Penentuan tingkat kekritisan komponen diklasifikasikan
berdasarkan aturan berikut :
1. Sangat kritis jika ECR>40
2. Kritis jika 30< ECR≤ 40
3. Agak kritis jika 20< ECR ≤30
4. Tidak kritis jika ECR≤20
Berdasarkan aturan tersebut maka diperoleh hasil perhitungan ECR dan
klasifikasi beberapa komponen seperti yang disajikan pada Tabel 5.

22
Tabel 5 Hasil Penilaian kekritisan mesin di Pabrik seed I
S

PF

URF

SAF

FoF

ACMT

Nilai ECR

Tingkat Kekritisan

Air screen separator

20

1

0.2

0.1

50

40

16.0096

tidak kritis

Konveyor

40

2.5

0.3

0.6

80

100

31.8932

kritis

Dryer

40

8

0.3

0.3

50

50

23.6014

agak kritis

Forklift

20

0.1

0.2

0.4

60

50

18.2505

tidak kritis

Silo

20

0

0.01

0

70

0

13.8117

tidak kritis

Blower

20

0.5

0.02

0.1

10

25

9.18741

tidak kritis

Cyclone

20

0.3

0.2

0.1

40

20

12.3815

tidak kritis

Sealer

40

0.8

0.4

0.8

50

40

21.1372

agak kritis

Box Dryer

20

1.3

0.4

0.4

30

20

11.4058

tidak kritis

Dari Tabel 5, terlihat bahwa konveyor memiliki nilai kekritisan paling
besar yaitu 31.8932. Nilai ini termasuk dalam kategori kritis dimana
kerusakan mesin tersebut dapat menyebabkan kerusakan mutu serta
menyebabkan produksi terhenti. Untuk dryer dan sealer termasuk kategori
agak kritis. Artinya mesin tersebut apabila mengalami kerusakan tidak
berdampak penolakan mutu hasil dan dapat menyebabkan dampak sedang.
Sedangkan untuk kategori tidak kritis menunjukkan bahwa seluruh mesin
tersebut tidak berpengaruh pada berlangsungnya proses produksi.
2. Optimasi Penggantian Komponen
Berdasarkan data historis pemeliharaan sekaligus penggantian
komponen dari berbagai komponen (Lampiran 2) diambil beberapa
komponen yang mengalami kerusakan berulang untuk dianalisis. Perhitungan
bobot dapat dilihat Tabel 6 sedangkan analisa komponen yang mengalami
kerusakan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Hasil perhitungan bobot kriteria dari CoTR

C(tp)
C(tp)
CL
D1(tr)
D2(tp)
EN

C(tp)

Ctp

CL

D1(tr)

D2(tp)

EN

penilaian
bobot

1
0,83
0,71
0,63
0,56
0,50

1,20
1
0,86
0,75
0,67
0,60

1,40
1,17
1
0,875
0,78
0,70

1,60
1,33
1,14
1
0,89
0,80

1,80
1,50
1,29
1,13
1
0,90

2,00
1,67
1,43
1,25
1,11
1

0,237
0,197
0,169
0,148
0,131
0,118

23
Tabel 7 Analisa kerusakan komponen yang terjadi
Parameter CoTR
Nama
mesin
Air screen
separator

Box dryer

Belt
konveyor
Chain
conveyor
Elevator
Cyclone
Seed
cleaner

Komponen yang
diganti

C(tr)

tr

C(tp)

tp

CL

D1
(tr)

D2
(tp)

EN

Bearing 6202

61860,15

1

30000

1

0,083

1,20

1,20

2

Plat screen
Kabel burner
NYY
Plat eiser

570000,81

4

16625

4

0,290

1,05

0,60

1

790000,81

6

8777,78

7

0,290

1,20

0,46

0

104750,20

4

43645,83

4

0,290

1,05

0,60

1

Kabel NYY HY

71518,08

4

33928,57

7

0,249

0,60

0,34

0

Rantai

75654,53

0,33

46666,67

0,5

0,165

1,07

1,87

2

Gear elevator
Z31

153899,66

2

36666,67

3

0,249

0,73

0,53

1

Bearing 2211

51432,18

0,83

19066,67

1

0,124

1,03

1,13

2

V belt B118

132172,65

1

48666,67

1

0,083

1,20

1,20

2

Ayakan

29181,03

1,1

241818,2

1,5

0,193

0,87

0,83

1

Dari nilai tersebut kemudian dihitung nilai CoTR dari masingmasing mesin dengan cara mengalikan parameter dengan bobotnya. Hasil
perhitungan CoTR dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil perhitungan CoTR
Nama mesin

Komponen yang diganti

CoTR

Air screen separator Bearing 6202
Plat screen
Box dryer
Kabel burner NYY
Plat eiser
Belt konveyor
Kabel NYY HY
Chain conveyor
Rantai
Elevator
Gear elevator Z31
Bearing 2211
Cyclone
V belt B118

1,03
2,08
3,12
2,08
2,54
0,87
1,37
0,97
1,03

Seed cleaner

0,99

Ayakan

Nilai CoTR dapat digunakan sebagai waktu yang optimal untuk
penggantian komponen. Yang dimaksud dengan nilai CoTR 1.03 ialah
komponen tersebut harus diganti setelah penggunaan selama 1.03 tahun. Ini
merupakan waktu yang optimal dimana kinerja dari komponen tersebut akan
menurun setelah 1.03 tahun akan membutuhkan biaya perawatan yang lebih
tinggi sama halnya dengan komponen yang lain. Seiring dengan waktu
penggunaan komponen yang semakin lama, biaya perawatan komponen

24
tersebut semakin tinggi. Disarankan untuk melakukan perawatan preventif
dengan mengganti komponen sesuai dengan CoTR tersebut. Penggantian
komponen dilakukan untuk mengurangi resiko kerusakan mesin yang dapat
menyebabkan biaya perawatan menjadi lebih besar. Adanya kerusakan
komponen akan menyebabkan biaya produksi yang tinggi sehingga
perawatan preventif sangat penting untuk dilakukan. Pemeliharaan mesin
yang tepat, kondisi mesin akan tetap terjaga dengan baik sehingga
perusahaan dapat menjaga mutu produk yang dihasilkan dengan biaya
produksi yang minimum. Oleh karena itu, secara tidak langsung dapat
disimpulkan bahwa pemeliharaan mesin dapat mengurangi biaya produksi.
Untuk praktisnya, implementasi penggantian komponen mesin ini
dapat dilakukan secara berkala, tidak persis hasil perhitungan atas masingmasing komponen. Misalnya, untuk bearing pada cyclone dan air screen
separator dapat dilakukan penggantian pada saat umur pakai komponen
telah mencapai 1 tahun. Hal ini disebabkan komponen tersebut yang
masing-masing memiliki CoTR 1.03 dan 0.96. Kemudian komponen yang
memiliki CoTR 2.08 yaitu plat screen pada box dryer dilakukan
penggantian setiap 2 tahun sekali. Adapula komponen yang memiliki nilai
CoTR 1.37 yaitu gear pada konveyor, dapat dilakukan penggantian
komponen pada 1.5 tahun. Bearing dan V-belt atau komponen yang sering
bergerak disarankan untuk diganti setiap 1 tahun karena biasanya komponen
cepat aus akibat gesekan. Sedangkan komponen yang diam seperti plat pada
box dryer atau permukaan corong elevator diganti setelah dipakai sekitar 4
tahun. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeliharaan harus dilakukan
secara terjadwal untuk periode per setengah tahunan, per tahun, per dua
tahun, sesuai dengan CoTR yang diperoleh.

Pencatatan Kegiatan Perawatan
Berdasarkan data catatan pemeliharaan mesin yang diperoleh
terlihat bahwa format dari laporan kegiatan pemeliharaan setiap tahunnya
berbeda-beda. Untuk memudahkan dalam pencatatan serta dalam
pengolahan informasi baik untuk arsip pabrik maupun untuk analisa lebih
lanjut perlu disamakan format penulisannya. Contoh format pencatatan
yang direkomendasikan ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Format penulisan pencatatan kegiatan pemeliharaan mesin
Tanggal

Mesin

Kegiatan
yang
dilakukan

Kode part

Keperluan
barang

Jumlah

Satuan

25

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa :
1. Sistem pemeliharaan mesin produksi benih di PT SHS masih bersifat reaktif
(reactive maintenance). Penggantian komponen hanya dilakukan setelah
komponen tersebut mengalami kerusakan. Hal ini berpotensi menimbulkan
terhentinya proses produksi yang tidak terjadwal.
2. Berdasarkan kriteria kekritisan komponen, dari seluruh alat/mesin produksi benih,
konveyor merupakan komponen yang paling kritis. Apabila terjadi kerusakan
pada mesin ini maka produksi akan terhenti. Oleh karena itu perlu adanya
penanganan khusus pada konveyor.
3. Untuk mencegah terhentinya proses produksi secara mendadak akibat rusaknya
komponen, prinsip preventive maintenance perlu diterapkan, di antaranya dengan
melakukan penggantian komponen secara terjadwal. Waktu penggantian
komponen yang optimum berdasarkan perhitungan CoTR berbeda-beda menurut
jenis komponen, yaitu antara 0.87 sampai 3.12. Untuk pertimbangan praktis,
bearing pada cyclone dan air screen separator perlu diganti pada saat umur pakai
komponen telah mencapai 1 tahun, plat screen pada box dryer dilakukan
penggantian setiap 2 tahun sekali, gear pada konveyor diganti pada 1.5 tahun.
Bearing dan V-belt atau komponen yang sering bergerak disarankan untuk diganti
setiap 1 tahun karena biasanya komponen cepat aus akibat gesekan. Sedangkan
komponen yang diam seperti plat pada box dryer atau permukaan corong elevator
diganti setelah dipakai sekitar 4 tahun. Perbedaan waktu penggantian sekaligus
dapat memberi petunjuk kebutuhan banyaknya persediaan komponen untuk suatu
periode tertentu.
Saran
Perlu dilakukan preventive maintenance untuk menjaga mutu benih yang
dihasilkan. Hal ini dapat diterapkan dengan cara melakukan perawatan secara
rutin untuk setiap part mesin yang terlibat. Tujuannya ialah untuk mengurangi
dampak kerusakan mendadak yang dapat menyebabkan terhentinya produksi.
Selain itu, perlu dilakukan perbaikan dalam prosedur pencatatan kegiatan
pemeliharaan mesin tersebut. Catatan tersebut meliputi kerusakan yang terjadi
serta penanganan yang dilakukan sehingga dapat menjadi informasi untuk
pemeliharaan ke depannya.
Penulisan kegiatan pemeliharaan selama ini sudah cukup lengkap, hanya
saja format penulisan tidak konsisten, juga masih dilakukan secara manual, yakni
tulis tangan, sehingga menimbulkan kesulitan dalam pembacaan maupun
pengolahannya untuk keperluan manajemen. Oleh karena itu perlu dikembangkan
sistem pencatatan yang berbasis komputer sehingga lebih mudah diolah.

26

DAFTAR PUSTAKA
Ansyori, A. 1997. Rancangan Total Productive Maintenance pada PT PLN
(Persero) Wilayah IV Sektor Bandar Lampung. Tesis pada Program Studi
Teknik Mesin, Universitas Indonesia. D