Pemisahan Protein Ekstrak Rennet Abomasum Domba Lokal dengan Metode Kromatografi Kolom Gel Filtrasi

ABSTRACT
KHOIRUN NISA’. Protein Fraction of Rennet Extracted from Abomasum of
Local Sheep by Gel Filtration Column Chromatography Method. Under
supervision of CHAIRUN NISA’ and ITA DJUWITA.
Protein fractination of rennet extracted from abomasal mucosa of local
sheep was studied by gel filtration column chromatography method to fractinate
chymosin and pepsin. Two abomasal samples of young adult local sheep aged 512 months were used in this study. Fundic mucosae of the abomasums were
extracted into rennet and were frozen stored. Extracted rennet samples were
processed to fractinate the enzymes by two steps of early fractination including
salt precipitation with ammonium sulfate and dialysis using dialysis tube cut off
12 kD. Dialyzed samples were further processed using gel filtration column
chromatography with sephadex G-75. Crude rennet extract, dialyzed rennet and
collected fractions from chromatography were examined using milk-clotting test
and SDS-PAGE to identify the existence of the enzymes. The collected fractions
were also examined by spectrophotometer A280. The results showed that chymosin
and pepsin were eluted in early fractions which total protein was high. The
collected fractions from this study could be used to purify chymosin and pepsin
using another purification method.
Keywords: rennet, fractination, gel filtration chromatography

PEMISAHAN PROTEIN EKSTRAK RENNET ABOMASUM

DOMBA LOKAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI KOLOM GEL FILTRASI

KHOIRUN NISA’

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRACT
KHOIRUN NISA’. Protein Fraction of Rennet Extracted from Abomasum of
Local Sheep by Gel Filtration Column Chromatography Method. Under
supervision of CHAIRUN NISA’ and ITA DJUWITA.
Protein fractination of rennet extracted from abomasal mucosa of local
sheep was studied by gel filtration column chromatography method to fractinate
chymosin and pepsin. Two abomasal samples of young adult local sheep aged 512 months were used in this study. Fundic mucosae of the abomasums were
extracted into rennet and were frozen stored. Extracted rennet samples were
processed to fractinate the enzymes by two steps of early fractination including
salt precipitation with ammonium sulfate and dialysis using dialysis tube cut off

12 kD. Dialyzed samples were further processed using gel filtration column
chromatography with sephadex G-75. Crude rennet extract, dialyzed rennet and
collected fractions from chromatography were examined using milk-clotting test
and SDS-PAGE to identify the existence of the enzymes. The collected fractions
were also examined by spectrophotometer A280. The results showed that chymosin
and pepsin were eluted in early fractions which total protein was high. The
collected fractions from this study could be used to purify chymosin and pepsin
using another purification method.
Keywords: rennet, fractination, gel filtration chromatography

ABSTRAK
KHOIRUN NISA’. Pemisahan Protein Ekstrak Rennet
dengan Metode
Kromatografi Kolom Gel Filtrasi. Dibawah bimbingan CHAIRUN NISA’ dan
ITA DJUWITA.

Pemisahan protein rennet yang diekstraksi dari abomasum domba lokal
dilakukan dengan metode kromatografi kolom gel filtrasi untuk memisahkan
enzim pepsin dan khimosin. Pada penelitian ini digunakan dua sampel abomasum
domba lokal usia dewasa muda (5-12 bulan). Mukosa fundus dari kedua sampel

abomasum diekstraksi menjadi rennet dan disimpan beku. Rennet ekstrak kasar
kemudian diproses lebih lanjut untuk memisahkan kedua enzim melalui dua
tahapan fraksinasi awal, yaitu presipitasi garam dengan amonium sulfat dan
dialisa menggunakan kantong dialisa cut off 12 kD. Hasil dialisa rennet kemudian
difraksinasi lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom gel filtrasi dengan
matriks berupa sephadex-G75. Rennet ekstrak kasar, hasil dialisa rennet, dan
fraksi-fraksi hasil kromatografi dianalisa menggunakan uji aktivitas koagulasi
susu dan SDS-PAGE untuk mengetahui keberadaan enzim pepsin dan khimosin.
Fraksi-fraksi hasil kromatografi juga dianalisa menggunakan spektrofotometer
280 nm. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pepsin dan khimosin
terelusi pada fraksi-fraksi dimana total proteinnya tinggi. Fraksi-fraksi yang
diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk purifikasi lebih lanjut enzim
pepsin dan khimosin menggunakan metode purifikasi lain.
Kata kunci: rennet, pemisahan protein, kromatografi kolom gel filtrasi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pemisahan Protein Ekstrak
Rennet Abomasum Domba Lokal dengan Metode Kromatografi Kolom Gel
Filtrasi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011
Khoirun Nisa’
NIM B04063319

PEMISAHAN PROTEIN EKSTRAK RENNET ABOMASUM
DOMBA LOKAL DENGAN METODE
KROMATOGRAFI KOLOM GEL FILTRASI

KHOIRUN NISA’
B04063319

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul
Nama
NIM

: Pemisahan Protein Ekstrak Rennet Abomasum Domba

Lokal dengan Metode Kromatografi Kolom Gel Filtrasi
: Khoirun Nisa’
: B04063319

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet
NIP. 19631125 198903 2 004

Dr. Drh. Ita Djuwita, M.Phil, PAVet (K)
NIP. 19590403 198601 2 002

Diketahui :
a.n Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Wakil Dekan


Dr. Nastiti Kusumorini
NIP.19621205 198703 2 001

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitiannya
yang berjudul “Pemisahan Protein Ekstrak Rennet Abomasum Domba Lokal
dengan Metode Kromatografi Kolom Gel Filtrasi”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet dan ibu Dr. drh. Hj. Ita Djuwita,
M.Phil, PAVet (K), selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi hasil penelitian ini.
2. Bapak Drh. Yudi Riyadi, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan dukungan yang diberikan selama masa studi.
3. Kedua orang tua (Bpk Umar Fanany dan Ibu Siti Fauziah) serta keluarga
tercinta untuk kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, bimbingan,
serta doa yang tiada henti-hentinya.

4. Dosen dan staf di bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi FKH IPB
yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung.
5. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional
RI yang telah membiayai penelitian ini yang merupakan bagian dari
penelitian Hibah Bersaing Batch XVI/2 (Tahun 2009) melalui Penelitian
Program Desentralisasi IPB.
6. Karunia Maghfiroh dan Jeanne Novi Tandria yang selalu memberikan
dukungan dan perhatiannya, serta bantuan dan kerja samanya.
7. Rini, Vivit R. Cumala, beserta Tim Penelitian Embriologi atas segala
arahan dan bantuan yang diberikan.
8. Teman-teman FKH ’43 ”AESCULAPIUS” atas kenangan yang tidak
pernah terlupakan selama tiga tahun bersama.
9. Saudara seperjuangan di DKM An Nahl serta Lembaga Dakwah di Institut
Pertanian Bogor atas ukhuwah, kerja sama, pendewasaan, pengingatan,
amanah, serta kepercayaan yang telah diberikan.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan penulis
demi kesempurnaannya. Semoga skripsi hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca yang memerlukan serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Oktober 2011
Khoirun Nisa’

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur
pada tanggal 18 Mei 1989 dan merupakan anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara
dari keluarga Umar Fanany, BA dan Siti Fauziah.
Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Muhammadiyah 2 Bangil, kemudian melanjutkan studi di SLTP Negeri 1 Bangil
dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di
SMA Negeri 1 Bangil dan lulus pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang
sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007, penulis mulai belajar di Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Selama kuliah penulis bergabung dalam Dewan Keluarga Mushola An
Nahl FKH IPB sejak periode 2007/2008 sampai periode 2009/2010. Penulis juga
pernah bergabung dalam Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik Eksotik FKH IPB sejak periode 2007/2008 sampai akhir periode

2008/2009. Penulis pernah menjabat sebagai Bendahara Veterinary English Club
periode 2007/2008, dan bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
Indonesia cabang FKH IPB pada periode 2008/2009. Penulis juga pernah
mengikuti program pertukaran mahasiswa selama satu tahun pada periode
2010/2011 di Hokkaido University, Sapporo, Jepang.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................................1
Tujuan.............................................................................................................. 2
Manfaat............................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Lambung Domba............................................................................... 3
Enzim Protease................................................................................................ 4

Rennet.............................................................................................................. 5
Bahan Bioaktif Rennet..................................................................................... 6
1. Khimosin............................................................................................ 6
2. Pepsin..................................................................................................7
Koagulasi Susu................................................................................................ 8
Purifikasi Enzim.............................................................................................. 10
Kromatografi Kolom Gel Filtrasi.................................................................... 13
Analisa Protein................................................................................................ 15

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................... 17

Bahan Penelitian.............................................................................................. 17
Metode Penelitian............................................................................................ 17
1. Ekstraksi rennet................................................................................... 17
2. Pemisahan protein rennet.................................................................... 18
2.1. Presipitasi garam dan dialisa....................................................... 18
2.2. Kromatografi kolom gel filtrasi................................................... 19
3. Pengujian aktivitas rennet................................................................... 19
4. Analisa protein.....................................................................................19
4.1. Metode SDS-PAGE..................................................................... 19
4.2. Metode spektrofotometer 280 nm............................................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Abomasum dan Rennet Ekstrak Kasar............................................................ 21
Presipitasi Garam dan Dialisa Rennet............................................................. 24
Kromatografi Kolom Gel Filrasi..................................................................... 27

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan.......................................................................................................... 32
Saran................................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 33
LAMPIRAN......................................................................................................... 38

i

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbandingan berat abomasum serta perbandingan persentase
berat
mukosa
fundus
terhadap
berat
fundus………………………….................................................

21

2. Perbandingan waktu koagulasi antara ekstrak kasar dan hasil
dialisa dari sampel rennet DM2 dan sampel rennet DM4..........

23

3. Perbandingan waktu koagulasi susu fraksi-fraksi hasil
purifikasi sampel rennet DM2 dan sampel rennet
DM4...........................…………………………………….........

28

ii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Lambung domba dan bagian interior abomasum........................

3

2. Struktur umum misel kasein pada susu.......................................

9

3. Pemotongan rantai -kasein oleh enzim khimosin......................

10

4. Peralatan yang digunakan dalam kromatografi kolom gel
filtrasi..........................................................................................

13

5. Susunan sistem kromatografi kolom gel filtrasi..........................

14

6. Diagram alir ekstraksi, uji aktivitas, purifikasi, dan analisis
protein rennet..............................................................................

20

7. Hasil koagulasi susu dengan ekstrak kasar (DM2 dn DM4) dan
hasil dialisa (DM2’ dan DM4’) ..................................................

22

8. Hasil gel elektroforesis menggunakan pewarnaan silver pada
sampel rennet DM2 dan DM4.....................................................

25

9. Hasil uji koagulasi fraksi ke- 4,5,6,7, dan 8 hasil kromatografi
sampel rennet DM2 dan DM4....................................................

28

10. Nilai absorbansi ( λ = 280 nm) pada fraksi hasil kromatografi
sampel rennet DM2 dan DM4.....................................................

30

iii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pembuatan buffer dialisa.............................................................

39

2. Pemekatan selama proses presipitasi garam dan dialisa.............

40

3. Persiapan running SDS-PAGE....................................................

41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rennet merupakan bahan bioaktif berupa enzim yang dapat menggumpalkan
protein susu dan digunakan dalam produksi dadih-dadih keju (Cheeseman 1981).
Saat ini industri keju di Indonesia umumnya menggunakan rennet anak sapi impor
atau rennet GMO (genetic modified organisme). Pertimbangan terkait harga,
populasi sapi yang menurun, cita rasa, serta kehalalan dan keamanan pangan
menjadi kendala tersendiri dalam penggunaan kedua jenis rennet tersebut
terutama bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Domba lokal memiliki potensi sebagai salah satu penghasil rennet, yaitu
dari hasil ekstraksi mukosa abomasumnya (Nisa’ et al. 2007). Namun sayangnya,
pemanfaatan abomasum domba masih belum optimal. Abomasum yang
merupakan lambung kelenjar hanya dianggap sebagai limbah pemotongan hewan.
Produksi rennet dari abomasum domba lokal diharapkan selain meningkatkan
nilai ekonomis ternak domba juga menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas
produk olahan susu di Indonesia.
Rennet yang diekstraksi dari abomasum ruminansia mengandung khimosin
dan pepsin sebagai komponen utama. Di samping itu, dalam ekstrak rennet juga
terkandung protein-protein lain yang dapat mengganggu kerja kedua enzim
tersebut. Tujuan akhir berupa pemanfaatan rennet domba sebagai rennet
komersial mendorong perlunya dilakukan pemisahan dan pemurnian enzim
protease dalam upaya menghilangkan protein-protein pengganggu tersebut. Selain
itu, dengan terpisahnya enzim khimosin dan pepsin maka dapat dibuat rennet
yang mengandung kedua enzim tersebut dalam komposisi tertentu untuk
pembuatan berbagai jenis keju.
Pemisahan dan pemurnian protein dapat dilakukan dengan metode
kromatografi ataupun metode non-kromatografi. Pemilihan metode ini didasarkan
pada beberapa karakteristik yang diketahui dari suatu molekul protein, antara lain
bobot molekul, muatan, ataupun sifat hidrofobiknya (Ahmed 2005). Kromatografi
merupakan suatu teknik purifikasi dimana komponen dari sampel dipisahkan
berdasarkan kemampuan masing-masing komponen tersebut untuk berinteraksi

2

dengan fase gerak (mobile phase) dan fase diam (stationary phase) yang dilalui
sampel (Shetty et al. 2006). Metode non-kromatografi antara lain dapat dilakukan
dengan elektroforesis, presipitasi, dan filtrasi membran (Ahmed 2005).
Kromatografi kolom gel filtrasi merupakan teknik kromatografi yang
memisahkan protein dan makromolekul biologis lain berdasarkan ukuran molekul.
Matriks gel filtrasi (fase diam) merupakan gel berpori yang dikemas di dalam
kolom dan dielusi dengan fase gerak yang berwujud cair. Pori-pori matriks dapat
menampung molekul yang berukuran lebih kecil dan memisahkannya dari
molekul yang berukuran lebih besar (Balqis 2007). Bobot molekul khimosin dan
pepsin telah diketahui, yaitu 31 kD dan 34,5 kD (Suhartono 1992). Pemisahan
protein ekstrak rennet dengan teknik kromatografi kolom gel filtrasi diharapkan
dapat memisahkan khimosin dan pepsin yang terkandung dalam ekstrak rennet
domba lokal.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan memisahkan khimosin dan pepsin dari ekstrak
rennet domba lokal dengan metode kromatografi kolom gel filtrasi dengan diawali
presipitasi garam dan dialisa.

Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu mendapatkan
rennet domba lokal yang lebih murni sebagai alternatif pengganti rennet anak sapi
impor dan telah terjamin kehalalan, kualitas, harga, dan kontinuitasnya, serta
dapat meningkatkan nilai ekonomis ternak domba lokal.

TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Lambung Domba
Lambung domba terdiri atas empat bagian yang jelas dapat dibedakan. Tiga
daerah pertama adalah rumen, retikulum, dan omasum, yang secara kolektif
disebut lambung depan (proventrikulus). Lambung depan memiliki selaput lendir
tanpa kelenjar dan sangat efektif dalam memecah ingesta fibrosa kasar menjadi
nutrisi yang dapat diserap. Lambung keempat disebut abomasum, yang
merupakan lambung kelenjar dan dianalogikan dengan lambung hewan
monogastrik. Pada lambung depan terjadi proses fermentasi, pencernaan mekanik,
serta penyerapan, sedangkan pada abomasum terjadi pencernaan secara enzimatis
(Frappier 2006).

Ru

Re

F

Om

Ru

P

Ab

A

B

Gambar 1

Lambung domba terdiri atas rumen (Ru), retikulum (Re), omasum (Om), dan
abomasum (Ab) (A). Bagian interior abomasum menunjukkan bagian
fundus (F) yang ditandai adanya plicae spiralis (tanda panah) serta bagian
pilorus (P) (B). Sumber : Modifikasi dari Putra (2009).

Abomasum memiliki tiga daerah kelenjar, yakni kardia, fundus, dan pilorus.
Daerah kelenjar kardia merupakan area sempit penghasil mukus pada perbatasan
esofagus dan lambung. Daerah kelenjar fundus meliputi dua pertiga dari seluruh
abomasum dan ditandai dengan adanya lipatan-lipatan mukosa yang disebut
dengan plicae spiralis.

Pada mukosa fundus terdapat empat jenis sel yang

berbeda struktur dan fungsinya, yakni sel penghasil mukus (mucous cells) yang
dapat dibedakan lagi atas sel mukus epitelial (mucous epithelial cells) dan sel
leher (mucous neck cells), sel utama (chief cells) yang menghasilkan prekursor
enzim, sel parietal (parietal cells atau oxyntic cells) yang menghasilkan asam

4

klorida (HCl), dan sel endokrin yang menghasilkan hormon-hormon pencernaan.
Daerah kelenjar pilorus yang meliputi hampir sepertiga dari seluruh abomasum
berada di bagian paling kaudal. Pilorus terdiri atas sel-sel penghasil mukus dan
dibatasi oleh otot sphincter yang mengatur pergerakan chyme (cairan lambung)
dari lambung ke duodenum serta mencegah aliran balik dari duodenum ke
lambung (Colville dan Bassert 2002, Frappier 2006).
Sel-sel mukosa abomasum khususnya daerah kelenjar fundus mensekresikan
beberapa jenis enzim protease yaitu pepsin, khimosin, dan gastriksin dalam
bentuk prekursor inaktif (Crabbe 2004). Enzim-enzim tersebut bersifat asam dan
termasuk kedalam golongan endopeptidase. Prekursor enzim yakni pepsinogen,
prokhimosin, dan progastriksin akan diubah menjadi bentuk aktif oleh asam
klorida (HCl) yang diproduksi oleh sel-sel parietal pada bagian fundus (Frappier
2006). Sel-sel penghasil prokhimosin ditemukan dalam jumlah yang sangat
banyak pada lambung domba usia menyusu (Trisnawati 2006), dan menurun
sejalan bertambahnya usia serta dipengaruhi oleh masa sapih (Arimurti 2006,
Guilloteau et al. 1983). Pada domba umur dewasa muda (5-12 bulan) telah
dilaporkan terdapat sel-sel penghasil prokhimosin dalam jumlah yang masih
relatif banyak (Fitriyani 2006, Nisa’ et al. 2007).
Enzim Protease
Enzim protease merupakan enzim yang bekerja memecah ikatan peptida
pada protein dengan cara hidrolisis. Menurut Adams dan Nout (2001), klasifikasi
enzim protease didasarkan pada beberapa hal antara lain: sumber/asal protease,
aksi katalitiknya (pemecahan ikatan peptida), dan

sifat alami sisi aktifnya.

Berdasarkan sumbernya, terdapat enzim protease yang diperoleh dari hewan, dari
tanaman, ataupun dari mikroba. Berdasarkan aksi katalitiknya, enzim protease
terbagi atas endopeptidase (proteinase) dan eksopeptidase. Endopeptidase
memecah ikatan peptida yang sesuai (susceptible) di sepanjang rantai polipeptida,
sementara eksopeptidase menghidrolisa satu asam amino dari salah satu ujung
rantai polipeptida. Endopeptidase sering digunakan dalam industri pangan, dan
terkadang juga digunakan secara bersamaan dengan eksopeptidase.

5

Endopeptidase diklasifikasikan lagi menjadi empat golongan berdasarkan
residu pada sisi katalitiknya yakni: protease serin, protease aspartat, protease
sistein dan metalloproteinase. Protease serin bekerja maksimum pada pH basa
sementara protease aspartat bekerja maksimum pada pH asam. Menurut Walsh
(2004) protease serin merupakan protease yang banyak diproduksi arkhaea,
bakteri, eukariota, dan virus. Protease yang termasuk dalam golongan protease
serin antara lain tripsin, kimotripsin, elastase, subtilisin, dan proteinase K.
Protease yang termasuk dalam golongan protease aspartat antara lain pepsin,
khimosin, dan protease aspartat mikrobial. Berbeda dengan kedua golongan
sebelumnya, protease sistein bekerja maksimum pada pH netral. Protease yang
termasuk dalam golongan protease sistein ialah papain, bromelin, dan ficin.
Metalloproteinase mengandung gugus ion pada sisi katalitiknya, dan sebagian
besar bekerja maksimum pada pH netral. Protease yang termasuk dalam golongan
metalloproteinase antara lain kolagenase dan termolisin. Ion kalsium menstabilkan
enzim-enzim tersebut sementara agen pengkhelat (chelating agents) seperti EDTA
menghambat kerjanya.

Rennet
Rennet merupakan bahan bioaktif berupa enzim yang dapat menggumpalkan
susu dan digunakan dalam produksi dadih-dadih keju (Cheeseman 1981).
Khimosin dan pepsin yang merupakan enzim protease aspartat adalah komponen
utama dalam rennet. Rennet yang diektraksi dari anak sapi yang masih menyusu
umumnya mengandung 88-94% khimosin dan 6-12% pepsin, sementara rennet
yang diekstraksi dari sapi yang lebih tua dapat mengandung 90-94% pepsin dan 610% khimosin (Broome dan Limsowtin 1998).
Rennet pada awalnya merupakan hasil ekstraksi kasar abomasum anak sapi.
Rennet dari abomasum anak sapi ini mempunyai peran sangat penting dalam
proses pengolahan keju. Saat ini rennet juga telah diekstraksi dari berbagai
macam sumber termasuk abomasum hewan ruminansia lain seperti kambing
(Kumar et al. 2006, Parvin 1975), unta (Wangoh et al. 1993), kerbau (Mohanty et
al. 2003), juga lambung ikan tuna (Daulay 1995), lambung anjing laut
(Shasuzzaman dan Haard 1985), tanaman (Ogugua et al. 1987, Verissimo et al.

6

1995), mikroba (Winarno 1983), bahkan juga diperoleh dari mikroorganisme yang
dimodifikasi secara genetik (genetic modified organism = GMO) (Cmegar dan
Cruegar 1984, Teuber 1993, Winarno 1983). Berbagai ekstrak rennet dapat dibuat
dengan kemampuan mengkoagulasi susu yang berbeda-beda, sehingga dadihdadih keju yang dihasilkan juga berbeda. Hal ini sangat penting untuk mengukur
kemampuan tiap ekstrak rennet dalam mengkoagulasikan susu (Scott 1986).
Rennet yang diperoleh dari berbagai spesies hewan memiliki kemampuan
mengkoagulasikan susu yang bervariasi (Daulay 1990).
Rennet mikroba diisolasi dari mikroorganisme yang secara alami
menghasilkan enzim protease yang memiliki fungsi mirip dengan rennet asal
hewan. Rennet mikroba telah dicoba untuk mengganti peranan rennet dari
abomasum anak sapi. Rennet mikroba yang banyak digunakan antara lain berasal
dari mikroorganisme seperti kapang (Mucor pusillus, M. Miehei), fungi (Endothia
parasiticus), dan bakteri (Bacillus polymyxa, B. subtilis, B. Cereus) (Winarno
1983). Kendala yang ditemui pada penggunaan rennet mikroba yakni munculnya
rasa pahit pada keju. Hal ini disebabkan terbentuknya peptida pahit akibat
aktivitas proteolisis yang tinggi pada rennet mikroba (Neelakantan et al.1999).
Rennet GMO diperoleh dari mikroba yang telah disisipi gen pengkode
prokhimosin dari sel-sel penghasilnya pada abomasum anak sapi. Salah satu
mikroorganisme yang banyak digunakan yakni bakteri Eschericia coli, dimana
gen diekspresikan dalam bentuk badan inklusi tak terlarut (insoluble). Komponen
enzim dalam rennet GMO ini tidak berbeda dengan rennet yang diekstraksi
langsung dari abomasum anak sapi. Selain E.coli, mikroorganisme lain yang juga
digunakan yakni kapang Saccharomyces cerevisiae juga fungi berfilamen seperti
Kluyveromyces lactis, Aspergillus nidulans, A. niger, dan Trichoderma reesei
(Neelakantan et al. 1999).

Bahan Bioaktif Rennet
1. Khimosin
Khimosin yang disebut juga dengan rennin ialah suatu enzim protease
aspartat, bersifat asam dan diproduksi pada abomasum ruminansia yang masih
menyusu (Kumar et al. 2006). Pada mukosa abomasum, khimosin dihasilkan

7

oleh chief cell (sel utama) dalam bentuk prekursor inaktif yang dikenal dengan
prokhimosin (Atallah 2007). Menurut Suhartono (1992) khimosin memiliki
berat molekul 31 kD sementara prokhimosin memiliki berat molekul yang
lebih besar yakni 36 kD, sementara menurut Atallah (2007) berat molekul
khimosin dan prokhimosin yaitu 35,6 kD dan 40,8 kD. Enzim khimosin stabil
pada pada pH 5,3-6,3 dan mempunyai titik isoelektrik sekitar 4,5 (Suhartono
1992).
Khimosin disekresikan dalam jumlah yang maksimal selama beberapa
hari pasca dilahirkan, kemudian menurun seiring dengan bertambahnya usia
dan digantikan oleh pepsin. Pada usia di atas satu minggu produksi khimosin
akan menurun drastis, namun pada ruminansia produksi khimosin tidak pernah
bernar-benar terhenti walaupun telah memasuki usia dewasa (Fox 1993).
Dalam saluran pencernaan ruminansia muda, khimosin membantu susu
terserap dengan mengkoagulasinya sehingga susu tidak langsung mengalir dan
terbuang melalui saluran ekskresi. Khimosin mengkoagulasi susu dengan
memotong ikatan peptida secara spesifik antara asam amino Phenilalanin
(Phe) 105 dan Metionin (Met) 106 pada rantai kappa kasein (ĸ-kasein),
sehingga segmen C-terminal hidrofilik (kasein makro peptida = CMP) terlepas
menyisakan para kappa kasein (Kumar et al. 2006; Jiang et al. 2007). Hal ini
kemudian menyebabkan misel kasein menjadi tidak stabil dan menggumpal.
Koagulasi misel kasein juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion kalsium (Ca2+)
yang berperan sebagai jembatan antar misel kasein. Menurut Fox (1993)
ikatan peptida Phe-Met akan terhidrolisa secara optimum pada pH 5,1-5,5.
Aktivitas khimosin menurun sangat cepat pada pH 3-4 diduga akibat
auto degradasi, sementara penurunan aktivitas khimosin pada pH basa diduga
akibat perubahan konformasi yang ireversibel. Khimosin lebih stabil pada
suhu 2°C dibandingkan pada suhu kamar. Aktivitas khimosin juga menurun
pada peningkatan suhu dari 44°C ke 45°C (Crabbe 2004).
2. Pepsin
Berdasarkan Harrow dan Mazur (1958), pepsin merupakan enzim
protease yang dihasilkan di mukosa lambung dalam bentuk prekursornya yaitu
pepsinogen. Perubahan dari bentuk pepsinogen menjadi pepsin disebabkan

8

suasana asam dalam lambung. Perubahan ini diikuti lepasnya salah satu asam
amino dalam bentuk peptida. Dengan demikian bobot molekul pepsinogen
sebesar 42,5 kD akan menurun menjadi 34,5 kD ketika menjadi pepsin. Pepsin
memecah substratnya dengan menghidrolisa ikatan peptida C-terminal
beberapa jenis asam amino aromatik seperti phenilalanin, tiroksin dan
triptofan (Kimball 1992, St. Edward’s Univ. 2005). Pepsin stabil pada pH 5,05,5 (Suhartono 1992), sementara titik isoelektrik pepsin yaitu 2,85 (Harrow
dan Mazur 1958).
Pepsin merupakan protease yang paling umum digunakan sebagai
pengganti khimosin dalam pembuatan keju, tetapi pepsin tidak digunakan
sendiri. Campuran khimosin dan pepsin dianggap paling optimum dan paling
sering dipilih. Beberapa faktor yang mencegah penggunaan pepsin sendirian
adalah waktu penggumpalan yang lama, gumpalan yang lunak, kehilangan
lemak dalam whey, terbentuk peptida pahit, tekstur dan konsistensi keju yang
lebih lunak, serta ketidakmampuan untuk aktif pada pH 6,5 (Kilara dan Iya
1984).
Pepsin merupakan enzim proteolitik alami yang terdapat dalam rennet
sapi muda. Enzim ini juga terdapat dalam cairan lambung hewan dewasa. Pada
hewan muda kandungan pepsin belum banyak. Seiring bertambahnya umur,
maka kandungan pepsin semakin bertambah menggantikan khimosin. Rasio
antara aktivitas penggumpalan dan aktivitas proteolitik dari pepsin yang
dihasilkan oleh berbagai jenis hewan bervariasi (Daulay 1990).

Koagulasi Susu
Koagulasi susu adalah proses perubahan bentuk dari susu cair menjadi
padatan berbetuk gel. Koagulasi terjadi karena adanya penggumpalan dari kasein
yang merupakan kandungan protein terbesar dalam susu yakni sekitar 80%.
Dalam susu terdapat empat tipe kasein yaitu αs1-kasein, αs2-kasein, β-kasein, dan
κ-kasein (CN) dengan perbadingan jumlah 4:1:4:1 yang seluruhnya tergabung
bersama koloid kalsium fosfat (CCP) membentuk misel kasein. Gumpalan kasein
berbentuk gel yang terbentuk pada proses koagulasi susu disebut curd atau dadih.
Curd juga mengandung lemak, bakteri, air dan bahan-bahan yang terlarut dalam
air, serta partikel-partikel lain (Daulay 1990, Fox 1993).

9

Gambar 2

Struktur umum misel kasein pada susu. Sumber: Goff (1995).

Pembentukan curd pada proses pembuatan keju, menurut Johnson (1984),
dapat terjadi melalui dua cara, yaitu koagulasi secara enzimatis dan koagulasi
asam. Koagulasi menggunakan asam dapat dilakukan dengan cara menambahkan
asam (biasanya asam laktat) secara langsung ke dalam susu, atau dengan
penambahan bakteri asam laktat seperti Lactococcus spp. dan Leuconostoc spp.
yang akan memfermentasikan laktosa menjadi asam laktat. Netralisasi muatan
negatif dari kasein oleh ion H+ dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya
pH isoelektrik kasein, yaitu pH 4,6, yang mengakibatkan kasein terkoagulasi.
Penggumpalan akan sempurna bila semua muatan kasein menjadi netral.
Agregasi kasein pada susu normal dicegah oleh adanya kasein makro
peptida hidrofilik (disebut juga “rambut-rambut”) pada misel kasein, serta muatan
negatif dari misel yang mencegah misel saling berdekatan. Koagulasi enzimatis
merupakan proses yang ditujukan untuk memecah ikatan pembatas misel kasein,
sehingga misel kasein dapat beragregasi (Hill 2006).
Koagulasi susu secara enzimatis terbagi kedalam tiga tahapan. Tahap
pertama merupakan tahap awal penggumpalan, molekul kasein terpecah untuk
mempercepat agregasi misel kasein. Tahap kedua merupakan tahap agregasi,
misel kasein memerangkap air untuk membentuk struktur tiga dimensi yang
memicu terbentuknya gel. Ion kalsium pada tahapan kedua saling berinteraksi
dengan misel kasein sehingga mempercepat pembentukan struktur gel dan
mempercepat waktu koagulasi susu. Tahapan ketiga, merupakan tahapan terakhir,
yaitu pada tahapan ini kasein telah selesai teragregasi dan membentuk curd (Hill

10

2006). Koagulasi susu secara enzimatis sangat bergantung pada suhu, pH dan
konsentrasi kalsium. Koagulasi susu biasanya tidak akan terjadi pada suhu
dibawah 15 °C, dan sensitif pada perubahan pH terutama pada selang 6,5- 7,0
(Shalabi dan Fox 1981, Dalgleish 1999).

Gambar 3

Pemotongan rantai -kasein oleh enzim khimosin. Sumber: University of
Reading.

Khimosin merupakan koagulan yang telah lama digunakan dalam industri
keju dan tampaknya merupakan enzim tertua yang dikenal dalam aplikasi
pembuatan keju. Sejarah menggambarkan bahwa khimosin didapat dengan
mengekstraknya dari abomasum ruminansia. Khimosin bekerja menghidrolisa
ikatan peptida Phe 105-Met 106 pada rantai -kasein, pecahnya ikatan tersebut
akan menyebabkan susu menggumpal (Johnson dan Law 1999). Mekanisme
pemotongan rantai -kasein oleh enzim khimosin dapat dilihat pada Gambar 3.

Purifikasi Enzim
Berdasarkan Ahmed (2005) purifikasi protein merupakan suatu langkah
awal yang penting untuk mendapatkan komponen biologis suatu protein dalam
upaya memahami fungsi biologisnya. Ada beberapa faktor yang harus diketahui
sebelum melakukan purifikasi protein ataupun memisahkan suatu protein tunggal
dari suatu campuran protein antara lain berat molekul, muatan, serta sifat
hidrofobiknya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut metode dalam purifikasi protein
terbagi menjadi dua yakni metode kromatografi dan non-kromatografi. Metode
non-kromatografi dalam hal ini antara lain elektroforesis, presipitasi, serta filtrasi
membran.

11

Dalam melakukan purifikasi protein, sangat penting untuk menggunakan
metode yang tidak menyebabkan terjadinya denaturasi protein khususnya protein
yang menjadi target. Disamping itu, ada beberapa faktor lain yang juga harus
diperhatikan dalam memilih suatu metode untuk purifikasi yakni bagaimana
protein hasil purifikasi akan digunakan nantinya, jumlah protein terpurifikasi yang
dibutuhkan, serta biaya dalam penyediaan pereaksi (reagent) dan material yang
dibutuhkan untuk metode purifikasi tersebut. Sebagai contoh, suatu metode
purifikasi yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein tidak dapat
digunakan bila tujuan purifikasi ialah untuk mempelajari fungsi biologisnya
namun masih bisa menjadi pilihan bila hanya ingin mengetahui struktur primer
ataupun ukuran subunitnya. Metode purifikasi protein yang digunakan untuk
mendapatkan protein terpurifikasi dalam jumlah mikro mungkin berbeda dengan
metode yang digunakan untuk mendapatkan jumlah yang lebih banyak (Ahmed
2005).
Purifikasi akan memisahkan suatu ekstrak kasar protein menjadi beberapa
fraksi yang kemudian dideteksi aktivitas dan jumlah kandungannya. Keberhasilan
purifikasi protein ditentukan oleh tingginya aktivitas spesifik (specific activity)
dan lipatan purifikasi (purification-fold) dari fraksi yang dihasilkan. Specific
activity diartikan sebagai total aktivitas per miligram protein per mililiter fraksi,
sementara purification-fold yaitu rasio antara specific activity dari sebuah fraksi
dengan aktivitas total (total activity) dari ekstrak kasar tersebut (Ahmed 2005).
Teknik yang digunakan untuk purifikasi enzim tentunya sama dengan
purifikasi protein pada umumnya. Selain diketahuinya komponen biologis dari
suatu enzim, melalui purifikasi enzim juga akan diperoleh derajat purifikasi suatu
enzim yang dapat digunakan dalam estimasi nilai kuantitatif dari aktivitas enzim.
Faktor-faktor yang dijadikan dasar dalam purifikasi enzim juga sama dengan
purifikasi protein yaitu homogenitas selama sedimentasi, elektroforesis dan
kelarutan (Harrow dan Mazur 1958).
Dalam melakukan purifikasi enzim, satu atau lebih metode bisa diterapkan.
Enzim bisa dipresipitasi terlebih dahulu dengan beberapa presipitan yang cocok
seperti amonium sulfat, kemudian dilakukan dialisa untuk menghilangkan
kelebihan amonium sulfat dan molekul pengganggu lainnya. Menurut Bollag dan

12

Edelstein (1991) ketika suatu larutan protein ditambah dengan garam dalam
konsentrasi tinggi, protein akan terpisah dan terpresipitasi dari pelarutnya. Kondisi
ini disebut dengan salting out. Pada keadaan salting out, ion-ion garam akan
berikatan dengan molekul air sehingga menyebabkan penarikan selubung air yang
mengelilingi permukaan protein dan mengakibatkan protein saling berinteraksi,
beragregasi, dan kemudian mengendap. Amonium sulfat merupakan garam yang
seringkali menjadi pilihan karena garam ini efektif dalam proses salting out,
memiliki daya larut tinggi, menghasilkan panas pada tingkat yang rendah, dan
relatif murah (Scopes 1994). Konsentrasi garam yang ditambahkan ke dalam suatu
larutan protein mempengaruhi jumlah protein yang terpresipitasi. Kelarutan
protein (pada pH dan temperatur tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi
garam (salting in), sehingga protein akan terlarut kembali (Harris 1989, diacu
dalam Balqis 2007).
Dialisa merupakan proses difusi suatu zat terlarut melalui membran selektif
permeabel

dengan

melawan

gradien

konsentrasi

untuk

mencapai

titik

keseimbangan. Gradien tersebut dibentuk dari perbedaan konsentrasi buffer
pelarut dan buffer pendialisa (dialysate buffer). Dialisa dilakukan pada proses
purifikasi dengan menggunakan kantong berpori yang disesuaikan dengan ukuran
molekul target. Molekul yang berukuran lebih kecil dari pori-pori kantong dialisa
dapat berpidah melewati membran, sementara molekul yang berukuran lebih besar
akan tertahan pada satu sisi. Dengan mengganti buffer pendialisa yang berada di
sisi luar kantong dialisa, molekul yang berukuran lebih kecil akan tertarik keluar
secara terus-menerus hingga molekul target di dalam kantong dapat terpurifikasi.
Dialisa paling efektif dilakukan dengan beberapa kali penggantian buffer
pendialisa dalam satu hari perlakuan yang selanjutnya dibiarkan satu malam
dalam sebuah piringan berputar. Protokol standar untuk dialisa yakni dilakukan
selama 16-24 jam. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dialisa, antara
lain koefisiensi difusi, pH, suhu, waktu, konsentrasi molekul target, volume
sampel, volume buffer pendialisa, seberapa sering penggantian buffer pendialisa
dilakukan, luas permukan dan ketebalan kantong dialisa, muatan molekul, serta
agitasi (stirring) (Spectrumlabs 2008).

13

Kromatografi Kolom Gel Filtrasi
Kromatografi merupakan suatu teknik purifikasi dimana komponen dari
sampel dipisahkan berdasarkan kemampuan masing-masing komponen tersebut
untuk berinteraksi dengan fase gerak (mobile phase) dan fase diam (stationary
phase) yang dilalui sampel.

Walaupun saat ini telah tersedia berbagai tipe

kromatografi, pada dasarnya semua memiliki prinsip pemisahan yang sama
(Shetty et al. 2006).
Berdasarkan Ahmed (2005) fase diam dapat berbentuk padat, gel, cair atau
campuran padat dan cair, sementara fase gerak dapat berbentuk cair atau gas dan
mengalir melewati fase diam. Semua metode kromatografi bekerja dengan dasar
keseimbangan yang dicapai antara fase diam dan fase gerak. Sebagian besar
metode kromatografi membutuhkan beberapa peralatan yang sama termasuk
penampung buffer (buffer reservoir), tabung, pompa peristaltik (peristaltic pump),
kolom, detektor ultraviolet (UV detector), pencatat grafik (chart recorder), dan
pengumpul

fraksi

hasil

purifikasi

(fraction collector). Susunan

sistem

kromatografi yang lengkap dan bersifat otomatis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4

Peralatan yang digunakan dalam kromatografi kolom gel filtrasi. Fraction
collector (A), Kolom (B). Sumber : Atlantic lab equipment (2011), Biostad
(2011).

Balqis (2007) menyebutkan bahwa pemurnian enzim protease yang biasa
dilakukan adalah dengan menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom
merupakan salah satu teknik kromatografi yang paling dasar dan paling umum
digunakan (Shetty et al. 2006). Pada kromatografi ini digunakan sebuah tabung
kaca atau plastik yang diisi dengan campuran fase gerak yang berbentuk cair dan
fase diam yang berbentuk padat. Larutan sampel dituangkan di atas campuran fase
diam dan fase gerak dalam tabung vertikal, dan dibiarkan mengalir melalui kedua
fase di bawah pengaruh gaya gravitasi ataupun dengan tekanan dari pompa
peristaltik yang dihubungkan pada tabung.

14

Pada kromatografi kolom, fase diam merupakan materi adsorban yang
memiliki ukuran pori yang beragam (mesh size) dan memungkinkan lewatnya
larutan sampel. Mesh size rendah yakni sekitar 20-50 mengandung lebih sedikit
molekul per inchi persegi sehingga aliran sampel lebih cepat. Sementara mesh size
yang tinggi (200-400) mengandung lebih banyak molekul per inchi perseginya
sehingga aliran sampel lebih lambat dan sering digunakan dalam pemisahan
larutan murni beresolusi tinggi (Shetty et al. 2006).

A

Gambar 5

B

Susunan sistem kromatografi kolom gel filtrasi. Bagian-bagian kolom yang
digunakan pada gel filtrasi (A), Sistem kromatografi yang lengkap dan
otomatis (B). Sumber: Hagel 1998.

Ada beberapa metode kromatografi kolom, diantaranya adalah kromatografi
filtrasi gel dan kromatografi penukar ion (ion exchange). Kromatografi filtrasi gel
merupakan teknik pemisahan protein dan makromolekul biologis lain berdasarkan
ukuran molekul. Matriks gel filtrasi (fase diam) merupakan gel berpori yang
dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase gerak yang berwujud cair. Poripori matriks dapat menampung molekul yang berukuran lebih kecil dan

15

memisahkannya dari molekul yang berukuran lebih besar. Kromatografi gel
filtrasi dapat pula digunakan untuk estimasi berat molekul. Kromatografi penukar
ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan
dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi
kolom. Permukaan protein terdiri dari muatan positif dan negatif tergantung dari
rantai samping asam amino asam dan basa (Balqis 2007). Ada dua jenis
kromatografi penukar ion, yaitu anion-exchange chromatography dan cationexchange chromatography. Pada umumnya anion-exchange chromatography
digunakan dalam purifikasi protein yang bersifat asam, sementara cationexchange chromatography digunakan dalam purifikasi protein yang bersifat basa
(Ahmed 2005).
Menurut Hagel (1998) kromatografi kolom gel filtrasi seringkali digunakan
sebagai langkah awal sebelum dilakukan purifikasi lebih lanjut terhadap sampel
dengan teknik adsorptif. Selain itu, gel filtrasi juga digunakan pada tahap akhir
purifikasi

untuk

menghilangkan

kontaminan

yang

masih

tersisa

yang

kemungkinan memiliki muatan sama dengan protein target.
Analisa Protein
Analisa kimia protein terdiri atas analisa proksimat dan analisa ultimat.
Menurut Winarno (1997) analisa proksimat dilakukan secara kuantitatif ataupun
kualitatif. Metode Kjeldahl dan Dumas merupakan contoh analisa proksimat
kuantitatif untuk menganalisa kadar protein kasar dengan dasar pengukuran kadar
nitrogennya. Sementara analisa ultimat dilakukan dengan dasar pengukuran asam
amino yang terkandung di dalam suatu larutan protein (Somaatmadja 1975).
Beberapa cara analisa asam amino, antara lain dengan cara kromatografi kolom,
High Performance Liquid Chromatography (HPLC), mikrobiologis, dan
spektrofotometrik (Winarno 1997).
Pada metode spektrofotometrik, panjang gelombang (

) yang digunakan

yaitu 280 nm. Hal ini karena kandungan asam-asam amino karboksilat, terutama
tirosin, serta sebagian besar protein-protein mempunyai absorbsi maksimum pada
panjang gelombang tersebut. Pengukuran absorbsi pada panjang gelombang 280
nm dianggap merupakan suatu cara yang cepat, mudah, dan tidak destruktif untuk
menentukan kadar protein dalam suatu larutan karena untuk beberapa protein
kadar asam amino tirosin menunjukkan kadar protein (Winarno 1997).

16

Menurut Winarno et al. (1973) analisa asam amino bisa juga dilakukan
dengan cara elektrofresis. Elektrofresis adalah suatu cara untuk memisahkan
fraksi-fraksi dari suatu zat berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang
bermuatan, di bawah pengaruh medan listrik. Berdasarkan Ahmed (2005) pada
elektroforesis, protein dipisahkan berdasarkan muatan dan berat molekulnya.
Suatu sampel protein dilewatkan pada suatu media berpori, antara lain berupa
kertas, selulosa, asetat, ataupun gel yang terbuat dari pati, agarose, ataupun gel
poliakrilamida. Gel poliakrilamida merupakan media yang paling umum
digunakan pada pemisahan protein karena aplikasinya yang mudah.

Gel ini

terbentuk oleh adanya polimerisasi dari monomer akrilamida serta ikatan silang
dengan komponen N,N’-metilen bisakrilamid. Polimerisasi ini diawali dengan
adanya reaksi antara ammonium persulfat sebagai katalis dan N,N,N’,N’tetrametilendiamin (TEMED).
Pada metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel
electrophoresis), protein yang dipisahkan dengan elektroforesis mengalami
denaturasi akibat penambahan SDS. SDS merupakan deterjen anionik yang dapat
melapisi permukaan protein dan membentuk jaring muatan negatif akibat adanya
sulfat pada molekul SDS. Dengan demikian, rasio muatan per bobot molekul
setiap fraksi protein sama sehingga sampel protein hanya dipisahkan berdasarkan
bobot molekulnya saja. Fraksi protein yang memiliki bobot molekul lebih kecil
akan bergerak lebih cepat melewati gel, sementara fraksi protein dengan bobot
molekul lebih besar akan bergerak lebih lamban. SDS-PAGE dapat digunakan
untuk menganalisa kemurnian protein, menentukan bobot molekul, memonitor
purifikasi protein, menentukan konsentrasi protein, mendeteksi reaksi proteolisis,
mendeteksi modifikasi protein, dan mengidentifikasi protein terimunopresipitasi
(Ahmed 2005).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2009-Juli 2010 di Laboratorium
Riset Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pendidikan dan
Layanan Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, dan
Laboraturium Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Adapun
pengambilan sampel dilakukan di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Perumahan
Sindang Sari RT 04/RW 07 Ciampea, Bogor.

Bahan penelitian
Pada penelitian ini digunakan dua sampel abomasum domba lokal dewasa
muda (DM) usia 5-12 bulan yang masing-masing diberi kode DM1 dan DM2.
Pemberian kode diurutkan dari abomasum dengan berat terkecil. Kedua sampel
diekstraksi menjadi rennet dan disimpan beku.

Metode Penelitian
1. Ektraksi rennet
Sampel abomasum yang diambil langsung di TPH. Sebelum disembelih
domba diperiksa status kesehatannya dan ditentukan kisaran umurnya
berdasarkan susunan gigi geliginya. Sesampai di laboratorium, abomasum
disayat pada daerah kurvatura mayor untuk dikeluarkan kotoran yang ada di
dalamnya dan dicuci dengan NaCl fisiologis. Meja yang akan digunakan
diusahakan steril dengan cara didesinfeksi dan dinyalakan bunsen. Abomasum
yang telah bersih ditimbang, selanjutnya bagian fundus dan pilorus dipisahkan
dan masing-masing ditimbang kembali. Mukosa bagian fundus dikelupas
secara manual, ditimbang kembali dan diekstraksi.
Proses ekstraksi yang digunakan adalah modifikasi metode Qadri et al.
(1962) oleh Nisa’ et al. (2007). Mukosa fundus yang diperoleh dicincang
menggunakan

gunting

dan

ditambahkan

asam

asetat

10%

dengan

perbandingan 1:2 (mukosa : asam asetat). Untuk mempercepat proses

18

ekstraksi, campuran tersebut dihomogenkan menggunakan blender sebanyak
lima kali (5x) @ satu menit dengan selang waktu 30 detik. Di sekitar tabung
blender diberikan es batu untuk menjaga agar suhu tidak terlalu tinggi.
Campuran yang telah diblender kemudian dibagi ke dalam beberapa tabung
untuk disentrifugasi. Tiap tabung harus mempunyai tinggi yang sama, serta
diberi label agar tidak tertukar. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan
11.000 g pada suhu 4 0C selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan
dengan cara mengambil supernatan pada tabung sentrifus menggunakan mikro
pipet. Hasil ekstraksi tersebut kemudian dinetralisasi menggunakan NaOH 1N
sampai pH 5,4 (Putra 2009). Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas
koagulasi susu.
2. Pemisahan protein rennet
2.1.

Presipitasi garam dan dialisa
Rennet ekstrak kasar yang sudah dinetralisasi sebanyak 45 ml

dipresipitasi garam dengan 70% (persen saturasi) (Encorbio 2010) atau
45% (b/v) amonium sulfat pada suhu 4ºC untuk memisahkan enzim
dengan pelarutnya. Filtrat protease dipisahkan dengan sentrifugasi 12.000
g selama 40 menit pada suhu 4ºC, lalu dilarutkan kembali dengan 4 ml
buffer asetat 10 mM pH 5,4 menggunakan vortex mixer. Pembuatan
buffer asetat dapat dilihat pada Lampiran 1.
Amonium sulfat yang ada dalam enzim selanjutnya dipisahkan
dengan cara dialisa. Kantong dialisa (cut-off 12 kD) dipotong sepanjang
12 cm dan dicuci dengan metode Bollag dan Edelstein (1991) yang telah
dimodifikasi: kantong dialisa direbus dalam campuran yang mengandung
NaHCO3 2% dan 1 mM EDTA selama 10 menit. Selanjutnya kantong
dialisa direbus lagi dalam aquades selama 10 menit, dan dilakukan
sebanyak dua kali. Ke