Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal

PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
DI KABUPATEN TEGAL

ALDI ARDANA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan
Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal”
adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Aldi Ardana
A44070066

2

ABSTRAK
ALDI ARDANA. Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan
Ekowisata di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh AFRA DONATHA NIMIA
MAKALEW.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten Jawa Tengah yang terletak
di posisi yang sangat strategis. Kota ini terletak di jalur utama transportasi dari
Jakarta dan Jawa Barat ke Jawa Tengah melalui jalur utara. Keragaman topografi
menjadi keunikan dan memungkinkan masyarakat untuk membudidayakan berbagai
komoditas pertanian. Sampai saat ini, tujuan utama waduk ini adalah sebagai sumber
irigasi utama bagi kegiatan pertanian di Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan
merencanakan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata dengan
mempertimbangkan kearifan lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada Gold (1980) yang meliputi persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,
dan perencanaan. Tiga aspek utama yang dianalisis meliputi aspek sumber daya alam,
aspek wisata, dan aspek sosial. Hasil perencanaan ini akan berupa rencana lanskap
yang mencakup rencana spasial, rencana aktivitas wisata, rencana fasilitas wisata,
rencana sirkulasi, dan rencana pengembangan vegetasi. Rencana spasial terdiri dari
tiga ruang utama yaitu ruang konservasi, ruang pemanfaatan non-intensif, dan ruang
pemanfaatan intensif. Ruang konservasi berfungsi sebagai area konservasi air dan
tanah. Ruang pemanfaatan non intensif berfungsi sebagai ruang penyangga yang
mengakomodasi aktivitas wisata alam. Ruang pemanfaatan intensif merupakan area
untuk penggunaan intensif yang meliputi area-area wisata, area penerimaan dan
pelayanan, dan area budidaya. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi wisata darat dan
sirkulasi wisata air dengan menggunakan pola jalur linear dan tertutup. Rencana
vegetasi dibedakan berdasarkan fungsinya yang mencakup fungsi konservasi, fungsi
estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya. rencana daya dukung
dipertimbangkan untuk menjaga nilai ekologis kawasan dan mengantipasi adanya
penumpukan jumlah pengunjung yang dapat berakibat pada berkurangnya tingkat
kenyamanan wisata.
Kata Kunci: perencanaan, waduk, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tegal

ABSTRACT

ALDI ARDANA. Landscape Planning of Tirta Waduk Cacaban as an Ecotourism
Area in Tegal Regency. Supervised by AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW.
Tegal Regency is one of Central Java regencies which is located in a very
strategic position. It is located on the main road of transportation from Jakarta and
West Java to Central Java via northbound lane. Its topographical diversity becomes a
specific property and allows the people to practice a wide range of agricultural

commodities. Tirta Waduk Cacaban area is one of tourism potency that can be
developed in addition to agricultural sector in Tegal Regency. Until now, the
principal purpose of Tirta Waduk Cacaban is a water reservoir that become the major
irrigation source facility for agricultural activities in Tegal Regency. This research is
purposed to arrange a landscape planning of Tirta Waduk Cacaban as an ecotourism
area with local wisdom adaptation. The method used for this study based on the
planning process by Gold (1980) which includes preparation, inventory, analysis,
synthesis and planning with several adjustments. The main aspects that are identified
and analysed includes the natural, tourism, and human resources. The product of this
research presented as a landcape plan that includes space, tourism activities, facility,
circulation, and vegetation development plans. The spatial plan consists of three main
spaces include conservation, non-intensive utilization, and intensive utilization
spaces. The conservation space is for less intensive use which includes water and soil

conservation areas. The non-intensive utilization space is allocated as buffer areas
that accommodate natural tourism activities. The intensive utilization space allocated
for intensive use which includes tourism, entrance and service, and cultivation areas.
The circulation plan consist of land and water tourism ways which includes linear and
loop lane systems. The vegetation plan consist of several functional used which
includes conservation, aesthetics, directional, shade-provider, and cultivation
functions. The carrying capacity plan is considered to preserve the ecological value of
the site and anticipating of tourist accumulation which can cause tourism pleasure
decrement .
Keywords: Planning, Reservoir Area, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tourism

4

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6

PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
DI KABUPATEN TEGAL

ALDI ARDANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013


8

r
Judul Penelitian
Nama Mahasisiwa
NRP
Departemen

: Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai
Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal
: Aldi Ardana
: A440700s66
: Arsitektur Lanskap

Disetujui oleh,

onatha Nimia Makalew, M.Sc.
Pembimbing


Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal disetujui:

2 2 AUG lUll

Judul Penelitian
Nama Mahasisiwa
NRP
Departemen

: Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai
Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal
: Aldi Ardana
: A44070066
: Arsitektur Lanskap

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Afra Donatha Nimia Makalew, M.Sc.

Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal disetujui:

10

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa atas nikmat iman, sehat dan kekuatan yang senantiasa diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Tirta
Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal”. Skripsi ini
merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan dan menjadi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Banyak pihak yang telah turut serta membantu dan memberikan kontribusinya
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala hormat penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Drs.
Baskoro, SE. dan Dra. Hardiana, SE. yang senantiasa memberikan dukungan moral,
Dr. Ir. Afra DN. Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan
kepada Dr. Tati Budiarti, MS. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
banyak nasehat dan masukan selama penulis menempuh jenjang pendidikan S1,
Bapak Aribawa beserta jajaran staf Bappeda Kabupaten Tegal, pihak pengelola
Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban, dan seluruh masyarakat kabupaten Tegal yang
telah membantu penulis dalam mengumpulkan informasi demi penyusunan skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staf
civitas akademik Departemen Arsitektur Lanskap IPB, sahabat – sahabat angkatan
42, 43, 44, 45, dan 46 serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat berharap dengan adanya penulisan skripsi ini akan bermanfaat
secara umum bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dan khususnya bagi pengelola
serta masyarakat kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban. Kritik dan saran yang
membangun sangat terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan penelitian di masa
yang akan datang.

Bogor, Juli 2013


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
Kerangka Pikir
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata
Waduk Cacaban
Wisata dan Pariwisata
Ekowisata
Daya Dukung Rekreasi

x
x

xi
1
1
2
2
2
4
4
5
5
6
6
7

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Batasan Studi
Metode dan Tahapan Penelitian
Proses Penelitian
Persiapan
Inventarisasi
Analisis
Sintesis
Konsep dan Pengembangan Konsep
Perencanaan Lanskap

9
9
9
10
10
11
11
12
15
15
15

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Demografi Kabupaten Tegal
Gambaran Umum Kawasan Waduk Cacaban
Batas Geografis dan Administrasi
Aksesibilitas
Kondisi Pengelolaan Waduk Cacaban

16
16
16
18
18
18
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Sumberdaya Alam Waduk Cacaban
Fisik
Biofisik
Aspek Sosial
Preferensi Masyarakat dan Pengunjung

26
26
26
37
40
40

12

Preferensi Pihak Pengelola TWC
Aspek Wisata
Kualitas Visual
Potensi Obyek dan Atraksi
Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung
Potensi Pengunjung
Aspek Legal
Tata Guna Lahan
Hasil Analisis
Sintesis
Konsep dan Pengembangan Konsep
Konsep Dasar Perencanaan
Pengembangan Konsep
Perencanaan Lanskap
Rencana Ruang
Rencana Aktivitas Wisata
Rencana Sirkulasi
Rencana Fasilitas
Rencana Vegetasi
Rencana Daya Dukung
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

42
44
44
47
50
54
58
58
62
68
71
71
72
77
77
80
83
86
86
90
92
93
101

DAFTAR TABEL
1 Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data
2 Peningkatan Penduduk Kabupaten Tegal
3 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
4 Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban
5 Bentuk Wilayah Berdasarakan Kecuraman Lereng
6 Presentase Luas Kemiringan Lahan (Daratan)
7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban
8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian
9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor.
10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat
11 Potensi Obyek dan Atraksi di Kawasan Waduk Cacaban
12 Potensi/Kendala Fasilitas Eksisting di kawasan TWC
13 Data Jumlah dan Rata-Rata Pengunjung TWC
14 Hasil Analisis Potensi dan Kendala beserta Solusinya
15 Alokasi Pembagian Ruang Rencana Blok
16 Pembagian Ruang, Aktifitas, dan Fasilitas
17 Tema Jalur Interpretasi
18 Rencana Alokasi Pembagian Ruang
19 Rencana Sirkulasi Kawasan TWC
20 Rencana Fasilitas pada Kawasan TWC
21 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang

11
17
17
25
26
27
33
37
39
41
48
52
56
64
70
73
75
77
84
86
90

14

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pikir
2 Peta Orientasi Lokasi Penelitian
3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)
4 Peta Batas Tapak Penelitian
5 Skema Akses Menuju Lokasi
6 Peta Akses Menuju Tapak
7 Kondisi Akses Menuju Lokasi
8 Kondisi Wisata Air dan Darat
9 Perbukitan pada Daerah Tangkapan Air
10 Peta Topografi
11 Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan
12 Peta Analisis Kesesuaian Lereng untuk Wisata
13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung Utama
14 Peta Rawan Analisis Bahaya Longsor
15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban
16 Peta Analisis Hidrologi
17 Grafik Fluktuasi Suhu
18 Grafik Fluktuasi RH
19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi
20 Peta Overlay Kesesuaian Fisik untuk Wisata
21 Penjarahan Hutan dan Penebangan Liar oleh Masyarakat
22 Grafik Hasil Kuisioner
23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon (Albizia falcata)
24 Kualitas Visual Buruk
25 Peta Analisis Visual
26 Peta Analisis Potensi Obyek dan Atraksi
27 Peta Analisis Akses dan Fasilitas Eksisting
28 Grafik Peningkatan Penunjung
29 Peta Overlay Kesesuaian Wisata
30 Arahan Rencana Pola Ruang
31 Peta Identifikasi Penggunaan Lahan
32 Skema Proses Overlay Analisis
33 Peta Komposit Analisis
34 Peta Rencana Blok
35 Diagram Ruang
36 Konsep Sirkulasi
37 Konsep Vegetasi
38 Peta Rencana Ruang
39 Skema Sistem KJA
40 Ilustrasi Budidaya Sistem KJA
41 Peta Rencana Sirkulasi
42 Ilustrasi Rencana Jenis Vegetasi
43 Peta Rencana Lanskap

3
9
10
19
20
21
22
24
26
28
29
30
31
32
33
35
36
36
37
38
39
43
45
45
46
51
55
54
57
60
61
62
63
69
72
74
76
78
81
81
85
88
89

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitian
2 Peta Orientasi Kawasan Terhadap Jalur Pantura
3 Peta Arahan Pariwisata
4 Ilustrasi Fasilitas Wisata

95
98
99
100

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
memiliki letak sangat strategis. Kabupaten Tegal terletak pada jalur utama
transportasi dari Jakarta dan Jawa Barat menuju Jawa Tengah melalui jalur utara.
Apabila dibandingkan dengan jalur selatan, jalur utara memliki aktivitas lebih
ramai dan memegang peranan penting sebagai penggerak roda perekonomian
kota-kota besar di Pulau Jawa. Secara administratif wilayah Kabupaten Tegal
terbagi menjadi 18 kecamatan yang meliputi 281 Desa dan 6 Kelurahan. Luas
wilayah Kabupaten Tegal mencapai 87.879 Ha. Dari luasan wilayah tersebut,
sebagian besar merupakan lahan kering (47.601 Ha) dan sebagian lainnya berupa
lahan sawah (40.278 Ha). Secara topografis wilayah Kabupaten Tegal terbagi
menjadi daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi (Bappeda Kabupaten
Tegal, 2008).
Kondisi topografi yang beragam tersebut menjadi kekayaan tersendiri bagi
Kabupaten Tegal dan memungkinkan masyarakatnya untuk mengusahakan
berbagai macam komoditi pertanian. Pada dataran rendah, lahan pertanian
didominasi oleh pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Pada dataran tinggi
petani umumnya menyesuaikan pertanian mereka dengan kondisi lingkungan
yang relatif dingin yang pada umumnya mengusahakan komoditi sayuran dan
buah dataran tinggi, seperti cabai, tomat, kol, bawang daun, wortel, dan stroberi.
Variasi komoditi pertanian yang dihasilkan ini dapat menjadi potensi tersendiri
bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Tegal, baik jika dilihat dari
dukungan sektor pertanian bagi perekonomian maupun sektor lainnya khususnya
pariwisata (penelitian, 2010).
Selain sektor pertanian, Kabupaten Tegal juga memiliki potensi lain
sebagai obyek wisata. Setidaknya ada tiga potensi utama yang dapat
dikembangkan menjadi obyek wisata antara lain Wisata Pemandian Air Panas
Guci, Pantai Purwahamba Indah, dan Tirta Waduk Cacaban (TWC). Selama
sepuluh tahun terakhir jumlah pengunjung wisata terbanyak mencapai 212.961
orang/tahun (Pantai Purwahamba), 209.945 orang/tahun (Wisata Air Panas Guci),
dan 17.148 orang/tahun (Wisata Tirta Waduk Cacaban). Selama ini Kabupaten
Tegal dikenal dengan semboyannya, yakni “PERTIWI” (Pertanian, Industri, dan
Pariwisata) dan visi kepariwisataan Tegal yang ngangeni (membuat kangen) dan
mbetahi (membuat betah) (Bappeda Kabupaten Tegal, 2008).
Salah satu obyek yang dapat dikembangkan adalah obyek wisata Tirta
Waduk Cacaban (TWC). Adapun fungsi utama Waduk Cacaban hingga saat ini
adalah sebagai sumber utama pengairan bagi pertanian di Kabupaten Tegal. Selain
itu, waduk ini juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif wisata yang
dapat memberikan pengaruh bagi penggerak perekonomian masyarakat lokal.
Menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kepariwisataan Kabupaten Tegal, Obyek
Wisata TWC memang memiliki jumlah pengunjung dengan angka terendah
apabila dibandingkan dengan dua obyek wisata utama di Kabupaten Tegal lainnya
yakni Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah dan Obyek Wisata Guci sampai

2

pada tahun 2007 yakni hanya 53.718 pengunjung. Kedua obyek lainnya bisa
mencapai 681.404 pengunjung untuk Obyek Wisata Guci dan 589.975 pengunjung
untuk Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah. Meskipun demikian jumlah
pengunjung untuk Waduk Cacaban terus bertambah dari tahun 2005 hingga 2007.
Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini cukup diminati dan berpotensi untuk
dikembangkan dan direncanakan menjadi suatu kawasan wisata.
Pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Obyek Wisata TWC oleh
masyarakat dan pemerintah pada saat ini belum sepenuhnya dapat mendukung
kelestarian kawasan tersebut. Terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan
pertanian oleh petani penggarap dan pembukaan lahan oleh pengelola untuk
berbagai fasilitas pendukung kegiatan wisata memberikan kontribusi terhadap
terjadinya penurunan kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Pariwisata yang
baik dan berkelanjutan adalah pariwisata yang meminimalkan dampak terhadap
lingkungan, menciptakan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya, memberikan
pengalaman positif terhadap wisatawan, serta memberikan manfaat dengan
melibatkan partisipasi masyarakat lokal.

Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian tentang perencanaan lanskap kawasan Tirta
Waduk Cacaban sebagai alternatif wisata di Kabupaten Tegal adalah sebagai
berikut:
1. mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya lanskap dan prefrensi
pengunjung, masyarakat sekitar kawasan, dan pengelola terkait,
2. menganalisis kesesuaian lanskap dari kawasan tersebut sebagai kawasan
obyek wisata, serta
3. membuat rencana penataan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai
kawasan ekowisata.

Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dalam pengembangan
pariwisata di Kabupaten Tegal, khususnya bagi pengelola Tirta Waduk
Cacaban dan bagi pengelola kawasan wisata lain pada umumnya.
2. perencanaan yang mempertimbangkan kerterlibatan masyarakat sekitar
kawasan diharapkan dapat memicu peningkatan perekonomian masyarakat
lokal dan peningkatan kualitas hidup di masa yang akan datang.

Kerangka Pikir
Selain sebagai sumber utama pasokan air untuk irigasi pertanian di
Kabupaten Tegal, kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban juga memiliki potensi
sumberdaya fisik-biofisik, obyek dan atraksi, dan wisatawan pengunjung yang
dinilai dapat menjadi pemicu penggerak perekonomian lokal dari sektor

3

pariwisata. Oleh karena itu, diperlukan suatu keterpaduan di antara ketiga aspek
tersebut agar kualitas lingkungan kawasan tidak menurun dan berkelanjutan
(sustainable) serta di sisi lain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
di sekitar kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban. Perencanaan penataan lanskap
yang baik dan sesuai dengan kaidah wisata berkelanjutan diperlukan untuk
menjaga fungsi utama dan keterpaduan antara ketiga aspek penting dari kawasan
tersebut seperti yang terdapat pada Gambar 1.

TWC
Potensi Kawasan

Aspek Sumberdaya

Aspek Wisata

Alam

-Kondisi Fisik dan
Biofisik
-Kesesuaian lahan
-Hidrologi
- Iklim

Aspek Sosial
Budaya

-Potensi Objek Wisata
dan Atraksi
-Kondisi Visual
-Akses Fasilitas
-Daya Dukung

Konsep Wisata

Zonasi Kawasan

Perencanaan Lanskap Tirta Waduk
Cacaban sebagai Kawsan
Ekowisata di Kabupaten Tegal

Gambar 1. Kerangka Pikir

-Karakteristik,
Potensi, Preferensi
Pengunjung dan
Masyarakat Sekitar
- Preferensi pihak
pengelola TWC

Aspek Legal

4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap
Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu
dimana di dalamnya terdapat dua unsur pembentuk yaitu unsur utama atau unsur
mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah unsur pada
lanskap yang relatif sulit untuk dimodifikasi sedangkan unsur minor adalah unsur
pada tapak yang relatif mudah untuk dimodifkasi. Bentuk lanskap apabila dilihat
dari setiap tempat yang berbeda ternyata memiliki karakter yang berbeda dan
mempunyai ciri masing-masing. Karakter ini terbentuk dari harmonisasi dan
kesatuan dari elemen-elemen yang ada di alam seperti, bentukan lahan, formasi
batuan, tutupan vegetasi, dan satwa. Keunikan karakter lanskap pada suatu
kawasan wisata alam dapat menjadi pendukung dalam pengembangan kawasan
wisata alam (Simonds 1983).
Perencanaan lanskap merupakan suatu upaya penataan lanskap
berdasarkan potensi, kendala, amenity dan bahaya lanskap tersebut guna
mewujudkan suatu bentukan lahan yang berkelanjutan, indah, fungsional dan
memuaskan bagi penggunanya. Proses perencanaan meliputi proses pengumpulan
dan penginterpretasian data, proyeksi ke masa depan, mengidentifikasi masalah
dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah
yang ada dalam suatu bentang alam.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang
digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, antara lain:
1. pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe sacara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya,
2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan
kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3. pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan
4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya:
1. mempelajari hubugan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar,
2. memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan
yang akan direncanakan,
3. menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan
4. merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan kesan masa lalunya.

5

Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum , diacu dalam Sumargo
(2006), pengertian bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai
atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk
mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara
gravitasi ketempat yang membutuhkannya. Sedangkan menurut kamus tata ruang
terbitan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, bendung
(dam) adalah bangunan air melintang badan sungai untuk mengatur air sungai
sehingga terbentuk kolam atau waduk di bagian hulu sungai dari letak bangunan
tersebut yang berfungsi sebagai penyedia air bagi tenaga listrik, keperluan irigasi,
maupun pengendalian banjir.
Secara umum perairan waduk dapat dibedakan dalam beberapa kawasan
yaitu kawasan bahaya (merupakan kawasan tertutup bagi kepentingan umum
untuk melindungi instalasi penting dan bendungan utama), kawasan suaka
(merupakan kawasan tertutup bagi kegiatan-kegiatan budidaya apapun, kecuali
kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak menguibah benteng alam,
kondisi penggunaan lahan dan ekosistem alami yang ada), kawasan lindung (
merupakan kawasan hutan lindung sebagai daerah tangkapan air dan kawasan
sabuk hijau), dan kawasan bebas (merupakan kawasan yang dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan misalnya untuk kegiatan usaha dan pariwisata). Oleh
karena itu, pada umumnya fungsi waduk dapat dikatakan bersifat serba guna dan
pengelolaanya harus memenuhi unsur keserasian antar fungsi dalam pencapaian
tujuannya.
Perairan waduk atau danau bersifat barang publik serta mempunyai
pemanfaatan majemuk. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan maupun
pengaturan yang baik dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
dan lingkungan hidup agar dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak
yang negatif. Wisata alam merupakan salah satu jenis wisata yang dapat
dikembangkan untuk menambah keindahan waduk serta menjaga
keberlanjutannya mutlak diperlukan sabuk hijau (green belt) diseputar waduk
(Sumargo 2006).

Waduk Cacaban
Waduk Cacaban mulai digagas sejak tahun 1914 dan dibuat perencanaan
detailnya pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan
fisiknya dimulai pada tahun 1952 dimana peletakan batu pertamanya dilakukan
oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 16 September 1952.
Pembangunannya selesai pada tahun 1958 dan diresmikan penggunaanya oleh
Pejabat Presiden Mr. Sartono pada tanggal 19 Mei 1958. Sejak saat itu secara
resmi Waduk Cacaban dioperasionalkan hingga sekarang.
Secara geografis kawasan wisata alam Tirta Waduk Cacaban terletak
sekitar sembilan kilometer ke arah timur dari Kota Slawi. Posisinya berada pada
tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan Kedungbanteng
meliputi sebagian Desa Penujah, Karanganyar, Tonggara dan Karangmalang,
Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa Jatinegara, Dukuhbangsa,

6

Lebakwangi, Capar, Padasari dan Wotgalih dan Kecamatan Pangkah meliputi
sebagian Desa Dermasuci. Waduk Cacaban mempunyai water catchment area
(daerah tangkapan air) seluas 6.792 ha. Topografi kawasan Waduk Cacaban
adalah perbukitan dengan ketinggian antara 85 m – 600 m dpl. Selama
operasional, telah banyak kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjaga fungsi
waduk, baik yang bersifat pemeliharaan maupun pembangunan. Selain fungsi
utamanya sebagai sumber irigasi pertanian di Kabupaten Tegal, waduk ini juga
memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi wisata air maupun
wisata alam. Kawasan Obyek Wisata TWC merupakan salah satu aset Pemerintah
Kabupaten Tegal sebagai obyek wisata dari beberapa obyek wisata lainnya.

Wisata dan Pariwisata
Menurut UU No. 10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata yang didukung dengan berbagai macam fasilitas yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah. Wisata merupakan
pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat
tinggal dan pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu dimana aktivitas
tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju serta ada
fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn, 1994).
Ada tiga jenis kategori wisata menurut Bruun (1995), yaitu:
1. ecotourism, green tourism, dan alternatif tourism merupakan wisata yang
berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri
kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam dan lingkungan,
2. wisata budaya merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya
sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan, dan
3. wisata alam merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman
terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan, yang menyangkut
manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya, sebagai
proses kepergian sementara menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya dimana
dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena
kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, agama, kesehatan maupun kepentingan
lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk
belajar (Suwantoro, 1997).

Ekowisata
Ekowisata melibatkan kegiatan perjalanan/pengalaman wisata yang relatif
tidak menggangu alam dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, dan
menikmati flora fauna liar serta budaya lokal di suatu kawasan (UNEP, 1980).
Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap
kelestarian lingkungan, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan
keutuhan budaya masyarakat setempat (TIES, 1990). Ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan aktivitas ekowisata, yaitu:
1. meminimalisir dampak lingkungan dan sosial,

7

2. meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya,
3. menciptakan pengalaman yang positif bagi pengunjung maupun
masyarakat lokal,
4. menciptakan keuntungan secara finansial untuk kepentingan
konservasi,
5. menciptakan keuntungan secara finansial dan partisipasi nyata bagi
masyarakat lokal,
6. meningkatkan sensitivitas pengunjung terhadap iklim politis, sosial dan
budaya di kawasan setempat.
Faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan
dalam definisi ekowisata. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukan dari hasil
keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya dan
ekonomi (Lindberg, 1997). Menurut Lindberg, ada beberapa pihak yang terlibat
dalam ekowisata, yaitu:
1. pengunjung,
2. area alami dan pengelolanya (baik area umum maupun pribadi),
3. masyarakat,
4. pebisnis (mencakup penyedia penginapan, restoran, dan sebagainya),
5. pemerintah (perannya dalam pengelolaan area alami), dan
6. LSM
Ekowisata dapat disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang
bertanggung jawab karena berawal dari perpaduan berbagai minat yang tumbuh
atas dasar kepedulian terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu
ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan upaya konservasi (Fandelli dan
Mukhlison, 2000 diacu dalam Kurnianto, 2008).

Daya Dukung Rekreasi
Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan
pengelolaan suatu sumberdaya alam untuk mencegahnya dari kerusakan dan
degradasi sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat terjaga. Selain itu,
pada saat dan ruang yang sama pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya
daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan
(Nurisjah et al., 2003). Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap
aspek fisik dan ekologis tetapi juga dapat digunakan untuk memperkirakan nilai
daya dukung dari aspek sosial. Contoh aplikasi perhitungan daya dukung dalam
bidang penataan suatu lanskap biasanya digunakan untuk melakukan penilaian
terhadap pengalaman dari pelaku rekreasi pada suatu tapak pada tingkat
pembangunan kawasan rekreasi tertentu, penilaian terhadap perubahan perilaku
sosial dari masyarakat, atau penilaian terhadap bentuk konflik antara kelompok
sosial karena tidak sesuainya fasilitas yang tersedia dengan jumlah pengguna pada
kawasan tersebut. Menurut Tivy (1972) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) ada 3
(tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan pendugaan terhadap
daya dukung suatu tapak yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap faktor
pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation impacts),
keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability), dan kepuasan
pemakai (user satisfaction).

8

Daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara
alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung pengunaan aktivitas rekreasi dan
dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan (Gold,1980).
Daya dukung optimal suatu aktivitas rekreasi merupakan jumlah aktivitas rekreasi
yang dapat ditampung oleh suatu area selama jangka waktu tertentu serta dapat
memberikan perlindungan terhadap sumberdaya dan kepuasan terhadap
pengunjung. Bentuk pendugaan nilai daya dukung dapat dibedakan menjadi
beberapa bentuk tergantung dari tujuan pengembangan suatu kawasan. Menurut
Pigram (1983) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) terdapat 4 (empat) daya dukung
untuk kegiatan rekreasi yaitu daya dukung ekologis, daya dukung fisik, daya
dukung sosial, dan daya dukung ekonomi.
1. Daya dukung ekologis adalah tingkat maksimum penggunaan suatu
kawasan atau ekosistem baik berupa jumlah maupun jenis kegiatan yang
diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis
lingkungan tersebut.
2. Daya dukung fisik adalah jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan
yang dapat diakomodasikan dalam suatu kawasan tanpa menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan tersebut secara fisik.
3. Daya dukung sosial merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam
menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan pada suatu area tertentu.
Daya dukung sosial dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam
jumlah dan tingkat penggunaan pada suatu kawasan dimana apabila
melampaui batas daya dukung ini akan mengurangi kepuasan dan kualitas
pengalaman pengguna pada kawasan tersebut.
4. Daya dukung ekonomi adalah tingkat skala usaha dalam pemanfaatan
suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum
secara berkesinambungan.

9

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Penelitian mengenai perencanaan lanskap kawasan Tirta Waduk Cacaban
ini dilaksanakan di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa
Tengah. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2013.
Adapun letak lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Peta Jawa Tengah

Gambar 2. Peta Orientasi Lokasi Penelitian
Sumber: Bappeda 2010, Olahan data 2013

Alat dan Bahan
Dalam kegiatan penelitian ini, digunakan beberapa perangkat untuk
mendukung proses pengumpulan dan pengolahan data. Adapun alat dan bahan
yang digunakan tersebut antara lain:
 Alat:
1. Software AutoCAD 2010, ArcView GIS 3.2, ArcMap GIS 9.3, Adobe
Photoshop CS4, Google Sketch Up Pro 6
2. Kamera Digital
3. Laptop Toshiba Satellite L310
4. Global Positioning System (GPS)
 Bahan:
1. Citra Satelit Google Earth 2010
2. Peta-peta kawasan Tirta Waduk Cacaban
3. Data hasil survai dan wawancara serta kuisioner dengan narasumber
pihak pengelola, pengunjung/wisatawan, dan masyarakat lokal.
Batasan Studi

10

Studi ini dilakukan sampai pada tahap perencanaan penataan lanskap
kawasan Tirta Waduk Cacaban yang hasilnya berupa uraian tulisan dan gambar
rencana lanskap. Rencana yang dihasilkan berupa rencana tata ruang, aktifitas,
fasilitas, sirkulasi, dan vegetasi kawasan Tirta Waduk Cacaban, Kecamatan
Kedungbanteng, Kabupaten Tegal.

Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur,
penyebaran kuisioner kepada pengunjung, wawancara dengan narasumber
(pengelola dan masyarakat lokal), dan pengamatan langsung pada lapang (survey).
Adapun tahapan kerjanya mengacu pada tahapan perencanaan Gold (1980) yakni
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Namun,
pada penelitian ini hanya sampai pada tahap perencanaan dengan penambahan
tahap penyusunan konsep sebelum masuk ke tahap perencanaan. Gambaran
tahapan proses peneltian digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.

Persiapan





Tujuan Perencanaan
Usulan Penelitian
Orientasi Umum/Informasi Awal
Penentuan Batas Tapak

Inventarisasi
Data Primer dan Sekunder
Kondisi Umum

Analisis

Sintesis

Aspek SD Alam

Aspek Wisata

Aspek Sosial

Aspek Legal

Peta Komposit

Rencana Blok/Block Plan
Konsep Rencana Dasar
Penyusunan Konsep
Pengembangan Konsep

Perencanaan Lanskap

- Konsep Ruang
- Konsep Aktivitas
Fasilitas

-Konsep Sirkulasi
- Konsep Vegetasi

Rencana Lanskap Tirta Waduk Cacaban

Proses Penelitian
Sebagai Kawasan Ekowisata

Gambar 3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)

11

Persiapan
Tahap persiapan mencakup proses penentuan tujuan perencanaan dan
penyusunan rencana kerja beserta rencana anggaran biaya yang terangkum dalam
usulan penelitian. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan orientasi tapak yang
akan dijadikan objek penelitian secara umum dengan cara mencari informasi
sementara berdasarkan studi pustaka.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua
informasi yang berkaitan dengan lokasi yang menjadi objek penelitian. Tahap ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
sumber daya lanskap dan preferensi pengunjung pada lokasi penelitian. Data yang
diambil terdiri dari dua jenis, yakni data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui survei lapang, penyebaran kuisioner, dan wawancara terhadap
pengunjung, pihak pengelola terkait serta masyarakat lokal yang berada di sekitar
lokasi. Penyebaran kuisioner dilakukan secara acak terhadap 30 orang responden
di kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Data sekunder diperoleh dari
hasil studi literatur, dinas-dinas terkait, dan pustaka lainnya yang dapat
mendukung data yang berkaitan dengan lokasi penelitian.
Data yang diambil meliputi data-data yang berkenaan dengan aspek fisik
dan biofisik, aspek sosial, dan aspek wisata, dan aspek legal. Selain itu, digunakan
juga data kondisi umum untuk mendukung pengenalan lebih lanjut terhadap lokasi
yang menjadi objek penelitian. Adapun jenis, sumber, dan cara pengambilan data
yang digunakan akan ditampilkan pada Tabel 1.
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber dari
berbagai bidang keahlian serta profesi yang berkaitan dengan penelitian ini.
Kegiatan pengambilan data aspek sosial dilakukan dengan metode wawancara dan
penyebaran kuisioner. Data hasil wawancara dan kuisioner kemudian dianalisis
untuk mendapatkan persepsi dan preferensi sosial dalam kaitannya dengan
pengembangan kawasan obyek wisata tersebut.
Tabel 1. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data
No

Jenis Data

Cara
Pengambilan Data

Jenis Data

Bappeda

Studi Pustaka

Sekunder

Pengelola

Studi Pustaka

Sekunder

Bappeda

Studi Pustaka

Sekunder

Penelitian Terdahulu
BMKG
Bappeda

Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka

Sekunder
Sekunder
Sekunder

Responden
Lapangan

Observasi Lapang,
Wawancara

Primer,
Sekunder

Sumber

ASPEK SD. ALAM :
1
2
3
4
5
6

Letak
Geografis
dan
Administratif Tapak
Masterplan Waduk
Topografi dan Kemiringan
Lahan
Jenis dan Karakteristik Tanah
Iklim dan Kenyamanan
Vegetasi

ASPEK WISATA :
1

Potensi dan Objek Wisata

Tabel 1 Lanjutan

Ahli,

12

No
2
3
4

Jenis Data
Atraksi Wisata
Aksesibilitas (jaringan jalan
dan transportasi)
Tingkat Kunjungan Wisatawan

Disparbud

Cara
Pengambilan Data
Observasi Lapang,
Wawancara
Studi
Pustaka,
Observasi lapang
Studi Pustaka

Primer,
Sekunder
Primer,
Sekunder
Sekunder

Penelitian Terdahulu
Bapermades
Bapermades

Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka

Sekunder
Sekunder
Sekunder

Responden Lokal

Wawancara

Primer

Responden

Kuisioner

Primer

RTRW, Responden
Ahli
Bappeda
Bappeda

Studi
Pustaka,
Wawancara
Studi Pustaka
Studi Pustaka

Primer,
Sekunder
Sekunder
Sekunder

Sumber
Disparbud, Lapangan
Bappeda, Lapangan

Jenis Data

ASPEK SOSIAL :
1
2
3
4
5

Demografi
Aktivitas Perekonomian
Tingkat Kesejahteraan
Ketergantungan
Masyarakat
terhadap Tapak
Potensi Pengguna (perilaku,
keinginan)

ASPEK LEGAL :
1
2
3

Kepemilikan Lahan

Kebijakan Pemerintah Daerah
Tata Guna Lahan (Landuse)
Keterangan:
Bappeda
: Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah
BMKG
: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Bapermades
: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
RTRW
: Rencana Tata Ruang dan Wilayah

Analisis
Analisis dilakukan terhadap beberapa aspek utama dengan sumber data
yang telah dikumpulkan sebelumnya pada tahap inventarisasi yaitu aspek
sumberdaya alam, aspek sosial, aspek wisata dan aspek legal. Tahap ini dilakukan
untuk memenuhi tujuan analisis sumberdaya lanskap dan wisata, persepsi dan
preferensi sosial , serta mengetahui daya dukung kawasan tersebut dalam
pengembangannya sebagai kawasan wisata/area rekreasi massal. Semua analisis
dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan metode analisis spasial dengan
parameter skoring. Tahapan analisis yang dilakukan akan dijabarkan sebagai
berikut:
1. Aspek Sumberdaya Alam
Analisis dilakukan pada 2 komponen utama yaitu fisik dan biofisik.
Analisis pada komponen fisik dilakukan terhadap beberapa elemen seperti
lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan, jenis dan karakteristik
tanah, hidrologi, dan kondisi iklim. Analisis pada komponen biofisik
meliputi elemen vegetasi dan satwa.
Ada beberpapa parameter yang dipertimbangkan pada elemen
topografi dan kemiringan dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan
wisata. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) ada beberapa
parameter dalam pengembangan sarana rekreasi antara lain adalah drainase
tanah, bahaya banjir, permeabilitas, kemiringan/lereng, tekstur tanah dan
beberapa komponen geologi. Dari beberapa parameter di atas, hanya
kemiringan/lereng yang digunakan sebagai parameter untuk proses

13

analisis, dimana lahan dengan kemiringan antara 0-8% dikategorikan
“sesuai” dengan skor (3), kemiringan 8-15% dikategorikan “sedang”
dengan skor (2), dan kemiringan lebih dari 15% dikategorikan “tidak
sesuai” dengan skor (1). Adapun yang dimaksud dengan lahan dengan
kategori “sesuai” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas
pengembangan sarana rekreasi. Lahan dengan kategori “sedang”
merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana
rekreasi secara terbatas. Lahan dengan kategori “tidak sesuai” merupakan
area yang tidak dapat dikembangkan untuk sarana rekreasi dan diperlukan
adanya konservasi.
Faktor kerawanan bahaya longsor juga dipertimbangkan untuk
keamanan kegiatan wisata di kawasan tersebut. Tingkat kerawanan longsor
dinilai berdasarkan aspek alami kemiringan lahan menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 tentang Kawasan Rawan
Bencana Longsor. Lahan dengan kemiringan 0-20% dikategorikan “tidak
berbahaya” dengan skor (3), lahan dengan kemiringan 20-40%
dikategorikan “sedang” dengan skor (2), dan lahan dengan kemiringan di
atas 40% dikategorikan “berbahaya” dengan skor (1). Adapun lahan
dengan kategori “tidak berbahaya” merupakan area memiliki jenis gerakan
tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan kurang dari 2 m/hari.
Lahan dengan kategori “sedang” merupakan area yang memiliki jenis
gerakan tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan 2 m/hari. Lahan
dengan kategori “berbahaya” merupakan area yang memiliki jenis gerakan
tanah relative cepat lebih dari 2 m/per hari bahkan bisa mencapai
kecepatan 25 m/menit.
Analisis untuk kenyamanan iklim dilakukan dengan perhitungan
kuantitatif menggunakan metode Thermal Humidity Index (THI) dengan
rumus:
Keterangan: T = Temperatur (˚C)
RH = Kelembaban relatif (%)
*standar kenyamanan tapak untuk daerah tropis < 27˚C

2. Aspek Sosial
Analisis pada aspek sosial dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif . Analisis deskriptif dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu
wawancara dan penyebaran kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap
beberapa narasumber dari pihak pengelola terkait dan tokoh masyarakat
setempat untuk menggali informasi mengenai sejarah kawasan waduk dan
karakter sosial ekonomi masyarakat lokal. Kuisioner diberikan kepada 30
pengunjung secara acak di lokasi obyek wisata TWC pada waktu yang
bersamaan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kenyamanan serta
preferensi terhadap fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut.
3. Aspek Wisata
Analisis terhadap aspek wisata dilakukan dengan metode deskriptif
dan spasial. Analisis dilakukan pada 3 (tiga) komponen yaitu keindahan
visual, potensi obyek dan atraksi eksisting, akses dan fasilitas (Gunn, 1979
diacu dalam Smith, 1989).

14

Keindahan visual pada tapak dipertimbangkan untuk menunjang
pengembangan program wisata. Metode yang digunakan adalah metode
analisis deskriptif dan spasial dengan menentukan area-area dengan
kualitas visual baik (good view) yang dapat dijadikan sebagai potensi
pendukung wisatadan area-area dengan kualitas visual buruk (bad view)
yang merupakan kendala yang harus diatasi. Analisis terhadap obyek
atraksi dan fasilitas wisata dilakukan secara spasial dengan
mengindentifikasi titik-titik yang dianggap berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata serta beberapa titik
fasilitas yang telah tersedia di kawasan Waduk Cacaban.
Penilaian daya dukung wisata juga dilakukan untuk menghitung
luas areal yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata, sehingga akan diketahui
jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di
kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada lingkungan yang dimanfaatkan maupun mengurangi
kenyamanan pengunjungnya. Perhitungan daya dukung wisata yang
digunakan mengacu pada rumus Boulon dalam WTO dan UNEP (1992)
dalam Nurisjah et al. (2003) sebagai berikut:

Keterangan:
DD
= Daya Dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata individu
T
= Total hari kunjungan yang diperkenankan
K
= Koefisien rotasi
N
= Jam kunjungan per hari area yang diizinkan
R
= Rata-rata waktu kunjungan

4. Aspek Legal
Analisis terhadap aspek legal dilakukan untuk mengetahui status
kepemilikan lahan lokasi obyek wisata TWC serta kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah setempat terkait dengan rencana pengembangan
kawasan. Analisis ini dilakukan dengan cara mempelajari RTRW
Kabupaten Tegal khususnya yang berkenaan dengan kawasan obyek
wisata TWC. Selain itu, untuk memperkuat proses pengumpulan informasi
mengenai kepemilikan lahan dari lokasi penelitian dilakukan wawancara
secara langsung terhadap responden ahli yakni pihak Bappeda Kabupaten
Tegal.
Analisis spasial dilakukan terhadap peta tata guna lahan (landuse)
untuk mengidentifikasi arah pengembangan ruang sebagaimana yang telah
ditetapkan pada RTRW Kabupaten Tegal. Hasil dari analisis terhadap
aspek legal diharapkan dapat mendukung arah pengembangan terhadap
kawasan obyek wisata TWC sehingga dapat berkelanjutan dan
memberikan dampak positif khususnya bagi masyarakat Cacaban.
Dari analsis empat aspek di atas, kemudian disajikan dalam bentuk hasil
analisis deskriptif dan spasial. Hasil analisis deskriptif berupa tabel analisis dan
solusi sedangkan hasil analisis spasial berupa peta komposit hasil overlay dari

15

analisis di atas. Hasil akhir dari analisis tersebut kemudian akan digunakan
selanjutnya pada tahap sintesis.
Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap pembagian kawasan menjadi beberapa
zona pengembangan tapak berdasarkan hasil komposit analisis sebelum nantinya
masuk pada tahap konsep dan pengembangan konsep. Adapun peta komposit
dihasilkan dari hasil overlay peta kesesuaian fisik dan peta kesesuaian wisata yang
selanjutnya dioverlay dengan peta tata guna lahan untuk mempertimbangkan arah
pengembangan ruang wisata. Peta kesesuaian fisik dihasilkan dari overlay peta
analisis kemiringan lahan dengan peta analisis rawan bahaya longsor, sedangkan
peta kesesuaian wisata dihasilkan dari analisis spasial beberapa komponen utama
(Gunn, 1979 diacu dalam Smith, 1989) yang meliputi kualitas visual, potensi
obyek dan atraksi eksisting, dan kemudahan aksesisibilitas serta fasilitas
pendukung wisata. Hasil akhir dari sintesis adalah berupa pengembangan ruang
wisata yang direncanakan disajikan dalam bentuk peta rencana blok / block plan.
Konsep dan Pengembangan Konsep
Tahap penyusunan konsep merupakan langkah sebelum memasuki tahap
perencanaan lanskap. Hasil dari tahap ini adalah ditentukannya konsep dasar
perencanaan berupa wisata alam yang melibatkan atraksi sosial budaya
masyarakat lokal. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi
konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, serta konsep sirkulasi.
Perencanaan Lanskap
Tahap ini merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses perencanaan
kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Pada tahap ini dibuat rencana
lanskap berupa gambar rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas yang disertai
oleh gambar ilustrasi dan referensi, dan rencana sirkulasi pada kawasan tersebut.
Semua rencana tersebut dibuat berdasarkan hasil pertimbangan dari konsep dan
pengembangan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Hasil rencana lanskap
disajikan dalam bentuk gambar rencana lanskap (landscape plan) dan juga tabel
rencana daya dukung.

16

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Kabupaten Tegal terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa.
Secara geografis Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” - 109°21’30" garis
bujur timur dan 6°50’41" - 7°15’30" garis lintang selatan. Posisi Kabupaten Tegal
berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa dan Kota Tegal
(sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan).
Berdasarkan kemiringan lahan, curah hujan, ketinggian, topografi dan
jenis tanah, maka pola kesesuaian lahan di Kabupaten Tegal dapat dibedakan
menjadi kawasan pertanian lahan basah (karena didukung pengairan irigasi yang
memadai, curah hujan, ketinggian dan kemiringan meliputi Kecamatan Slawi,
Balapulang, Pagerbarang, Dukuhturi, Kedungbanteng), kawasan pertanian lahan
kering (tidak tersedia jaringan irigasi yang terlalu baik meliputi Kecamatan
Bojong, Bumijawa, Balapulang, Jatinegara dan Margasari) dan kawasan tanaman
tahunan (tanaman keras meliputi Kecamatan Bojong, Bumijawa dan Jatinegara).
Adapun pola penggunaan lahannya, dari luas wilayah Kabupaten Tegal
878.79 Km2 Sebagian besar merupakan lahan kering yaitu mencapai 46.675 Ha
(53,11%). Luas lahan sawah 41.204 Ha (46,89%) dengan jenis tanah meliputi
Aluvial (34,93%) terdapat di Kecamatan Suradadi, Margasari, Warurejo,
Bumijawa, Pagerbarang, Pangkah, Dukuhwaru, Adiwerna Talang, Tarub dan
Kramat, Regosol (24%) terdapat di seluruh kecamatan kecuali Jatinegara,
Kedungbanteng dan Tarub, Litosol (23,69%) terdapat di Kecamatan Jatinegara,
Grumosol (9,42%) terdapat di Kecamatan Margasari, Pagerbarang, Jatinagara dan
Kedungbanteng, Andosol (4,29%) terdapat di Kecamatan Margasari, Bumijawa
Bojong, balapulang, Lebaksiu, Jatinegara, Kedungbanteng dan Pangkah, dan jenis
tanah lainnya (3,67%).

Demografi Kabupaten Tegal
Berdasarkan hasil survei penduduk tahun 2010, jumlah penduduk
Kabupaten Tegal adalah sebesar 1.392.260 orang yang terdiri dari 693.287 lakilaki dan 698.973 perempuan (BPS Kabupaten Tegal 2010). Kecamatan yang
memiliki tingkat distribusi penduduk paling tinggi yakni Kecamatan Adiwerna
dengan catatan peningkatan sebesar 8,73 persen (survei 1990), 8,50 persen (survei
2000) dan 8,50 persen (survei 2010).
Kecamatan Kramat menunjukkan indeks distribusi penduduk yang
meningkat secara signifikan yaitu 6,27 persen pada tahun 1980 menjadi 6,63
persen pada tahun 1990 dan menjadi 7,37 persen pada tahun 2010. Sedangkan
kecamatan dengan distribusi penduduk terendah yaitu Kecamatan
Kedungbanteng, Pagerbarang dan Jatinegara, yaitu masing-masing sebesar 2,85
persen, 3,70 persen dan 3,87 persen. Berikut adalah data mengenai pertambahan
penduduk Kabupaten Tegal yang