Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang Sebagai Kawasan Ekowisata Di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

(1)

PERENCANAAN LANSKAP WADUK KOTO PANJANG

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

DWIKO ADAM ELWALID

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau” adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016 Dwiko Adam Elwalid A44110061


(4)

(5)

ABSTRAK

DWIKO ADAM ELWALID. Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dibimbing oleh AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW.

Kabupaten Kampar merupakan kabupaten di Provinsi Riau yang berlokasi di jalur lintas Sumatera yang menghubungkan antara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Sektor wisata merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Kampar. Waduk Koto Panjang menjadi objek yang berpotensi dikembangkan untuk dijadikan kawasan wisata. Tujuan umum penelitian ini adalah merencanakan lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi umum kawasan Waduk Koto Panjang, menganalisis kesesuaian lanskap kawasan Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata, dan menyusun rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pemegang kepentingan pariwisata di Kabupaten Kampar, terutama untuk kawasan Waduk Koto Panjang dan memberi alternatif perencanaan kawasan ekowisata yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar waduk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari metode perencanaan Gold (1980) yang meliputi tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan perencanaan. Aspek yang dianalisis mencakup aspek ekologi, aspek sosial budaya, aspek wisata, dan aspek legal sebagai dasar pengembangan. Hasil penelitian ini berupa peta rencana lanskap yang meliputi rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan perhitungan daya dukung. Rencana ruang terbagi menjadi ruang konservasi, ruang penyangga dan ruang pemanfaatan. Ruang konservasi berfungsi sebagai area konservasi tanah dan air. Ruang penyangga berfungsi sebagai buffer dan ruang aktivitas pasif. Ruang pemanfaatan berfungsi sebagai area rekreasi wisata dan pendukung wisata. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi darat dan sirkulasi air. Sirkulasi darat terbagi menjadi jalur wisata dan jalan provinsi. Sirkulasi berpola linier dan tertutup. Rencana vegetasi dibuat berdasarkan fungsinya yang meliputi fungsi konservasi, fungsi peneduh, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi budi daya, dan pembatas. Perhitungan daya dukung dilakukan untuk menjaga kondisi lingkungan terkait dengan jumlah pengunjung.

Kata kunci: ekowisata, Kabupaten Kampar, perencanaan, Waduk Koto Panjang ABSTRACT

DWIKO ADAM ELWALID. Landscape Planning of Koto Panjang dam as an Ecotourism Area in Kampar Regency, Riau Province. Supervised by AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW.

Kampar Regency is a district in Riau Province that is located on the route which links West Sumatera and Riau Provinces. Tourism sector is one of the potential to be developed in Kampar Regency. Koto Panjang dam is potentially to


(6)

be developed to become ecotourism area. Generally, the purpose of this research is to plan Koto Panjang dam Landscape as an ecotourism area. Specificly, the purposes of this research are to identify the general condition of Koto Panjang Dam, analyzing the landscape suitability of Koto Panjang dam as ecotourism area and planning the landscape of Koto Panjang dam as ecotourism area. This study is expected to provide a recommendation for local government and stakeholders of tourism in Kampar, especially for Koto Panjang dam area and provide an alternative ecotourism plan that is expected improves the quality of ecology and economy community around the dam. The method which is used in this research is modification of the planning process by Gold (1980) which includes preparation, inventory, analysis, synthesis, concept and planning steps. Aspects that are analyzed include ecology, sosial economic culture, tourism and legal aspects as the basis for development. Product of this research will be presented as a landcape plan that includes space, tourism activities and facilities, circulation, vegetation plans, and calculation of carrying capacity. The spatial plan consists of conservation, buffer, and utilization spaces. The conservation space serves as soil and water conservation area. Buffer space serves as a buffer and a passive activity area. The utilization space serves as intensive use that includes tourism, service and entrance. The circulation plan consists of land and water circulation. Land circulation is divided into tourist track and provincial road that use linier and loop lane system. Vegetation plan is made based on functional used which includes conservation, shade function, aesthetic, directional, cultivation and barrier function. Carrying capacity calculation is done to maintain the environmental conditions associated with the number of visitors.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini


(8)

(9)

PERENCANAAN LANSKAP WADUK KOTO PANJANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

DWIKO ADAM ELWALID

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(10)

(11)

7 7 7

!124$4#7 .( 7

7 7 7 &'67 7 7

)#)#+7

347/02*+7 01!2&2407+1&/7


(12)

(13)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Perencanaan Lanskap Kawasan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau” ini disusun sebagai salah satu prasyarat kelulusan bagi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan penelitian ini, yaitu kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Afra DN. Makalew, M. Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini serta kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif pengembangan yang dapat diaplikasikan oleh pemegang kepentingan daerah setempat. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan peneitian ini di masa yang akan datang.

Bogor, April 2016


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Perencanaan Lanskap 4

Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Kawasan Wisata 5

Waduk Koto Panjang 6

Wisata dan Pariwisata 6

Ekowisata 7

Daya Dukung Wisata 8

METODOLOGI 9

Lokasi dan Waktu 9

Batasan Penelitian 9

Alat dan Bahan 9

Metode Penelitian 10

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 18

Gambaran Umum Kabupaten Kampar 18

Demografi Kabupaten Kampar 19

Gambaran Umum Kawasan Waduk PLTA Koto Panjang 22

Sejarah Waduk Koto Panjang 22

Batas Geografis dan Administrasi 23

Aksesibilitas 25

Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Koto Panjang 29

Kondisi Pengelolaan Waduk Koto Panjang 30

HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Aspek Ekologi 33

Fisik 33

Biofisik 49

Aspek Sosial 53

Preferensi Masyarakat dan Pengunjung 53

Preferensi Pihak Pengelola Kawanan Waduk Koto Panjang 61

Aspek Wisata 61

Kualitas Visual 61

Potensi Objek dan Atraksi 63

Aksesibilitas 73

Fasilitas Pendukung 75

Potensi Pengunjung 74

Aspek Legal 76

Tata Guna Lahan 78


(15)

Sintesis 88

Konsep dan Pengembangan Konsep 91

Konsep Dasar Perencanaan 91

Pengembangan Konsep 92

Perencanaan Lanskap 97

Rencana Ruang 97

Rencana Aktivitas dan Fasilitas 99

Rencana Sirkulasi 104

Rencana Vegetasi 106

Rencana Daya Dukung 109

SIMPULAN DAN SARAN 113

Simpulan 113

Saran 113


(16)

DAFTAR TABEL

1 Bentuk dan jenis data 11

2 Klasifikasi erodibilitas tanah 12

3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata 14

4 Distribusi Penduduk Kabupaten Kampar 19

5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin 20

6 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013 21 7 Persentase penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Kabupaten

Kampar 2013 22

8 Jumlah penduduk di kawasan Waduk Koto Panjang 29

9 Jumlah keramba dan penempatannya di Waduk Koto Panjnag 29

10 Sarana perekonomian di sekitar Waduk Koto Panjang 32

11 Klasifikasi untuk kawasan pelestarian 33

12 Klasifikasi kemiringan lahan 36

13 Persentase area kemiringan lahan 36

14 Jenis tanah dan luasan pada Waduk Koto Panjang 41

15 Beban sedimen di inlet waduk 44

16 Laju sedimentasi di stasiun pengukuran 44

17 Daftar nama vegetasi di lokasi penelitian 49

18 Vegetasi untuk pengendalian erosi 51

19 Karakteristik desa di kawasan Waduk Koto Panjang 53

20 Hasil kuesioner persepsi warga Kota Pekanbaru 55

21 Hasil kuesioner preferensi pengunjung Waduk Koto Panjang 58 22 Potensi objek dan atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 66

23 Daya tarik objek/atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 69

24 Analisis penilaian objek/atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 70

25 Hasil penilaian potensi objek/atraksi wisata 72

26 Potensi dan kendala fasilitas 73

27 Jumlah pengunjung Candi Muara Takus tahun 2014 76

28 Hasil analisis potensi dan kendala beserta solusinya 83

29 Alokasi pembagian ruang block plan 90

30 Pembagian aktivitas dan fasilitas 93

31 Tema jalur wisata 95

32 Rencana alokasi pembagian ruang perencanaan 97

33 Rencana fasilitas pada kawasan Waduk Koto Panjang 103

34 Rencana sirkulasi kawasan Waduk Koto Panjang 105


(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Lokasi penelitian 9

3 Metode penelitian (modifikasi Gold, 1980) 10

4 Peta administrasi Kabupaten Kampar 18

5 Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar 19

6 Pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kampar 2004-2013 22

7 Peta relokasi permukiman baru 23

8 Peta sebaran desa pada tapak 24

9 Skema akses menuju lokasi 25

10 Kondisi jalan menuju lokasi 26

11 Peta batas tapak penelitian 27

12 Peta akses menuju lokasi penelitian 28

13 Zona pengembangan area genangan 30

14 Kondisi wisata di sekitar waduk 31

15 Peta kesesuaian lereng untuk kawasan pelestarian 34

16 Peta kesesuaian untuk kawasan pelestarian 35

17 Gambaran kawasan waduk Koto Panjang 36

18 Pembukaan lahan untuk perkebunan 37

19 Peta topografi 38

20 Peta klasifikasi kemiringan lahan 39

21 Peta kesesuaian lereng untuk wisata 40

22 Peta analisis kerawanan longsor 42

23 Peta analisis jenis tanah 43

24 Peta analisis hidrologi 45

25 Grafik curah hujan Waduk Koto Panjang tahun 2009 sampai 2013 46

26 Peta analisis curah hujan 47

27 Grafik fluktuasi suhu Waduk Koto Panjang tahun 2014 48

28 Grafik fluktuasi kelembaban relatif Waduk Koto Panjang tahun 2014 48

29 Ilustrasi penyerapan radiasi matahari oleh vegetasi 49

30 Penjarahan dan pembukaan lahan oleh warga 50

31 Hasil analisis kesesuaian ekologi untuk wisata 52

32 Grafik hasil kuesioner 60

33 Jejeran Pulau Tonga 62

34 Good view suasana alami di tapak 62

35 Bad view di tapak 63

36 Peta analisis visual 64

37 Peta analisis objek dan atraksi wisata 68

38 Peta analisis akses dan fasilitas 75

39 Peta hasil analisis kesesuaian wisata 77

40 Peta RTRW Kabupaten Kampar 79

41 Peta identifikasi penggunaan lahan 80

42 Skema proses overlay 81

43 Peta komposit hasil analisis 82

44 Peta rencana blok 89

45 Diagram konsep ruang 92


(18)

47 Konsep vegetasi 97

48 Peta rencana ruang 100

49 Sistem Keramba Jaring Apung 103

50 Peta rencana sirkulasi 107

51 Ilustrasi jenis vegetasi yang digunakan 109


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki lokasi strategis karena berada di jalur lintas Sumatera yang menghubungkan antara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Aktivitas transportasi pada jalur yang menghubungkan kedua provinsi ini tergolong ramai terutama pada hari libur. Secara geografis, Kabupaten Kampar terletak antara

01˚00’40” Lintang Utara sampai 00˚27’00” Lintang Selatan, dan 100˚28’30” -

101˚14’30” Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Kampar terbagi menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 242 desa yang memiliki 8 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kampar adalah 1.128.928 ha. Sebesar 401.246 ha luasan wilayah (35,54%) merupakan lahan perkebunan yang merupakan tipe penggunaan lahan paling dominan di Kabupaten Kampar, sedangkan untuk luasan badan air, wilayah ini memiliki 1.434 ha (0,13%) badan air berupa kolam dan waduk (BPS, 2014)

Perkebunan merupakan jenis penggunaan lahan yang paling dominan di Kabupaten Kampar. Menurut data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar tahun 2012, kelapa sawit merupakan jenis tanaman perkebunan yang paling dominan dengan luas 362.756 ha dengan produksi 5.789.498 ton pada tahun 2012. Selain itu, Kabupaten Kampar juga menghasilkan beberapa komoditi perkebunan lain seperti karet (77.577 ton), kelapa (896 ton), gambir (4.289 ton), pinang (44 ton) dan kakao (23 ton) sepanjang tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi geografis di wilayah ini sesuai sebagai kawasan perkebunan.

Selain sektor pertanian dan perkebunan, potensi lain yang dimiliki Kabupaten Kampar adalah pada sektor pariwisata. Objek wisata potensial di Kabupaten Kampar, antara lain Kawasan Bangkinang Sinabu, Danau Harapan Tanjung Rambutan, Waduk Koto Panjang, Bendungan Ompang Oewai, Bendungan Sungai Paku, Bendungan Sembat Kampar, Bendungan Sungai Tibun, Kebun Binatang Kasang Kulim, Taman Mini Kembang Sungkai, Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Suaka Alam Bukit Bungkuk, dan Taman Hutan Raya (BKPM, 2014).

Salah satu objek yang dapat dikembangkan adalah Waduk Koto Panjang. Fungsi utama waduk saat ini adalah sebagai pembangkit listrik tenaga air yang memasok energi ke Kota Pekanbaru. Menurut Puspita et al. (2005), air waduk dapat dipergunakan sebagai sumber energi pada pembangkit listrik tenaga air. Dalam hal ini, pembangkit listrik memerlukan debit air tertentu agar turbin dapat bergerak. Kurangnya perhatian pemerintah dalam mengelola Waduk Koto Panjang berdampak pada menurunya kualitas waduk. Wilayah ini mengalami banjir ketika musim hujan dan kekeringan ketika musim kemarau sehingga pasokan air berkurang dan berdampak pada pasokan energi. Selain itu, pemanfaatan waduk oleh masyarakat sekitar tanpa memperhatikan kondisi waduk juga menjadi penyebab semakin berkurangnya kualitas waduk. Oleh sebab itu diperlukan perencanaan kawasan Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata yang tidak hanya memperhatikan sektor ekonomi, melainkan juga memberi perhatian pada sektor ekologi dan sosial budaya agar dapat meminimalkan dampak terhadap lingkungan, meningkatkan perhatian terhadap lingkungan, memberikan pengalaman positif pada wisatawan, serta memberikan manfaat kepada masyarakat lokal.


(20)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan penataan terhadap kawasan Waduk Koto Panjang. Tujuan khusus penelitian dalam merencanakan kawasan Waduk Koto Panjang adalah:

1) mengidentifikasi kondisi umum kawasan Waduk Koto Panjang,

2) menganalisis kesesuaian lanskap kawasan Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata, dan

3) menyusun rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

1) sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pemegang kepentingan pariwisata di Kabupaten Kampar, terutama untuk kawasan Waduk Koto Panjang, dan

2) memberi alternatif perencanaan kawasan ekowisata yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar waduk.

Kerangka Pikir

Kawasan Waduk Koto Panjang awalnya merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa desa. Desa-desa tersebut kemudian ditenggelamkan sebagai dampak dari pembangunan waduk dan direlokasi ke tempat yang baru di sekitar area genangan. Di samping berfungsi sebagai sumber daya pembangkit listrik tenaga air bagi wilayah Kota Pekanbaru dan sekitarnya, Waduk Koto Panjang juga memiliki potensi fisik dan biofisik yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk atraksi dan objek potensial. Potensi ini dapat diarahkan ke arah pariwisata agar dapat memberi nilai tambah kawasan Waduk Koto Panjang.

Pengembangan kawasan yang diarahkan sebagai kawasan wisata harus memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya. Hal ini bertujuan agar dapat meminimalisir dampak negatif dari pengembangan kawasan yang dilakukan. Preferensi masyarakat sebagai wisatawan mengenai kebutuhan akan tempat wisata menjadi pertimbangan dalam menentukan program wisata yang akan ditawarkan oleh kawasan wisata. Untuk itu perlu dilakukan perpaduan antar aspek utama dalam ekowisata, yaitu aspek ekologi, aspek wisata, dan aspek sosial budaya dalam melakukan perencanaan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata. Perpaduan aspek-aspek diperlukan untuk memperoleh peta kesesuaian dari kawasan waduk untuk menentukan area yang dapat dikembangkan untuk wisata dan area yang seharusnya dilindungi untuk menjaga ekosistem. Selanjutnya, konsep pengembangan yang telah ditetapkan dikembangkan lebih lanjut hingga terbentuk peta rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(21)

Potensi dan Kendala Kawasan Waduk Koto Panjang

Konsep Pengembangan Wisata

Aspek Lingkungan Mendukung nilai

lingkungan

Aspek Wisata Potensi objek dan atraksi, kondisi visual,

aktivitas dan fasilitas

Aspek Sosial Budaya Arah kegiatan

masyarakat

Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten

Kampar, Provinsi Riau

Aspek Legal

Tata Ruang Kawasan


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap adalah suatu bentang alam yang terdiri atas karakteristik tertentu dan terbagi atas dua unsur pembentuk, yaitu unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama dalam lanskap adalah unsur yang relatif sulit untuk dilakukan modifikasi. Unsur penunjang dalam lanskap adalah unsur yang relatif mudah untuk dilakukan modifikasi. Setiap lanskap memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain karena dibentuk oleh elemen-elemen yang memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik unik masing-masing lanskap disebut amenity. Hal ini dapat dijadikan pendukung dalam pengembangan sebuah kawasan.

Perencanaan lanskap adalah suatu seni menata lingkungan fisik guna mendukung kehidupan manusia (Lynch, 1971). Menurut Laurie (1986), persyaratan program harus dilengkapi dan dihubungkan satu dengan yang lain, disertai dengan imajinasi serta kepekaan terhadap replikasi analisis tapak. Penyesuaian ini diperlukan dalam perencanaan tapak.

Perencanaan lanskap adalah suatu upaya penataan lanskap berdasarkan potensi, amenity, kendala dan danger signal lanskap tersebut guna menciptakan bentukan lanskap yang fungsional, memenuhi aspek estetik, mencapai keberlanjutan, dan memenuhi kepuasan pengguna. Proses perencanaan meliputi proses mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikan ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan melakukan pendekatan-pendekatan yang beralasan untuk memecahkan suatu masalah dalam sebuah tapak.

Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain, adalah:

1) pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya,

2) pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberi kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,

3) pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan

4) pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, antara lain, adalah :

1) mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar, 2) memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang

akan direncakan,

3) menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan 4) merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang


(23)

Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Kawasan Wisata

Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur /badan/ palung sungai (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (2004), Waduk atau embung adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan perikanan. Asiyanto (2011) mengartikan waduk atau bendungan sebagai bangunan yang menutup aliran sungai yang terletak di suatu tempat, sehingga diperoleh suatu tandon air tawar yang cukup besar untuk dipergunakan dalam berbagai keperluan manusia. Lokasi waduk ditentukan berdasarkan banyaknya volume air yang ada dan diperlukan serta seberapa luas area genangan air ketika bendungan dalam kondisi penuh. Luas area genangan diperhatikan jika kegiatan relokasi penduduk diperlukan. Selain memperoleh volume air yang lebih banyak, juga diperoleh perbedaan elevasi air yang dapat memproduksi energi air untuk menggerakan turbin pembangkit listrik tenaga air.

Asiyanto(2011) menetapkan kriteria tentang bendungan besar, yaitu:

1) bendungan yang lebih tinggi dari 15 meter, diukur dari bagian terendah ke puncak bendungan,

2) bendungan dengan tinggi antara 10 meter sampai 15 meter, yang memenuhi minimum satu dari hal-hal berikut:

a. panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m, b. kapasitas reservoir tidak kurang dari satu juta m3, c. debit sungai tidak kurang dari 200 m3/s,

d. bendungan memiliki kerumitan dalam hal pondasi, e. bendungan dengan desain yang tidak biasa.

Asiyanto (2011) membagi tipe bendungan menjadi embarkment dam dan concrete dam. Embarkment dam adalah bendungan yang dibangun dengan galian material alam yang ditimbun tanpa bahan perekat sehingga membentuk suatu tanggul besar yang mampu berfungsi sebagai tanggul dan stabil. Concrete dam adalah bendungan yang dibangun dengan menggunakan struktur beton, pasangan batu kali atau keduanya sehingga mampu berfungsi sebagai bendungan dan stabil.

Ardana (2013) menyatakan bahwa waduk dapat dibedakan dalam beberapa kawasan, yaitu kawasan bahaya, kawasan suaka, kawasan lindung, dan kawasan bebas. Kawasan bahaya adalah bagian kawasan yang tertutup untuk umum yang bertujuan untuk melindungi struktur penting dari bendungan. Kawasan suaka adalah kawasan yang dilarang untuk dilakukan kegiatan budi daya, kecuali kegiatan tersebut tidak merubah bentang alam, penggunaan lahan alami dan ekosistem alami yang ada. Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Kawasan bebas adalah kawasan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan manusia salah satunya kegiatan pariwisata.

Kawasan waduk merupakan kawasan yang bersifat publik sehingga memiliki jenis kepentingan yang beragam. Pengembangan kawasan waduk dapat dilakukan jika memberikan manfaat yang nyata bagi ketiga aspek ekowisata, yaitu tidak mengalami degradasi lingkungan, tidak menimbulkan penurunan tingkat


(24)

kesejahteraan masyarakat, dan memberikan lokasi baru yang layak bagi masyarakat yang direlokasi.

Waduk Koto Panjang

Waduk Koto Panjang terletak pada dua wilayah administrasi yaitu Kecamatan XII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dan Kecamatan 50 Koto, Provinsi Sumatera Barat. Waduk Koto Panjang ini terletak pada koordinat

0°18'50.78” LU dan 100°46'38.28” BT di Desa Batu Bersurat. Luas area genangan waduk adalah 12.400 ha. Waduk Koto Panjang terletak di Desa Batu Bersurat sekitar 20 km dari ibu kota Kabupaten Kampar dan berjarak 87 km dari ibu kota Provinsi Riau. Aksesibilitas menuju Waduk Koto Panjang berupa jalan lintas provinsi (Rosalina et al, 2014).

Sumber air pada waduk berasal dari Sungai Kampar Kanan (Riau), Sungai Kapau (Sumatera Barat), Sungai Tiwi (Sumatera Barat), Sungai Takus (Sumatera Barat), Sungai Gulamo (Sumatera Barat), Sungai Mahat (Sumatera Barat), Sungai Osang (Sumatera Barat), Sungai Arau Kecil dan Arau Besar (Sumatera Barat), dan sungai Cunding (Sumatera Barat) (Adriani et al., 2006). Di antara sungai-sungai tersebut, Sungai Kampar dan Sungai Mahat merupakan dua sumber air utama pada kawasan Waduk Koto Panjang.

Waduk Koto Panjang berperan dalam memasuk energi listrik bagi wilayah ibu kota provinsi dan sekitarnya. Selain itu, waduk juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan, pertanian, dan keperluan rumah tangga. Jenis vegetasi di sekitar kawasan Waduk Koto Panjang merupakan jenis vegetasi hutan tropis, seperti kempas, keruing, meranti, resak, jelutung dan rengas. Selain itu, jenis vegetasi pionir seperti mahang, senduk-senduk, medang dan terap masih dapat ditemui di kawasan ini. Jenis fauna yang ada di kawasan waduk, antara lain, adalah bajing, landak, kukang, harimau dan berbagai macam burung. Selain itu, terdapat berbagai jenis ikan di dalam perairan waduk.

Wisata dan Pariwisata

Gunn (1994) menyatakan bahwa wisata adalah pergerakan sementara dari orang ataupun sekelompok orang dari tempat tinggal atau pekerjaan runtinya menuju suatu tempat dimana di tempat tersebut dilakukan aktivitas meyenangkan serta tersedia fasilitas yang mendukung keingian aktivitas mereka. Wisata diartikan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 sebagai kegiatan perjalan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Orang yang melakukan kegiatan disebut wisatawan. Pariwisata merupakan macam kegiatan yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Paritiwi (2010) mengacu pada Bruun (1995) mengategorikan wisata menjadi tiga jenis, yaitu ecotourism, wisata budaya, dan wisata alam. Ecotourism adalah wisata yang terkait hubunganya dengan kepentingan kepariwisataan dan perlindungan terhadap alam itu sendiri. Wisata budaya adalah wisata yang memiliki objek wisata dalam bentuk kekayaan nilai budaya. Wisata alam adalah wisata yang


(25)

memberikan pengalaman terhadap alam melalui daya tarik visual berupa keindahan panorama alam.

Ekowisata

Ekowisata adalah suatu model pengembangan wisata yang bertanggung jawab terhadap daerah yang masih alami yang melibatkan unsur keindahan, pendidikan, pemahaman konservasi alam, dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat (Depdagri, 2000). Ekowisata melibatkan kegiatan perjalanan/pengalaman wisata yang relatif tidak mengganggu alam dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi dan menikmati flora dan fauna liar serta budaya lokal di suatu kawasan. Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, memberi manfaat secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat (TIES, 1990).

Kawasan wisata dapat diklasifikasi berdasarkan elemen persediaan yang merupakan produk dari kawasan tersebut. Menurut Jansen dan Verbeke (1988) dalam Pramukanto (2001), Kriteria klasifikasi area atas elemen di dalam kawasan terbagi atas rangkaian elemen primer, sekunder, dan tambahan. Elemen primer diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sumber-sumber kenyamanan yang memiliki daya tarik. Kelompok ini meliputi: a) tempat manusia dapat melakukan kegiatan wisata aktif seperti pantai, kolam renang, teater, dan kegiatan-kegiatan terorganisir lainnya; b) tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan leisure seperti landmark sejarah, area taman, ruang terbuka hijau, dan hutan kota yang memiliki daya tarik sebagai sumber kenyamanan; c) kawasan yang memiliki nilai sosial budaya seperti kawasan tradisional, etnik dan budaya tertentu.

Elemen sekunder merupakan kawasan yang tidak pengaruh langsung terhadap daya tarik pada wisatawan, tetapi berperan dalam penyajian daya tarik wisata. Elemen ini meliputi hotel, restoran, pasar, bumi perkemahan, dan tempat penyewaan fasilitas wisata.

Elemen tambahan merupakan elemen yang tidak menarik pengunjung untuk mengunjungi kawasan, tetapi berperan pada kenyaman dan fungsi dari kawasan wisata. Elemen ini meliputi area parkir, pusat informasi, rambu-rambu, serta fasilitas panduan wisata.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan aktivitas ekowisata adalah sebagai berikut:

1) meminimalisir dampak lingkungan and sosial,

2) meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya,

3) menciptakan pengalaman yang positif bagi pengunjung dan masyarakat lokal, 4) menciptakaan keuntungan secara finansial untuk kepentingan konservasi, 5) menciptakaan keuntungan secara finansial dan partisipasi nyata masyarakat

lockl, dan

6) meningkatkan sensitivitas pengunjung terhadap iklim politis, sosial, dan budaya.

Faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan dalam definisi ekowisata. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukkan dari hasil keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya, dan ekonomi (Lindberg et al., 1997).


(26)

Daya Dukung Wisata

Mathieson dan Wall (1982) dalam Pramukanto (2001) mendefinisikan daya dukung sebagai jumlah maksimum manusia yang menggunakan suatu tapak tanpa terjadi suatu perubahan lingkungan fisik dan penurunan kualitas kegiatan wisata. Konsep daya dukung wisata menjadi penting karena peningkatan permintaan kegiatan rekreasi/wisata ruang luar telah melewati batas kemampuan fasilitas dan sumber daya yang ada. Selain itu, tingkat penggunaan sumber daya yang tinggi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang serius untuk kawasan wisata dan sekitarnya.

Menurut Tivy (1972), daya dukung dapat ditentukan berdasarkan tiga konsep, yaitu konsep faktor pembatas dan evaluasi dampak rekreasi, keawetan dan penurunan kualitas area rekreasi, dan kepuasan pengguna. Pigram (1983) dalam Pramukanto (2001) membagi daya dukung untuk kegiatan wisata menjadi daya dukung ekologi, daya dukung sosial, dan daya dukung fisik.

1) Daya dukung ekologi adalah konsep yang berkenaan dengan tingkat maksimum penggunaan wisata, baik berupa jumlah maupun aktivitas rekreasi yang dapat diakomodasi oleh suatu luasan area sebelum terjadi penurunan kualitas ekologi yang tidak dapat pulih kembali.

2) Daya dukung fisik adalah maksimum jumlah satuan penggunaan (manusia, kendaraan dsb) yang secara fisik dapat diakomodasi pada suatu area.

3) Daya dukung sosial adalah tingkat maksimum penggunaan rekreasi berupa jumlah dan aktivitas dimana pada tingkat penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan penurunan pengalaman wisata bagi pelaku wisata. Konsep ini berkaitan erat dengan overcrowded pengunjung terhadap kenyamanan dan apresiasi pengunjung terhadap tapak.


(27)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlokasi di kawasan Waduk Koto Panjang Desa Batu Bersurat, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 5 bulan dengan pembagian 3 bulan kegiatan berlangsung di tapak dan 2 bulan kegiatan pengolahan data. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Batasan Penelitian

Penelitian ini akan dibatasi sampai terbentuknya sebuah produk arsitektur lanskap berupa rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata yang bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan serta mengembangkan potensi waduk sebagai kawasan wisata yang terdiri atas rencana spasial, rencana aktivitas dan fasilitas wisata, rencana sirkulasi, dan rencana vegetasi. Penelitian ini menekankan pada aspek ekologis, wisata, dan sosial ekonomi budaya dalam perencanaannya.

Alat dan Bahan

Penelitian ini akan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang, wawancara masyarakat yang hidup di sekitar sungai dan pemerintah daerah terkait, serta penyeberan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, pengumpulan data dan informasi dari instansi pemerintahan seperti BAPPEDA, Dinas Pekerjaan Umum dan BPS, serta sumber internet. Alat yang digunakan berupa GPS (global positioning system), program komputer (Microsoft Excell, MapSource, ArcGIS, Sketch Up, Photoshop), dan kuesioner.

Gambar 2 Lokasi penelitian


(28)

Metode Penelitian

Metode studi yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode pendekatan sistematis untuk perencanaan lanskap yang dikemukakan oleh Gold (1980). Secara garis besar proses perencanaan meliputi tahap persiapan, inventariasasi, analisis, sintesis, perencanaan.

Persiapan

Tahap ini meliputi kegiatan penetapan tujuan perencanaan lanskap Waduk Koto Panjang dan rencana anggaran biaya penelitian dalam usulan penelitian. Selain itu, pada tahap ini dilakukan orientasi tapak penelitian secara umum melalui studi pustaka dari berbagai sumber.

Inventarisasi

Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data yang berhubungan dengan kondisi tapak terkait dengan aspek ekologi, aspek wisata, dan aspek sosial ekonomi budaya. Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi sumber daya lanskap pada tapak sehingga dapat diketahui kondisi umum dan pandangan masyarakat terhadap keberadaan Waduk Koto Panjang.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang diperoleh melalui survei lapang, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi pustaka. Kuesioner dibagikan secara acak kepada 60 orang respoden yang terbagi menjadi 30 orang responden yang berada di sekitar Waduk Koto Panjang dan 30 responden warga Kota Pekanbaru yang dianggap mengetahui tentang keberadaan Waduk Koto Panjang. Penyebaran kuesioner kepada warga di sekitar waduk dilakukan dengan metode accidental sampling. Kuesioner dibagikan kepada warga dan pengunjung yang ditemui di sekitar area penerimaan dan kantin di kawasan Waduk Koto Panjang. Penyebaran kuesioner kepada warga Kota Pekanbaru menggunakan metode purposive sampling yang ditujukan bagi warga Kota Pekanbaru yang mengetahui keberadaan Waduk Koto Panjang. Kuesioner dibagikan melalui sarana media sosial dan secara manual. Penyebaran kuesioner kepada responden dilakukan untuk mengetahui persepsi warga sebagai pasar wisata potensial terkait keberadaan Waduk Koto Panjang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui preferensi pihak pemerintah daerah, pihak pengelola dan orang-oang yang terkait dengan penelitian ini dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan waduk.


(29)

Tabel 1 Bentuk dan jenis data

No. Jenis Data Sumber Cara Pengambilan

Data Jenis Data

ASPEK EKOLOGI

1. Letak geografis dan administratif tapak

Bappeda Studi Pustaka Sekunder

2. Hidrologi Dinas

Perikanan dan Kelautan

Studi Pustaka Sekunder

3. Topografi lahan Bappeda Studi Pustaka Sekunder 4. Jenis dan karakterisitik tanah BPN Provinsi

Riau

Studi Pustaka Sekunder

5. Iklim BMKG Studi Pustaka Sekunder

6. Vegetasi Bappeda Studi Pustaka Sekunder

7. Satwa Dinas

Perikanan dan Kelautan

Studi Pustaka Sekunder

ASPEK WISATA

1. Potensi objek dan atraksi wisata Responden Wawancara dan observasi lapang

primer 2. Aksesibilitas Bappeda,

lapangan

Studi Pustaka dan observasi lapang

Primer, sekunder 3. Tingkat kunjungan wisata Dinas

Pariwisata Provinsi Riau

Studi pustaka Sekunder

4. Good view / bad view Dokumentasi Observasi lapang Primer

ASPEK SOSIAL EKONOMI BUDAYA

1. Demografi BPS Provinsi

Riau

Studi Pustaka Sekunder 2. Tingkat kesejahteraan masyarakat Dinas Sosial

dan

pemakaman

Studi pustaka Sekunder

3. Aktivitas perekonomian Dinas Koperasi Studi pustaka Sekunder 4. Pengguna potensial Responden Kuesioner Primer 5. Kebiasaan masyarakat Responden Kuesioner Primer

ASPEK LEGAL

1. RTRW kota Pekanbaru Bappeda Studi Pustaka Sekunder 2. Kebijakan pemerintah daerah Bappeda Studi Pustaka Sekunder Keterangan :

Bappeda : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah BPN : Badan Pertanahan Nasional

BMKG : Badan Meteorologi dan Geofisika BPS : Badan Pusat Statistik

Analisis

Tahap ini meliputi kegiatan analisis terhadap tapak berdasarkan aspek dan data yang telah diperoleh dalam aspek ekologi, aspek wisata, aspek sosial dan budaya, serta aspek legal sehingga diketahui potensi dan kendala serta alternatif pengembangan yang dapat diterapkan pada tapak. Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui parameter pembobotan. Tahapan analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Aspek Ekologi

Analisis dilakukan untuk menentukan area yang sesuai dan tidak sesuai dikembangkan untuk pengembangan wisata. Sitorus (1985) mengemukakan


(30)

bahwa untuk menentukan penggunaan lahan hutan lindung diperlukan tiga faktor utama analisis, yaitu lereng, erodibilitas tanah, dan curah hujan. Ketiga faktor tersebut dianalisis melalui data peta digital elevation model (DEM) dan peta dari Bappeda Kabupaten Kampar. Sitorus (1985) mengklasifikasikan ketiga faktor tersebut masing-masing ke dalam 5 kelas. Lereng dibagi menjadi lima kelas, yaitu 0-3 persen, 3-8 persen, 8-15 persen, 15-25 persen dan 25-45 persen. Area dengan kemiringan lebih dari 45 persen langsung ditetapkan sebagai hutan lindung. Erodibilitas tanah dibagi ke dalam lima kelas yang diklasifikasikan dari tidak peka (Kelas 1) hingga sangat peka (Kelas 5). Klasifikasi erodibilitas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi erodibilitas tanah

Sumber: S.K. Menteri Pertanian No. : 837/Kpts/Um/11/1980

Intensitas curah hujan dianalisis berdasarkan rata-rata curah hujan harian dalam setahun dengan kelas 0-13,6 mm/hari; 13,6-20,7 mm/hari; 20,7-27,7 mm/hari; 27,7-34,8 mm/hari; lebih dari 34,8 mm/hari. Kelas tersebut diklasifikasikan dari sangat rendah (Kelas 1) hingga sangat tinggi (Kelas 5). Nilai kepentingan masing-masing aspek adalah 20, 15, dan 10 untuk lereng, erodibilitas tanah, dan curah hujan. Area dengan nilai indeks lokasi lebih dari 175 ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dan area dengan nilai indeks lokasi kurang dari 175 ditetapkan sebagai kawasan pengembangan ekowisata. Untuk memperoleh indeks lokasi dilakukan perhitungan menggunakan rumus:

= � × + � � � ℎ × 5 + �� × )

Aspek ekologi yang diperhatikan untuk pengembangan ekowisata dibagi kedalam dua komponen utama, yaitu komponen fisik dan biofisik. Analisis yang dilakukan pada komponen fisik meliputi topografi dan kemiringan lahan, jenis dan karakteristik tanah, hidrologi dan iklim. Analisis yang dilakukan pada komponen biofisik meliputi elemen satwa dan vegetasi yang ada di tapak.

Parameter yang dijadikan pertimbangan utama dalam penelitian ini adalah topografi dan kemiringan lahan, serta tingkat kerawanan longsor. Mengacu pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), klasifikasi kemiringan lahan untuk pengembangan kawasan ekowisata dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu kemiringan 0-8% dikategorikan baik dengan skor 3, kemiringan 8-15% dikategorikan sedang dengan skor 2, dan kemiringan lebih dari 15% dikategorikan buruk dengan skor 1. Kategori baik merupakan area yang mempunyai struktur tanah stabil untuk dilakukan konstruksi, memiliki kemiringan lahan yang memungkinkan untuk dibangun tanpa menimbulkan dampak negatif pada kelestarian lingkungan sehingga dapat dilakukan kegiatan

Jenis tanah Keterangan Kelas

Aluvial, literita air tanah Tidak peka 1

Latosol Agak peka 2

Brown forest soil, mediteran

Kurang peka 3

Andosol, podsolik, podsol, laterit

Peka 4

Regosol, litosol, organosol, renzina


(31)

pengembangan sarana wisata. Lahan dengan kategori sedang merupakan area yang hanya dapat dilakukan pengembangan sarana rekreasi wisata secara terbatas terkait dengan kondisi lingkungan yang dapat terkena dampak negatif dari kegiatan pengembangan. Lahan dengan kategori buruk merupakan area yang tidak boleh dikembangkan untuk sarana rekreasi wisata namun memerlukan adanya konservasi.

Subagio (2008) membagi kelas kerawanan longsor ke dalam tiga kelas, yaitu tidak rawan dengan skor 3 dengan kriteria jarang atau tidak pernah terjadi longsor kecuali di daerah tebing, topografi datar hingga landai (kemiringan lereng <20%), vegetasi agak rapat dan jenis tanah bukan lempung; rawan dengan skor 2 dengan kriteria jarang terjadi longsor kecuali jika lereng terganggu, topografi landai hingga terjal (kemiringan lereng 20-40%), vegetasi agak rapat hingga rapat; sangat rawan dengan skor 1 dengan kriteria sering terjadi longsor, topografi sangat curam (kemiringan lereng >40%), vegetasi agak rapat hingga sangat rapat, batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh, curah hujan tinggi.

Kenyaman iklim dianalisis melalui perhitungan kuantitatif menggunakan metode Thermal Humadity Index (THI) dengan rumus:

THI = ,8T + RH × T5

Keterangan : T = Suhu (˚C)

RH = Kelembaban relatif (%)

*standar kenyamanan daerah tropis 27 ˚C (Laurie, 1990)

2. Aspek Wisata

Analisis aspek wisata menggunakan metode deskriptif dan spasial. Komponen yang dianalisis mengacu pada Gunn (1979) yang diacu pada Smith (1989), yaitu komponen keindahan visual, potensi objek dan atraksi, aksesibilitas dan fasilitas penunjang.

Komponen keindahan visual dianalisis untuk mendukung program wisata yang akan dikembangkan. Area dengan kualitas visual baik dapat dijadikan sebagai potensi pada kawasan wisata, sedangkan area dengan kualitas visual buruk menjadi kendala yang harus diatasi. Objek dan atraksi dianalisis dengan menentukan titik-titik yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Penilaian dilakukan menggunakan kriteria dan indikator yang dikemukanan oleh Avenzora (2008). Kriteria tersebut terdiri dari tujuh aspek penilaian meliputi aspek keunikan, aspek kelangkaan, aspek keindahaan, aspek seasonality, aspek sensivitas, aspek aksesibilitas, dan aspek fungsi sosial. Masing-masing aspek memiliki indikator penilaian. Tiap objek/atraksi mendapat nilai 1 jika sesuai dengan indikator penilaian. Kemudian nilai tersebut dijumlah dan diklasifikasikan dengan rentang nilai rendah dengan skor 7 sampai 18, kategori sedang dengan skor 19 sampai 30 dan kategori tinggi dengan skor 31 sampai 42. Penilaian dilakukan oeleh peneliti secara langsung. Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata dapat dilihat pada Tabel 3.


(32)

Tabel 3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata

No. Aspek Indikator Skor

1. Keunikan a.Bentuk gejala alam sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya

1 b.Warna-warna gejala alam sangat berbeda dengan

gejala alam sejenis pada umumnya

1 c.Manfaat dan fungsi gejala alam sangat berbeda

dengan gejala alam sejenis pada umumnya

1 d.Tempat dan ruang gejala alam sangat berbeda

dengan gejala alam sejenis pada umumnya

1 e.Waktu gejala alam sangat berbeda dengan gejala

alam sejenis pada umumnya

1 f.Ukuran dimensi gejala alam sangat berbeda

dengan gejala alam sejenis pada umumnya.

1 2. Kelangkaan a.Gejala alam tergolong dalam daftar kelangkaan

internasional

1 b.Gejala alam tergolong dalam daftar kelangkaan

nasional

1

c.Gejala alam tidak ada di provinsi lain 1

d.Gejala alam tidak ada di kabupaten lain 1

e.Gejala alam tidak ada di kecamatan lain 1

f.Pengulangan proses kejadian sangat langka dalam kurun waktu tertentu.

1 3. Keindahan a.Keindahan komposisi dan nuansa bentuk dari

gejala alam

1 b.Keindahan komposisi dan nuansa warna dari

gejala alam

1 c.Keindahan komposisi dan nuansa dimensi dari

gejala alam

1 d.Keindahan komposisi dan nuansa gejala alam dari

gejala alam tersebut

1 e.Keindahan komposisi dan nuansa visual dari

gejala alam

1 f.Kepuasan psikologi pengunjung dari komposisi

dan nuansa yang dihasilkan gejala alam.

1 4. Seasonality a.Gejala alam hanya muncul dan dinikmati

pengunjung beberapa saat pada hari tertentu

1 b.Gejala alam hanya muncul dan dinikmati

pengunjung pada hari tertentu dalam minggu tertentu

1

c.Gejala alam hanya muncul dan dinikmati pengunjung pada minggu tertentu dalam bulan tertentu

1

d.Gejala alam hanya muncul dan dinikmati pengunjung pada bulan tertentu dalam tahun tertentu

1

e.Gejala alam hanya muncul dan dinikmat pengunjung pada bulan tertentu dalam kondisi tahun tertentu

1

f.Gejala alam hanya muncul dan dinikmati pengunjung pada kelompok umur, fisik, dan status sosial tertentu.


(33)

Tabel 3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata (lanjutan)

No. Aspek Indikator Skor

5. Sensitifitas a.Peristiwa kejadian alam tidak terpengaruh oleh kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung

1 b.Kualitas kejadian alam tidak terpengaruh oleh

kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung

1 c.Kuantitas kejadian alam tidak terpengaruh oleh

kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung

1 d.Kehadiran pengunjung untuk menikmati gejala

alam tidak mempengaruhi terjadinya kejadian fenomena alam lain di sekitarnya

1

e.Kontak fisik tidak akan menyebabkan berubahnya secara permanen kualitas dan kuantitas gejala alam tersebut dan gejala alam lain

1

f.Daya dukung fisik, ekologis, dan psikologis tidak terganggu.

1 6. Aksesibilitas a.Lokasi gejala alam dapat dijangkau menggunakan

kendaraan umum maksimal dua jam dari ibukota kabupaten

1

b.Lokasi gejala alam dapat dijangkau menggunakan kendaraan umum maksimal satu jam dari ibukota kecamatan

1

c.Lokasi gejala alam dapat dijangkau dengan semua jenis kendaraan roda empat

1 d.Pengunjung dapat sampai ke lokasi gejala alam

tanpa harus melanjutkan perjalan denan berjalan kaki melebihi dua kilometer

1

e.Tersedia kendaraan umum untuk mecapai lokasi yang

1 beroperasi minimal 16 jam perhari

f.Lokasi dapat dicapai dalam segala kondisi cuaca. 1 7. Fungsi

sosial

a.Gejala alam tersebut diyakini masyarakat sekitar mempuyai sejarah yang sangat kuat dengan permulaan komunitas di sekitar kawasan tersebut

1

b.Gejala alam masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen kehidupan sosial/budaya keseharian masyarakat sekitar

1

c.Gejala alam hingga kini masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada berbagai upacara budaya dalam dinamika budaya masyarakat setempat

1

d.Gejala alam tersebut hingga kini hanya digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada upacara budaya tertentu dalam dinamika sosial budaya masyarakat lokal

1

e.Gejala alam tersebut digunakan sebagai salah satu sumber kegiatan ekonomi dalam keseharan masyarakat lokal

1

f.Gejala alam tersebut menjadi salah satu identitas kawasan bagi masyarakat lokal hingga kini

1


(34)

3. Aspek Sosial Budaya

Aspek sosial budaya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pembuat kebijakan dan responden terkait preferensi mereka mengenai keberadaan dan kondisi Waduk Koto Panjang sebagai tempat wisata.

4. Aspek Legal

Analisis aspek legal dilakukan untuk mengetahui rencana pengembangan di masa yang akan datang oleh pemerintah terkait terhadap kawasan Waduk Koto Panjang. Analisis dilakukan dengan mempelajari RTRW Kabupaten Kampar. Hasil analisis ini diharapkan sejalan dengan pengembangan yang akan dilakukan pemerintah terkait kedepanya sehingga dapat memberi manfaat bagi pemerintah, pengelola dan masyarakat setempat.

Selain menganalisis keempat aspek tersebut, analisis daya dukung juga perlu dilakukan untuk menghitung luas area yang dibutuhkan untuk pengembangan suatu kegiatan wisata. Jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung dalam satu tempat pada satu waktu perlu diperhitungkan agar keberadaan sejumlah pengunjung tidak mengurangi kenyaman dan memberi dampak negatif bagi lingkungan. Perhitungan daya dukung wisata dilakukan menggunakan Boulon (1985) dalam Soebagio (2004).

DD =A T = DD × K K =N

Keterangan:

DD = Daya dukung

A = Area yang digunakan wisata S = Standar rata-rata individu

T = Total hari kunjungan yang diperbolehkan K = Koefisien rotasi

N = Jam kunjungan perhari area yang diperbolehkan R = Rata-rata waktu kunjungan

Sintesis

Tahap sintesis merupakan tahap lanjutan analisis data yang dijadikan sebagai bahan acuan dalam penentuan ruang yang akan dikembangkan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada tapak melalui pendekatan ekologis yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan. Dalam tahap ini dilakukan penyesuaian data terhadap standar yang ada dan direncanakan program kebutuhan ruang, fungsi dan hubungan ruang. Hasil sintesis berupa alternatif perencanaan lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata.

Pembagian kawasan kedalam zona pengembangan didasarkan kepada hasil komposit analisis yang terlebih dulu dilakukan. Peta komposit berupa peta hasil overlay peta kesesuain fisik dan peta kesesuaian wisata. Peta kesesuaian fisik diperoleh dari overlay peta kemiringan lahan dan peta kerawanan longsor, sedangkan peta kesesuaian wisata mengacu pada komponen utama pengembangan wisata menurut Gunn (1979) didalam Smith (1989). Komponen utama pengembangan wisata meliputi kualitas visual, potensi objek dan atraksi yang sudah ada, fasilitas pendukung dan aksesibilitas pada tapak. Produk sintesis berupa pengembangan ruang wisata dalam bentuk rencana blok.


(35)

Konsep dan Pengembangan Konsep

Pada tahap ini dilakukan penentuan konsep yang dibuat menggunakan menggunakan pendekatan ekowisata hingga terbentuk konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, konsep sirkulasi dan konsep vegetasi.

Perencanaan

Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil perencanaan disajikan dalam bentuk lanscape plan kawasan Waduk Koto Panjang meliputi rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas wisata, rencana sirkulasi dan rencana vegetasi. Hasil perencanaan disertai dengan gambar ilustrasi, referensi yang akan dikembangkan dan tabel rencana daya dukung.


(36)

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

Gambaran Umum Kabupaten Kampar

Kabupaten Kampar merupakan kabupaten yang terletak di bagian barat Provinsi Riau. Secara geografis, Kabupaten Kampar terletak pada 01˚00’40” LU sampai 00˚27’00” LS dan 100˚28’30” sampai 101˚14’30” BT dengan luas wilayah 1.128.928 ha. Kabupaten Kampar berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak di sebelah utara, Kabupaten Kuntan Singingi di sebelah selatan, Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat di sebelah barat, dan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak di sebelah timur. Kabupaten ini terdiri dari 21 kecamatan dan 250 desa/kelurahan yang terdiri dari 178 desa/kelurahan tidak tertinggal, 55 desa/kelurahan tertinggal dan 17 desa/kelurahan sangat tertinggal (BPS Kab. Kampar, 2014).

Sumber: Bappeda Kabupaten Kampar, 2015

Gambar 4 Peta administrasi Kabupaten Kampar

Kabupaten Kampar dilalui oleh dua sungai utama. Sungai Kampar dengan panjang kurang lebih 413,5 kilometer. Kedalaman rata-rata sungai ini adalah 7,7 meter dengan lebar muka air rata-rata 143 meter. Sungai ini secara keseluruhan berada pada wilayah administrasi Kabupaten Kampar. Sungai Siak bagian hulu dengan panjang 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 sampai 12 meter. Salah satu fungsi aliran sungai ini sebagai sumber energi listrik yang dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang.

Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar didominasi oleh perkebunan dengan luas 401.246 ha (35,54%). Kemudian luas lahan terbangun, pekarangan dan lahan sekitarnya adalah 354.549 ha (30,61%), ladang huma dengan luas 92.251,5


(37)

ha (8,17%), kawasan tegal kebun dengan luas 91.044 ha (8,06%), kolam dengan luas 7.135 ha (0,63%), area hutan dengan luas 65.927 ha (5,84%), lahan tidak diusahakan dengan luas 37.722 ha (3,34%), lahan persawahan dengan luas 10.679 ha (0,95%), area padang rumput dengan luas 6.717 ha (0,59%), lain-lain dengan luas 171.909 ha (15,23%) (BPS Kab. Kampar, 2014).

Sumber: Bappeda Kabupaten Kampar, 2015

Gambar 5 Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar Demografi Kabupaten Kampar

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Kampar berjumlah 753.376 jiwa. Jumlah ini terdiri dari 395.970 jiwa laki-laki (52,56%) dan perempuan 370.381 jiwa perempuan (47,44%). Jumlah ini terdistribusi ke 21 kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Siak Hulu sebesar 94.069 jiwa. Distribusi penduduk di Kabupaten Kampar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi Penduduk Kabupaten Kampar

Kecamatan Luas

(km2)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Kampar Kiri 915,33 28.690 31

Kampar Kiri Hulu 1.301,25 11.547 9

Kampar Kiri Hilir 759,74 11.051 15

Kampar Kiri Tengah 330,59 25.839 78

Gunung Sahilan 597,97 18.780 32

XIII Koto Kampar 732,40 23.194 32


(38)

Tabel 4 Distribusi penduduk Kabupaten Kampar (lanjutan)

Kecamatan Luas

(km2)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Kuok 151,41 24.238 160

Salo 207,83 24.947 120

Tapung 1.365,97 90.091 66

Tapung Hulu 1.169,15 76.097 65

Tapung Hilir 1.013,56 57.092 56

Bangkinang 177,18 37.781 213

Bangkinang Seberang 253,50 31.860 126

Kampar 136,28 48,793 358

Kampar Timur 173,08 23.334 135

Rumbio Jaya 76,92 16.623 216

Kampar Utara 79,84 16.602 208

Tambang 371,94 57.652 155

Siak Hulu 689,80 94.069 136

Perhentian Raja 111,54 16.873 151

Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Dengan luas wilayah Kabupaten Kampar yang mencapai 11.289,28 km2, kabupaten ini memiliki kepadatan penduduk rata-rata sebesar 67 jiwa/km2. Angka ini menunjukan bahwa Kabupaten Kampar tergolong kedalam golongan daerah dengan kepadatan penduduk kurang padat berdasarkan pada undang-undang No. 56 tahun 1960 pasal 1 ayat 3 dengan kriteria dalam rentang 51 sampai 250 jiwa/km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah kecamatan Kampar dengan kepadatan sebesar 358 jiwa/km2. Kemudian Kecamatan Rumbio Jaya sebesar 216 jiwa/km2 dan disusul oleh ibu kota kabupaten, Bangkinang sebesar 213 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Kampar Kiri Hulu dengan kepadatan penduduk sebesar 9 jiwa/km2, disusul oleh Kecamatan Kampar Kiri Hilir dimana kedua kecamatan ini didominasi oleh hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi dan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun swasta.

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

Kampar Kiri 14.804 13.886 28.690 93,8

Kampar Kiri Hulu 5.850 5.698 11.547 97,4

Kampar Kiri Hilir 5.769 5.282 11.051 91,6

Kampar Kiri Tengah 13.485 12.353 25.839 91,6

Gunung Sahilan 9.862 8.916 18.780 90,4

XIII Koto Kampar 11.844 11.350 23.194 95,8

Koto Kampar Hulu 9.355 8.867 18.222 94,8

Kuok 12.185 12.054 24.238 98,9

Salo 12.679 12.269 24.947 96,8

Tapung 47.035 43.052 90.091 91,5

Tapung Hulu 39.719 36.374 76.097 91,6

Tapung Hilir 29.697 27.393 57.092 92,2

Bangkinang 19.114 18.669 37.781 97,7

Bangkinang Seberang 16.067 15.796 31.860 98,3


(39)

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin (lanjutan)

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

Kampar Timur 11.794 11.541 23.334 97,9

Rumbio Jaya 8.400 8.224 16.623 97,9

Kampar Utara 8.235 8.369 16.602 98,4

Tambang 29.588 28.065 57.652 94,9

Siak Hulu 48.426 45.643 94.069 94,3

Perhentian Raja 8.791 8.081 16.873 91,9

Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Kabupaten Kampar memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata tahun 2004 sampai 2013 sebesar 3,69%. Persentase ini tergolong pada tingkat pertumbuhan peduduk tinggi karena lebih dari 2%. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 7,84%. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kampar secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013

Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Pertambahan Penduduk (jiwa)

Laju Pertumbuhan (%)

2004 544.543 - -

2005 559.586 15.043 2,76

2006 603.473 43.887 7,84

2007 615.517 12.044 1,99

2008 633.320 17.803 2,89

2009 679.285 45.965 7,26

2010 688.204 8.919 1,31

2011 715.382 27.178 3,95

2012 733.506 18.124 2,53

2013 753.376 19.870 2,71

Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kampar mengalami dua kali penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2007 dengan penurunan sebesar -5,90% dan tahun 2010 dengan penurunan sebesar -5,95%. Tren pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013 disajikan pada Gambar 6.

Dari total penduduk Kabupten Kampar, 60,61% tergolong kedalam angkatan kerja yang terdiri dari 57,27% bekerja dan 5,51% pengangguran. Sedangkan sebesar 39,39% tergolong kedalam bukan angkatan kerja. Persentase penduduk Kabupaten Kampar menurut kegiatan utamanya dapat dilihat pada Tabel 7.

Pada tahun 2013, tiga sektor pekerjaan tertinggi adalah sektor jasa yaitu 46,67%, sektor pertanian yaitu 38,89% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 14,41%.


(40)

Gambar 6 Pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kampar 2004-2013 Tabel 7 Persentase penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Kabupaten

Kampar 2013

Kegiatan Utama Laki-laki

(%)

Perempuan (%)

Laki-laki+Perempuan (%)

Angkatan Kerja 83,74 36,14 60,61

Bekerja 80,29 32,92 57,27

Pengangguran 4,12 8,90 5,51

Bukan Angkatan Kerja 16,26 63,86 39,39

Sekolah 11,41 12,26 11,83

Mengurus Rumah 1,70 49,90 25,12

Lainnya 3,15 1,70 2,44

Sumber: Riau Dalam Angka, 2013

Gambaran Umum Kawasan Waduk PLTA Koto Panjang

Sejarah Waduk Koto Panjang

Waduk Koto Panjang merupakan waduk yang terletak di perbatasan antara Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat. Kawasan ini berupa danau buatan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dengan Sungai Batang Mahat sebagai sumber daya bagi pembangkit listrik tenaga air untuk menyuplai energi bagi Kota Pekanbaru dan daerah sekitarnya. Pembangunan waduk ini merupakan salah satu hasil kebijakan ekonomi nasional pada tahun 1970.

Proyek pembangunan kawasan Waduk PLTA Koto Panjang dimulai tahun 1979 dengan melibatkan tiga lembaga asal Jepang, yaitu TEPSCO (Tokyo Electric Power Service Co Ltd.), JICA (Japan International Cooperation Agency) dan OECF (Overseas Economic Cooperation Fund) dengan biaya US$ 300 juta (Witrianto, 2014). Proses pembangunan kawasan waduk selesai pada tahun 1996 dan penggenangan air dilakukan pada tahun 1997. Pembangunan kawasan Waduk Koto menenggelamkan sepuluh desa yang terdiri dari delapan desa di Provinsi Riau dan

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Ju m lah Pend u d u k Tahun Laki-laki Perempuan


(41)

2 nagari (desa) di Provinsi Sumatera Barat dengan luas genangan 12.400 ha. Dua nagari yang ditenggelamkan adalah Tanjuang Balik dan Tanjuang Pauah, sedangkan delapan desa yang ditenggelamkan adalah Desa Muara Mahat, Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Pulau Gadang, Desa Pongkai, Desa Muara Takus, Desa Gunung Bungsu, dan Desa Koto Tuo. Desa-desa tersebut kemudian direlokasi ke daerah baru di sekitar kawasan waduk.

Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru

PLTA Koto Panjang mampu membangkitkan tenaga listrik maksium sebesar 114 MW sehingga total produksi energi tahunan rata-rata sebesar 542 GWh. Pembangkit ini memiliki tiga unit pembangkit dengan kapasitas 38 MW per unitnya.

Batas Geografis dan Administrasi

Secara administratif, Kawasan Waduk Koto Panjang berlokasi di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kawasan waduk Koto Panjang meliputi beberapa desa, yaitu Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Muara Takus, Desa Ranah Sungkai, Desa Binamang, Desa Pongkai Istiqomah dan Desa Koto Tuo Barat. Desa Batu Bersurat merupakan desa yang sering dijadikan tempat orang untuk memulai kegiatan berwisata di waduk. Secara geografis, Kawasan Waduk Koto Panjang terletak pada ketinggian 32 sampai 570

mdpl dengan posisi koordinat 0°18'50.78” LU dan 100°46'38.28” BT. Gambar 7 Peta relokasi permukiman baru


(42)

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki luas genangan pada kondisi

Ga

mbar

8 P

eta s

eba

ra

n d

esa

pa

da

t

apa


(43)

maksimal seluas 12.400 ha. Kapasitas genangan air pada waduk ini mampu mencapai 1.545 juta m3. Keberadaan air di Waduk Koto Panjang sangat penting bagi masyarakat sekitar waduk untuk kegiatan sehari-hari. Untuk kegiatan pertanian sendiri, keberadaan waduk kurang dimanfaatkan oleh masyarakat karena lahan di sekitar waduk banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan karet, kelapa sawit dan gambir yang tidak terlalu memerlukan irigasi.

Menurut data pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh PLN sektor pembangkitan Kota Pekanbaru menunjukan bahwa waduk Koto Panjang memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) seluas 896,98 km2 yang terdiri atas hutan lindung (64%), hutan produksi (34%) dan lainnya (2%). Luasan ini mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan data lima tahun sebelumnya. Pada Mei 2008, luas daerah tangkapan air seluas 1.053 km2, pada Juli 2009 menurun menjadi 1.041 km2, pada Juni 2010 menurun menjadi 904,33 km2, dan pada Mei 2011 menurun menjadi 898,09 km2. Dilihat dalam rentang tahun 2008 hingga 2011 terjadi penurunan luas daerah tangkapan air sebesar 156,02 km2.

Penelitian ini meliputi kawasan sembilan desa di Kecamatan XIII Koto Kampar yaitu Desa Tanjung Alai, Pongkai Istiqomah, Binamang, Ranah Sungkai, Batu Bersurat, Koto Tuo Barat, Muara Takus, Koto Tuo, dan Gunung Bungsu. Desa-desa ini adalah desa yang berada di tepi Waduk Koto Panjang. Luas total wilayah perencanaan pada penelitian ini adalah sebesar 368,92 km2. Wilayah perencanaan dapat dilihat pada Gambar 11.

Aksesibilitas

Kawasan Waduk Koto Panjang terletak di jalur penghubung antara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. kawasan ini berjarak kurang lebih 87 km dari Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat dan berjarak 20 km dari Bangkinang, Provinsi Riau. Jalur ini banyak dilalui oleh kendaraan terutama ketika hari libur baik itu kendaraan pribadi maupun angkutan umum antar daerah. Hingga saat ini belum tersedia angkutan umum yang khusus untuk menuju ke kawasan waduk sehingga wisatawan yang datang ke kawasan ini banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Peta akses menuju lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.


(44)

Prasarana transportasi menuju waduk berupa jalan aspal lintas provinsi. Lokasi waduk yang terletak di kawasan dengan topografi berbukit-bukit menyebabkan lebar jalan yang minim. Jalan memiliki dua lajur dengan lebar tiap lajur tiga meter sehingga sedikit menyulitkan bagi pengendara mobil ketika saling berselisih terutama bagi kendaraan golongan II. Kondisi jalan pada umumnya baik, namun terdapat beberapa titik jalan yang berlubang dan bergelombang yang disebabkan oleh faktor cuaca serta kurang terkontrolnya pemeliharaan yang dilakukan oleh pemerintah terkait. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah keberadaan lampu jalan yang sangat dibutuhkan disepanjang jalan menuju lokasi. Saat berkendara dimalam hari, lampu jalan sangat membantu kemampuan visual pengendara. Terlebih lagi kondisi jalan yang berada di pinggiran lereng dengan kanopi pohon yang lebar menyebabkan kondisi jalan sangat gelap. Selain itu, papan penunjuk lokasi sangat kurang di sepanjang jalan menuju lokasi waduk.

Jalan yang berkelok-kelok membutuhkan kehati-hatian lebih saat berkendara terutama pada titik belokan jalan. Convex mirror/safety mirror dapat ditempatkan di titik-titik belokan untuk membantu pengendara. Pada beberapa titik jalan menuju waduk memang ditempatkan convex mirror, namun beberapa cermin tersebut berada pada kondisi yang tidak layak/rusak sehingga tidak membantu pengendara saat berkendara. Hal ini disebabkan oleh tindakan vandalisme oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kondisi akses menuju lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Tikungan tajam

Jalan dengan suasana alam Penambangan batu gunung


(45)

Ga

mbar

11 P

eta b

atas ta

p

ak pe

ne

li

ti


(46)

Ga

mbar

12 P

eta

akse

s m

enuju l

oka

si pene

li

ti


(47)

Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Koto Panjang

Kawasan Waduk Koto Panjang termasuk ke dalam sembilan wilayah administrasi desa di Kecamatan XIII Koto Kampar. Jumlah penduduk dari kesembilan desa ini adalah 14.848 jiwa yang terdiri dari 7.872 laki-laki dan 6.978 perempuan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan waduk sebagian besar memiliki mata pencaharian berkebun. Tanaman yang ditanam berupa tanaman kelapa sawit, karet dan gambir. Hal ini tidak terlepas dari awal mula proyek pembuatan bendungan PLTA Koto Panjang yang harus merelokasi permukiman warga kelokasi baru dimana tiap rumah tangga diberikan sebidang tanah dan petak lahan perkebunan sebagai mata pencaharian baru setelah direlokasi.

Tabel 8 Jumlah penduduk di kawasan Waduk Koto Panjang

Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

Batu Bersurat 1.402 1.339 2.741

Binamang 577 731 1.308

Koto Tuo 1.700 1.000 2.700

Koto Tuo Barat 584 532 1.116

Muara Takus 628 652 1.280

Ranah Sungkai 623 524 1.147

Tanjung Alai 1.183 1.145 2.328

Pongkai Istiqomah 355 329 684

Gunung Bungsu 820 725 1.545

Sumber: XIII Koto Kampar Dalam Angka, 2014

Selain itu, masyarakat sekitar waduk juga ada yang bekerja di sektor perikanan dengan menggunakan keramba jaring apung. Keramba ini banyak dijumpai di sekitar pintu bendungan waduk yang menurut pihak PLN sebagai pengelola, daerah di sekitar waduk merupakan daerah steril dari bentuk pemanfaatan oleh warga.

Tabel 9 Jumlah keramba dan penempatannya di Waduk Koto Panjnag

Lokasi Jumlah Keramba

(Unit)

Luas (m2)

Dam site 938 33.768

Jembatan Kampar 31 1.116

Jembatan Gulamo 248 8.928

Pongkai Istiqomah 6 96

Koto Tuo 16 256

Jumlah 1.239 44.164

Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Kota Pekanbaru, 2013

Di samping sektor pertanian, masyarakat juga ada yang bekerja di sektor non-pertanian, yaitu sektor perdagangan dan jasa. Jenis kegiatan non-pertanian yang terlihat di sekitar kawasan waduk antara lain berupa kios dan kantin makanan, kios pengisian bahan bakar eceran, jasa tempat penitipan kendaraan bagi pengunjung, jasa sewa perahu, dan jasa wisata pancing. Kegiatan ini dikelola secara swadaya di bawah naungan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Waduk Koto Panjang.


(48)

Kondisi Pengelolaan Waduk Koto Panjang

Pada mulanya, keberadaan Waduk Koto Panjang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan debit air yang digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Seiring berjalannya waktu, muncul fungsi tambahan dari waduk yang dapat dikembangkan sebagai potensi wisata daerah. Potensi wisata yang dapat dilihat di kawasan Waduk Koto Panjang adalah wisata air dengan memanfaatkan genangan waduk yang unik dengan bentuk dendritik dan wisata alam dengan beberapa potensi objek dan atraksi wisata serta introduksi pengetahuan tentang pentingnya melestarikan alam. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan karena kawasan ini belum memiliki pengelola yang benar-benar mengelola kawasan waduk secara baik.

Menurut hasil wawancara kepada ketua Pokdarwis, belum ada pengelola yang ingin mengembangkan kawasan tersebut termasuk pemerintah daerah selaku pembuat kebijakan dan PLN sektor pembangkitan Pekanbaru selaku yang memiliki kewenangan terhadap kawasan waduk. Pihak PLN dalam kegiatanya menjaga kelestarian sumber daya perairan di sekitar waduk telah membuat zona-zona penggunaan yang terdiri dari zona konservasi sumber daya perikanan, zona pemancingan, zona budi daya perikanan, zona wisata air, dan zona keamanan di sekitar bendungan. Zona pengembangan kawasan waduk oleh pihak PLN terlihat pada Gambar 13.

Pokdarwis merupakan organisasi masyarakat yang peduli wisata di kawasan PLTA Koto Panjang. Kelompok ini terhitung baru didirikan pada tahun 2011. Pokdarwis berada dibawah pengawasan langsung dinas pariwisata Kabupaten Kampar. Meski begitu, fasilitas yang dimiliki oleh Pokdarwis sangat terbatas dan tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk kegiatan wisata yang layak. Untuk menutupi kekurangan fasilitas yang dibutuhkan, Pokdarwis melibatkan masyarakat di sekitar waduk. Pokdarwis menyediakan paket wisata berupa wisata mancing dan rekreasi keliling waduk.

Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, 2015


(49)

Berdasarkan potensi yang ada di Waduk Koto Panjang, kawasan ini dapat dikembangkan kearah kegiatan wisata air dan wisata darat. Menurut hasil wawancara ketua pokdarwis, kegiatan yang paling diminati pengunjung yang datang ke kawasan waduk adalah memancing. Namun, ketersediaan fasilitas penunjang yang terbatas menjadi kendala tersendiri. Pokdarwis tercatat hanya memiliki tiga unit mesin kapal. Maka dari itu, warga yang memiliki perahu motor turut diberdayakan untuk memenuhi permintaan pengunjung terutama ketika hari libur dan akhir pekan. Selain itu, potensi wisata air juga didukung dengan adanya pulau-pulau yang berada di tengah waduk yang biasa disebut pulau tonga oleh warga sekitar.

wisata darat yang dapat dikembangkan adalah camping ground. Kegiatan ini banyak dilakukan pengunjung terutama mahasiswa. Sejalan dengan kegiatan berkemah, biasanya pengunjung juga berwisata mengelilingi waduk serta melihat beberapa air terjun yang tersebar di kawasan waduk. Air terjun yang sering dikunjungi oleh pengunjung adalah air terjun Arao Besar. Dalam perjalanan menuju lokasi air terjun akan banyak ditemui batang pohon mati bermunculan dari dalam air. Batang pohon ini merupakan sisa-sisa dari area yang ditenggelamkan akibat pembangunan bendungan PLTA Koto Panjang. Hal ini menambah keunikan dari Waduk Koto Panjang.

b. Jalan lama a. Sekitar pintu waduk

d. Perahu sewaan c. Kios makanan

f. Panorama waduk e. Keramba jaring apung


(50)

Perdagangan dan jasa merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari area wisata. Oleh karena itu, pengembangan kawasan waduk sebagai kawasan ekowisata akan memiliki kontribusi kepada peningkatan kegiatan perdagangan dan jasa untuk menambah pemasukan bagi desa dan warganya.

Tabel 10 Sarana perekonomian di sekitar Waduk Koto Panjang

Desa Pasar Umum Toko Kios Warung Koperasi Daerah

Batu Bersurat 1 4 20 1

Binamang 0 0 9 0

Koto Tuo 1 10 19 1

Koto Tuo Barat 0 3 14 0

Muara Takus 1 4 16 0

Ranah Sungkai 1 3 18 0

Tanjung Alai 1 4 18 0

Pongkai Istiqomah 0 1 10 0

Gunung Bungsu 1 5 9 0

Jumlah Total 6 34 133 2


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Ekologi

Fisik

1. Kesesuaian untuk Kawasan Pelestarian Waduk

Penetapan kawasan pelestarian waduk dikaitkan dengan kesesuaian kawasan untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan. Menurut Sitorus (1985), perencanaan penggunaan lahan hutan menggunakan tiga faktor evaluasi yaitu lereng, erodibilitas tanah, dan curah hujan.

Kawasan waduk didominasi oleh lahan dengan kemiringan curam dan sangat curam seluas 162,04 km2. Peta dan tabel klasifikasi kelas kemiringan lahan kawasan waduk dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 11.

Tabel 11 Klasifikasi untuk kawasan pelestarian

Kemiringan (%) Kelas Kepekaan Luas (km2)

0-3 1 0

3-8 2 7,62

8-15 3 38,18

15-25 4 116,16

25-45 dan >45 5 162,04

Sumber: Sitorus (1985)

Terdapat dua jenis tanah di kawasan waduk, yaitu tanah organosol glei humus dan tanah podsolik merah kekuningan. Jenis tanah podsolik merah kuning tergolong ke dalam kelas 4 (peka) terhadap erosi sedangkan jenis tanah organosol glei humus tergolong ke dalam kelas 5 (sangat peka) terhadap erosi. Curah hujan harian kawasan waduk berada pada rentang 20,1 sampai 23,5 mm/hari. Oleh karena itu, curah hujan kawasan waduk tergolong ke dalam kelas 3.

Kesesuaian kawasan pelestarian diperoleh dari hasil nilai overlay peta kesesuaian lereng, peta erodibilitas tanah, dan peta curah hujan kawasan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh area dengan nilai kurang dari 175 dan lebih dari 175. Area dengan nilai lebih dari 175 ditetapkan sebagai kawasan pelestarian waduk. Peta kesesuaian untuk kawasan pelestarian waduk dapat dilihat pada Gambar 16.

2. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata a. Topografi dan Kemiringan

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki topografi yang berbukit-bukit terutama di bagian timur kawasan waduk. Sedangkan kawasan bagian barat waduk memiliki topografi relatif landai. Kawasan ini memiliki ketinggian yang bervariasi dalam rentang ketinggian antara 32 meter di atas permukaan laut sampai dengan 570 meter di atas permukaan laut. Luas badan air utama waduk yang terhitung melalui digitasi peta hidrologi adalah 111.23 km2. Area genangan air ini mencakup 26% dari luas tapak penelitian yang dilakukan. Gambaran kawasan Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Gambar 17.


(52)

(53)

G

amba

r

16

Peta

k

ese

sua

ia

n un

tuk ka

w

as

an pe

le

sta

ria


(54)

Gambar 17 Gambaran kawasan waduk Koto Panjang

Kondisi kemiringan lereng kawasan Waduk Koto Panjang diklasifikasikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dengan kriteria seperti yang tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12 Klasifikasi kemiringan lahan

Kemiringan Sifat Wilayah Selisih Ketinggian (m)

0 - 8% Datar 0-15

8 - 15% Landai 15-50

15 - 25% Agak curam 50-200

25 - 40% Curam 200-500

>40% Sangat curam >500

Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Berdasarkan olahan data digital elevation model, kawasan Waduk Koto Panjang yang meliputi Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Muara Takus, Desa Ranah Sungkai, Desa Binamang, Desa Pongkai Istiqomah dan Desa Koto Tuo Barat diketahui memiliki kelas kemiringan lahan yang beragam. Data mengenai klasfikasi kemiringan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13 Persentase area kemiringan lahan

Kemiringan Luas area (km2) Persentase (%)

0 - 8% 7.62 2.35

8 - 15% 38.18 11.79

15 - 25% 116.16 35.86

25 - 40% 93.58 28.89

>40% 68.38 21.11

Total 323.92 100.00

Kawasan Waduk Koto Panjang didominasi oleh lahan dengan sifat kemiringan agak curam (15-25%) dan landai (8-15%). Area dengan sifat kemiringan agak curam memiliki persentase luasan sebesar 27.1% dari luas area darat tapak penelitian atau seluas 85.9 km2, sedangkan area dengan sifat kemiringan landai memiliki persentase luasan sebesar 25.3 % dari luas area darat tapak penelitian atau seluas 80.3 km2. Untuk area dengan sifat kemiringan curam dan sangat curam, masing-masing memiliki persentase luasan sebesar 19.6% dan 11.6 % dari luas area darat tapak penelitian. Area dengan sifat curam dan sangat


(1)

Lampiran 2. Kuesioner penelitian kepada potensi pasar wisatawan di Kota Pekanbaru

Kuesioner penelitian kepada pengunjung objek wisata Waduk Koto Panjang Departemen Arsitektur Lanskap

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Judul Skripsi Penelitian : Perencanaan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Oleh : Dwiko Adam Elwalid / A44110061

KUISIONER BAGI POTENSI PASAR WISATAWAN OBJEK WISATA WADUK KOTO PANJANG

Selamat pagi/siang/sore/malam. Saya mengucapkan terima kasih sebelumnya karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan penelitian saya. Saya Dwiko Adam Elwalid, mahasiswa semester 8 Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Saya mengharapkan partisipasi Saudara/Saudari untuk menjadi responden dari kuesioner penelitian saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya. Terima kasih.

5. Identitas Responden 5.1.Jenis kelamin :

□ Laki-laki □ Perempuan

5.2.Umur :

□ <17 tahun □ 26-55 tahun □ 17-25 tahun □ >55 tahun 5.3.Pendidikan terakhir :

□ SD □ SMA □ S2

□ SMP □ S1 □ S3

5.4.Pekerjaan :

□ Siswa □ Pegawai swasta

□ Mahasiswa □ Wirausaha

□ PNS □ Ibu rumah tangga

□ TNI/Polisi □ Lainnya: ...

5.5.Daerah asal :

... ...


(2)

6. Persepsi Kondisi Lanskap dan Objek Wisata

Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik khusus yang tersusun atas elemen lanskap terdiri dari elemen lanskap alami berupa sungai, laut, gunung dan bentukan lanskap alami lainya serta elemen lanskap buatan berupa danau, taman, formasi batuan atau bangunan, waduk dsb.

6.1. Apakah Anda sudah memiliki pemahaman tentang lanskap?

□ Ya □ Tidak

6.2. Menurut Anda, perlukah penataan lanskap pada kawasan wisata?

□ Ya □ Tidak

6.3. Dengan siapa Anda biasanya berkunjung ke sebuah tempat wisata di Riau? □ Sendiri □ Kelompok kecil (3-10 orang) □ Berdua □ Kelompok besar (>10 orang)

6.4. Moda transportasi yang biasa digunakan untuk menuju tempat wisata di Riau: □ Kendaraan pribadi □ Kendaraan sewaan

□ Kendaraan umum

6.5. Berapa frekuensi Anda melakukan kegiatan wisata di Riau? □ setiap minggu □ 2 sampai 6 kali setahun □ 1 kali sebulan □ 1 kali setahun

6.6. Kapan Anda biasanya melakukan kegiatan wisata di Riau? □ Hari libur □ Hari biasa

6.7. Tujuan wisata yang Anda kunjungi (boleh lebih dari 1): □ Candi muara takus □ Wisata Bono

□ Istana Siak Sri Indrapura □ Waduk PLTA Koto Panjang □ Riau Fantasi □ Taman Nasional Bukit Tiga Puluh

□ Taman Nasional Tesso

Nilo □ Lainnya, ... 6.8. Berapa lama Anda menghabiskan waktu di kawasan wisata?

□ >2 jam □ 1 hari

□ 2 sampai 5 jam □ >1 hari Jika lebih dari 1 hari, dimana Anda menginap?

□ Rumah saudara □ Penginapan sekitar

□ Rumah penduduk □ Lainnya, ... 6.9. Apakah Anda mengetahui kawasan wisata Waduk PLTA Koto Panjang?

□ Ya □ Tidak

Jika ya, dari mana Anda mengetahuinya?

□ Cerita kerabat □ Koran, majalah, leaflet

□ Internet □ Lainnya, ... 7. Potensi Wisata (Obyek dan Atraksi Wisata, Fasilitas, dan Informasi) 7.1. Hal apa yang menjadi alasan Anda tertarik untuk berkunjung ke sebuah

kawasan wisata? (boleh lebih dari 1)

□ Keunikan (bentukan alam: air terjun, danau atau bendungan, dsb) □ Kuliner

□ Suasana kawasan alami


(3)

7.2.Apa yang biasa Anda lakukan saat berkunjung ke sebuah kawasan wisata? □ Melihat pemandangan □ Jalan-jalan

□ Duduk-duduk □ Wisata kuliner

□ Piknik □ Lainnya, ... 7.3.Menurut Anda, apa yang perlu ditingkatkan atau diperhatikan pada sebuah

kawasan wisata? (boleh lebih dari 1)

□ Aksesibilitas jalan □ Sarana parkir □ Alternatif transportasi □ Tempat sampah □ Penginapan □ Tempat duduk □ Pusat informasi □ Gazebo (Penaung) □ Tempat ibadah □ Rumah makan

□ Toilet □ Kios souvenir

□ Menara pandang □ Fasilitas pengaman (pagar dsb)

□ Lainnya, ... ... 7.4.Jenis kegiatan apa yang Anda inginkan ketika melakukan kegiatan wisata?

□ Aktivitas air, □ Memancing,

□ Berkemah, area bermain anak, sarana outbound □ Eksplorasi goa

□ Lainnya, ... ... 7.5.Darimana Anda biasa memperoleh informasi kawasan wisata?

□ Cerita kerabat □ Koran, majalah, leaflet

□ Internet □ Lainnya, ... TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA


(4)

Lampiran 3 Ilustrasi beberapa area kawasan perencanaan

Gerbang masuk


(5)

Keramba Jaring Apung Fishing deck


(6)

RIWAYAT HIDUP

Dwiko Adam Elwalid merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Muhammad Ramli Walid dan Yuniarti. Penulis lahir pada 17 April 1993 di Pekanbaru. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Bhayangkari 2 Pekanbaru. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 004 Pekanbaru. Tahun 2000 penulis pindah ke SDN 047 Tembilahan dan tahun 2004 pindah kembali ke SDN 004 Pekanbaru. Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Pekanbaru dan pada tahun 2008 melanjutkan di SMA Negeri 1 hingga lulus pada tahun 2011. Di tahun yang sama, penulis meneruskan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program mayor Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap melalui jalur SNMPTN tertulis. Selama masa pendidikan di IPB, penulis mengambil program minor Manajemen Fungsional di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjalani pendidikan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan kepanitian mahasiswa dengan menjadi Ketua Pelaksana kegiatan Masa Pengenalan Departemen Arsitektur Lanskap tahun 2013 dan Ketua Divisi Logistik dan Transportasi kegiatan International Landscape Architect Student Workshop tahun 2014. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap IPB 2012-2013 dan Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau. Selain itu penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Analisis Tapak tahun ajaran 2015-2016.