Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan

PERENCANAAN LANSKAP PASCA TAMBANG NIKEL PT INCO
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI SOROWAKO
KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

NUR CAHYANI SYAHARUDDIN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako
Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Nur Cahyani S.
NIM A44070013

ABSTRAK
NUR CAHYANI S. Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO
sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi
Selatan. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.
Kegiatan pertambangan selain berdampak positif menjadi sumber suplai
energi, juga mempunyai dampak negatif diantaranya adalah terjadi perubahan
lingkungan terutama degradasi lahan sehingga diperlukan perencanaan total sejak
tahap awal sampai pasca tambang. Penelitian yang dilaksanakan di Bukit Butoh
lahan pasca tambang nikel PT INCO Sorowako ini bertujuan merencanakan
lanskap pasca tambang nikel sebagai kawasan ekowisata yang fungsional dan
estetik melalui deskripsi dan analisis kondisi biofisik sumber daya kawasan pasca
tambang serta deskripsi dan analisis kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar
kawasan pertambangan. Penelitian ini menghasilkan perencanaan kawasan
ekowisata dengan berbagai aktivitas, sarana, dan prasarana dengan

memperhatikan daya dukung tapak, konservasi, pendidikan, budaya lokal, serta
peningkatan kesejahteraan penduduk setempat.
Kata kunci: ekowisata, lanskap pasca tambang, perencanaan lanskap

ABSTRACT
NUR CAHYANI S. Landscape Planning of PT INCO Post-Nickel Mining
for Ecotourism Area in Sorowako Luwu Timur, South Sulawesi. Supervised by
AFRA DN MAKALEW.
Mining activity have a positive impact, such as a source of energy supply
but on the other hand it causes degradation of the environmental quality so there
must be total planning since pre-mining until post-mining. This research was
purposed to formulate the post- nickel mining landscape plan into functional and
aesthetic ecotourism area through the description and analysis of the biophysical
resources and description and analysis of the socio-economic the public around.
This research to develop ecotourism. The consept of this research focused on the
result of this planning process developing an ecotourism area wich the spatial,
tourism activity, facility, carrying capacity plan, conservation, local wisdom, and
improve the welfare of the public around.
Keywords: ecotourism, landscape planning, post-mining landscape


PERENCANAAN LANSKAP PASCA TAMBANG NIKEL PT INCO
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI SOROWAKO
KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

NUR CAHYANI SYAHARUDDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau keseluruhan karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai
Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur
Sulawesi Selatan
Nama
: Nur Cahyani S.
NIM
: A44070013

Disetujui oleh,

L.

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc

Pembimbing

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

2 8 APR 2014

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai
Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur
Sulawesi Selatan
Nama
: Nur Cahyani S.
NIM
: A44070013

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc
Pembimbing


Diketahui oleh,

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas beragam anugerah yang selalu
datang dengan cara yang tak terduga termasuk dalam penyelesaian skripsi ini yang
berjudul Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan
Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur
Lanskap Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang secara
langsung banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan permohonan maaf dan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua, saudara, dan keluarga tercinta yang telah memberi dukungan

moril dan materil,
2. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku dosen akademik sekaligus dosen
pembimbing yang telah memberi banyak masukan, bimbingan, dukungan,
dan waktu selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi,
3. Teman-teman Departemen Arsitektur Lanskap atas dukungan yang telah
diberikan,
4. Bapak Aris Prio Ambodo selaku Manager Mine Rehabilitation INCO atas
bimbingannya,
5. Ibu Erlin Harry selaku Supervisor Mine Nursery atas kesabarannya
membantu penulis selama di lokasi,
6. Bapak Yohan Lawang atas bantuan dan informasinya,
7. Mine Nursery Crew: Om Mansyur, Kak Serlin, Kak Yul, Kak Eko, Kak
Syarif, Kak Hamrun, Kak Risal, Kak Sukma, Kak Ismul, Kak Irfan, Pak
Harun, Kak Dira, atas bantuan, kebersamaan, kekeluargaan, dan
pengalaman yang berharga selama penulis di lokasi,
8. Bu Netty yang semangatnya tak pernah pudar dalam menuntut ilmu atas
dukungan semangat, saran, dan doanya,
9. Suryarisman Pratama, Susi Nurohmi, Lely Rahma, The Tower Group,
Katalis Group,
10. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penulisan yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.
Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
maupun bagi para pembaca agar dapat memberikan yang terbaik untuk
masyarakat. Terima kasih.

Bogor, April 2014
Nur Cahyani S.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

xi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Lanskap

3

Lanskap Pasca Tambang

3

Penambangan Nikel

4

Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap

5

Kawasan Ekowisata

7


METODE
Tempat dan Waktu

9
9

Metode

10

Batasan Studi

12

Bahan dan Alat

12

Kerangka Pikir

12

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

13

Geografis dan Administrasi

13

Aksesibilitas

17

Kependudukan

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Biofisik

20
20

Lokasi dan Aksesibilitas

20

Jenis dan Karakteristik Tanah

21

Topografi dan Kemiringan Lahan

22

Hidrologi

27

Iklim

27

Vegetasi dan Satwa

29

Visual dan Akustik
Aspek Non Fisik

31
33

Kondisi Kependudukan dan Sosial Ekonomi

33

Preferensi Masyarakat

35

Hasil Analisis dan Sintesis

37

Konsep Perencanaan

43

Konsep Dasar

43

Konsep Pengembangan Lanskap

43

Konsep Tata Ruang

43

Konsep Wisata

44

Konsep Fasilitas

44

Konsep Tata Hijau

45

Konsep Sirkulasi

45

Perencanaan Lanskap

47

Rencana Tata Ruang

47

Rencana Aktivitas dan Fasilitas Wisata

51

Rencana Tata Hijau

54

Rencana Sirkulasi

55

Rencana Lanskap

57

SIMPULAN DAN SARAN

64

Simpulan

64

Saran

64

DAFTAR PUSTAKA

65

LAMPIRAN

64

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Jenis, sumber, dan cara pengambilan data
10
2. Jumlah penduduk Kecamatan Nuha
19
3. Mata pencaharian masyarakat Sorowako
19
4. Kondisi kesesuaian tanah pada tapak (Hardjowigeno, 2003)
22
5. Luas area tiap persentase (%) kemiringan lereng
23
6. Curah hujan tahunan (mm) di areal pertambangan PT INCO
28
7. Jenis tanaman pioneer dan tanaman lokal yang terdapat di lokasi
30
8. Persepsi dan preferensi masyarakat
36
9. Hasil analisis dan sintesis
38
10. Kebutuhan ruang berdasarkan fungsi, aktivitas, dan fasilitas
47
11. Alokasi penggunaan ruang dan kapasitas (Daya Dukung)
49
12. Rencana sirkulasi
57

DAFTAR GAMBAR
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.

Halaman
Tahapan proses penambangan bijih nikel
5
Lokasi penelitian
9
Kerangka pemikiran penelitian
12
Area konsesi PT INCO
13
Peta batas tapak
15
Peta eksisting tapak
16
Jalur aksesibilitas
17
Peta aksesibilitas
18
Kondisi jalanan dari lokasi tambang dan dari pusat kota
20
Kondisi tanah dan topografi pada tapak
22
Peta klasifikasi kemiringan lereng
24
Peta kontur
25
Peta analisis kemiringan lahan untuk wisata
26
Danau Langolia
27
Vegetasi sebagai pengontrol radiasi cahaya matahari
29
Good view (1) Vegetasi kantong semar di tebing-tebing tapak (2)
Good view ke arah Danau Matano di sebelah utara tapak
31
Peta analisis visual
32
Kiri: Meoupudi, tradisi penduduk asli Sorowako yaitu menangkap
ikan menggunakan janur. Kanan: Tari Dero
34
Data identitas responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan (Survei 2011)
35
Block plan
42
Konsep ruang pada tapak
44
Konsep sirkulasi
46
Matriks hubungan antar ruang
48
Rencana ruang
50
Rencana wisata
53
Rencana vegetasi
56
Site plan
58
Site Plan (Blow Up 1)
59
Site Plan (Blow Up 2)
60
Site Plan (Blow Up 3)
61
Ilustrasi museum tambang
62
Ilustrasi display alat tambang di taman tambang
62
Ilustrasi wisata interpretasi satwa
63
Ilustrasi jalur pedestrian dan jalur sepeda
63

DAFTAR LAMPIRAN
No
1. Peta revegetasi PT INCO Sorowako (Tahun 1985-2007)

Halaman
64

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha jangka panjang yang
sangat kompleks, rumit dan sarat risiko. Kegiatan ini membutuhkan modal dan
teknologi tinggi serta aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor.
Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar.
Balkau dan Parson (1999) menggolongkan beberapa dampak yang timbul dari
kegiatan pertambangan, di antaranya adalah perubahan lanskap, kehilangan fungsi
lahan, kerusakan habitat dan biodiversitas serta perubahan iklim.
Salah satu ruang lingkup kegiatan pertambangan adalah kegiatan ekstraksi.
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral di dunia dilakukan
dengan pertambangan terbuka (Karliansyah 2001), termasuk ekstraksi nikel.
Teknik tambang terbuka ini menyebabkan terpotongnya puncak gunung yang
berakibat pula pada ketidakseimbangan ekosistem yang ada di dalamnya.
Mengacu kepada perubahan lanskap tersebut maka diperlukan perencanaan
matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Hal ini bertujuan agar tercapai
keseimbangan ekosistem dan ekologi yang berkelanjutan dan menjadi kawasan
yang memiliki nilai guna lebih.
Pertambangan nikel merupakan salah satu andalan perekonomian
Kabupaten Luwu Timur di bawah kuasa pengelolaan PT INCO Tbk. Kegiatan
pertambangan nikel berpusat di Sorowako, 60 km dari ibukota kabupaten. Selain
dikenal sebagi penghasil nikel yang melimpah, Sorowako juga menyimpan
banyak sumber daya hutan dan air. Wilayah yang berada di 400 mdpl dengan
bentang alamnya yang berbukit dan berhutan, mendukung keberadaan
keanekaragaman flora dan fauna. Selain itu didukung pula oleh letak biogeografis
Sorowako yang berada di Pulau Sulawesi yang merupakan kawasan Wallacea.
Hal ini menyebabkan flora dan faunanya bersifat endemis, yakni tidak dimiliki
pulau-pulau besar lainnya.
Potensi kekayaan sumber daya alam tersebut menjadi nilai tambah terhadap
perencanaan lanskap pasca tambang. Potensi tersebut diharapkan dapat
mendukung tercapainya kembali keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan dan
bernilai guna. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut pada lahan pasca
tambang adalah mengembangkan kawasan ekowisata. Ekowisata merupakan
konsep wisata yang mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan
pembangunan ekonomi. Ekowisata juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar dengan melibatkan kerjasama berbagai pihak dalam
perencanaan hingga pengelolaannya. Dalam hal ini, berarti ekowisata tidak hanya
memelihara kelestarian sumber daya alam namun juga diyakini dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya lokal maupun regional.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk menggali
potensi dan sumber daya alam kawasan serta menata lanskap pasca tambang guna
melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan yang baik,

2

fungsional dan estetik dengan ikut melibatkan peran masyarakat lokal sehingga
mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan
khusus dari kegiatan penelitian ini antara lain:
1. mendeskripsikan dan menganalisis kondisi biofisik sumber daya kawasan
pasca tambang,
2. mendeskripsikan dan menganalisis kondisi sosial budaya masyarakat sekitar
kawasan pertambangan,
3. merencanakan lanskap pasca tambang nikel sebagai kawasan ekowisata yang
fungsional dan estetik

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian secara umum adalah mengaplikasikan ilmu di bidang
arsitektur lanskap yang telah diperoleh dalam penataan lanskap khusus yaitu
lanskap pasca tambang nikel di Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi
Selatan. Manfaat khusus dari kegiatan penelitian ini antara lain:
1. menjadi bahan masukan bagi pemerintah Sulawesi Selatan dan PT INCO serta
segenap instansi terkait dalam melakukan perumusan dan perencanaan pasca
tambang,
2. menjadi alternatif pengembangan lanskap pasca tambang dengan kasus tapak
sejenis.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Lanskap adalah keseluruhan elemen fisik secara kompleks di suatu area atau
daerah. Lanskap secara fisik merupakan hasil interaksi antara manusia dengan
alam, baik secara individu maupun makhluk sosial, sebagai satu kesatuan proses.
Suatu unit lanskap yang berupa sifat fisik dan ekologi, memberikan
pengorganisasian informasi yang dapat digunakan untuk perencanaan,
perancangan, dan manajemen (Eckbo, 1964).
Menurut Simonds (1983), lanskap merupakan bentang alam dengan
karakteristik tertentu yang dapat dinikmati secara luas dan tidak terbatas oleh
seluruh indera manusia. Lanskap alami yang ada pada bentang alam bumi ini
memiiliki karakter yang rumit. Lanskap alami tersebut terdiri dari bukit pasir,
padang rumput, gunung, danau, laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa,
lembah, dan padang pasir (Simonds, 2006). Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman lebih dalam mengenai suatu lanskap untuk menjaga elemen yang
tidak boleh diganggu dan dipertahankan pada lanskap. Elemen lanskap mayor
merupakan elemen lanskap yang sulit diubah, seperti pada lanskap alami berupa
pegunungan, lembah, dan pantai. Sedangkan elemen lanskap minor merupakan
elemen lanskap yang dapat dirubah, seperti semak belukar atau bukit (Simonds,
2006).
Lanskap merupakan fitur yang terlihat dari suatu area pada lahan termasuk
elemen fisik seperti bentuk lahan, elemen hidup didalamnya seperti flora dan
fauna, elemen abstrak, seperti pencahayaan dan kondisi cuaca dan unsur manusia,
sebagai contoh aktivitas manusia atau lingkungan yang terbangun. Lanskap atau
bentang darat merujuk pada susunan bentuk lahan dan representasi visualnya.
Dalam hal fisik, istilah lanskap menyatakan penafsiran visual atas susunan bentuk
lahan, karena ini adalah cara utama di mana lanskap dirasakan.
Lanskap terdiri atas beberapa kategori unsur utama, yaitu bentuk lahan,
vegetasi dan unsur struktural buatan manusia, serta kedalaman dan luas
pandangan. Lanskap bias termasuk juga: badan air, bentuk kehidupan lain,
keberadaan manusia, representasi artistik buatan manusia, dan arah pencahayaan.
Praktek mendesain lanskap untuk kepuasaan visual dan aspek fungsional lainnya
adalah arsitektur lanskap, yang ahlinya disebut arsitek lanskap (Wikipedia
Encyclopedia, 2009).
Lanskap Pasca Tambang
Penggunaan lahan yang cenderung hanya memikirkan nilai ekonomi
daripada daya dukung lahan itu sendiri akan berdampak pada menurunnya
kemampuan daya dukung lahan sehingga dalam beberapa waktu akan terjadi
degradasi lingkungan yang bahkan bisa berpotensi menjadi daerah yang rawan
bencana. Salah satu penggunaan lahan adalah kegiatan pertambangan yang
mengambil bahan atau material dari tempat asalnya.
Balkau dan Parson (1999) menggolongkan beberapa dampak yang timbul
dari kegiatan pertambangan, di antaranya adalah perubahan lanskap, kehilangan
fungsi lahan, kerusakan habitat dan biodiversitas, serta perubahan iklim.

4

Sementara itu, kegiatan penambangan terbuka dapat mengakibatkan gangguan,
seperti:
1. Menimbulkan lubang besar pada tanah
2. Penurunan muka tanah atau bentuk cadangan pada sisa bahan galian yang
dikembangkan ke dalam lubang galian
3. Bahan galian tambang apabila ditumpuk atau disimpan dapat
mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke
daerah hilir.
Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan menurut Kusnoto dan
Kusumodirjo (1995) dalam Saptaningrum (2001) antara lain berupa:
1. Penurunan produktivitas tanah
2. Pemadatan tanah
3. Terjadinya erosi dan sedimentasi
4. Terjadinya gerakan tanah dan longsoran
5. Terganggunya flora dan fauna
6. Perubahan iklim mikro
7. Perubahan keamanan dan kesehatan penduduk
Mengacu kepada perubahan tersebut maka perlu dilakukan upaya pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya. Ciri
tanah yang sudah terganggu adalah horisonisasi tanah yang sudah tidak teratur,
lapisan hitam dan lapisan-lapisan lainnya sudah terbalik-balik (Suwardi dan
Hidayat, 1998). Peningkatan dan perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dapat
dilakukan dengan pemberian bahan amelioran yang lain seperti: kapur pertanian,
dolomit, gypsum, bitumen, kompos, gambut, pupuk kandang, abu, terak baja atau
ampas tebu, melapisi permukaan areal timbunan sisa galian tambang dengan tanah
merah/ ultisol yang ada di sekitar (Tala’ohu et al., 1995).
Penambangan Nikel
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkatan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang (Undangundang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009).
Menurut Kartosudjono (1994) dalam Hermansyah (1999) proses
penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang
berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut
dapat terjamin maka kegiatan penambangan harus ditangani secara baik dan
sistematik.
Sistem penambangan nikel di Indonesia pada umumnya adalah sistem
tambang terbuka yang merupakan kombinasi penggunaan excavator/ shovel dan
truk. Deposit biji nikel berada pada batuan induk yang dalamnya antara 5-10
meter dari permukaan tanah. Dengan kondisi ini maka perusahaan tambang
melakukan sistem penambangan terbuka yaitu menggali dan mengeluarkan
lapisan permukaan tanah (top soil) sampai dengan lapisan batuan induk.
Sistem penambangan yang belum memungkinkan untuk melaksanakan
pengisian lubang bekas tambang maka top soil yang terkumpul segera disebarkan

5

pada lahan yang sudah siap direklamasi (branch final). Apabila branch final
belum tersedia, maka top soil tersebut harus dikumpulkan keluar batas daerah
penimbunan atau diamankan ke tempat kumpulan top soil (stock top soil).
Kemudian lapisan tanah penutup ditimbun di luar areal tambang dengan sistem
terasering dan recountoring (Setyawan, 2004).
Operasi penambangan nikel PT. INCO di Sorowako digolongkan sebagai
tambang terbuka dengan tahapan secara umum sebagai berikut:
1. Pengupasan lapisan tanah penutup dan limonit setebal 15 – 20 meter
ditimbun di tempat tertentu atau digunakan langsung untuk menutupi daerah
bekas penambangan.
2. Penggalian lapisan tanah ketiga yang berkadar nikel tinggi (bijih nikel)
setebal 7 – 10 meter diangkut ke stasiun penyaring.
3. Pemisahan bijih di stasiun penyaring berdasarkan ukurannya.
4. Penyimpanan bijih yang telah disaring ditimbun di tempat tertentu untuk
pengeringan dan penyaringan ulang di pabrik.
5. Penghijauan (revegetasi) lahan-lahan daerah bekas tambang (purna
tambang), mulai dari penimbunan material, pembuatan terasering dan
penanaman kembali (Hutamadi, 2006).
Secara umum proses penambangn nikel di PT INCO dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan proses penambangan bijih nikel

Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap
Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah mengumpulkan dan
menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi
masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai

6

tujuan dan sasaran di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumber daya
alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien (Sujarto, 1985).
Nurisjah (2004) menyatakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu
kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan
kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui kegiatan
pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka
panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik dan
lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya
meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya.
Dalam merencanakan suatu lanskap, sebuah prinsip yang biasa digunakan
adalah dengan mengeleminasi atau memperbaiki elemen-elemen yang buruk dan
menonjolkan elemen-elemen yang baik. Dalam lanskap, karakter tapak yang
menarik harus diciptakan atau dipertahankan sehingga semua elemen dalam tapak
menjadi suatu kesatuan yang harmonis (Simonds 1983).
Perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan
saling menunjang satu sama lain. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang
digunakan untuk menentukan keadaan tapak pada saat awal, keadaan yang
diinginkan, serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak.
Simonds dan Starke (2006) menambahkan bahwa proses perencanaan
merupakan suatu alat yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat
awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut.
Hal-hal yang harus dilestarikan antara lain pemandangan dari suatu lanskap,
ekosistem serta unsur-unsur yang langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari
suatu lanskap.
Adapun tahapan dalam proses perencanaan lanskap menurut Simonds dan
Starke (2006) terdiri atas tahap commissions, research, analysis, synthesis,
construction, dan operation. Tahapan commission adalah tahap pertemuan antara
pelaksana dengan klien, merupakan tahap awal dalam memulai studi dengan
mengetahui keinginan klien dan gambaran pengembangan. Tahap research adalah
pengumpulan data. Data berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu
data fisik dan sumber daya tapak, yang diperoleh dari survei tapak, wawancara,
dan penyebaran kuisioner kepada responden dari instansi-instansi terkait dan
masyarakat. Data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka. Pada tahap analysis
dilakukan analisis tapak untuk mengetahui potensi sumber daya pada tapak dan
kemungkinan pengembangannya dengan mempertimbangkan peraturan dan
kebijakan pemerintah. Kemudian dalam tahap synthesis dilakukan studi skematik
untuk memperoleh alternatif program pengembangan ruang, kemudian program
yang terpilih dikembangkan menjadi rencana pengembangan awal lanskap dalam
bentuk plan concept dan rencana anggaran biaya.
Perencanaan dan perancangan memerlukan suatu pendekatan terhadap
kebutuhan tertentu dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatan
perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) adalah :
1. Pendekatan sumber daya
Tipe dan jumlah rekreasi ditentukan oleh sumber daya fisik atau sumber daya
alami. Tujuan utama adalah kelestarian alam, sedangkan kebutuhan pemakai
dan pendanaan tidak terlalu dipertimbangkan. Pendekatan sumber daya sangat
efektif digunakan pada perencanaan sumber daya kawasan pinggiran kota
(kawasan sumber-sumber air, kawasan rekreasi alam adan taman nasional).

7

2. Pendekatan aktivitas
Aktivitas yang telah ada pada tapak menentukan jenis dan jumlah aktivitas
yang akan dikembangkan kemudian. Dalam hal ini, faktor sosial lebih
diutamakan daripada faktor alam.
3. Pendekatan ekonomi
Fokus perencanaan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Penawaran dan
permintaan dimanipulasi oleh harga, aktivitas dan nilai tukar fasilitas yang
akan dikembangkan.
4. Pendekatan perilaku
Perilaku manusia dan waktu luangnya menentukan pemilihan tempat, waktu
dan pengalaman aktivitas rekreasinya, serta dampak aktivitas itu terhadap
seseorang. Perencanaan ditentukan oleh permintaan.
5. Kombinasi dari pendekatan
Dalam hal ini perencanaan menghubungkan aspek-aspek positif dari masingmasing pendekatan untuk mengakomodasi semua kebutuhan.
Untuk dapat memanfaatkan, mempertahankan dan melestarikan keberadaan
berbagai sumberdaya lanskap hutan ini maka terlebih dahulu haruslah diketahui
bentuk, ciri dan karakter, potensi dan kendala, serta berbagai bahaya (hazards,
danger signals) yang potensial atau mungkin ditimbulkan dari lahan
pascatambang ini. Disamping berbagai hal ini, maka sifat-sifat yang penting dari
kelestarian dan estetika yaitu sifat fisik, kimia dan biologis tanah harus juga
diketahui dimana ketiganya dapat merupakan indikator utama dan penentu dari
rencana pemanfaatan dan penataan (perencanaan dan perancangan) lanskap yang
terkait dengan ini secara biofisik, termasuk juga rencana pengendalian dan
pengelolaannya.
Kawasan Ekowisata
Kata ekowisata merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ekologi dan wisata,
dipopulerkan oleh wisatawan-wisatawan Eropa dan Amerika di awal 1980-an
untuk menjelaskan paket-paket wisata yang melakukan kegiatan wisata sambil
memperhatikan fenomena-fenomena alami di tempat tujuan wisata. Ekowisata
dikembangkan dengan tujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan
tujuan pembangunan ekonomi (Adhikerana 1999). David Western dalam Linberg
(1995) mengemukakan bahwa ekowisata adalah perjalanan bertanggung jawab ke
wilayah-wilayah alami dengan tujuan melindungi lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan penduduk setempat. Lebih jauh dijelaskan ekowisata menciptakan
suatu keinginan alam dan eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan
pembangunan dengan mencegah dampak negatif terhadap ekologi, kebudayaan
dan keindahan, dalam hal ini mengajak pengunjung/ wisatawan lebih peka
terhadap lingkungan. Blangy and Wood dalam Linberg (1995) memberi batasan
ekowisata sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat
mengkonservasi dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (2000),
terdapat lima karakteristik dasar dari suatu kegiatan ekowisata, yaitu
1. nature based, produk dan pasar yang berdasarkan pada alam dengan fokus
pada obyek biologis fisik dengan mengutamakan konservasi sumber daya
alam;

8

2. ecologically sustainable, pelaksanaan dan manajemen yang berkelanjutan
secara ekologis dengan tetap memberi manfaat ekonomi;
3. environmentally educative, pendidikan lingkungan bagi pengelola dan
pengunjung;
4. bermanfaat untuk masyarakat lokal secara ekonomi dengan tetap menghargai
potensi sumberdaya lokal dan mencegah perubahan tatanan sosial budaya
masyarakat;
5. memberikan kepuasan kepada wisatawan.
Prinsip 1, 2, dan 3 adalah untuk memenuhi karakteristik suatu wisata alam
(spesifik) dan prinsip 4, 5 adalah untuk suatu tuntutan pariwisata umum.
Daya tarik utama bagi wisatawan yang mendorong kehadiran mereka di
suatu objek wisata dan menetukan keberhasilan kawasan ekowisata adalah objek
dan atraksi wisata. Menurut Nurisjah (2004), objek wisata adalah andalan utama
bagi pengembangan kawasan wisata, dan didefinisikan sebagai suatu keadaan
alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah dan
tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Atraksi wisata
adalah segala perwujudan dan sajian alam serta kebudayaan, yang dapat
dikunkungi, disaksikan, serta dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata.
Perencanaan kawasan ekowisata juga harus memperhatikan fasilitas dan
aksesibilitas dalam kawasan tersebut untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi wisatawan. Fasilitas dan pelayanan wisata merupakan semua
fasilitas yang fungsinya memenuhi kebutuhan wisatawan yang tinggal untuk
sementara waktu di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya sehingga mereka
dapat menikmati dan berpartisipasi dalam kegiatan yang tersedia di daerah tujuan
wisata tersebut (Yoeti 2003 dalam Halida 2006). Aksesibilitas menuju daerah
wisata haruslah memudahkan wisatawan saat berkunjung. Aksesibilitas yang
didukung sistem transportasi yang baik dalam perencanaan pengembangan
kawasan ekowisata sangat penting untuk mengurangi berbagai perselisihan yang
mungkin terjadi (Gunn 1994).

9

METODE
Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian berpusat di Nursery, Mining Department PT INCO
Sorowako. PT International Nickel Indonesia (PT INCO) merupakan salah satu
perseroan yang didirikan berdasarkan undang-undang RI yang dipercayakan untuk
mengeksplorasi nikel di Sorowako. Sorowako merupakan wilayah penghasil nikel
terbesar di dunia. Sorowako terletak di Kabupaten Luwu Timur yang berjarak 500
km dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Lahan yang dijadikan sebagai area penelitian terletak di Bukit Butoh dan
Bukit Konde, yaitu area pasca tambang nikel PT INCO yang telah direklamasi.
Secara geografis Bukit Butoh dan Bukit Konde terletak pada 2o31’26” –
2o32’7”LS dan 121o20’6” - 121o21’5”BT. Waktu penelitian kurang lebih dua
bulan yaitu pada Juni sampai dengan Agustus 2011. Gambar lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 2.

Peta Kab. Luwu Timur (Sumber: Bappeda 2009)

Peta Lokasi Tambang PT INCO Blok Barat
(Sumber: PT INCO 2005)

Bukit Butoh

Bukit Konde

Peta Lokasi Bukit Butoh dan Bukit Konde (Sumber: PT INCO 2011)

Gambar 2 Lokasi penelitian

10

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti proses perencanaan
yang dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumberdaya dan perilaku
masyarakat. Metode survei dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi tapak
meliputi pengamatan visual, pengamatan tingkah laku, pengambilan foto,
pengambilan data biofisik, pencatatan, wawancara, dan lainnya.
Tahapan-tahapan untuk perencanaan lanskap pasca tambang sebagai
kawasan ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan
adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Awal
Pada tahap persiapan dilakukan penetapan tujuan perencanaan dan
informasi tentang program dari instansi yang terkait, yang berhubungan
dengan perencanaan pasca tambang di kawasan tersebut.
2. Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data awal dan kunjungan
lapang. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan teknik survei yaitu melakukan
pengamatan langsung di lokasi penelitian dan melakukan interview.
Interview dilakukan kepada 30 responden dari masyarakat sekitar. Adapun
data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis, sumber, dan cara pengambilan data
No

Jenis

Aspek Biofisik
1
Letak geografis, letak
administrasi, aksesibilitas
2
Topografi dan kemiringan
lahan
3
Jenis dan karakteristik
tanah
4
Hidrologi

Sumber

Cara Pengambilan
Data

5

Iklim

PT INCO dan
survei lapang
PT INCO dan
survei lapang
PT INCO dan
survei lapang
PT INCO dan
survei lapang
PT INCO

6

Vegetasi dan satwa,

Survei lapang

7

Kualitas visual dan akustik

PT INCO dan
survei lapang

Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei
Studi pustaka dan
survei

Pemda
Masyarakat,
Survei lapang

Studi pustaka
Wawancara,
kuisioner

Aspek Non Fisik
1
Kependudukan (demografi)
2
Karakteristik, persepsi dan
preferensi masyarakat.

11

3. Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis spasial.
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik tapak,
potensi tapak, kendala, amenity, danger signal tapak, keterkaitannya
dengan aspek biofisik dan sosial. Adapun data yang dianalisis adalah data
biofisik dan non fisik (karakteristik tanah, vegetasi, satwa, kenyamanan
iklim tapak, data sosial budaya) dalam hal kaitannya dengan kesesuaian
untuk area rekreasi dan wisata kemudian menganalisis daya dukung
kawasan tersebut berdasarkan rataan dalam m2/ orang.
Rumus analisis Temperature Humidity Index menurut Nieuwolt (2005):

Rumus analisis daya dukung kawasan menurut Boullon (2004):

Keterangan:
DD
AW
SI
KR
TJ
RD
TP

: Daya dukung
: Area untuk wisatawan (m2)
: Standar individu untuk aktivitas tertentu (m2 / individu)
: Koefisien rotasi
: Total jam kunjung di satu area dalam satu hari (jam)
: Rata-rata durasi kunjungan (jam)
: Total pengunjung dalam satu hari (daya dukung total)

Selain analisis deskriptif, dilakukan pula analisis spasial terhadap
kemiringan lereng dan visual. Analisis spasial terhadap kemiringan lereng
ini bertujuan untuk mengklasifikasikan area yang aman dikembangkan
atau tidak layak dikembangkan sebagai area wisata. Analisis spasial
terhadap visual bertujuan untuk mengklasifikasikan area yang potensial
indah dan menarik untuk dikembangkan sebagai area wisata.
Hasil dari seluruh tahap analisis diperoleh hasil olahan data berupa
data spasial (peta) dan data tabular.
4. Sintesis
Pada tahap ini hal-hal yang negatif dicarikan jalan keluar melalui alternatif
yang terbaik, sedangkan hal-hal positif dikembangkan untuk mencapai
tujuan, hasilnya berupa suatu konsep perencanaan. Adapun konsep yang
direncakan adalah konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, konsep
wisata, dan fasilitas. Hasil dari tahap ini berupa gambar alternatif ruang.
5. Perencanaan Lanskap
Perencanaan ini merupakan penawaran yang diajukan untuk dapat
direalisasikan sesuai konsep perencanaan yang ada. Pada tahap ini konsep
yang sudah ada, dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk rencana tata
ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas wisata, dan fasilitas. Hasil dari tahap
ini adalah gambar landscape plan (site plan).

12

Batasan Studi
Penelitian ini dibatasi hingga tahap perencanaan tapak dan diwujudkan
berupa gambar site plan dan beberapa gambar penunjang lainnya.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa peta dan kuisioner. Alat yang digunakan
dalam kegiatan penelitian ini antara lain: kamera digital, alat gambar, Global
Positioning System dan peralatan teknis lainnya. Jenis software pembantu untuk
menunjang pengolahan data antara lain Microsoft Office Word 2007, Microsoft
Excel 2007, AutoCAD 2007, Adobe Photoshop CS4, Corel Draw Graphics Suite
X3, Arc View, Google Sketch Up, dan lainnya.
Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini didasarkan pada konsep ekowisata dalam
perencanaan kawasan lanskap pasca tambang yang pernah terganggu fisik dan
ekologinya agar menjadi kawasan ekowisata yang estetik dan lebih fungsional.
Lanskap Pasca Tambang

Persiapan Pasca Tambang

Perencanaan Lanskap Pasca
Tambang

Inventarisasi dan Identifikasi

Kondisi Fisik dan Biofisik
Kawasan

Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Sekitar Kawasan

Analisis
Daya Dukung Kawasan dan
Kebijakan/ Peraturan
Sintesis

Perencanaan Lanskap untuk Ekowisata

Keterangan:

referensi untuk analisis

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian

13

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Geografis dan Administrasi
Pusat lokasi penambangan PT INCO terletak di daerah Sorowako,
Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara
administratif lokasi konsesi awal PT INCO terletak di Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, dan Sulawesi Tenggara, yang secara geografis berada pada posisi
120o45'–123o30' BT (Sua-Sua s/d Torokulu) dan 6o30' – 5o30' LS (Kolonedale s/d
Malapulu). Secara umum, wilayah kontrak karya PT INCO pada wilayah
Sorowako (Sorowako Project Area) memiliki luas daerah sekitar 10.010,22 ha.

Sumber: Div. Mine Rehabilitation PT.INCO

Gambar 4 Area konsesi PT INCO
Lokasi penelitian yang terletak di Bukit Butoh dan Bukit Konde
merupakan salah satu lahan pasca tambang nikel PT INCO yang telah tutup
tambang sejak tahun 1984. Secara geografis Bukit Butoh dan Bukit Konde
terletak di Sorowako pada 2o31’26” – 2o32’7”LS dan 121o20’6” - 121o21’5”BT.
Lokasi penelitian merupakan bagian dari lanskap buatan pasca tambang yang
telah mengalami proses recontouring dan penyebaran top soil sejak tahun 1988
serta telah mengalami proses reklamasi dan hingga saat ini masih terus mengalami
proses perbaikan reklamasi.

14

Lokasi penelitian ini memiliki luas total 170,88 Ha dengan luas perairan
(danau bekas tambang) 3,88 Ha dan berada pada ketinggian maksimum 530 mdpl.
Secara administrasi, sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Pemukiman
Sorowako dan Danau Matano, sebelah selatan berbatasan dengan hutan sekunder,
sebelah barat bersebelahan dengan Bukit Nill dan Pemukiman Pontada, sedangkan
sebelah timur berbatasan dengan Bandara Sorowako. Peta Batas Tapak dapat
dilihat pada Gambar 5.
Kondisi tapak memiliki topografi buatan yang beragam mulai dari datar
hingga curam. Secara umum lokasi ini sudah 80% tertutupi oleh vegetasi
terutama di Bukit Butoh, sedangkan Bukit Konde masih ada beberapa area berupa
tanah terbuka. Meski demikian, penataan dan sebaran vegetasinya belum tertata.
Komposisi tumbuhan yang ditanam adalah jenis vegetasi pioner seperti sengon
(Paraserianthes falcataria), eukaliptus (Eucalytus eurograndis), sengon buto
(Enterolobium macrocarpum) serta jenis vegetasi lokal seperti trema (Melochia
umbellata), sandro (Sandoricum kacappeae) dan uru (Elmerelia sp). Revegetasi di
PT INCO pada beberapa aspek telah memenuhi kriteria dan indikator yang
ditetapkan pemerintah, tetapi belum membentuk kembali struktur dan fungsi
semula yaitu hutan lindung.
Keadaan lahan di lokasi ini terdiri dari lahan terbuka, semak belukar, kebun
produksi, dan beberapa area terbangun. Di kaki Bukit Butoh dan kaki Bukit
Konde masing-masing telah dibangun jalan overburden sebagai akses utama.
Lebar jalanan tersebut sekitar 5 meter.
Di sebelah utara tapak tepatnya di kaki Bukit Butoh, sudah ada area
terbangun seluas 22 ha. Area terbangun tersebut terdiri dari kantor nurseri, area
pembibitan dan benih, serta area Taman Tambang. Nurseri PT INCO merupakan
bagian dari Mine Rehabilitation Departmen PT INCO. Di area ini dilakukan
perbanyakan tanaman lokal dan tanaman pioner. Bibit-bibit tanaman yang belum
siap tanam di lahan, dipajang di area display. Taman Tambang merupakan taman
pendidikan outdoor dengan menampilkan display alat tambang seperti loader,
front shovel, buldozer, backhoe, dan excavator. Secara fisik alat-alat tambang
tersebut masih bagus namun mesinnya sudah tidak berfungsi Oleh karena itu, alatalat tersebut sengaja diletakkan di taman sesuai dengan ukuran aslinya agar
pengunjung taman tambang bisa mengetahui ukuran, bentuk, dan fungsi alat
tersebut dengan jelas.
Lokasi dengan topografinya yang beragam ini serta letaknya yang lebih
tinggi dari pusat kota membuatnya memiliki nilai tambah dalam aspek estetika.
Good view ke arah pusat kota dan ke arah Danau Matano dapat dilihat dari puncak
Bukit Butoh. Sebelum tiba di puncak Bukit Butoh, ada juga tebing-tebing yang
ditumbuhi oleh kantong semar (Nepenthes sp). Berbeda dengan area di Bukit
Butoh, area di Bukit Konde masih banyak yang berupa tanah kosong, semak
belukar maupun pohon dengan kerapatan renggang.

15

15

Gambar 5 Peta batas tapak

16
16

Gambar 6 Peta eksisting tapak

17

Aksesibilitas
Sorowako terletak ±60 km dari Malili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur dan
±500 km dari Makassar, ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Sorowako yang
terletak di perbatasan Sulawesi Tengah tergolong kota kecil namun berpotensi
dikembangkan untuk tujuan wisata terutama wisata alam. Infrastruktur berupa
jaringan jalan menuju Sorowako dapat melalui jalur darat, perairan, maupun udara
menggunakan pesawat, bus, dan perahu khas Sorowako yaitu katinting yang telah
memiliki jadwal perjalanan khusus. Sorowako dapat dicapai dari ibu kota
Sulawesi Selatan selama 12 jam perjalanan menggunakan bus antarkota atau
selama 1,5 jam perjalanan menggunakan pesawat perusahaan, dan 45 menit dari
Sulawesi Tengah menggunakan perahu katinting (Gambar 7). Secara umum
aksesibilitas tapak dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Jalur aksesibilitas

Sementara keberadaan lokasi Bukit Butoh dan Bukit Konde dapat dijangkau
langsung dari dalam area tambang maupun melalui pusat kota Sorowako. Sarana
jalan di Sorowako terdiri atas jalan besar (aspal) dengan kondisi baik, jalan kecil
dengan konstruksi batu kerikil, dan ada pula trotoar. Jalur menuju kawasan Butoh
Bukit ini dihubungkan oleh jalan beraspal dari pusat kota Sorowako dengan jarak
tempuh sekitar dua kilometer menggunakan kendaraan pribadi, ojeg, atau berjalan
kaki. Selain jalanan beraspal, ada pula trotoar di sepanjang jalan utama kota
menuju kawasan. Di Sorowako hanya ada ojek sebagai kendaraan umum. Adapun
dari pusat industri tambang sekitar tujuh kilometer dapat ditempuh menggunakan
kendaraan perusahaan.

18
18

Gambar 8 Peta aksesibilitas

19

Kependudukan
Sebelum kedatangan PT INCO, Sorowako adalah kampung kecil yang
terletak di tepi Danau Matano. Dalam perkembangannya, secara administratif,
kampung Sorowako disebut sebagai Desa Nikkel. Penduduk kampung ini dikenal
sebagai orang Sorowako dengan bahasa aslinya adalah Padoe.
Setelah PT INCO hadir, Sorowako menjadi nama desa baru, yakni Desa
Sorowako, yang merupakan pemekaran dari Desa Nikkel. Istilah Sorowako pun
menjadi lebih terkenal sebagai nama kawasan permukiman dan pusat operasional
PT INCO. Padahal yang dimaksud Sorowako meliputi tiga desa sekaligus yakni
Desa Sorowako, Desa Magani, dan Desa Nikkel. Adapun dusun yang ada di
sekitarnya antara lain: Pontada, Salonsa, Lawewu, Old Camp dan Sumasang.
Keberadaan perusahaan PT INCO menjadikan Sorowako yang dulunya
berpenduduk sedikit, berkembang menjadi kota ramai penduduk. Hingga 70%
penduduk di Sorowako adalah pendatang dari luar Sorowako. Berdasarkan data
Pemerintah Kecamatan Nuha pada bulan Januari 2009, luas dan jumlah penduduk
desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Jumlah penduduk Kecamatan Nuha
Desa

Luas (km2)

Jumlah Penduduk

178
206
151
242
86
863

8.168
9.221
6.760
1.736
531
26.416

Sorowako
Magani
Nikkel
Matano
Nuha
Jumlah

Kepadatan Penduduk
(per km2)
45,89
44,76
44,77
7,17
6,17
30,61

Sumber: Bappeda 2009

Sebagian besar masyarakat Sorowako bekerja sebagai karyawan PT INCO
atau kontraktornya. Wiraswasta menjadi urutan kedua terbesar sebagai mata
pencaharian masyarakat. Sebagian lainnya menggantungkan hidup dari hasil
pertanian dan perkebunan atau PNS (Tabel 3). Industri tambang PT INCO telah
membuat Sorowako berkembang dari desa kecil menjadi kota industri yang semi
modern.
Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Sorowako
No
1
2
3
4
5

Mata Pencaharian
Karyawan
Wiraswasta
PNS
Petani
Dll

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

11270
1475
567
627
301

79,14
10,36
3,99
4,4
2,11

Sumber: Pemerintah Desa Sorowako, Magani, dan Nikel 2009

Selain suku asli Sorowako, Sorowako juga didiami oleh berbagai etnis dari
seluruh pelosok tanah air, seperti Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Batak, Papua,
Bali dan lain-lain. Selain itu sejumlah ekspatriat juga ada di sana seperti asal
Kanada, Brazil, Australia, Selandia Baru, Afrika dan lain-lain.

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Biofisik
Lokasi dan Aksesibilitas
Lokasi penelitian terletak di Sorowako Kabupaten Luwu Timur. Sorowako
yang terletak di perbatasan Sulawesi Tengah tergolong kota kecil namun
berpotensi dikembangkan untuk tujuan wisata. Aksesibilitas seperti jaringan jalan
pun cukup menunjang. Sarana jalan terdiri atas jalan besar (aspal) dengan kondisi
baik, jalan kecil dengan konstruksi batu kerikil, dan trotoar. Infrastruktur berupa
jaringan jalan menuju Sorowako sudah cukup menunjang, baik itu melalui jalur
darat, perairan, maupun udara sehingga mudah bagi pengunjung yang ingin
datang berlibur dengan menggunakan pesawat, bus, dan perahu khas Sorowako
yaitu katinting yang telah memiliki jadwal perjalanan khusus. Selain letak yang
stategis, Sorowako juga memiliki berbagai potensi alam yang dapat dijadikan
objek wisata lainnya. Wisata utama yang telah ditonjolkan saat ini adalah wisata
danau dengan aktivitas olahraga berenang, menyelam, lomba perahu, viewing, dan
lain-lain.
Keberadaan lokasi penelitian yaitu Bukit Butoh dan Bukit Konde dapat
dijangkau langsung dari dalam area tambang maupun melalui pusat kota
Sorowako. Posisi kawasan yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk yaitu
2 km membuat lokasi ini mudah dijangkau oleh penduduk sekitar ±5 menit
dengan berkendara, lokasi sudah dapat diakses. Hal ini menjadi nilai tambah
untuk kawasan yang akan direncanakan menjadi kawasan ekowisata karena
mudah untuk diakses. Selain jaraknya yang dekat, jalur dari pusat kota Sorowako
menuju kawasan Bukit Butoh ini juga dihubungkan oleh jalan beraspal dengan
kondisi jalan yang baik sehingga perjalanan akan sangat mudah dan nyaman.
Keberadaan trotoar di sepanjang jalan utama pun membuat para penduduk lebih
nyaman memilih untuk berjalan kaki daripada berkendaraan.
Sementara itu, untuk akses dari dalam area tambang sampai saat ini kondisi
jalan masih belum teratur dan belum didukung oleh kondisi jalan yang baik.
Jalanan area tambang ini masih berupa tanah dan kombinasi batuan. Namun
kondisi jalan seperti ini tidak akan mempengaruhi perencanaan kawasan nantinya
karena akses menuju kawasan pasca tambang akan direncanakan masuk melalui
pusat kota. Jadi tidak perlu adanya perbaikan kondisi dan pengembangan jalan.
Kalaupun ada, hal ini tidak akan bersinggungan langsung dengan kawasan ini
nantinya. Gambar kondisi jalan menuju kawasan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kondisi jalanan dari lokasi tambang (1) dan dari pusat kota (2)

21

Jenis dan Karakteristik Tanah
Karakter tanah pada pada area penelitian cukup beragam. Hal ini disebabkan
karena tanah pada kawasan pasca tambang yang telah mengalami proses
recontouring dan penimbunan ini bukan lagi penampang asli dimana telah terjadi
pencampuran antara top soil dengan overburden. Diperkirakan lapisan overburden
bagian bawah menjadi berada di bagian atas, sehingga kemungkinan kandungan
bahan organik pada lapisan tanah bagian bawah lebih tinggi dibandingkan dengan
lapisan atas, begitupun sebaliknya.
Namun secara umum, berdasarkan hasil klasifikasi tanah menurut Sistem
Soil Taksonomi USDA, jenis tanah di kawasan pasca tambang Bukit Butoh dan
Bukit Konde didominasi oleh tanah entisol (PT INCO, 2005). Tanah entisol
merupakan tanah yang baru berkembang. Beberapa macam proses pembentukan
tanah mungkin mulai berjalan tetapi belum dapat menghasilkan horison penciri
tertentu yang dapat digolongkan ke dalam ordo tanah lain selain entisol. Proses
tersebut baru dapat menghasilkan epipedon okhrik akibat pembentukan struktur
dan pencampuran bahan organik dengan mineral di lapisan atas.
Berdasarkan sifat morfologinya, warna tanah pada tapak adalah coklat tua
kemerahan dan ada juga yang kuning kecoklatan. Struktur tanah pada lahan
adalah gumpal bersudut dengan tekstur lempung berdebu (agak kasar). Dalam
kondisi tanah yang lembab, konsistensi tanah tergolong lepas, yaitu tanah tidak
melekat satu sama lain sedangkan dalam kondisi tanah basah, konsistensi tanah
tergolong tidak lekat, yaitu tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.
Kondisi pada permukaan tanah khususnya kondisi kerikil dan kerakal serta
batuan lepas pada tapak termasuk kategori sedikit begitupun dengan fragmen
batuan, sehingga kesesuaian untuk berbagai aktivitas dan mendirikan bangunan
tergolong baik. Secara umum kondisi drainase tanah baik. Hal ini dipengaruhi
oleh ruang pori mikro dan makro porositas tanah yang cukup seimbang serta
penutupan lahan yang baik oleh vegetasi. Meskipun masih ada beberapa lahan
yang belum bervegetasi dan beberapa permukaan yang kadang tergenang karena
ada kondisi permukaan yang tidak porous.
Pada pH tanah bernilai 6,3 (agak masam) namun kondisi ini masih bisa
ditolerir karena pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada
pH tanah 6-7. Pada pH 6-7 sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air dan
bakteri jamur pengurai organik dapat berkembang dengan baik. Namun demikian
tingkat keasaman tanah ini perlu dikondisikan juga dengan jenis tanaman yang
akan ditanam karena setiap jenis tanaman memiliki kesesuaian pH yang berbedabeda.
Perusahaan telah melakukan peningkatan kualitas organik tanah dengan
pemberian bahan organik dalam jumlah yang sesuai pada lahan-lahan reklamasi
pasca tambangnya. Selain itu, dilakukan juga tindakan-tindakan khusus dalam
penyiapan lahan dan pengelolaan tanah pada lahan reklamasi pasca tambang
sehingga sesuai dengan lingkungan tumbuh tanaman lokal. Diantaranya
penanaman tanaman Legume Cover Crops pada awal reklamasi sampai merata
dan pemberian serasah atau bahan hijauan sebagai mulsa yang berasal dari
pangkasan tanaman legume yang dapat mempertahankan dan meningkatkan bahan
organik dalam tanah, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Secara umum kondisi tanah di tapak sudah baik. Dapat dilihat dari

22

keberhasilan proses reklamasi yang mana vegetasi tumbuh secara normal dan
toleran. Gambar kondisi tanah dan topografi tapak dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Kondisi tanah dan topografi pada tapak
Sifat-sifat dan karakteristik tanah diperlukan untuk mengetahui kesesuaian
lahan dan daya dukung lahan sebagai salah satu pedoman yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan tataguna lahan. Kondisi kesesuaian tanah pada tapak dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kondisi kesesuaian tanah pada tap