Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
VARIETAS JATILUHUR DAN IR64
PADA SISTEM BUDIDAYA GOGO DAN SAWAH

ANDES PRAYUDA YUNANDA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan
Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Andes Prayuda Yunanda
NIM A24070144

ABSTRAK
ANDES PRAYUDA YUNANDA. Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas
Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah. Dibimbing oleh
AHMAD JUNAEDI.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan
produksi dari dua varietas padi yang berbeda, yaitu IR64 sebagai varietas padi
sawah dan Jatiluhur sebagai varietas padi gogo yang dibudidayakan secara sawah
dan gogo. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juni 2012 di
rumah plastik Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini menggunakan rancangan percobaan petak terbagi dengan tiga ulangan. Sistem
budidaya yang digunakan yaitu sawah dan gogo yang ditempatkan sebagai petak
utama; sedangkan varietas IR64 dan Jatiluhur ditempatkan sebagai anak petak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sistem budidaya berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Perlakuan varietas berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan padi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi. Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas secara umum
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, namun tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi padi.
Kata kunci: gogo, kekurangan air, sawah, varietas padi

ABSTRACT
ANDES PRAYUDA YUNANDA. Growth and Production of Rice IR64 and
Jatiluhur Varieties on Lowland and Upland Culture Systems. Supervised by
AHMAD JUNAEDI.
The aim of this research was to determine the growth and production of two
different rice varieties namely IR64 as lowland variety and Jatiluhur as upland
variety that has been grown in the lowland and upland rice culture systems. This
research was conducted from February to June 2012 in the green house of Sawah
Baru Experimental Station, Bogor Agricultural University. This experiment used
a splitplot design with three replications. Rice culture systems, namely lowland
and upland systems were placed as main plot; whereas rice varieties, namely IR64
and Jatiluhur were placed as sub plot. Results showed that the treatment of
cultivation system significantly affect the growth and production of rice.

Treatment of varieties significantly affect the growth, but did not significantly
affect on production. Interaction of culture systems and varieties generally affect
the growth, but did not affect production of rice.
Keywords: lowland, rice varieties, upland, water scarcity

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
VARIETAS JATILUHUR DAN IR64
PADA SISTEM BUDIDAYA GOGO DAN SAWAH

ANDES PRAYUDA YUNANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada
Sistem Budidaya Gogo dan Sawah
Nama
: Andes Prayuda Yunanda
NIM
: A24070144

Disetujui oleh

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

ludul Skripsi: Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas latiluhur dan IR64 pada
Sis tern Budidaya Gogo dan Sawah
Nama
: Andes Prayuda Yunanda
: A24070144
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Ahmad lunaedi, MSi
Pembirnbing

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih di dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas

Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada
Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr dan Dr Willy Bayuardi
Suwarno, SPMSi selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran
dalam perbaikan skripsi ini. Di samping itu ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada Saudara Ahmad Rifqi Fauzi yang telah membantu dan bekerja
sama dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa penulis sampaikan
penghargaan kepada teman-teman yang telah membantu dari awal penelitian
hingga penyelesaian penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga, atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Andes Prayuda Yunanda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Tanaman Padi

2

Pertumbuhan Tanaman Padi

3

Sistem Budidaya Tanaman Padi


3

Produksi Tanaman Padi

4

METODE

5

Tempat dan Waktu

5

Bahan dan Alat

5

Metode Pelaksanaan


5

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Penelitian

7

Pertumbuhan Vegetatif

8

Komponen Hasil dan Hasil


11

KESIMPULAN DAN SARAN

14

Kesimpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun varietas IR64 dan
Jatiluhur pada sistem budidaya gogo dan sawah
2 Panjang dan lebar daun bendera
3 Jumlah dan panjang malai
4 Komponen hasil dan hasil
5 Bobot gabah per rumpun

9
11
12
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada perlakuan sistem
budidaya (a) dan varietas (b)
2 Keragaan tinggi tanaman padi T1V2 (a), T1V1 (b), T2V2 (c), dan
T2V1 (d) pada 10 MST

9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Deskripsi padi varietas IR64
Deskripsi padi varietas Jatiluhur
Layout percobaan
Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif
Rekapitulasi sidik ragam komponen hasil dan hasil

17
18
19
20
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, karena lebih
dari setengah penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok.
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya berdampak pada
peningkatan kebutuhan pangan terutama beras. Oleh karena itu, masalah pangan
dan ketahanan pangan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari komoditi beras
(Nurmalina 2007).
Berdasarkan road map peningkatan produksi beras nasional (P2BN) tahun
2012–2014 menuju surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, dengan sasaran
produksi padi pada tahun 2013 sebesar 72.064 juta ton gabah kering giling
(GKG). Produksi ini meningkat 4.239 juta ton (6.25%) dari tahun 2012 sebesar
67.825 juta ton. Sasaran tersebut ditetapkan dengan perhitungan jumlah penduduk
pada tahun 2013 sejumlah 248.334 juta jiwa dengan tingkat konsumsi beras
sebesar 132.98 kg per kapita per tahun. Dengan sasaran produksi padi tersebut
terjadi surplus beras sejumlah 7.49 juta ton (Deptan 2013).
Salah satu varietas padi gogo yang sering dibudidayakan oleh masyarakat
yaitu varietas Jatiluhur. Varietas ini memiliki potensi hasil tinggi yaitu mencapai
2.5–3.5 ton per hektar dengan tekstur nasi yang pera (Prasetyo 1996). Varietas
padi sawah yang sering dibudidayakan salah satunya adalah varietas IR64.
Varietas ini memiliki tinggi batang  85 cm, anakan produktif banyak dengan
bobot 1 000 butir  27 g (Puslittan 2013). Djunainah et al. (1993) menyatakan
bahwa varietas IR64 sangat digemari oleh para petani dan konsumen karena rasa
nasi enak, umur genjah (110–125 hari), dan potensi hasil yang tinggi yaitu
mencapai 5 ton/ha.
Padi dapat dibudidayakan dengan berbagai sistem budidaya. Menurut
Taslim dan Fagi (1988), produksi yang dihasilkan pada berbagai budidaya padi
yang dilakukan berbeda-beda jumlahnya. Budidaya padi gogo berpotensi untuk
menghasilkan produksi sebesar 1–3 ton/ha, budidaya padi beririgasi dapat
menghasilkan produksi 4–8 ton/ha, budidaya padi sawah tadah hujan dapat
menghasilkan produksi 3–6 ton/ha, dan budidaya padi sawah pasang surut dapat
menghasilkan produksi 1–4 ton/ha.
Sistem budidaya sawah membutuhkan air dalam jumlah sangat besar.
Menurut Bouman et al. (2007), rata-rata pemakaian air untuk padi sawah
mencapai 1 300–1 500 mm di mana 25–50% dari jumlah tersebut hilang akibat
perkolasi dan perembesan.
Penurunan produksi bahan pangan nasional yang dirasakan saat ini lebih
disebabkan oleh semakin sempitnya luas lahan pertanian yang produktif (terutama
di Pulau Jawa) sebagai akibat alih fungsi seperti konversi lahan sawah, ditambah
isu global tentang meningkatnya degradasi lahan (di negara berkembang) dan
perubahan iklim yang tak menentu. Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan
dapat meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan nasional adalah pendayagunaan lahan kering. Selain karena
memang tersedia cukup luas, sebagian dari lahan kering belum diusahakan secara
optimal sehingga memungkinkan peluang dalam pengembangannya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan produksi dua varietas
padi yang berbeda yang ditanam pada sistem budidaya gogo dan sawah.

Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini antara lain:
1. Sistem budidaya yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
2. Varietas padi yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
3. Terdapat interaksi sistem budidaya dan varietas padi yang menghasilkan
pertumbuhan dan produksi padi terbaik.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam tumbuhan suku
Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruasruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya
tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan
seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian
bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian
atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah mempelihatkan
percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi ligulae (lidah daun), dan
bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun, di mana daun pelepah
itu menjadi ligula dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan
kanan yang disebut aricular. Aricular dan ligulae yang kadang-kadang berwarna
hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan
identifikasi suatu varietas (Siregar 1981).
Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan
anakan yang tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam,
maka dalam waktu yang sangat singkat dapat membentuk suatu rumpun yang
terdiri atas 20–30 atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1981). De Datta
(1981) menambahkan bahwa tanaman padi mempunyai sistem perakaran serabut.
Akar primer (radikula) yang tumbuh ketika berkecambah bersama akar lain yang
muncul dari embrio yang dekat bagian buku disebut akar seminal, yang jumlahnya
antara satu sampai tujuh buah. Penyebaran sistem akar dapat mencapai kedalaman
20–30 cm. Meskipun demikian, akar banyak mengambil zat makanan tanah dekat
permukaan atas.
Stadia reproduktif tanaman padi ditandai dengan memanjangnya beberapa
ruas teratas pada batang yang sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah.
Stadia reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya

3
daun bendera, kebuntingan, dan pembungaan. Inisiasi primordial biasanya dimulai
30 hari sebelum pembungaan. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan
memanjangnya ruas-ruas yang terus berlajut sampai berbunga. Oleh sebab itu
stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas-ruas (De Datta 1981).

Pertumbuhan Tanaman Padi
Menurut Yoshida (1981), fase pertumbuhan tanaman padi terbagi menjadi 3
fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan. Manurung dan
Ismunadji (1988) menyatakan bahwa pada tanaman padi tropik, fase vegetatif
merupakan fase tumbuh dan berkembangnya dari anakan, tinggi, dan daun secara
bertahap. Fase ini dimulai sejak perkecambahan hingga akan membentuk bunga
yang memerlukan waktu kurang lebih 60 hari, sedangkan fase reproduktif yang
berlangsung selama ± 30 hari ditandai dengan pemanjangan ruas teratas,
munculnya daun bendera, dan pembungaan. Pembungaan (heading) adalah
keluarnya malai dari pelepah daun bendera. Bunga matang (anthesis) adalah
keluarnya benang sari yang paling ujung biasa terjadi pada pukul 08.00–13.00 dan
terjadi pembuahan bila kondisi lingkungan terpenuhi. Kemudian dilanjutkan fase
pemasakan berurutan meliputi tahap masak bertepung (dough), tahap menguning,
dan tahap masak panen. Seluruh fase pembuahan sampai masak panen
memerlukan waktu ± 30 hari.
Varietas padi modern memiliki jumlah anakan yang tinggi, setiap rumpun
yang ditanam 3–5 bibit pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai akan
menghasilkan 30–40 anakan. Dari jumlah anakan tersebut, hanya sekitar 20
anakan yang menghasilkan malai (anakan produktif). Anakan yang tidak
menghasilkan malai akan menggunakan cahaya dan nutrisi secara tidak produktif.
Jumlah anakan yang rapat akan menyebabkan lingkungan mikro lebih
menguntungkan untuk pengembangan hama dan penyakit (Peng 1994).
Katayama (1993) menambahkan bahwa padi yang memiliki daun tegak,
daun bawahnya akan memperoleh cahaya dan udara segar lebih banyak sehingga
dapat memproduksi hasil yang lebih tinggi. Varietas modern pada umumnya
memiliki daun yang berwarna hijau gelap dan lebih tebal serta kandungan N yang
lebih tinggi bila ketersediaan N dalam tanah cukup, sedangkan varietas lokal
terutama yang tergolong dalam padi jenis Indica memiliki daun yang panjang dan
horisontal (Peng dan Senadhira 1998). Daun yang horisontal akan mengurangi
penetrasi cahaya, meningkatkan kelembaban di bawah kanopi daun dan
mengurangi pergerakan udara. Hal ini dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan
menguntungkan pertumbuhan hama dan penyakit (Peng 1994).

Sistem Budidaya Tanaman Padi
Padi dapat ditanam pada tanah tergenang sebagai padi sawah, di tanah darat
sebagai padi gogo, dan padi gogo rancah (ditanam sebagai padi gogo lalu
digenangi seperti padi sawah). Bercocok tanam padi sawah secara umum meliputi
pembibitan, pengolahan tanah, pemindahan bibit, pemupukan, pemeliharaan, dan
panen (Taslim et al. 1993).

4
De Datta (1975) melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat
bergantung pada curah hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat
mencapai lebih dari 7 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan
kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas tinggi. Djunainah et al. (1993)
menyatakan bahwa pada sistem budidaya ini, varietas Jatiluhur tumbuh dan
bereproduksi lebih baik, namun menurut hasil penelitian Fauzi (2012), varietas
jatiluhur lebih banyak mengkonsumsi air apabila ditanam pada lahan sawah,
namun lebih hemat air apabila ditanam di lahan kering. Menurut Bouman et al.
(2007), genotipe padi pada lahan kering umumnya lebih resisten terhadap
kekeringan dibandingkan genotipe padi sawah.
Sawah adalah tanah yang dibatasi oleh pematang yang digunakan untuk
penanaman padi dan diairi dengan pengairan teknis atau tadah hujan. Di Indonesia
tanah sawah berasal dari jenis-jenis tanah yang cukup beragam antara lain: Entisol,
Inceptisol, Vertisol, Alfisol, Utisol, dan Histosol yang tersebar luas terutama di
Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan
(Situmorang dan Sudadi 2001). Berdasarkan hasil penelitian Fauzi (2012), pada
satu musim tanam sistem budidaya sawah membutuhkan pengairan sebesar 426
768 l air, sedangkan sistem budidaya gogo hanya membutuhkan pengairan sebesar
3 883 l air.
Varietas IR64 merupakan salah satu varietas padi sawah yang hemat dalam
mengkonsumsi air. Konsumsi air bervariasi dengan kisaran 15.93–24.13
l/tanaman. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan morfologi maupun
karakter fisiologi antar genotipe. Menurut Supijatno et al. (2012), varietas IR64
mengkonsumsi air sebesar 15.93 l/tanaman dan konsumsi ini adalah yang
terendah di antara varietas lain yang dicobakan, sementara itu Jatiluhur
merupakan varietas yang paling banyak mengkonsumsi air tetapi hasil yang
diperoleh juga banyak sehingga efisiensi penggunaan airnya tinggi sebesar 0.997
g gabah kering giling per liter air.

Produksi Tanaman Padi
Padi merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh tiga
milyar penduduk dunia sebagai bahan makanan. Luas lahan padi dunia
diperkirakan mencapai 147.633 juta ha dengan pencapaian produksi sebesar
577.971 juta ton, di mana 79 juta ha di antaranya merupakan lahan padi dataran
rendah bersistem irigasi dengan kapasitas produksi mencapai 75% dari total
produksi dunia (Maclean et al. 2002). Dari luas total lahan tanaman budidaya
beririgasi di dunia, 56% berada di wilayah Asia di mana 40–40% luas tersebut
memiliki tingkat penggunaan air dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan
tanaman budidaya lainnya (Dawe 2005). Di Indonesia, luas panen padi pada tahun
2012 mencapai 13.445 juta ha, dengan produktivitas sebesar 5.136 ton/ha, dan
produksi sebesar 69.056 juta ton (BPS 2013).
Potensi hasil padi ditentukan oleh komponen hasil, yaitu jumlah malai per
rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot gabah bernas
(Abdullah et al. 2008). Menurut Tubur et al. (2012), perlakuan kekeringan dan
genotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun, persen
pembungaan, panjang malai, persen gabah hampa, bobot gabah per rumpun, bobot

5
1 000 butir, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan indeks panen. Varietas IR64
memiliki potensi hasil mencapai 5 ton/ha (Hadi et al. 2005), sedangkan varietas
Jatiluhur memiliki potensi hasil mencapai 2.5–3.5 ton/ha (Prasetyo 1996).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, University
Farm, dan Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari–Juni 2012.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah dua varietas padi, yaitu varietas IR64
dan Jatiluhur. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-18 dan KCl dengan dosis
sesuai rekomendasi yaitu masing-masing sebanyak 250, 200, dan 100 kg per
hektar.
Alat yang digunakan yaitu alat-alat pertanian, oven, dan alat-alat ukur
berupa penggaris dan timbangan analitik.

Metode Pelaksanaan
Persiapan Rumah Plastik dan Petak Tanam
Percobaan dilakukan di dalam rumah plastik yang berukuran 30 m 12 m,
dengan tinggi  2.2–4.5 m. Rumah plastik terdiri atas bambu sebagai
tiang/kerangka, jaring plastik sebagai dinding, dan plastik transparan sebagai atap.
Unit percobaan terdiri atas petakan berukuran 3 m 3 m yang dilengkapi dengan
pipa irigasi yang terhubung ke reservoir (kolam penampungan air). Jarak antar
petak yang digunakan adalah 35 cm dengan pengerasan semen sebagai pembatas.
Percobaan yang dilakukan meliputi dua faktor, menggunakan rancangan
petak terbagi (splitplot) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah sistem
budidaya yang ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan faktor kedua adalah
varietas padi yang ditempatkan sebagai anak petak. Sistem budidaya terdiri atas
dua sistem, yaitu sistem budidaya sawah (T1) dan gogo (T2). Varietas padi yang
digunakan yaitu IR64 (V1) dan Jatiluhur (V2). Deskripsi padi varietas IR64 dan
Jatiluhur masing-masing tersaji pada Lampiran 1 dan 2. Dari dua faktor tersebut
diperoleh 4 kombinasi yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga
diperoleh 12 satuan percobaan. Layout percobaan tersaji pada Lampiran 3.
Model linier aditif rancangan perlakuan penelitian ini dapat ditulis sebagai
berikut (Gomez dan Gomez 1995).

6
Yijk =  + i + ik +  j + ()ij + ijk
Keterangan:
i
j
Yijk

i
j
()ij
ik
ijk

= Sistem budidaya padi ke 1, 2
= Varietas padi ke 1, 2
= Nilai pengamatan perlakuan sistem budidaya padi ke-i, varietas ke-j,
dan blok ke-k
= Rataan umum
= Pengaruh perlakuan sistem budidaya padi ke-i
= Pengaruh perlakuan varietas padi ke-j
= Interaksi perlakuan sistem budidaya padi ke-i dengan varietas ke-j
= Galat petak utama
= Galat anak petak

Pengolahan tanah awal pada sistem budidaya sawah dilakukan dengan
penggenangan tanah selama 5 hari, dilanjutkan dengan pelumpuran sebanyak 2
kali dengan cara dicangkul, dan perataan tanah pada tahap akhir. Pengolahan
tanah awal pada sistem budidaya gogo dilakukan dengan penggemburan tanah dan
penyiraman air sebanyak 60 l/hari per petak tanam selama 5 hari berturut-turut.
Pemberian air ini setara dengan curah hujan 200 mm/bulan.
Persiapan Benih dan Penanaman
Pertama-tama masing-masing benih untuk setiap petak tanam ditimbang
sebanyak 35 g dan dioven selama 72 jam pada suhu 43 °C. Hal ini bertujuan
mematahkan dormansi dan menyeragamkan daya berkecambah benih. Selanjutnya
benih direndam selama 12 jam, benih yang terapung dibuang, kemudian benih
ditiriskan dan siap ditanam. Untuk Sistem budidaya sawah, benih disemai di
lapangan hingga bibit berumur 12 hari lalu dilakukan transplanting ke petakan
sebanyak 1 bibit per lubang tanam, sedangkan untuk sistem budidaya gogo benih
ditanam langsung pada hari ke-6 setelah pengolahan tanah. Penanaman dilakukan
dengan cara penugalan lalu ditanam 5 benih per lubang. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 25 cm 20 cm. Populasi tanaman pada setiap petak tanam
berjumlah 180 tanaman.
Pemeliharaan
Pemupukan tanaman dilakukan dalam tiga tahap. Pemupukan pertama
diberikan pada 1 MST menggunakan 33.75 g N (1/3 dosis), 32.4 g P2O5, dan 54 g
K2O per petak tanam. Pemupukan kedua dan ketiga diberikan pada 5 dan 9 MST
menggunakan 33.75 g N per petak tanam.
Pengairan tanaman pada sistem budidaya gogo dilakukan dengan
penyiraman langsung sebanyak  60 l/hari per petak tanam, sedangkan pengairan
pada sistem budidaya sawah, air dibiarkan terus mengalir ke dalam petak melalui
pipa irigasi. Permukaan air dipertahankan setinggi 5 cm dari permukaan tanah.
Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara
mencabut gulma-gulma yang tumbuh di antara tanaman. Pengendalian hama, dan
penyakit dijelaskan pada bab berikutnya.

7
Analisis Data
Pengamatan dilakukan dengan mengamati 5 tanaman sampel pada setiap
petak perlakuan yang dipilih secara acak. Adapun peubah yang diamati pada
penelitian ini antara lain:
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun
yang tertinggi. Pengamatan dilakukan setiap minggu sejak 2–10 MST
2. Jumlah anakan, dihitung di dalam tiap rumpun setiap minggu sejak 2–10
MST.
3. Panjang dan lebar daun bendera (cm), panjang daun diukur dari pangkal
daun hingga ujung daun bendera, sedangkan lebar daun diukur dengan
mengukur bagian daun bendera terlebar.
4. Jumlah malai per rumpun, dihitung saat panen.
5. Panjang malai (cm), diukur dari dasar malai hingga ujung malai.
6. Jumlah gabah isi per rumpun (butir).
7. Persentase gabah isi (%).
8. Jumlah gabah hampa (butir).
9. Bobot gabah pe rumpun (g), dihitung dengan menimbang total gabah
dalam satu rumpun dengan kadar air 14%.
10. Bobot 1 000 butir gabah (g), dihitung dengan menimbang 1 000 butir
gabah isi.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam pada selang
kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kendala pertama yang menghambat pada penelitian ini yaitu masih belum
seragamnya kondisi tanah dalam menahan air karena penghancuran agregat tanah
sawah masih belum sempurna. Dalam tahap pemeliharaan, pasokan air di dalam
reservoir (kolam penampungan) untuk sistem budidaya sawah kurang akibat
jebolnya reservoir dan pengisian reservoir yang kerap terhambat. Aliran air yang
mengalir ke dalam petakan pun kerap terhambat akibat penyumbatan kotoran,
lumut dan cangkang keong di dalam pipa irigasi.
Pada usia vegetatif, tanaman padi terutama pada varietas IR64 terjangkit
penyakit oleh jamur Helminthosporium sigmoideum yang mengakibatkan akar dan
pangkal batang membusuk. Jumlah anakan yang banyak mengakibatkan
kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi merupakan kondisi yang ideal bagi
pertumbuhan dan perkembangan jamur. Gejala penyakit ini ditandai dengan
munculnya gumpalan berwarna putih pada pangkal batang, hingga pada hari
berikutnya akar menjadi busuk dan tanaman mudah tercabut. Pembusukan juga
terjadi hingga ruas teratas batang dan hingga menjadi berwana coklat.
Pengendalian terhadap penyakit ini dilakukan secara kimiawi dan manual.
Pengendalian manual dilakukan dengan cara mencabut anakan atau memotong

8
bagian yang terinfeksi sehingga spora jamur tidak dapat menjangkiti tanaman
sehat lain. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan
fungisida dengan bahan aktif difenokonazol 250 g/l ke tanaman.
Memasuki usia generatif, tanaman padi mendapat serangan dari hama
walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang mengakibatkan produksi tidak
maksimal. Hama ini menyerang tanaman dengan mengisap sari pati gabah pada
masa pengisisan gabah yang menyebabkan tingginya jumlah gabah hampa.
Pengendalian hama ini dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan
menyemprotkan larutan insektisida dengan bahan aktif fipronil 50g/l ke tanaman,
namun tingginya populasi hama mengakibatkan pengendalian menjadi tidak
efektif. Kerebahan padi varietas Jatiluhur juga mengakibatkan rendahnya produksi.

Pertumbuhan Vegetatif
Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya pada umur tanaman 5–10 MST
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini tersaji pada Gambar 1.a.
Sistem budidaya sawah menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan
sistem budidaya gogo. Terlihat dari tinggi tanaman di akhir pengamatan pada
sistem budidaya sawah dan gogo yaitu masing-masing setinggi 122.06 dan 85.23
cm. Menurut Manurung (2002), secara umum kondisi anaerob mampu
meningkatkan rata-rata tinggi tanaman padi varietas Jatiluhur dan IR64.
Gambar 1.b menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman varietas IR64 dan
Jatiluhur. Faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman pada umur tanaman 5–10 MST. Varietas Jatiluhur menghasilkan
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR64. Hal ini terlihat dari tinggi
tanaman varietas IR64 dan Jatiluhur di akhir pengamatan, yaitu masing-masing
sebesar 90.00 dan 117.29 cm. Menurut Manurung (2002), varietas Jatiluhur
memiliki tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR64 baik pada kondisi
aerob maupun anaerob. Sementara itu menurut Farooq et al. (2010), varietas IR64
menghasilkan tinggi maksimum pada saat diairi secara teratur dibandingkan pada
kondisi kekeringan (gogo).
Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman pada 10 MST (Lampiran 4). Berdasarkan Tabel 1,
tanaman tertinggi dihasilkan oleh padi varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem
budidaya sawah, sedangkan tanaman terendah dihasilkan oleh varietas IR64 yang
ditanam pada sistem budidaya gogo. Keragaan tinggi tanaman pada masingmasing perlakuan tersaji pada Gambar 2.

9

a

120
100
80
60
40

140
Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman (cm)

140

20

b

120
100
80
60
40
20

0

0
2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Umur tanaman (MST)

Umur tanaman (MST)

12

a

10
8
6
4

Jumlah anakan

Jumlah anakan

12

b

10
8
6
4
2

2

0

0
2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Umur tanaman (MST)

Keterangan: Sistem budidaya sawah (
varietas Jatiluhur ( ).

Umur tanaman (MST)

), sistem budidaya gogo (

), varietas IR64 (

), dan

Gambar 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada perlakuan sistem
budidaya (a) dan varietas (b)

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun varietas IR64 dan
Jatiluhur pada sistem budidaya gogo dan sawah
Peubah
Tinggi tanaman (cm)
Sistem budidaya sawah
Sistem budidaya gogo
Jumlah anakan
Sistem budidaya sawah
Sistem budidaya gogo

IR64

Jatiluhur

102.13b
77.80c

141.97a
92.63bc

10.67p
9.73p

5.70q
9.60p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing peubah berbeda nyata
pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

10

Keterangan:

a

c

b

d

T1 = Sistem budidaya sawah, T2 = Sistem budidaya gogo, V1 = Varietas IR64,
dan V2 = Varietas Jatilhur.

Gambar 2 Keragaan tinggi tanaman padi T1V2 (a), T1V1 (b), T2V2 (c), dan
T2V1 (d) pada 10 MST
Pada Gambar 1.a menunjukkan faktor tunggal perlakuan sistem budidaya
berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun padi pada tiap MST
kecuali pada 5, 6, 7 dan 9 MST. Pada akhir pengamatan (10 MST), sistem
budidaya gogo menghasilkan 10 anakan per rumpun, lebih banyak dibandingkan
jumlah anakan padi pada sistem budidaya sawah yaitu 8 anakan per rumpun. Pada
8 dan 9 MST jumlah anakan padi sistem budidaya gogo dan sawah mengalami
sedikit penurunan. Hal ini disebabkan oleh adanya kerebahan tanaman dan
kematian anakan.
Faktor tunggal perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
anakan per rumpun pada dua minggu petama, dan berpengaruh nyata pada minggu
berikutnya. Hal ini tersaji pada Gambar 1.b. Pada minggu terakhir (10 MST),
varietas IR64 menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan
varietas Jatiluhur, yaitu masing-masing sebanyak 10 dan 8 anakan per rumpun.
Varietas padi modern memiliki jumlah anakan yang tinggi, setiap rumpun yang
ditanam 3–5 bibit pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai akan
menghasilkan 30–40 anakan. Dari jumlah anakan tersebut, hanya sekitar 20
anakan yang menghasilkan malai (anakan produktif) (Peng 1994). Dari data yang
diperoleh, jumlah anakan maksimal yang dihasilkan masing-masing varietas
hanya mencapai  10 anakan. Pada 8 dan 9 MST jumlah anakan varietas IR64 dan
Jatiluhur mengalami penurunan. Penurunan jumlah anakan disebabkan oleh
faktor yang sama pada perlakuan sistem budidaya, yaitu oleh adanya kerebahan
tanaman dan kematian anakan.
Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas berpengaruh nyata
terhadap jumlah anakan per rumpun pada 9 dan 10 MST (Lampiran 4). Jumlah
anakan per rumpun terendah dihasilkan oleh varietas Jatiluhur yang ditanam pada
sistem budidaya sawah. Varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya
gogo dan IR64 pada sawah maupun pada gogo, menghasilkan anakan per rumpun
yang banyak. Hal ini tersaji pada Tabel 1. Jumlah anakan juga menentukan tingkat
kekuatan tanaman terhadap kerebahan. Jumlah anakan yang sedikit dan tinggi
tanaman yang tinggi pada varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya
sawah, mengakibatkan besarnya jumlah kerebahan tanaman.
Menurut Abdullah et al. (2008), jumlah anakan per rumpun yang terlalu
banyak mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan

11
produktivitas dan atau mutu beras. Namun jika jumlah anakan sedikit, bila ada
serangan hama yang mengakibatkan kerusakan anakan, akan menurunkan hasil.
Tabel 2 Panjang dan lebar daun bendera
Perlakuan
Sistem budidaya
Sawah
Gogo
Varietas
IR64
Jatiluhur

Panjang daun (cm)

Lebar daun (cm)

46.37a
34.28b

1.07
0.94

35.84q
44.81p

0.90q
1.11p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan
berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas paling atas disebut daun
bendera. Tepat pada posisi daun pelepah teratas yang menjadi lidah daun dan daun
bendera muncul ruas yang akan menjadi bulir padi (Siregar 1981). Faktor tunggal
perlakuan sistem budidaya hanya berpengaruh nyata terhadap panjang dan tidak
berpengaruh nyata terhadap lebar daun bendera. Perlakuan sistem budidaya sawah
menghasilkan daun bendera yang lebih panjang dibandingkan sistem budidaya
gogo, yaitu masing-masing sebesar 46.37 dan 34.28 cm (Tabel 2).
Pada Tabel 2 menunjukkan faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh
nyata terhadap panjang dan lebar daun bendera. Daun bendera yang dihasilkan
oleh varietas Jatiluhur lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan varietas IR64.
Panjang daun bendera pada varietas Jatiluhur dan IR64 masing-masing sebesar
44.81 dan 35.84 cm, dengan lebar masing-masing sebesar 1.11 dan 0.90 cm.

Komponen Hasil dan Hasil
Potensi hasil padi ditentukan oleh komponen hasil, yaitu jumlah malai per
rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot gabah bernas
(Abdullah et al. 2008). Menurut Tubur et al. (2012), perlakuan kekeringan dan
genotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun, persen
pembungaan, panjang malai, persen gabah hampa, bobot gabah per rumpun, bobot
1 000 butir, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan indeks panen.

12
Tabel 3 Jumlah dan panjang malai
Jumlah malai rumpun-1

Perlakuan
Sistem budidaya
Sawah
Gogo
Varietas
IR64
Jatiluhur

Panjang malai (cm)

7.13a
3.92b

26.70
23.00

7.87p
3.18q

26.42
23.29

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan
berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Malai muncul pertama kali pada saat tanaman berumur 10 MST. Pada saat
panen (13 MST), faktor tunggal perlakuan sistem budidaya berpengaruh nyata
terhadap jumlah malai per rumpun. Sistem budidaya sawah menghasilkan 7 malai
per rumpun, lebih besar dibandingkan sistem budidaya gogo yaitu 4 malai per
rumpun. Hal ini tersaji pada Tabel 3.
Faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah malai
per rumpun pada saat panen. Varietas IR64 menghasilkan 8 malai per rumpun,
lebih banyak dibandingkan varietas Jatiluhur, yaitu hanya 3 malai per rumpun.
Panjang malai diukur saat panen, yaitu dengan mengukur malai dari ruas
pertama hingga ujung malai. Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya dan
varietas tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Hal ini tersaji pada
Tabel 3. Menurut hasil penelitian Tubur et al. (2012), pengaruh kekeringan nyata
menghambat perkembangan malai pada sistem budidaya sawah dan gogo.
Tabel 4 Komponen hasil dan hasil

Perlakuan
Sistem
budidaya
Sawah
Gogo
Varietas
IR64
Jatiluhur

Jumlah
gabah isi
rumpun-1
(butir)

Persentase
gabah isi
(%)

Jumlah gabah
hampa
rumpun-1
(butir)

Bobot
gabah
rumpun-1
(g)

Bobot
1 000
butir (g)

569.60a
108.23b

72.13
66.62

72.68
48.89

13.35a
4.34b

22.35a
17.37b

281.93q
395.90p

66.94
71.81

47.21
74.36

8.19
9.49

20.32
19.40

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan
berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya sawah dan gogo berpengaruh
nyata terhadap jumlah gabah isi, bobot gabah per rumpun, dan bobot 1 000 butir
gabah, namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi dan jumlah
gabah hampa per rumpun. Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap hasil dan komponen hasil. Hal ini tersaji pada Tabel 4.

13
Tubur et al. (2012) menyatakan bahwa sistem lahan kering nyata menurunkan
tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, bobot 1 000 butir, serta
meningkatkan persentase jumlah gabah hampa, namun interaksi kekeringan dan
varietas tidak berpengaruh nyata.
Sistem budidaya sawah menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun lebih
banyak dibandingkan gogo. Terlihat dari hasil panen sistem budidaya sawah dan
gogo menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun masing-masing sebanyak 570
dan 108 butir. Rendahnya jumlah gabah isi karena tingginya jumlah gabah hampa.
Kehampaan gabah disebabkan oleh hama walang sangit yang menghisap pati
gabah pada fase pengisian gabah.
Jennings et al. (1979) menyatakan bahwa persentase gabah isi merupakan
pembagian jumlah gabah isi dibagi jumlah gabah total. Gabah isi merupakan
karakter yang sangat mempengaruhi potensi hasil. Sistem budidaya sawah
menghasilkan bobot gabah per rumpun lebih besar dibandingkan sistem budidaya
gogo, yaitu masing-masing sebesar 13.35 dan 4.34 g. Sistem budidaya sawah
menghasilkan bobot 1 000 butir gabah lebih besar dibandingkan sistem budidaya
gogo, yaitu masing-masing sebesar 22.35 dan 17.37 g.
Faktor tunggal perlakuan varietas IR64 dan Jatiluhur berpengaruh nyata
terhadap jumlah gabah isi per rumpun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
persentase gabah isi, jumlah gabah hampa per rumpun, bobot gabah per rumpun,
dan bobot 1 000 butir gabah.
Varietas Jatiluhur menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun yang lebih
banyak dibandingkan varietas IR64, yaitu masing-masing sebesar 396 dan 282
butir.
Tabel 5 Bobot gabah per rumpun
Sistem budidaya
Sawah
Gogo

IR64

Jatiluhur
-1

(g rumpun )
12.53
3.86

14.16
4.82

Berdasarkan nilai rata-rata bobot gabah per rumpun pada Tabel 5, varietas
Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya sawah menghasilkan bobot gabah
per rumpun yang tertinggi yaitu sebesar 14.16 g, sedangkan varietas IR64 yang
ditanam pada sistem budidaya gogo mengasilkan bobot gabah per rumpun yang
terendah yaitu hanya sebesar 3.86 g.
Menurut Taslim dan Fagi (1988), budidaya padi sawah dapat menghasilkan
produksi 4–8 ton/ha, sedangkan budidaya padi gogo berpotensi menghasilkan
produksi sebesar 1–3 ton/ha. Suprihatno et al. (2009) menyatakan bahwa IR64
berpotensi menghasilkan produksi 5.0 ton/ha, sedangkan varietas Jatiluhur
berpotensi menghasilkan produksi sebesar 3.5 ton/ha. Perkiraan produktivitas padi
pada sistem budidaya sawah dan gogo pada penelitian ini masing-masing sebesar
dan 2.670 dan 0.868 ton/ha, sedangkan varietas IR64 dan Jatiluhur masing-masing
menghasilkan 1.639 dan 1.898 ton/ha. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh
pasokan air yang terhambat, serangan hama penyakit, dan kerebahan.

14

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sistem budidaya
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Perlakuan varietas
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan padi, namun tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi. Sistem budidaya sawah menghasilkan produktivitas yang lebih
tinggi dibandingkan sistem budidaya gogo yaitu mencapai hingga tiga kali lebih
tinggi dibandingkan sistem budidaya gogo.

Saran
Dari hasil penelitian ini, sistem budidaya gogo dapat menjadi alternatif
untuk produksi padi sawah (IR64) dengan produktivitas yang tidak terlalu rendah;
dan sebaliknya, pada kondisi air yang cukup tersedia, varietas Jatiluhur dapat
menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi pada sistem budidaya sawah.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek
perakitan padi tipe baru di Indonesia. J Litbang Pertanian. 27:1–9.
Bouman BAM, Humphreys E, Tuong TP, Barker R. 2007. Rice and water.
Advances in Agronomy. 92:187–237.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produktivitas, dan produksi
tanaman padi provinsi Indonesia. [diacu 2013 September 1]. Tersedia dari:
http://www.bps.go.id.
Dawe D. 2005. Increasing water productivity in rice–based systems in Asia-past
trends, current problems, and future prospect. Plat Prod. Sci. 8:221–230.
De Datta SK. 1975. Upland rice around the world. Di dalam: Major Research in
Upland Rice. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.
De Datta SK. 1981. Principle and Practice of Rice Production. New York (US):
Jhon Willey and Son.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Sasaran produksi padi 2013 menuju
surplus beras 10 juta ton. [diacu 2013 Januari 30]. Tersedia dari:
http://www.deptan.go.id.
Djunainah, Suwanto TW, Husni K. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi. Jakarta
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Farooq M, Kobayashi N, Wahid A, Ito O, Basra SMA. 2009. Strategies for
producing more rice with less water. Advances in Agronomy. 101:351–388.

15
Fauzi AR. 2012. Studi konsumsi air, respon pertumbuhan, dan produksi dua
varietas padi pada beberapa sistem pengairan [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian.
Sjamsudian, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agriculture Research.
Hadi S, Budiarti T, Haryadi. 2005. Studi komersialisasi benih padi sawah. Bul
Agron. 33(1):12–18.
Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. 1979. Rice Improvement. Los Banos
(PH): International Rice Research Institute.
Katayama TC. 1993. Morphological and taxonomical characters of cultivated rice
(Oryza sativa L.). p.41–49. Di dalam: Matsuo K, Hoshikawa K, editor. Science
of The Rice Plant. Volume 1. Morphology. Tokyo (JP): Food and Agriculture
Policy Research Center.
Maclean JL, Dawe D, Hardy B, Hettel GP. 2002. Rice almanac. Los Banos (PH):
International Rice Research Institute.
Manurung H. 2002. Respon fisiologis beberapa varietas padi (Oryza sativa L.)
pada lahan tergenang (anaerob) dan lahan tidak tergenang (aerob) [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Di dalam:
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Nurmalina R. 2007. Model ketersediaan beras yang berkelanjutan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Peng S. 1994. Evaluation of the new plant ideotype for increased yield potential. p
5–20. Di dalam: Cassman KG, editor. Breaking The Yield Barrier. Los Banos
(PH): International Rice Research Institute.
Peng S, Senadhira D. 1998. Genetic enhancement of rice yields. p 99–125. Di
dalam: Dowling NG, Greenfield SM, Fischer KS, editor. Sustainability of Rice
in The Global Food System. Los Banos (PH): International Rice Research
Institute.
Prasetyo YT. 1996. Bertanaman Padi Gogo tanpa Olah Tanah. Ungaran (ID):
Penebar Swadaya.
[Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2013. Deskripsi
padi varietas IR64. [diacu 2013 Januari 30]. Tersedia dari:
http://www.puslittan.bogor.net.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Sastra
Hudaya.
Situmorang R, Sudadi U. 2001. Tanah Sawah. Bogor (ID): Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Supijatno, Chozin MA, Soepandi D, Lubis I, Junaedi A, Trikoesoemaningtyas.
2012. Evaluasi konsumsi air genotipe padi untuk potensi efisiensi penggunaan
air. J Agron Indonesia. 40(1):15–20.
Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki SE, Widiarta IN, Setyono A,
Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi.
Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

16
Taslim H, Fagi AM. 1988. Ragam budidaya padi. Di dalam: Ismunadji M,
Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1. Bogor (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Taslim H, Partohardjono S, Subandi. 1993. Pemupukan padi sawah. p 445–479.
Di dalam: Ismunadji M, Partohadjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi
Buku 2. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Tubur HW, Chozin MA, Santosa E, Junaedi A. 2012. Respon agronomi varietas
padi terhadap periode kekeringan pada sistem sawah. J Agron Indonesia.
40(3):167–173.
Yoshida S. 1981. Fundamentals of rice crop science. Los Banos (PH):
International Rice Research Institute.

17
Lampiran 1 Deskripsi padi varietas IR64
Nomor Seleksi
Asal persilangan
Golongan
Umur tanaman
Bentuk tanaman
Tinggi tanaman
Anakan produktif
Warna kaki
Warna batang
Warna telinga daun
Warna lidah daun
Warna daun
Muka daun
Posisi dan
Daun bendera
Bentuk gabah
Warna gabah
Kerontokan
Kerebahan
Tekstur nasi
Kadar amilosa
Bobot 1 000 butir
Rata-rata hasil
Potensi hasil
Ketahanan terhadap
Hama
Penyakit
Anjuran tanam
Pemulia
Tahun pelepasan

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

IR18348-36-3-3
IR5657/IR2061
Cere
110–120 hari
Tegak
115–126 cm
20–35 batang
Hijau
Hijau
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Hijau
Kasar
Tegak
Tegak
Ramping, panjang
Kuning bersih
Tahan
Tahan
Pulen
23%
24.1 g
5.0 ton/ha
6.0 ton/ha

: Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng
coklat biotipe 3.
: Agak tahan hawar daun bakteri strain IV, dan tahan virus
kerdil rumput.
: Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai
sedang.
: Introduksi dari IRRI
: 1986

(Sumber: Suprihatno et al. 2009)

18

Lampiran 2 Deskripsi padi varietas Jatiluhur
Nomor Seleksi
Asal persilangan
Golongan
Umur tanaman
Bentuk tanaman
Tinggi tanaman
Anakan produktif
Warna kaki
Warna batang
Warna telinga daun
Warna lidah daun
Warna daun
Muka daun
Posisi dan
Daun bendera
Bentuk gabah
Warna gabah
Kerontokan
Tekstur nasi
Kadar amilosa
Bobot 1 000 butir
Rata-rata hasil
Potensi hasil
Ketahanan terhadap hama
Anjuran tanam
Pemulia/Peneliti/Teknisi
Tahun pelepasan

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

B6400F-TB-1
Tox1011/Ranau
Cere
110–115 hari
Tegak
95–100 cm
Sedang
Hijau
Hijau muda
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Hijau
Kasar
Tegak–miring
Miring
Ramping bulat besar
Kuning kotor
Agak tahan
Pera
27.6%
27 g
2.5 ton/ha
3.5 ton/ha
Tahan blas
Baik ditanam sebagai padi lahan kering (gogo) sampai
ketinggian 500 m.
: Z Harahap, Erwina Lubis, Murdani, Diredja, Suwarno,
dan Hadis Siregar.
: 1994

(Sumber: Suprihatno et al. 2009)

19
Lampiran 3 Layout percobaan

T1

T2

U1

VI

V2

VI

V2

U2

V2

VI

V2

VI

U3

VI

V2

V1

V2

Keterangan:
T1
T2
V1
V2
U

=
=
=
=
=

Sistem budidaya sawah
Sistem budidaya gogo
Varietas IR64
Varietas Jatiluhur
Ulangan

U

20
Lampiran 4 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif

Peubah
Tinggi tanaman
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
Jumlah anakan
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
Daun bendera
Panjang daun
Lebar daun

Kuadrat tengah (KT)
Sistem Budidaya
Varietas

Interaksi

KK (%)

69.60tn
32.34tn
151.94tn
460.04*
1 815**
2 818.27**
3 273.60 **
3 529.47**
4 070.08**

10.64tn
57.64tn
157.67tn
295.02*
890.96*
1 262.80*
1 996.92**
1 732.80*
2 241.33**

16.57tn
16.57tn
8.50tn
1.40tn
64.40tn
143.52tn
246.61tn
174.80tn
468.75*

12.93
11.81
9.13
8.42
8.81
10.15
8.11
8.97
7.08

1.08**
24.65**
24.08**
8.00tn
10.83tn
12.81tn
9.36*
10.45tn
6.60*

0.01tn
0.65tn
6.75*
17.76*
28.83*
28.21*
24.08**
23.52*
19.50**

0.01tn
0.33tn
0.56tn
5.07tn
8.67tn
7.05tn
14.08tn
15.41*
17.52*

41.66
12.31
16.88
18.77
13.28
15.79
10.06
13.34
10.20

438.26*
0.05tn

241.20*
0.13*

0.12tn
0.04tn

13.73
11.70

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan
99%; * = Berpengaruh nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan
95%; tn = Tidak nyata; KK = Koofesien keragaman.

21
Lampiran 5 Rekapitulasi sidik ragam komponen hasil dan hasil

Peubah
Jumlah malai rumpun-1
Panjang malai
Jumlah gabah isi rumpun-1
Persentase gabah isi
Jumlah gabah hampa
Bobot gabah rumpun-1
Bobot 1 000 butir gabah

Kuadrat tengah (KT)
Sistem Budidaya
Varietas
1.88*
41.03tn
638 577.60**
90.96tn
0.00tn
7.56**
74.50**

3.43**
29.40tn
38 965.20**
71.10tn
0.00tn
0.19tn
2.52tn

Interaksi
0.20tn
66.33tn
1 125.20tn
561.67tn
0.00tn
0.00tn
4.44tn

KK (%)
15.48
25.60
7.29
12.70
24.06
17.69
7.08

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan
99%; * = Berpengaruh nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan
95%; tn = Tidak nyata; KK = Koofesien keragaman.

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sarolangun, Provinsi Jambi, pada tanggal 9 Agustus 1989.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Ismail A dan Ibu Sariana SPd.
Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Titian Teras Jambi dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk di Institut Pertanian Bogor, Program Studi
Agronomi dan Hortikultura, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
Selama berkuliah, selain aktif di kegiatan perkuliahan di kampus, penulis
juga aktif di berbagai kegiatan di luar kampus seperti pada kepanitian Gema
Nusantara (2007 dan 2008), MPD 45 (2009), Agrosportment AGH (2009), Tegar
AGH (2009), Fieldtrip AGH 44 (2010). Selain itu penulis juga tergabung dan aktif
dalam Organisai Mahasiswa Daerah Jambi (Himaja) pada tahun 2007–2011.