Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo di Areal Tanaman Karet Belum Menghasilkan

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI

GOGO DI AREAL TANAMAN KARET BELUM

MENGHASILKAN

DISERTASI

OLEH :

JONATAN

GINTING

NIM:058104002

PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI

GOGO DI AREAL TANAMAN KARET BELUM

MENGHASILKAN

DISERTASI

OLEH :

JONATAN

GINTING

NIM:058104002

Disertasi

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Agronomi pada Program Pascasarjana Ilmu Pertanian

PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI GOGO DI AREAL TANAMAN KARET BELUM MENGHASILKAN

Nama : JONATAN GINTING

Nomor Pokok : 058104002

Program Studi : ILMU PERTANIAN

Menyetujui

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc Promotor

Prof. Dr. Ir. Jamuda M. Sitanggang, MS Dr. Ir. Chairul Muluk, MSi Co – Promotor Co – Promotor

Ketua Program Doktor Dekan Fakultas Pertanian USU


(4)

Telah Diuji secara : Tertutup : 29 April 2013 Terbuka : 19 Desember 2014

Promotor : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc. Co – Promotor : Prof. Dr. Ir. Jamuda M. Sitanggang. MS

Dr. Ir. Chairul Muluk, MSi.

Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Hj. T. Chairun Nisa, MSc. 2. Prof. Dr. Ir. Hj. Rosmayati, MS


(5)

ABSTRAK

Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti : pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, perubahan konsumsi penduduk dari non-beras ke beras, perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian, timbulnya musim kering yang panjang, banjir, dan keterlambatan waktu tanam serta produktivitas padi sawah irigasi yang sudah mengalami tingkat pelandaian (leveling off). Bila tidak ada terobosan-terobosan baru untuk mengatasi masalah kebutuhan pangan ini, maka Indonesia akan terus-menerus mengimpor beras dari negara-negara lain. Sementara ketersediaan beras di pasar Internasional juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan.Salah satu alternative untuk dapat membantu mengatasi masalah ini adalah dengan mengembangkan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan (areal TBM).

Untuk mengkaji pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan ini maka telah dilakukan tiga tahap penelitian yaitu : tahap pertama, dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi gogo ( Si Kembiri, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Tuwoti) pada beberapa perlakuan naungan (0%, 20%, 40%) dan dosis bahan organik (0 g/polibag, 25 g/polibag, 50 g/polibag, 75g/polibag) di rumah kasa Fakultas Pertanian USU Medan, tahap ke dua dan ke tiga dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo (Si Kembiri, Situ Patenggang) pada beberapa metode pengolahan tanah (Tanah dikikis dengan cangkul 1 x ; Olah tanah – Cangkul 1 x ; Olah tanah – Cangkul 2 x) dan dosis bahan organik (0 ton/ha, 5 ton/ha, 10 ton/ha, 15 ton/ha) di areal tanaman karet umur 2 dan 3 tahun di PT. Perkebunan Nusantara III Sei. Putih, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan Split-Split Plot Desain dengan tiga ulangan/blok.

Hasil penelitian menunjukkan, pengaruh faktor naungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo menurunkan jumlah anakan, luas daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar-jerami, jumlah malai, jumlah gabah berisi, produksi gabah per rumpun, kandungan gula total tanaman dan meningkatkan gabah hampa per rumpun tanaman. Varietas yang memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik pada kondisi ternaungi ditemukan pada varietas Situ Patenggang.

Faktor bahan organik memberikan pengaruh terhadap perbedaan karaktertistik pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo di areal karet belum menghasilkan (TBM 2 dan 3 tahun) terhadap parameter tinggi tanaman. jumlah anakan, luas daun, jumlah khloropil daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar – jerami, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah malai, persentase gabah hampa, produksi gabah per rumpun, indeks panen, produksi gabah per plot, serapan karbon dan bobot kering gulma.


(6)

Pengaruh faktor metode pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo pada areal tanaman karet belum menghasilkan (TBM - 2 dan 3 tahun) menyebabkan perbedaan dalam hal karakteristik jumlah anakan, luas daun, khloropil daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar – jerami, jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, indeks panen, produksi gabah per rumpun, produksi gabah per plot, serapan karbon per rumpun dan bobot kering gulma.

Pada areal tanaman karet belum menghasilkan (TBM - 2 tahun), varietas padi gogo yang terbaik produksinya ditemukan pada varietas Situ Patenggang dengan metode pengolahan tanah cangkul 2 x dan dosis pemberian bahan organik 5 ton/ha.

Pada areal tanaman karet TBM - 3 tahun, varietas padi gogo yang terbaik produksinya juga ditemukan pada varietas Situ Patenggang dengan metode pengolahan tanah dikikis dengan cangkul 1 x dan diberi bahan organik 5 ton/ha.

Penanaman padi gogo di areal karet TBM - 2 tahun maupun 3 tahun tidak berpengaruh secara signifikant terhadap penurunan kualitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet.

Penanaman padi gogo di areal karet TBM - 2 tahun maupun 3 tahun terdapat sedikit penururan kualitas fisik kimia tanah terutama menyangkut : Mg – tukar, K- tukar, C- organik, N- total rasio C/N, Ca-tukar, KTK dan Al-dd.

Kata Kunci : Bahan organik, metode pengolahan tanah, naungan, pertumbuhan dan produksi, varietas padi gogo,


(7)

ABSTRACT

Provision of rice to meet national food needs is still a problem that needs to be addressed. It is caused by several factors such as: the number of people continues to increase, the change of food consumption of population of non-rice to rice, the change the function of agricultural land to non-agricultural, the onset of the long dry season, floods, and the delay of the time of planting as well productivity of irrigated lowland rice that has undergone leveling off. If there is no new breakthroughs to overcome the problem of food needs, then Indonesia will continuously import rice from the other countries. While the availability of rice in the international market also has limitations. One alternative to be able to help to overcome this problem is to develop the cultivation of upland rice in immature rubber plantation area.

To assess the development of upland rice cultivation in the immature rubber plantation area, it has conducted three phase of research, namely: the first phase, carried out research on the growth and production of several varieties of upland rice (Si Kembiri, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Tuwoti) in some shade treatment ( 0%, 20%, 40%) and the dose of organic matter (0 g/polybag, 25 g/polybag, 50 g/polybag, 75 g/polybag) in the screen house of Faculty of Agriculture University of Sumatera Utara, Medan, the second and third phase, conducted research on the growth and production of upland rice varieties (Si Kembiri, Situ Patenggang) in some soil tillage methods (Soil cleaned with a hoe, then planted; Soil tillage method 1 time with a hoe, flattened, then planted; Soil tillage method 2 times with a hoe, flattened, then planted) and doses of organic matter (0 tons/ha, 5 tons/ha, 10 tons/ha, 15 tons/ha) in the immature rubber plantation area, aged 2 and 3 years at the plantation company of PT. Perkebunan Nusantara III Sei. Putih, District of Deli Serdang. The research was conducted by using the experimental design of Split-split plot design with three replications / block.

The results showed that the influence of shade, on the growth and development of upland rice varieties decrease the number of tillers, leaf area, root volume, root dry weight, dry weight of straw, the ratio of the root-straw dry weight, number of panicles, number of productive grains, the production of grain per clumps, the total sugar content of plants and increase the empty grains per hill of plants. Variety that provide the best growth and production in shaded conditions found in Situ Patengganag.

Factor of organic material influence on the difference of the characteristics of growth and development of upland rice varieties in the immature rubber plantation area (aged 2 and 3 years) to the the parameters of : plant height, number of tillers, leaf area, leaf number chlorophyl, roots volume, roots dry weight, straw dry weight, ratio of the roots - straw dry weigh, number of panicle, panicle length, number of grains per panicle, the percentage of empty grains, grain production per hill of plants, harvest index, grain production per plot, carbon uptake and weed dry weight.

Effect of soil tillage method factor to the growth and development of upland rice varieties in the area of immature rubber plants (aged 2 and 3 years) lead to differences in the characteristics of tiller number, leaf area, leaf chlorophyll, roots volume, roots dry weight, straw dry weight , ratio of roots - straw dry weight, number of panicles, number


(8)

of grains per panicle, the percentage of empty grains, harvest index, grain production per panicle, grain production per plot, carbon uptake per hill of plnts and weeds dry weight.

In the area of immature rubber plants (aged - 2 years), the best varieties of upland rice production is found in variety of Situ Patenggang with soil tillage methods (hoe 2 times) and doses of organic material 5 tons / ha.

In the area of immature rubber plants (aged - 3 years), the best varieties of upland rice production is also found in Situ Patenggang variety with soil tillage methods (soil cleaned with a hoe) and given the organic material 5 tons / ha.

Planting of upland rice in the immature rubber plantation area (aged - 2 years or 3 years) did not affect signifcantly to decrease the quality of growth and development of rubber plants.

Planting of upland rice in the immature rubber plantation area (aged - 2 years or 3 years), there is a slight decrease in the physical and chemical quality of soil, especially regarding : Mg exchange, K exchange, C organic, total of N, the ratio C / N, Ca -exchange, CEC and Al-dd.

Keywords : Growth and production, organic materials, shade, soil tillage method, upland rice varieties.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Jonatan Ginting, dilahirkan di Tanjung Keriahan, Kabupaten Langkat pada tanggal 01 Februari 1959, sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Ayah bernama Beseng Ginting (Alm) dan ibu bernama Elisabeth Br. Sitepu. Menikah dengan Keriahen Br. Barus, SH pada tanggal 29 Nopember 1987 dan dikaruniai dua orang anak yaitu Lestari Agve Br. Ginting dan Joel Teoffilus Ginting.

Lulus Sekolah Dasar di Tanjung Keriahan tahun 1973, lulus Sekolah Menengah Pertama di Tanjung Keriahan tahun 1975, lulus Sekolah Menengah Atas di Delitua tahun 1978. Tahun 1984 lulus Sarjana Pertanian (Ir) dari Fakultas Pertanian Universitas Sumtera Utara dalam bidang Ilmu Agronomi dan pada tahun 1991 memperoleh gelar Magister Sain (MS) Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dari Program Pascasarjana S2 KPK IPB – USU. Tahun 2005 mengikuti Program Doktor Ilmu Pertanian (S3) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Sejak tahun 1986 hingga sekarang menjadi staf pengajar di Program Studi Budidaya Pertanian, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(10)

KATA PENGANTAR

Tulisan dalam bentuk disertasi ini adalah hasil penelitian penulis dalam rangka menyelesaikan studi Program Doktor Ilmu Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Judul umum penelitian ini adalah : Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo di Areal Tanaman Karet Belum Menghasilkan.

Penelitian dilakukan tiga tahap yaitu tahap pertama penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh faktor naungan dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo. Penelitian tahap ke dua dan ke tiga adalah penelitian lapangan. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi areal perkebunan karet belum menghasilkan yaitu di areal karet umur 2 tahun dan 3 tahun di PT Perkebunan Nusantara III, Kebun Sei Putih, Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini dikaji pengaruh metode pengolahan tanah dan pemberian bahan organik terhadap pertrumbuhan dan produksi varietas padi gogo di areal tanaman karet belum menghasilkan umur 2 dan 3 tahun (TBM 2 dan 3). Bertujuan untuk mendapatkan metode pengolahan tanah dan dosis bahan organik yang sesuai terhadap pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo di areal tanaman karet belum menghasilkan.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan hasil penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc., sebagai Promotor, Bapak Prof. Dr. Ir. Jamuda M. Sitanggang, MS., sebagai Co - Promotor dan Bapak Dr. Ir. Chairul Muluk, MSi., sebagai Co – Promotor atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis sehingga rangkaian penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih senada juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Hj. T. Chairun Nisa, MSc., Prof. Dr. Ir. Hj. Rosmayati, MS dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP


(11)

selaku penguji yang telah banyak memberikan kritikan dan saran untuk kesempurnaan disertasi ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM), Sp.A(K) (Rektor USU) dan Bapak Prof. dr. Chairudddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K) (Mantan Rektor USU) yang telah memberi sarana dan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Program Doktor Ilmu Pertanian USU atas ilmu pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini juga, ucapan terima kasih dan kasih sayang disampaikan kepada isteriku Keriahen Br. Barus, SH dan kedua anakku Lestari Agave Br. Ginting dan Joel Teoffilus Ginting yang dengan sabar dan penuh pengorbanan telah membantu memberi dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

Akhir kata penulis sampaikan semoga disertasi ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan pertanian tanaman pangan, khususnya dalam budidaya tanaman padi gogo di areal perkebunan tanaman karet.

Medan, 07 Nopember 2014


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Hipotesis Penelitian ... 6

Tahapan Penelitian ... 7

Hasil Diharapkan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Faktor Lingkungan Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Padi Gogo .. 9

Pengaruh Naungan terhadap Tanaman ... 16

Pengaruh Pengolahan Tanah ... 18

Pengaruh Bahan Organik ... 22

BAB III. PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI GOGO PADA BEBERAPA PERLAKUAN NAUNGAN DAN DOSIS BAHAN ORGANIK DI RUMAH KASA ... 26

Pendahuluan ... 26

Tujuan Penelitian ... 28

Hipotesis Penelitian ... 28

Bahan dan Metode Penelitian ... 28

Pelaksanaan Penelitian ... 32

Parameter Yang Diamati ... 34

Hasil Penelitian di Rumah Kasa ... 37

Pembahasan Hasil Penelitian di Rumah Kasa ... 58

Kesimpulan ... 66

BAB IV. PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI GOGO PADA BEBERAPA METODE PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS BAHAN ORGANIK DI AREAL TANAMAN KARET UMUR 2 TAHUN DAN 3 TAHUN ... 67

Pendahuluan ... 67

Tujuan Penelitian ... 69

Hipotesis Penelitian ... 70

Bahan dan Metode ... 71

Pelaksanaan Penelitian ... 73

Parameter Yang Diamati ... 75


(13)

Hasil Penelitian di Areal Karet 3 Tahun ... 109

Pembahasan Hasil Penelitian di Areal Karet 2 dan 3 Tahun ... 146

Kesimpulan ... 154

BAB V. PEMBAHASAN UMUM ... 156

Pengaruh Varietas, Naungan dan Bahan Organik Pada Penelitian di Rumah Kasa ... 156

Pengaruh Varietas, Metode Pengolahan Tanah dan Bahan Organik Pada Penelitian di Areal Karet 2 dan 3 Tahun ... 160

BAB VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 164

Kesimpulan Umum ... 164

Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 168

LAMPIRAN ... 175


(14)

ABSTRAK

Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti : pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, perubahan konsumsi penduduk dari non-beras ke beras, perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian, timbulnya musim kering yang panjang, banjir, dan keterlambatan waktu tanam serta produktivitas padi sawah irigasi yang sudah mengalami tingkat pelandaian (leveling off). Bila tidak ada terobosan-terobosan baru untuk mengatasi masalah kebutuhan pangan ini, maka Indonesia akan terus-menerus mengimpor beras dari negara-negara lain. Sementara ketersediaan beras di pasar Internasional juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan.Salah satu alternative untuk dapat membantu mengatasi masalah ini adalah dengan mengembangkan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan (areal TBM).

Untuk mengkaji pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan ini maka telah dilakukan tiga tahap penelitian yaitu : tahap pertama, dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi gogo ( Si Kembiri, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Tuwoti) pada beberapa perlakuan naungan (0%, 20%, 40%) dan dosis bahan organik (0 g/polibag, 25 g/polibag, 50 g/polibag, 75g/polibag) di rumah kasa Fakultas Pertanian USU Medan, tahap ke dua dan ke tiga dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo (Si Kembiri, Situ Patenggang) pada beberapa metode pengolahan tanah (Tanah dikikis dengan cangkul 1 x ; Olah tanah – Cangkul 1 x ; Olah tanah – Cangkul 2 x) dan dosis bahan organik (0 ton/ha, 5 ton/ha, 10 ton/ha, 15 ton/ha) di areal tanaman karet umur 2 dan 3 tahun di PT. Perkebunan Nusantara III Sei. Putih, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan Split-Split Plot Desain dengan tiga ulangan/blok.

Hasil penelitian menunjukkan, pengaruh faktor naungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo menurunkan jumlah anakan, luas daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar-jerami, jumlah malai, jumlah gabah berisi, produksi gabah per rumpun, kandungan gula total tanaman dan meningkatkan gabah hampa per rumpun tanaman. Varietas yang memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik pada kondisi ternaungi ditemukan pada varietas Situ Patenggang.

Faktor bahan organik memberikan pengaruh terhadap perbedaan karaktertistik pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo di areal karet belum menghasilkan (TBM 2 dan 3 tahun) terhadap parameter tinggi tanaman. jumlah anakan, luas daun, jumlah khloropil daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar – jerami, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah malai, persentase gabah hampa, produksi gabah per rumpun, indeks panen, produksi gabah per plot, serapan karbon dan bobot kering gulma.


(15)

Pengaruh faktor metode pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan perkembangan varietas padi gogo pada areal tanaman karet belum menghasilkan (TBM - 2 dan 3 tahun) menyebabkan perbedaan dalam hal karakteristik jumlah anakan, luas daun, khloropil daun, volume akar, bobot kering akar, bobot kering jerami, rasio bobot kering akar – jerami, jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, indeks panen, produksi gabah per rumpun, produksi gabah per plot, serapan karbon per rumpun dan bobot kering gulma.

Pada areal tanaman karet belum menghasilkan (TBM - 2 tahun), varietas padi gogo yang terbaik produksinya ditemukan pada varietas Situ Patenggang dengan metode pengolahan tanah cangkul 2 x dan dosis pemberian bahan organik 5 ton/ha.

Pada areal tanaman karet TBM - 3 tahun, varietas padi gogo yang terbaik produksinya juga ditemukan pada varietas Situ Patenggang dengan metode pengolahan tanah dikikis dengan cangkul 1 x dan diberi bahan organik 5 ton/ha.

Penanaman padi gogo di areal karet TBM - 2 tahun maupun 3 tahun tidak berpengaruh secara signifikant terhadap penurunan kualitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet.

Penanaman padi gogo di areal karet TBM - 2 tahun maupun 3 tahun terdapat sedikit penururan kualitas fisik kimia tanah terutama menyangkut : Mg – tukar, K- tukar, C- organik, N- total rasio C/N, Ca-tukar, KTK dan Al-dd.

Kata Kunci : Bahan organik, metode pengolahan tanah, naungan, pertumbuhan dan produksi, varietas padi gogo,


(16)

ABSTRACT

Provision of rice to meet national food needs is still a problem that needs to be addressed. It is caused by several factors such as: the number of people continues to increase, the change of food consumption of population of non-rice to rice, the change the function of agricultural land to non-agricultural, the onset of the long dry season, floods, and the delay of the time of planting as well productivity of irrigated lowland rice that has undergone leveling off. If there is no new breakthroughs to overcome the problem of food needs, then Indonesia will continuously import rice from the other countries. While the availability of rice in the international market also has limitations. One alternative to be able to help to overcome this problem is to develop the cultivation of upland rice in immature rubber plantation area.

To assess the development of upland rice cultivation in the immature rubber plantation area, it has conducted three phase of research, namely: the first phase, carried out research on the growth and production of several varieties of upland rice (Si Kembiri, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Tuwoti) in some shade treatment ( 0%, 20%, 40%) and the dose of organic matter (0 g/polybag, 25 g/polybag, 50 g/polybag, 75 g/polybag) in the screen house of Faculty of Agriculture University of Sumatera Utara, Medan, the second and third phase, conducted research on the growth and production of upland rice varieties (Si Kembiri, Situ Patenggang) in some soil tillage methods (Soil cleaned with a hoe, then planted; Soil tillage method 1 time with a hoe, flattened, then planted; Soil tillage method 2 times with a hoe, flattened, then planted) and doses of organic matter (0 tons/ha, 5 tons/ha, 10 tons/ha, 15 tons/ha) in the immature rubber plantation area, aged 2 and 3 years at the plantation company of PT. Perkebunan Nusantara III Sei. Putih, District of Deli Serdang. The research was conducted by using the experimental design of Split-split plot design with three replications / block.

The results showed that the influence of shade, on the growth and development of upland rice varieties decrease the number of tillers, leaf area, root volume, root dry weight, dry weight of straw, the ratio of the root-straw dry weight, number of panicles, number of productive grains, the production of grain per clumps, the total sugar content of plants and increase the empty grains per hill of plants. Variety that provide the best growth and production in shaded conditions found in Situ Patengganag.

Factor of organic material influence on the difference of the characteristics of growth and development of upland rice varieties in the immature rubber plantation area (aged 2 and 3 years) to the the parameters of : plant height, number of tillers, leaf area, leaf number chlorophyl, roots volume, roots dry weight, straw dry weight, ratio of the roots - straw dry weigh, number of panicle, panicle length, number of grains per panicle, the percentage of empty grains, grain production per hill of plants, harvest index, grain production per plot, carbon uptake and weed dry weight.

Effect of soil tillage method factor to the growth and development of upland rice varieties in the area of immature rubber plants (aged 2 and 3 years) lead to differences in the characteristics of tiller number, leaf area, leaf chlorophyll, roots volume, roots dry weight, straw dry weight , ratio of roots - straw dry weight, number of panicles, number


(17)

of grains per panicle, the percentage of empty grains, harvest index, grain production per panicle, grain production per plot, carbon uptake per hill of plnts and weeds dry weight.

In the area of immature rubber plants (aged - 2 years), the best varieties of upland rice production is found in variety of Situ Patenggang with soil tillage methods (hoe 2 times) and doses of organic material 5 tons / ha.

In the area of immature rubber plants (aged - 3 years), the best varieties of upland rice production is also found in Situ Patenggang variety with soil tillage methods (soil cleaned with a hoe) and given the organic material 5 tons / ha.

Planting of upland rice in the immature rubber plantation area (aged - 2 years or 3 years) did not affect signifcantly to decrease the quality of growth and development of rubber plants.

Planting of upland rice in the immature rubber plantation area (aged - 2 years or 3 years), there is a slight decrease in the physical and chemical quality of soil, especially regarding : Mg exchange, K exchange, C organic, total of N, the ratio C / N, Ca -exchange, CEC and Al-dd.

Keywords : Growth and production, organic materials, shade, soil tillage method, upland rice varieties.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat (± 2 % per tahun), perubahan konsumsi penduduk dari non-beras ke beras, perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian, timbulnya masalah baru seperti musim kering yang panjang, banjir dan keterlambatan waktu tanam, produktivitas padi sawah irigasi yang merupakan sumber utama beras nasional sudah mengalami tingkat pelandaian (leveling off). Perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian merupakan faktor penyebab yang sangat penting memperlihatkan telah terjadi perubahan fungsi lahan sawah ke sektor lain seluas 1,6 juta ha dan 1 juta ha diantaranya terjadi di Pulau Jawa selama kurun waktu 1981 - 1999. Bila tidak ada terobosan-terobosan baru untuk mengatasi masalah kebutuhan pangan ini, maka Indonesia akan terus-menerus mengimpor beras dari negara-negara lain. Sementara ketersediaan beras di pasar Internasional juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan.

Sebagai gambaran, berdasarkan data statistik tahun 1998 – 2003 impor beras ke Indonesia berkisar antara 1,4 – 5,7 juta ton per tahun (Noor, 1996; Irawan et al, 2001; Supijatno, 2003; BPS, 2003; Adiratma, 2004). Oleh karena itu masalah kekurangan beras merupakan masalah nasional yang perlu dicari berbagai alternatif untuk mengatasinya. Salah satu alternatif yang potensial adalah mengembangkan areal budidaya padi lahan kering/padi gogo sebagai tanaman sela di areal perkebunan diantaranya adalah areal perkebunan karet belum menghasilkan (TBM) Areal ini memungkinkan dimanfaatkan untuk penanaman padi gogo hingga tanaman karet berumur 3 - 4 tahun (Steinway, 2003;


(19)

Supijatno, 2003). Keuntungan pemanfaatan areal ini selain akan dapat mendukung peningkatan produksi beras nasional, juga akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pekebun karet maupun perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang perkaretan baik negara maupun swasta. Selain itu akan mengintensifkan dan mengefisienkan pemeliharaan tanaman karet sebelum menghasilkan. Dengan demikian pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum manghasilkkan akan turut mempertangguh usaha pembangunan perkebunan karet di Indonesia.

Luas total areal perkebunan karet yang ada di seluruh Indonesia hingaa saat ini tercatat 3,3 juta ha, tersebar di 23 wilayah provinsi. Dari luasan tersebut, perkebunan karet rakyat tercatat sekitar 2,8 juta ha (85%) dengan jumlah petani yang terlibat di dalamnya 1,4 juta kepala keluarga, selebihnya 0,5 juta ha (15%) merupakan perusahaan perkebunan negara dan swasta. Setiap tahun berkisar 3 - 4 % merupakan areal tanaman karet baru (new replanting). Areal ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya padi gogo (Supijatno, 2003; BPS, 2004; Boerhendhy dan Agustina, 2006; Departemen Pertanian, 2006). Berdasarkan data di atas maka luas potensi pengembangan lahan padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan setiap tahun berkisar 99.000 – 132.000 ha. Selain itu mulai tahun 2006 pemerintah telah melaksanakan program revitalisasi perkebunan untuk percepatan pembangunan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi komoditi tanaman karet, kelapa sawit dan kakao. Target program revitalisasi khusus untuk perkebunan karet 5 tahun pertama ke depan adalah seluas 300.000 ha (Departemen Pertanian, 2006). Dari program ini potensi tambahan ketersediaan lahan pengembangan padi gogo di areal perkebunan karet seluas 60.000 ha setiap tahun. Dari uraian di atas maka potensi pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan di Indonesia cukup besar.


(20)

Namun dalam pengembangan padi gogo di areal perkebunan karet terdapat beberapa kendala faktor lingkungan terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo. Kendala tersebut diantaranya adalah rendahnya intensitas cahaya matahari yang diperoleh tanaman terutama pada karet umur 2 tahun ke atas, kadar bahan organik tanah yang relatif rendah, ketersediaan air tanah terbatas, miskin unsur hara tanah, pH tanah yang rendah, dan sering ditemukannya gejala keracunan unsur besi (Fe) dan aluminium (Al) terhadap padi gogo (Noor,1996; Prasetyo, 2003). Hal ini mengakibatkan gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga produktivitas padi gogo yang dihasilkan relatif rendah (Supijatno, 2003).

Sebagaimana diketahui selama ini, padi gogo tergolong tanaman yang butuh banyak cahaya, sehingga kekurangan cahaya pada kondisi naungan dapat mengakibatkan tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat (Murty

et al., 1992; Watanabe et al., 1993; Jiao et al., 1993; Yeo et al., 1994). Gangguan fisiologi ini akan mengakibatkan tingkat produktivitas padi gogo yang rendah di bawah kondisi naungan. Pada intensitas cahaya rendah biasanya juga terjadi gangguan translokasi karbohidrat ke bagian-bagian tubuh tanaman dan mempengaruhi perubahan pertumbuhan morfologi dan anatomi daun. Perubahan tersebut adalah sebagai mekanisme pengendalian jumlah dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplast daun. Daun varietas padi gogo yang toleran cahaya rendah berbeda dengan yang peka dilihat dari warna kehijauan daun, luas daun, ketebalan daun, ketegakan daun dan bentuk daun (Sopandie et al., 1999; Chozin et al., 2000).

Varietas padi gogo yang toleran cahaya rendah memperlihatkan kandungan pati daun dan batang lebih tinggi dari pada yang peka saat dinaungi 50 % pada fase vegetatif aktif (Sopandie et al., 1999 dan 2001a). Intensitas cahaya rendah pada kondisi naungan dapat mempengaruhi hasil dan kualitas biji padi gogo (Steinway et al, 2003).


(21)

Toleransi fisologis dan morfologis tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya tetap baik pada kondisi intensitas cahaya rendah akibat naungan antara lain dilakukan dengan mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan luas daun guna memperoleh permukaan daun yang lebih besar dalam melakukan absorbsi cahaya, dan meningkatan laju fotosintesis pada setiap unit energi cahaya yang diterima tanaman (Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985).

Hale dan Orcutt (1987) menyebutkan, toleransi tanaman terhadap naungan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan oleh daun.

Kekuatan melawan degradasi klorofil akibat kurangnya cahaya sangat penting bagi daya toleransi tanaman terhadap naungan yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplast per luas daun (Hale dan Orchut, 1987), dan meningkatkan jumlah klorofil pada kloroplast (Okada et al., 1992). Hal ini ditunjukkan oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar khlorofil lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al., 1994; Sulistyono et al., 1999).

Lubis et al. (1993), menyatakan bahwa untuk pengembangan budidaya padi gogo sebagai tanaman sela di bawah naungan tegakan, diperlukan varietas-varietas dengan kriteria : berumur 80-120 hari (genjah sampai sedang), tinggi tanaman 110-125 cm, jumlah anakan sedang, bentuk batang agak serak, tahan penyakit blast, toleran Al, kekeringan dan naungan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas maka dalam upaya pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet, salah satu diantaranya yang perlu dilakukan adalah pengujian beberapa varietas unggul padi gogo untuk mendapatkan varietas yang toleran naungan dan berproduksi tinggi serta


(22)

melakukan pengkajian perbaikan-perbaikan teknologi budidaya padi gogo hkususnya yang berkaitan dengan perbaikan kondisi tanah melalui penerapan beberapa metode pengolahan tanah dan pemberian bahan organik.

Perumusan Masalah

Dalam pengembangan budidaya padi gogo di areal perkebunan karet terdapat beberapa kendala faktor lingkungan yang dihadapi tanaman yaitu rendahnya intensitas cahaya matahari yang diperoleh tanaman karena naungan terutama karet umur 2 tahun ke atas, kadar bahan organik relatif rendah, miskin unsur hara, pH tanah asam, ketersediaan air tanah terbatas, dan sering ditemukannya gejala keracunan unsur besi (Fe) dan aluminium (Al) terhadap tanaman padi gogo. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan morfologi tanaman serta gangguan proses metabolisme sehingga produktivitas padi gogo yang diperoleh menjadi rendah.

Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan usaha pengembangan varietas padi gogo yang adaptif naungan, antara lain dapat dilakukan melalui pengujian pertumbuhan dan produksi beberapa varietas unggul padi gogo untuk mendapatkan varietas yang adaptif naungan dan berproduksi tinggi serta melakukan penelitian perbaikan-perbaikan teknologi budidaya padi gogo khususnya yang berkaitan dengan perbaikan kondisi tanah melalui pengkajian beberapa metoda pengolahan tanah dan pemberian bahan organik. Penelitian dilakukan dengan pendekatan analisis komprehensif yang mencakup analisis parameter morfologi tanaman, komponen hasil, fisiologi, biokimia, anatomi, penyerapan karbon tanaman, gulma, pertumbuhan vegetatif karet, kesuburan tanah dan hama penyakit tanaman.


(23)

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari perubahan karakter morfologi, komponen hasil, fisiologi, biokimia dan anatomi varietas padi gogo sebagai respon terhadap perlakuan naungan, bahan organik dan metode pengolahan tanah.

2. Mendapatkan varietas padi gogo yang beradaptasi terhadap pengaruh faktor naungan. 3. Mendapatkan metode pengolahan tanah yang sesuai untuk budidaya tanaman padi

gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan.

4. Mendapatkan dosis pupuk organik yang sesuai untuk budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan.

5. Mempelajari dampak budidaya padi gogo di areal tanaman karet belum menghasilkan terhadap perkembangan gulma, penyerapan karbon oleh tanaman padi gogo, pertumbuhan vegetatif karet, perubahan kesuburan tanah dan hama penyakit tanaman.

Hipotesis Penelitian

1. Varietas padi gogo yang diuji memiliki respon yang berbeda dalam hal karakteristik pertumbuhan morfologi, komponen hasil, biokimia dan anatomi akibat faktor naungan, pemberian bahan organik dan metode pengolahan tanah.

2. Di antara varietas-variatas padi gogo yang diuji terdapat minimal satu varietas yang adaptif terhadap kondisi naungan.

3. Di antara metode pengolahan tanah yang diuji terdapat salah satu metode yang sesuai untuk budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan.

4. Di antara dosis pupuk organik yang diuji terdapat salah satu dosis yang sesuai untuk budidaya padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan.

5. Terdapat dampak budidaya padi gogo di areal tanaman karet belum menghasilkan terhadap perkembangan gulma, penyerapan karbon oleh tanaman padi gogo,


(24)

pertumbuhan vegetatif karet, perubahan kesuburan tanah dan hama penyakit tanaman.

Tahapan Penelitian

Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka dalam penelitian ini dillakukan tiga kali tahapan kegiatan percobaan, terdiri atas :

1. Percobaan 1: Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa Perlakuan Naungan dan Dosis Bahan Organik di Rumah Kasa.

2. Percobaan 2: Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa Metode Pengolahan Tanah dan Dosis Bahan Organik di Areal Tanaman Karet Umur 2 Tahun.

3.

Percobaan 3: Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa Metode Pengolahan Tanah dan Dosis Bahan Organik di Areal Tanaman Karet Umur 3 Tahun.

Hasil Diharapkan

Diperoleh suatu varietas, metode pengolahan tanah dan dosis bahan organik yang sesuai diterapkan untuk teknik budidaya tanaman padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan umur 2 tahun dan 3 tahun (TBM 2 dan TBM 3).


(25)

Secara diagram alir, alur penelitian mulai dari identifikasi masalah sampai kepada percobaan-percobaan yang dilaksanakan dapat digambarkan sebagai berikut :

Masalah

Pengembangan padi gogo di areal perkebunan karet belum

menghasilkan (TBM) ada beberapa kendala yang dihadapi :

o

intensitas cahaya matahari rendah,

o

kadar bahan organik rendah,

o

miskin unsur hara,

o

pH tanah asam,

o

ketersediaan air tanah terbatas,

o

dan sering ditemukannya gejala keracunan Fe

dan Al

Percobaan 1

Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa

Perlakuan Naungan dan Dosis Bahan Organik

di Rumah Kasa.

Percobaan 2

Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa Metode Pengolahan Tanah dan Dosis Bahan Organik di Areal Tanaman Karet Umur 2 Tahun.

Percobaan 3

Pertumbuhan dan Produksi Varietas Padi Gogo Pada Beberapa Metode Pengolahan Tanah dan Dosis Bahan Organik di Areal Tanaman Karet Umur 3 Tahun.

Hasil Diharapkan

Diperoleh suatu varietas, metode pengolahan tanah dan dosis bahan organik yang sesuai diterapkan untuk teknik budidaya tanaman padi gogo di areal perkebunan karet belum menghasilkan umur 2 tahun dan 3 tahun (TBM 2 dan TBM 3).


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan

dan Perkembangan Padi Gogo

Curah Hujan

Curah hujan merupakan komponen iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit diramalkan. Setiap daerah mempunyai pola curah hujan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Untuk mengetahui pola curah hujan di suatu daerah diperlukan data curah hujan dari daerah tersebut selama 30 tahun (Santoso, 1984).

Berdasarkan distribusi curah hujan, Oldeman (1984) membagi pola curah hujan atas tiga tipe yang berbeda :

1. Pola curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak jelas perbedaan antara musim hujan dan musim kering.

2. Pola curah hujan monomodal, yaitu dalam satu tahun hanya terdapat satu bulan yang jumlah curah hujannya tertinggi ataupun terendah. Pola curah hujan tipe ini dipengaruhi oleh musim, dan jelas ada musim hujan dan musim kering. Pola curah hujan monomodal mempunyai beberapa bulan curah hujannya lebih dari 200 mm dan beberapa bulan curah hujannya kurang dari 100 mm.

3. Pola curah hujan bimodal, yaitu selama satu tahun terjadi dua kali periode dengan curah hujan yang tinggi dan di antara curah hujan tinggi tersebut terdapat musim kering.

Kebutuhan curah hujan bulanan untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman padi gogo dipengaruhi oleh kapasitas tanah menahan air dan keadaan suhu udara. Semakin tinggi kapasitas menahan air dari tanah semakin rendah kebutuhan curah hujan bulanan. Di Amerika Latin di daerah yang curah hujannya selama 6-8 bulan lebih


(27)

dari 2000 mm, sangat sesuai untuk pertumbuhan padi gogo dan dapat menghasilkan gabah kering 4-5 ton/ha (Ciat, 1984).

[

Cahaya Matahari.

Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi pertumbuhan tanaman. Butir-butir hijau daun mengabsorbsi panjang gelombang cahaya matahari 400 - 700 nm untuk membentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis. Cahaya matahari juga berpengaruh terhadap produksi khlorofil tanaman, jumlah dan komposisi khloroplast, struktur daun, bentuk daun dan gerak menutup dan membuka stomata (Weaver dan Clement, 1980). Menurut Larcher (1975) pengaruh langsung cahaya matahari terhadap tanaman ada tiga hal yaitu sumber energi (photodestrucnectic effects), mengatur perkembangan tanaman (photocybernectic effects) dan merusak tanaman (photodestructiv effects). Pengaruh lain adalah mengontrol transpirasi tanaman sehingga berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah.

Kebutuhan intensitas cahaya matahari pada setiap fase pertumbuhan tanaman padi gogo tidak sama. Intensitas cahaya matahari rendah pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata tetapi pada fase reproduktif dan pematangan mengakibatkan penurunan hasil gabah (Yoshida dan Parao, 1976 dalam De Datta, 1981).

Kebutuhan cahaya matahari bagi tanaman padi gogo di awal pertumbuhan, jumlahnya kecil kemudian meningkat dan mencapai maksimal pada fase pembungaan dan kemudian menurun sampai tanaman dipanen.

Hasil penelitian Stansel et al (1965) dan Stansel (1975) dalam De Datta, (1981) menunjukkan bahwa masa kritis kebutuhan cahaya matahari bagi pertumbuhan tanaman padi dimulai pada fase pembentukan primordia bunga sampai 10 hari sebelum pematangan gabah.


(28)

11

Suhu Udara.

Tanaman padi gogo untuk pertumbuhan normal membutuhkan suhu udara 20 – 30

°

C. Di bawah suhu 20 °C dan di atas 35 ºC merupakan suhu kritis untuk pertumbuhan tanaman padi gogo. Suhu kritis tersebut bervariasi menurut : varietas, lamanya suhu kritis berlangsung, perubahan suhu harian siang dan malam, serta kondisi fisiologi tanaman padi itu sendiri (Yoshida, 1981).

Angin.

Angin mempunyai dua fungsi dasar di alam yaitu memindahkan panas dari wilayah lintang rendah ke lintang tinggi sehingga terjadi keseimbangan neraca cahaya matahari antara lintang rendah dan lintang tinggi, dan memindahkan uap air hasil proses evpotranspirasi. Dengan demikian angin berpengaruh langsung terhadap hilangnya air melalui proses evapotranspirasi (Lawson dan Alluri, 1985).

Kondisi angin biasanya minimum pada waktu sekitar matahari terbit dan maksimum menjelang sore hari, dan hal ini menyebabkan variasi kondisi angin harian. Apabila angin hanya berhembus siang hari sedangkan pada malam hari kondisi udara lembab maka laju evepotranspirasi sekitar 30 % lebih tinggi dibanding dengan keadaan dimana kondisi angin hanya terpusat pada malam hari (Santoso, 1984).

Menurut Lawson dan Alluri (1985), karena sistem perakaran tanaman padi termasuk dangkal pada lapisan tanah maka perlu dijaga keseimbangan antara penyerapan air oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman dan untuk itu maka kecepatan angin yang terbaik adalah kecepatan sedang. Bila kecepatan angin terlalu lambat, maka transportasi air dan CO2 tidak efisien sehingga mengakibatkan proses fotosintesis

tanaman terbatas (Laowson, 1984). Sedangkan bila kecepatan angin terlalu cepat pada kelembaban udara yang rendah maka akan mempercepat laju kehilangan air dari tanaman dan tanah dan akibatnya akan terjadi kekeringan (Laowson dan Alluri, 1985). Angin


(29)

kencang dapat mengakibatkan kerebahan tanaman serta mempercepat penyebaran penyakit.

Ketersediaan Air Tanah

Tanaman padi gogo sumber airnya berasal dari air hujan yang diikat oleh tanah. Air tanah yang tersedia yang dapat digunakan oleh akar tanaman padi gogo selain dipengaruhi oleh jumlah curah hujan juga dipengaruhi oleh tekstur tanah (Garrity, 1984; Oldeman, 1984: Steinmetz et al, 1985), jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi (De Datta dan Vergara, 1975; Ciat, 1984; Laowson,1984; Oldeman, 1984), kedalaman akar pada lapisan tanah (Yoshida, 1975; Forest dan Kalms, 1984), dan tinggi rendahnya permukaan air tanah (Yoshida, 1975).

Air tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman padi gogo merupakan air yang ditahan oleh tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan kisarannya ditentukan oleh tekstur tanah. Steimetz (1985) melaporkan bahwa air tersedia bagi pertumbuhan tanaman padi gogo pada tipe tanah Latosol Kuning, Podsol Merah Kuning, Latosol Merah Kekuningan dan Latosol Merah Gelap berturut-turut adalah 0.6, 0.95, 1.01 dan 1.02 mm/cm. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan tanah menahan air.

Yoshida (1975) melaporkan bahwa kemampuan menahan air pasir halus adalah 4.3 – 8.6 mm/cm sedangkan tanah liat 77.0 mm/30 cm. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan air naik ke permukaan tanah yaitu tekstur tanah yang kasar air naik dengan cepat dan jaraknya pendek sedangakan pada tekstur halus air naik lambat dan dapat melalui jarak yang panjang. Menurut Kramer (1969), tinggi muka air tanah sedalam 60 cm, air naik 5 mm/hari pada tanah dengan tekstur kasar sedangkan pada tanah dengan tekstur halus adalah 2 mm/hari.


(30)

13

Kedalaman akar pada lapisan tanah juga mempengaruhi air tersedia bagi tanaman oleh karena air yang tersedia akan meningkat pada lapisan tanah yang lebih dalam. Varietas padi gogo yang memiliki sistem perakaran yang dalam lebih tahan terhadap keadaan kekurangan air dibandingkan dengan yang akarnya lebih dangkal, oleh karena jumlah air tanah yang tersedia lebih banyak bagi tanaman yang berakar dalam (Yoshida, 1975; Forest dan Kalms, 1984).

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman dari dalam tanah untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi dari tanaman sehat, tumbuh di lahan luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas, serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya (Doorenbos dan Pruitt, 1977). Menurut Sitaniapessy (1982) kebutuhan air tanaman disebut koefisien transpirasi dan merupakan jumlah air yang diserap dari dalam tanah dan diuapkan oleh tanaman untuk membentuk satu kilogram bahan kering yang dinyatakan dalam satu kilogram air. Menurut Seeman (1979) kebutuhan air tanaman selain dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanah, kebutuhan air tanaman sangat erat hubungannya dengan evapotranspirasi.

Menurut Chabrolin (1970) kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 5 – 6 mm/hari. Di Ibadan (Afrika) kebutuhan air padi gogo varietas OS6 adalah antara 4 – 4.5 sampai 5 – 6 mm/hari (IITA, 1984). Lawson (1984) melaporkan bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi gogo lebih tinggi di daerah kering dibandingkan di daerah basah yaitu 7.0 mm/hari untuk daearah kering dan 3.5 mm/hari di daerah basah. Lebih lanjut Lawson (1984) menyatakan bahwa kisaran kebutuhan air maksimum bagi pertumbuhan tanaman padi gogo adalah 4 - 6 mm/hari.


(31)

Pengaruh Kekeringan terhadap Tanaman

Kekeringan adalah keadaan dimana jumlah air tanah yang tersedia tidak mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman maksimum (Ghidyal dan Tomar, 1982). Ada dua jenis kekeringan yaitu kekeringan atmosfir (atmospheric drought) dan kekeringan tanah (soil drought). Kekeringan atmosfir disebabkan oleh suhu udara yang tinggi, kecepatan angin tinggi, atau karena kelembaban udara yang rendah. Sedangkan kekeringan tanah disebabkan oleh kandungan air tanah rendah akibat curah hujan yang rendah, permeabilitas tanah lambat atau karena kapasitas menyimpan air tanah rendah (Troeh et al, 1980).

Menurut Yoshida (1975) tanaman padi mengalami kekurangan air bila jumlah air yang hilang melalui transpirasi lebih besar dari jumlah air yang diserab akar dari dalam tanah. Kekurangan air tanah akan mengakibatkan cekaman air (water stress) pada tanaman. Cekaman air terjadi bila evapotranspirasi maksimum atau bila air yang tersedia dari tanah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air mengakibatkan perkembangan komponen tumbuhnya tertekan (Yoshida, 1975; Ghidyal dan Tomar, 1982). Tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering jerami, jumlah akar, berat kering akar tanaman padi semakin berkurang bila cekaman air meningkat. Tetapi panjang akar meningkat bila cekaman air meningkat (Ghidyal dan Tomar, 1982).

Partohardjono dan Makmur (1993) menunjukan bahwa cekaman kekeringan tanaman padi yang terjadi mulai pada fase primordia bunga sampai fase pematangan biji akan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah gabah berisi per malai, berat 1000 butir gabah, nisbah gabah dan jerami, hasil gabah per ha serta meningkatnya jumlah gabah hampa per malai.


(32)

15

Menurut Yoshida (1975) tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air hasilnya menurun karena jumlah anakan produktif rendah, persentase gabah hampa tinggi, berbunga terlambat, nisbah jumlah malai terhadap jumlah anakan rendah. Oleh karena persentase gabah hampa lebih tinggi pada keadaan cekaman kekurangan air maka Yoshida (1975) menyimpulkan bahwa hasil yang rendah padi gogo bukan saja diakibatkan oleh tertekannya pertumbuhan akibat cekaman kekurangan air tetapi juga akibat tingginya persentase gabah hampa.

Penurunan hasil akan semakin nyata bila periode cekaman air terjadi pada 11 sampai 13 hari sebelum pengisian biji (Yoshida, 1975) sedangkan tekanan terhadap komponen tumbuh semakin nyata bila cekaman air terjadi lebih awal pada waktu fase vegetatif (Chang dan De Datta, 1975).

Utomo dan Nazaruddin (1996) juga melaporkan bahwa cekaman kekurangan air selama pertumbuhan tanaman padi mengakibatkan terjadinya hambatan terhadap pembentukan dan pertumbuhan anakan, pembentukan malai, pembungaan dan pembuahan yang berakibat bulir padi yang dihasilkan hampa

Tertekannya pertumbuhan dan rendahnya hasil padi gogo pada cekaman kekurangan air terjadi karena menurunya nisbah transpirasi (transpiration ratio). Hal tersebut terjadi karena pada cekaman kekurangan air stomata tertutup untuk menghindari kehilangan air yang lebih banyak dari jaringan tanaman. Dengan tertutupnya stomata maka laju transpirasi menurun sehingga pembentukan bahan kering menurun dan hasil gabah rendah (Yoshida, 1975).

Lawson (1984) melaporkan bahwa hasil padi gogo varietas OS6 dan ANDY-11 pada keadaan cekaman kekurangan air masing-masing adalah sebesar 1.7 dan 2.6 ton/ha, sedangkan bila ketersediaan air tanah cukup hasil yang dicapai masing-masing varietas


(33)

adalah sebesar 3.2 dan 3.7 ton/ha. Dalam hal ini masing-masing varietas menurun produksinya sebesar 47% dan 30% karena cekaman kekurangan air.

Pengaruh Naungan terhadap Tanaman

Tanaman padi gogo tergolong tanaman perlu cahaya banyak, sehingga kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Murty et al., 1992; Watanabe et al., 1993; Jiao et al., 1993; Yeo et al., 1994; Chowdury et al., 1994 ; Sopandie et al., 2003). Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas padi gogo yang rendah di bawah naungan.

Intensitas cahaya rendah mempengaruhi morfologi dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan kwantitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Daun genotipe padi gogo toleran berbeda dengan yang peka dilihat dari warna kehijauan daun, luas, ketebalan, serta ketegakan dan bentuknya (Sopandie et al., 1999; Chozin et al., 2000). Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000). Cruz (1997) menyatakan naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO

2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya.

Murty dan Sahu (1987) menjelaskan peningkatan kandungan total amino-N dan N terlarut pada varietas padi yang sensitif intensitas cahaya rendah, menyebabkan terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya kehampaan gabah.

Varietas toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang lebih tinggi dari pada yang peka saat dinaungi 50 % saat vegetatif aktif (Sopandie et al.,


(34)

17

1999 dan 2001a). Intensitas cahaya rendah pada kondisi naungan mempengaruhi produksi dan mutu biji padi gogo (Steinway et al, 2003).

Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan distribusi spektrum cahaya matahari yang diterima daun di permukaan tajuk lebih besar dibanding dengan daun di bawah naungan. Pada kondisi ternaungi cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat sedikit.

Pengaruh intensitas cahaya rendah terhadap hasil pada berbagai komoditi sudah banyak dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menyebabkan jumlah gabah/malai kecil serta persentase gabah hampa yang tinggi, sehingga produksi biji rendah (Sopandie et al., 2003). Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi dapat menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menyebabkan meningkatnya gabah hampa (Chaturvedi et al., 1994). Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil kedelai (Asadi et al., 1997), jagung (Andre et al., 1993), padi gogo (Supriyono et al., 2000), ubi jalar (Nurhayati et al., 1985), dan talas (Caiger, 1986 ; Wirawati et al., 2002).

Toleransi tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya tetap baik pada kondisi intensitas cahaya rendah karena naungan antara lain dapat dilakukan oleh tanaman dengan mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan luas daun untuk memperoleh permukaan daun yang lebih besar dalam melakukan absorbsi cahaya serta meningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya yang diterima tanaman (Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985).

Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap naungan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan oleh daun. Sopandie et al. (2003) menyatakan pada kondisi kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk mempertahankan agar fotosintesis tetap


(35)

berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan ini dapat dicapai apabila respirasi juga efisien. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara genetik, tanaman yang toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan.

Kekuatan melawan degradasi khlorofil akibat kurangnya cahaya sangat penting bagi daya adaptasi tanaman terhadap naungan yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas per luas daun (Hale dan Orchut, 1987), dan peningkatan jumlah khlorofil pada kloroplas (Okada et al., 1992). Hal ini ditunjukkan oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al., 1994; Sulistyono et al., 1999).

Lubis et al. (1993), menyatakan bahwa untuk pengembangan budidaya padi gogo sebagai tanaman sela di bawah naungan tegakan, diperlukan varietas-varietas berumur genjah hingga sedang (80 – 120 hari), tinggi tanaman berkisar 110 – 125 cm, jumlah anakan sedang, bentuk batang agak serak, tahan blas, toleran Al, toleran kekeringan dan naungan.

Pengaruh Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah (tillage) adalah setiap kegiatan manipulasi mekanis terhadap sumberdaya tanah yang diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang baik di daerah perakaran tanaman, membrantas gulma dan membenamkan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah.

Moenandir (2004) mengatakan pengolahan tanah sesungguhnya ialah tindakan penghancuran bongkahan tanah besar menjadi berukuran lebih kecil sehingga permukaan partikel tanah yang mengakibatkan lebih luas hubungan antara akar tanaman dan tanah.


(36)

19

Keadaan ini memungkinkan tanaman memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman baik dan hasilnya menjadi baik pula.

Menurut Suhardi (1983) dengan adanya pengolahan tanah akan diperolah kondisi tanah yang baik ditinjau dari struktur tanah, porositas tanah, keseimbangan antara air, udara dan suhu di dalam tanah. Maka dalam budidaya tanaman pengolahan tanah mutlak perlu untuk menciptakan lingkungan tanah yang cukup baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan seluruh proses pengolahan tanah akan menghasilkan :

 Meningkatkan sisfat-sifat fisik tanah yaitu menjamin memperbaiki struktur dan porositas tanah, sehingga antara pemasukan air dan pengeluarannya menjadi seimbang untuk kehidupan tanaman. Peredaran udara dalam tanah menjdi optimal yang akan menjamin aktvitas biologi tanah menjadi optimal.

 Pertumbuhan tanaman menjadi baik di areal pertanaman. Dengan adanya pengolahan tanah memungkinkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah menjadi lebih baik. Di dalam pertumbuhan tanaman di areal tanam diperlukan udara, suhu dan ketersedian air tanah yang optimal yang dapat dibantu dengan adanya pengolahan tanah.

 Mempermudah pemanfaatan unsur hara atau pupuk yang diberikan di dalam tanah oleh tanaman sehingga pertumbuahan tanaman akan lebih baik.

Menurut Arsyad (1983) dengan dilakukannya pengolahan tanah, maka tanah akan menjadi gembur, dapat lebih cepat menyerap air hujan, serta mengurangi aliran permukaaan atau run-off. Tetapi pada lahan yang bertofografi miring pengaruh tersebut hanya bersifat sementara karena tanah yang diolah sampai gembur akan mudah tererosi. Pengolalahan tanah dapat menekan pertumbuhan gulma dan perkembangannya serta menciptakan aerasi tanah yang baik. Tetapi bila kondisi populasi gulma telah dapat


(37)

ditekan dan aerasi tanah telah baik maka pengolahan tanah tidak diperlukan lagi, sebab dapat mengakibatkan meningkatnya kehilangan air tanah dan kerusakan akar tanaman. Moenandir (2004) juga mengatakan pengolahan tanah dapat pula merawat kelembaban tanah dengan menghindari run-off. Di daerah semi arid, 88% air yang diperoleh dapat hilang secara run-off. Tanah yang diolah dapat menahan air seperti itu dibanding tanah tanpa olah.

Dalam proses pengolahan tanah, kedalamanan pembajakan tanah menurut Suhardi (1983) dikelompokan atas empat golongan yaitu pembajakan ringan dengan kedalaman berkisar 8 – 12 cm, sering dilakukan pada pertanaman padi sawah; pembajakan sedang dengan kedalaman 15 – 20 cm, paling banyak dilakukan dalam budidaya tanaman pangan, terutama pada tanaman padi gogo, jagung dan kentang; pembajakan dalam dengan kedalaman 30 – 35 cm dan pembajakan sangat dalam dengan kedalaman lebih dari 35 cm, ini digunakan terutama untuk tanaman keras.

Smith (1955) dalam Moenandir (2004) mengutarakan bahwa proses pengolahan tanah ada dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memotong-motong tanah sehingga menjadi longgar dan mudah membalikannya (15 – 20 cm). Pengolahan tahap kedua ialah untuk menghancurkan bongkahan tanah yang masih besar dan sisa tanaman dari pengolahan tahap pertama menjadi lebih halus lagi. Sisa-sisa tanaman akan terpendam dan melapuk merupakan sumber nutrisi berikutnya. Hasil akhir yang diperoleh ialah terciptanya keadaan tanah yang baik dan sesuai unuk pertumbuhan tanaman serta bebas gulma.

Berapa kali pengolahan tanah dilaksanakan tergantung dari kebutuhan dalam mempertahankan struktur tanah (Moenandir, 2004)

Menurut Hayes (1982) dan Young (1983) dikenal ada tiga macam metode pengolahan tanah dalam budidaya tanaman yaitu : pengolahan tanah sempurna (conventional tillage),


(38)

21

pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (no-tillage). Pengolahan tanah sempurna atau pengolahan tanah maksimum adalah pengolahan tanah dengan melakukan pembajakan tanah dua atau tiga kali kemudian dilakukan penggaruan untuk penghalusan tanah, baru ditanami. Pengolahan tanah minimum atau disebut juga pengolahan tanah terbatas adalah pengolahan tanah yang hanya dilakukan pada lokasi yang sangat memerlukan saja misalnya pada barisan tanaman atau pada piringan tanaman saja atau pengolahan tanah hanya dilakukan satu kali saja. Pada metode tanpa pengolahan tanah benih atau bibit tanaman yang akan ditanam ditempatkan dalam tanah pada celah yang sangat sempit atau pada parit kecil yang dibuat sedemikian rupa sehingga lebar dan dalamnya hanya untuk menutupi benih tanaman. Pada sistem tanpa olah tanah sisa-sisa tanaman dibiarkan dipermukaan tanah yang berfungsi sebagai mulsa. Hasil penelitian Blevin et al, (197) menunujukan bahwa kandungan air tanah pada sistem

no-tillage lebih tinggi dibandingkan dengan conventional tillage maupun minimum tillage. Perbedaan kandungan air tanah terutama terjadi pada lapisan kedalaman tanah antara 0 – 15 cm.

Barber (1971) melaporkan bahwa akar tanaman jagung sampai ke dalaman tanah antara 0 – 15 cm lebih panjang dan lebih berat pada sistem no-tillge dibanding

conventional tillage, akan tetapi pada kedalaman di atas 15 cm, terdapat hal yang sebaliknya yaitu akar lebih berat dan lebih panjang pada sisitem conventional tillage. Pada lahan padi gogo pengolahan tanah yang berlebihan tidak diperlukan bila gulma dapat dikendalikan dengan herbisida pratanam (Seth et al, 1971 dalam De datta dan Liagas, 1983).

Hasil penelitian di Way Abung, Lampung (Anonimous, 1979) menunjukukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, hasil gabah kering, persentase gabah berisi dan berat 1000 butir gabah pada padi gogo varietas IET-1444 lebih tinggi pada


(39)

lahan yang diolah satu atau dua kali dibanding tanpa olah tanah ataupun tanah hanya dikik.. Pengolahan tanah satu kali lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah dua kali.

Pengaruh Bahan Organik

Bahan orgnaik sebgai bahan pupuk berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah) dan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno,1986; Sutanto, 2002). Pupuk organik berperan sebagai granulator yaitu memperbaiki sruktur tanah, sumber unsur hara makro dan unsur mikro terhadap tanaman walaupun dalam jumlah yang rendah, menambah kemampuan tanah menahan air dan menahan unsur-unsur hara tanah (kapasitas tukar kation (KTK) tanah menjadi tinggi) serta sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga kegiatan biologi tanah meningkat. Semua tanaman dapat menjadi lebih baik pertumbuhannya bila diberi pupuk organik. Pada tanah masam pupuk organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan dapat meningkatkan ketersediaan unsur mikro dalam tanah melalui khelat unsur mikro dengan bahan organik.

Noor (1996) mengatakan pengelolaan bahan organik dalam budidaya pertanian lahan kering sangat penting. Disebutkan bahwa fungsi bahan organik dalam pertanian lahan kering : meningkatkan jumlah dan stabilitas agreagat tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan daya simpan air tanah, memperkaya hara dalam tanah dan menigkatkan aktivitas biologi tanah.

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat-sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah disebutkan :

 Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.


(40)

23

 Memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.

 Mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat.

 Meningkatkan daya menahan air sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.

 Membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik; menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar dan meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).

 Meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Akibatnaya jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah tercuci.

 Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makanan lebih terjamin.

 Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.

 Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik.

Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) memberikan beberapa keuntungan bahan organik tanah bagi pertanian yaitu menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang yang diserab tanaman, menyediakan sebagian besar kapsitas tukar kation tanah, membantu pengagregatan tanah dengan demikian memperbaiki sifat fisika tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan tanah, mengubah sifat menambat air tanah, bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara yang mencegah pencucian unsur tersebut. Dilaporkan, di Ghana daya tanah untuk menambat air menurun dari 57% menjadi 37% apabila bahan organik tanah menurun dari 5% menjadi 3%.


(41)

Sutanto (2002) juga menjelaskan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan menjadi sumber energi dan makanan untuk bermacam-macam mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang bermacam-macam menjadi aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses dekomposisi menghasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dan anorganik tersebut disemat atau diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif atau senyawa organik hasil proses dekomposisi. Senyawa-senyawa tersebut mengutungakan pertumbuhan tanaman sebagai hara dan senyawa pengatur pertumbuhan.

Mori (1986) menjelaskan beberapa senyawa organik berfungsi sebagai bahan sementasi dalam mengikat partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah. Agregat tanah dan tanah yang berstruktur merupakan habitat yang menguntungkan untuk bermacam-macam mikro-flora dan fauna tanah. Keanekaragaman komunitas mikroorganisme di dalam tanah kemungkinan akan menekan terjadinya ledakan patogen yang merusak tamanan. Tanah yang mempunyai struktur yang baik mempunyai kemampuan mengikaat air dan permeabilitas yang baik. Perubahan tanah yang bersifat serbacakup akan menghasilkan perbaikan kondisi perakaran tanaman dan memperbaiki hasil dan kualitas tanaman

Pichot (1971) dalam Sanchez (1992) telah juga menunjukan penggunaan pupuk organik meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik dan kalsium dapat ditukar sehingga mengakibatkan kenaikan pH tanah secara nyata.

Nakada (1981) dalam Sutanto (2002) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si tanah karena pemberian bahan organik kompos dalam jangka panjang. Pemberian kompos mampu meningkatkan mikroba penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.


(42)

25

Mlguno (1996) dalam Sutanto (2002) menggambarkan secara ringkas perubahan sifat fisika, kimia dan biologi tanah dengan adanya pemberian bahan organik seperti disajikan pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Pengaruh Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Tanah


(43)

BAB III

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS PADI GOGO

PADA BEBERAPA PERLAKUAN NAUNGAN DAN DOSIS

BAHAN ORGANIK DI RUMAH KASA

Pendahuluan

Faktor naungan dan rendahnya kandungan bahan organik tanah merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi dalam pengembangan usaha budidaya padi gogo sebagai tanaman sela di areal perkebunan karet. Faktor ini dapat mengganggu perkembangan karakteristik morfologi tanaman dan proses metabolisme sehingga mengakibatkan kemampuan produktivitas tanaman menjadi relatif rendah (Supijatno, 2003). Faktor naungan selain akan mempengaruhi perubahan morfologi tanaman juga akan

berpengaruh terhadap kualitas gabah padi gogo yang diperoleh (Steinway et al, 2003;

Marschner, 1995; Sitompul dan Guritno, 1995). Penaungan juga mempengaruhi perubahan jaringan anatomi pada daun tanaman yaitu perubahan jaringan epidermis dan mesofil. Perubahan tersebut merupakan mekanisme untuk mengendalikan jumlah intensitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplast daun.

Daun varietas padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan terdapat respon yang berbeda dilihat dari warna kehijauan daun yang dicirikan antara lain oleh jumlah

khlorofil daun dan luas daun (Chozin et al., 2000; Sahardi, 2000; Sopandie et al., 1999).

Faktor ini turut menentukan efisiensi proses fotosintesis pada daun tanaman.

Mekanisme toleransi tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya tetap baik dalam kondisi ternaungi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan luas daun, meningkatan kapasitas fotosintesis setiap satuan energi cahaya yang diterima serta meningkatkan kandungan gula total tanaman (Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985). Hale dan Orcutt (1987) juga mengatakan bahwa mekanisme


(44)

toleransi tanaman terhadap naungan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan serta direfleksikan oleh daun.

Menurut Lubis et al. (1993) bahwa untuk pengembangan usaha budidaya padi gogo

sebagai tanaman sela di bawah naungan tegakan pohon diperlukan varietas padi berumur genjah hingga sedang (80-120 hari), tinggi tanaman berkisar 110-125 cm, potensi jumlah anakan sedang, bentuk rumpun batang agak serak, tahan penyakit blast, toleran Al, kekeringan dan naungan.

Bahan organik berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta terhadap kulitas pertumbuhan dan produksi tanaman (Hardjowigeno, 1986; Sutanto, 2002). Peran bahan organik tersebut dapat sebagai granulator tanah untuk memperbaiki struktur tanah, sumber hara makro dan mikro tanaman walaupun dalam jumlah rendah, menambah kemampuan tanah untuk menahan air dan meningkatkan kapasitas tukar kation hara tanaman serta sumber energi utama bagi aktivitas mikroorganisme tanah sehinggga kegiatan biologi tanah meningkat. Akibatnya tanaman menjadi lebih baik pertumbuhannya bila diberi bahan organik. Pada tanah – tanah yanag masam bahan organik dapat meningkatkan pH tanah melalui penetralan pengaruh Al dengan membentuk kompleks Al-organik dan dapat meningkatkan ketersediaan hara mikro melalui kompleks khelat unsur mikro dengan bahan organik.

Berlandaskan pertimbangan keterangan di atas maka salah satu kajian menurut pemikiran penulis yang perlu dilakukan adalah melakukan program pengujian toleransi pengaruh faktor naunagn yang dikombinasikan dengan pemberian beberapa dosis bahan organik terhadap beberapa varietas unggul padi gogo yang telah direkomendasikan secara nasional. Untuk percobaan ini maka diuji tiga jenis varietas unggul nasional padi gogo dan satu jenis varietas lokal adaptif Sumatera Utara dengan perlakuan tiga level


(45)

naungan yang berbeda dan empat level dosis bahan organik pada skala percobaan rumah kasa sebagai tahap penelitian awal. Kombinasi pengaruh perlakuan naungan dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo diperkirakan bervariasi tergantung pada varietas padi gogo yang ditanam.

Tujuan Penelitian

Mempelajari pengaruh faktor naungan dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi empat varietas padi gogo.

Hipotesis Penelitian

Pada percobaan rumah kasa ini sebagai hipotesis penelitian yang akan diuji kebenarannya diformulasikan sebagai berikut :

1. Bahwa terdapat perbedaan pengaruh faktor naungan terhadap pertumbuhan dan

produksi varietas padi gogo.

2. Bahwa terdapat perbedaan pengaruh dosis bahan organik terhadap pertumbuhan dan

produksi varietas padi gogo.

3. Bahwa terdapat perbedaan pengaruh interaksi naungan dan dosis bahan organik

terhadap pertumbuhan dan produksi varietas padi gogo.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian USU Medan, berlangsung dari bulan Pebruari sampai dengan Nopember 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari : benih varietas padi gogo dari varietas lokal Sikembiri, Situ Patenggang, Situ Bagendit dan Towuti, tanah top soil dari areal perkebunan karet belum menghasilkan PT. PN III Kebun Sei Putih, pupuk organik dari


(46)

kompos tandan kosong kelapa sawit, Urea, TSP dan KCl, polibag hitam dimensi 20 l dan

insektisida. Sedangkan jenis peralatan yang digunakan terdiri dari : ayakan kasa ukuran

Ø 6 mm, timbangan portable kapasitas 25 kg, timbangan digital kapasitas 0.5 kg, kayu broti, paku, papan lat, triplex, lux meter digital, selang plastik, ember plastik, net polyethilen warna hitam, tali rafia, sprayer solo dan hand sprayer, kamera digital, chlorophyl meter digital, gelas ukur erlenmeyer, thermometer tanah, soil tester dan hygrometer.

Contoh tanah dari areal perkebunan tanaman karet dan pupuk organik yang digunakan dalam penelitian dianalisis di Laboratorium Uji Mutu, Lembaga Penelitian USU Medan. Jenis parameter kualitas fisik – kimia tanah dan kualitas kimia pupuk organik yang digunakan secara rinci tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Parameter Penilaian Kualitas Fisik – Kimia Tanah

No Parameter Tanah

Kriteria Penilaian Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

1 Pasir (%) - - - - -

2 Debu (%) - - - - -

3 Liat (%) - - - - -

4 Kadar air tanah (%) - - - - - 5 pH H2O < 4.5 4.5 - 5.5 5.6 - 6.5 6.6 - 8.5 > 8.5

6 C - organik(%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 >5.00 7 N-total (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51- 0.75 > 0.75 8 C/N < 5 5 -10 11 - 15 16 - 25 > 25 9 P2O5 Bray 1 (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 25 - 35 > 35

10 K-Tukar (me/100g) < 0.1 0.1 - 0.2 0.3 - 0.5 0.6 - 1.0 > 1.0 11 Ca-Tukar (me/100g) < 2 2 -5 6 -10 11- 20 > 20 12 Mg-Tukar (me/100g) < 0.4 0.4 - 1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8.0 13 KTK (me/100g) < 5 5 -16 17 – 24 25 – 40 > 40 14 Al dd (me/100g) - - - - -


(47)

Tabel 2. Parameter Penilaian Kualitas Kimia Bahan Organik

No Parameter Kimia

Bahan Organik

Kriteria Penilaian Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

1 C - organik(%) < 1.00 1.00 - 2.00 2.01 -

3.00 3.01 - 5.00 > 5.00 2 N-total (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51- 0.75 > 0.75 3 C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25 4 pH H2O < 4.5 4.5 - 5.5 5.6 - 6.5 6.6 - 8.5 > 8.5

5 P2O5 Avl Bray 1 (ppm) < 10 10 -15 16 - 25 25-35 > 35

6 K-Tukar (me/100g) < 0.1 0.1- 0.2 0.3 - 0.5 0.6 -1.0 > 1.0 7 Ca-Tukar (me/100g) < 2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20 8 Mg-Tukar (me/100g) < 0.4 0.4 - 1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8.0 9 KTK (me/100g) < 5 5 - 16 17 – 24 25 – 40 > 40

10 Fe (ppm) - - - - -

11 Kadar air (%) - - - - -

Metode Penelitian .

Dalam penelitian ini unit-unit percobaan ditata menurut rancangan percobaan Split-Split Plot Design dengan tiga faktor perlakuan yaitu :

a. Faktor I, perlakuan naungan (N) sebagai petak utama terdiri dari 3 tingkatan naungan :

1. N1 = 0 %

2. N2 = 20 %

3. N3 = 40 %

b.FaktorII, perlakuan bahan organik sebagai anak petak terdiri dari 4 level dosis :

1. B0 = 0 g/tanaman

2. B1 = 25 g/tanaman

3. B2 = 50 g/tanaman

4. B3 = 75 g/tanaman

c. Faktor III, perlakuan varietas sebagai anak-anak petak terdiri 4 jenis varietas :

1. V1 = Sikembiri ( lokal Sumatera Utara)

2. V2 = Situ Patenggang

3. V3 = Situ Bagendit


(48)

Jumlah perlakuan kombinasi = 48. Jumlah blok = 3. Jumlah seluruh tanaman = 432. Jumlah sampel = 144 tanaman.

Model matematik rancangan percobaan yang digunakan dalam peneltian ini dituliskan sebagai berikut :

Yijkl = µ + ρl + αi + ηil + j + (α )ij + ijl + k + (α )ik + ( )jk + (α )ijk + ijkl

i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3, 4 ; k = 1, 2, 3, 4 ; l = 1, 2, 3

Yijkl = Pengaruh perlakuan faktor α (petak utama) taraf ke-i, faktor (anak petak)

taraf ke-j, dan faktor (anak-anak petak) taraf ke- k pada ulangan ke - l.

µ = Rataan umum.

ρl = Pengaruh blok/ulangan ke-l

αi = Pengaruh perlakuan faktor α (naungan ) taraf ke-i

ηil = Pengaruh galat perlakuan faktor α taraf ke-i pada ulangan ke-l

j = Pengaruh perlakuan faktor (bahan organik) taraf ke-j

(α )ij = Pengaruh interaksi perlakuan faktor α taraf ke-i dengan faktor taraf ke- j

ijl = Pengaruh galat perlakuan faktor α taraf ke-i dan faktor taraf ke-j pada

ulangan ke-l

k = Pengaruh perlakuan faktor (varietas) taraf ke-k

(α )ik = Pengaruh interaksi perlakuan faktor α taraf ke-i dengan faktor taraf ke-k

( )jk = Pengaruh interaksi perlakuan faktor taraf ke-j dengan faktor taraf ke-k

(α )ijk = Pengaruh interaksi perlakuan faktor α taraf ke-i, faktor taraf ke-j dan

faktor taraf ke-k

ijkl = Pengaruh galat disebabkan perlakuan faktor α taraf ke-i, faktor taraf ke-j


(49)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Naungan

Bangunan naungan disediakn 6 unit, terbuat dari kayu broti dan papan lat. Dimensi masing-masing unit bangunan naungan : panjang = 4.5 m, tinggi = 2.0 m, lebar = 2.4 m. Untuk mendapatkan tingkatan perlakuan naungan : 0% , 20%, dan 40% maka jarak antara papan lat sebagai atap bangunan diatur menurut rumus sebagai berikut :

(Delvian, 2005) Dimana :

I = Intensitas naungan yang diinginkan (%)

n = Jarak antar papan lat (cm)

r = Lebar papan lat (cm)

Bangunan naungan ditempatkan di rumah kasa sebagai tempat percobaan. Lay out bangunan naungan seperti terlihat pada Lampiran Gambar 1.

Penyiapan Media Tanaman

Sebagai media tanam digunakan tanah top soil dari areal tanaman karet PT. Perkebunan Nusantara III Sei Putih. Tanah dikeringanginkan selama 15 hari, kemudian dihancurkan dan disaring dengan ayakan diameter 6 mm. Tanah yang telah diayak diaduk merata kemudian dimasukan ke dalam polybag, seberat 10 kg tiap poybag. Jumlah seluruh polybag 432 buah. Tanah dalam tiap polybag dicampur bahan organik kompos sesuai dosis perlakuan (0 g/polibag =108 polibag; 25 g/polibag = 108 polibag; 50 g/polibag = 108 polbag; 75 g/polibag = 108 polibag).

Polibag yang telah diisi media tanam disusun di bawah bangunan naungan di rumah kasa sesuai denah perlakuan yang telah ditetapkan secara acak/random (Lampiran Gambar 2). Jarak polibag dalam satu perlakuan yang sama = 25 cm, jarak antar perlakuan yang


(1)

340

Lampiran Tabel 220. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Gulma 12 MST

(Percobaan di Areal Karet Umur 3 Tahun)

SK DB JK KT F hitung F tabel

5% 1%

Sidik Petak Utama

Blok 2 1.62336 0.81168 21.821 ** 6.94 18.00

Pengolahan Tanah (P) 2 1.85396 0.92698 24.921 ** 6.94 18.00

Galat (a) 4 0.14879 0.03720

Sidik Anak Petak

Bahan Organik (B) 3 0.94143 0.31381 3.598 * 3.16 5.09

PB 6 13.07226 2.17871 24.978 ** 2.66 4.01

Galat (b) 18 1.57008 0.08723

Sidik Anak-anak Petak

Varietas (V) 1 3.74863 3.74863 50.203 ** 4.26 7.82

PV 2 1.92205 0.96102 12.870 ** 3.40 5.61

BV 3 0.68029 0.22676 3.037 * 3.01 4.72

PBV 6 12.00716 2.00119 26.801 ** 2.51 3.67

Galat © 24 1.79207 0.07467

Total 71 39.36007

KK (a) = 2.05; KK (b) = 3.15; KK (c) = 2.91

Lampiran Tabel 221. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Gulma 16 MST

(Percobaan di Areal Karet Umur 3 Tahun)

SK DB JK KT F hitung F tabel

5% 1%

Sidik Petak Utama

Blok 2 1.36478 0.68239 38.673 ** 6.94 18.00

Pengolahan Tanah (P) 2 0.91982 0.45991 26.064 ** 6.94 18.00

Galat (a) 4 0.07058 0.01765

Sidik Anak Petak

Bahan Organik (B) 3 0.47183 0.15728 3.519 * 3.16 5.09

PB 6 6.53501 1.08917 24.370 ** 2.66 4.01

Galat (b) 18 0.80446 0.04469

Sidik Anak-anak Petak

Varietas (V) 1 1.88030 1.88030 48.693 ** 4.26 7.82

PV 2 0.95853 0.47927 12.411 ** 3.40 5.61

BV 3 0.33969 0.11323 2.932 tn 3.01 4.72

PBV 6 6.00724 1.00121 25.928 ** 2.51 3.67

Galat © 24 0.92676 0.03862

Total 71 20.27900


(2)

341

Lampiran Tabel 222. Deskripsi Varietas Padi Gogo Yang

Dikgunakan Dalam Penelitian

Sumber : 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya IX, Sukamandi, Subang, Jawa Barat. 41256, Telp. 520157, Fax. 520158.

2.Prasetyo, Y.T. (2003)

3.Jonatan Ginting (2008, 2009). Hasil Identifikasi Lapangan

Lampiran Gambar 1.

Layout Bangunan Perlakuan Naungan No

Deskripsi Karakteristik

Varietas

Nama Varietas Situ

Patenggang Towuti

Situ Bagendit

Sikembiri (Lokal)

1 Tahun dilepas 2003 1999 2003 -

2 Golongan Cere Cere Cere Cere

3 Umur tanaman

(hari) 110 -120 115 -125 110 -120 115 - 125

4 Tinggi tanaman

(cm) 100 -110 95-100 99-105 100 - 160

5 Anakan produktif 11 – 13 13 – 15 12 – 13 8 – 10

6 Posisi daun Tegak Tegak Tegak Melengkung

7 Letak daun

bendera Miring Tegak Tegak Melengkung

8 Kerebahan Tahan Sedang Sedang Peka

9 Kerontokan Sedang Sedang Sedang Sedang

10 Tekstur nasi Sedang Pulen Pulen Pera

11 Kadar Amilosa 23,93 % 23 % 22 % -

12 Bobot 1000 butir

(KA 14%) 26.5 - 27.5 g 26 – 27 g 27-28 g -

13 Rata-rata produksi

(ton/ha gkg) 3.6 – 5.6 ton 5 – 7 ton 3 – 5 ton 2 - 3

14 Ketahanan

terhadap blast Tahan Tahan Agak tahan -

15

Ketahanan terhadap kekeringan


(3)

342

1.5 m

B

BLOK I BLOK III BLOK III Lampiran Gambar 2.

Denah Percobaan di Rumah Kasa

N3B2V3 N3B3V4 N3B2V2 N3B3V3 N3B2V1 N3B3V1 N3B2V4 N3B3V2 N3B0V3 N3B1V2 N3B0V1 N3B1V1 N3B0V2 N3B1V3 N3B0V4 N3B1V4

N2B1V3 N2B2V2 N2B1V1 N2B2V1 N2B1V4 N2B2V3 N2B1V2 N2B2V4 N2B0V3 N2B3V4 N2B0V2 N2B3V2 N2B0V1 N2B3V1 N2B0V4 N2B3V3

N1B1V1 N1B3V1 N1B1V4 N1B3V3 N1B1V3 N1B3V2 N1B1V2 N1B3V4 N1B0V4 N1B2V1 N1B0V2 N1B2V3 N1B0V3 N1B2V4 N1B0V1 N1B2V2 N1B1V2 N1B3V1

N1B1V4 N1B3V2 N1B1V3 N1B3V3 N1B1V1 N1B3V4 N1B2V2 N1B0V4 N1B2V3 N1B0V2 N1B2V4 N1B0V3 N1B2V1 N1B0V1

N3B0V3 N3B2V2 N3B0V4 N3B2V3 N3B0V2 N3B2V1 N3B0V1 N3B2V4 N3B3V2 N3B1V2 N3B3V4 N3B1V3 N3B3V3 N3B1V4 N3B3V1 N3B1V1

N2B0V4 N2B1V4 N2B0V1 N2B1V1 N2B0V2 N2B1V2 N2B0V3 N2B1V3 N2B2V1 N2B3V1 N2B2V3 N2B3V2 N2B2V4 N2B3V3 N2B2V2 N2B3V4 N2B0V3 N2B2V2

N2B0V1 N2B2V3 N2B0V2 N2B2V1 N2B0V4 N2B2V4 N2B3V1 N2B1V2 N2B3V4 N2B1V3 N2B3V3 N2B1V1 N2B3V2 N2B1V4

50 cm

N1B3V1 N1B2V1 N1B2V2 N1B2V2 N1B3V3 N1B2V4 N1B4V4 N1B2V3 N1B2V2 N1B0V2 N1B1V1 N1B0V1 N1B4V4 N1B0V3 N1B3V3 N1B0V4

N3B1V3 N3B0V2 N3B1V1 N3B0V4 N3B1V4 N3B0V1 N3B1V2 N3B0V3 N3B3V1 N3B2V3 N3B3V3 N3B2V2 N3B3V2 N3B2V4 N3B3V4 N3B2V1


(4)

343

BLOK I BLOK II BLOK III Lampiran Gambar 3.

Denah Percobaan Lapangan di Areal Tanaman Karet Umur 2 Tahun

P3B3V1 X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

P1B2V2 X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

P2B1V1

P3B3V2 P1B2V1 P2B1V2

P3B2V1 P1B0V1 P2B3V2

P3B2V2 P1B0V2 P2B3V1

P3B1V2 P1B1V1 P2B0V2

P3B1V1 P1B1V2 P2B0V1

P3B0V2 P1B3V2 P2B2V1

P3B0V1 P1B3V1 P2B2V2

P1B0V1 P2B3V2 P3B1V1

P1B0V2 P2B3V1 P3B1V2

P1B1V1 P2B1V1 P3B2V2

P1B1V2 P2B1V2 P3B2V1

P1B2V2 P2B2V1 P3B3V1

P1B2V1 P2B2V2 P3B3V2

P1B3V2 P2B0V1 P3B0V2

P1B3V1 P2B0V2 P3B0V1

P2B1V1 P3B1V2 P1B2V1

P2B1V2 P3B1V1 P1B2V2

P2B0V2 P3B0V1 P1B0V2

P2B0V1 P3B0V2 P1B0V1

P2B3V1 P3B2V2 P1B3V1

P2B3V2 P3B2V1 P1B3V2

P2B2V1 P3B3V2 P1B1V1

P2B2V2 P3B3V1 P1B1V2

Keterangan :

Ukuran Plot Percobaan = 500 cm x 390 cm (19.5 m2)

Jarak antar Blok = 2 m Jarak antar Plot = 0.5 m

Jarak Plot dengan Barisan Tanaman Karet = 1 m


(5)

344

BLOK I BLOK II BLOK III Lampiran Gambar 4.

Denah Percobaan Lapangan di Areal Tanaman Karet Umur 3 Tahun

P2B2V1 X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

P3B3V1 X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

P2B3V2

P2B2V2 P3B3V2 P2B3V1

P2B3V2 P3B0V2 P2B2V1

P2B3V1 P3B0V1 P2B2V2

P2B0V2 P3B2V2 P2B1V2

P2B0V1 P3B2V1 P2B1V1

P2B1V1 P3B1V1 P2B0V1

P2B1V2 P3B1V2 P2B0V2

P1B2V1 P1B3V1 P1B0V1

P1B2V2 P1B3V2 P1B0V2

P1B3V1 P1B1V2 P1B2V2

P1B3V2 P1B1V1 P1B2V1

P1B0V1 P1B0V2 P1B1V2

P1B0V2 P1B0V1 P1B1V1

P1B1V1 P1B2V1 P1B3V1

P1B1V2 P1B2V2 P1B3V2

P2B3V2 P2B3V1 P3B0V1

P2B3V1 P2B3V2 P3B0V2

P2B1V1 P2B1V1 P3B2V1

P2B1V2 P2B1V2 P3B2V2

P2B0V1 P2B0V1 P3B1V1

P2B0V2 P2B0V2 P3B1V2

P2B2V1 P2B2V2 P3B3V2

P2B2V2 P2B2V2 P3B3V1

Keterangan :

Ukuran Plot Percobaan = 500 cm x 390 cm (19.5 m2)

Jarak antar Blok = 2 m Jarak antar Plot = 0.5 m

Jarak Plot dengan Barisan Tanaman Karet = 1 m


(6)

345

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

15 cm

Gambar 6. Denah Petak Percobaan di Lapangan

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

Keterangan Gambar :

Ukuran Petak = 500 cm x 390 cm

Jarak Tanam = 30 cm x 20 cm

Jumlah Tan.

= 325 Tan/Petak

Padi Gogo

= xxxxxxxxxx

Tanaman Karet = * * * * * * *

Jarak Petak Percobaan dengan Tanaman Karet = 1 m

Tanaman Padi Gogo