Daun Ki Pahit (Tithonia diversifolia) sebagai Sumber Antibakteri dan Antioksidan


 

DAUN KI PAHIT (Tithonia diversifolia) SEBAGAI SUMBER
ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN

ADE SUHERMAN

 

 

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi 
 


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Daun Ki Pahit (Tithonia
diversivolia) sebagai Sumber Antibakteri dan Antioksidan adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Ade Suherman
NIM G44090026
 
 
 
 
 

 

 

iii 
 

ABSTRAK
ADE SUHERMAN. Daun Ki Pahit (Tithonia diversifolia) sebagai Sumber
Antibakteri dan Antioksidan. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan
WULAN TRI WAHYUNI.
Aktivitas antibakteri dan antioksidan telah dianalisis pada ekstrak dan minyak atsiri
daun ki pahit (Tithonia diversifolia). Daya antibakteri telah diuji terhadap Staphylococcus
aureus dan S. epidermidis, dan antioksidan terhadap 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH).
Ekstrak teraktif adalah ekstrak metanol sisa dengan nilai konsentrasi hambat minimum
(KHM) terhadap S. aureus dan S. epidermidis berturut-turut sebesar 1.00 dan 2.00 mg/mL
dan nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM) > 2.00 mg/mL, dan nilai hambat 50%
(IC50) terhadap radikal bebas DPPH sebesar 27.88 µg/mL. Fraksionasi ekstrak metanol
sisa menggunakan kromatografi kolom menghasilkan 13 fraksi. F1 merupakan fraksi
teraktif dengan KHM dan KBM 0.25 dan 1.00 mg/mL terhadap S. aureus, serta 0.50 dan

2.00 mg/mL terhadap S. epidermidis, dan aktivitas antioksidan dengan IC50 22.88 µg/mL.
F1 difraksionasi lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis dan memberikan 11 fraksi.
F1.2 merupakan fraksi teraktif karena pertumbuhan S. aureus dan S. epidermidis dapat
dihambat pada 0.25 dan 0.50 mg/mL, serta dapat dibunuh pada 0.50 dan 2.00 mg/mL, dan
50% DPPH dapat dihambat pada 30.94 μg/mL. Berdasarkan identifikasi menggunakan
spektrofotometer ultraviolet-tampak dan inframerah transformasi fourier diduga
komponen senyawa aktifnya adalah golongan auron.
Kata kunci: antibakteri, antioksidan, auron, fraksionasi, Tithonia diversifolia

ABSTRACT
ADE SUHERMAN. Ki Pahit Leaves (Tithonia diversifolia) as Source of
Antibacterial and Antioxidant. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and
WULAN TRI WAHYUNI.
Antibacterial and antioxidant analysis have been assayed on extracts and essential
oil of ki pahit leaves (Tithonia diversifolia). The antibacterial activity was tested toward
Staphylococcus aureus and S. epidermidis, and the antioxidant activity was assayed
toward 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH). The most active extract was the residual
methanol extract with minimum inhibitory concentration (MIC) values against S. aureus
and S. epidermidis were 1.00 and 2.00 mg/mL, respectively, the minimum bactericidal
concentration (MBC) value >2.00 mg/mL, and the inhibition of 50% DPPH, IC50 was

27.88 µg/mL. The residual methanol extract was fractionated using column
chromatography to obtain 13 fractions. F1 was the most active fraction with MIC values
against S. aureus and S. epidermidis with 0.25 and 1.00 mg/L and MBC values were 0.50
and 2.00 mg/mL, respectively. The IC50 of the antioxidant was 22.88 µg/mL. The F1
fraction was further fractionated by thin layer chromatography to obtain 11 fractions. The
F1.2 fraction was the most active fraction as indicated by inhibition the growth of S.
aureus and S. epidermidis that of 0.25 and 0.50 mg/mL and indicated by killing the
bacteria that of 0.50 and 2.00 mg/ml, respectively, and 50% DPPH that could inhibit was
30.94 µg/mL. Based on identification using ultraviolet-visible and fourier transform
infrared spectrophotometers, the active compound was indicated to be in auron group.
Key words: antibacterial, antioxidant, auron, fractionation, T. diversifolia


 

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ii 
 

DAUN KI PAHIT (Tithonia diversifolia) SEBAGAI SUMBER
ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN

ADE SUHERMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Kimia
 


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

Daun Ki Pahit (Tithonia
Antibakteri dan Antioksidan
Ade Suherman

diversifolia)

sebagai

Sumber


G44090026

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MS
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

2 1 AUG 2013

Wulan Tri Wahyuni. SSi, MSi
Pembimbing II


 

Judul Skripsi : Daun Ki Pahit (Tithonia
Antibakteri dan Antioksidan
Nama

: Ade Suherman
NIM
: G44090026

diversifolia)

sebagai

Sumber

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MS
Pembimbing I

Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

vii 
 

 

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang
berjudul Daun Ki Pahit (Tithonia diversifolia) sebagai Sumber Antibakteri dan
Antioksidan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MS
selaku pembimbing pertama dan Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi atas bimbingan

dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Budi Arifin, MSi sebagai
komisi pendidikan dan penguji seminar, serta Prof Dr Ir Suminar S. Achmadi, MS
dan Sri Sugiarti, PhD sebagai penguji sidang komprehensif yang telah
memberikan banyak masukan akademik. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua penulis atas doa, dukungan, dan pengertiannya. Pihak
yang telah berkontribusi dalam memberikan masukan teknis, antara lain Staf
Kependidikan Laboratorium Kimia Analitik, yaitu Pak Eman, Bu Nunung, Pak
Dede, dan Pak Kosasih, pihak di Pusat Studi Biofarmaka, yaitu Bu Nunuk, Mbak
Ina, Mas Endi, dan Mas Antonio, serta teman satu tim penelitian, yaitu Iren, Fiqa,
Saima, dan Rahmi.
Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Ade Suherman

viii 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Alat dan Bahan
2
Metode
2
Pengumpulan dan Pengeringan Sampel
2
Preparasi dan Ekstraksi Sampel
2
Isolasi Minyak Atsiri Daun Ki Pahit (Muchtaridi et al. 2003)
3
Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu
3
Penentuan Eluen Terbaik (Houghton dan Raman 1998)
3
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
3
Uji Aktivitas Antibakteri (Batubara et al. 2009)
3
Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011)
4
Pemisahan dengan Kromatografi Kolom dan KLT Preparatif
4
Uji Fitokimia Lanjutan, Uji Antioksidan dengan Metode Bioautografi, dan
Uji Aktivitas Lanjutan
4
Identifikasi Senyawa
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kadar Air dan Abu
5
Ekstraksi dan Distilasi
5
Komponen Minyak Atsiri Menggunakan GCMS
6
Fitokimia Ekstrak
8
Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Hasil Partisi dan Minyak
Atsiri
8
Eluen Terbaik
10
Aktivitas Antioksidan dengan KLT Bioautografi dan Fitokimia Lanjutan
Fraksi-Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
11
Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Fraksi
12
Identitas Senyawa Aktif
13
SIMPULAN DAN SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
24 

vii 
 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Rendemen ekstrak dan minyak atsiri sampel
Kandungan minyak atsiri daun ki pahit menggunakan GCMS
Kandungan metabolit sekunder ekstrak sampel
Aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak hasil partisi dan minyak atsiri
Antibakteri dan antioksidan hasil fraksionasi dari ekstrak metanol sisa
Antibakteri dan antioksidan hasil fraksionasi dari F1

6
7
8
9
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Tanaman ki pahit
5
Struktur komponen monoterpena minyak atsiri daun ki pahit
7
Struktur komponen seskuiterpena minyak atsiri daun ki pahit
7
Mekanisme penghambatan radikal bebas DPPH oleh sampel
9
Kromatogram ekstrak metanol sisa dengan eluen tunggal dari kiri ke kanan: nheksana, toluena, aseton, n-butanol, diklorometana, kloroform, asam asetat,
dietil eter, dan etil asetat
10
6 Kromatogram ekstrak metanol sisa dengan eluen campuran kloroform:etil
asetat dari kiri ke kanan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9)
11
7 Kromatogram bioautografi dengan pewarnaan DPPH menggunakan
kloroform:etil asetat (9:1)
11
8 Struktur auron (Detsi et al. 2009)
14

 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian
2 Hasil determinasi tanaman ki pahit
3 Penentuan kadar air serbuk sampel ki pahit
4 Penentuan kadar abu serbuk sampel ki pahit
5 Penentuan rendemen ekstrak metanol sisa
6 Rendemen minyak atsiri
7 Penentuan komponen minyak atsiri menggunakan instrumen GCMS
8 Contoh perhitungan nilai IC50 DPPH untuk ekstrak metanol sisa
9 Fitokimia lanjutan dan antioksidan secara bioautografi
10 Hasil identifikasi senyawa F1.2 menggunakan KLT analitik (a) sebelum
ditambah uap amonia dan (b) setelah ditambahkan uap amonia
11 Identifikasi senyawa aktif F1.2 menggunakan spektrofotometer UV-Vis
12 Identifikasi senyawa aktif F1.2 menggunakan FTIR

17
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23


 

PENDAHULUAN
Penyakit gatal-gatal dan infeksi pada kulit masih menjadi penyakit yang
mewabah di Indonesia terutama pascabanjir atau di kalangan penduduk yang
tinggal di daerah pemukiman padat dan kumuh. Salah satu penyebabnya adalah
bakteri. Bakteri yang secara alami tumbuh pada kulit manusia, di antaranya
Staphylococcus epidermidis dan S. aureus. Kedua bakteri tersebut dapat
menyebabkan infeksi pada kulit. Banyak usaha telah dilakukan untuk melawan
bakteri dengan menemukan zat yang mampu menghambat aktivitasnya, yaitu
antibiotik. Antibiotik merupakan hasil langsung metabolit sekunder
mikroorganisme, tetapi ada juga yang digunakan dalam bentuk turunannya yang
telah mengalami modifikasi kimia untuk meningkatkan daya kerja dan
efektivitasnya. Antibiotik yang banyak digunakan, antara lain amoksilin,
tetrasiklin, penisilin, dan kloramfenikol. Dampak negatif penggunaan zat ini ialah
dapat menyebabkan timbulnya resistensi bakteri pada kinerja antibiotik (Utami
2012). Alternatif yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah ini adalah
mencari zat antibakteri baru yang berasal dari tanaman.
Beberapa tanaman yang telah dilaporkan memiliki aktivitas untuk
mengobati infeksi, seperti daun arbenan (Aulia 2008), rimpang temu lawak
(Hudayanti 2008), dan ki pahit (Jamal dan Agusta 1999; Obafemi et al. 2006).
Tanaman-tanaman yang memiliki potensi untuk mengobati infeksi perlu diuji
aktivitas antibakteri dan ditentukan komponen aktifnya. Tanaman ki pahit
(Tithonia diversifolia) merupakan tanaman perdu yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obat herbal. Tanaman ini umumnya digunakan sebagai
insektisida botani, ekstrak air daun tanaman ini telah diteliti berpotensi sebagai
insektisida botani pada hama tungau Eriophyidae (Taofik et al. 2010). Selain itu,
tanaman ini dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antikanker (Wahyuningsih dan
Wahyuono 1999), antimalaria (Elifuoye dan Agbedahunsi 2004), antioksidan
(Shyur et al. 2005), antiradang (Chagas-Paula et al. 2011), dan antihiperglikemik
(Zhao et al. 2012).
Di sisi lain, manusia dapat mengalami penuaan lebih cepat dan terkena
penyakit seperti kanker dan jantung koroner karena efek dari radikal bebas dalam
tubuh. Keberadaan antioksidan dapat menghambat reaksi radikal bebas. Ekstrak
etanol daun ki pahit diketahui mengandung senyawa flavonoid dan beberapa
golongan seskuiterpena (Jamal dan Agusta 1999). Kandungan flavonoid
menyebabkan tanaman ini juga berpotensi sebagai antioksidan. Banyak penelitian
telah dilakukan dalam mengidentifikasi aktivitas antioksidan dari tanaman dengan
menghitung total fenol dan flavonoid seperti pada tanaman Persea americana
(Asaolu et al. 2010). Metode penentuan aktivitas antioksidan antara lain dilakukan
melalui metode penangkapan radikal DPPH, reduksi serium (IV), pemucatan βkarotena, dan tiosianat. Metode penangkapan radikal 1,1-difenil-2-pikril hidrazil
(DPPH) umum digunakan, seperti yang telah dilakukan oleh Batubara et al.
(2009) dan Salazar-Aranda et al. (2011).
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan menentukan
efektivitas ekstrak dan minyak atsiri daun ki pahit sebagai antibakteri terhadap S.
epidermidis dan S. aureus, serta antioksidan dengan metode DPPH. Pencirian


 

komponen aktif juga dilakukan setelah dimurnikan dengan menggunakan
kromatografi kolom dan lapis tipis preparatif.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan, ialah seperangkat alat gelas, pelat KLT analitik,
pelat KLT preparatif, alat distilasi, spektrofotometer UV-Vis, GC-MS, FTIR,
microplate reader, autoklaf, laminar air flow, 96-wellplate, dan neraca analitik.
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun ki pahit, pelarut organik, S. epidermidis
dan S. aureus (Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia), trypticase soy broth (TSB), trypticase soy agar (TSA), DPPH (2,2difenil-1-pikrilhidrazil), asam askorbat, pereaksi Lieberman-Buchard, pereaksi
Mayer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorf, DMSO, kloramfenikol, tetrasiklin,
dan silika gel G60F254.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium
Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor; Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong; Pusat Studi
Biofarmaka Bogor; serta Laboratorium Forensik, Mabes Polri, Jakarta pada bulan
Desember 2012−Mei 2013.
Metode
Bioaktivitas daun ki pahit dan identifikasi senyawa aktifnya sebagai
antibakteri dan antioksidan dianalisis dengan beberapa tahap, yaitu koleksi dan
preparasi sampel, penentuan kadar air dan kadar abu (AOAC 2007), ekstraksi
sampel dengan partisi cair-cair, distilasi (Muchtaridi et al. 2003), uji fitokimia
ekstrak ki pahit (Harborne 1987), penentuan eluen terbaik, fraksionasi
menggunakan kolom dan KLT preparatif, uji fitokimia lanjutan, pengujian
aktivitas antibakteri (Batubara et al. 2009), serta pengujian aktivitas antioksidan
(Salazar-Aranda et al. 2011) (Lampiran 1).
Pengumpulan dan Pengeringan Sampel
Tanaman ki pahit diperoleh di daerah Gulagumantung, Desa Cipelang,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Sebagian daun segar didistilasi dan
sebagian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40−50 oC selama 4−5 hari.
Sampel kering digiling dan diayak dengan ukuran 40 mesh.
 

Preparasi dan Ekstraksi Sampel
Serbuk ki pahit dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan metanol.
Nisbah sampel dan pelarut, yaitu 1:10. Maserasi dilakukan selama 24 jam. Ekstrak
metanol kemudian dipartisi berturut-turut dengan pelarut n-heksana, etil asetat,
dan air. Filtrat dipekatkan dengan menggunakan penguap putar. Setiap ekstrak


 

diuapkan dengan penguap putar sampai semua pelarut menguap dan rendemen
dari setiap ekstrak ditentukan. Ekstrak siap untuk dianalisis.
Isolasi Minyak Atsiri Daun Ki Pahit (Muchtaridi et al. 2003)
Potongan daun ki pahit yang telah bersih dimasukkan ke dalam distilator
stahl, lalu ditambahkan akuades (sampel:akuades 1:2). Distilasi air dilakukan
selama 6 jam dengan suhu 100-105 oC. Distilat yang diperoleh didiamkan selama
24 jam dan minyak dipisahkan dengan cara dipartisi menggunakan etil asetat.
Minyak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan penguap
putar. Komponen minyak atsiri diidentifikasi kandungan senyawanya
menggunakan GC-MS.
Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu
Penentuan kadar air dan abu sesuai dengan metode AOAC (2007).
Penentuan Eluen Terbaik (Houghton dan Raman 1998)
Eluen terbaik ditentukan pada ekstrak dengan aktivitas antioksidan dan
antibakteri terbaik. Ekstrak ditotolkan pada pelat KLT jenis silika gel G60F254 dari
Merck. Setelah itu, noda kering pada pelat KLT dielusi di dalam bejana
kromatografi yang telah dijenuhkan dengan eluen. Eluen yang digunakan adalah
n-heksana, aseton, dietil eter, etil asetat, kloroform, metanol, toluena, asam asetat,
dan n-butanol. Eluen terbaik ditentukan menggunakan eluen tunggal dengan
membandingkan spot dan pemisahannya di bawah paparan UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan
terpisah baik dipilih sebagai eluen terbaik. Jika terdapat lebih dari 1 eluen yang
memenuhi kriteria, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan nisbah
tertentu.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid, dan tanin
sesuai dengan metode Harborne (1987).
Uji Aktivitas Antibakteri (Batubara et al. 2009)
Bakteri uji adalah S. epidermidis dan S. aureus dengan medium trypticase
soy broth (TSB). Sebanyak 100 μL medium steril dan 40 μL sampel dilarutkan
dalam DMSO 20% atau kontrol, serta 5 μL inokulum bakteri dimasukkan ke
dalam masing-masing sumur (96-well plate). Inokulum yang telah disiapkan pada
konsentrasi 10-2 CFU/mL. Kedua bakteri diinkubasi dalam medium selama 24
jam pada suhu 37 oC. Konsentrasi sampel yang tidak menunjukkan pertumbuhan
bakteri (bening) secara visual dideskripsikan sebagai konsentrasi hambat
minimum (KHM).
Sebanyak 10 μL dari medium yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri
diinokulasikan pada 100 μL medium baru dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37 oC. Konsentrasi yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri setelah
inokulasi kedua dideskripsikan sebagai konsentrasi bunuh minimum (KBM).
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 20% dan kontrol positifnya adalah
tetrasiklin dan kloramfenikol.


 

Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011)
Uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah uji penangkapan radikal
bebas DPPH. Sampel dilarutkan di dalam etanol hingga diperoleh konsentrasi
1.56, 3.12, 6.25, 12.5, 25, 50, 100, 200, dan 400 μg/mL. Alikuot sampel dan 100
μL DPPH 125 μM ditambahkan ke dalam masing-masing sumur (96-wellplate).
Setelah diinkubasi 30 menit, diukur absorbansnya pada panjang gelombang 517
nm. Asam askorbat digunakan sebagai kontrol positif dan etanol sebagai kontrol
negatif. Absorbans sampel dan kontrol positif dengan berbagai konsentrasi diukur
tiga kali ulangan (triplo). Aktivitas inhibitor dihitung dengan persamaan:
Inhibisi (%)= [1-(A sampel-A kontrol)/(A blangko-A kontrol)] x 100%
Pemisahan dengan Kromatografi Kolom dan KLT Preparatif
Ekstrak metanol sisa dipisahkan menggunakan kromatografi kolom. Elusi
dilakukan dengan menggunakan eluen terbaik. Eluat yang diperoleh ditampung
setiap 3 mL dan dideteksi dengan KLT. Visualisasi noda pada KLT dengan
dipaparkan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Setiap fraksi yang
memiliki pola KLT yang sama digabung lalu diuji kembali aktivitasnya untuk
menentukan fraksi yang paling aktif. Jika fraksi teraktif memiliki noda lebih dari
satu, maka dilakukan fraksionasi lanjut menggunakan KLT preparatif.
Uji Fitokimia Lanjutan, Uji Antioksidan dengan Metode Bioautografi, dan
Uji Aktivitas Lanjutan
Uji fitokimia lanjutan dilakukan untuk mendeteksi flavonoid dan steroid.
Deteksi keberadaan flavonoid dengan menggunakan uap amonia, sedangkan
deteksi keberadaan steroid dengan menyemprotkan pereaksi Lieberman-Buchard
terhadap sampel yang dielusi pada pelat KLT. Aktivitas antioksidan secara
kualitatif diuji dengan metode bioautografi. Fraksi ditotolkan pada pelat KLT dan
dielusi menggunakan eluen terbaik. Setelah itu pelat KLT disemprot dengan
larutan DPPH 125 μM. Aktivitas lanjutan secara kuantitatif diuji seperti metode
sebelumnya.
Identifikasi Senyawa
Fraksi teraktif dilihat kembali pola nodanya menggunakan KLT. Senyawa
aktif diidentifikasi dengan dipaparkan uap amonia. Identifikasi senyawa dilakukan
juga menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Pelet KBr-sampel
dikeluarkan dan diletakkan pada wadah sampel FTIR dan dimasukkan ke dalam
kompartemen sampel, kemudian dilakukan pemayaran menggunakan FTIR.
Sampel dilarutkan dengan metanol dan dibaca serapannya dengan panjang
gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
 
 
 


 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Abu
Daun ki pahit (T. diversifolia) (Gambar 1) telah dideterminasi di Herbarium
Bogoriense, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk memastikan
spesies yang diinginkan (Lampiran 2). Daun kering digiling untuk meningkatkan
luas permukaannya sehingga mempercepat perpindahan komponen ke dalam
pelarut sesuai dengan kepolarannya.

Gambar 1 Tanaman ki pahit
Kadar air serbuk diperoleh sebesar 3.96% (Lampiran 3). Bahan dengan
kadar air kurang dari 10% dapat memiliki umur penyimpanan yang panjang
karena dapat meminimumkan pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri dan
kapang. Selain itu, kadar air kurang dari 10% ini merupakan syarat untuk bahan
baku obat tradisional (Kemenkes RI 1994). Kadar air juga digunakan untuk
mengoreksi rendemen ekstrak yang diperoleh sehingga dapat ditentukan
rendemen berdasarkan bobot kering.
Penentuan kadar abu dianalisis dengan mengarangkan sampel sampai tidak
mengeluarkan asap. Setelah itu, diabukan di dalam tanur untuk menghilangkan
bahan organik yang terdapat dalam sampel. Kadar abu serbuk yang diperoleh
sebesar 11.35% (Lampiran 4). Kadar abu yang semakin tinggi menunjukkan
semakin banyaknya kandungan mineral pada sampel tersebut. Warna abu, yaitu
hijau toska sesuai dengan kandungan mineral pada serbuk tersebut. Ki pahit
memiliki kemampuan mengakumulasi unsur hara esensial pada jaringan tubuhnya
dan daun keringnya mengandung hara yang tinggi, yaitu sekitar 3.5−4.0%
nitrogen, 0.35−0.38% fosforus, 3.5−4.1% kalium, 0.59% kalsium, dan 0.27%
magnesium (Chukwuka dan Omotayo 2008). Asal tempat dan kondisi tanah
memengaruhi kandungan kadar air dan mineral tanaman.
 
 

Ekstraksi dan Distilasi
Ekstraksi dilakukan pada suhu kamar guna mencegah rusaknya komponenkomponen pada sampel yang tidak tahan panas. Teknik ekstraksi maserasi dipilih
karena sederhana dan dapat meminimumkan kerusakan komponen yang tidak


 

tahan panas meskipun metode ini membutuhkan banyak pelarut dan rendemen
yang dihasilkan umumnya lebih kecil dibandingkan dengan metode ekstraksi
lainnya (Meloan 1999). Rendemen ekstrak dan minyak atsiri daun ki pahit tersaji
pada Tabel 1.
Tabel 1 Rendemen ekstrak dan minyak atsiri sampel
Sampel
Metanol sisa
Etil asetat
n-Heksana
Minyak atsiri

%Rendemen berdasarkan bobot
Basah

Kering

2.84 ± 0.32
1.18 ± 0.14
0.78 ± 0.03
5.77 × 10-3

2.96 ± 0.33
1.25 ± 0.13
0.81 ± 0.03
6.01 × 10-3

Metanol memiliki kemampuan mengekstraksi komponen polar dan
nonpolar dari sampel karena memiliki tetapan dielektrik yang relatif tinggi, yaitu
32.6 (Watson 2007). Filtrat yang diperoleh berwarna hijau kehitaman. Ekstrak
metanol kemudian dipartisi dengan menggunakan pelarut lain dengan kepolaran
yang berbeda (dari nonpolar hingga polar) berturut-turut n-heksana, etil asetat,
dan air. Prinsip ekstraksi cair-cair ini adalah kemampuan berpindahnya zat terlarut
dalam cairan yang memiliki perbedaan kepolaran (like dissolve like). Pemisahan
metanol dan air tidak menghasilkan residu sehingga fraksi air tidak dapat
dianalisis lebih lanjut. Fraksi-fraksi yang diperoleh dipekatkan dengan penguap
putar di bawah titik didih pelarut sampai pelarut menguap seluruhnya dan
diperoleh bobot konstan. Penentuan rendemen ekstrak tersaji pada Lampiran 5.
Daun segar yang didistilasi dikumpulkan pada pagi hari. Distilat yang
diperoleh dipartisi dengan etil asetat untuk memisahkan minyak atsiri. Fraksi etil
asetat lalu diuapkan dengan penguap putar dan dihilangkan airnya dengan
menggunakan natrium sulfat anhidrat. Rendemen minyak atsiri yang diperoleh
sangat kecil, kurang dari 1% mungkin disebabkan kandungan minyak atsiri pada
bagian daun tanaman ini hanya sedikit (Tabel 1). Contoh perhitungan rendemen
minyak atsiri tersaji pada Lampiran 6.
 

Komponen Minyak Atsiri Menggunakan GCMS
Komponen utama minyak atsiri ialah golongan terpenoid. Secara kimia,
terpena minyak atsiri digolongkan menjadi monoterpena dan seskuiterpena yang
mengandung kerangka isoprena CH2=C(CH3)−CH=CH2. Hasil yang diperoleh
dari jumlah puncak kromatogram GC-MS menunjukkan 51 komponen pada
minyak atsiri daun ki pahit dengan komponen utama golongan monoterpena dan
seskuiterpena, serta komponen lainnya seperti golongan hidrokarbon dan alkohol
(Lampiran 7). Komponen paling tinggi, yaitu β-kariofilena dengan kadar sebesar
21.55% (Tabel 2). Golongan monoterpena terdiri atas 2 unit isoprena, seperti 4aliloksimino-2-karena (Gambar 2), sedangkan golongan seskuiterpena terdiri atas
3 unit isoprena, seperti β-bisabolena, β-kariofilena, trans-nerolidol, α-kopaena,
dan kariofilena oksida (Gambar 3). Soetjipto et al. (2008) melaporkan bahwa
minyak atsiri daun ini mengandung 29 komponen. Komponen utamanya ialah βkariofilena (27.7%), trans-nerolidol (21.81%), kariofilena oksida (7.06%),


 

kopaaena (6.41%
%), dan β-bbisilogermaakrena (4.90
0%). Perbeedaan tempat tumbuh
tanam
man ini berppengaruh paada komponnen minyak
k atsirinya.
Tabel 2 Kandungan
K
minyak atsiiri daun ki pahit
p
mengggunakan GC
CMS
Golongan

Komponeen

Waktu
retensi
(menit)

Seskuiterpenaa

α-Kopaena

12.95

4.58

β-Kariofilenna

13.6

21.55

β-Bisabolenna

14.38

4.27

trans-Neroliidol

14.93

8.89

K
Kariofilena
okksida

15.63

5.90

4-A
Aliloksimino-22-karena

15.52

9.32
Lain-lain hiingga
100%

Monoterpena

% kadaar

4-aliloksiimino-2-karrena
Gambar 2 Struktur koomponen monoterpena
m
a minyak atssiri daun ki pahit
 

β-kariofilena

β-bisabbolena

α-kopaenaa

kario
ofilena oksida

trans-nnorelidol
Gambar 3 Struktur koomponen seeskuiterpenaa minyak atssiri daun ki pahit
 
 


 

Fitokimia Ekstrak
Uji fitokimia pada ekstrak hasil partisi cair-cair dilakukan untuk
memperkirakan kandungan metabolit sekunder pada sampel secara kualitatif
(Harborne 1987). Dugaan kandungan metabolit ini berguna untuk memperkirakan
metabolit sekunder yang berpengaruh pada bioaktivitas sebagai antibakteri dan
antioksidan, termasuk penentuan senyawa aktifnya.
Ekstrak metanol sisa banyak mengandung flavonoid, kandungan flavonoid
relatif tinggi pada ekstrak daun ki pahit seperti yang telah dilaporkan oleh Zhao et
al. (2012). Kandungan lainnya adalah tanin, saponin, dan steroid. Ekstrak etil
asetat memiliki kandungan metabolit sekunder yang sama, tetapi jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan dengan ekstrak metanol sisa. Ekstrak n-heksana hanya
mengandung steroid dan flavonoid (Tabel 3). Kandungan flavonoid dan tanin
pada ekstrak hasil partisi cair-cair tersebut berpotensi memiliki aktivitas sebagai
antibakteri dan antioksidan. Flavonoid dan tanin merupakan golongan polifenol,
apabila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi akan merusak membran
sitoplasma secara total dengan mengendapkan protein sel. Namun, pada
konsentrasi rendah, fenol merusak membran sel yang menyebabkan kebocoran
metabolit penting dan menginaktifkan bakteri (Madigan 2005).
Tabel 3 Kandungan metabolit sekunder ekstrak sampel
Jenis metabolit sekunder

Metanol
sisa

Tanin
+
Saponin
++
Steroid
++
Triterpenoid
Alkaloid
Flavonoid
++++
Keterangan: + intensitas sedang
++ intensitas pekat
- tidak teridentifikasi

Etil
asetat

n-Heksana

+
+
+
++
+++
+
+++ intensitas lebih pekat
++++ intensitas sangat pekat

Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Hasil Partisi dan Minyak
Atsiri
Bakteri S. aureus dan S. epidermidis dapat menyebabkan infeksi
oportunistik (menyerang kepada seseorang yang memiliki kekebalan tubuh yang
lemah) (Lindsay 2008). Penentuan aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode
dilusi menggunakan medium steril TSB. Medium ini umum digunakan karena
kaya akan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri dan kedua bakteri yang digunakan
merupakan jenis aerob fakultatif dan gram positif. Metode dilusi memiliki
keunggulan dibandingkan dengan metode difusi, di antaranya lebih peka, jenis
mikrodilusi membutuhkan sampel relatif sedikit, serta mampu membedakan efek
bakteriostatik dan bakteriosidal. Pada metode dilusi aktivitas ditentukan dengan
melihat kekeruhan yang terjadi. Medium yang lebih jernih daripada sebelumnya
menandakan aktivitas mikrob terhambat (Batubara et al. 2009).
Aktivitas antioksidan dinyatakan berdasarkan kemampuan sampel
menghambat aktivitas radikal bebas DPPH. Sampel yang memiliki aktivitas


 

sebagai antioksidan akan mendonorkan atom H dan mengubah warna ungu DPPH
menjadi lebih pudar (1,1-difenil-2-pikrilhidrazina) (Gambar 4).

Gambar 4 Mekanisme penghambatan radikal bebas DPPH oleh sampel
(Yuhernita dan Juniarti 2011)
 

Cara mengetahui aktivitas penghambatan sampel terhadap pertumbuhan
bakteri ialah dengan menentukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dan
konsentrasi bunuh minimum (KBM). KHM adalah konsentrasi sampel yang
menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat (bakteriostatik), sedangkan KBM
adalah konsentrasi sampel untuk membunuh bakteri (bakteriosidal). Nilai KHM
dan KBM terangkum pada Tabel 4. Ekstrak metanol sisa memiliki aktivitas
antibakteri terbaik dibandingkan dengan sampel lainnya terhadap S. aureus (KHM
1.00 mg/mL) dan S.epidermidis (KHM 2.00 mg/mL), meskipun nilai KBM hanya
dapat ditentukan di atas 2.00 mg/mL. Kloramfenikol sudah mampu menghambat
kedua bakteri tersebut pada konsentrasi lebih rendah, yaitu 0.06 mg/mL,
sedangkan tetrasiklin juga mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan S.
epidermidis berturut-turut pada 0.13 dan 0.02 mg/mL. Sementara itu,
kloramfenikol dan tetrasiklin mampu membunuh S. aureus dan S. epidermidis
pada konsentrasi 0.25 mg/mL. Mekanisme kerja kloramfenikol dan tetrasiklin
ialah dengan menghambat sintesis protein sel mikrob.
Tabel 4 Aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak hasil partisi dan minyak
atsiri
Antibakteri
S. aureus*

Sampel

S. epidermidis**

KHM
(mg/mL)

KBM
(mg/mL)

KHM
(mg/mL)

KBM
(mg/mL)

Antioksidan
(DPPH) IC50
(µg/mL)

Ekstrak metanol sisa

1.00

>2.00

2.00

>2.00

27.88 ± 4.00

Ekstrak etil asetat

2.00

>2.00

1.00

>2.00

41.67 ± 2.18

Ekstrak n-heksana

2.00

>2.00

>2.00

>2.00

291.19 ± 30.18
859.21 ± 251.20

Minyak atsiri

2.00

>2.00

2.00

>2.00

Kloramfenikol

0.06

0.25

0.06

0.25

Tetrasiklin

0.13

0.25

0.02

0.25

DMSO 20%

-

-

-

-

  

  

  
  
Asam askorbat
-7
Keterangan: * Koloni bakteri 10 CFU/mL
** Koloni bakteri 10-6 CFU/mL
(-) Tidak aktif
( ) Tidak diuji

6.74 ± 2.38

10 
 

Aktivitas antibakteri minyak atsiri terhadap kedua bakteri (KHM 2.00
mg/mL). Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan
S. epidermidis (KHM 2.00 dan 1.00 mg/mL), sedangkan ekstrak n-heksana (KHM
2.00 mg/mL) hanya mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. Larutan DMSO
20% sebagai blangko dinyatakan tidak memiliki aktivitas menghambat aktivitas
antibakteri (tidak aktif). Obafemi et al. (2006) melaporkan etil asetat merupakan
ekstrak teraktif karena mampu menghambat bakteri Gram (+) dan (-) yang
diujikan dengan menggunakan strepromisin sebagai kontrol positif. Pada
konsentrasi 2.00 mg/mL, ekstrak etil asetat mampu menghasilkan zona hambat
sebesar 16 mm terhadap pertumbuhan S. aureus.
Data antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak metanol sisa memiliki
kemampuan aktivitas antioksidan terbaik (IC50 27.88 μg/mL) meskipun masih
hampir 5 kali kurang aktif dibandingkan dengan asam askorbat. Ekstrak metanol
sisa dan etil asetat memiliki kemampuan antioksidan yang sangat kuat, sedangkan
ekstrak n-heksana dan minyak atsiri memiliki kemampuan antioksidan yang
sangat lemah. Shyur et al. (2005) melaporkan ekstrak metanol daun ki pahit
memiliki IC50 sebesar 127 μg/mL. Nilai IC50 berbanding terbalik dengan aktivitas
antioksidannya, semakin kecil nilai IC50 berarti semakin baik aktivitas
antioksidannya. Warna ungu radikal DPPH dapat diamati dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Suatu senyawa
dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50
μg/mL, kuat apabila nilai IC50 50-100 μg/mL, sedang apabila nilai IC50 berkisar
antara 100-150 μg/mL, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 150-200
μg/mL (Molyneux 2004). Oleh sebab itu, ekstrak metanol sisa difraksionasi
menggunakan kromatografi kolom untuk ditentukan aktivitas fraksi aktifnya.
Eluen Terbaik
Eluen tunggal yang dipilih memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Eluen
yang telah dimasukkan ke dalam bejana kecil didiamkan beberapa menit untuk
penjenuhan agar proses pemisahan noda berlangsung lebih cepat. Berdasarkan
hasil yang diperoleh, eluen tunggal terbaik yang dipilih adalah etil asetat dan
kloroform.

 
 

 

Gambar 5 Kromatogram ekstrak metanol sisa dengan eluen tunggal dari kiri ke
kanan: n-heksana, toluena, aseton, n-butanol, diklorometana,
kloroform, asam asetat, dietil eter, dan etil asetat
Etil asetat menghasilkan pola pemisahan yang baik, noda-noda yang masih
menumpuk di bagian tengah akan dipisahkan oleh kloroform (Gambar 5).

11 
 

Selanjutnya dilakukan penentuan eluen campuran terbaik dengan elusi step
gradient (peningkatan kepolaran) (Gambar 6). Eluen campuran terbaik yang
dipilih adalah campuran kloroform:etil asetat (9:1) karena memiliki pola
pemisahan yang baik dan jumlah noda yang paling banyak.

Gambar 6

Kromatogram ekstrak metanol sisa dengan eluen campuran
kloroform:etil asetat dari kiri ke kanan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6,
3:7, 2:8, 1:9)

 

Aktivitas Antioksidan dengan KLT Bioautografi dan Fitokimia Lanjutan
Fraksi-Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
Ekstrak metanol sisa difraksionasi menggunakan eluen campuran terbaik.
Eluat yang dihasilkan ditotolkan pada KLT. Fraksi yang memiliki pola pemisahan
dan nilai Rf yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Diperoleh 13 fraksi dengan
pola pemisahan yang berbeda. Uji kualitatif aktivitas antioksidan fraksi dilakukan
dengan KLT bioautografi. Fraksi yang aktif mampu memudarkan warna ungu dari
DPPH (Gambar 7). Ketiga belas fraksi dinyatakan aktif (Lampiran 9). F1-F6
hanya menunjukkan sebagian noda yang aktif, sedangkan semua noda pada F7F14 aktif. Nilai IC50 dianalisis secara kuantitatif menggunakan microplate reader.
Uji flavonoid dan steroid menggunakan KLT tidak dapat terdeteksi dengan jelas
maka dilakukan uji fitokimia dengan metode seperti penentuan metabolit
sekunder pada ekstrak. Semua fraksi mengandung flavonoid, tetapi hanya F1 dan
F2 yang mengandung steroid (Lampiran 9).

Gambar 7 Kromatogram bioautografi dengan pewarnaan DPPH menggunakan
kloroform:etil asetat (9:1)

12 
 

Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Fraksi
Aktivitas antibakteri terbaik ditunjukkan oleh F1, F2, dan F3 terhadap S.
aureus (KHM 0.25 mg/mL dan KBM 1.00 mg/mL). F6 dan F9 (KHM 1.00
mg/mL), dan fraksi-fraksi lainnya (KHM 2.00 mg/mL), kecuali F12 (KHM > 2.00
mg/mL). Aktivitas atibakteri kloramfenikol dan tetrasiklin masih lebih baik,
dengan KHM berturut-turut 0.03 dan 0.02 mg/mL serta KBM 0.06 dan 0.03
mg/mL. Di sisi lain pada konsentrasi 0.50 mg/mL, F1, F2, dan F3 sudah mampu
menghambat pertumbuhan S. aureus, F4 lebih dari 2.00 mg/mL, serta fraksi
lainnya pada 2.00 mg/mL. Pada konsentrasi 2.00 mg/mL, F1, F2, dan F3 sudah
mampu membunuh bakteri tersebut, sisanya lebih dari 2.00 mg/mL.
Kloramfenikol dan tetrasiklin mampu menghambat bakteri berturut-turut pada
0.06 dan 0.02 mg/mL, serta mampu membunuh bakteri pada 0.06 dan 0.03
mg/mL. Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik ialah F1 dengan IC50
22.88 μg/mL, disusul oleh F9 sebesar 99.60 μg/mL. Perbedaan hasil ini dengan
metode bioautografi dapat disebabkan konsentrasi yang terlalu tinggi yang
ditotolkan pada pelat KLT. Asam askorbat sebagai kontrol positif uji antioksidan
masih memiliki IC50 4 kali lebih rendah daripada F1, yaitu 4.77 μg/mL. F1
merupakan fraksi teraktif karena memiliki aktivitas terbaik sebagai antibakteri dan
antioksidan maka dipilih untuk difraksionasi lebih lanjut menggunakan KLT
preparatif dan kembali ditentukan kedua aktivitasnya untuk fraksi-fraksi yang
dihasilkan. Rendemen fraksi tertinggi juga dimiliki oleh F1, yaitu 36.42%.
Tabel 5 Antibakteri dan antioksidan hasil fraksionasi dari ekstrak metanol sisa
  

  

Antibakteri

S. aureus*
Rendemen
KHM
KBM
Fraksi
(%)
(mg/mL) (mg/mL)
F1
36.42
0.25
1.00
F2
5.36
0.25
1.00
F3
2.86
0.25
1.00
F4
1.74
2.00
>2.00
F5
1.54
2.00
2.00
F6
2.58
1.00
2.00
F7
4.60
2.00
>2.00
F8
3.98
2.00
>2.00
F9
12.98
1.00
>2.00
F10
8.35
2.00
>2.00
F11
5.94
2.00
>2.00
F12
10.15
>2.00
>2.00
F13
3.58
2.00
>2.00
Asam Askorbat 
Kloramfenikol 
0.03
0.06
Tetrasiklin 
0.02
0.03
DMSO 20%
-7
Keterangan: * Koloni bakteri 10 CFU/mL
** Koloni bakteri 10-6 CFU/mL
(-) Tidak aktif
( ) Tidak Diuji

S. epidermidis**
KHM
KBM
(mg/mL) (mg/mL)
0.50
2.00
0.50
2.00
0.50
2.00
>2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
2.00
>2.00
0.06
0.02
-

0.06
0.03
-

Antioksidan
(DPPH) IC50
(μg/mL)
22.88 ± 8.73
>400
325.16 ± 25.49
>400
>400
375.91 ± 32.31
>400
>400
99.60 ± 30.36
299.15 ± 10.58
258.61 ± 43.71
265.17 ± 38.96
186.99 ± 61.61
4.79 ± 0.09
  

13 
 

Fraksionasi lanjut F1 menggunakan KLT preparatif dengan eluen terbaik
kloroform:etil asetat (9:1) menghasilkan 11 fraksi. Hasil uji aktivitas antibakteri
dan antioksidan fraksi-fraksi tersebut tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Antibakteri dan antioksidan hasil fraksionasi dari F1
Antibakteri
S. aureus*
Rendemen
KHM
KBM
Fraksi
(%)
Rf
(mg/mL) (mg/mL)
F1.1
8.21
0.16
1.00
1.00
F1.2
8.86
0.30
0.25
0.50
F1.3
4.41
0.38
1.00
2.00
F1.4
5.96
0.44
1.00
1.00
F1.5
5.66
0.53
0.25
1.00
F1.6
4.51
0.60
2.00
2.00
F1.7
4.96
0.71
2.00
>2.00
F1.8
25.84
0.76
2.00
2.00
F1.9
8.36
0.82
2.00
2.00
F1.10
4.81
0.89
>2.00
>2.00
F1.11
5.06
0.95
2.00
2.00
Asam Askorbat
0.03
0.06
Kloramfenikol
0.02
0.02
Tetrasiklin
  
DMSO 20%
Keterangan: * Koloni bakteri 10-7 CFU/mL
** Koloni bakteri 10-6 CFU/mL
(-) Tidak aktif
( ) Tidak diuji

S. epidermidis**
KHM
(mg/mL)
2.00
0.50
2.00
2.00
2.00
>2.00
2.00
2.00
2.00
>2.00
2.00

KBM
(mg/mL)
>2.00
2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00
>2.00

0.03
0.02
-

0.06
0.02
-

Antioksidan
IC50 (μg/mL)
311.62 ± 33.84
30.94 ± 14.96
252.51 ± 50.50
>400
>400
>400
>400
>400
199.67 ± 24.98
>400
>400
3.90 ± 0.50

Rendemen F1.2 kedua tertinggi, yaitu 8.86%, dan memiliki aktivitas
antibakteri serta antioksidan terbaik. Pada konsentrasi 0.25 mg/mL, F1.2 sudah
mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan sudah mampu membunuhnya
pada konsentrasi 0.50 mg/mL. Daya hambat dan bunuh F1.2 terhadap S.
epidermidis berturut-turut diperoleh konsentrasi pada 0.50 dan 2.00 mg/mL.
Fraksi tersebut juga memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat, yaitu mampu
menghambat 50% radikal bebas (DPPH) pada konsentrasi 30.94 μg/mL. Aktivitas
antibakteri kloramfenikol dan tetrasiklin dan aktivitas antioksidan asam askorbat
masih lebih baik dibandingkan dengan F1.2, F1.2 berpotensi untuk digunakan
sebagai antibakteri dalam mengobati penyakit kulit termasuk gatal-gatal dan
infeksi dan sebagai antioksidan untuk mencegah penuaan dini.
Identitas Senyawa Aktif
Noda F1.2 pada KLT berwarna kuning hijau, setelah dipaparkan amonia
berubah menjadi merah jingga di bawah paparan sinar UV 254 nm (Lampiran 10).
Dapat diprediksi bahwa senyawa tersebut tergolong golongan flavonoid auron
(Gambar 8) yang polaritasnya cenderung polar dan banyak ditemukan di alam
sebagai glikosida (Harborne 1987). Identifikasi selanjutnya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Panjang gelombang maksimum pada
spektrum UV-Vis berkisar 390-430 nm (Markham 1988) yang menunjukkan
panjang gelombang maksimum untuk auron (Lampiran 11). Identifikasi gugus

14 
 

fungsi dengan FTIR juga menunjukan senyawa tersebut adalah auron (Lampiran
12). Dugaan tersebut didukung dengan munculnya puncak pada bilangan
gelombang 749.55 cm-1 (cincin aromatik 1,2 disubstitusi), 1571.10 dan 1466.22
cm-1 (C=C aromatik), 1657.11 cm-1 (C=O keton), 1281.12 dan 1069.03 cm-1(vinil
eter), dan 3447.60 cm-1 (regang OH) (Pavia et al. 2001). Namun, muncul puncakpuncak kecil pada spektrum UV-Vis dan puncak lain pada spektrum FTIR yang
menunjukan keberadaan golongan flavonol, khalkon, dan flavon sehingga F1.2
tidak murni seutuhnya (Markham 1988). Auron jarang ditemukan di alam,
flavonoid ini hasil siklisasi dari khalkon (Harborne 1987). Gugus fenolik yang
terdapat pada strukturnya berperan sebagai antibakteri dan antioksidan.

Gambar 8 Struktur auron (Detsi et al. 2009)
 
 

SIMPULAN DAN SARAN
Ekstrak metanol sisa merupakan ekstrak paling efektif dibandingkan
ekstrak dan minyak atsiri karena memiliki aktivitas terbaik dengan konsentrasi
hambat minimum (KHM) terhadap S. aureus dan S. epidermidis berturut-turut
1.00 dan 2.00 mg/mL, konsentrasi bunuh minimum (KBM) >2.00 mg/mL, dan
konsentrasi hambat 50% (IC50) antioksidan 27.88 μg/mL. Pemurnian dengan
kromatografi kolom dan KLT preparatif menghasilkan F1.2 sebagai fraksi teraktif
(KHM terhadap S. aureus dan S.epidermidis berturut-turut 0.25 dan 0.50 mg/mL,
KBM berturut-turut 0.50 mg/mL dan 2.00 mg/mL, dan IC50 30.94 μg/mL).
Namun, aktivitas antibakteri kloramfenikol dan tetrasiklin terhadap kedua bakteri
tersebut masih lebih baik dibandingkan sampel (KHM terhadap S. aureus dan
S.epidermidis berturut-turut 0.03 dan 0.02 mg/mL dan KBM 0.06 dan 0.02
mg/mL) dan aktivitas antioksidan asam askorbat sembilan kali lebih baik
dibandingkan sampel (IC50 3.90 μg/mL). Hasil identifikasi senyawa F1.2
menggunakan pelat KLT, spektrofotometer UV-Vis, dan FTIR menunjukkan
senyawa aktif yang diduga adalah auron. Karakterisasi senyawa aktif dapat
didukung pula menggunakan resonansi magnetik inti (NMR) dan spektrometer
massa (MS) setelah dilakukan pemurnian lebih lanjut.
 

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC International. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland: AOAC
International.
Aulia IA. 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Etanolik Daun
Arbenan (Duchesnea indica (Andr.) Focke) terhadap Staphylacoccus

15 
 

aureus dan Pseudomonas aeruginosa Multiresisten Antibiotik [skripsi].
Surakarta (ID): UMS.
Asaolu MF, Asaolu SS, Fakunle JB, Emman-Okon BO, Ajayi EO, Togun RA.
2010. Evaluation of in-vitro antioxidant activities of methanol extracts of
Persea americana and Cnidosculus aconitifolius. Pakistan J of Nutr 9
(11): 1074–1077.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of
Indonesian medical plants: antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant
activities. J Wood Sci 55: 230–235.
Chagas-Paula DA, Oliveira RB, Silva VC, Gobbo-Neto L, Gasparoto TH,
Campanelli AP, Faccioli LH, Da Costa FB. 2011. Chlorogenic acids from
Tithonia diversifolia demonstrate better anti-inflammatory effect than
indomethacin and its sesquiterpene lactones. J Ethnopharmacol 136: 355–
362.
Chukwuka KS & Omotayo OE. 2008. Effects of tithonia green manure and water
hyacinth compost application on nutrient depleted soil in South-Western
Nigeria . Inter J of Soil Sc. 3: 69–74.
Detsi A, Madjalani M, Kontogiorgis CA, Hadjipavlou-Litina D, Kefalas P. 2009.
Natural and synthetic 20-hydroxy-chalcones and aurones: Synthesis,
characterization and evaluation of the antioxidant and soybean
lipoxygenase inhibitory activity. Biorg and Med Chem 17: 8073–8085.
Elufioye TO, Agbedahunsi JM. 2004. Antimalarial activities of Tithonia
diversifolia (Asteraceae) and Crossopteryx febrifuga (Rubiaceae) on mice
in vivo. J Ethnopharmacol. 93: 167–171.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Ed ke-2. Padmawinata K, Soedira L,
penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Method.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extract. London (GB): Chapman & Hall.
Hudayanti M. 2008. Aktivitas Antibakteri Rimpang Temulawak [skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Jamal Y, Agusta A. 1995. Komponen Kimia Dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak
Daun Kirinyu (Tithonia diversifolia). Bogor (ID): Laboratorium Treub,
Puslitbang Biologi-LIPI.
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Persyaratan
Obat Tradisional. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Lindsay JA. 2008. Staphylococcus:Molecular Genetics. Inggris: Caister Aca Pr.g.
Madigan M. 2005. Brock Biology of Microorganisms. London (GB): PrenticeHall.
Markham KK. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinara K,
penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Techniques of
Flavonoid Identification.
Meloan CE. 1999. Chemical Separation. Principle, Techniques and Expremints.
Kanada: John Wiley and Sons.
Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)
for estimating antioksidan activity. Songklanakarin J Sci Technol
26(2):211–219.

16 
 

Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A, Budijanto S. 2003. Analysis of volatile
active compounds of essential oils of some aromatic plants possessing
inhibitory properties on mice locomotor activity. Proceeding in
International Symposium on Biomedicine. Bogor: Biopharmaca Centre
IPB, 18–19 September. Tumbuhan Obat Indonesia 3:23.
Obafemi CA, Sulaimon TO, Akinpelu DA, Olugbade TA. 2006. Antimicrobial
activity of extracts and a germacranolidetype sesquiterpene lactone from
Tithonia diversifolia leaf extract. African J of Biotech 5 (12): 1254–1258.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy.
Washington (US): Thomson Learning, Inc.
Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, Lopez-Aroyyo L, Alanis-Garza BA,
Waksman de Torres N. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of
plant from Northeast of Mexico. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine.
Shyur L, Tsung J, Chen Je, Chiu C, Lo C. 2005. Antioxidant properties of extracts
from medical plants popularly used in Taiwan. Inter J of App Sci and Eng
3(3):195–202.
Soetjipto H, Dewi L, Prayitno SA. 2008. Isolasi dan Identifikasi senyawa
antibakteri minyak atsiri daun kembang bulan (Tithonia diversifolia
(Hemsley) A. Gray). Berita Biologi : Jurnal Ilmiah Nasional 9: 155–162.
Taofik M, Yulianti M, Barizi A, Hayati EK. 2010. Isolasi dan identifikasi
senyawa aktif ekstrak air daun ki pahit (Thitonia diversifolia) sebagai
bahan insektisida botani untuk pengendalian hama tungau Eriophyidae.
Alchemy 2 (1): 104–157.
Utami ER. 2012. Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. SAINTIS 1(1):
124–138.
Watson DG. 2007. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa farmasi dan
Praktisi Farmasi. Syarief WR, penerjemah; Jakarta (ID): Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Pharmaceutical Analysis.
Wahyuningsih MSH, Wahyuono S. 1999. Skrining toksisitas dengan BST dari
daun beberapa spesies tanaman yang secara tradisional untuk mengobati
tumor di Indonesia. BIK 31(1):17–22.
Yuhernita, Juniarti. 2011. Analisis senyawa metabolit sekunder dari ekstrak
metanol daun surian yang berpotensi sebagai antioksidan. Makara Sains
seri B 1 (15): 48–52.
Zhao G, Li X, Chen W, Xi Z, Sun L. 2012. Three new sesquiterpenes from
Tithonia diversifolia and their anti-hyperglycemic activity. Fitoterapia 83:
1590–1597.

 

17 
 

Lampiran 1 Bagan alir penelitian
 

Koleksi sampel daun ki pahit

 
 
 

Distilasi daun basah
Distilat sampel daun

 
 

Dikeringkan dan digiling
Serbuk sampel daun

Kadar air dan abu

Ekstrak Metanol

Ekstraksi dengan
metanol
Partisi dengan nheksana, etil asetat,
dan air

Partisi dengan
etil asetat
Distilat

 
 

Rendemen
minyak atsiri

 

Fraksi nheksana

Fraksi etil
asetat

Fraksi
metanol

 

Analisis GCMS

 

-Uji Fitokimia
-Uji Antibakteri dan
Antioksidan

Kromatogram

 

-Penentuan eluen terbaik
-Fraksionasi kromatografi kolom

 

Ekstrak teraktif

 
  F1

F2

F3

 

F4

F5

F6

F7

F8

F9

F10

F11

F1.9

F1.10

F12

F13

-Uji Fitokimia Lanjutan
-Uji antibakteri dan antioksidan
-Fraksionasi lanjut KLT preparatif

 
 
  F1.1

F1.2

F1.3

 

 
 
 
 

F1.5

F1.6

F1.7

F1.8

Identifikasi senyawa dengan
Spektrofotometer UV-vis dan FTIR

 
 

F1.4

Fraksi Aktif

F1.11

18 
 

Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman ki pahit

 
 
 
 
 

19 
 

Lampiran 3 Penentuan kadar air serbuk sampel ki pahit
Bobot
sampel
Bobot sampel
Ulangan
setelah
(g)
dikeringkan
(g)
1
2.0001
1.9167
2
2.0013
1.9231
3
2.001
1.9249
rerata
STDEV

kadar air
(%)
4.17
3.91
3.8
3.96
0.19

Contoh perhitungan:
% kadar air =
=

x 100%
.

.

= 4.17 %
% rerata kadar air =

.

x 100%

%

%

= 3.96%

%

 
 

Lampiran 4 Penentuan kadar abu serbuk sampel ki pahit
Ulangan
1
2
3
rerata
STDEV

Bobot sampel
(g)

Bobot abu
(g)

kadar abu
(%)

2.0053
2.0024
1.9988

0.2307
0.2306
0.2207

11.5
11.52
11.04
11.35
0.27

Contoh perhitungan:
% kadar abu =
=

x 100%
.

x 100%

.

= 11.5 %
% rerata kadar air =

%

= 11.35 %

 

%

%

20 
 

Lampiran 5 Penentuan rendemen ekstrak metanol sisa

Ulangan

Bobot
sampel
(g)

Bobot
ekstrak Randemen (%)
pekat
Basah Kering
(g)

1
2
3

49.1855
49.9763
50.0485

1.2198
1.4743
1.5465

Rerata
rendemen (%)
STDEV

2.48
2.95
3.09

2.58
3.07
3.22

2.84
0.32

2.96
0.33

Contoh perhitungan:
x 100%

% rendemen basah =
=

.

x 100%

.

= 2.58%
% rerata rendemen basah =

%

%

= 2.84 %

%

x 100%

% rendemen kering =
=

.

= 2.96%
% rerata rendemen kering =

.

x 100%

.

%

%

= 2.96 %

%

Lampiran 6 Rendemen minyak atsiri
Bobot minyak atsiri
Bobot daun segar
Randemen minyak atsiri
Contoh perhitungan:

: 0.0866 g
: 1500 g
: 5.77 x 10-3 %

% rendemen minyak atsiri =
=

x 100%
.

x 100%
-3

= 5.77 x 10 %

21 
 

% rendemen kering =

x 100%
.

=

x 100%

.

-3

= 6.01 x 10 %

Lampiran 7 Penentuan komponen minyak atsiri menggunakan instrumen GCMS
Abundance

TIC: DP.D
13.60
900000
800000
700000

14

Dokumen yang terkait

Aplikasi Kapur CaCO3 dan Kompos Tithonia diversifolia Terhadap Kejenuhan Al Serta Pertumbuhan Tanaman Kedelai Pada Tanah Ultisol

1 23 79

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Beberapa Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray)

10 72 93

Pengaruh Pupuk SP-36 Kompos Tithonia diversifolia Dan Vermikompos Terhadap Pertumbuhan dan Serapan P Tanaman Jagung (Zea mays L.) serta P-tersedia Pada Ultisol Simalingkar

4 44 65

Uji Aktivitas Antibakteriekstrak Etanol Daun Kembang Bulan(Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Propionibacterium acnes dan Pseudomonas aeruginosa

10 75 66

Aplikasi kompos Tithonia diversifolia dan pupuk SP-36 terhadap pertumbuhan dan serapan tanaman jagung (Zea mays L.) serta ketersediaan fosfor pada Ultisol Mancang.

0 49 83

Penggunaan Kompos Chromolaena odorata dan Tithonia diversifolia Sebagai Pembenah Sifat Kimia Tanah Tererosi Berat di Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun

0 73 61

DAYA ANTIBAKTERI BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis

0 2 14

DAYA ANTIBAKTERI BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis

0 3 8

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SUREN ( Toona sureni ) DAN DAUN TITHONIA ( Tithonia diversifolia ) DALAM PENGENDALIAN HAMA BUAH KAKAO

0 1 33

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Beberapa Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray)

0 0 14