Pola Komunikasi Guru dan Siswa Siswi Smp Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda (Studi Kasus Mengenai Pola Komunikasi Guru dan Siswa Siswi SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

Susan Puspa Wardhani NIM : 41810106

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Susan Puspa Wardhani

Kelahiran : Bandung, 13 September 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 21 Tahun

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Jatihandap Indah (Komplek Tropicana Jatihandap) No. 2 Cicaheum, Bandung.

No. Tlp/ HP : 08812091633 Berat Badan : 45 Kg

Tinggi Badan : 155 cm Nama Ayah : Tedy Supriadi Pekerjaan : Sudah Pensiun


(5)

Jatihandap) No. 2 Cicaheum, Bandung

PENDIDIKAN FORMAL

1. 1998 – 2004 : SD Negeri Kopo I Bandung 2. 2004 – 2007 : SMP Negeri 25 Bandung 3. 2007 – 2010 : SMA Pasundan 1 Bandung 4. 2010 – 2014 : Menempuh Pendidikan Sarjana

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Komputer Indonesia Bandung

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Tahun 2004 – 2006 : Palang Merah Remaja SMP Negeri 25 Bandung

2. Tahun 2004 – 2006 : Taekwondo SMP Negeri 25 Bandung

3. Tahun 2012 – 2013 : Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKOM


(6)

SEMINAR & PELATIHAN

1. Tanggal 03 Maret 2010, sebagai peserta Table Manner yang diselenggarakan oleh Universitas komputer Indonesia Bandung, di Hotel Amaroossa Bandung; Bersertifikat.

2. Tanggal 02 Juni 2011, sebagai peserta seminar Talkshow “Headcore From Zero to Hero” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran; Bersertifikat.

3. Tanggal 18 Juni 2011 “ONE DAY WORKSHOP MC & RADIO

ANNOUNCER” Unikom Bandung ; Bersertifikat.

4. Tanggal 8 Desember 2011, sebagai peserta Islam dan Moralitas Pembangunan diselenggarakan oleh Universitas komputer Indonesia Bandung, di Auditorium UNIKOM Bandung; Bersertifikat.

5. Maret-Juni 2012, mengikuti pelatihan sekolah broadcasting dan Public Speaking di DJ Arie School Bandung; Bersertifikat.

6. Tanggal 29 September 2012, sebagai peserta seminar Public Speaking HIMAKAP 2012 yang diselenggarakan oleh POLBAN Bandung; Bersertifikat.

7. Tanggal 16 Desember 2012, mengikuti Training Public Speaking 7 MC Profesional dengan baik yang diselenggarakan oleh UNIKOM Bandung; Bersertifikat.

8. Tanggal 30 November 2012, mengikuti Study Tour Mass Media Tahun Akademik 2012 yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi UNIKOM Bandung; Bersertifkat.


(7)

10.Tanggal 29 Desember 2012, sebagai peserta dalam kegiatan One Day Workshop Great Managing Event yang bertempat di Auditorium UNIKOM Bandung; Bersertifikat.

11.Tanggal 29 Desembar 2012, sebagai peserta dalam kegaiatan One Day Workshop Great Managing Even Master Of Ceremony yang bertempat di Auditorium UNIKOM Bandung; Bersertifikat.

12. Tanggal 8,9 dan 10 Mei 2013, sebagai panitia dalam kegiatan Communication Cup 5, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKOM 2012/ 2013; Bersertifikat.

13.Tanggal 2 Februari 2013, sebagai peserta dalam kegiatan Leadership yang diselenggarakan oleh oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKOM 2012/ 2013; Bersertifikat.

14.Sebagai Panitia Seminar Communiartion di Bober Tropica yang diselenggarakan oleh HIMA Ilmu komunikasi 2012/2013.

15.Sebagai Peserta Workshop membuat website gratis dalam waktu kurang dari 30 menit, yang diselenggarakan oleh tim Hardware Unikom.


(8)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada Peneliti, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi SMP Negeri 16 Bandung dalam program Rebo Nyunda (Studi Kasus Mengenai Pola Komunikasi Guru dan Siswa-Siswa SMP Negeri 16 Bandung dalam program Rebo Nyunda)”. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bimbingan serta dukungan yang Peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Alhamdulillahirabbil’alamin.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta dan tersayang, Bapak Teddy Supriadi dan Ibu Ine Dahliani yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat kepada Peneliti dan

juga memberikan do’a serta dukungan moril maupun materi. Terwujudnya

pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah Peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia,


(9)

vii

Komunikasi, yang telah memberikan ilmunya, izin penelitian serta kemudahan-kemudahan lainnya dalam penelitian dari pra skripsi hingga pasca skripsi.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi juga sebagai Dosen Wali Peneliti yang telah banyak memberikan motivasi, nasehat, semangat, pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama Peneliti melakukan perkuliahan.

4. Yth. Bapak DR. Drs. H.M. Ali Syamsuddin Amin, S.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing dalam menyusun skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dorongan, bantuan, waktu dan juga kesabarannya.

5. Khususnya Kepada, Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Yth. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Juliano P., M.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., Bapak Yadi Supriadi, S.Sos., M.Phil, Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom seluruh dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.


(10)

viii

6. Yth. Ibu Ratna W., A.Md., selaku sekretariat Dekan FISIP, Ibu Astri Ikawati, A.Md,. Kom. selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam pembuatan surat perizinan penelitian.

7. Keluarga Tercinta, Saudara tercinta dan Uwa Tati yang tidak henti memberikan dukungan dan doa.

8. Sahabat Terbaikku : Shinta, Yani, Syarah, Nunung, Ratu Aulia, Agree, Dessy W, Risna, Abhywidya, Boby Agima, Yoga, Gusti Pangestu, M. Reza Pahlevi, Dera Meilasari, Chindy, Yani Anggraeni dan Yoni yang telah memberikan dukungan semangat serta yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan canda tawa dalam suka dan duka. Terima kasih atas persahabatannya selama ini semoga menjadi sahabat untuk selamanya. 9. Teman-Teman IK Humas 1 : Nuzul, Erwin, Adit, Anita, Rizky, Gilang,

Auladi, Dicky, Azis, Tika, Dinan, Jeje, Reza Renaldi, Cahya, dan lain-lain. Teman-teman IK-3 2010 : Finka, Wilman, Cucu, Adit, Trivan, Dindin, Gilang Acunk, Irvan Zuvenk, Gilang Novanda. Tetap semangat!!! Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2010 IK Humas 2, IK Humas 3 & IK Jurnal 1, IK Jurnal 2. Semangat…teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya. Good Luck!!

10.Sahabat tercinta Sejak SMA : Retna, Dika, Erik, Rikky, Restu, Cimey, Dibya, Ratno, dll.

11.Teman-teman HIMA Ilmu Komunikasi Periode 2012-2013 yang terus memberikan semangat kepada Peneliti.


(11)

ix arahan selama berada di sekolahan.

13.Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa di sebutkansatu per satu, terima kasih atas do’a dan dukungannya selama Peneliti melakukan penelitan atau selama Peneliti menempuh studi hingga saat ini. Demikian Skripsi ini Peneliti buat, untuk kesempurnaan penelitian skripsi yang lebih baik lagi, maka kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh peneliti. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua khusunya para mahasiswa sebagai literatur. Akhir kata Peneliti mengucapkan terima kasih.

Bandung, Juli 2014 Peneliti

Susan Puspa Wardhani NIM.41810106


(12)

139

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Budyatna, Muhammad & Ganiem Leila Mona. 2012. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Littlejohn, W. Stephen. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Perspektif Ragam dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Solatun dan Deddy Mulyana. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Literatur:

 Ufit Apirnayanti, dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Wanita Karir Single Parent dengan Anaknya di Kota Bandung.”

 Kurnia Aodranadia (41808093), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola

Komunikasi Orang Tua Muda dalam Membentuk Perilaku Positif Anak di

Kota Bandung.”

 Septian Nugraha (41807134), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola

Komunikasi Organisasi Komunitas The Panas Dalam Melalui Program


(13)

Internet:

 http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-komunikasi-kelompok.html

 http://dprd-bandungkota.go.id/beranda/berita-dewan/318-wajib-berbahasa-sunda-tiap-rabu-diberlakukan.html

 http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/guru

 http://pgrikundur.edublogs.org/kode-ikrar/kode-etik-guru/

 https://docs.google.com/document/d/1aw59w1PzBRrLPlDYOnEv7DWkq5f xg8Z9TotfJWVdc1k/edit?pli=1

 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18887/1/MUHAM MAD%20HARIS-FDK.pdf

 http://www.tribunnews.com/regional/2012/06/20/perda-bahasa-sunda-kurang-sosialisasi

 http://news.detik.com/bandung/read/2012/05/28/193759/1926822/486/ini-tujuan-perda-penggunaan-bahasa-sunda-tiap-rabu

 http://filsafat.ugm.ac.id/download/pec/pec2012virgariCNbdayaremaja.pdf 

http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/3/jiptupn-gdl-nurhasanah-140-3-babii.pdf

 http://www.psychologymania.com/2013/08/pengertian-pola-komunikasi.html


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam komunikasi terdapat unsur-unsur komunikasi yaitu sumber, pesan, media, penerima, efek, umpan balik dan noise (hambatan). Dalam komunikasi, sebuah pesan yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan melalui pola-pola komunikasi, dan dalam komunikasi dapat ditemukan kemungkinan terjadi nya hambatan (noise) dalam keadaan tertentu didalam proses pengiriman maupun penerimaan pesan. Namun disamping itu, komunikasi tidak terlepas dari sebuah proses.

Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. Seperti komunikasi yang berlangsung antara guru dan siswanya di lingkungan sekolah akan membentuk pola-pola komunikasi yang memiliki ciri khas dengan unsur-unsur tertentu dan merupakan proses interaksi menciptakan struktur sistem.

Pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap sedangkan komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dengan demikian yang dimaksud pola komunikasi adalah hubungan antara dua orang atau lebih dalam penerimaan dan pengiriman pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan dapat dipahami ( Bahri, 2004 : 1 ).


(15)

Pola komunikasi yang merupakan sebuah proses komunikasi yang berulang-ulang. Dalam proses ini perlu diperhatikan wujud interaksi antara guru dengan siswanya agar tujuan dari komunikasi yang terjadi berjalan efektif. Para siswa merupakan generasi penerus bangsa, yang memiliki tanggung jawab salah satunya untuk menjaga dan melestarikan kebudayaannya. Melalui pola komunikasi yang dirancang dengan baik dan dipersiapkan dengan matang dengan bantuan saluran tertentu diharapkan para guru mampu mengajak bahkan mengubah perilaku siswanya untuk dapat bekerja sama mengikuti aturan yang ada demi mencapai tujuan tertentu.

Dalam pendidikan khususnya di bangku sekolah, terjadi pola komunikasi antara guru dan siswa. Guru yang mengajarkan siswanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi murid untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Sebenarnya proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media tertentu ke penerima pesan. Demikian hal nya dengan siswa yang melakukan interakasi dengan orang-orang yang berada di ruang lingkup sekolah.

Interaksi yang terjadi antara guru dan siswa diharapkan dapat menghasilkan umpan balik serta memberi pengaruh atau efek. Dalam pelaksanaannya melihat hal-hal diatas bukan tidak mungkin pola komunikasi yang terbentuk akan berbeda-beda bagi setiap individu. Guru seharusnya memiliki kemampuan komunikasi khususnya komunikasi persuasif dengan baik. Agar


(16)

3

siswanya dapat mengerti dan mengikuti apa maksud dari perintah maupun pembelajaran positif yang diberikan, termasuk salah satunya terkait dengan kebudayaan.

Oleh karena itu, dalam hal memberi pengertian serta pemahaman mengenai kebudayaan kepada siswanya, seorang guru harus memiliki keterampilan khusus serta kecakapan berkomunikasi secara verbal maupun non verbal untuk mengkomunikasikannya secara baik, terarah dan efektif. Namun tidak kebanyakan guru memiliki kemampuan itu, ada beberapa guru yang tidak komunikatif, ada pula yang senang memerintah dengan cenderung memaksa dan menekan siswanya untuk mengikuti arahan maupun kemauan dari guru tersebut. Sehingga proses komunikasi yang terjadi itu hanya satu arah dan siswa pun mengikuti aturan hanya karena takut bukan berdasarkan tanggung jawab yang dia emban sebagai siswa.

SMP Negeri 16 Bandung, merupakan salah satu sekolah menengah pertama di Bandung yang terletak di Jl. P.H.H Mustofa No. 53 Bandung yang turut mendukung program pemerintah yang berkaitan dengan pelestarian kebudayaan, yakni rebo nyunda. Dalam pelaksanaannya, di sekolah ini terdapat perbedaan dalam pelaksanaan program ini dibandingkan dengan sekolah yang lain. Dan SMP Negeri 16 Bandung pun mendapat penghargaan dari walikota Bandung saat itu Dada Rosada, yang mana penghargaan ini diberikan sebagai


(17)

bentuk apresiasi bahwa di SMPN 16 Bandung ini merupakan sekolah yang pertama kali menerapkan aturan rebo nyunda.1

Di SMP Negeri 16 Bandung telah ditetapkan peraturan yang mana setiap anggota sekolah termasuk siswa diwajibkan untuk berpatisipasi dan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan sekolah pada hari rabu, ketentuan terkait penggunaan bahasa sunda dan memakai pakaian khas sunda. hal ini tak hanya berlaku bagi siswanya saja akan tetapi para guru pun turut berpartisipasi. Dengan diadakannya program ini, iharapkan para guru dan siswa-siswi sekolah tersebut memiliki pengetahuan dan kecintaan yang lebih terhadap budaya sunda.

Namun, memperkenalkan dan menanamkan kebiasaan untuk melestarikan kebudayaan sunda tentulah tidak mudah, dalam hal kecil yakni dalam segi bahasa, tidak semua guru dan siswa bahkan hanya sedikit dari siswa yang terbiasa menggunakan bahasa sunda. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak sekolah perlu bekerja sama untuk mengajak siswa nya dalam pelaksanaan program rebo nyunda ini yang bertujuan untuk tetap melestarikan kebudayaan sunda yang ada agar dapat terlaksana secara berkesinambungan. Apalagi di dalam sekolah tersebut terdapat perbedaan kultur diantara guru dan siswanya.

Rebo nyunda sendiri merupakan program yang telah ada sejak tahun 2012 dan diatur dalam Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2012 dan ditindak lanjuti dalam Peraturan Walikota Bandung yang saat ini masih dalam proses penyempurnaan. Tidak berbeda jauh, isi nya terdapat salah satu aturan yang mana setiap hari rabu warga Bandung khususnya di sekolah-sekolah, instansi maupun perusahaan,

1

Hasil wawancara dengan Humas SMP Negeri 16 Bandung, Rabu 21 Mei 2014 pukul 07.56. bertempat di ruangan salah satu kelas di sekolah tersebut


(18)

5

dianjurkan untuk menggunakan pakaian khas sunda dan berkomunikasi menggunakan bahasa sunda.

Program rebo nyunda ini merupakan program dari walikota Bandung yang telah berlangsung kurang lebih sudah 2 tahun. Untuk pemilihan hari rabu tidak memiliki filosofi khusus, menurut mantan Walikota Bandung Dada Rosada, pemilihan hari rabu, dianggap sebagai siger tengah dari hari kerja. Dan ketentuan hari rabu ini pun telah dicantumkan dalam Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2012 Pasal 10 b. Melalui program Rebo Nyunda ini, telah banyak yang tergerak untuk mencoba mengangkat kembali eksistensi budaya sunda. Namun pada usia tertentu khususnya kalangan remaja yang menduduki bangku sekolah menengah pertama, tentunya tidak mudah membuat mereka tertarik dengan program ini, beberapa dari mereka merasa enggan berpartisipasi dalam program ini.

Hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya program Rebo Nyunda karena semakin berkurangnya kecintaan dan rasa memiliki budaya sunda oleh masyarakat yang tinggal di daerah Bandung khususnya para generasi muda. Rebo Nyunda ini diadakan dengan tujuan untuk menunjukkan identitas kota Bandung yang lekat dengan kebudayaan sunda nya sejak jaman dulu. Karena pada dasarnya, menurut

Ridwan Kamil mengatakan bahwa “kota itu harus punya keberfungsian dan identitas. Dan program Rebo Nyunda ini adalah bagian dari identitas kita.”2

Memberikan himbauan rebo nyunda di dunia pendidikan disambut positif oleh beberapa pihak. Pendidikan pun dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena

2


(19)

melalui pendidikan, siswa diajarkan mengenai hal-hal positif termasuk tentang warisan budaya membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda dari berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi bahkan mencegah penyebab berbagai masalah budaya dan karakter anak bangsa akan kecintaannya pada budaya aslinya. Remaja yang tinggal di kota Bandung khususnya yang bersuku sunda terkadang jika diajak berbicara bahasa sunda, mereka tidak paham bahkan ketika ada yang mengajak berkomunikasi mereka cenderung merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia, bahkan ada yang menggunakan bahasa sunda dengan bahasa yang salah dan dinilai kurang santun. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal, yakni antara memang mereka tidak bisa menggunakan bahasa sunda atau tidak mengetahui tentang undak usuk basa dan mungkin mereka merasa gengsi menggunakan bahasa sunda. Padahal itu merupakan budaya mereka yang seharusnya mereka kenal dan ketahui. Oleh karenanya dengan diadakannya program rebo nyunda ini, diharapkan mereka lebih mengenal budaya sunda dan terbiasa menggunakan bahasa sunda.

Namun kurangnya rasa bangga dan kurangnya pengatahuan mereka akan budaya aslinya sendiri, menjadi masalah perlunya mengadakan program-program yang berkenaan dengan menjaga budaya asli Indonesia. Hal pertama yang perlu disadari oleh para remaja adalah bagaimana mereka dapat menghargai budaya mereka sendiri. Menghargai erat kaitannya dengan adanya penghormatan, pengakuan, rasa memiliki, dan akhirnya menuju pada usaha-usaha untuk mau menjaga. Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting untuk


(20)

7

disadari dan perlunya mengatasi masalah budaya dan karakter anak bangsa tersebut, agar generasi penerus bangsa ini, dapat mengetahui serta menjaga kebudayaan asli nya dari sejak dini.

Selain itu, banyaknya pendatang yang tinggal di kota Bandung yang menimbulkan banyak perbedaan kultur di tanah sunda. Padahal Sunda merupakan kearifan lokal di Jawa Barat khususnya Bandung. Warga kota Bandung yang seharusnya menampilkan dan memelihara ciri budaya kesundaannya, seperti budaya, bahasa, aksara , sikap dan perilaku.

Budaya itu sendiri dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Dalam Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada terutama dari lingkungan budaya nya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip tersebut akan menyebabkan mereka tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi

orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukainya budayanya.

Dalam menjaga kebudayaan asli, tindakan nyata salah satunya dimulai dari hal kecil yakni menjaga kebudayaan lokal yang didalamnya berisi nilai-nilai yang dapat menjadi identitas suatu budaya yang berada di Indonesia. Namun realita


(21)

yang ada, jangankan menjaga dan turut melestarikan kebudayaan lokal, pengetahuan akan kebudayaan lokal pun dinilai kurang. Oleh karena itu, penanaman rasa cinta dan bangga akan kebudayaan Indonesia harus secara terus menerus dilakukan, agar dapat menghasilkan generasi yang mampu berdedikasi untuk negerinya sendiri. Jika kebudayaan yang ditanamkan adalah kebudayaan yang negatif, maka akan menghasilkan masa depan bangsa yang buruk. Sebaliknya, jika remaja diajarkan budaya Indonesia yang sebenarnya, maka kelak generasi penerus bangsa akan mampu mempertahankan budaya asli Indonesia di masa depan.

Begitu pula dengan memberi pemahaman dan menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri khususnya budaya lokal, seorang guru harus memiliki kemampuan dan kepandaian dalam berkomunikasi dan memaparkan pesan atau materi pelajaran sehingga dapat dipahami dan diimplementasikan oleh siswanya. Selain itu kelengkapan media penunjang pada pendidikan bagi siswa dapat dijadikan alat bantu untuk menimbulkan efek positif pada kecintaan siswa terhadap budayanya.

Penyampaian maupun implementasi nilai-nilai budaya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Mengkomunikasikan tentang budaya secara berkelanjutan, akan menumbuhkan kecintaan remaja akan budayanya.

Budaya merupakan tradisi, sedangkan budaya lokal merupakan tradisi yang mempunyai kekuatan untuk menjaga suatu kebudayaan yang hidup di tengah


(22)

9

masyarakat tersebut. Begitu pula dengan masyarakat di daerah lain di Negara ini, budaya lokal adalah hal yang tidak boleh di dilupakan apalagi di tinggalkan. Kekayaan dan keanekaragaman budaya lokal yang dimiliki bangsa ini adalah warisan leluhur bersama yang wajib dijaga dan dilestarikan.

Bandung adalah sebuah kota yang memiliki jati diri khas sunda yang telah melekat dari jaman dahulu kala. Namun sayangnya, warga asli Bandung khususnya yang bersuku Sunda sebagian besar tidak mengetahui sejarah bahkan berbicara bahasa sunda dengan baik dan benar. Adapun sebagian orang sunda yang tinggal di Bandung tidak mengetahui hal-hal yang berasal dari tanah Sunda

ataupun merasa „gengsi‟ menggunakan bahasa sunda, bahkan ada yang

menganggap „kampungan‟ saat seseorang menggunakan bahasa sunda maupun atribut sunda. Kebudayaan khas sunda yang seyogyanya perlu dijaga dan diwariskan secara turun menurun khususnya oleh suku Sunda itu sendiri.

Suku sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa namun dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara. Sejak dari awal hingga kini, budaya Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di Indonesia. Namun budaya sunda kini sudah mulai diacuhkan oleh suku sunda itu sendiri.

Pemahaman akan pentingnya menjaga serta melestarikan nilai-nilai budaya lokal dan kesenian tradisional sunda kepada remaja dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti pendidikan muatan lokal bagi siswa sekolah,


(23)

lalu dapat juga dengan mengadakan kegiatan dan membuat program yang dapat menimbulkan daya tarik terhadap kebudayaan bagi masyarakat khususnya remaja dan juga menetapkan aturan yang berkaitan dengan pelestarian budaya. Agar remaja bisa kembali mewariskan pada generasi selanjutnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian

Pola Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda”

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang ada diatas maka peneliti mengambil perumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimana Pola Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda ?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diangkat pertanyaan mikro sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda ?

2. Bagaimana Hambatan Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda ?


(24)

11

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Proses Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda.

2. Untuk mengetahui Hambatan Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda.

3. Untuk mengetahui Pola Komunikasi Guru dan Siswa-Siswi di SMP Negeri 16 Bandung Dalam Program Rebo Nyunda.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis

Sebagai pengembangan disiplin ilmu komunikasi secara umum dan secara khusus penelitian ini dapat menjadi wacana yang lebih mendalam mengenai pola komunikasi khususnya dalam proses interaksi guru dan siswanya.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1.4.2.1 Kegunaan bagi Peneliti

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengaplikasikan ilmu, memberikan manfaat pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, khususnya mengenai ilmu komunikasi terutama proses komunikasi di dalam proses pembelajaran atau pendidikan bagi Mahasiswa.

1.4.2.2 Kegunaan bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara umum dan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas secara khusus


(25)

sebagai literatur terutama bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.

1.4.2.3 Kegunaan bagi SMP Negeri 16 Bandung

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan, informasi, dan evaluasi bagi guru di SMP Negeri 16 Bandung dalam program Rebo Nyunda dilingkungan SMP Negeri 16 Bandung khususnya di kalangan siswa-siswinya.


(26)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu yang Sejenis

Dalam Tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap, pembanding dan memberi gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian ini. Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian terdahulu tentang pola komunikasi:

1. Ufit Apirnayanti, dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Wanita Karir Single Parent dengan Anaknya di Kota Bandung.” Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi deskriptif, untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi wanita karir yang mana sub fokus penelitian mencakup proses komunikasi, hambatan dan harapan. Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan data online. Untuk uji validitas data menggunakan triangulasi data.

2. Budi Suprapto (41809162) Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Marketing Politik Calon Walikota Bandung (Studi Kasus Marketing Politik Calon Walikota Bandung Budi Dalton). Tujuan dari penelitian ini


(27)

yaitu untuk mengetahui marketing politik yang dilakukan Budi Dalton Setiawan sebagai calon Independen Walikota Bandung dalam Pemilukada 2013. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus Creswell. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Product politik, Promotion politik, Price politik, dan Place politik.Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi, penelusuran kepustakaan, dan penelusuran secara on-line.

3. Nita Novitasari (41807133) Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui Pola Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama (Studi Fenomenologi Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama di Kota Bandung). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimana latar belakang Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama, Pola Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama, Bagaimana Realitas Keluarga Inti Beda Agama. Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan Studi Fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, studi pustaka, penelusuran data online dan triangulasi.


(28)

15

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu yang Relevan

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode yang

Digunakan Hasil Penelitian

Perbedaan Dengan Skripsi Ini 1 Pola Komunikasi

Wanita Karir Single Parent dengan Anaknya di Kota Bandung (Studi Deskriptif

Mengenai Pola Ko munikasi Wanita Karir Single Parent Dengan Anaknya di Kota Bandung)

Ufit Apirnayanti Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, UNIKOM Kualitatif, Studi Deskriftif Bagaimana pola komunikasi wanita karir single parent dengan anaknya di Kota Bandung. Yang mana ini meliputi proses komunikasinya, hambatan yang dialami Penelitian ini mengamati pola komunikasi antara wanita single parent dengan anaknya. Sedangkan Penelitian ini menjelaska n tentang pola komunikasi seorang guru kepada siswanya. 2 Marketing Politik

Calon Walikota Bandung (Studi Kasus Marketing Politik Calon Walikota Bandung Budi Dalton). Budi Suprapto Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas, UNIKOM

Kualitatif, Studi Kasus

Untuk mengetahui bagaimana untuk mengetahui

marketing politik yang dilakukan Budi Dalton Setiawan sebagai calon Independen Walikota Bandung dalam Pemilukada 2013. Dengan melihat Product politik, Promotion politik, Price politik, dan Place politik. Penelitian Budi Menjelaska n mengenai politik, sedangkan penelitian ini lebih kepada budaya.


(29)

3 Pola Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama (Studi Fenomenologi Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama di Kota Bandung).

Nita Novitasari Program Studi Ilmu Komunikasi

UNIKOM

Kualitatif, Studi

Fenomenologi

Untuk mengetahui Pola Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama (Studi Fenomenologi Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama di Kota Bandung). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

Bagaimana latar belakang

Komunikasi Keluarga Inti Beda Agama, Pola Komunikasi

Keluarga Inti Beda Agama,

Bagaimana

Realitas Keluarga Inti Beda Agama.

Sub-Fokus penelitian

Sumber: Catatan Peneliti, Februari 2014

2.1.2 Tinjauan tentang Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan makhluk lainnya. Rasa ingin tahu memaksa manusia untuk saling berkomunikasi. Berinteraksi dengan orang lain, untuk berbagi informasi/ ide/ gagasan, bahkan untuk mencapai tujuan tertentu melibatkan proses komunikasi. Dalam kehidupan, satu sama lain saling berinteraksi dan menyampaikan pikiran maupun perasaannya melalui komunikasi verbal maupun non verbal.

Secara etimologi istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata


(30)

17

communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna” (Effendy, 2003:9). Sedangkan secara terminologi yaitu “penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda. Komunikasi disebut efektif bila makna yang tercipta relatif sesuai dengan yang

diinginkan komunikator” (Mulyana, 1999:49).

Wilbur Schramm menyebutkan bahwa “komunikasi dan masyarakat

adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa

masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi”

(Cangara, 2004).

Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi, Roger bersama D.Lawrence Kincaid (Cangara, 2008:20) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang mengatakan bahwa

“Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk

atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004:20).

Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

2.1.2.2Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu faktor yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan setiap manusia, karena tanpa komunikasi kita tidak dapat bertindak ke


(31)

manapun dengan siapapun. Penegasan dan pengertian tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi diatas adalah sebagai berikut:

a. Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

b. Encoding: Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.

c. Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambing bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d. Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

e. Decoding: Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya

f. Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. Pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

g. Response: Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.

h. Feedback: Umpan Balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

i. Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. (Mulyana, 2003).


(32)

19

Model komunikasi diatas menjelaskan bahwa faktor-faktor kunci dalam mewujudkan komunikasi yang efektif. Komunikator harus mengetahui khalayak yang dapat dijadikan sebagai sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam mengelola suatu pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya menerima dan menanggapi suatu pesan. Komunikator harus mampu mengirimkan pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khalayak sasaran.

2.1.2.3 Tinjauan tentang Proses Komunikasi

Berangkat dari paradigma Lasswell dalam Onong Uchjana Effendy membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses komunikasi secara primer.

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/ gesture, isyarat, gambar, warna,dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi adalah proses membuat pesan yang setara bagi komunikator dan komunikan.

Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan.


(33)

Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

2. Proses Komunikasi secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampain pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh ataupun jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

Pada umumnya kalau kita berbicara dikalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan diatas. Jarang sekali orang menganngap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai sebagai lambang (symbol) serta isi (content) yakni, pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat


(34)

21

dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain lainnya. Yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya. (Effendy, 2003 : 11-17).

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi memiliki berbagai jenis dan salah satu jenisnya yaitu komunikasi

antarpribadi. Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal

Communication Book” komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan

penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika (Effendy, 2003:60).

Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi (non media massa), seperti telepon. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan dan sebaliknya, pesan dikirim secara simultan dan spontan relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara.

Proses ini lazim disebut dialog walaupun dalam konteks tertentu dapat juga terjadi monolog, hanya satu pihak yang mendominasi percakapan. Efek komunikasi antarpribadi tataran yang paling kuat diantara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku dari komunikannya, memanfaatkan pesan verbal maupun non-verbal.


(35)

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi secara dialogis selalu lebih baik, karena yang aktif tidak hanya komunikator tetapi komunikan juga tidak pasif. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama dan empati.

Komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika karena dapat diketahui tanggapan dari komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator, ekspresi wajah maupun gaya bicara. Bentuk komunikasi antarpribadi seringkali digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif.

2.1.3.2 Fungsi Komunikasi Antapribadi

Human communication baik yang non-antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi dan sosial, keberhasilan yang relatif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi kehidupan pribadi yang produktif. Sedangkan yang dimaksud imbalan adalah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi dan sosial yang dianggap positif (Budyatna, 2011:27).

Kita dapat membedakan pengendalian lingkungan dalam dua tingkatan, yaitu:


(36)

23

2. Hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula bagi pihak-pihak yang terlibat, yang dinamakan penyelesaian konflik.

2.1.3.2 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan dan akan dibahas enam tujuan komunikasi antar pribadi yang di anggap penting. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam tujuan komunikasi antar pribadi yaitu komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri.

Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain

Nasehat seorang filsuf terkenal Socrates yaitu: Cogito ergosum yang

memiliki arti kurang lebih “kenalilah dirimu”. Salah satu cara untuk mengenali diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Melalui komunikasi antar pribadi kita juga belajar tentang bagaimana dan sejauhmana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga akan membuat kita mengetahui nilai, sikap dan perilaku orang lain.

Mengetahui Dunia Luar

Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek dan kejadian-kejadian orang lain. Banyak informasi yang kita miliki sekarang berasal dari interaksi antar pribadi. Meskipun ada yang berpendapat bahwa sebagian


(37)

besar informasi yang ada berasal dari media massa, tetapi informasi dari media massa tersebut seiring dibicarakan dan diinternalisasi melalui komunikasi antar pribadi.

Menciptakan dan Memelihara Hubungan Menjadi Bermakna

Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Kita juga tidak ingin hidup sendiri terisolasi dari masyarakat dan kita ingin merasakan dicintai dan disukai serta menyayangi dan menyukai orang lain.

Mengubah Sikap dan Perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

Bermain dan Mencari Hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Seringkali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena bisa memberi suasana yang lepas.  Membantu

Contoh Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain, tugas-tugas tersebut sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antar pribadi.


(38)

25

Tujuan-tujuan komunikasi antar pribadi yang diuraikan di atas dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

 Tujuan-tujuan ini dapat dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan-alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antar pribadi. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa kita membantu orang lain untuk mengubah sikap dan peilaku seseorang.

 Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antar pribadi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa sebagai suatu hasil dari komunikasi antar pribadi, kita dapat menganal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik bermakna dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar.

2.1.4 Tinjauan Tentang Pola Komunikasi

“Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang

atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat

sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami” (Djamarah, 2004:1).

“Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang

berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang

mempunyai arah hubungan yang berlainan” (Sunarto, 2006:1)

Tubbs dan Moss mengatakan bahwa “pola komunikasi atau hubungan itu dapat dicirikan oleh: komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer satu bentuk perilaku dominan dari satu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi atau


(39)

bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menetukan jenis hubungan yang mereka miliki.

Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dikaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas dengan komponen komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.

Pengertian komunikasi adalah bentuk atau model (lebih abstrak, suatu peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika yang ditimbulkan cukup mencapai suatu jenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukan atau terlihat. Istilah komunikasi bisa disebut juga sebagai model, tetapi maksudnya sama, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan keadaan masyarakat.

Pola komunikasi adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran secara sistemaik dan logis (Effendy, 1989). Dimana komunikasi ini dipengaruhi oleh simbol dan norma yang dianut, yaitu :

1. Pola komunikasi satu arah

Pola komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan baik meggunakan media maupun tanpa media, tanpa ada umpan balik dari komunikan, dalam hal ini komunikan bertindak sebagai pendengar saja.

2. Pola komunikasi dua arah atau timbal balik (Two Way Traffic Communication)


(40)

27

Pola komunikasi dua arah yaitu komunikator dengan komunikan terjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka. Namun pada hakiktnya yang memulai percakapan adalah komunikator utama, dan komunikator utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi tersebut. Prosesnya dialogis serta umpan baliknya secara langsung.

3. Pola komunikasi multi arah

Pola komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi terjadi dalam suatu kelompok yang lebih banyak dimana komunikator dan komunikan akan saling bertukar pikiran secara logis. (Pace dan Faules, 2002:171)

2.1.5 Tinjauan Tentang Pendidikan 2.1.5.1 Pengertian Pendidikan

Suatu rumusan nasional tentang istilah “pendidikan” adalah sebagai

berikut : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang

akan datang” (UU R.I. No. 2 Tahun 1989, Bab I, Pasal 1).

Pada rumusan di atas terkandung empat hal yang perlu digaris bawahi dan

mendapat penjelasan lebih lanjut. Dengan “ usaha sadar” dimaksudkan bahwa

pendidikan diselenggarakan secara berencana yang matang, mantap, jelas, lengkap, menyeluruh, berdasarkan pemikiran rasional dan objektif.

Produk yang dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan yang memiliki kemampuan melaksanakan peranan – peranannya untuk masa yang akan datang. Peranan bertalian dengan jabatan dan pekerjaan tertentu, tentunya bertalian dengan kegiatan pembangunan di masyarakat.

Dilihat dari penjelasan di atas mengenai pendidikan maka pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyelesaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan


(41)

dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara baik dan benar dalam kehidupan bermasyarakat. (Ham alik, 2010 : 3)

2.1.6 Tinjauan Tentang Guru 2.1.6.1 Definisi Guru

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menjelaskan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 ayat 1). Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.

Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil. Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekaligus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil.1

1

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/guru (diakses pada tanggal 28 Februari 2014, 20.02 WIB)


(42)

29

2.1.6.2 Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru

Tercantum dalam Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyebutkan bahwa:

1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.

Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya.

Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, terampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik.


(43)

Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 6 menyebutkan bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut: a) Menyusun perencanaan pembelajaran;

b) Menyampaikan perencanaan;

c) Melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat

d) Mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik e) Melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan

hasilnya untuk kemajuan pendidikan

f) Mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bangsa, masyarakat, dan agama

g) Melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan h) Mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi


(44)

31

i) Memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses belajar. 2

2.1.7 Tinjauan Tentang Siswa

Siswa merupakan suatu unsur penting di dalam dunia pendidikan, tanpa siswa maka proses pendidikan tidak akan terlaksana. Dibawah merupakan beberapa deskripsi tentang peserta didik (siswa), yaitu:

1. Siswa adalah orang yang belum dewasa yang mempunyai sejumlah potensi dasar yang masih berkembang

2. Siswa adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan

3. Siswa adalah mahluk yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh factor pembawaan maupun lingkungan dimana ia berada. 2.1.8 Tinjauan Tentang Budaya

Kata “Kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan beberapa ahli mencoba membedakan antara budaya dan kebudayaan. Jika budaya

adalah “daya dan budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa.

2http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18887/1/MUHAMMAD%20H


(45)

Sedangkan dalam ilmu Antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan seringkali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud. Dari berbagai definisi yang telah dibuat , Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam tiga wujudnya, yaitu kebudayaan sebagai wujud cultural system, social system dan artifact.

Cultural system merupakan ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Dengan kata lain ini merupakan adat atau dalam bentuk jamaknya adat-istiadat.

Social system ini berkaitan dengan tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan dan bergaul satu sama lain dari waktu ke waktu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

Artifact atau kebudayaan fisik ini berupa hasil fisik, aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat.

Kebudayaan sendiri disusun oleh komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam memandang kebudayaan, orang sering kali terjebak dalam sifat chauvinism yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan


(46)

33

menganggap rendah kebudayaan orang lain. Seharusnya dalam memahami kebudayaan kita berpegangan pada sifat-sifat kebudayaan yang variatif, relatif, universal dan counter culture.

Kebudayaan berubah sesuai dengan tuntutan yang dihadapinya. Terdapat tiga proses perubahan kebudayaan evolusi, difusi dan akulturasi. Mekanisme perubahan kebudayaan sendiri bermacam-macam, yaitu dikarenakan ada perubahan lingkungan, perseorangan maupun perubahan yang sifatnya dipaksakan.

2.1.9 Tinjauan Tentang Rebo Nyunda

Rebo nyunda merupakan suatu bentuk upaya perlindungan, pelestarian dan peningkatan fungsi budaya Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda dalam kehidupan bermasyarakat. Program dari pemerintah Kota Bandung yang sebetulnya ini telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 9 Tahun 2012 mengenai “Penggunaan,

Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda” yang mana sebenarnya ini sudah release sejak masa kepemimpinan walikota Bandung sebelumnya yakni Dada Rosada. Salah satu aturannya adalah setiap hari rabu, di bidang pendidikan formal-non formal, instansi pemerintah dan masyarakat kota Bandung secara umum dianjurkan untuk menggunakan bahasa sunda dalam melakukan percakapan dengan orang lain.

Pada masa kepemimpinan walikota Bandung yang sekarang, Ridwan Kamil melakukan sosialisasi lebih kepada masyarakat lalu dibuatlah Perwal (Peraturan Walikota) sebagai bentuk tindak lanjut dari Perda No. 9 tahun 2012 yang mana kali ini ada himbauan mengenai penggunaan pakaian tradisional sunda


(47)

yang digunakan setiap hari rabu, namun Peraturan Walikota ini masih dalam proses dan belum rampung, sehingga belum sah secara hukum.

Di beberapa instansi, sekolah maupun perusahaan tertentu dihimbau untuk memakai pakaian tradisional sunda. untuk laki-laki menggunakan ikat kepala dan baju pangsi berwarna hitam sedangkan untuk perempuan menggunakan kebaya encim berwarna putih khas sunda dengan menggunakan selendang dan rok kain samping bermotif batik.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam kerangka penelitian ini, peneliti akan berusaha membahas masalah pokok dari penelitian ini. Yaitu membahas kata-kata kunci atau sub-fokus yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian. Kerangka pemikiran disini berisi tentang penggunaan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan penelitian. Teori tersebut bertujuan untuk menggiring dan memfokuskan masalah yang akan diteliti oleh peneliti.

Budaya asli Indonesia perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Sebagai generasi penerus bangsa, remaja diharapkan tidak hanya menjaga kebudayaannya namun mencintai kebudayaan asli Indonesia. Saat ini, pendidikan dapat dijadikan alternatif untuk memanamkan rasa cinta dan memberi pemahaman kepada remaja tentang pentingnya menjaga kebudayaan asli khususnya kebudayaan lokal di daerah masing-masing.


(48)

35

Pelaksanaan program rebo nyunda di sekolah-sekolah dapat dianggap sebagai langkah untuk memperkenalkan jati diri budaya sunda khususnya kepada guru dan siswa di SMP Negeri 16 Bandung. Guru pun berperan penting dalam proses terlaksananya program rebo nyunda ini. Mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan hingga pengawasan tentunya tidak terlepas dari proses komunikasi.

Konteks komunikasi yang terjadi antara para guru dan siswanya termasuk ke dalam konteks komunikasi antarpribadi. adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika (Effendy, 2003:60). Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan dan sebaliknya, pesan dikirim secara simultan dan spontan relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera.

Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk mengubah sikap dan perilaku individu atau kelompok tertentu. Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

Guru berperan penting dalam pelaksanaan program Rebo Nyunda. Melalui komunikasi, guru memberikan pemahaman dan menyampaikan peraturan secara terus-menerus terkait program ini kepada siswanya. Dari sinilah pola komunikasi terbentuk. Pola komunikasi dapat diartikan sebagai proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.


(49)

Berdasarkan pengertian diatas mengenai pola komunikasi, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa pola komunikasi dalam suatu kelompok berlangsung lebih satu kali dan tidak terlepas dari proses komunikasi yang meliputi unsur-unsur yang terdapat selama berlangsungnya komunikasi diantaranya mencakup hambatan yang dialami selama proses kegiatan dan saluran/ media tertentu yang digunakan untuk membantu mencapai tujuan komunikasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dari George Herbert Mead yakni teori interaksi simbolik.

Teori Interaksi Simbolik

Interaksi simbolik yang dikenal sebagai perspektif dalam ilmu komunikasi digunakan juga untuk mendasari penelitian ini. Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan dinamis manusia, kontras dengan pendekatan struktural yang memfokuskan diri pada individu dan ciri-ciri kepribadiannya atau bagaimana struktur sosial membentuk perilaku tertentu individu. Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Pemikiran-pemikiran George Herbert Mead mula-mula dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang menyatakan bahwa organisme terus-menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Menurut teori ini, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka


(50)

37

maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.

“Teori interaksi simbolik adalah suatu teori yang memandang aktivitas manusia sebagai suatu aktivitas yang khas berupa komunikasi dengan menggunakan simbol. Perspektif interaksionisme simbolik berada di bawah perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif”. (Mulyana, 2006:59)

Ada dua mazhab yang berkembang dari interaksionisme simbolik ini, yaitu Mazhab Iowa dan Mazhab Chicago. Mazhab Iowa yang dikembangkan oleh Manford H. Kuhn menggunakan metode saintifik (positivistik) dalam kajian-kajiannya, yakni untuk menemukan hukum-hukum universal mengenai perilaku sosial yang dapat diuji secara empiris. Sedangkan mazhab Chicago yang dikembangkan oleh Herbert Blummer menggunakan pendekatan humanistik. Dalam perjalanannya, pengembangan dari Blummer-lah yang mendapatkan banyak pendukung. Selanjutnya, dalam penelitian ini, penggunaan kata

“interaksionisme simbolik” merujuk pada pemikiran yang dikembangkan oleh

Blummer, meski tidak menggunakan keterangan “mazhab chicago”

Kehidupan sosial dalam pandangan kaum interaksionisme simbolik dianggap sebagai suatu interaksi manusia dengan menggunakan simbol, di mana simbol tersebut selalu digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Di dalam interaksi tersebut juga terjadi upaya saling mendefinisi dan menginterpretasi antara tindakan yang satu dengan yang lainnya. Blummer mengkonseptualisasikan manusia sebagai menciptakan atau membentuk kembali lingkungannya.


(51)

“Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka”. (Becker, Geer, Hughes, & Strauss dalam Mulyana, 2006:70).

Dalam membentuk tindakan, manusia melakukan dialog internal dalam menyusun konsep dan strategi untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Dengan demikian, manusia bukanlah makhluk yang beraksi atas pengaruh lingkungan luar, tetapi bertindak sesuai hasil interpretasi dalam dirinya.

Sebagai hasil dari interaksi internal di atas maka akan menghasilkan tindakan. Sebelum bertindak manusia harus menentukan tujuan, menggambarkan arah tingkah laku, memperkirakan situasinya, mencatat dan menginterpretasikan tindakan orang lain, mengecek dirinya sendiri dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal ini, Mead menyimpulkan bahwa manusia dipandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap obyek yang ia modifikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya.

Interaksi dalam pandangan Mead dapat dibedakan antara interaksi non-simbolik dan interaksi non-simbolik. Interaksi non-non-simbolik berlangsung pada saat manusia merespon secara langsung tindakan dan isyarat dari orang lain, seperti gerakan badan, ekspresi, dan nada suara. Sedangkan interaksi simbolik dilakukan manusia dengan menginterpretasikan masing-masing tindakan dan isyarat (simbol) orang lain berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan oleh dirinya. Interaksi simbolik merupakan proses formatif yang menjadi hak setiap individu, yang menjangkau bentuk-bentuk umum hubungan manusia secara luas.


(52)

39

Menurut Blumer, Perilaku manusia dapat dimengerti dengan mempelajari bagaimana para individu memberi makna pada informasi simbolik yang mereka pertukarkan dengan pihak lain. Interaksionisme simbolik didasarkan pada pemikiran bahwa para individu bertindak terhadap objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu bagi mereka, makna ini berasal dari interaksi sosial dengan seorang teman dan makn ini dimodifikasi melalui proses penafsiran (Budyatna, 2011:192).

Teori interaksi simbolik dibangun berdasarkan premis-premis sebagai berikut :

1. Individu merespon suatu situasi simbolik

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karenanya makna tidak melekat pada obyek, melainkan diorganisasikan melalui penggunaan bahasa, karena manusia mampu memaknai sesuatu, teknik pemaknaan itu sendiri oleh manusia bersifat arbitrer (sembarang), dimana segala sesuatu bisa menjadi simbol, sehingga tidak ada hubungan logis antara nama atau simbol dengan obyek yang dirujuknya

3. Makna yang diinterpretasikan oleh individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan terjadinya perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Hal ini dimungkinkan karena manusia dapat berkomunikasi dengan dirinya. (Mulyana, 2006: 71-72).

George Ritzer (dalam Mulyana, 2006:73) memformulasikan tujuh prinsip yang menjadi inti dari teori interaksionisme simbolik, yaitu :


(53)

1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berpikir

2. Kemampuan berpikir itu dibentuk oleh interaksi sosial

3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berpikir.

4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan (action) dan interaksi yang khas manusia.

5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interaksi mereka atas situasi.

6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain, kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya. 7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin menjalin ini membentuk

kelompok dan masyarakat.

Manusia mampu membayangkan dirinya secara sadar tindakannya dari kacamata orang lain; hal ini menyebabkan manusia dapat membentuk perilakunya secara sengaja dengan maksud menghadirkan respon tertentu dari pihak lain. Tertib masyarakat didasarkan pada komunikasi dan ini terjadi dengan menggunakan simbol-simbol. Proses komunikasi itu mempunyai implikasi pada suatu proses pengambilan peran (role taking). Komunikasi dengan dirinya sendiri


(54)

41

merupakan suatu bentuk pemikiran, yang pada hakikatnya merupakan kemampuan khas manusia.

Barbara Ballis meringkas pemikiran dari interaksi simbolik ini bahwa kehidupan sosial terdiri dari proses-proses interaksi daripada susunan, sehingga terus berubah. Lalu manusia membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan pemahaman subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka menemukan diri mereka. Dan tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, di mana objek dan tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan dan diartikan. Diri seseorang merupakan objek yang dikenalkan melalui interaksi sosial dengan yang lain.

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Bertolak dari kerangka pemikiran teoritis diatas mengenai bagaimana pola komunikasi guru dan siswa-siswi SMP Negeri 16 Bandung dalam program Rebo Nyunda di kalangan siswa-siswinya, maka pada kerangka pemikiran konseptual ini, peneliti akan mengaplikasikan teori-teori masalah penelitian terkait pola komunikasi guru dan siswa di sekolah tersebut dalam program rebo nyunda.

Dijelaskan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika. Konteks komunikasi yang diteliti disini adalah komunikasi antarpribadi yang terjadi antara guru dan siswa di SMP Negeri 16 dalam program Rebo Nyunda di sekolah tersebut.

Dalam ruang lingkup sekolah, guru dan siswa melakukan komunikasi antarpribadi dengan tujuan diantaranya untuk menciptakan dan memelihara


(55)

hubungan sesama dan melakukan komunikasi antarpribadi diantaranya untuk saling bekerjasama mencapai visi dan misi dari SMP Negeri 16 Bandung. Dan dapat guru menggunakan komunikasi persuasi untuk mengubah kebiasaan sebelumnya dari siswa di hari rabu. Yang mana komunikasi persuasi merupakan tujuan dari komunikasi antar personal.

Seperti halnya dalam program Rebo Nyunda ini terjadi proses komunikasi antarpribadi yang mana tujuan dari komunikasi antarpribadi ini dan ada upaya untuk mempersuasi siswanya. Guru dapat memberikan pengetahuan maupun wawasan yang berkaitan dengan rebo nyunda ataupun kebudayaan sunda secara luas, untuk kemudian guru mempengaruhi para siswanya untuk berpartisipasi dalam program rebo nyunda ini. Peraturan yang diterapkan diantaranya mengenai penggunaan pakaian khas budaya sunda dan bahasa sunda di setiap hari rabu.

Guru mengkomunikasikan program rebo nyunda ini, dari mulai ketika Walikota Bandung memberikan himbauan terkait rebo nyunda ini hingga saat ini, guru terus melakukan pembinaan dan pengawasan juga memberi pemahaman serta aturan-aturan yang harus diikuti para siswanya untuk ikut terus berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program rebo nyunda hingga saat ini. Ini pun terjadi secara berkesinambungan. Komunikasi yang terjadi berulang-ulang di hari rabu tersebut dapat membentuk pola komunikasi antara guru dan siswanya.

Pola komunikasi yang terbentuk antara guru dan siswanya dimulai saat proses sosialisasi yang mana guru terus memberi pemahaman tentang pentingnya menjaga kebudayaan sunda terutama mengenai pentingnya partisipasi dalam pelaksanaan mengenai program rebo nyunda yang didalamnya berisi mengenai


(56)

43

aturan-aturan yang telah ditetapkan di setiap hari rabu yang menyangkut dengan pelestarian budaya Sunda. Komunikasi terjadi berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan baru atau aturan baru di hari rabu bagi mereka.

Menurut teori interaksi simbolik, interaksi yang terjadi antar individu dalam suatu struktur sosial akan membentuk perilaku ataupun tindakan dari individu tersebut. Individu akan terus-menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Manusia melakukan komunikasi atau saling berinteraksi melakukan pertukaran simbol yang diberi makna. Hasil dari interaksi internal di atas maka akan menghasilkan tindakan.

Dari pertukaran simbol tersebut, mereka berusaha untuk membiasakan diri menggunakan bahasa sunda dan berpakaian tradisional sunda di hari rabu. Yang mana ketika mereka sudah menggunakan bahasa sunda di hari itu, ini merupakan bentuk respon positif atas partisipasi mereka dalam program rebo nyunda. Selain bahasa, simbol non verbal dapat dilihat dari pakaian mereka. Mereka yang menggunakan baju tradisional sunda setiap hari rabu telah diintepretasikan sebagai sebuah respon untuk bekerja sama mensukseskan program rebo nyunda yang diterapkan di SMP Negeri 16 Bandung.

Selain itu, ciri khas dari sekolah ini adalah pemutaran lagu sunda atau gamelan dan menyajikan makanan tradisional sunda di ruang guru merupakan simbol non verbal yang berusaha dimunculkan oleh SMP Negeri 16 Bandung sebagai untuk lebih memperkenalkan salah satu bentuk kebudayaan sunda dalam alunan musik, sebagai bentuk memelihara dan menunjukkan kesundaannya.


(57)

Interaksi yang terjadi antara guru dan siswa akan membentuk perilaku mereka dan usaha mereka untuk saling beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam program rebo nyunda ini, guru dan siswa saling membiasakan diri untuk memakai pakaian khas sunda dan harus berinteraksi satu sama lain menggunakan bahasa sunda. mereka harus beradaptasi dengan aturan baru ini, tindakan yang dilakukan oleh guru dan siswa merupakan hasil interaksi yang berulang-ulang.

Objek dalam penelitian ini adalah guru dan siswanya yang mana masing-masing dari mereka mencoba memahami program rebo nyunda yang dikomunikasikan melalui simbol-simbol verbal maupun non verbal. Sehingga respon yang berupa tindakan itu pun merupakan hasil interaksi hubungan mereka. Dan respon ini membentuk pola yang terjadi berulang-ulang.

Tindakan dari guru maupun siswa akan menghasilkan perubahan yang mana situasi tertentu dapat menentukan terjadinya perubahan. Situasi yang dimaksud disini, adalah himbauan dari walikota yang menghimbau semua sekolah untuk ikut menerapkan. Sehingga mereka terikat oleh aturan baru, sehingga terjadi beberapa perubahan karena aturan baru tersebut khususnya di hari rabu.


(1)

sekedar mengikuti aturan yang ada, yang terpenting di hari rabu mereka mengikuti peraturan sekolah terkait penggunaan pakaian tradisional sunda. Perilaku orang sunda yang dinilai santun dan sangat menjunjung tinggi hormat pada orang yang lebih, seperti nya tidak begitu tercermin dengan beberapa siswa di sekolah tersebut terutama pada siswa laki-lakinya. Karena saat peneliti mengamati perilaku mereka saat berlangsung nya rebo nyunda ini, masih sedikit anak yang berperilaku santun dan sopan baik terhadap guru nya maupun dengan sesama teman nya. Tak hanya dengan teman nya, perilaku sebagian dari mereka terhadap guru pun dinilai kurang baik. Bahkan, mereka tidak segan mengajak bercanda dengan guru yang seharusnya mereka segani ataupun berbicara dengan tinggi nada suara yang hampir menyamai guru nya saat berbicara.

Padahal rebo nyunda ini merupakan implementasi untuk memperlihatkan jati diri suku sunda. Selain dilihat dari bahasa, berpakaian dan berperilaku ramah-tamah dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan perlu ditonjolkan pula, agar nilai-nilai moral yang terkandung dalam nilai budaya sunda tetap terjaga. Guru harus mampu mengajarkan hal-hal tersebut serta memberi contoh kepada siswa nya. Selama peneliti melakukan penelitian, belum semua guru maupun siswa paham akan implementasi nilai-nilai kesundaan yang terkandung dalam program rebo nyunda.

Saluran/ media komunikasi yang digunakan sebagai penunjang program ini pun tidak terlihat penggunaan media sosial seperti Twitter dan Facebook dalam menunjang update informasi atau himbauan terkait program rebo nyunda ini.

Hambatan Guru dan Siswa SMP Negeri 16 Bandung dalam Program Rebo Nyunda

Himbauan tentang penggunaan bahasa sunda di hari rabu, seperti nya hanya sebagai aturan semu di sekolah tersebut. Karena saat peneliti


(2)

melakukan penelitian, masih ada guru bahkan banyak siswa masih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa sunda yang tidak jarang penggunaannya salah. Sebetulnya, menggunakan bahasa sunda di hari rabu itu timbul karena inisiatif mereka sendiri, terlepas dari penggunaan yang baik dan benar, seharusnya mereka harus terus saling memberi koreksi ketika mereka tahu ada rekan mereka ataupun sesama guru dan siswa menggunakan bahasa sunda yang salah atau kurang santun.

Selain bahasa, ketentuan pakaian dalam rebo nyunda yang dihimbau oleh walikota Bandung pun memiliki hambatan, terkait ketidaksesuaian himbauan Walikota dengan peraturan sekolah. Dari Walikota Bandung disarankan kalau setiap hari rabu dalam kegiatan pendidikan maupun lingkungan kerja untuk perempuan menggunakan kebaya berwarna putih sedangkan untuk siswa laki-laki menggunakan pangsi bewarna hitam dan ikat kepala, meskipun aturan tersebut belum tercatat secara hukum yang legal. Tetapi hal ini berbeda saat menemui realita yang terjadi di tempat dimana peneliti melakukan penelitian, guru perempuan masih memakai kebaya berwarna bebas dan guru laki-lakinya ada yang masih memakai batik. Begitu pula dengan siswa nya yang atribut kesundaannya belum lengkap. Birokrasi yang ada di sekolah ini, menjadi salah satu hambatan untuk keberhasilan program rebo nyunda sendiri, karena belum sesuai dengan peraturan walikota yang ada.

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pelaksanaan rebo nyunda ini seharusnya dapat diminimalisir bahkan dihilangkan oleh para guru seperti terus memberi pemahaman akan pentingnya menjaga budaya sunda ini agar tetap ada dan agar mereka tidak malu menunjukan jati diri mereka sebagai orang sunda dan membiasakan mereka untuk „nyunda‟. Karena dengan membiasakan diri menggunakan bahasa sunda dan menunjukkan budaya sunda kepada lingkungannya, akan membuat mereka menjadi terbiasa dan tahu lebih banyak tentang budaya sunda, ini harus terus dilakukan untuk membuat budaya sunda ini tetap ada.


(3)

Tetapi menurut penuturan beberapa siswa mengaku, kebiasaan mereka diluar seperti misalnya di rumah, saat bergaul dengan teman bahkan berinteraksi dengan lingkungan sekitar menggunakan bahasa Indonesia yang justru ini menjadi hambatan eksternal bagi mereka yang merasa kesulitan harus menggunakan bahasa sunda di lingkungan sekolah saat berlangsungnya rebo nyunda ini. Lalu, banyak nya pendatang dari luar kota Bandung, menjadikan Bandung menjadi kota yang multi kultur. Keberagaman suku dan bangsa yang ada di Bandung dapat menjadi hambatan eksternal membuat budaya sunda

Pola Komunikasi Guru dan Siswa SMP Negeri 16 Bandung dalam Program Rebo Nyunda

Pola komunikasi merupakan komunikasi yang terbentuk karena terjadi secara berulang. Pola komunikasi guru dan siswa SMP Negeri 16 Bandung dalam program rebo nyunda diantaranya setiap hari rabu, mereka dihimbau untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sunda dan menggunakan pakaian tradisional sunda sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sekolah.

Lalu yang biasa terjadi di hari rabu ketika peneliti melakukan penelitian, sebelum bel berbunyi, diputarkan terlebih dahulu alunan Asmaul Husna lalu kemudian pemutaran lagu-lagu sunda atau alunan musik gamelan. Selain itu, saat memasuki ruang guru, terlihat sudah tersedianya makanan tradisional sunda, karena di hari rabu setiap guru diwajibkan membawa makanan tradisional sunda untuk dikumpulkan dalam satu meja di ruang guru dan disantap bersama-sama. Melihat hal ini tentu merupakan bentuk lain dalam menjaga kebudayaan sunda yang menjadi ciri khas sunda selain dari bahasa, aksara dan pakaian tradisionalnya.


(4)

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Proses Komunikasi Guru dan Siswa SMP Negeri 16 Bandung dalam program Rebo Nyunda dilihat dari dua proses komunikasi yang terdiri atas proses komunikasi primer dan proses komunikasi sekunder. Proses komunikasi primer yang berupa simbol verbal dan non verbal. Simbol verbal meliputi penggunaan bahasa sunda dan juga bahasa Indonesia. Simbol non verbal terkait penggunaan pakaian tradisional sunda yang belum sesuai dengan ketentuan yang dihimbau oleh Walikota Bandung. Selain itu, perilaku tercermin sebagai orang sunda yang someah dan menjungjung tinggi norma-norma kesopanan orang sunda belum sepenuhnya tampak dalam rebo nyunda di sekolah tersebut. Proses komunikasi sekunder yang mengacu pada penggunaan media tertentu di sekolah tersebut, dapat dikatakan tidak terdapat saluran/ media tertentu yang menunjang rebo nyunda.

2. Hambatan yang dialami Guru dan Siswa sekolah tersebut dalam program rebo nyunda diantaranya dalam cara penggunaan bahasa sunda yang belum sepenuhnya benar dan sesuai, perbedaan kultur diantara guru maupun siswa, ketidaksesuaian antara peraturan Walikota dan birokrasi sekolah serta realita yang terjadi di lapangan. Hambatan ini yang menjadikan nilai esensi dari rebo nyunda ini belum sepenuhnya terpenuhi sesuai dengan tujuan pemerintah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Budyatna, Muhammad & Ganiem Leila Mona. 2012. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Littlejohn, W. Stephen. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Perspektif Ragam dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Solatun dan Deddy Mulyana. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Literatur:

 Ufit Apirnayanti, dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Wanita Karir Single Parent dengan Anaknya di Kota Bandung.”

 Kurnia Aodranadia (41808093), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Orang Tua Muda dalam Membentuk Perilaku Positif Anak di Kota Bandung.”

 Septian Nugraha (41807134), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Organisasi Komunitas The Panas Dalam Melalui Program Trembesi Dalam Membangun Solidaritas Anggotanya.”


(6)

Internet:

 http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-komunikasi-kelompok.html

 http://dprd-bandungkota.go.id/beranda/berita-dewan/318-wajib-berbahasa-sunda-tiap-rabu-diberlakukan.html

 http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/guru

 http://pgrikundur.edublogs.org/kode-ikrar/kode-etik-guru/

 https://docs.google.com/document/d/1aw59w1PzBRrLPlDYOnEv7DWkq5f xg8Z9TotfJWVdc1k/edit?pli=1

 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18887/1/MUHAM MAD%20HARIS-FDK.pdf

 http://www.tribunnews.com/regional/2012/06/20/perda-bahasa-sunda-kurang-sosialisasi

 http://news.detik.com/bandung/read/2012/05/28/193759/1926822/486/ini-tujuan-perda-penggunaan-bahasa-sunda-tiap-rabu

 http://filsafat.ugm.ac.id/download/pec/pec2012virgariCNbdayaremaja.pdf 

http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/3/jiptupn-gdl-nurhasanah-140-3-babii.pdf

 http://www.psychologymania.com/2013/08/pengertian-pola-komunikasi.html