Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

(1)

KOMUNIKASI POSITIF GURU DAN MOTIVASI BELAJAR

SISWA

(Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Nurwelis Samosir 110922019

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI – EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Nurwelis Samosir NIM : 110922019

Tanda Tangan : ………... Tanggal : 12 Juli 2013


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Nurwelis Samosir

NIM : 110922019

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar

Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi

Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP

Negeri 29 Medan)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji :

Penguji :

Penguji Utama :

Ditetapkan di :


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan karunia yang diberikan-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih yang luar biasa kepada orang tua Bapak tercinta Drs. Hasiholan Samosir, dan Ibunda tercinta Nurmaida Manurung yang memberikan kasih sayang, cinta, semangat, nasehat, serta doa yang tulus kepada peneliti. Semua itu merupakan hadiah yang tidak terukir betapa berharganya kebahagian yang diberikan kepada peneliti. Rasa terima kasih juga peneliti sampaikan kepada kakak tercinta Suryati Samosir dan Lides Samosir, serta abang tercinta Weslizar Samosir. Terima kasih atas dukungan, semangat, cinta, dan doanya, semoga kita dapat melanjutkan kesarjanaan kita ketingkat yang lebih tinggi dan bermanfaat bagi Kemuliaan nama Tuhan dan sesama.

Pada kesempatan ini, peniliti juga mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu dan meluangkan waktunya diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.

2. Ibu. Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Drs. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program S1 Ilmu Komunikasi yang telah membantu proses kelancaran dalam persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

4. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen wali yang telah membantu selama masa perkuliahan.

5. Ibu Yovita Sabarina Sitepu, M.Si, selaku Dosen Pembimbing penulis tercinta yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan yang luar biasa, serta meluangkan waktu, tenaga, kesabaran, dan kekompakan seperti kakak dan adek dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh bapak dan ibu dosen di Departemen Ilmu Komunikasi terima kasih atas ilmu dan pengajarannya kepada peneliti.


(5)

7. Seluruh Pegawai administrasi FISIP USU, Kak Maya, Kak Cut atas semua bantuannya dalam mengurusi administrasi.

8. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 29 Medan Drs. Bowonaso Lahagu, MM atas bimbingan dan pengarahannya kepada peneliti.

9. Seluruh bapak dan ibu guru SMP Negeri 29, terima kasih atas bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam membantu kuesioner pada saat dilapangan.

10.Terima kasih kepada adik siswa SMP Negeri 29 Medan atas kerjasamanya sehingga kuesionernya dapat diisi dengan baik.

11.Kepada kak Hanim, kak Puan terimakasih telah meluangkan waktunya mengajari program SPSS.

12.Kepada teman-teman seperjuangan yaitu Theresia Ananda Ginting, Eka Purba, kak Martha Hutasoit, bang Haris Yuanda, bang Agus serta teman-teman Ilmu Komunikasi Ektensi stambuk 2011, sukses buat kita semua. 13.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Terima kasih atas doa dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini, Tuhan memberkati kita semua.

Medan, Juli 2013


(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurwelis Samosir

NIM : 110922019

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)“

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilki Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan, Sumut Pada Tanggal : Juli 2013

Yang menyatakan


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Positif, dan Motivasi Belajar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Relasi Tata Jenjang (Rank-Order) oleh Spearman dengan menggunakan bantuan SPSS 13.0 dan didukung dengan menggunakan skala Guilford. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Proportional Stratified Sampling dan Sistematical Random Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 29 Medan kelas VII-VIII sebanyak 646 siswa. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga total sampel penelitian ini berjumlah 87 orang, dengan pembagian 48 orang kelas VII dan 40 orang kelas VIII. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua cara, yakni Studi Lapangan dan Studi Kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa “Terdapat Hubungan yang rendah tapi pasti antara Komunikasi Positif Guru dengan Motivasi Belajar Siswa SMP negeri 29 Medan” dengan angka korelasi sebesar 0.378. Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan penghitungan nilai tabel temuan. Nilai tabel temuan dalam penelitian ini adalah 0.000. Berdasarkan nilai tersebut diketahui hubungan kedua variabel adalah signifikan.


(8)

ABSTRACT

This study entitled Positive Communication of Teachers and Students Learning Motivation (Correlational Study Between Positive Communication of Teachers and Learning Motivation Students SMP Negeri 29 Medan). The theory used in this research is the Communication Theory, Interpersonal Communication, Positive Communication, and Learning Motivation. The method used in this study is correlational aims to find a relationship between variables with other variables. The data analysis technique used is the analysis of a single table, cross table analysis, and hypothesis through Rank-Order coefficient level formula by Spearman throungh using SPSS version 13.0 and is supported by using a Guilford scale. Sampling techniques in this study is Proportional Stratified Sampling and Sistematical Random Sampling. The population in this study are students of SMP Negeri 29 Medan Class VII-VIII as much as 646 students. Sampling techniques in this study using Taro Yamane formula with 10% precision and 90% confidence level for a total sample of this study amounted to 87 people, with 47 people class VII and 40 people class VIII. Data collection techniques used in this study in two ways, namely Field Studies and Library Studies. Based on the results of the study proved that " There is a low but definite relationship between Positive Communication of Teachers and Learning Motivation Students SMP Negeri 29 Medan” with the number of correlation is 0.378. To determine the significance level the results of hypothesis, the findings made in calculating the value table. Value table findings in this study is 0,000. Based on these values is known that the relationship between the two variables is significant.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 7

2.1.1 Komunikasi ... 7

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi... 7

2.1.1.2 Proses Komunikasi ... 9

2.1.1.3 Tatanan Komunikasi ... 9

2.1.2 Komunikasi Antarpribadi ... 10

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 10

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi ... 11

2.1.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi ... 12

2.1.2.4 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 15

2.1.2.5 Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antar Pribadi……… 16

2.1.2.6 Self Disclosure ………... ... 18

2.1.3 Komunikasi Positif ………... 20

2.1.3.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Positif……….. 20

2.1.3.2 Peranan Komunikasi Positif………. 23

2.1.4 Motivasi Belajar……… 27

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar……….. 27

2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar………. 28

2.1.4.3 Macam-macam Motivasi……… 29

2.1.4.4 Cara Mengembangkan Motivasi Belajar Siswa…………. 30

2.2 Kerangka Konsep………. 31

2.3 Variabel Operasional……….... 31

2.4 Defenisi Operasional……… 32

2.5 Hipotesis……….. 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 35


(10)

3.1.2 Profil SMP negeri 29 Medan………. 35

3.1.3 Visi dan Misi………. 35

3.1.4 Potensi Fisik……….. 36

3.1.5 Potensi Personal……… 37

3.1.6 Keadaan Siswa………. 37

3.1.7 Ekstrakulikuler……….. 38

3.2 Metodologi Penelitian………. 38

3.2.1 Metode Penelitian………. 38

3.2.2 Lokasi Penelitian……….. 39

3.3 Populasi dan Sampel……… 39

3.3.1 Populasi………. 39

3.3.2 Sampel ... 39

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 40

3.4.1 Proportional Stratified Sampling ... 40

3.4.2 Sistematical Random Sampling ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan ... 44

4.1.1 Pengumpulan Data ... 44

4.1.2 Teknik Menganalisa Data ... 44

4.2 Analisa Tabel Tunggal ... 45

4.2.1 Karakteristik Responden ... 45

4.2.2 Variabel Bebas (X) ... 50

4.3.3 Variabel Terikat (Y) ... 62

4.3 Analisis Tabel Silang ... 73

4.4 Uji Hipotesis ... 80

4.5 Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 85

5.2.1 Saran Responden Penelitian ... 85

5.2.2 Saran dalam Kaitan Akademik... 86

5.2.3 Saran dalam Kaitan Praktis ... 86


(11)

DAFTAR TABEL

1 : Variabel Operasional ……….. 32

2 : Nama-nama Kepala Sekolah SMP Negeri 29 Medan……….. 35

3 : Sarana penunjang SMP Negeri 29 Medan………... 37

4 : Komposisi Siswa SMP negeri 29 Medan………... 38

5 : Daftar Populasi Siswa SMP Negeri 29 Medan……… 39

6 : Tabel Penarikan Sampel ………. 41

7 : Usia……….. 46

8 : Jenis Kelamin………... 46

9 : Kelas……… 47

10 : Uang Saku perbulan………. 47

11 : Rangking pada Raport terakhir……… 48

12 : Mata Pelajaran yang Paling disukai………. 49

13 : Pemahaman Guru Terhadap Perasaan Siswa………... 50

14 : Kemampuan Guru dalam Menempatkan Diri……….. 51

15 : Pemberian Jalan Keluar Terhadap apa yang sedang dihadapi Siswa………. . 52

16 : Masukan Membantu Mengatasi Permasalahan Siswa………. 52

17 : Pemberian Motivasi dalam belajar ………... 53

18 : Pemberian Motivasi membuat Siswa Lebih Bersemangat Melakukan Aktivitas Belajar……….. 54

19 : Pemberian Keyakinan Diri (Support)……….. 54

20 : Sikap Terbuka Guru dalam Berkomunikasi dengan Siswa………. 55

21 : Keterciptaan Kondisi Saling Mempercayai Antara Guru dengan Siswa………... 56

22 : Antusias Mendengar Saat Siswa Menceritakan Permasalahan…… 56

23 : Guru Bertanya Lebih Lanjut tentang Permasalahan Siswa………. 57

24 : Guru Mendorong Siswa Agar Selalu Positif Thinking……… 58

25 : Mengajarkan Siswa untuk Tidak Mudah Menyerah/Putus Asa…... 58

26 : Sikap Emosional Guru Ketika Siswa Mengungkapkan Masalah… 59 27 : Kemampuan Guru Bertindak Bijaksana Pada Siswa……….. 60

28 : Memojokkan Siswa ketika Melakukan Kesalahan……….. 60

29 : Menghakimi Siswa Bersalah Ketika Siswa Menceritakan Masalah………. 61

30 : Konsentrasi dari Awal sampai Akhir Pelajaran………... 62

31 : Siswa Mencatat Materi yang dijelaskan Guru………. 62

32 : Ketekunan Siswa belajar di Sekolah……… 63

33 : Siswa Ngobrol/Bermain dengan Teman Ketika Guru Tidak Ada di Kelas……….. 64

34 : Ketertarikan Siswa dengan Semua Pelajaran yang diajarkan di sekolah………. 64

35 : Tingkat Keseriusan Siswa dalam Belajar……… 65

36 : Keaktifan Siswa Bertanya di Kelas Ketika Mengalami Kesulitan Belajar……….. 66

37 : Intensitas Berdiskusi Mengenai Pelajaran………... 66


(12)

39 : Frekuensi Mengunjungi Perpustakaan Guna Mencari lebih

Banyak Informasi………. 68 40 : Langsung mengerjakan PR yang diberikan Guru……… 68 41 : Usaha Memecahkan Soal-soal yang Rumit Sampai Selesai……… 69 42 : Mencontek/Menjiplak Pekerjaan Tugas-tugas Orang lain………... 70 43 : Semangat Siswa Ketika Ingin Pergi ke sekolah Setiap Pagi……... 70 44 : Semangat Siswa Mengikuti Pelajaran dari Awal sampai Akhir….. 71 45 : Tingkat Absensi Siswa ke sekolah………... 72 46 : Tidak Hadir ke sekolah Jika Benar-benar Sakit………... 72 47 : Rangking pada Raport Terakhir dengan Jenis Kelamin………….. 73 48 : Mata Pelajaran yang paling disukai dengan Jenis Kelamin………. 75 49 : Pemberian Motivasi Oleh Guru Membuat Siswa Bersemangat

Melakukan Aktivitas Belajar Dengan Ketertarikan Siswa dengan Semua Pelajaran yang Diajarkan di sekolah………... 76 50 : Uji Silang Antara Guru Mendorong Siswa Agar Selalu

Positif Thinking Dengan Semangat Siswa Mengikuti Pelajaran

dari Awal sampai Akhir………. 77 51 : Uji Silang Antara Antusias Mendengarkan Saat Siswa

Menceritakan Permasalahan Dengan Ketekunan Siswa Belajar di Sekolah………. 79 52 : Hasil Uji Spearman Rho Corelations………...


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Positif, dan Motivasi Belajar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Relasi Tata Jenjang (Rank-Order) oleh Spearman dengan menggunakan bantuan SPSS 13.0 dan didukung dengan menggunakan skala Guilford. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Proportional Stratified Sampling dan Sistematical Random Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 29 Medan kelas VII-VIII sebanyak 646 siswa. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga total sampel penelitian ini berjumlah 87 orang, dengan pembagian 48 orang kelas VII dan 40 orang kelas VIII. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua cara, yakni Studi Lapangan dan Studi Kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa “Terdapat Hubungan yang rendah tapi pasti antara Komunikasi Positif Guru dengan Motivasi Belajar Siswa SMP negeri 29 Medan” dengan angka korelasi sebesar 0.378. Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan penghitungan nilai tabel temuan. Nilai tabel temuan dalam penelitian ini adalah 0.000. Berdasarkan nilai tersebut diketahui hubungan kedua variabel adalah signifikan.


(14)

ABSTRACT

This study entitled Positive Communication of Teachers and Students Learning Motivation (Correlational Study Between Positive Communication of Teachers and Learning Motivation Students SMP Negeri 29 Medan). The theory used in this research is the Communication Theory, Interpersonal Communication, Positive Communication, and Learning Motivation. The method used in this study is correlational aims to find a relationship between variables with other variables. The data analysis technique used is the analysis of a single table, cross table analysis, and hypothesis through Rank-Order coefficient level formula by Spearman throungh using SPSS version 13.0 and is supported by using a Guilford scale. Sampling techniques in this study is Proportional Stratified Sampling and Sistematical Random Sampling. The population in this study are students of SMP Negeri 29 Medan Class VII-VIII as much as 646 students. Sampling techniques in this study using Taro Yamane formula with 10% precision and 90% confidence level for a total sample of this study amounted to 87 people, with 47 people class VII and 40 people class VIII. Data collection techniques used in this study in two ways, namely Field Studies and Library Studies. Based on the results of the study proved that " There is a low but definite relationship between Positive Communication of Teachers and Learning Motivation Students SMP Negeri 29 Medan” with the number of correlation is 0.378. To determine the significance level the results of hypothesis, the findings made in calculating the value table. Value table findings in this study is 0,000. Based on these values is known that the relationship between the two variables is significant.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat saat ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Guna menghadapi persaingan tersebut maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Sumber daya berkualitas tinggi adalah sumber daya manusia yang dapat mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya berkualitas tersebut adalah melalui pendidikan.

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan (www.pdii.lipi.go.id). Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya” (www.menkokesra.go.id). Pendidikan yang dilakukan di sekolah termasuk kedalam pendidikan formal. Siswa dituntut untuk mempunyai kecakapan dan kemampuan yang memadai sehingga ilmu yang diperoleh di sekolah dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri, masyarakat dan negara, serta untuk mempersiapkan siswa di dunia kerja.

Pada dasarnya proses belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang bersangkutan. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang peranannya khas dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar (Sadirman, 2009:75). Oleh karena itu motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses belajar seseorang. Seorang siswa dapat belajar secara efisien jika ia memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar diri siswa. Perubahan lingkungan yang terjadi dapat mengakibatkan motivasi belajar siswa yang juga akan berubah. Maka dari itu motivasi belajar yang timbul dari dalam dan luar diri


(16)

harus berjalan dengan seimbang dan saling melengkapi, sehingga motivasi siswa untuk belajar dan kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan.

Terkait dengan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di sekolah, komunikasi yang baik akan mampu memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada anak didik tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik anak didik tersebut melakukan apa yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya sehingga akan tercipta anak-anak bangsa yang handal dalam mengisi pembangunan di masa yang akan datang nantinya. Siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan bukan menjadi satu masalah bagi guru, karena di dalam diri siswa tersebut sudah ada motivasi instrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran diri sendiri memperhatikan dengan seksama penjelasan dari guru. Selain itu, rasa ingin tahunya besar terhadap materi pelajaran yang diberikan sehingga saat proses belajar mengajar ia aktif bertanya di dalam kelas dan memberikan kritikan atau pendapat (www.repository.upi.edu)

Tetapi, realita di lapangan menunjukan bahwa banyak siswa yang tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi. Motivasi siswa di dalam belajar sangat rendah. Banyak siswa “ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Siswa masih mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar konteks belajar seperti menonton televisi, sms, dan bergaul dengan teman sebaya. Rendahnya motivasi belajar siswa ini akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negatif.

Maraknya perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pornografi, geng motor, dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan seperti: kasus bolos, perkelahian, mencontek, bullying, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya. Tentu saja, semua itu


(17)

membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Disinilah peran guru sebagai orangtua kedua bagi para siswa dituntut untuk dapat mendidik, mengarahkan dan mengingatkan siswanya melalui komunikasi yang positif dengan siswanya sehingga dapat memberikan rasa kenyamanan kepada para siswa. Ramadhani (2006:32) menyatakan:

“Komunikasi positif adalah komunikasi yang mendorong seseorang berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, yang memiliki ciri-ciri empatik, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan

terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme, dan tidak menghakimi”.

Komunikasi positif antara guru dan siswa memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar. Komunikasi yang positif antara guru dengan siswa akan menghasilkan individu yang senantiasa mempunyai semangat yang positif dalam belajar dan menimbulkan rasa kepercayaan diri dalam diri para siswa. Siswa yang berhasil tidak terlepas dari peran guru yang aktif dalam berkomunikasi positif kepada siswanya. Guru harus selalu berkomunikasi dengan cara memberikan nasihat-nasihat, memperhatikan siswa, memantau siswa dalam melakukan kegiatan/aktifitas di lingkungan sekolah dan lain-lain. Guru harus dapat merasakan apa yang dirasakan siswanya sehingga ia dapat menjadi tempat memecahkan persoalan siswa. Jika sudah seperti ini, maka seorang guru akan lebih mudah untuk memotivasi siswa, mengarahkan siswa pada kondisi pembelajaran yang diharapkan guru. Pelajar yang termotivasi dengan baik akan sangat tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan. Mereka akan menunjukkan ketekunan belajar yang tinggi dan variasi aktivitas belajar mereka akan lebih banyak, sehingga mereka kurang menyukai tingkah laku yang negatif yang dapat menimbulkan masalah.

Tetapi, guru terkadang lupa arti penting dari komunikasi positif yang terjalin dengan para siswa. Guru masih sangat kurang dalam berkomunikasi terhadap siswanya. Biasanya guru hanya datang ke sekolah dan memberikan materi sesuai kurikulum tanpa melihat kondisi atau kendala siswa yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar biasanya disebabkan oleh kurangnya keberanian untuk berkomunikasi dengan gurunya. Siswa merasa kurang banyak tahu selain yang diinformasikan guru di


(18)

depan kelas. Oleh sebab itu siswa merasa tidak percaya diri dalam mengisi sistem komunikasi yang dibangun karena pesimis akan informasi yang dimilikinya. Selain itu, mereka segan untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi karena takut dimarahi oleh guru. Seharusnya siswa menghargai guru dan bukan takut kepada guru, dan sebaliknya guru harus mampu memahami anak didiknya karena dalam komunikasi tersebut terjadi tukar menukar pengalaman dan pengetahuan. Sekolah negeri maupun swasta memiliki karakteristik sendiri, sehingga dengan karakteristik tersebut masing-masing akan menampilkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Di sekolah negeri, guru tidak dapat memperhatikan tiap muridnya secara baik, sehingga apabila ada murid yang mempunyai masalah dalam memahami pelajaran maka hal ini tidak dapat diakomodir oleh guru yang bersangkutan dengan baik. Hal ini disebabkan karena pada umumnya jumlah peserta didik dalam satu kelasnya di sekolah negeri jauh lebih banyak daripada di sekolah swasta sehingga semua peserta didik di sekolah negeri mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memperhatikan minat dan bakatnya. Sementara di sekolah swasta perhatian terhadap perkembangan dan kemajuan prestasi peserta didik lebih menonjol. Hal inilah yang terjadi di sekolah SMP Negeri 29 Medan.

SMP Negeri 29 Medan merupakan salah satu sekolah menengah pertama negeri di Medan yang didirikan pada tahun 1984 dengan akreditasi B (Baik). Terletak di pemukiman penduduk membuat sekolah ini cukup populer meski hanya untuk di daerahnya. Namun, berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat melakukan pra riset, jumlah murid di setiap kelasnya yang rata-rata 40 orang membuat guru kurang memperhatikan tiap muridnya dengan baik. Komunikasi yang terjalin antara guru dengan siswa masih kurang. Ini terlihat dari siswa yang kurang berani bertanya pada guru apabila mengalami kesulitan dalam pelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar masih didominasi oleh guru. Sebagian besar waktu yang digunakan untuk belajar digunakan siswa untuk mendengar, sikap siswa cenderung menunggu dan mendapatkan pengetahuan dari guru tanpa memanfaatkan kesempatan untuk bertanya dan bertukar pikiran dengan guru tersebut.

Di sisi lain guru juga tidak berusaha untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang dimiliki siswa dalam mengikuti pelajaran. Ketika jam istirahat


(19)

berlangsung atau ada waktu luang/kosong, jarang ada sebagian guru yang memanggil siswanya ke ruangan guru untuk bercerita secara lebih dekat dan mendalam, yang mungkin disebabkan karena guru melihat siswanya menghadapi masalah baik itu persoalan menyangkut masalah ekonomi maupun masalah yang berkaitan dengan prestasi belajarnya. Di saat seperti inilah, biasanya guru memberikan nasehat dan dukungan serta memberi dan meningkatkan motivasi belajar ke anak didiknya, karena tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran saja, tapi juga harus berperan sebagai motivator yang mampu mengubah sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik.

Masalah tersebut didukung dengan perolehan data pada saat melakukan wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran yang menunjukkan rendahnya tingkat hasil nilai ulangan tengah semester (UTS) siswa pada beberapa mata pelajaran yaitu dengan nilai Matematika rata 60.7, nilai Bahasa Inggris rata-rata 65, nilai Bahasa Indonesia rata-rata-rata-rata 68.5, dan nilai IPA rata-rata-rata-rata 65. Dengan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 70.00, menunjukkan bahwa siswa belum dapat mencapai batas standar KKM yang berlaku sesuai dengan kurikulum sekolah.

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara komunikasi positif guru dan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

I. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Sejauhmanakah hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan?”

I.3 Pembatasan Masalah

Guna mendapatkan hasil penelitian yang berkualitas, relevan dengan harapan yang diinginkan serta mampu memecahkan permasalahan yang ada, maka penulis membatasi permasalahan yang diteliti, sebagai berikut:


(20)

a. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

b. Objek yang diteliti adalah komunikasi positif guru.

c. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 29 Medan kelas VII-VIII.

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk komunikasi positif yang dilakukan guru-siswa.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapakan dapat menambah dan memperkaya bahan penelitian, bahan referensi, serta sumber bacaan di lingkungan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang diterima penulis selama menjadi Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Ekstensi FISIP USU, dan menambah wawasan penulis mengenai Komunikasi Positif Guru dengan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran

dan masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti terlebih dahulu menyusun kerangka teori yang sesuai dengan penelitiannya. Karena kerangka teori merupakan kajian tentang hubungan teori dengan berbagai faktor dalam perumusan masalah tersebut. Hal ini juga berguna untuk mempermudah peneliti menyusun penelitian dan hasil dari penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Wilbur Schramm menyatakan teori yaitu, merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendy, 2003:241). Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu komunikasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi positif, dan motivasi belajar.

2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, karena berhubungan, menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari kata Latin: communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendi, 2003:9). Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna, sehingga komunikasi yang dilakukan kedua orang tersebut bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengertian komunikasi diatas sifatnya masih dasariah, dalam arti bahwa komunikasi minimal harus


(22)

mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan makna komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

Devito mendefinisikan “Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan suatu efek dan kesempatan untuk arus balik” (Fajar, 2009:29). Menurut Berelson dan Steiner, “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan symbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lainnya” (Fajar, 2009:32), sedangkan Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (comunikate) (Mulyana, 2005:62).

Seperti yang disebutkan pada Bab I, model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell merupakan model komunikasi yang sering diterapkan. Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal yakni “who, says what, in which channel, to whom, with what effect” atau siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana” (Mulyana, 2005:62).

Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban yang diajukan itu, yakni :

Komunikator Pesan Media Komunikan Efek

Berdasarkan paradigma ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pengertian oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of Success in Communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.


(23)

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki (Effendy, 2003:41-42).

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness) kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience). Di mana pesan harus menarik perhatian, dapat dimengerti, merupakan kebutuhan komunikan dan berupa saran untuk memperoleh kebutuhan. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, mengerti isi pesan sama seperti yang dikehendaki oleh si pengirim pesan.

2.1.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder (Effendy, 2003:11).

a. Proses Komunikasi secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, warna, gambar, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses Komunikasi secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media perantara. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak.


(24)

Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.1.3 Tatanan Komunikasi

Berdasarkan situasi komunikan (Effendy, 2003:53), komunikasi diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:

1. Komunikasi Pribadi (personal communication)

a. Komunikasi intra pribadi (interpersonal communication) b. Antar pribadi (interpersonal communication)

2. Komunikasi Kelompok (group communication)

a. Komunikasi Kelompok kecil (small group communication) b. Komunikasi Kelompok besar (large group communication) 3. Komunikasi massa (mass communication)

a. Komunikasi media massa cetak/pers (printed mass media communication)

• Surat kabar • Majalah

b. Komunikasi media massa elektronik (electronic mass media communication)

• Radio • Televisi • Film • Lain-lain

4. Komunikasi media (media communication) • Surat

• Telepon • Pamflet • Poster • Spanduk • dan lain-lain

2.1.2 Komunikasi Antarpribadi

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh De Vito (Liliweri, 1991:12) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Effendy (dalam Liliweri, 1991:12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk


(25)

mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah terdapatnya suatu hubungan komunikasi yang bukan saja sekedar menyampaikan informasi, tetapi terdapat unsur pendekatan pribadi. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima alat indra untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi.

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi

Menurut Burnlund (Liliweri, 1991:12) ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan b. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur c. Terjadi secara kebetulan

d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncakan terlebih dahulu e. Indentitas kenggotaannya kadang-kdang kurang jelas

f. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja

Pendapat Burnlund di atas menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan, tidak berstruktur, kebetulan, sambil lalu, dan tidak mengejar tujuan, yang mana keanggotaannya kurang jelas yaitu bisa terjadi antara dua orang, tiga orang atau mungkin empat orang.

Reardon (Liliweri, 1991:13) juga mengemukakan komunikasi antarpribadi mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya pelbagai faktor pendorong

2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja 3. Kerapkali berbalas-balasan


(26)

4. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antarpribadi

5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.

Pendapat Reardon di atas berbeda dengan pendapat Barnlund, yang mana menurut Reardon komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang dengan suasana yang bebas/bervariasi yang menggunakan lambang-lambang bermakna yang akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal, pihak yang terlibat menangkap reaksi orang lain secara langsung (berbalas-balasan), saling mempengaruhi satu dengan lainnya, serta dilaksanakan karna adanya faktor pendorong yang berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Devito (Liliweri, 1991:13) mengemukakan suatu komunikasi antarpribadi mengandung cirri-ciri: 1) keterbukaan atau openness, 2) empati atau empathy, 3) dukungan atau supportivness, 4) rasa positif atau positiveness, 5) kesamaan atau equality. Sedangkan menurut Everet M.Rogers ada beberapa ciri komunikasi yang menggunakan saluran komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 1991:13) adalah:

a. Arus pesan yang cenderung dua arah b. Konteks komunikasinya tatap muka c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi

e. Kecepatan jangkuan terhadap audience yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap

Dari pelbagai sumber tersebut di atas, maka penulis mencoba memberikan beberapa ciri-ciri dari komunikasi antarpribadi yaitu; (1) komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan, simultan dan sambil lalu, (2) komunikasi antarpribadi dilakukan secara tatap muka dan berada pada jarak yang dekat, (3) komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung secara berbalas-balasan atau pihak yang terlibat menangkap reaksi orang lain secara langsung baik verbal maupun non verbal, (4) dalam komunikasi antarpribadi tercipta suasana yang dekat antara pihak yang terlibat, (5) pihak yang terlibat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, (6) komunikasi antarpribadi melibatkan dua orang atau lebih, (7) dalam komunikasi antarpribadi terdapat tingkat hubungan yang terjadi diantara kedua pihak yang terlibat tetapi dapat juga terjadi secara kebetulan


(27)

diantara pihak yang tidak mempunyai identitas yang jelas, (8) komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang yang bermakna yang berasal dari bahasa nonverbal, dimana bahasa nonverbal ini akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal yang kita sampaikan atau ucapkan.

2.1.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi

Miller dan Steinberg (dalam Liliweri, 1991:30) menyatakan:

“Komunikasi antarpribadi hanya dengan memperhatikan situasi maka hal itu sifatnya statik, tidak seorangpun dapat mengembangkannya lagi. Padahal situasi hubungan antar manusia demikian bebasnya dan selalu dapat berubah-ubah”.

Berdasarkan pendapat Miller dan Steinberg maka kedudukan komunikator yang dapat bergantian dengan komunikan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang terlibat didalamnya. Pada tahap ini maka komunikasi antar manusia harus benar-benar manusiawi sehingga orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain lebih kurang mutu komunikasinya dari pada komunikasi antar pribadi diantara pihak-pihak yang sudah saling mengenal sebelumnya.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antar dua orang merupakan komunikasi antarpribadi dan bukan komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982) (dalam Liliweri, 1991:31). Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah:

a. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal. Jika kita amati, maka setiap saat orang mengirimkan pesan-pesan yang bersifat verbal dan nonverbal dalam komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi antarpribadi tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal tertulis dalam ekspresi wajah, dan gerak.

b. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrivied. Ketika berkomunikasi dengan sesama kita harus mempertimbangkan secara pasti setiap perilaku kita sendiri. Bisa saja kita mengatakan apa saja yang ada dalam benak kita, kemudian menunjukkan baik dalam perilaku yang disebut spontan, scripted dan contrivied. Bentuk


(28)

perilaku yang pertama adalah yang bersifat spontan. Perilaku seperti ini dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta-merta untuk menjawab suatu rangsangan dari luar tanpa terpikir lebih dahulu. Sedang bentuk yang ke dua yang bersifat scripted. Reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus membangkitkan suatu kebiasaan untuk belajar, dan akhirnya perilaku ini dilakukan berdasarkan fator kebiasaan sebagai suatu proses yang berkembang.

c. Komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Sifat yang ketiga dari komunikasi antarpribadi adalah sifat yang terlihat sebagai suatu proses yang berkembang gambaran mana yang menunjukkan komunikasi antarpribadi sebenarnya tidaklah statis melainkan dinamis. d. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi, dan koherensi. Agar komunikasi antarpribadi dikatakan sukses maka para pesertanya harus berpartisipasi satu terhadap yang lain baik dengan pesan-pesan yang verbal maupun nonverbal. Suatu komunikasi antarpribadi harus ditandai dengan adanya suatu umpan balik. Seandainya kita berbicara dengan orang lain, dan yang diharapkan adalah jawabannya sehingga kita mengetahui pikirannya, perasaannya dan melaksanakan apa yang kita maksudkan, dan jika harapan-harapan itu terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi telah berhasil karena umpan baliknya membuat kita bersama menjadi mengerti.

e. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Adapun yang dimaksud dengan intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan yang bersifat ekstrinsik adalah adanya standart atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

f. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Sifat keenam dari komunikasi antarpribadi adalah harus adanya sesuatu yang


(29)

dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sebagai tanda bahwa mereka sedang berkomunikasi. Suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama-sama itu dianalogikan dalam permainan bola kaki dimana satu orang dengan orang yang lain saling mengumpan balik.

g. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia. Persuasi merupakan tehnik untuk mempengaruhi manusia dengan menggunakan serta memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi dengan demikian persuasi bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain. Pada saat sekarang ini para ahli komunikasi cenderung memandang persuasi sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap orang yang lain. Ketika akan melakukan komuniksi yang persuasif maka seorang komunikator harus merasa berbicara dengan orang lain. Dengan kata lain harus menunjukkan adanya hubungan dua pihak yang berkomunikasi secara bersamasama.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan keakraban, karna tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Terdapat tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi dikatakan komunikasi antarpribadi yaitu melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal, melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, komunikasi antarpribadi tidak statis melainkan dinamis, melibatkan umpan balik pribadi dan hubungan interaksi serta koherensi, dipandu oleh tata aturan yang bersifat instrinsik dan ekstrinsik, merupakan suatu kegiatan dan tidakan, melibatkan didalamnya bidang persuasif. 2.1.2.4 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Dalam kegiatan apapun komunikasi antarpribadi tidak hanya memiliki ciri dan sifat tertentu, tetapi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tetap berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut :


(30)

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataanya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir ama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain.

(Fajar, 2009:78).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan, dimana tujuan-tujuan komunikasi antarpribadi yang diuraikan di atas dapat dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan-alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi.


(31)

Dapat dikatakan kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi untuk memperoleh kesenangan, membantu orang lain, mengubah sikap dan perilaku seseorang. Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dapat dikatakan, kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi biasanya dimotivasi oleh berbagai faktor dan mempunyai berbagai hasil atau efek.

2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi dalam Komunikasi Antarpribadi.

Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik (Rakhmat, 2003 : 129), yaitu:

1. Percaya

Faktor percaya merupakan faktor yang paling penting di antara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Secara ilmiah menurut Griffin, percaya didefinisikan sebagai “mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko” (Rakhmat, 2003 : 130). Defenisi ini menyebutkan 3 (tiga) unsur percaya, yaitu :

a. Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan pada seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugian yang anda alami. Bila tidak ada resiko, percaya tidak diperlakukan.

b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

c. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.


(32)

Jadi, sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan, karena itu sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang dikatakan bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Jack R. Gibb, (1961) menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (Rakhmat, 2003:134):

• Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai.

• Orientasi Masalah. Dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

• Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

• Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi oran lain; kita ikut serta

secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan –akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

• Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan

demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan.

• Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita,

untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan;m terkadang satu pendapat dan keyakinannya bisa berubah.

Jadi, makin sering orang menggunakan perilaku dari sikap suportif yaitu deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan provisionalisme maka makin kecil kemungkinan komunikasi defensif. Sebaliknya ketika orang menggunakan perilaku defensif maka menyebabkan gagalnya komunikasi antarpribadi (interpersonal) karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.


(33)

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (Rakhmat, 2003 : 137) memberi karakteristik orang yang bersikap terbuka, yaitu :

• Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.

• Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. • Berorientasi pada isi.

• Mencari informasi dari berbagai sumber.

• Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. • Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya.

Jadi, agar komunikasi antarpribadi (interpersonal) yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, maka kita harus bersikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian saling menghargai, dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan antarpribadi (interpersonal).

2.1.2.6 Teori Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Supratiknya, 1995:14). Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan.

Membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan detail-detail intim dari masa lalu. Mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi dapat menimbulkan perasaan intim dan kedekatan. Hubungan sejati terbina dengan mengungkapkan reaksi kita terhadap berbagai kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan komunikasi kita.


(34)

Teori ini sering juga disebut teori “Johari Window” yang dianggap sebagai dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antar pribadi secara manusiawi. Garis besar model teori ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Saya Tahu Saya tidak tahu Orang lain tahu

Orang lain tidak tahu

Gambar 2.1 JENDELA JOHARI

“Bidang Pengenalan Diri dan Orang Lain (Liliweri, 1991:53)”

Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiri dalam kaitannya dengan orang lain. Asumsi Johari bahwa jika setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bingkai 1, menunjukkan antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka. Johari menyebutkan “bidang terbuka”, suatu bingkai yang paling ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi. Bingkai 2, adalah bidang buta, menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri. Bingkai 3, disebut bidang tersembunyi yang .menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri namun tidak dengan orang lain. Bingkai 4, disebut bidang tidak dikenal yang menunjukkan dimana kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka (Liliweri, 1991:54).

Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang berhubungan dengan perilaku manusia (digilib.sunan-ampel.ac.id). Asumsi-asumsi itu menjadi landasan berpikir, antara lain adalah:

- Asumsi pertama, pendekatan terhadap perilaku manusia harus dilakukan secara holistik. Artinya kalau kita hendak menganalisis perilaku manusia maka analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal-penggal.

1. TERBUKA 2. BUTA


(35)

- Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompok orang hendaklah dipahami melalui persepsi dan perasaan tertentu, meskipun pandangan itu bersifat subjektif.

- Asumsi ketiga, perilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional. Pendekatan humanistik terhadap perilaku sangat menekankan betapa pentingnya hubungan antara faktor emosi dengan perilaku.

- Asumsi keempat, setiap individu atau sekelompok orang sering tidak menyadari bahwa tindakan-tindakannya dapat menggambarkan perilaku individu atau kelompok tersebut. Setiap individu atau kelompok perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain.

- Asumsi kelima, faktor-faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia.

- Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari perilaku ditentukan oleh proses perubahan perilaku bukan oleh struktur perilaku yang selalu mengutamakan tema-tema perubahan dan pertumbuhan perilaku manusia. - Asumsi ketujuh, di mana kita dapat memahami prinsip-prinsip yang

mengatur perilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu. Asumsi ini mengingatkan kita bahwa orientasi fenomenologis terhadap perilaku manusia melalui pengamatan empiris dari berbagai pengalaman masih lebih kuat daripada sekedar mengabstraksi perilaku manusia semata.

- Asumsi kedelapan, perilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh kompleksitasnya bukan dari sesuatu yang disederhanakan. Asumsi ini berkaitan erat dengan asumsi pertama yang menganjurkan suatu pendekatan yang holistik terhadap perilaku manusia.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Self Disclosure mendorong adanya keterbukaan. Keempat bidang dalam Johari Window merupakan satu kesatuan yang teradapat dalam diri setiap orang, hanya saja kadar bidang berbeda satu dengan yang lain. Bidang I (daerah terbuka) dalam jendela johari merupakan keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam berkomunikasi khususnya di dalam sebuah sekolah, dimana antar komunikator (guru) dengan komunikan (siswa) saling mengetahui makna pesan yang sama (saling terbuka).

2.1.3 Komunikasi Positif

2.1.3.1 Pengertian & Ciri Komunikasi Positif

Setiap hari kita berkomunikasi dengan orang lain melalui berbagai media dan cara. Berkomunikasi sangat penting bagi kita karena melalui komunikasi beberapa kebutuhan kita terpenuhi. Sebagai contoh, melalui komunikasi kita mendapatkan informasi penting untuk menyelesaikan tugas tertentu. Melalui


(36)

komunikasi, kita memperoleh kepuasan psikologis seperti terpenuhinya perasaan cinta, perhatian dan kasih sayang. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya manusia jika dalam sehari atau seminggu tidak melakukan kontak komunikasi dengan orang lain.

Begitu juga anak, mereka sangat membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati. Melalui komunikasi yang hangat dan penuh empati tersebut, anak terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Mereka merasa ada yang mencintai dan memperhatikannya, sehingga membuat dirinya berharga dan selalu dicintai. Sebaliknya, anak-anak yang tidak mendapatkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empatis menderita secara psikologis. Banyak diantara mereka yang berkembang menjadi pribadi antisosial, terlibat penyalahgunaan narkoba, atau masuk penjara karena terkait dengan masalah kriminal.

Pada kasus penyalahgunaan napza (narkoba psikotropika, dan zat adiktif) Hawawi (Ramadhani, 2006:22) menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi apakah seseorang terlibat dalam penggunaan napza, diantaranya yaitu:

1. Faktor Predisposisi, meliputi: • Gangguan kepribadian antisosial • Kecemasan

•Depresi

2. Faktor Kontribusi, meliputi: • Kondisi keluarga

• Keutuhan keluarga • Kesibukan orangtua • Hubungan interpersonal 3. Faktor Pencetus, meliputi: • Pengaruh teman sebaya • Tersedianya napza

Komunikasi positif adalah “komunikasi yang mendorong seseorang untuk berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis” (Ramadhani, 2006:7). Menurut Ramadhani beberapa ciri komunikasi positif yaitu:

1. Empati

Empati merupakan pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, dan pengalaman-pengalaman orang tersebut. Sikap empati menentukan kelanjutan dari proses terciptanya hubungan interpersonal yang baik.


(37)

2. Responsif

Responsif merupakan kemampuan memberikan respon yang tepat, memiliki nilai manfaat, tidak berlebihan atau tidak proporsional. Komunikasi yang responsif berarti komunikasi yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Artinya, kita tidak dapat menyamaratakan respon kita untuk setiap situasi. Usia anak juga menjadi patokan untuk menentukan ketepatan respon kita. Untuk itu, informasi-informasi khusus menjadi penting untuk menjadi landasan dalam memberikan respon yang tepat. 3. Pesan Positif

Pesan Positif merupakan komunikasi yang mampu mengembangkan potensi positif yang dimiliki anak melalui pesan-pesan yang membangun, memotivasi dan menguatkan keyakinan diri anak. Komunikasi melalui pesan positif mengarahkan perspektif anak pada hal-hal yang lebih positif pada dirinya.

4. Terbuka dan saling mempercayai

Terbuka dan saling mempercayai dicirikan sebagai komunikasi dua arah yang melibatkan pembicaraab dari hati ke hati, tanpa adanya usaha untuk menyembunyikan apapun sehingga semua informasi tersampaikan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Komunikasi terbuka terjadi ketika sudah terciptanya iklim saling percaya.

5. Mendengar aktif

Mendengar aktif adalah mampu mendengarkan anak dengan sabar. Kemampuan mendengarkan ini merupakan sarana untuk memperoleh informasi yang akurat dan valid tentang apa yang dialami anak. Dengan mendengarkan secara aktif, maka dapat memahami anak secara lebih mendalam sehingga dapat tepat sasaran dan efektif saat mengambil keputusan.

6. Optimistik

Optimistik adalah komunikasi yang mendorong anak berpikir penuh harapan dan positif. Komunikasi yang optimistik mendorong anak menjadi orang-orang yang mampu memotivasi diri ketika keadaaan yang dihadapinya semakin sulit. Kata-kata penuh energi positif, mengandung


(38)

spirit dan semangat juang tinggi terkandung dalam komunikasi yang optimistic.

7. Proporsional

Proporsional adalah merespon sesuatu sesuai dengan ukurannya, tidak melibatkan emosi tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan. Komunikasi yang proporsional berarti tidak melebih-lebihkan hal yang kecil, dan tidak menganggap kecil atau remeh hal yang besar dan penting.

8. Tidak menghakimi

Tidak menghakimi adalah komunikasi yang lebih banyak menilai sisi positif anak dibandingkan sisi negatifnya. Komunikasi yang tidak menghakimi berarti komunikasi yang tidak terlalu mudah menyalahkan dan memojokkan anak ketika anak bermasalah. Pemberian label negatif, cemoohan dan hukuman verbal pada anak dihindari pada komunikasi yang tidak menghakimi.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi positif adalah komunikasi yang mendorong seseorang berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, yang memiliki cirri-ciri empatik, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme yang proporsional dan tidak menghakimi. Komunikasi positif perlu dikembangkan agar kebutuhan akan aspek psikologis anak dapat terpenuhi. Seorang anak membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati, karena itulah orangtua/guru hendaknya senantiasa bekomunikasi secara positif agar anak yang menjadi investasi masa depan dapat tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental.

2.1.3.2 Peranan Komunikasi Positif

Komunikasi positif memiliki pengaruh yang signifikan bagi perkembangan anak selanjutnya. Terjalinnya komunikasi yang hangat dan positif antara anak dan orangtua/guru menjadi kunci untuk mengembangkan potensi anak secara maksimal. Ramadhani (2006:28) menyatakan beberapa potensi kepribadian tersebut diantaranya adalah:


(39)

1. Mampu Mengembangkan Konsep Diri

Konsep diri anak banyak dibentuk dalam proses interaksi dengan lingkungannya. Proses interaksi antara anak dengan lingkungan terdekatnya (orangtua/guru) terjadi melalui proses komunikasi yang bisa berbentuk verbal maupun nonverbal. Melalui komunikasi verbal, anak menangkap penilaian-penilaian dari lingkungan terdekatnya. Jika penilaian-penilaian ini terjadi secara kontinu, maka akan terinternalisasi dalam diri anak. Ketika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian positif tentang dirinya, maka masukan atau penilaian positif ini akan terinternalisasi dalam diri anak, kemudian masukan atau penilaian ini menjadi bagaian dari kepribadian anak sehingga konsep diri yang berkembangpun lebih cenderung positif. Sebaliknya, jika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian negatif, maka konsep diri yang berkembang lebih cenderung konsep diri yang negatif. Cara mengembangkan konsep diri positif melalui komunikasi positif yaitu:

- Selalu melihat sisi positif anak

- Lebih banyak memberikan pujian ketimbang kecaman - Menghindari pemberian label/julukan negatif pada anak - Mendorong anak untuk berpikir positif tentang dirinya

- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengaktualkan potensinya - Mendorong anak untuk menerima dirinya apa adanya

(Ramadhani , 2006:92)

Jadi, konsep diri anak terutama terbentuk dari pengalaman dan interaksi dengan orang-orang terdekat dalam kehidupan, seperti orangtua, kakak, adik, guru, atau teman dekat. Jika kebanyakan orang terdekat menilai diri anak positif, maka anak pun akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Komunikasi yang positif merupakan cara dalam mengembangkan konsep diri anak.

2. Mengembangkan Harga Diri

Harga diri mencakup aspek evaluasi terhadap diri sendiri, sejauh mana kita menilai diri kita secra positif/baik dan negatif/buruk. Rose, Terry & Leventhal (Ramadahani, 2006:108) menjelaskan bahawa orang-orang dengan harga diri yang rendah ternyata mengalami lebih banyak kesulitan ketika manghadapi masalah atau hambatan. Kesulitan ini terjadi karena adanya dua jenis persepsi diri negatif dasar, yaitu orang-orang dengan harga diri rendah memiliki tingkat ketakutan yang lebih tinggi ketika menghadapi anacaman atau masalah, dan


(40)

orang-orang dengan harga diri yang rendah menganggap diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang memiliki keterampilan yang baik untuk menangani suatu masalah sehingga akibatnya mereka kurang tertarik untuk mengambil langkah-langkah preventif, keyakinan mereka akan kemampuannya dalam memecahkan masalah rendah sehingga mereka cenderung menarik diri atau lari dari masalah, bukan menghadapi dengan bertanggungjawab.

Orangtua atau guru bisa mengembangkan kekuatan harga diri anak melalui komunikasi positif, yaitu dengan cara:

- Menanamkan keyakinan diri anak bahwa dia berharga - Memotivasi anak untuk meraih prestasi

- Mendukung pilihan anak untuk hidupnya sendiri

- Menegaskan bahwa anak memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

(Ramadhani, 2006:109)

Jadi, kekuatan harga diri anak dapat dikembangkan melalui komunikasi positif dari orangtua/guru. Semakin sering orangtua/guru berkomunikasi positif pada anak maka akan membentuk harga diri yang baik pada anak sehingga anak memiliki keyakinan diri yang kuat dan keyakinan bahwa mampu untuk sukses dalam mencapai tujuan-tujuannya.

3. Mengembangkan Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk mencapai suatu yang dicita-citakan. Kepercayaan diri tumbuh berawal dari penerimaan diri. Orang yang percaya diri merasa bahwa dia telah melakukan yang terbaik dengan usahanya, dan berusaha mengaktualkan nilai-nilai luhur dalam hidupnya. Pendorong utama berkembangnya kepercayaan diri anak adalah sikap penerimaan dari orang terdekatnya, artinya orangtua/guru yang menerima anak secara keseluruhan baik kelebihan maupun kekurangan anaknya tanpa syarat, merupakan penentu berkembangnya kepercayaan diri anakyang optimal. Hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa anak yang dotolak dan diabaikan cenderung merasa tersisih, tidak percaya diri dan merasa tidak berharga sebagai manusia. Mereka mengalami gangguan penyesuaian diri dan kurang mampu secara optimal mengembangkan bakat dan potensinya di masa dewasanya. Beberapa cara mengembangkan


(41)

kepercayaan diri anak melalui komunikasi positif (Ramadhani, 2006:129) adalah:

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa dia mampu melakukan sesuatu. - Menanamkan keyakinan bahwa anak mampu mengatasi setiap kendala

yang dihadapinya.

- Menanmkan keyakinan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa untuk mewujudkan sesuatu dia membutuhkan bantuan orang lain.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan jalan yang mudah untuk mewujudkan cita-citanya.

Jadi, kepercayaan diri dapat dikembangkan melalui komunikasi positif. Sikap menerima kelebihan dan kekurangan anak akan mendorong secara optimal kepercayaan diri anak sehingga anak memiliki suatu kekuatan dalam dirinya untuk mencapai suatu yang dicita-citakan.

4. Pengembangan Kendali Diri

Seorang anak membutuhkan kendali diri yang kokoh agar mampu mengarahkan perilakunya menuju tujuan yang telah ditetapkannya. Namun seringkali anak tidak mengerti cara yang mudah dilaksanakan untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Anak-anak yang kesulitan mengendalikan perilakunya sendiri cenderung bertindak impulsif dan mengikuti gejolak emosinya sehingga akibatnya perilakunya tidak bertujuan dan cenderung menjerumuskan dirinya sendiri. Menurut Ramadhani (2006:142) beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kendali diri internal anak yang kuat yaitu dengan:

- Mengubah paradigma berpikir anak. - Ajak anak untuk memahami kekuatannya.

- Ajarkan anak untuk mengevaluasi setiap tindakannya.

- Latih anak menggunakan teknik positif self statement untuk mengendalikan emosi dan perilakunya.

- Bimbing anak agar mengerti prinsip berusaha sekaligus berdoa.

Jadi, berkomunikasi yang hangat dan positif terhadap anak merupakan cara yang mudah untuk mengembangkan kendali diri anak. Anak dengan kendali diri yang baik akan lebih mampu mengahadapi situasi yang penuh distres, lebih mampu memecahkan masalah secara efektif, dan akan senantiasa aktif menggapai impiannya.


(42)

5. Mengembangkan Kematangan Emosional Anak

Kemampuan anak mengelola emosinya bisa ditingkatkan dengan cara berkomunikasi dengan anak. Untuk itulah sangat dianjurkan membangun komunikasi positif dengan anak. Menurut Goleman (Ramadhani, 2006:154) kemampuan individu dalam mengelola emosinya ternyata banyak membantu kesuksesannya di masa depan. Goleman mengatakan bahwa hanya 20% kesuksesan seseorang ditentukan oleh IQ, tetapi 80%nya ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya. Kecerdasan emosi ini terdiri dari: kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, optimisme, empati, dan keterampilan sosial.

Jadi, membangun komunikasi positif dengan anak merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kematangan emosional anak. Anak dengan kematangan emosional yang tinggi akan mampu menyadari emosi-emosinya dengan tepat, mampu mengendalikan emosi-emosi negatif sehingga tidak mudah mengalami stres, tidak mudah putus asa dalam mengahadapi kesulitan sehingga mampu memotivasi dirinya menuju kesuksesan.

6. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak

Kecerdasan sosial diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi, dan mempertahankan relasi sosialnya hingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan (Ramadhani, 2006:187). Karakteristik anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi yaitu: 1) mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif, 2) mampu berempati dengan orang lain, 3) mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif, 4) mampu menyadari komunikasi verbal dan non verbal yang dimunculkan orang lain, 5) mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, 6) memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis efektif. Beberapa cara yang bisa dilakukan orangrua atau guru untuk mengembangkan perilaku kecerdasan sosial anak (Ramadhani, 2006:189), yaitu:


(43)

- Beri contoh dan tunjukkan secara nyata pada anak akan pentingnya perilaku prososial dengan melakukan tindakan membantu, berbagi, dan memberi kepada orang lain.

- Bertindak adil dalam memberi perhatian dan kasih sayang pada semua anak.

- Mengajak anak dalam kegiatan-kegiatan amal sosial.

- Menjelaskan pada anak akan keuntungan berperilaku prososial dengan bahasa yang mudah dipahami.

- Bertindak tegas jika melihat anak berperilaku mementingkan dirinya sendiri, tidak mau bekerja sama atau tidak mau membantu orang lain. - Memuji anak ketika dia berhasil menunjukkan tindakan mau membantu,

mau berbagi, dan mau bertindak kooperatif dengan sebayanya. - Bimbing anak untuk mampu memilih teman-teman yang baik.

Jadi, peran orang terdekat dengan anak seperti orangtua/guru sangat besar dalam mendorong terbentuknya perilaku kecerdasan sosial anak. Melalui komunikasi positif dari keluarga/guru maka kecerdasan sosial anak dapat dikembangkan. Anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi akan mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial secara baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

2.1.4 Motivasi Belajar

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Atau dengan kata lain motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Sardiman, 2009:73).

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak


(44)

mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Menurut Sardirman (2009:75) menyatakan:

“Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuh gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.

Winkel mendefinisikan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar” (www.eprints.uny.ac.id). Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar.

2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi memiliki fungsi bagi seseorang, karena motivasi dapat menjadikan seseorang mengalami perubahan kea rah yang lebih baik. Fungsi motivasi menurut Sardirman (2008:85) yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Selanjutnya Uno (2008:9) menjelaskan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan.

b. Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menentukan perbuatan yang harus dilakukan.


(1)

lain. Dari hasil penelitian di atas, tampaklah bahwa komunikasi positif guru memberikan dampak atau pengaruh (rendah tapi pasti) terhadap motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut :

1. Komunikasi positif yakni empati, responsif, pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengar aktif, optimistik, proporsional dan tidak menghakimi yang dilakukan guru kepada siswa cukup baik. Responsif merupakan indikator yang paling banyak dinilai siswa sebagai bentuk komunikasi positif terbanyak yang dilakukan guru kepada siswa, yakni dengan persentase 86.2% guru membantu memberikan masukan/jalan keluar yang mana masukan dan jalan keluar tersebut membuat siswa terbantu dalam mengatasi permasalahannya.

2. Sebagian besar siswa cukup memiliki motivasi dalam belajar walau belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi siswa dari awal sampai akhir pelajaran, siswa mencatat materi yang dijelaskan guru, ketekunan siswa dalam belajar di sekolah, ketertarikan dan keseriusan siswa dalam belajar, upaya memecahkan soal-soal yang rumit, semangat siswa mengikuti pelajaran, dan tingkat absensi siswa.

3. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan peneliti, terdapat hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan. Pada perhitungan koefisien korelasi Spearman Rho diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi adalah 0.378. Jika dilihat dari skala Guilford yaitu terletak antara 0.20 – 0.39 yang didefinisikan memiliki hubungan rendah tapi pasti. Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat hubungan yang rendah tapi pasti antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.


(3)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Responden Penelitian

1. Guru diharapkan untuk dapat mempertahankan sikap konsistensinya dalam mendidik siswa, dengan tidak hanya bertindak sebagai pengajar materi pelajaran, tetapi juga sebagai sahabat dan juga orang tua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam proses belajar mengajar.

2. Guru diharapkan untuk menjadi sosok pribadi yang hangat, adil, jujur, bertanggungjawab, berkualitas, tidak otoriter serta tidak egois. Peduli dan memperhatikan siswanya, meningkatkan komunikasi yang lebih intens dengan siswa serta mengutamakan komunikasi antarpribadi dengan siswa.

3. Guru diharapkan untuk lebih komunikatif, tidak bolos dalam mengajar ataupun mengurangi jam pelajaran.

4. Guru diharapkan untuk memiliki persiapan yang matang, serius,

bersemangat, kreatif dan tidak kaku dalam mengajar serta focus dengan materi yang dibawakan. Dalam memberi penjelasan, menjelaskan dengan sangat jelas, menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh siswa. Membuat materi pengajaran menarik, interaktif, tidak terlalu lama dalam menjelaskan, tidak monoton dan menjenuhkan. Menambah materi-materi pengajaran di luar dari materi di buku.

5.2.2 Saran dalam Kaitan Akademik

Penelitian ini ditujukan untuk mencari hubungan komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa. Secara akademis penelitian ini dapat memberikan masukan, dan menambah bahan penelitian, bahan referensi, serta sumber bacaan dikalangan mahasiswa khususnya di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi. Peneliti juga berharap penelitian ini dapat berlanjut dalam penelitian mengenai kompetensi guru dan prestasi belajar siswa.


(4)

5.2.3 Saran dalam kaitan Praktis

Secara praktis, dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah khususnya tentang komunikasi positif guru dan sarana belajar yang dapat memotivasi siswa untuk semangat belajar. Dengan adanya penelitian ini semoga dapat menjadi pertimbangan bagi pihak sekolah untuk meningkatkan kinerja serta keahlian para guru agar lebih baik dari sebelumnya, lebih memperhatikan sarana dan prasarana yang membuat siswa menjadi aman dan nyaman di kelas, tidak merasa

kepanasan ataupun pengap. Seperti misalnya memperbaiki sirkulasi udara di kelas, memperbaiki dan memperbanyak kipas angin ataupun ac sehingga siswa tidak terganggu dengan masalah-masalah eksternal yang dapat memecah konsentrasi belajar.

Saran bagi siswa yaitu agar bersikap lebih terbuka dengan guru, lebih kooperatif, menciptakan hubungan yang berkualitas dengan guru, menggunakan sarana dan prasarana yang telah disediakan sekolah dengan maksimal sehingga tujuan utama siswa datang ke sekolah yaitu untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya dapat tercapai sesuai dengan keinginan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, B. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Cangara, H. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Effendy, O.U. 2003. Ilmu Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

___________. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fajar, M. 2009. Ilmu Komunikasi Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kriyantono, R. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Liliweri, A. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, H. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rakhmat, J. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

___________. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ramadhani, S. 2006. Positive Communication; Mengembangkan EQ dan

Kepribadian Positif pada Anak. Yogyakarta: Smartbooks Diglossia Media.

Sardirman, A.M. 2009. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sendjaja, S. 1994. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka.

Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S Indonesia Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta : Kanisius. Uno, H. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara


(6)

Sumber Lain:

www.bimakab.go.id/files/tuti-1.doc

http://www.menkokesra.go.id/node/337

http://www.pdii.lipi.go.id/read/2013/02/04/ed-vokasi-jurnal-pendidikan-teknologi-dan-kejuruan

http://repository.upi.edu http://eprints.uny.ac.id


Dokumen yang terkait

Pemberitaan Mobil Esemka Dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional tentang Pengaruh Pemberitaan Mobil Esemka di TV One Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMK Negeri 2 Medan)

0 28 91

Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar (Studi Korelasional Tentang berjudul Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar Siswa-siswi SMU HARAPAN 3 Medan Johor).

17 120 115

Komunikasi Antarpribadi Guru-Siswa Dan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus tantang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Guru-Siswa terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SMK 1 TD Pardede Foundation)

14 103 130

Komunikasi Antar Pribadi Dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Guru BP Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMK Negeri 7 Medan)

0 61 128

Komunikasi Antarpribadi Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus tentang Komunikasi Antarpribadi Guru – Siswa terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SMK Negeri 8 Medan)

8 70 93

Hubungan kedisiplinan guru dengan motivasi belajar siswa di MA Darunnajah Cipinang Bogor

0 26 64

Peran komunikasi guru dan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Islam Baidhaul Ahkam Tangerang

0 9 72

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 0 6

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 1 12

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 0 30