Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian

h. mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak. i. menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi. j. berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani. k. memanipulasi perkara. l. membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, danatau kesatuan. m. mengurusi, mensponsori, danatau mempengaruhi petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. n. mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara. o. melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya. p. melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani. q. menyalahgunakan wewenang. r. menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan. s. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan. t. menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas. u. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga milik dinas secara tidak sah. v. memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya. w. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. x. memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin danatau hukuman disiplin.

C. Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian

Adapun bentuk pelanggaran kode etik profesi kepolisian meliputi: 1. Bertutur kata Kasar dan bernada kemarahan Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat the glue of society. Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya. 23 Oleh karena itu penggunaan penggunaan kata-kata yang kasar dan bernada kemarahan merupakan pelanggaran kode etik karena akibat dari penggunaan bahasa yang tidak terpuji itu kini masyarakat dan pihak aparatur kepolisian mudah sekali bermusuhan, melakukan tindak anarkis, merusak, dan lain sebagainya. Singkat kata, negeri ini sangat rentan dan rawan dengan konflik-konflik, friksi-friksi, perkelahian, pembunuhan, dan perusakan yang tak berkesudahan. Adanya kode etik berupa pelarangan penggunaan kata-kata yang kasar oleh anggota kepolisian diharapkan akan memberikan dampak positif pada hubungan yang menjunjung nilai-nilai sosialkemanusiaan dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga dalam rangka mewujudkan kondisi yang menunjang kelancaran Tutur kata menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang kasar, penuh hujat, makian, mendiskreditkan, provokasi, atau ejekan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi. 23 Onong Uchbana Effendi, 1993, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 53. penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. 2. Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas Penyimpangan prosedur tugas kepolisian biasa disebut dengan maladministration. Pengertian lebih jelas mengenai maladministration adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan umum secara menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi masyarakat, dengan kata lain melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan administrasi. Sikap-sikap maladministration antara lain: a. Persekongkolan b. Penggelapan barang bukti c. Pemalsuan d. Menerima imbalan yang tidak seharusnya e. Melakukan tindakan kolusi, dan sebagainya. 24 Oleh karena itu setiap anggota kepolisian hendaknya menghindarkan diri dari tindakan-tindakan maladministration yang merupakan suatu pelanggaran kode etik karena bisa merugikan masyarakat dan mempermalukan korps kepolisian sebagai abdi masyarakat. 24 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, 1995, Pengantar Hukum Administras, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal. 2. 3. Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat. Empati silang antara anggota Polri dan masyarakat memprasyaratkan para pihak untuk saling memahami keberadaan, kedudukan, tugas, dan kewenangan Polri. Baik selaku aparat penegak hukum, maupun sebagai aparat ketertiban umum dan keamanan negara. Prasyarat ini mustahil dapat diwujudkan, jika secara kelembagaan dan individual Polri tidak mengambil prakarsa mendahului menjalin hubungan yang akrab dengan sebanyak mungkin segmen publik. Keakraban hubungan polisi dan masyarakat, tidak hanya diperlukan di tengah situasi konflik , tetapi juga dalam setiap situasi normal. Sangat mustahil pula hubungan yang sinergis semacam ini dapat diwujudkan jika dalam hal ini pihak kepolisian selalu berusaha mencari-cari kesalahan masyarakat demi melegalkan setiap aksinya agar kesalahan tidak diarahkan pada pihak kepolisian. 25 4. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuanpertolongan. Sehingga berdasarkan hal ini pelarangan mengenai tindakan mencari- cari kesalahan dari masyarakat diatur secara tegas dalam kode etik kepolisian. Polisi merupakan abdi masyarakat dan merupakan pengayom masyarakat dan dalam pelaksanaan tugasnya diharapkan agar tidak mempersulit dan membebani masyarakat khususnya dalam menangani proses penyelidikan. Karena ternyata dalam prakteknya banyak keluhan dari warga yang 25 Ali, “Mencegah Kekerasan Polisi – Masyarakat”, http:www.suara_merdeka.com Diakses tanggal 5 April 2011. mengeluhkan tentang proses hukum yang dilakukan polisi. Polisi harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Untuk itu, diharapkan agar seluruh jajaran kepolisian di Indonesia dapat meningkatkan kinerja dan pelayanan. Terutama terkait penyelidikan kasus hukum di tengah masyarakat. Sehingga oleh karenanya tindakan mempersulit masyarakat yang membutuhkan pertolongan terutama mengenai proses penyelidikan merupakan pelanggaran kode etik. 5. Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat. Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kepolisian merupakan cerminan dari tuntutan dan harapan masyarakat akan adanya rasa aman, keamanan, ketertiban dan ketentraman, yang mendukung produktifitas yang mensejahterakan warga masyarakat. Di samping itu sebagai pribadi dapat dijadikan panutan masyarakat dan mampu membangun simpati dan kemitraan dengan masyarakat. Polri dalam hal ini harus membangun interaksi sosial yang erat dan mesra dengan masyarakat, yaitu keberadaannya menjadi simbol persahabatan antara warga masyarakat dengan polisi dengan mengedepankan dan memahami kebutuhan adanya rasa aman warga masyarakat. Keamanan dan ketentraman yang diidamkan oleh masyarakat tidak akan tercipta dan bahkan akan terjadi keresahan jika ada anggota kepolisian yang bertindak sebagai ujung tombak memberikan informasi yang menyesatkan pada masyarakat. 6. Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan. Martabat wanita merupakan sesuatu yang wajib dijunjung tinggi sehingga setiap petugas Polri dalam penangan kasus yang berkaitan dengan wanita perlu diberi suatu rambu-rambu agar tidak menimbulkan persangkaanpenilaian yang merugikan kehormatan profesi, seperti contoh antara lain dalam melakukan pemeriksaan terhadap wanita sangat tidak etis apabila dilakukan hanya oleh seorang petugas apalagi petugas pria. 7. Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak- anak dibawah umur. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan, diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Menurut penjelasan Pasal 13 ayat 1 huruf c Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan tindakan penelantaran yakni misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. Lebih detail mengenai larangan penelantaran anak yakni disebutkan dalam pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang jika disimpulkan bahwa pemerintah harus memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah sehingga tidak terjadi penelantaran terhadap anak. Oleh karena itulah tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak dibawah umur yang dilakukan oleh anggota kepolisian merupakan suatu pelanggaran terhadap kode etik. 8. Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia Manusia memiliki hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Selain itu hak asasi manusia juga merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 26 1 Setiap orang bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan Negara sendiri sebenarnya menjunjung tinggi adanya pelaksanaan penegakan HAM demi menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi : Pasal 2 Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi dan ditegakkan demi peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagian, kecerdasan serta keadilan. Pasal 3 2 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum 3 Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar menusia tanpa diskriminasi. Dalam prakteknya tidak seluruh anggota kepolisian dapat menjalankan kode etik dan profesionalisme kerja yang tinggi. Sebagai suatu gambaran penulis akan menyajikan kasus posisi mengenai bagaimana penyelewengan dari kode etik profesi kepolisian yang mengakibatkan perusakan citra polisi. 26 Ahmad Kamil, 2004, Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi., Jakarta: Prenada Media, hal.495. Adapun contoh kasusnya yang dikutip dari harian Kompas tanggal 11 Maret 2008 adalah sebagai berikut 27 Dari contoh kasus tersebut dapat diketahui bahwa aggota kepolisian : SEMARANG, KOMPAS - Briptu SP 26, oknum polisi anggota Samapta Kepolisian Resor Semarang, yang diduga memperkosa tahanan wanita berinisial SM 26, akan dijerat dua sanksi berupa pidana dan pelanggaran kode etik profesi. Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang Komisaris Besar Mashudi menyampaikan hal tersebut di Markas Polwiltabes, Senin 103. Mashudi juga menyatakan bahwa Tersangka pasti akan diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Menurut Masjhudi, SP telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menjaga tahanan wanita. Seharusnya, sebagai petugas jaga, oknum kepolisian tersebut mengamankan tahanan. Bukannya malah melakukan tindakan seperti itu, ucapnya. Polisi juga masih memeriksa urine dan darah tersangka. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menjawab dugaan tersangka memperkosa korban dalam pengaruh alkohol. Hasilnya hingga hari ini belum bisa diketahui, ujar Masjhudi. Selain diperiksa darah dan urine, SP diperiksa kondisi kejiwaannya. Pemeriksaan itu dilakukan Unit Psikologi Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Syahroni, pemeriksaan tersebut untuk mengetahui SP yang sudah beristri tersebut hingga tega memperkosa seorang tahanan wanita. Sifa dari Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Tengah mengatakan pemerkosaan terhadap tahanan wanita oleh oknum polisi adalah pelanggaran hak asasi manusia. Menurut dia, sangat ironis jika aparat penegak hukum justru melanggar hukum. Walaupun seorang tahanan, ia tidak bisa disewenang-wenangkan seperti itu. Hak-haknya harus tetap dihormati, ujarnya saat dihubungi lewat telepon. Seorang polisi, lanjut Sifa, tidak diperbolehkan berbuat sewenang- wenang terhadap tahanan sekalipun. Ia menilai, kekerasan pada perempuan seperti apa yang dilakukan SP adalah bentuk kultur patriarki di masyarakat Indonesia yang masih kuat. Tersangka diduga memperkosa SM di ruang tahanan wanita Polres Semarang Selatan, Jumat 73, sekitar pukul 04.30. Saat itu, SP bertugas sebagai penjaga tahanan wanita. Di dalam tahanan tersebut, selain SM terdapat tiga tahanan wanita lainnya. Menurut Masjhudi, saat pemerkosaan, tiga tahanan wanita tersebut diminta pindah ke sel tahanan yang lain. SP ditahan dan diperiksa berdasarkan laporan SM kepada petugas Polres Semarang Selatan. 27 Kompas, Oknum Polisi Perkosa Tahanan Tersangka Diperiksa Kondisi Kejiwaannya, tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik profesi berupa perbuatan yang merendahkan martabat perempuan. Apa yang dilakukan oknum kepolisian tersebut akan berdampak buruk bagi korps kesatuannya. Oleh karena itu oknum tersebut harus ditindak berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

D. Penegakan Kode Etik Profesi