35
Ungkapan Etnik Petani Jawa di ... Dwi Haryanti dan Agus Budi W.
UNGKAPAN ETNIS PETANI JAWA DI DESA JAPANAN, KECAMATAN CAWAS, KABUPATEN KLATEN:
KAJIAN ETNOLINGUISTIK
Dwi Haryanti dan Agus Budi Wahyudi
PBS FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Jln. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102
ABSTRACT
The study aims at describing ethnic expressions and their intention of Javanese farmers at Japanan district based on their social and cultural context. It uses de-
scriptive qualitative research and the data are analyzed by Spreadly’s ethnographic analysis. The analysis tries to describe the linguistic units and their intension based
on the social and cultural contexts. The findings show that the ethnic expressions consist of words and phrases. Those expression are used in all steps of agricultural
activities done by the farmers, for examples
, pranatamangsa ‘months’, mangsa udan ‘wet season’,
macul ‘to hoe’, mangsa sada ‘the eleventh month’, gawe pinihan ‘culti- vation of seedlings’,
mangsa kanem ‘the sixth month’, ketiga ‘dry season’, luku and garu ‘plows’, ngrabuk ‘to fertilize’, matun ‘to clear away the weeds in the farms’,
mangsa panen ‘harvest moon’, dewi sri ‘rice’, den bagus ‘rats’, methikguwakan ‘mistic or ritual ceremony before harvesting time’,
sedhekah bumibersih desarasulan ‘mistic ceremony after harvesting with
wayang kulit show entitled sri boyong, sri mulih, or sri sadana.
Kata Kunci: ungkapan petani Jawa, kata, frasa, etnolinguistik.
1. Pendahuluan
Kajian linguistik terhadap bahasa yang digunakan manusia tampak tidak ada henti
karena bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan manusia beserta daya
pikirnya. Objek kajian linguistik pun semakin melibatkan berbagai aspek di luar bahasa.
Aspek yang dimaksud adalah kosa kata, struktur, satuan lingual, makna, maksud, asal
usulnya, pelestarian, dan penggunaannya.
Penggunaan bahasa oleh masyarakat penutur bahasa bermakna dan mengacu pada
suatu peristiwa, tindakan, benda, dan keadaan. Peristiwa yang terjadi, misalnya, tidak lepas
direaliasasikan dengan bahasa dan mencer- minkan pikiran dengan bahasa karena masya-
rakat akan selalu menggunakan bahasa dalam menyampaikan pikiran dan gagasan yang
mengiringi tindakannya. Demikian halnya dalam pengungkapan peristiwa budaya dan semua
aspek kehidupan, penutur bahasa mendaya- gunakan potensi bahasa.
petani sebagai komunitas penutur bahasa mempergunakan bahasa Jawa yang bermakna
baginya. petani menggunakan ungkapan yang terkait dengan peristiwa budaya yang berada
di daerah mereka. Tulisan ini membahas bentuk satuan lingual ungkapan petani dan maksudnya.
36
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 19, No. 1, Juni 2007: 35 - 50
Satuan lingual yang dimaksud adalah satuan lingual ungkapan petani yang berada di daerah
Japanan dalam masa satu kali panen padi. Alasan pemilihan topik tersebut adalah bahwa
sepanjang pengetahuan peneliti belum ada kajian ungkapan petani di daerah Japanan. Di
samping itu, ungkapan yang terkait dengan petani perlu dilestarikan sebagai salah satu
kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Alasan ketiga, salah satu penulis berasal dari
daerah itu sehingga secara intuitif memahami bahasa yang digunakan oleh petani tersebut
Sudaryanto, 1983: 70-71.
Kajian antropologi masyarakat Jawa dilakukan oleh Koentjaraningrat 1984,
namun studi mengenai bahasa yang digunakan petani di desa Japanan, kecamatan Cawas,
kabupaten Klaten belum pernah dikaji. Contoh bentuk satuan lingual kata dan frasa yang
digunakan petani di daerah Japanan terlihat pada ungkapan
1 Mbokmu lagi methik aja digoleki;
2 Sewulan maneh arep rasulan ta Pak?;
3 Panen pantun biasane nggih mangsa
desta Bu; 4
Wekdal sing susah sanget niku mangsa semplah nggih mangsa paceklik;
5 Ama ingkang ngantos nelaske pantun niku den baguse
; dan 6
Rasulan kalaksanaaken dinten sabtu
paing mbak .
Keenam ungkapan tersebut mengandung dua bentuk satuan lingual kata 1 methik, dan
2 rasulan; dan lima satuan frasa, yaitu 3 mangsa desta
, 4 mangsa semplah, mang- sa paceklik
, 5 den baguse, dan 6 rasulan. Bentuk satuan lingual yang berupa kata dan
frasa tersebut tidak mudah dipahami oleh semua masyarakat Jawa karena satuan ligual
tersebut mempunyai makna yang hanya terkait dengan peristiwa budaya yang berhubungan
dengan kegiatan petani. Misalnya, petani menyebut ‘hama tanaman padi’ dengan den
baguse ‘tikus’. Masyarakat di desa Japanan
mempunyai kepercayaan bahwa bila kata ‘tikus’ yang diucapkan, maka tikus akan
berdatangan dan menyerang tanaman mereka. Frasa mangsa semplah bermakna ‘masa sulit’
karena petani di daerah Japanan hanya dapat menanam padi dua kali, maka ada masa sulit
yang cukup panjang sekitar 95 hari. Frasa mangsa desta
adalah masa yang berlangsung mulai tanggal 19 April sampai dengan 11 Mei
23 hari, masa ini ditandai dengan panenan padi di sawah. Kata rasulan atau sedhekah
bumi
merupakan suatu peristiwa budaya yang dilakukan oleh petani di daerah tersebut.
Rasulan yang mereka lakukan bertujuan
sebagai upacara mistis agar mereka tidak diganggu oleh penjaga desa, terhindar dari
segala penyakit, dan berharap panen mereka pada masa berikutnya tetap berlimpah.
Selain ungkapan di atas terdapat ung- kapan petani berupa satuan lingual kata yang
cukup menarik, misalnya, ndhaut ‘mencabut bibit dari persemaian untuk ditanam di sawah
yang sudah disiapkan”, mendut ‘makanan khas yang terbuat dari tepung ketan, santan, gula me-
rah, dan kelapa parut yang dibungkus daun de- ngan berbentuk kerucut’, sagon ‘jenis makanan
khas yang hanya dibuat pada peristiwa budaya rasulan
yang terbuat dari tepung beras, kelapa parut, dan gula pasir’ , damen ‘pohon padi’,
brambutrambut ‘sekam’, dhedhak ‘bubuk
kulit yang kasar’, katul ‘bekatul’, gabah ‘biji padi’, menir ‘potongan beras yang halus’,
beras ‘beras’, dan oyot ‘akar’.
Berdasarkan fenomena di atas, dalam artikel ini peneliti memerikan satuan lingual
ungkapan petani Jawa di Desa Japanan, Kecamatan Cawas dan mendeskripsikan
maksud ungkapan yang digunakan mereka berdasarkan konteks sosial budayanya. Kajian
ini dapat digolongkan pada kajian etnolinguistik.
Etnolinguistik adalah cabang linguitik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan
masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan KBBI, 2001: 309.
37
Ungkapan Etnik Petani Jawa di ... Dwi Haryanti dan Agus Budi W.
Pengertian tersebut perlu diperluas dan ditata ulang agar lebih sesuai karena saat ini penduduk
desa sebenarnya sudah banyak yang mengenal tulisan. Di samping itu, perlu dipertimbangkan
bahwa pengertian tersebut tidak dapat dilepas- kan dengan istilah lain seperti etnologi. Etnologi,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001: 309 adalah ilmu tentang unsur atau
masalah kebudayaan suku bangsa dan masyarakat penduduk suatu daerah di seluruh
dunia secara komparatif dengan tujuan mendapat pengertian tentang sejarah dan
proses evolusi serta penyebab kebudayaan umat manusia di muka bumi. Pengertian
tersebut juga didukung oleh pendapat Troike 1990: 1 mengenai etnografi bahwa Ethno-
graphy is a field of study which concerned primarily with the description and analysis
of culture, and linguistics is a field con- cerned, among other things, with the de-
scription and analysis of language code.
Duranti 1997: 2 menyatakan bahwa etnolinguistik adalah kajian bahasa dan budaya
yang merupakan subbidang utama dari antropologi ethnoliguistics is part of a con-
scious attempt at consolidating and rede- fining the study of language and culture as
one of the major subfield of anthropology. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ethnoliguistics
is the study of speech and language within the context of anthropology.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnolinguistik merupakan
studi linguistik yang menyelidiki bahasa kaitannya dengan budaya suku bangsa di
manapun berada dalam subkajian antropologi. Oleh karena itu, kajian etnolinguistik tidak
terbatas pada bahasa suku bangsa yang tidak mempunyai tulisan tetapi yang sudah mem-
punyai tulisan pun dapat dikaji. Spradley dalam Elizabeth, 1997: 140 berpendapat
bahwa setiap bahasa mempunyai banyak istilah penduduk asli yang digunakan oleh masyarakat
untuk merujuk hal-hal yang mereka alami dan nama benda yang ada di sekitar mereka.
Duranti 1997: 84 menjelaskan bahwa karena studi etnolinguistik mengkaji bentuk
linguistik yang mengungkapkan unsur kehidupan sosial, maka peneliti dalam bidang
ini harus memiliki cara untuk menghubungkan bentuk bahasa dengan kebiasaan perbuatan
budaya. Misalnya, orang Jawa mengenal lek- sikon petani terkait dengan mata pencaharian
utama masyarakat pedesaan seperti pari, gabah, beras, menir, katul, merang, damen,
derep, ani-ani, guwakan, methik, rasulan, tandur,
dan blak. Satuan lingual kata tersebut dapat dimaknai secara jelas rujukannya karena
pengguna menyampaikan dengan nilai rasa yang dalam sesuai dengan kebiasaan mereka dan
berdasarkan konteks sosial dan budaya.
Ungkapan senada oleh Hymes dalam Oktavianus, 2006: 116 dinyatakan bahwa
melalui etnolinguistik dapat ditelusuri bagaimana bentuk linguistik yang dipengaruhi
oleh aspek budaya, sosial, mental, dan psikologis; apa hakikat sebenarnya dari bentuk
dan makna serta bagaimana hubungan keduanya. Bentuk linguitik atau ungkapan yang
terdiri atas satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan teks dimaknai berda-
sarkan aspek sosial budaya, mental, dan psikologis antara penutur dan petutur. Satuan
lingual meliputi klausa, kalimat, paragraf, mono- log, minimum dialog, dan conversation
Sudaryanto, 1983: 179. Namun demikian, dalam penelitian ini, satuan lingual yang dibahas
hanya kata, frasa, dan maksud kedua satuan lingual berdasarkan konteks sosial dan
budayanya.
Kata adalah unsur bahasa yang diucap- kan atau dituliskan yang merupakan perwu-
judan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa KBBI,
2001: 513. Secara tradisional kata dikelom- pokkan menjadi 10 kelas, yaitu nomina, verba,
ajektiva, kata ganti pronomina, numeralia, adverbia, konjungtor, preposisi, kata sandang
artikula, dan kata seru interjeksi. Di sam- ping itu, terdapat kata ulang reduplikasi, yaitu
38
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 19, No. 1, Juni 2007: 35 - 50
kata yang diucapkan atau dituliskan secara berulang dengan makna dan jenis yang
berbeda-beda Mangunsuwito, 2002: 315. Selain beberapa jenis tersebut, dalam bahasa
terdapat satuan lingual kata majemuk, yakni gabungan dua kata atau lebih yang membentuk
satu kesatuan dengan suatu makna yang baru dan makna barunya itu tidak dapat ditelusuri
dari unsur-unsur pembentuknya.
Adapun frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang masing-masing
mempertahankan makna dasar katanya, sementara gabungan itu menghasilkan suatu
relasi tertentu, dan tiap kata pembentuknya tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan
predikat
dalam konstruksi Keraf, 1991: 175. Frasa adalah kelompokgabungan kata yang
tidak bersifat predikatif dan hanya mempunyai kemampuan menduduki salah satu jabatan
kalimat. Tarigan 1984: 50 menyatakan bahwa frasa adalah satuan linguistik yang secara
potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa.
2. Metode Penelitian