Apa kepanjangan dari PKMD ? 2. Kapan Hari Gizi Nasional diperingai ?

8 MediakoM No.28FEBRUARI2011 PerTanyaan Saya dokter baru lulus dan ingin menjadi dokter Ptt di daerah, bagaimana dan apa syarat menjadi dokter Ptt? terima kasih. JawaB Untuk dokter Ptt daerah persyaratan dan waktunya dapat ditanyakan ke Dinas Kesehatan peminatan yang akan dituju, karena untuk Ptt daerah yang mengadakan adalah Pemerintah Daerah setempat. Sedangkan untuk Ptt Pusat dapat dilihat di website Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan: htp:www.depkes.go.id. PerTanyaan Saya mahasiswa fakultas kedokteran salah satu universitas swasta di yogyakarta. Saya telah membaca dari website Kementerian Kesehatan yang menjelaskan program internsip dokter Indonesia. Saya berminat untuk mengikui program tersebut. Apakah saya bisa mengikui program internship di daerah asal yang membutuhkan tenaga internship? JawaBan Untuk pengajuan daerah program Internsip masih ditentukan berdasarkan perimbangan Komite Internship Dokter Indonesia KIDI Propinsi dan Pusat pada tempat- tempat yang telah disiapkan wahana yang telah dinilai berdasarkan perimbangan KIDI. Pengajuan program Internsip dilakukan secara kolekif melalui universitas masing- masing. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan: Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan No telp. 021 - 7245517 72797302 7258606 Kirimkan jawaban kuis dengan mencantumkan biodata lengkap nama, alamat, kotakabupaten, provinsi, kode pos dan no telp yang mudah dihubungi. Jawaban dapat dikirim melalui : • Email : puskom.publikyahoo.co.id • Fax : 021 - 52907421 • Pos : Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kemenkes Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9, Jakarta Selatan Jawaban diterima redaksi paling lambat minggu keempat terakhir bulan Maret 2011. Nama pemenang akan diumumkan di Majalah Mediakom edisi XXIX April 2011. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan mendapat t-shirt dari Mediakom. Hadiah pemenang akan dikirim melalui pos. MediaKuis Kuis ini idak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat komunikasi Publik kemenkes Ri. 1. Apa kepanjangan dari PKMD ? 2. Kapan Hari Gizi Nasional diperingai ? 3. apa itu Jampersal ? No.28FEBRUARI2011 MediakoM 9 MenkeS lanTik PeJaBaT BarU eSelon ii enin, 3 Januari 2011, Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melanik para pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan struktur organisasi yang baru berdasarkan Permenkes No. 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Kesehatan. Para pejabat yang dilanik sebagian besar adalah pejabat lama, ada yang mutasi dan ada pula yang promosi. Para pejabat yang dilanik di lingkungan Sekretariat Jenderal, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, dr. H. Abdul Rival, M.Kes, sebagai Kepala Biro Kepegawaian, Achmad Djohari, SKM, MM sebagai Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara, Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.FK, Sp.KP sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sukendar Adam, DIM, M.Kes sebagai Kepala Biro Umum, dr. Elizabeth jane Soepardi, MPH, DSC sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi, Dra. Niniek Kun Naryaie sebagai Kepala Pusat Kerjasama luar Negeri, Mudjiharto, SKM, MM sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, drg. Usman Sumantri, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, drg. Muri Utami, MPH sebagai Kepala Pusat Komunikasi Publik, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowai, MM sebagai Kepala Pusat Promosi Kesehatan, dr. H. Kemas M. Akib Aman, Sp.R, MARS sebagai Kepala Pusat Intelegensia Kesehatan, dr. H. Tauik Tjahjadi, Sp. S sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji. Inspektorat Jenderal, drg. S.R. Musikowai, M.Kes sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Drs. Wijono Budihardjo, MM sebagai Inspektur I, dr. Zusy Arini Widyai, MM sebagai Inspektur II, Arsil Rusli, SH, MH sebagai Inspektur III, Drs. Mulyanto, MM sebagai Inspektur IV, Drs. Wayan Rai Suarthana, MM sebagai Inspektur Invesigasi. Direktorat Bina Upaya Kesehatan, dr. H. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Bambang Sardjono, MPH sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar, dr. H. Chairul Radjab Nasuion, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Suhartai, S.Kp, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik, dr. Zamrud Ewita Aldy, Sp.PK, MM sebagai Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, dr. Irmansyah, Sp.KJK sebagai Direktur Bina Kesehatan Jiwa, dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp.PD sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Ayi Djembarsari, MARS sebagai Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSUPN Dr. Cipto S 10 MediakoM No.28FEBRUARI2011 Mangunkusumo Jakarta, dr. MohammadAli toha, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Tri Wisesa Soeisna, Sp.BK BTKV sebagai Direktur Pelayanan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, drg. Dience Erwina Indriyani, MARS sebagai Direktur Umum dan Operasional RS Kanker Dharmais Jakarta, dr. Andi Wahyuningsih Atas, Sp.An sebagai Direktur Utama RSUP Fatmawai Jakarta, drg. RR. Poppy Mariani Juliani, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUP Persahabatan Jakarta, dr. Rochman Arif, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, drg. Tri Putro Nugroho, M.Kes sebagai Direktur SDM dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar, dr. Elzarita Arbain, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Sanglah Denpasar, dr. Lukmanul Hakim Nasuion, Sp.KK sebagai Direktur medik dan Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan, Agusinus Pasalli, SE, MM sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, dr. Iwan Sovani, Sp.M, M.Kes sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RS Mata Cicendo Bandung, drg. liliana lazuardy, M.Kessebagai Direktur RS Kusta Sitanala tangerang, dr. Ali Muchtar, Sp.Pk, MARS sebagai Kepala Balai Besar Labkes Jakarta. Di lingkungan Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Wisianto Wisnu, MPH sebagai Sekretaris Direktorat jenderal, Dr. Minarto, MPS sebagai Direktur Bina Gizi, dr. Ina Hernawai, MPH sebagai Direktur Bina Kesehatan Ibu, dr. Kirana Pritasari, MQIH sebagai Direktur Bina Kesehatan Anak, dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Kesehatan tradisional, Alternaif dan Komplementer, dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS sebagai Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Prwadi, Apt., MM, ME sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Seiawan Soeparan, MPH sebagai Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Bio. Med. sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Dra. Nasirah Bahaudin, Apt., MM sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drs. t. Bahdar Johan Hamid, M.Pharm sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Di lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. Yusharmen, D.Comm. H, M.Sc sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. H. Andi Muhadir, MPH sebagai Direktur Surveilans, Imunisasi, Karanina dan Kesehatan Matra, dr. H. M. Subuh, MPPM sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Rita Kusriastui, M.Sc sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dr. H. Azimal, M.Kes sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, drh. Wilfred Hasiholan Purba, MM, M.Kes sebagai Direktur Penyehatan Lingkungan, Hary Purwanto, SKM, M.Epid sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSPI Prof. Dr. Suliani Saroso Jakarta, dr. Slamet, MHP sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan KKP Kelas I Makassar. Di lingkungan Badan Peneliian dan Pengembangan Kesehatan, drg. Tini Suryani Suhandi, M.Kes sebagai Sekretaris Badan, Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. sebagai Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, dr. Siswanto, MHP, DTM sebagai Kepala Pusat Teknologi terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Dede Anwar Musadad, SKM, M.Kes sebagai Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, drg. Agus Suprapto, M.Kes sebagai Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Di lingkungan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Suhardjono, SE, MM sebagai Sekretaris Badan, drg. Tritarayai, SH sebagai Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Drs. Sulisiono, SKM, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelaihan Aparatur, dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelaihan Tenaga Kesehatan, Ir. Ace Yai Hayai, MS sebagai Kepala Pusat Standardisasi, Seriikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan, serta Dra. Meinarwai, Apt., M.Kes sebagai Kepala Balai Besar Pelaihan Kesehatan Jakarta.§ MenkeS MeMBerikan UcaPan SelaMaT kePada PeJaBaT BarU No.28FEBRUARI2011 MediakoM 11 enkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH menyatakan susu formula yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan termasuk produk susu formula, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM melakukan sampling dan pengujian susu formula yang beredar di pasaran. Uji sampling produk itu dilakukan berturut-turut sejak tahun 2008, 2009, 2010 dan sampai awal Februari 2011. Hasilnya menunjukkan seluruh sampel yang diuji idak mengandung Enterobacter sakazakii. Para ibu yang memiliki bayi diimbau untuk memberikan air susu ibu ASI Eksklusif. Yaitu memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan dan tetap melanjutkan sampai 2 tahun. Setelah 6 bulan disamping ASI bayi diberi makanan pendamping ASI. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini disampaikan Menkes dalam jumpa pers bersama Kepala BPOM Dra. Kustaninah, Apt, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI dr. Badriul Hegar, Sp.A dan Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB Dedy Muhammad tauhid, SH, MM di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informaika, Jakarta 10 Februari 2011. Jumpa Pers yang dipandu Menteri Komunikasi dan Informaika Tifatul Sembiring itu mendapat perhaian luas media massa cetak, elektronik maupun online. Para kuli inta ini sudah menani-nani kapan pemerintah mengumumkan merk susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2975 KPdt2009 tanggal 26 April 2010 memenangkan gugatan David Tobing agar para pihak yaitu IPB sebagai tergugat I, Kepala Badan POM sebagai tergugat II dan Menteri Kesehatan sebagai tergugat III mengumumkan merk dan jenis susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii ES. Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih menambahkan, indakan produsen susu formula yang memasarkan produknya dengan membagi-bagikan sampel grais di rumah bersalin, merupakan kebijakan yang idak eis. “ Saya mengecam keras pihak- pihak yang mempromosikan susu formula dengan cara membagikan sampel grais di rumah bersalin”, ujar Menkes. Kementerian Kesehatan idak tahu menahu merek susu formula yang menurut hasil peneliian FKH IPB tahun 2006 mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. “Dipaksa seperi apa pun, kami idak tahu M SUSU ForMUla yang Beredar aMan 12 MediakoM No.28FEBRUARI2011 nama produk susunya karena bukan kami yang melakukan peneliian”, ujar Menkes. Menkes mengatakan, peneliian yang dilakukan penelii IPB adalah kajian ilmiah yang independen. Peneliian ilmiah itu prosesnya bertahap dan IPB memiliki independensi untuk melakukan peneliian. IPB idak mempunyai kewajiban untuk melaporkan hasil peneliiannya kepada Menteri Kesehatan maupun kepada Badan POM. Ditambahkan, kasus infeksi Enterobacter sakazakii jarang ditemukan. Berdasarkan publikasi WHO tanggal 13 Februari 2004 dan laporan tahun 1961 sampai 2003, di seluruh dunia ditemukan 48 bayi yang sakit, sementara di Indonesia belum ada laporan. Kementerian Kesehatan idak menganjurkan pemberian susu formula bagi bayi, kecuali ada indikasi medis baik bagi ibu maupun bayinya yang idak memungkinkan memberikan ASI Eksklusif, maka susu formula boleh diberikan. Namun harus disiapkan secara baik untuk mencegah terinfeksi bakteri Enterobacter sakazakii, yaitu menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi kurang lebih 70 derajat celcius. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan oleh bayi dan sesuai takaran yang tertera pada label. Sisa susu yang dilarutkan dibuang setelah 2 jam. Para ibu juga perlu mengetahui bahwa susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit, tambah Menkes. Kepala BPOM, Dra. Kustaninah menyatakan, insitusi yang dipimpinnya memiliki otoritas pengawasan secara terus menerus terhadap produk pangan termasuk produk formula bayi. Pengawasan dilakukan secara komprehensif sesuai dengan kaidah yang berlaku secara internasional melipui pengawasan yang dimulai dari produk sebelum beredar pre market control sampai dengan produk di peredaran post market control. Post market control dilakukan secara ruin antara lain melalui inspeksi terhadap sarana produksi untuk pemenuhan penerapan persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik CPPB. Selain itu juga dilakukan sampling produk dari peredaran untuk dilakukan pengujian laboratorium . Sebagai respon atas hasil peneliian IPB yang dipublikasikan Februari 2008 dan untuk melindungi kesehatan masyarakat serta menjamin bahwa susu formula bayi yang beredar memenuhi syarat pada Maret 2008, BPOM telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 96 produk formula bayi. Meskipun pada saat itu sebenarnya belum ditetapkan adanya persyaratan cemaran bakteri ES dalam produk formula bayi berbentuk bubuk baik secara nasional maupun internasional Codex Alimentarius Commission=CAC. Hasil pengujian Badan POM menunjukkan seluruh sampel yang diuji idak mengandung Enterobacter sakazakii. Pada tahun 2009 dilakukan sampling dan pengujian terhadap 11 sampel, tahun 2010 sebanyak 99 sampel, dan tahun 2011 sampai dengan awal Februari sebanyak 18 sampel. “Hasil pengujian menunjukkan seluruh sampel idak mengandung Enterobacter sakazakii,” papar Kustaninah. Kepala Badan POM menghimbau masyarakat agar idak perlu khawair untuk mengkonsumsi susu formula bayi dengan tetap mengikui petunjuk penyimpanan, penyiapan dan penyajian sesuai dengan petunjuk yang tercantum dalam label. Badan POM akan tetap mengawal keamanan, mutu dan gizi produk pangan yang beredar dan apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Biro Hukum dan Humas atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen dengan alamat ulkyahoopom.go.id atau telp. 021-4263333 021-4263333 atau 021-32199000 021-32199000, ujar Kustanitah. PeneliTian Pada TikUS. Polemik tentang susu formula berbakteri muncul keika tahun 2008 IPB mempublikasikan hasil peneliian yang dilakukan penelii dari FKH IPB. Dari peneliian itu ditemukan 22,73 dari 22 sampel susu formula yang ditelii mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Penelii mengambil sampel peneliian produk susu formula dan makanan bayi yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Peneliian dilakukan pada mencit anak ikus. Ketua Umum IDAI dr. Badriul Hegar mengatakan, bakteri Enterobacter sakazakii sebetulnya ada dimana- mana, seperi air dan udara. Namun pada suhu 70 derajat celcius bakteri itu mai. “ Botol susu yang idak bersih, cara memasak air yang idak sampai mendidih, dan cara penyajian susu yang idak tepat merupakan potensi terjadinya kontaminasi bakteri”, ujarnya. Dr. Hegar meminta semua pihak melakukan upaya promoif dan prevenif, misalnya memperhaikan cara-cara penyajian susu formula yang hygienis. Yang lebih pening adalah memprioritaskan pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran bayi dibandingkan memberikan susu formula. “ Kami juga meminta agar pemerintah tetap menjamin keamanan pangan terutama makanan bayi”, kata Katua IDAI. Sementara itu, Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB, Dedi Muhammad tauhid, SH, MM menyatakan ia idak dapat mengumumkan susu formula yang mengandung bakteri ES karena hingga 10 Februari 2011, IPB belum menerima secara resmi salinan putusan kasasi dari MA. Pihaknya tahu tentang Putusan Kasasi MA dari website Mahkamah Agung. “Jika kami telah menerima salinan putusan MA itu, IPB akan melaksanakan hal-hal yang sudah diatur secara hukum, tentunya setelah melalui kajian dan perimbangan- perimbangan. Karena itu IPB belum bisa memaparkan datanya seperi yang diminta pengadilan. “, papar Dedi.§ No.28FEBRUARI2011 MediakoM 13 andakah seorang Humas? ekerjaan seorang humas yaitu mempromosikan. Humas proses terus menerus dari usaha-usaha untuk memperoleh kemauan baik dan pengerian dari pelanggan, pegawai, dan publik yang lebih luas. Dalam pekerjaannya, seorang humas membuat analisis ke dalam dan perbaikan diri, serta membuat pernyataan-pernyataan keluar. Pada umumnya kesan yang jelek datang dari keidak-pedulian, prasangka buruk, sikap melawan, dan apais. Seorang humas harus mampu untuk mengubah hal-hal tersebut menjadi pengetahuan dan pengerian, penerimaan dan ketertarikan. Berikut hal-hal yang perlu mendapat perhaian bagi seorang humas. keSan iMage Kesan disini berari ”gambaran yang diperoleh seseorang tentang suatu fakta sesuai dengan ingkat pengetahuan dan pengerian mereka terhadap suatu produk, orang, atau situasi”. PengeTaHUan Humas memiliki peran pening dalam membantu menginformasikan pada publik internal dalam organisasi dan publik eksternal luar organisasi dengan menyediakan informasi akurat dalam format yang mudah dimengeri. Untuk itu diburuhkan pengetahuan yang luas. MenciPTakan keTerTarikan Humas juga harus dapat menciptakan ketertarikan publik dalam suatu situasi atau serial situasi, yang bisa jadi berpengaruh besar dalam suatu organisasi atau sekelompok orang. MenggUnakan STraTegi yang eFekTiF. Penerimaan masyarakat mungkin bersikap melawan pada sebuah situasi karena mereka idak mengeri apa yang sedang terjadi, atau menganggap hal tersebut terjadi. Profesi humas mempunyai peran kunci untuk menjelaskan sebuah situasi atau kejadian dengan sejelas- jelasnya .Sehingga sikap menentang, berubah menjadi atmosfer menerima penjelasan SiMPaTi Dengan mengemukakan informasi secara jelas dan idak bias, merupakan salah cara untuk meraih simpai. keSalaHan UMUM Kesalahan umum terjadi karena menganggap program humas sebagai program jangka pendek, dan program penanggulangan reakif saat terjadi hal-hal yang idak diinginkan atau keika hubungan dengan masyarakat menjadi buruk. PekerJaan HUMaS Tujuh puluh persen dari kegiatan seorang humas berhubungan dengan tulis menulis selain tugas- tugas lainnya. Diantaranya adalah menjalin hubungan baik antar lembaga baik pemerintah maupun non pemrintah, menjalin hubungan baik dengan mitra disini Media, Merancang pesan temaik agar pesan yang disampaikan oleh organisasi memiliki keseragaman keterkaitan pesan, melakukan segmentasi media, dimana seorang humas harus mampu memformulasikan keseimbangan saling dukung antara media cetak dan elektronik, komunikasi interakif. Tersedianya rubrik konsultasi atau jasa layanan konsumen melalui telpon PtRC, menjaga reputasi dan citra melalui pemanfaatan kekuatan pesan dan atau kombinasinya, Iklan muliguna memanfaatkan momentum psikologis, Melakukan iklan layanan masyarakat. Semua itu berkaitan pesan yang akan di sampaikan kepada publik dengan media yang di kemas berbeda sesuai kebutuhan. Produk-produk tertulis kehumasan antara lain siaran pers yaitu informasi yang mengandung nilai berita dan disampaikan kepada publik melalui media massa., media internal contohnya Mediakom, laporan tahunan, advetorial, proil instansiperusahaan, lembaran berita Newsleter, penulisan komentar pembaca surat pembaca, penulisah naskah pidato, Iklan layanan masyarakat dan lainnya.§ YN-dari berbagai sumber P 14 MediakoM No.28FEBRUARI2011 P embangunan kesehatan idak terlepas dari kinerja Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan paripurna. Puskesmas, sebagai unit pelaksana teknis dari isitusi pemerintah bidang kesehatan yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kecamatan, menyelenggarakan pelayanan pengobatan, pemulihan kondisi pasien, pencegahan penyakit, peningkatan kualitas hidup dan promosi kesehatan. Puskesmas telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1968 dan hasil yang dicapai telah cukup membanggakan. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, Puskesmas telah banyak berperan dalam penurunan Angka Kemaian Ibu AKI dan Angka Kemaian Bayi AKB serta peningkatan M E DI A U TA M A BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN dr. UnTUng SUSeno SUTarJo, M.keS kePala Biro Perencanaan dan anggaran No.28FEBRUARI2011 MediakoM 15 Umur Harapan Hidup UHH. Sampai saat ini tercatat 8.737 Puskesmas yang beroperasi dengan segala keterbatasan kondisi dari seiap Puskesmas. Kebijakan yang mendukung keberadaan Puskesmas telah ada melalui Kepmenkes 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, dinyatakan bahwa 1 Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama melipui upaya kesehatan perorangan UKP = private goods dan upaya kesehatan masyarakat UKM = public goods . Penerapan kebijakan dasar Puskesmas perlu dukungan yang mantap dari berbagai pihak, baik poliis, peraturan perundangan maupun sumber daya dan pembiayaannya. Di era desentralisasi, pemerintah daerah mendapat kewenangan yang besar dalam pengelolaan keuangan dan fungsi-fungsi pemerintahan serta pelayanan, termasuk Puskesmas. Keadaan ini menyebabkan perubahan yang mendasar dalam pelayanan kesehatan. Perbedaan faktor sosio budaya, ingkat ekonomi, keadaan geograi dan demograi, ingkat kemampuan keuangan daerah menjadi perimbangan dalam perencanaan termasuk pengalokasian anggaran daerah. Pada kondisi yang bersamaan, ada beberapa daerah mengalami efek kurang menguntungkan dari kebijakan otonomi daerah, antara lain terjadi kurangnya biaya operasional Puskesmas sehingga keadaan tersebut memberi dampak pada penurunan performa Puskesmas. Kondisi ini diasumsikan merupakan predisposisi berbagai dampak buruk pada kesehatan masyarakat antara lain stagnansi penurunan AKI, AKB dan munculnya kembali beberapa penyakit infeksi serta meningkatnya kasus balita malnutrisi. Secara spesiik kondisi ini berdampak kepada uilitas pelayanan kesehatan terutama pada kelompok rentan seperi orang miskin, ibu dan anak, karena peningnya peran puskesmas dalam pembangunan kesehatan, maka performa puskesmas harus diopimalkan kembali. Menganisipasi hal ini, Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi puskesmas dan rencana aksinya. Maksud dari Revitalisasi Puskesmas adalah mengembalikan Puskesmas kepada konsep Puskesmas, ketenagaan Puskesmas dan pemenuhan sarana dan peralatan di Puskesmas sesuai nilai-nilai dasar dalam Kebijakan Dasar Puskesmas. Revitalisasi Puskesmas ini didukung dengan upaya terobosan yang dilakukan Kementerian Kesehatan yang sudah mulai diterapkan akhir tahun 2010 lalu, yaitu bantuan Operasional kesehatan bOk. BOK adalah bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten kota dalam rangka Tugas Pembantuan untuk operasional puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal SPM Kesehatan menuju Millennium Development Goals MDGs dengan meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat UKBM dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promoif dan prevenif. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan melalui BOK ini adalah: 1 Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana KB; 2 Imunisasi; 3 Perbaikan Gizi Masyarakat; 4 Promosi Kesehatan; 5 Kesehatan Lingkungan; dan 6 Pengendalian Penyakit. Untuk pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana, dilakukan kegiatan antara lain: 1 Pemeriksaan kehamilan; 2 Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten Fasilitasi untuk mendapatkan persalinan oleh tenaga kesehatan; 3 Pelayanan nifas; 4 Pelayanan kesehatan neonatus; 5 Pelayanan kesehatan bayi; 6 Pelayanan kesehatan balita; 7 Upaya kesehatan anak sekolah; 8 Pelayanan KB; 9 Pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk penelantaran gangguan jiwa; 10 Upaya kesehatan reproduksi remaja. Sumber dana untuk kegiatan BOK bersmber dari APBN Kementerian Kesehatan melalui Tugas Pembantuan TP. Alokasi dana BOK iap kabupaten kota ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Selanjutnya kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota menetapkan alokasi dana BOK iap Puskesmas di daerahnya dengan memperimbangkan antara lain: IPKM Linakes, UCI, DS, Peserta KB Akif, jumlah penduduk, luas wilayahkondisi geograis, kesulitan wilayah, dan jumlah Puskesmas. Dana BOK dimanfaatakan untuk membiayaan kegiatan operasional yang terdiri dari: perjalanan dinas, bahan habis pakai, pemeliharaan ringan, paket kegiatan manajemen, orientasi, dan sosialisasi program, serta honor. Perjalanan dinas ini melipui: transport petugas Puskesmas, Pustu, Poskesdes; transport kader kesehatandukun lintas sektor yang terlibat dalam kegiatan upaya kesehatan ojek, jalan kaki, sepeda motor, perahu, sewa perahu; transport Rujukan dari Desa ke Puskesmas, dari Puskesmas ke Rumah sakit kasus resiko inggi dan komplikasi kebidanan peserta Jampersal; uang penginapan bila diperlukan sesuai peraturan yang berlaku untuk desa terpencilsulit dijangkau; dan uang harian bila diperlukan sesuai peraturan yang berlaku untuk desa terpencilsulit dijangkau. Guna menjaga anggaran yang tepat guna dan tepat sasaran, pembinaan pengelolaan BOK dilakukan oleh Tim Pengelola BOK. Tim ini berada di seiap ingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota ditujukan agar dana BOK dapat dimanfaatkan secara efekif dan eisien untuk pencapaian tujuan sehingga dapat memberikan hasil seopimal mungkin. Tim Pengelola BOK di Pusat, Provinsi, dan KabupatenKota mencakup: 1 Pembinaan dilakukan secara berkala; 2 Pembinaan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan JamkesmasJampersal; 3 Pembinaan Puskesmas oleh Tim Pengelola BOK KabupatenKota dilakukan terhadap aspek teknis 16 MediakoM No.28FEBRUARI2011 kegiatan dan administrasi; 4 Pembinaan dilakukan mulai dari penyusunan RPKPOA dan penggerakkan-pelaksanaan kegiatan BOK; 5 Pembinaan dapat dilakukan melalui kunjungan lapangan secara acak untuk pembukian laporan Puskesmas; dan 6 Pembinaan dapat dilakukan melalui pertemuan koordinasi di ingkat KabupatenKota dengan mengundang Puskesmas. Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan kegiatan BOK dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional APF. kegiatan pengawasan BOK adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi danatau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, atau bentuk penyelewengan lainnya. Pengawasan kegiatan BOK melipui pengawasan melekat Waskat, pengawasan fungsional internal dan pengawasan eksternal. BOK berasal dari dana pusat Kementerian Kesehatan, maka yang berhak melakukan pengawasan adalah pengawas internal dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan pengawas eksternal, Badan Pemeriksa Keuangan BPK. Ke depan BOK menjadi sumber pembiayaan di Puskesmas yang potensional mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang lebih baik lagi. Diharapkan, masalah keterbatasan anggaran dapat diminimalisir dengan jumlah minimal anggaran BOK yang akan diberikan di seluruh Puskesmas di Indonesia.§ dr. Retni Yonti BOK Sebaiknya ada Komponen Jaspel S etahun Bantuan Operasional Kesehatan BOK bergulir. Aneka ragam sambutan dari pelaksana dilapangan bermunculan. Semua menyambut posiif, walau masih ada keluhan yang sayup-sayup terdengar seperi kerumitan melaksanakan dilapangan, laporan keuangan dan juga ada permintaan komponen Jasa pelayanan Jaspel, khususnya dari Kota Bekasi. Sebab Pemerintah Daerah Kota Bekasi memberi jaspel pada APBD nya. Untuk mengetahui lebih rinci bagaimana seluk beluk pelaksanaan BOK di Kota Bekasi, mediakom mewawancarai Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dr. Retni Yoni. Mohon diceritakan pengaruh dana Bok terhadap upaya peningkatan pelayanan kesehatan di kota Bekasi? Saya idak bisa menilai seperi itu, karena kita total anggaran di Puskesmas tahun 2010 itu 10 Milyar untuk satu Puskesmas. Kemudian, mereka sudah membuat rencana kegiatan per tahun. Membuat rencana pelaksanaan kegiatannya RPK terpadu setahun, terpadu per bulan. Jadi RPK terpadu itu sudah ada sumber dananya APBD. Sedangkan dari pusat yang ada sumber dananya baru Jamkesmas waktu itu. Sementara BOK turun danannya baru bulan Juni. Setelah turun dana BOK sebesar Rp 18 juta rupiah, penggunaanya antara BOK dan Jamkesmas idak No.28FEBRUARI2011 MediakoM 17 boleh tumpang indih, arinya sudah ditetapkan bahwa Jamkesmas hanya dalam gedung, BOK luar gedung. Yang tadinya sudah menganggarkan dengan Jamkesmas di luar gedung, gani dengan BOK. Kan begitu. Akhirnya BOK itu sebagai penggani Jamkesmas yang tadinya sudah dibikin perencanaanya pelayanan luar gedung. Cuma masalahnya ada beberapa kegiatan yang tadinya dibiayai Jamkesmas idak boleh dengan BOK. Saya melihat saklek banget juknisnya. Kalau Puskesmas membuat perencanaan idak sesuai dengan Juknis, saya coret. Tapi saya idak tau apa ada yang lewat, kan itu terbatas ya. Kemudian kita lihat outputnya apa, outcomenya apa, yang diharapkan apa. Jadi membuat perencanaannya memang ketat arah dan tujuannya percepatan pencapaian MDGs. Mungkin tahun lalu belum terlalu kelihatan pengaruhnya karena itu hanya sebagian kecil dari anggaran yang ada di Puskesmas. Hanya suplemen untuk operasional saja? Untuk operasional uji coba. Cuma walaupun begitu, kalau menurut orang-orang Propinsi Jawa Barat. Anggaran Puskesmas APBD 2 untuk Kota Bekasi itu cukup lumayan kalau dibandingkan kota-kota lain. Karena ada isilah grais di Puskesmas, jadi Pemerintah Daerah mengalokasikan operasional Puskesmas. Menurut saya sih cukup, sampai rawat inap juga grais dibiayai Pemerintah Daerah selama ini. Jadi BOK selama ini memang iap bulan buat RPK terpadu, yaitu APBD, Jamkesmas dan BOK. kalau selama ini untuk kegiatan di luar gedung sudah ada biaya operasionalnya belum? Sudah, dari APBD 2, tahun 2010 dari APBD 2 dan Jamkesmas. Jamkesmas juga boleh di luar gedung. Jadi dengan adanya Bok itu hanya untuk menambah jangkauannya saja? Menambah jangkauan, penggani yang idak dibiayai Jamkesmas. Jamkesmas sebelumnya boleh di luar gedung, boleh didalam gedung. Kemudian ada BOK, idak boleh luar gedung. Jadi, BOK ini kan promoif, prevenif. Jamkesmas kuraif saja. Yang sudah direncanakan Puskesmas dengan Jamkesmas, digani dengan BOK. Kemudian tambahan, barangkali di tengah perjalanan mereka mungkin ada cakupan-cakupan yang kurang. Misalnya untuk sweeping yang belum teranggarkan pada awal tahun, boleh pakai BOK. atau yang frekuensinya kurang boleh ditambahkan? Iya ditambah, karena perencanaannya setahun. Saya bilang kalau APBD kan idak boleh diubah-ubah karena sudah ketat RKA nya. Kalau kita merubah harus pakai perubahan. Kalau dari jamkesmas dan BOK masih leksibel, bukan berari leksibel seenaknya juga enggak. Jadi bener-bener perencanaannya bener, tapi bukan berari di tengah perjalanan idak boleh berubah, boleh berubah sesuai aturan. dapat dijelaskan tingkat kemanfaatannya, tadi ibu belum bisa menilai. Tapi secara umum apa? Kalau secara umum sangat membantu operasional. Untuk tahun 2011 mungkin baru kelihatan. Saya mendapat informasi dapat 100 juta sekarang, saya sudah membuat perencanaan, nani kalau idak dapat bisa kalang kabut. Karena anggaran APBD sudah diturunkan dari sana, dikurangi. Karena mereka bagaimana pun kemarin menutupi karena idak ada sumber lain. Sebetulnya kalau ada sumber lain, idak boleh tumpang indih. Karena sudah tahu ada BOK, maka APBD dikurangi. dengan adanya Bok, mungkin dari sisi tenaganya tambah semangat dan pencapaian programnya lebih baik, paling tidak 3 bulan terakhir? Mungkin untuk pencapaian ini ya, misalnya sasaran-sasarannya. Kemarin ada beberapa kegiatan yang idak teranggarkan seperi lansia dan jumanik dibiayai BOK . PHBS awalnya dari APBD idak ada anggaran, masuk BOK. Jadi ada seperi itu. Sweeping-sweeping untuk pemenuhan pencapaian target terutama imunisasi, itu juga dengan dana BOK. Setelah dievaluasi ternyata targetnya belum tercapai, maka dana BOK dialihkan untuk mendukung. Bisa mobile ya? Program-program yang prioritas, diutamakan dulu seperi KIA dan pencapaian ibu hamil. Tapi kalau ibu hamil tercapai, tapi ada yang agak riskan seperi imunisasi, yaitu UCInya. cakupannya belum tercapai, dengan adanya Bok dapat dikejar? Cakupannya belum, perencanaannya belum untuk sweeping, boleh dirubah untuk sweeping, hilangkan yang lain dulu. Fleksibel kalau saya bilang sih, tergantung pada cakupannya. Kalau untuk 2011 malah lebih banyak. kalau menurut ibu, idealnya Bok untuk kota Bekasi berapa per puskesmas? Ada masalah kalau BOK diperbanyak. kalau ideal itu kan kebanyakan juga tidak, kurang juga tidak, pas gitu lah, sehingga mencapai target? Ada masalah, kenapa? Kalau tadi menanyakan ada idak kegairahan petugas, boleh saya bilang kegairahan sih idak ya karena di APBD itu ada jasa pelayanan jaspel, sementara di BOK idak ada. Jadi mereka tambah banyak BOKnya, tambah hilang jaspelnya. Begitu masalahnya. Berapa Jaspel dari aPBd? Dana APBD ada jasa pelayanan sebesar 30, sebagai proteksi lah... Memang kalau dengan Bok, jaspelnya hilang? Tidak ada, kalau BOK idak ada jaspel. Tidak boleh mengeluarkan untuk jaspel. Arinya kalau misalnya operasional 1 Puskesmas itu Rp 300 juta rupiah, kemudian sekarang ada BOK Rp 100 juta rupiah, berari inggal Rp 200 juta rupiah. Kemarin mungkin 18 MediakoM No.28FEBRUARI2011 dengan APBD dibiayai 300, 30 nya sudah hampir Rp 100 juta rupiah. Sekarang dengan adanya Rp 100 juta rupiah, inggal Rp 200 juta rupiah, sehingga jaspelnya lebih sedikit yaitu 30 dari Rp 200 juta rupiah. Itu dari sisi petugas. Kalau kita mau total anggaran puskesmas itu, sebagian untuk jasa pelayanan. Sebetulnya bukan jasa pelayan, tapi proteksi. Arinya mereka mendapat tambahan. Bagaimana membagi dana Bok rp 100 juta rupiah tahun 2011? Penggunaan dan kebutuhan Puskesmas banyak yang idak sesuai dengan juknis BOK. Ada program topdown, itu idak ada, walaupun bukan basic tapi wajib. Kadang-kadang idak terbiayai karena BOK. Dana Rp 100 juta rupiah nani membaginya proporsional, bukan 100 juta per Puskesmas. Proporsional berdasarkan besar kecilnya Puskesmas. Kalau disamaratakan, Puskesmas nani bingung. Karena kegiatan yang sudah ruin dilakukan Puskesmas itu sudah tercukupi, tapi ada yang lain yang idak ada dalam BOK yang belum terbiayai. Dalam BOK idak boleh digunakan, APBD idak mencukupi untuk membiayai kegiatan tersebut. Jadi akhirnya ada sisa uangnya, tapi ada kegiatan yang belum terbiayai, diharapaka BOK dapat menutupi. Bagaiamana seni mengatur penggunaan aPBd dan Bok dilapangan? Memang APBD untuk pembelian, pemeliharaan, pembelian atk, untuk dalam gedung. Kemudian ada juga kegiatan dalam gedung seperi transport ke Dinas Kesehatan . Kalau Jamkesmas, untuk konsultasi masalah Jamkesmas, dibiayai Jamkesmas. Kalau BOK idak ada transport ke Dinas untuk konsultasi. Terus terang di Puskesmas itu tenaganya lebih banyak yang fungsional, jadi kalau dibebani terlalu berat semacam administrasi dengan sumber dana yang bermacam- macam, menuntut untuk sering datang ke Dinas perbaikan laporannya. Sedangkan dalam BOK idak ada dana untuk transport. Administrasinya yang dipisah dan dibedakan antara Jamkesmas dan BOK menyulitkan tenaga di Puskesmas dan juga Dinas. dari administrasi Bok, Jamkesmas, dan aPBd mana yang lebih rumit? Sama saja. Kalau APBD terikat dengan RKA, idak leksibel. Kalau dari pertanggung jawabannya atau pembukuannya sama saja. Namun yang membuat rumit adalah buku kas umum yang harus dibedakan dengan sumber dananya yang berbeda pula. kalau Bok itu lebih banyak digunakan untuk apa oleh Puskesmas? Untuk kegiatan luar gedung, misalnya Posyandu, penyuluhan, kunjungan rumah, sweeping untuk ibu hamil, validasi balita gizi buruk. Kemarin pernah dipakai untuk bulan penimbangan balita, untuk kader Rp 5000,- per balita. Biasanya seperi itu, seiap bulan penimbangan balita setahun sekali bulan Agustus. Satu balita, kadernya dikasih. Sebenarnya kalau pun dibatasi, tidak terlalu ketat? Ketat juga. Soalnya sudah ada di Juknisnya secara rinci. Misalnya jenis kegiatannya ada seperi penyuluhan, tapi di indikator outcomenya idak berkaitan. Kita melihat juga kegiatan yang diusulkan Puskesmas itu ada kaitannya dengan outcomenya, apabila idak berkaitan, idak disetujui. Yang dilihat itu adalah indikator outcome bukan prosesnya atau input. Hal itu juga membuat rumit dalam pemeriksaan RPK nya karena terpisah. Kalau bisa ya digabung saja ke APBD agar mempermudah, sehingga kita hanya memantau outcomenya saja. Yang terpening sasaran dan target tercapai, kemaian ibu dan balita turun, semua indikatornya tercapai. Kesulitannya juga dalam memeriksa apakah kegiatannya sesuai atau idak dengan Juknis karena terlalu rinci. Mengulang kembali bu, tadi belum dijawab tentang berapa idealnya Bok? Saya sebenarnya idak bisa mengatakan berapa idealnya BOK, mungkin hanya bisa mengusulkan agar dalam BOK itu dimasukkan jasa pelayanan jaspel. Jadi idealnya ada jaspel? Yang jelas operasional Puskesmas itu kan setahun 12 Milyar, terserah sumbernya dari mana saja. Pemerintah Daerah memang berharap ada sumber dana lain, tapi dengan penggunaan yang leksibel. Begitu juga kalau besarnya BOK disamaratakan misalnya 100 juta per Puskesmas, sedangkan ada Puskesmas yang anggarannya 132 juta, arinya hanya 32 juta dana dari APBD. Berapa jaspel mereka, pemeliharaan pembelian atk dan lain-lain idak mencukupi. Ada pula Puskesmas besar yang memiliki ruang rawat inap, anggarannya sampai milyaran rupiah. Bila mendapat BOK 100 juta, 900 juta dana dari APBD sehingga 300 juta hanya untuk jaspel. Ada kesenjangan antara sesama Puskesmas. Jadi serba salah, diterima bikin rumit, tidak diterima memang butuh dana tambahan? Diterima, Puskesmas teriak karena idak ada jaspel. Dan kalau idak diterima, kita memang kekurangan untuk operasional. Jadi ininya dimasukkan jaspel dalam BOK. Mungkin hanya di KabupatenKota Bekasi saja, didaerah lain belum tentu ada jaspel. apakah tidak bisa kalau jaspelnya dari aPBd untuk Bok ini? Bunyinya idak seperi itu. Kecuali BOK masuk ke dalam APBD, itu bisa diperimbangkan seperi itu. Tapi kalau terpisah, untuk kegiatan dana dari BOK sedangkan jaspel diambil dari APBD, agak sulit laporannya. Mungkin bisa saja setengah dari APBD dan setengah lagi dari BOK. Jaspel ini sudah ada sejak awal sehingga sulit untuk dihilangkan, untuk penyemangat juga bagi tenaga Puskesmas. Begitu juga dengan kader, biasanya kita beri insenif. Apabila idak ada insenif, maka akan menuntut. Pada prinsipnya BOK sangat membantu untuk kegiatan operasional.§Pra, Echi No.28FEBRUARI2011 MediakoM 19 Dr. Retno Maharsi, MKM Dana BOK mendatangkan Berkah B antuan operasional kesehatan BOK diluncurkan untuk meningkatkan mobilitas pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas. BOK dapat digunakan untuk membiayai pendataan sasaran seperi ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, balita, kasus resiko inggi, pasangan usia subur, kunjungan rumah, surveilans, pelayanan posyandu, kegiatan sweeping, rujukan, pemberian makanan tambahan PMT dan berbagai kegiatan prevenif dan promoif lainnya. Puskesmas Pejuang Kota Bekasi, salah satu dari ribuan puskesmas yang menyelenggarakan BOK. Banyak keunikan dan suka-dukanya, mulai dari membuat perencanaan sesuai dengan petunjuk teknis, pelaporan dan pertanggung jawaban keuangannya. Bagaimanakah suka dukanya ? Berikut penjelasan Kepada mediakom dari Kepala Puskesmas Pejuang, dr. Retno Maharsi, MKM. Mohon diceritakan pencairan dana Bok? Untuk menggunakan dana BOK harus membuat rencana terlebih dahulu, kemudian diajukan ke Dinas Kesehatan. Mengajukan rencana idak cukup sekali, karena masih ada perbaikan dan penyesuaian dengan juknis. Pada tahun 2010, BOK baru turun bulan Juli, sehingga baru dapat melakukan realisasi. Kecamatan Pejuang Kota Bekasi mempunyai 4 desa, data penduduk menurut BPS kurang lebih 130 ribu, dengan 100 Posyandu. Dengan dana APBD cukup mepet, dana BOK menjadi berkah. Setelah membaca juknisnya berulang- ulang, ininyai kegiatan BOK untuk di luar gedung seperi pencegahan. Tahun 2010, kami mengutamakan data PHBS. Dari 4 Kelurahan diambil 2000 KK, masing masing Kelurahan 500 kk, kemudian dibagi ke seluruh Posyandu untuk mengambil data PHBS. Data PHBS antara lain tentang imunisasi, perilaku merokok, ASI ekslusif, ibu, anak dan lingkungan. Bagaimana mengalokasikan kegiatan menggunakan dana Bok? Dana BOK dapat mengurangi beban APBD 2. Puskemas Penjuang mendapat dana BOK Rp 18 juta rupiah. Dana tersebut digunakan dua setengah bulan, termasuk untuk foging atau transportasinya. Material foging berasal dari Dinas Kesehatan, operasional tenaga penyemprot menggunakan dana BOK. Saat ini penyakit demam berdarah sangat inggi, tentu idak ingin terjadi wabah seperi tahun lalu. Tahun 2011 gejalanya meningkat dua kali lipat. Dengan menyatakan KLB demam berdarah, masyarakat menjadi sangat peduli dan semangat melakukan pemberantasan sarang nyamuk PSN. apa sudah pernah klB dBd? Pernah, tahun 2008 Bekasi dinyatakan KLB oleh Pemerintah. Sehingga sekarang harus terus melakukan anisipasi utamanya melakukan penyuluhan, pertemuan kader maupun di lokakarya mini untuk memaksimalkan juru manteri jenik Jumaik. Bagaimana peng- SPJ-an Bok? BOK sama Seperi Jamkesmas. Awalnya sulit, tapi setelah mendapat pelaihan dan berdiskusi, memang terasa mudah. Demikian juga dengan BOK, setelah memahami pasi akan mendapat kemudahan dan sederhana. Tak sepelik dan kaku seperi yang dibayangkan. Memang awalnya meraba- raba, ternyata di luar dugaan setelah dikerjakan, ternyata sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Bagaimana rencana Bok 2011? BOK 2011 kelihatan lebih heboh dari 2010. Saat ini sudah rencana. Berawal dari data PHBS, tampaknya membutuhkan dana yang cukup banyak dari BOK, terutama pelaksanaan PHBS kelapangan. Sebab begitu ada kasus diikui indak lanjut untuk anisipasi. Begitu juga bila ada laporan dari rumah sakit langsung diindak lanjui. Kepada teman-teman Pembina wilayah, di masing-masing pos iap kelurahan, saya berpesan begitu ada panas, harus 20 MediakoM No.28FEBRUARI2011 kunjungan lapangan, itu berari survei nonakif. Kalau ada panas 30 C, sudah harus waspada, kemungkinan kasus demam berdarah. Tidak hanya pasif , menunggu surat dari rumah sakit, tapi harus bergerak untuk anispasi. dapat dirinci kegiatan PHBSdengan budget rp 100 juta rupaih tahun 2011? Untuk membiayai kegiatan PHBS di Posyandu selama setahun pada 4 puskesmas membutuhkan Rp 48 juta rupiah, diantaranya transport kader Posyandu. Sehingga akan mempunyai daya ungkit yang besar, seperi pencapaian imunisasi, pendataan Ibu hamil, penimbangan balita dengan baik, dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu, dibutuhkan Rp 1 juta rupiah seiap bulan untuk validasi gizi buruk. Bagaimana cakupan kegiatan Bok di tingkat puskesmas? Bila dilihat dari rekap hasil cakupan akhir desember 2010, dari 14 indikator Standar Pelayanan Minimal SPM, terdapat 9 indikator yang ingkat capaiannya melebihi 90 yaitu cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan, cakupan pelayanan nifas, cakupan kunjungan bayi, cakupan pelayanan balita, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan dan cakupan penjaringan anak SD dan seingkatnya, cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat serta cakupan penemuan dan penanganan penderita DBD, TB Paru, Kusta, Pnemoni dan diare. Sedangkan yang dibawah 90 yaitu cakupan kunjungan ibu hamil, cakupan komplikasi risi dan cakupan peran KB akif. Bagaimana realisasi keuangannya? Dari pagu Rp 18 juta rupiah, terserap Rp 16.320.000,- . Sebenarnya masih banyak program yang akan dikerjakan, karena terbatas waktu pelaksanaan, sehingga penyerapannya idak mencapai seratus persen. Apalagi pencairannya juga dua kali. Kali pertama 80 dan setelah menjelang cloosing 20 lagi. Pencairan terakhir ini yang idak terserap.§Pra MENGINTIP BOK DI PUSKESMAS CIPUTAT P uskesmas Ciputat yang terletak di jl. Ki Hajar Dewantara Ciputat mendapatkan bantuan Bantuan Operasional Kesehatan BOK bulan Juli tahun 2011 sebesar 11, 725 juta, dana tersebut salah satunya di gunakan untuk transport dalam penyuluhan posyandu, poswindu misalnya penyuluhan sanitasi, penyuluhan hidup sehat, perilaku bersih sekolah- sekolah dan lainnya. Di Tangerang Selatan sebagaidaerah penyanggah ibu kota DKI Jakarta, jumlah bantuan BOK yang di terima diseiap Puskesmasnya pun berbeda, “ Puskesmas Ciputat adalah yang paling sedikit menerima bantuan BOK ini” di sampaikan Kepala Puskesmas ciputat dr. Abdilah Assegaf. Bantuan BOK di berikan atas kewenanggan dari Dinas Kesehatan setempat. Dengan adanya BOK ini sangat membantu untuk kegiatan di lapangan, karena selama ini dana operasional idak ada, kalaupun ada sangat kurang. No.28FEBRUARI2011 MediakoM 21 Misalnya untuk lokakaryamini transport dan konsumsinya. Sebelum mendapatkan BOK kita menggunakan dana Jamkesmas termasuk untuk operasional. Yang menjadi masalahnya adalah walaupun perbulannya kegiatannya lebih banyak, tetapi di akhir bulan ini sudah habis biayanya, di khawairkan jika dana habis kegiatan juga ikut berheni sedangkan penyuluhan tetap harus berjalan. Untuk menganisipasi hal tersebut kepala Puskesmas Ciputat dr. Abdilah Assegaf mendata bantuan dana dari Jamkesmas berapa dan BOK berapa, di rinci dan di bagikan untuk kegiatan dua belas bulan. Jangan sampai dana habis tetapi kegiatan masih PeMerinTaH Pusat telah membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat UKBM untuk meringankan kebutuhan biaya operasionalkegiatan melalui kucuran dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK. Realisasi BOK telah dimulai pada pertengahan tahun 2010 dan akan terus diingkatkan pada tahun-tahun mendatang. BOK adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan di harapkan dapat meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat UKBM dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promoif dan prevenif sesuai Standar Pelayanan Minimal SPM menuju Millenium Development Goals MDGs. TUJUan PeMBerian dana Bok Tujuan umum meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promoif dan prevenif untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. TUJUan kHUSUS yaiTU 1. Memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promoif dan prevenif kepada masyarakat. 2. Menyediakan dukungan biaya untuk upaya kesehatan yang bersifat promoif dan prevenif bagi masyarakat. 3. Mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Alasan lain diluncurkannya dana BOK yaitu empat fungsi Puskesmas dinilai belum berjalan opimal yaitu: Puskesmas sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. UPaya keSeHaTan aPa SaJa yang daPaT didanai dari dana Bok? Alokasi pemakaian dana BOK di Puskesmas jaringannya serta UKBM melipui 3 kelompok besar, yaitu: Upaya kesehatan, penyelenggaraan manajemen Puskesmas, serta upaya dukungan untuk keberhasilannya. Upaya kesehatan wajib yang dapat dibiayai dari dana BOK mencakup upaya-upaya kesehatan promoif dan prevenif yang melipui: 1. Kesehatan Ibu dan Anak KIA dan Keluarga Berencana KB 2. Imunisasi 3. Gizi 4. Promosi kesehatan 5. Pengendalian Penyakit 6. Penyehatan Lingkungan Bantuan operasional kesehatan Bok bagi Puskesmas terus berjalan, Sedangkan perioritas kegiatan idak bisa di tunda lagi. Dana BOK untuk 2011 turun sekitar bulan Maret di harapkan idak telat, karena kegiatan sudah berjalan. Di Puskesmas Ciputat dokter ada lima dan untuk spesialisnya hanya seminggu sekali yaitu spesialis obgyn. Untuk SDM semuanya ada 25 tenaga medis untuk melayani melayani 300- 400 pasien seiap harinya. Target di harapkan SDM nya ada penambahan untuk melayani pasien yang banyak karena puskesms lebih mengutamakan pelayanan untuk masyarakat. Kalau pelayanan idak dilaksanakan kualitasnyapun kurang baik, banyak masalah, protes, surat kaleng dan sebagainya. Selama ini kita sudah berupaya dalam perbaikan sehingga surat kaleng, kotak saran idak ada lagi, idak ada lagi kriikan dari masyarakat, kalaupun ada kami melayaninya karena itu merupakan masukan buat kami. Untuk kaderisasi kami terus melakukan bimbingan bagi kader untuk dilapangan karena tenaga SDM yang terbatas. Dana BOK sangat di harapkan oleh Puskesmas untuk operasional kegiatan, di harapkan seiap Puskesmas mendapatkan 100 juta. Informasi yg kami terima dana BOK dapat turun bulan Maret ini tetapi kami belum tau dapatnya berapan Puskesmas Ciputat tahun ini, ujar dr. Abdilah. Dalam penggunaan BOK ini juga di harapkan ada panduan yang mengatur khusus dana BOK ini boleh nya di gunakan apasaja, kami juga takut jika naninya ada pemeriksaan dan dana yang di gunakan idak sesuai. Puskesmas Ciputat juga mengharapkan dari dana Bok dapat di gunakan lebih leksibel seperi untuk Alkes pembelian alat tensi dan lainnya. Di harapkan juga BOK harus jelas juga ada aturannya dalam penggunaannya dan pertanggung jawabannya supaya idak menyalahi aturan. Tahun 2011 ini di harapkan dari BOK ini juga dapat membeli makanan untuk pasien gizi buruk, yang sebelumnya menggunakan dana Jamkesmas, karena pasien yang di tangani disini banyak.§ 22 MediakoM No.28FEBRUARI2011 Bok adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat UKBM dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promoif dan prevenif sesuai Standar Pelayanan Minimal SPM menuju Millenium Development Goals MDGs. Kementerian Kesehatan telah mengucurkan BOK mulai tahun 2010 dan akan terus diingkatkan pada tahun mendatang. TUJUan Bok? Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promoif dan prevenif untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Serta mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. alaSan dilUncUrkan Bok? Empat fungsi Puskesmas dinilai belum berjalan opimal yakni, Puskesmas sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. UPaya keSeHaTan yang didanai Bok? 1. Pendataan sasaran ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, balita, kasus risiko inggi, rumah tangga, siswa, sekolah, pasangan usia subur, wanita usia subur, tempat-tempat umum, dll 2. Surveilans gizi, KIA, imunisasi, penyakit menular, penyakit idak menular, vektor, dll 3. Kunjungan rumahlapangan kasus drop out, kasus risiko inggi, perawatan kesehatan masyarakat, pendampingan minum obat, pemasangan siker P4K, dll 4. Pelayanan di Posyandu penimbangan, penyuluhan, pelayanan KIA, KB, imunisasi, gizi dll 5. Kegiatan sweeping, penjaringan, pelacakan, dan penemuan kasus 6. Pengambilan spesimen 7. Pengendalian dan pemberantasan vektor fogging, spraying, abaisasi, pemeriksaan jenik, pembagian kelambu, dll 8. Kegiatan promosi kesehatan termasuk untuk mendukung program prioritas penyuluhan, konseling luar gedung, pembinaan Poskesdes dan Posyandu, dll 9. Kegiatan pemantauan sanitasi air bersih, rumah, tempat-tempat umum, pengelolaan sampah, dll 10. Pengambilan vaksin 11. Rujukan dari Poskesdes ke Puskesmas dan atau dari Puskesmas ke Rumah Sakit terdekat untuk kasus KIA risiko inggi dan komplikasi kebidanan bagi peserta Jampersal 12. PMT penyuluhan dan PMT pemulihan untuk balita 6-59 bulan dengan gizi kurang Apa itu BOK? REFOR- MASI PRIMARY HEALTH CARE P rimary Health Care atau PHC sesuai dengan Deklarasi Alma Ata tahun 1978 adalah kontak pertama individu, keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan kesehatan. Pengerian ini sesuai dengan deinisi dalam SKN 2009, yang menyatakan bahwa Upaya Kesehatan Primer adalah upaya kesehatan dasar dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat dengan pelayanan kesehatan sebagai awal dari proses pelayanan kesehatan langsung maupun pelayanan kesehatan penunjang, dengan mekanisme rujukan imbal-balik, termasuk penanggulangan bencana dan pelayanan gawat darurat. Pelaku PHC adalah Pemerintah atau Swasta. No.28FEBRUARI2011 MediakoM 23 Di jajaran Pemerintah, PHC dilaksanakan oleh Puskesmas dan jejaringnya Pusling, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Poskestren, dll. Di kalangan swasta, PHC dilaksanakan oleh dokter prakik, bidan prakik, dan bahkan oleh Batra pengobat tradisional. Untuk meningkatkan kinerja PHC di Indonesia perlu dilakukan “revitalisasi” menghidupkan kembali, atau “reformasi” melakukan perubahan terhadap kebijakan yang sudah ada untuk perbaikan. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat memberikan keynote speech yang bertema “Reforming Primary Health Care In Indonesia” pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia PDK3MI di Batu, Malang 21 Januari 2011. Menkes menyebutkan seidaknya ada 3 hal yang menyebabkan PHC belum opimal yaitu pencapaian indikator SPM belum opimal berdasarkan hasil Riskesdas ; pencapaian indikator MDGs belum opimal, khususnya angka kemaian ibu ; adanya disparitas IPKM antar kabkota yang akar penyebab masalahnya terdapat pada “proses” dan “masukan”. Proses, misalnya: kurang opimalnya kegiatan public health promoif dan prevenif, kegiatan public health menurun, seperi: cakupan imunisasi, penanganan gizi buruk, Antenatal Care, ASI Eksklusif, P2M. Masukan, misalnya: kurangnya tenaga, dan juga pembiayaan yang idak opimal dan perlu kejelasan peran Pusat, Propinsi, Kabupaten Kota, ujar Menkes. Menurut Menkes, di masa depan Puskesmas sebagai pelaksana PHC sebaiknya idak hanya dibina oleh Dinkes Kabkota terkait kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat UKM, tapi juga perlu dibina oleh RS Kabkota terkait Upaya Kesehatan Perorangan UKP. Menkes menambahkan, Puskesmas sebagai focal point Primary Health Care PHC dibawahnya terdapat Puskesmas Pembantu Pustu, Puskesmas Keliling Pusling, Dokter Prakik dan Bidan Prakik. Di ingkat desa terdapat Polindes, Poskesdes, Posyandu, Pendidikan Anak Usia Dini PAUD, Bina Keluarga Balita BKB. Di ingkat supra-sistemnya terdapat Dinkes Kabkota dan RS Kabkota. Ditegaskan oleh Menkes bahwa masalah yang dihadapi dalam proses terkait PHC, antara lain setelah otonomi daerah, Puskesmas dinilai masih berat ke kuraif. Perlu diideniikasi lagi apakah front line atau ujung tombak pelaksana public health yang tepat adalah di ingkat Puskesmas atau ingkat PoskesdesPolindes. Di Thailand dan Malaysia posisinya di Klinik Desa. Selanjutnya, perlu dikaji lagi bagaimana remunerasi yang tepat untuk tenaga kesehatan. Apakah dalam bentuk gaji atau dengan model kontrak kinerja. Juga perlu dipikirkan struktur organisasi Puskesmas yang tanggap terhadap upaya public health , misalnya memisahkan UKP dan UKM. Karena itu diharapkan para dokter yang tergabung dalam PDK3MI memberikan masukan dalam melakukan reformasi PHC. Menkes mengingatkan, hendaknya Reformasi PHC mengadopsi pendekatan WHO dalam the WHO Annual Report 2008 dengan judul: “Primary Health Care, Now More Than 24 MediakoM No.28FEBRUARI2011 Ever ”, yang terdiri empat pilar yaitu : • Reformasi pembiayaan kesehatan, pembiayaan pemerintah lebih diarahkan pada upaya kesehatan masyarakat public goods dan pelayanan kesehatan bagi orang miskin. • Reformasi kebijakan kesehatan, kebijakan kesehatan harus berbasis fakta evidence based public health policy • Reformasi kepemimpinan kesehatan kepemimpinan kesehatan harus bersifat inklusif, parisipaif, dan mampu menggerakkan lintas sektor melalui kompetensi advokasi • Reformasi pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan dasar harus mengembangkan sistem yang kokoh dalam konteks puskesmas dengan jejaringnya serta dengan suprasistemnya Dinkes Kabkota, dan RS KabKota. Di samping itu, Menkes menegaskan agar dalam mereformasi PHC memperhaikan peraturan perundangan yang berlaku, baik yang terkait dengan kesehatan, keuangan, otonomi daerah, dan lainnya, misalnya UU No 36 tahun 2010 tentang Kesehatan, UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dari keiga UU tersebut, iik berat otonomi berada di pemerintah Kabkota, dan alokasi keuangan dari pemerintah pusat sudah diserahkan dalam bentuk Dana Alokasi Umum DAU. Dengan sistem DAU, maka alokasi besaran anggaran kesehatan di APBD KabupatenKota sangat bergantung kepada interaksi poliik antara pihak eksekuif, yaitu Dinkes KabKota, BupaiWalikota dan pihak legislaif, yaitu DPRD, ujar Menkes. Menurut Menkes, di masa mendatang konsep PHC yang diinginkan adalah : Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat; pusat pelayanan kesehatan komprehensif di strata pertama dan UKM dan UKP. Disamping itu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat UKBM dapat berjalan secara lintas sektor, Puskesmas sebagai pembina teknis, mendapat alokasi anggaran yang cukup untuk upaya kesehatan masyarakat public goods , serta terdapat sistem yang jelas mengenai peran Puskesmas dan jejaringnya termasuk dengan Dinkes KabKota, RS KabKota. Sejalan dengan berlakunya UU Otonomi Daerah, Puskesmas idak lagi menjalankan program pokok yang seragam. Berdasarkan Kepmenkes No.1282004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, program Puskesmas terbagi dua, yakni program wajib dan program pengembangan. Program wajib terdiri dari enam program pokok six basics, yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular, KIA dan KB, serta pengobatan dasar. Bila diperlukan penambahan Program Puskesmas, maka program tersebut disebut program pengembangan sesuai kebutuhan lokal atau lokal spesiik.§Smd No.28FEBRUARI2011 MediakoM 25 ROKOK PENYEBAB UTAMA RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR enurut data WHO, lebih dari satu milyar orang di dunia menggunakan tembakau dan menyebabkan kemaian lebih dari 5 juta orang seiap tahun. Diperkirakan sebagian besar kemaian terjadi pada masyarakat yang inggal di negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia. Penggunaan rokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar pada penyakit idak menular, karena itu kebijakan menerapkan kawasan tanpa rokok KTR telah diideniikasi sebagai strategi intervensi utama pengendalian penyakit idak menular. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah adanya kebijakan KTR di ingkat Nasional. Untuk mencapai hal itu, Kementerian Kesehatan dan lintas sektor secara bersama-sama telah memperkenalkan Inisiaif Kota Sehat pada tahun 2005 dengan tujuan membuat kota sehat melalui inisiaif lokal. Hampir 200 kota dan kabupaten di Indonesia telah dilaih dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Untuk membangun komitmen pemegang kebijakan pusat maupun daerah dalam Pengendalian Masalah Kesehatan akibat Tembakau dan Penyakit Tidak Menular, diselenggarakan Workshop “Pengendalian Masalah Kesehatan akibat Tembakau dan Penyakit Tidak Menular” yang dibuka Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di Jakarta, 24 Januari 2011. Workhsop diikui perwakilan WHO, Internaional Union Against Tuberculosis and Lung Disease IUTLD, Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri dan 11 Walikota Bogor, Padang Panjang, Palembang, Payakumbuh, Padang, Ponianak, Denpasar, Bengkulu, Makassar, Semarang, Bandung, 3 Bupai Enrekang, Sragen, Bangli dan 14 Dinkes KabupatenKota Padang Panjang, Bogor, Palembang, Payakumbuh, Padang, Ponianak, Denpasar, Bengkulu, Makassar, Semarang, Bandung, Bangli, Sragen, Enrekang dan Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Menkes dalam sambutannya menyatakan, menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, pada tahun 2005 penyakit idak menular merupakan penyebab utama 58 juta kemaian di dunia, melipui penyakit jantung dan pembuluh darah 30, penyakit pernafasan kronik dan penyakit kronik lainnya 16, kanker 13, cedera 9 dan diabetes melitus 2. Di wilayah Asia Tenggara penyakit idak menular merupakan 51 penyebab kemaian pada tahun 2003, dan menimbulkan DALYs Disability Adjusted Life Years M 26 MediakoM No.28FEBRUARI2011 = kehilangan bertahun-tahun usia produkif sebesar 44. “Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 menyatakan Pemerintah Daerah wajib menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya. Sekitar 22 kabupatenkota sudah mulai melaksanakan kebijakan tersebut, walaupun program ini belum seragam di seluruh kabupatenkota. Untuk itu diperlukan komitmen para pemegang kebijakan di ingkat Daerah untuk menerapkannya”, ujar Menkes. Menurut data Susenas tahun 2001, jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8. Jumlah ini meningkat menjadi 32 pada tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35 pada tahun 2004. Pada tahun 2006, The Global Youth Survey GYTS melaporkan 64,2 atau 6 dari 10 anak sekolah yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari seperiga 37,3 pelajar biasa merokok, dan yang lebih mengejutkan lagi adalah 30,9 atau 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Data Riset Riskesdas 2007 juga memperlihatkan ingginya penduduk yang merokok. Jumlah perokok akif penduduk umur 15 tahun adalah 35.4 65.3 laki-laki dan 5.6 wanita, berari 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok akif. Lebih bahaya lagi 85,4 perokok akif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan, kata Menkes. Menkes menyatakan, proporsi angka kemaian penyakit idak menular meningkat dari 41,7 pada tahun 1995 menjadi 59,5 pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan ingginya prevalensi penyakit idak menular di Indonesia, seperi hipertensi 31,7 , penyakit jantung 7,2, stroke 0,83, diabetes melitus 1,1 dan diabetes melitus di perkotaan 5,7, asma 3,5, penyakit sendi 30,3, kankertumor 0,43, dan cedera lalu lintas darat 25,9. Stroke merupakan penyebab utama kemaian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4, hipertensi 6,8, cedera 6,5, diabetes melitus 5,7, kanker 5,7, penyakit saluran nafas bawah kronik 5,1, penyakit jantung iskemik 5,1, dan penyakit jantung lainnya 4,6. “Pengendalian masalah kesehatan akibat tembakau dan penyakit idak menular perlu dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berkesimbungan dengan melibatkan parisipasi dan pemberdayaan masyarakat’, imbuh Menkes. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya, seperi membuat jejaring kerja dengan LSM, perguruan inggi dan masyarakat madani dalam pengendalian tembakau dan penyakit idak menular ; Melakukan inisiasi pengembangan Kawasan Tanpa Rokok KTR di berbagai daerah ; Mengembangkan KIE melalui media masa ; Melakukan peningkatan kapasitas ingkat nasional dan lokal, dan Deklarasi perlindungan anak dari bahaya rokok. Pada kesempatan itu Menkes menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas terselenggaranya workshop sehingga terjalin kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan dengan The Internaional Union Against Tuberculosis and Lung Disease The Union, WHO, dan para Walikota, para Bupai dan Para Kepala Dinas Kesehatan KabupatenKota serta para pemerhai masalah kesehatan. Menkes berharap, workshop yang diadakan selama dua hari dapat menghasilkan rekomendasi dan rencana indak lanjut untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan kesehatan akibat tembakau dan penyakit idak menular di masa mendatang. Prof. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menambahkan, saat ini sebanyak 22 kabupatenkota di Indonesia telah memiliki kebijakan KTR berupa Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Bupai, Surat KeputusanSurat Edaran dan Instruksi. KabupatenKota tersebut adalah Jakarta, Palembang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Ponianak, Surabaya, Semarang, Sragen, Bangli, Makassar, Enrekang, Lombok Timur, Payakumbuh, Padang Panjang, Padang, Bukit Tinggi, Cirebon, Karanganyar, Pekalongan, Lampung dan Denpasar. Sedangkan Provinsi yang telah mensosialisasikan dan merencanakan KTR adalah Sumsel, Sumbar, Bali, Kalbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jaim, DI Yogyakarta, Sulsel, NTB dan NTT.§Smd No.28FEBRUARI2011 MediakoM 27 alam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR- RI tanggal 18 Januari 2010 di Jakarta, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, selain memaparkan evaluasi Kinerja tahun 2010 juga membeberkan 5 prioritas program pembangunan kesehatan tahun 2011. Dalam Raker yang juga dihadiri para pejabat Eselon I dan II tersebut, Imam Soeroso dari Fraksi PDIP menanyakan penyakit yang diderita dr. Endang Rahayu Sedyaningsih. Pertanyaan ini langsung memancing interupsi Dhiana Anwar dari Fraksi Partai Demokrat FD yang menyatakan anggota FD akan walkout bila dalam Raker membahas hal-hal pribadi. “ Interupsi Ketua, mohon maaf Ibu Endang ke sini mewakili pemerintah, jangan sangkut pautkan dengan masalah pribadi”, ucap Dhiana. Menurut Menkes, sesuai Perpres No. 29 tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011, terdapat 5 kebijakan program prioritas. Pertama, pelaksanaan program kesehatan prevenif terpadu d MenkeS BeBerkan PrograM PrioriTaS di dPr yang melipui pemberian imunisasi dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas, penurunan ingkat kemaian ibu, serta ingkat kemaian bayi. Kedua, Revitalisasi progam KB melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB. Keiga, peningkatan sarana kesehatan melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional.Keempat, peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial generik. Kelima, Universal coverage cakupan pembiayaan kesehatan untuk semua penduduk. Ditambahkan, untuk mendukung program tersebut Kementerian Kesehatan memperoleh anggaran sebesar 27,6 triliun yang diperuntukkan pada 8 program, yaitu : Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenkes Rp. 2,81 triliun; Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenkes Rp. 88 Milyar; Bina Gizi dan KIA Rp. 1,87 triliun; Pembinaan Upaya Kesehatan Rp. 16,47 triliun; Pengendalian 28 MediakoM No.28FEBRUARI2011 penyakit dan penyehatan lingkungan Rp. 1,62 triliun; Kefarmasian dan alat kesehatan Rp. 1,45 Triliun; Peneliian dan pengembangan kesehatan Rp. 540 Milyar; Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Rp. 2,78 triliun. Sedangkan anggaran prioritas pada tahun 2011 melipui : Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 triliun; Bantuan Operasional sebesar Rp. 904 Miliar; Gaji, termasuk untuk Ptt sebesar Rp. 3,929 triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 Miliar; Dana tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 triliun; Obat dab Vaksin sebesar Rp. 1,22 triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 Miliar, ujar Menkes. Selanjutnya Menkes menegaskan, dalam upaya menganisipasi berbagai tantangan yang terjadi, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah menyusun 7 kegiatan unggulan.

1. Revitalisasi pelayanan kesehatan. komponen penunjang kegiatan