Analisis mekanisme pusat gempa Soroako 15 Februari 2011

(1)

ANALISIS MEKANISME PUSATGEMPASOROAKO

15 FEBRUARI 2011

Skripsi

MEGA UTAMI 107097000167

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ANALISIS MEKANISME PUSAT GEMPASOROAKO

15 FEBRUARI 2011

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh:

MEGA UTAMI 107097000167

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2011

Mega Utami


(6)

i ABSTRAK

Pada tanggal 15 Februari 2011 terjadi gempa besar di Soroako dengan koordinat episenter 2.56 LS- 121.56 BT. Dengan kedalaman 20.6 km dan berkekuatan 6.1 SR. Wilayah Soroako, Sulawesi Selatan termasuk dapat dikategorikan dalam wilayah kawasan aktif gempa bumi karena merupakan batas pertemuan antara Lempeng Hindia-Australia dan Eurasia. Gempa bumi tektonik, dominan disebabkan oleh sesar atau patahan. Mekanisme pusat gempa merupakan metode yang digunakan untuk menentukkan jenis sesar dengan cara menentukan parameter sesar yang terjadi berupa, penentuan nilai strike, dip, dan rake . Penelitian ini menggunakan polaritas awal gelombang P untuk menentukan arah gerakan pertama gelombang P yang selanjutnya dikonversikan ke dalam data kompresi dan dilatasi serta di input ke program azmtak lalu didapatkan parameter dan jenis sesarnya. Hasil yang diperoleh dari analisis mekanisme pusat gempa di Soroako ini berupa sesar naik, atau reverse/thrust fault, berorientasi Timur Laut-Barat Laut dengan arah bidang sesar (strike) 1110/200 dan kemiringan bidang sesar (dip) 700/870 dan sudut pergeserannya (rake) 30/1590.


(7)

ii ABSTRACT

On February 15, 20 11 a large earthquake occurred in Soroako, South Sulawesi with epicenter coordinates 2.56 S-121.56E, with a depth of 20.6 km and Magnitude 6.1 SR. Soroako, South Sulawesi can be categorized in the region that including and active earthquake area because it is a attendance of boundary between the Hindia-australian Plate and the Eurasian Plate. Tectonic earthquake, mostly caused by the faulth or fracture. Earthquake focus mechanism is a method used to determine the type of fault by determining the value of the strike, dip, and rake. This study uses the initial wave polarity P to determine the direction of P wave first motion which was subsequently converted to a data compression and dilatation as well as the input to the program azmtak then obtained parameters and the type of fault. Result obtained from analysis of the focus mechanism of the earthquake in Soroako is a reverse fault of thrust faults, Oriented on North East - North West with direction of the fault plane (strike) 1110/200 and dip of the fault plane (dip) 700/870 and angle shift (rake) 30/1590.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dicurahkan kepada umat-Nya khususnya penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW selaku suri tauladan yang baik dan kepada para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan selesainya penulisan tugas akhir ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, serta adik yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil, yang luar biasa. Semoga dapat dipertemukan kembali dalam Jannah-Nya.

2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. 3. Bapak Sutrisno, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Tati Zera, M.Si selaku pembimbing pertama yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan ilmu dan semangat kepada penulis.

5. Bapak Sutrisno, M.Si selaku pembimbing kedua, atas waktu yang diluangkan, ilmu yang diberikan dan atas kesabarannya dalam membimbing penulis.


(9)

iv

6. Bapak Bayu Pranata, S.Si selaku pembimbing lapangan yang dengan sabar meluangkan waktunya untuk memotivasi dan memberikan petunjuk tentang apa yang penulis perlukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Bapak dan Ibu di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pusat,

yang turut membantu untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh teman-teman Fisika angkatan 2007 yang telah melewatkan bersama-sama masa kuliah yang menyenangkan.

9. Kakak-kakak Fisika 2006, yang banyak memberikan ide baru untuk penulis.

10.Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu terlaksananya pembuatan tugas akhir ini.

Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca,tidak lupa penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang ada pada tugas akhir ini. Terima kasih.

Jakarta, November 2011 Penulis


(10)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR………...…………. viii

DAFTAR TABEL………... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Tektonika Lempeng ... 6

2.1.1. Lempeng-lempeng Utama ... 11

2.1.2. Kondisi Geologi Dinamis Indonesia ... 13

2.1.3. Jenis Batas Lempeng ... 16

2.2 Gempa Bumi ... 17

2.2.1. Deskripsi Terjadinya Gempa Bumi ... 17

2.2.2. Klasifikasi Gempa Bumi ... 18

2.2.3. Parameter Sumber Gempa Bumi ... 21

2.3Gelombang Seismik ... 24

2.3.1. Gelombang Badan (Body Wave) ... 24

2.3.2. Gelombang Permukaan ... 25


(11)

vi

2.5Mekanisme Pusat Gempa Bumi ... 27

2.5.1. Sesar Bumi (Earth Fault) dan Orientasinya ... 28

2.5.2. Penentuan Mekanisme Sumber Gempa Bumi Menggunakan Polaritas Gerakan Pertama Gelombang ... 36

2.5.3. Deskripsi Matematis Bidang Sesar dan Kemiringan (SlipVector) ... 38

2.6Teori Pegas Elastis ... 39

2.7Teori Dasar Mekanisme Sumber Gempa ... 41

2.7.1. Teori Kopel Tunggal dan Kopel Ganda ... 42

2.7.2. Polaritas Gerakan Pertama Gelombang Primer ... 43

2.7.3. Teori Mekanisme Dengan Metode Impuls Pertama Gelombang Primer (P) ... 45

2.7.4. Diagram Mekanisme Sumber ... 47

2.8Pola Tektonik Daerah Sulawesi ... 55

2.9Seismisitas ... 61

2.9.1. Faktor Yang Mempengaruhi Seismisitas ... 61

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 63

3.2. Karakteristik Gempa Bumi Soroako – Sulawesi Selatan ... 63

3.3. Spesifikasi Alat dan Bahan Penelitian ... 64

3.3.1. Perangkat Keras (Hardware) ... 64

3.3.2. Perangkat Lunak (Software) ... 64

3.4. Bahan Data ... 64

3.5. Tahapan Penelitian ... 66

3.6. Pengolahan Data ... 67

3.7. Interpretasi Data ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Polaritas Gelombang ... 70


(12)

vii

4.2. Mekanisme Pusat Gempa Utama ... 72 4.3. Mekanisme Pusat Gempa Susulan ... 76 4.4. Perbandingan Mekanisme Pusat Gempa dengan Penelitian Dari

Instansi Lain ... 81 4.5. Penyebaran Pusat Gempa Bumi (Seismisitas) ... 83 4.6. Penampang Melintang ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 90 5.2. Saran ... 91


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Tatanan Tektonik Aktif Kawasan Indonesia ... 7

Gambar 2.2 Peta Benua-benua di dunia ... 11

Gambar 2.3 Pertemuan 3 Lempeng Besar ... 12

Gambar 2.4 Batas Pertemuan antar Lempeng ... 13

Gambar 2.5 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ... 15

Gambar 2.6 Pergerakan Lempeng Tektonik ( Divergen, Konvergen, dan Transform) ... 17

Gambar 2.7 Deskripsi Terjadinya Gempa Bumi ... 18

Gambar 2.8 Klasifikasi Gempa Bumi oleh Pergeseran Lempeng Tektonik ... 21

Gambar 2.9 Parameter Sumber Gempa Bumi dengan Magnitude di wilayah Indonesia pada Tahun 1900-1996 ... 23

Gambar 2.10 Penjalaran Gelombang S (Shear Wave) dan Gelombang P(Pressure Wave) ... 25

Gambar 2.11 Penjalaran Gelombang Badan (Body Wave) dan Gelombang Permukaan (Surface Wave) ... 26

Gambar 2.12 Proses Deformasi Batuan ... 27

Gambar 2.13 Parameter Bidang Sesar Mekanisme Sumber Gempa ... 31

Gambar 2.14 Arah Bidang Pergerakan Sesar ... 31

Gambar 2.15 Slip Direction dan Strike Direction Parameter ... 34

Gambar 2.16 Tipe-tipe Arah Pergerakan Sesar ... 36

Gambar 2.17 Polaritas Gerak Pertama gelombang P ... 37

Gambar 2.18 Orientasi bidang sesar yang terdiri dari strike, dip, dan rake ... 38

Gambar 2.19 Teori Pegas Elastis ... 40

Gambar 2.20 Lokasi Daerah yang akan mengalami Tarikan dan Tekanan pada Sesar Tegak dengan Pergeseran Mendatar ... 41

Gambar 2.21 Pola untuk Sistem Gaya Kopel ... 42

Gambar 2.22 Pola Radiasi untuk Sistem Gaya Kopel Tunggal dan Model Elastik Rebound ... 43

Gambar 2.23 Penjalaran Gerakan Awal Primary dan Secondary Wave di dalam bumi ... 44


(14)

ix

Gambar 2.25 Gambaran 3 Dimensi Radiasi Gelombang Gempa Model Kopel

Ganda ... 48

Gambar 2.26 Proyeksi Bola Pusat Gempa ke Bidang Ekuatorial ... 49

Gambar 2.27 Orthogonalitas Dua Bidang Nodal ... 50

Gambar 2.28 Bidang Proyeksi Luasan Sama (Bidang Stereografis) ... 51

Gambar 2.29 Pengukuran Sudut Strike dan Dip Pada Diagram dan Penampang ... 52

Gambar 2.30 Penentuan Sumbu P dan T dari Kutub Pada Garis Nodal ... 53

Gambar 2.31 Penentuan Sudut Rake pada Reverse Fault dan Normal Fault ... 54

Gambar 2.32 Penentuan Tipe Sesar dengan Sudut Rake ... 55

Gambar 2.33 (a) Kepulauan Sulawesi (b) Wilayah Sulawesi Selatan ... 57

Gambar 2.34 Persebaran Gempa pada Lempeng Subduksi ... 62

Gambar 3.1 Peta Lokasi Episenter Gempa Bumi Soroako – Sulawesi Selatan ... 63

Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penentuan Solusi Mekanisme Sumber Gempa Bumi ... 66

Gambar 4.1 Format data gempa untuk input ke program Azmtak (Gempa Utama) 71 Gambar 4.2 Bola Fokus Gempa Bumi Soroako 15 Februari 2011 dengan Hasil Olahan Program Azmtak ... 74

Gambar 4.3 Format data gempa untuk input ke program Azmtak (Gempa Susulan) ... 77

Gambar 4.4 Bola Fokus Gempa Susulan dengan Hasil Olahan Program Azmtak .. 80

Gambar 4.5 Hasil Analisis Mekanisme Fokus Gempa Soroako (Sumber International Seismology Center) ... 82

Gambar 4.6 Penyebaran Pusat Gempa Bumi di Sulawesi Selatan dan Sekitarnya .. 83

Gambar 4.7 Penampang Melintang Seismisitas Bidang A-A’ ... 85

Gambar 4.8 Penampang Melintang Seismisitas Bidang B-B’ ... 86

Gambar 4.9 Penampang Melintang Seismisitas Bidang C-C’ ... 87

Gambar 4.10 Penampang Melintang Seismisitas Bidang D-D’ ... 88


(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengolahan data Azmtak (Gempa Utama) ... 72 Tabel 4.2 Hasil Pengolahan data Azmtak (Gempa Susulan) ... 78


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maha Suci Alloh SWT yang telah menciptakan semua makhluk dengan begitu cermat dalam membuat dan membentuk seindah-indahnya. Dia menciptakan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha teliti apa yang kamu kerjakan. Dia letakkan segala sesuatu, dan untuk segala sesuatu ada suatu tanda yang mengisyaratkan keberadaan dan keesaan-Nya, serta menunjukan pada bukti-bukti kebijaksaan dan rahmat-Nya. “Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) Alloh yang menciptakan dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha teliti apa yang kamu kerjakan” (An-Naml. 27:88).

Kepulauan Indonesia merupakan zona geodinamika yang kompleks sebagai akibat dari tumbukan dan konvergensi tiga lempeng utama yang ada di bumi kita (triple junction), yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Hindia-Australia, dan

Lempeng Pasifik. Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak dan memiliki pergerakan yang berbeda, yaitu Lempeng Eurasia bergerak dari utara ke arah selatan tenggara, Lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak dari selatan menuju ke utara, Lempeng Pasifik bergerak dari timur ke arah barat. Akibat dari gerakan ketiga lempeng ini menimbulkan unsur-unsur tektonik lainnya seperti sesar, patahan lokal,


(17)

2 lipatan, tanah turun dan sebagainya. Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas atau kegempaan yang tinggi. Salah satunya termasuk di daerah Sulawesi Selatan.

Wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan daerah yang rentan terhadap bencana alam gempabumi karena wilayah ini dilalui patahan Palu Koro yang memanjang dari Palu ke arah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian utara menuju keselatan Kabupaten Bone sampai di laut Banda, patahan Saddang

mulai dari Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah, Sulawesi Selatan bagian Selatan, Bulukumba menuju Pulau Selayar bagian Timur. Dimana keduanya bertumbukan dan terhimpit oleh adanya pemekaran samudra di Selat Makassar dan Selat Bone.

Kompleksnya proses tektonik dan tingginya tingkat seismisitas di Sulawesi Selatan, maka perlu dilakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan adalah menganalisis seismotektonik di Sulawesi Selatan dan sekitarnya berdasarkan pola penyebaran hiposenter dan mekanisme sumber gempa bumi. Bentuk atau pola penunjaman serta mekanisme dari lempeng dapat diestimasi dari penyebaran hiposenter dan analisis mekanisme sumber gempa bumi. Metode yang dilakukan adalah mengeplot hiposenter dan membuat penampang melintang (cross section) hiposenter yang arahnya tegak lurus trench, dari rangkaian penampang melintang akan diketahui pola penyebaran hiposenter dan gambaran model tektonik serta penunjamannya. Penentuan mekanisme sumber gempa bumi menggunakan polaritas


(18)

3 gerakan pertama gelombang P. Mekanisme sumber gempa bumi merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi sesar dan pergerakannya dengan cara menentukan parameter-parameter sesar berupa strike, dip, dan rake.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengetahui cara penentuan mekanisme pusat gempa dengan menggunakan data arah gerakan awal gelombang primer di Soroako- Sulawesi Selatan.

2. Bagaimana mengetahui cara penentuan parameter-parameter bidang sesar dengan menggunakan data arah gerakan awal gelombang primer di

Soroako- Sulawesi Selatan.

3. Bagaimana menganalisis zona Sulawesi Selatan dan sekitarnya, berdasarkan penampang melintang dan seismisitas.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan membatasi permasalahan pada:

1. Parameter-parameter bidang sesar/patahan yang dicari berupa nilai strike,


(19)

4 2. Penggunaan data dalam penentuan mekanisme pusat gempa bumi yang terjadi di Soroako-Sulawesi Selatan, 15 Februari 2011. Data yang digunakan dikeluarkan oleh Pusat Gempa Nasional-BMKG.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui cara penentuan mekanisme pusat gempa dengan menggunakan data arah gerakan awal gelombang primer di Soroako- Sulawesi Selatan.

2. Mengetahui cara penentuan parameter-parameter bidang sesar dengan menggunakan data arah gerakan awal gelombang primer di Soroako- Sulawesi Selatan.

3. Menganalisis zona Sulawesi Selatan dan sekitarnya, berdasarkan penampang melintang dan seismisitas.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Sebagai informasi awal untuk mitigasi bencana gempa di daerah Soroako- Sulawesi Selatan dan sekitarnya.

2. Membuat pemetaan tektonik dari suatu daerah dengan informasi mekanisme sumber gempa.


(20)

5 1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, tujuan, manfaat, permasalahan, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Merupakan landasan teori yang menjelaskan teori tektonika lempeng, terjadinya gempa bumi, mekanisme pusat gempa bumi, teori dasar mekanisme pusat, pola tektonik daerah Sulawesi.

BAB III : METODE PENELITIAN

Merupakan penjelasan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan metode pengambilan data, dan pengolahan data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan tentang hasil pengolahan data, pembahasan dan hasil dari analisis data.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penjelasan tentang kesimpulan yang diambil dari hasil analisa serta saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan tugas akhir ini.


(21)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Tektonika Lempeng

Teori tektonika lempeng adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960. Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.

Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform


(22)

(menyamping). G pembentukan pa sepanjang batas l 50-100 mm/a.

Gambar 2.1 Terdapat angg sesuatu yang rigid at yang tetap tidak ber dilakukan pemetaan morfologi dari panta menjadi titik tolak da tidak tetap akan teta menurut perkembanga

7

. Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentuka palung samudera semuanya umumnya ter s lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimn

2.1 Peta Tatanan Tektonik Aktif Kawasan Indon ggapan lama pada abad-abad yang lampau, bahw atau kaku sementara benua-benua berada pada berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua

n pantai di Amerika dan Eropa ternyata terda ntai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera A k dari konsep-konsep yang menerangkan bahw

tapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini diba ngannya (Van Krevelen, 1993) :

ukan gunung, dan erjadi di daerah nya berkecepatan

ndonesia

bahwa bumi adalah pada kedudukannya nua Amerika dan rdapat kesesuaian Atlantik. Hal ini hwa benua-benua bagi menjadi tiga


(23)

8

1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi (Owen dan Snider,1857).

2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera (Alfred Wegener, 1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.

3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang, yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun 1960. Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) . ( Hess, 1962).

Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :


(24)

9

1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi ( convection current) dari mantel (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantel ke dasar samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.


(25)

10

3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantel. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantel yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantel yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan mengarungi samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).

4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penujaman (subduksi). Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua, sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantel atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing


(26)

11

terjadi pada kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api. 5. Kerak bumi tersusun atas beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng

tektonik adalah litosfer bumi yang terdiri dari mantel dan kerak bumi yang mengapung di atas astenosfer yang cair dan panas. Adanya gaya tektonik yang timbul akibat arus konveksi di dalam mantel bumi, maka lempeng tektonik akan saling bergerak, bertumbukan, serta bergeser satu sama lain. Oleh karena itu timbul tekanan yang menyebabkan lempeng tersebut terpecah-pecah atau patah menjadi lempeng tektonik yang lebih kecil.

Gambar 2.2 Peta Benua-benua di dunia

2.1.1 Lempeng-lempeng Utama

Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu :


(27)

12

2. Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua. 3. Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan

Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua.

4. Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua. 5. Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia

timur laut - Lempeng benua.

6. Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua.

7. Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera

Gambar 2.3 Pertemuan 3 Lempeng Besar

Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia. Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup


(28)

13

hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya).

Gambar 2.4 Batas Pertemuan antar Lempeng

2.1.2 Kondisi Geologi Dinamis Indonesia

Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari penujaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia. Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 3 lempeng besar sehingga Indonesia merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak


(29)

14

Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia.

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai pelajaran bagi kita:

1. Gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantel bumi (arus konveksi). Fenomena ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)

2. Gunung api muncul karena tekanan yang tinggi pada magma hasil mixing sehingga akan menerobos ke atas. Andaikan saja magma ini tidak bisa menerobos ke atas membentuk gunung-gunung api maka tentulah akan tersimpan tekanan pada dapur magma yang sangat besar dan akan terus bertambah karena penunjaman masih terus berlangsung. Dengan demikian pada kondisi seperti itu apabila batuan sekitar yang menampung magma tersebut terlampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi bencana gempa bumi vulkanik yang teramat sangat hebatnya. Fenomena ini pun telah tersurat dalam Al-Qur’an, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia


(30)

15

menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 16:15).

Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair (liquid outer core) yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat (solid inner core) yang merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi. Dibawah lithosfer adalah asthenosfer, dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosfer dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak. Gerakan awal tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar setelah dingin dan membeku ikut membentuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).


(31)

16 2.1.3 Jenis Batas Lempeng

Terdapat tiga jenis batas lempeng yang berbeda, dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah :

1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat), atau batas dua lempeng tektonik yang bergerak saling bergeser, yaitu bergerak sejajar dan berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberi maupun saling menumpuk.

2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries), terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh. Magma panas menembus di antara dua lempeng tersebut dan membentuk batuan baru. Pada proses ini membentuk Punggung Samudera (Oceanic Ridge). Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen.

3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain dan menyebabkan salah satu lempeng menyusup di bawah lempeng yang lain, sehingga membentuk zona subduksi, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam


(32)

17

biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhujam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik.

Gambar 2.6 Pergerakan Lempeng Tektonik ( Divergen, Konvergen, dan Transform)

2.2 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi di dalam bumi, secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Pelepasan energi tersebut ditransimikan ke segala arah sebagai gelombang seismik, sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.

2.2.1 Deskripsi Terjadinya Gempa Bumi

Deskripsi mengenai teori terjadinya gempa bumi, tentang teori bingkas elastik (elastic rebound theory) menjelaskan bahwa gempa bumi terjadi, karena


(33)

18

proses retakan atau patahan pada kerak bumi sebagai hasil dari pelepasan stress elastik secara mendadak yang melampaui kekuatan batuan. Ketika sesar terjadi, sisi yang berseberangan meloncat menuju ke keadaan stabil, dan melepaskan energi dalam bentuk panas dan vibrasi gelombang elastik. Jadi, menurut teori ini sesar menyebabkan gempa bumi (Reid, 1911) (Waluyo, 1992).

Gerakan tiba-tiba pada patahan menimbulkan gerak awal gelombang yang bersifat kompresi dan dilatasi (Waluyo, 1992). Gerak kompresi dan dilatasi ini akan terdistribusi di sekitar sumber gempa bumi dalam empat kuadran. Dua bidang yang saling tegak lurus memisahkan daerah kompresi dan dilatasi disebut sebagai bidang nodal. Salah satu dari bidang nodal ini adalah bidang patahan (fault plane) dan yang lain adalah bidang bantu (auxiliary plane).

Gambar 2.7 Deskripsi Terjadinya Gempa Bumi

2.2.2 Klasifikasi Gempa Bumi


(34)

19 a. Gempa Bumi Tektonik

Adalah gempa yang di sebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Lempeng tektonik bumi kita ini terus bergerak, ada yang saling mendekat di bagi menjadi:

a. Penunjaman antara kedua lempeng samudera.

b. Penunjaman antara lempeng samudra dan lempeng benua.

c. Tumbukan antara kedua lempeng benua saling menjauh, atau saling menggelangsar. Karena tepian lempeng yang tidak rata, jika bergesekan maka, timbulah friksi. Friksi inilah yang kemudian melepaskan energi goncangan.

b. Gempa Vulkanik

Adalah gempa yang disebabkan oleh kegiatan gunung api. Magma yang berada pada kantong di bawah gunung tersebut mendapat tekanan dan melepaskan energinya secara tiba-tiba sehingga menimbulkan getaran tanah.

c. Gempa Runtuhan

Adalah gempa lokal yang terjadi apabila suatu gua di daerah topografi karst atau di daerah pertambangan runtuh. Sifat gempa bumi runtuhan : Melalui runtuhan dari lubang-lubang interior bumi.

Sebenarnya mekanisme gempa tektonik dan vulkanik sama. Naiknya magma ke permukaan juga dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar bumi. Biasanya ini terjadi pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya saja pada


(35)

20

gempa vulkanik, efek goncangan lebih ditimbulkan karena desakan magma, sedangkan pada gempa tektonik, efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng tektonik. Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua dengan lempeng samudra, sesarnya berada di dasar laut, karena itu biasanya benturan yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami.

Klasifikasi gempa berdasarkan kedalaman fokus sebagai berikut (Fowler, 1990):

a. Gempa bumi dangkal (kedalaman 0-60 km)

Gempa bumi dangkal menimbulkan efek goncangan yang lebih dahsyat dibanding gempa bumi dalam, karena letak fokus lebih dekat ke permukaan.

b. Gempa menengah (kedalaman 61-300 km)

Gempa bumi menengah terletak pada kedalaman di bawah kerak bumi, sehingga digolongkan sebagai gempa bumi yang tidak berasosiasi dengan penampakan retakan atau patahan di permukaan, namun gempa bumi ini masih dapat diperkirakan mekanisme terjadinya.

c. Gempa bumi dalam (kedalaman > 300 km)

Gempa bumi dalam, sebenarnya relatif sering terjadi, namun karena berada pada kedalaman lebih dari 300 km, maka manusia tidak merasakan getarannya.


(36)

21

Gambar 2.8 Klasifikasi gempa bumi oleh pergeseran lempeng tektonik

2.2.3 Parameter Sumber Gempa Bumi

Parameter sumber gempa bumi, antara lain :

1. Hiposenter dan Episenter (Focus and Epicenter)

Titik dalam perut bumi yang merupakan sumber gempa dinamakan hiposenter atau fokus. Proyeksi tegak lurus hiposenter ini ke permukaan bumi dinamakan episenter. Gelombang gempa merambat dari hiposenter ke patahan sesarfault rupture. Bila kedalaman fokus dari permukaan adalah 0 - 70 km, terjadilah gempa dangkal (shallow earthquake), sedangkan bila kedalamannya antara 70 - 700 km, terjadilah gempa dalam (deep earthquake). Gempa dangkal menimbulkan efek goncangan yang lebih dahsyat dibanding gempa dalam. Ini karena letak fokus lebih dekat ke permukaan, dimana batu-batuan bersifat lebih keras sehingga melepaskan lebih besar regangan (strain).


(37)

22 2. Sesar Bumi (Earth Fault)

Sesar bumi (fault) adalah celah pada kerak bumi yang berada di perbatasan antara dua lempeng tektonik. Gempa sangat dipengaruhi oleh pergerakan batuan dan lempeng pada sesar ini. Bila batuan yang menumpu merosot ke bawah akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling menjauh, sesarnya dinamakan sesar normal (normal fault). Bila batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling mendorong, sesarnya dinamakan sesar terbalik (reverse fault). Bila kedua batuan pada sesar bergerak saling menggelangsar, sesarnya dinamakan sesar geseran-jurus (strike-slip fault).

Sesar normal dan sesar terbalik, keduanya menghasilkan perpindahan vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseran-jurus menghasilkan perpindahan horizontal (horizontal displacement).

3. Magnitudo (Magnitude)

Magnitudo adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa. Besaran ini akan berharga sama, meskipun dihitung dari tempat yang berbeda. Ada bermacam-macam jenis magnitudo gempa, diantaranya adalah:

1. Magnitudo lokal ML (local magnitude)


(38)

23

3. Magnitudo gelombang permukaan MS (surface-wave

magnitude)

4. Magnitudo momen MW (moment magnitude)

5. Magnitudo gabungan M (unified magnitude)

Namun yang paling populer adalah magnitudo lokal ML yang tak lain

adalah Magnitudo Skala Richter (SR). Magnitudo ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1935 oleh seorang seismologis Amerika, Charles F. Richter, untuk mengukur kekuatan gempa di California. Richter mengukur magnitudo gempa berdasarkan nilai amplitudo maksimum gerakan tanah (gelombang) pada jarak 100 km dari episenter gempa. Besarnya gelombang ini tercatat pada seismograf. Seismograf dapat mendeteksi gerakan tanah mulai dari 0,00001 mm (1x10-5 mm) hingga 1 m. Untuk menyederhanakan rentang angka yang terlalu besar dalam skala ini, Richter menggunakan bilangan logaritma berbasis 10. Ini berarti setiap kenaikan 1 angka pada skala Richter menunjukan amplitudo 10 kali lebih besar.

Gambar 2.9 Parameter Sumber Gempa Bumi dengan magnitude di wilayah Indonesia pada tahun 1900-1996


(39)

24 2.3 Gelombang Seismik

Gelombang Seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat ada lapisan batuan yang patah secara tiba-tiba. Gelombang seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave).

2.3.1 Gelombang Badan (Body Wave)

Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi. Berdasarkan perambatannya gelombang badan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Gelombang Primer (Gelombang P)

Gelombang P merupakan gelombang longitudinal dimana pergerakan partikel medium yang melewati searah dengan penjalaran gelombangnya. Gelombang P dapat menjalar dalam segala medium, baik padat, cair, maupun gas. Gelombang P mempunyai kecepatan paling tinggi diantara gelombang lainnya dan tiba paling awal tercatat pada seismogram.

2. Gelombang Sekunder (Gelombang S)

Gelombang S merupakan gelombang transversal dimana arah pergerakan partikelnya tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombangnya. Gelombang S tiba kedua setelah gelombang P. Gelombang ini dapat dipecah menjadi dua komponen, yaitu :


(40)

25

a. Gelombang SV adalah gelombang S yang gerakan partikelnya terpolaritasi pada bidang vertikal.

b. Gelombang SH adalah gelombang S yang gerakan partikelnya terpolaritasi pada bidang horizontal.

Gambar 2.10 Penjalaran gelombang S (shear wave) dan gelombang P (pressure wave)

2.3.2 Gelombang Permukaan

Gelombang permukaan adalah gelombang yang menjalar melalui permukaan bumi. Gelombang ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Gelombang Rayleigh (R) adalah gelombang permukaan yang gerakan partikel mediumnya merupakan kombinasi gerakan partikel

2. Gelombang Love (L) adalah gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk gelombang transversal. Gerakan partikel akibat penjalaran gelombang love mirip dengan gelombang SH.


(41)

26

Gambar 2.11 Penjalaran gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave)

2.4 Teori Bingkas Elastik

Teori yang menjelaskan mekanisme terjadinya gempa bumi, akibat pensesaran adalah teori bingkas elastik (elastic rebound theory). Konsep teori ini menyatakan bahwa gempa bumi terjadi akibat proses pensesaran di dalam kerak bumi sebagai akibat pelepasan mendadak dari strain elastic yang melampaui kekuatan batuan. Strain elastic ini terakumulasi apabila batuan mengalami deformasi yang terus-menerus dan semakin besar. Apabila sesar terjadi, bagian yang berseberangan dengan sesar meloncat ke posisi kesetimbangan yang baru, dan energi yang dilepaskan akan berbentuk getaran gelombang elastik yang menjalar dalam bumi dan dirasakan sebagai gempa bumi.


(42)

27

(a) (b) (c)

Gambar 2.12 Proses Deformasi Batuan

Gambar 2.4 (a) menunjukan bentuk batuan awal, setelah batuan mengalami stress geser secara terus-menerus, mengakibatkan batuan mengalami deformasi, sehingga batuan melengkung seperti ditunjukan pada Gambar 2.4(b). Arah stress tegak lurus terhadap perambatan gelombang. Jika stress masih terus bekerja maka batuan akan semakin melengkung sampai suatu saat stress akan melampaui kekuatan batuan, sehingga batuan akan patah dan bergeser satu sama lain pada bidang sesar. Proses ini disebut pensesaran yang menyebabkan stress menghilang dan batuan akan mempunyai posisi kesetimbangan yang baru seperti ditunjukan pada Gambar 2.4 (c). Apabila stress bekerja lagi, maka batuan akan mengalami deformasi lagi pada bidang sesar, sehingga batuan akan bergeser berkali-kali pada bidang sesar disebut sesar aktif.

2.5 Mekanisme Pusat Gempa Bumi

Mekanisme pusat gempa bumi atau focus mechanism adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan sifat penjalaran energi gempa bumi yang berpusat pada hiposenter atau fokus gempa bumi itu terjadi. Sesar sering dianggap sebagai


(43)

28

mekanisme penjalaran energi gelombang elastik pada fokus tersebut, sehingga dengan memperoleh arah gerakan sesar dan arah bidang sesar untuk suatu gempa bumi diperoleh solusi mekanisme sumber gempa bumi.

2.5.1 Sesar Bumi (Earth Fault) dan Orientasinya

Secara garis besarnya, gerak sesar ini dibedakan menjadi gerak mendatar (strike slip), gerak vertikal (dip slip) dan gerak miring (oblique slip). Strike slip terjadi apabila Pembentukan masing-masing jenis gerak sesar ini dipengaruhi oleh sistem tegasan. Beberapa definisi yang lengkap dari sebagian ahli geologi struktur tersebut, antara lain :

• (Billing, 1959) :

Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga puluhan kilometer.

• (Ragan, 1973) :

Sesar merupakan suatu bidang rekahan yang telah mengalami pergeseran.

• (Park,1983) :

Sesar adalah suatu bidang pecah (fracture) yang memotong suatu tubuh batuan dengan disertai oleh adanya pergeseran yang sejajar dengan bidang pecahnya.


(44)

29

Berdasarkan Geometri dan Klasifikasi sesar, terlebih dahulu mengetahui unsur-unsur geometri dari sesar itu sendiri. Beberapa unsur geometri sesar yang perlu diketahui, antara lain :

a. Fault Surface (Bidang Sesar) adalah bidang pecah pada batuan yang disertai oleh adanya pergeseran

b. Fault Line (Garis Sesar) adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar dengan permukaan bumi

c. Fault Trace adalah jejak sesar

d. Fault Outcrop adalah singkapan sesar e. Fault Scarp adalah gawir sesar f. Fault Zone adalah zona sesar g. Fault Wall adalah dinding sesar

h. Hanging Wall adalah blok yang berada di atas bidang sesar i. Foot Wall adalah blok yang berada di bawah bidang sesar

j. Hade adalah sudut lancip antara bidang sesar dengan bidang vertikal k. Slip adalah pergeseran relatif antara dua titik yang sebelumnya saling

berimpit

l. Strike Slip Fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang sejajar dengan jurus bidang sesarnya

m. Dip Slip Fault adalah pergeseran blok pada bidang sesar yang tegak lurus terhadap jurus bidang sesarnya atau sejajar dengan arah kemiringan bidang sesarnya


(45)

30

o. Throw adalah jarak pergeseran pada bidang vertikal

p. True Displacement adalah arah dan besarnya jarak pergeseran blok yang sebenarnya

q. Dip of Fault adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan bidang horizontal

r. Strike of Fault adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan bidang sesar dengan bidang horizontal

s. Sense of Displacement adalah gerak relatif suatu blok terhadap blok yang berada di hadapannya ( Untuk strike slip adalah sinistral atau dekstral, sedangkan untuk dip slip adalah normal atau naik)

t. Separation atau pergeseran semu adalah jarak tegak lurus antara dua blok yang bergeser dan diukur pada bidang sesar

u. Strike Separation adalah komponen separation yang diukur sejajar terhadap jurus bidang sesar

v. Dip Separation adalah komponen separation yang diukur sejajar dengan kemiringan bidang (dip) sesar

w. Slicken Side atau cermin sesar adalah bidang sesar yang permukaannya licin

x. Slicke Line atau gores garis adalah jejak pergeseran berupa garis-garis lurus (kadang melengkung) yang disebabkan oleh gerusan antar blok yang saling bergesekan

y. Pitch adalah sudut lancip yang dibentuk antara gores garis dengan jurus bidang sesar


(46)

31 .

Gambar 2.13 Parameter Bidang Sesar Mekanisme Sumber Gempa Sesar dapat diklasifikasikan berdasarkan :

a. Orientasi pola tegasan utama

b. Gerak relatifnya (Sense of displacement) dan unsur geometrinya c. Rake dari net slip

d. Separation dan slip

e. Dip of fault dan pitch of net slip f. Tipe gerakannya.

Gambar 2.14 Arah Bidang Pergerakan Sesar

Di bawah ini akan dibahas beberapa pendapat ahli geologi struktur dalam membuat klasifikasi sesar, yaitu antara lain :


(47)

32

Membuat klasifikasi sesar berdasarkan pada pola tegasan utama sebagai penyebab terbentuknya sesar. Berdasarkan pola tegasannya ada 3 (tiga) jenis sesar, yaitu sesar naik (thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar (wrench fault).

Normal fault, jika tegasan utama atau tegasan maksimum, posisinya vertical

Wrench fault, jika tegasan menengah atau intermediate, posisinya vertical

Thrust fault, jika tegasan minimum, posisinya vertical • (Angelier, 1979)

Membuat klasifikasi sesar berdasarkan gerak relatifnya (Sense of displacement) dan unsur geometrinya, berupa gores-garis (R), pitch (i), sudut kemiringan (dip) bidang sesar, pergeseran vertikal atu throw (RV), pergeseran transversal atau heave (RHT) dan pergeseran longitudinal (RHL). Jenis sesar di dalam klasifikasi ini tergantung pada besarnya nilai RHL dan RHT. RHL dan RHT ditentukan berdasarkan besarnya pitch dan dip. Secara matematis adalah :

RHL = R cos I RHT = R sin i cos RV = R sin i sin

Berdasarkan pada nilai RHL dan RHT, maka sesar dapat dikelompokan menjadi :


(48)

33

b. Sesar mendatar naik/normal, apabila RHL > RHT

c. Sesar naik atau normal murni, apabila RHT > 90% (Pitch > 80) d. Sesar mendatar murni , apabila RHL > 90% (Pitch < 10) • (Billing, 1977)

Ada 5 (lima) aspek dalam membuat klasifikasi sesar, yaitu : 1. Rake dari net slip

2. Kedudukan sesar relatif terhadap kedudukan batuan yang ada di sekitarnya

3. Pola sesar

4. Sudut kemiringan sesar 5. Pergerakan relatif sesar.

Berdasarkan kedudukan sesar relatif terhadap kedudukan batuan yang ada di sekitar, terdapat 6 jenis sesar, yaitu Sesar jurus (Strike fault), Sesar perlapisan (Bedding fault), Sesar kemiringan (Dip fault), Sesar diagonal (Oblique or diagonal fault), Sesar Longitudinal (Longitudinal fault) dan Sesar transversal (Transverse fault).

• Sesar jurus (Strike fault) adalah sesar yang arah jurusnya sejajar dengan arah jurus batuan di sekitarnya.

• Sesar perlapisan (Bedding fault) adalah sesar yang jurusnya sejajar dengan bidang perlapisan batuan.

• Sesar kemiringan (Dip fault) adalah sesar yang jurusnya tegak lurus terhadap jurus perlapisan batuan di sekitarnya.


(49)

34

• Sesar diagonal (Oblique or diagonal fault) adalah sesar yang jurusnya membentuk sudut lancip dengan jurus lapisan batuan yang ada di sekitarnya.

• Sesar Longitudinal (Longitudinal fault) adalah sesar yang jurusnya sejajar dengan jurus struktur regional di daerah tersebut.

• Sesar transversal (Transverse fault) adalah sesar yang arah jurusnya membentuk sudut atau tegak lurus terhadap arah umum jurus lapisan batuan di daerah dimana sesar tersebut berada.

Gambar 2.15 Slip Direction dan Strike Direction Parameter

Berdasarkan Separation, sesar dikelompokan mejadi 3 (tiga), yaitu Dip separation fault, Strike separation fault dan Combined separation fault :

Dip separation fault, terdiri atas Normal separation fault, reverse separation fault dan Thrust separation fault

Strike separation fault, terdiri atas Left lateral separation fault dan Right separation fault

Combined dip and strike separation fault, merupakan kombinasi dip dan strike separation, misalnya Normal left lateral separation fault, dsb.


(50)

35

Berdasarkan genetis atau gaya yang bekerja padanya, jenis bidang sesar dibedakan menjadi :

1. Sesar Naik (Thrust fault/Reserve fault)

Terjadi apabila hanging wall relatif bergerak naik terhadap foot wall. Berdasarkan sistem tegasan pembentuk sesarnya, posisi tegasan utama dan tegasan minimum adalah horizontal dan tegasan menengah adalah vertikal. Umumnya sesar naik tidak pernah berdiri sendiri atau berkembang tunggal. Sesar selalu membentuk suatu zona (fault zone), sehingga pada zona sesar dijumpai sejumlah bidang sesar. Masing-masing bidang sesar tersebut membentuk pola yang sama, yaitu bidang sesar umumnya memiliki arah kemiringan yang sama dan arah jalur sesarnya relatif sama. Sejumlah sesar naik (Thrust zone) yang terbentuk pada periode tektonik yang sama dinamakan sebagai Thrust Systems. (Boyer dan Elliott, 1982)

2. Sesar Mendatar (Strike slip fault/Transcurent fault/Wrench fault) Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi tegasan menengah adalah vertikal. Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah hanging wall dan foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem sesar ini.


(51)

36

3. Sesar Turun (Ekstensional fault/Normal fault)

Sesar Turun (Ekstensional fault/Normal fault) terbentuk akibat adanya tegasan ekstensional (gaya tarikan), sehingga pada bagian tertentu gaya gravitasi lebih dominan. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa bagian tubuh batuan akan bergerak turun yang selanjutnya lazim dikenal sebagai proses pembentukan sesar normal.

Gambar 2.16 Tipe-tipe Arah Pergerakan Sesar

Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap foot wall. Gerak sesar normal ini dapat murni tegak atau disertai oleh gerak lateral (sinistral atau dekstral). Sistem tegasan pembentuk sesar normal adalah ekstensional, dimana posisi tegasan utamanya vertikal sedangkan kedudukan tegasan menengah dan minimum adalah lateral.

2.5.2 Penentuan Mekanisme Sumber Gempa Bumi Menggunakan Polaritas Gerakan Pertama Gelombang P

Mekanisme sumber gempa bumi merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jenis sesar dengan cara menentukan parameter-parameter sesar yang terdiri dari strike, dip, dan rake. Mekanisme sumber gempa bumi dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan polaritas gerakan pertama gelombang P. Berdasarkan sifat radiasi gelombang P, polaritas gerakan pertama gelombang P dibedakan dalam bentuk gerakan kompresi dan


(52)

37

dilatasi. Gerakan kompresi ditandai arah gerakan pertama naik, sedangkan gerakan dilatasi ditandai arah gerakan pertama turun.

Gambar 2.8 menunjukan contoh polaritas gerakan pertama gelombang P. Lingkaran penuh menggambarkan gerakan pertama gelombang P ke atas (kompresi) dan lingkaran kosong menggambarkan gerakan pertama gelombang P ke bawah (dilatasi). Dua garis putus-putus yang saling tegak lurus memisahkan kelompok gerakan kompresi dan dilatasi. Kedua garis tersebut dinamakan garis nodal dimana tidak terdapat gerakan gelombang P disepanjang garis tersebut. Kelompok gerakan kompresi dan dilatasi yang dipisahkan oleh garis nodal dinamakan kuadran yang letaknya saling berhadapan, saling tegak lurus dan luasnya sama besar.

Gambar 2.17 Polaritas gerak pertama gelombang P

Sejak model ini ditemukan tahun 1917 banyak sekali analisis telah dilakukan terhadap gempa bumi yang hampir semuanya menggambarkan pola-pola sistematis gerakan pertama gelombang P. Pengamatan ini menunjukkan bahwa hampir semua mekanisme pergerakan sumber gempa bumi dapat dijelaskan dengan sistem gaya sederhana. Sejak tahun 1960-an model kopel ganda ditetapkan dan banyak digunakan oleh para pakar di bidang seismologi sebagai


(53)

38

sistem gaya yang dapat menjelaskan polarisasi gerakan pertama gelombang P secara ilmiah.

2.5.3 Deskripsi Matematis Bidang Sesar dan Kemiringan (Slip Vector)

Bidang sesar dan kemiringan (Slip Vektor) dapat dideskripsikan secara matematis dengan ilustrasi bidang sesar berikut :

Gambar 2.18 Orientasi bidang sesar yang terdiri dari strike, dip, dan rake Dalam sistem koordinat (x, y, z) = (North, East, Down) dengan nilai n sebagai berikut :

n = − sin δ cos s + sin δcos s − cos δ (2.1)

Sedangkan nilai strike-nya adalah:

= cos s + sin (2.2)

Vektor e adalah bidang vertikal antara dua bidang sesar yang saling

berpotongan, terletak pada:

= = cos δ sin s + cos δ cos s – sin δ (2.3) Vektor e dan c merupakan bidang sesar yang saling tegak lurus, sehingga nilai sudut rake ditentukan dengan:


(54)

39

Dari persamaan di atas diperoleh nilai vektor kemiringan (slip) antara dua bidang sesar yang saling tegak lurus sebagai berikut:

=

cos λ cos s + sin λ cos δ sin s + cos λ sin s – sin λ cos δ cos s − cos λ sin δ ! (2.5)

2.6 Teori Pegas Elastis

Proses terjadinya gempa bumi tektonik dapat didefinisikan sebagai berikut. Misalkan dua lempeng yang saling bergerak relatif terhadap sesamanya, pergerakan ini menimbulkan gesekan di sepanjang bidang batas kedua lempeng tersebut. Gesekan kedua lempeng tersebut di asumsikan bersifat elastik, dapat menimbulkan suatu energi yang disebut energi elastik.

Bila hal ini terjadi terus-menerus, maka terjadi akumulasi energi yang besar, pada saat kondisi tertentu dimana batuan tersebut tidak mampu menahan lagi stress/gaya/tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan relatif tersebut, energi elastik yang terakumulasi akan dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gelombang elastik yang menjalar ke segala arah, maka gempa bumi tersebut terjadi dan dirasakan sebagai suatu getaran. Terjadinya gempa bumi dapat dijelaskan dengan teori pegas elastis ( Elastic Rebound Theory) pada Gambar 2.18


(55)

40

Gambar 2.19 Teori Pegas Elastis

Garis tebal vertikal menunjukan pecahan atau sesar pada bagian bumi yang padat. Pada keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum terjadi perubahan bentuk geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang terus-menerus, maka akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi dan mampu merubah bentuk geologi dari lapisan batuan.

Keadaan II menunjukan suatu lapisan batuan telah mendapat dan mengandung stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah A mendapat stress ke atas, sedang daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini berjalan terus sampai stress yang terjadi di daerah ini cukup besar untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress, maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut gempa bumi.

Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah, karena adanya pergerakkan yang tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan sesar ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses di atas akan diulangi lagi


(56)

41

dan sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian seterusnya.

2.7 Teori Dasar Mekanisme Sumber Gempa

Gempa bumi disebabkan oleh sesar, oleh karena itu energi yang dirambatkan menghasilkan pola gelombang seismik yang dapat berlawanan pula. Gambar 2.20 menunjukkan bahwa jika terjadi sesar mendatar dextral (geser kiri), stasiun pada lokasi kuadran II dan IV akan menerima tarikan dan ke atas untuk tekanan (Santoso, 2002).

Cara mengidentifikasi sifat macam gempa semacam ini disebut mekanisme sumber gempa. Dengan teknik semacam ini setiap gempa yang terjadi dapat dianalisa sebagai hasil dari sesar normal, sesar naik maupun sesar mendatar. Masing-masing arah jurus dan kemiringannya dapat juga ditentukan (Santoso, 2002).

\

Gambar 2.20 Lokasi Daerah Yang Akan Mengalami Tarikan Dan Tekanan Pada Sesar Tegak Dengan Pergeseran Mendatar


(57)

42 2.7.1 Teori Kopel Tunggal dan Kopel Ganda

Untuk menerangkan mekanisme fokus gempa, terdapat dua hipotesa model gaya yang dipakai, yakni yang dikenal sebagai sistem gaya tipe 1 yang berupa kopel tunggal dan sistem gaya tipe 2 yang berupa kopel ganda. Hipotesa model gaya ini diperkenalkan oleh Honda pada tahun 1957. Menurut Honda, untuk gempa bumi pada dasarnya disebabkan oleh sistem gaya tipe II (Sianturi, 1997).

Teori kopel tunggal menyatakan bahwa di dalam sumber gempa bekerja dua gaya yang sama dan berlawanan arah, berlaku sebagai momen. Sedangkan teori kopel ganda menyatakan bahwa pada sumber gempa bumi bekerja empat gaya yang sama besar dan yang berlawanan arah yang berlaku sebagai sepasang momen gaya yang saling tegak lurus.


(58)

43

Gambar 2.22 Pola Radiasi Untuk Sistem Gaya Kopel Tunggal Dan Model Elastik Rebound

Konsep mengenai solisi mekanisme sumber gempa dengan menggunakan gerakan awal gelombang P dibangun dari Teori Bingkas Elastis oleh Reid pada tahun 1910 (Waluyo, 1992).

2.7.2 Polaritas Gerakan Pertama Gelombang Primer

Mekanisme sumber gempa merupakan metode peninjauan bidang sesar yang meliputi Strike, Dip, Rake, dan Slip (Suetsugu, 1995). Mekanisme sumber gempa dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan polaritas gerakan pertama gelombang P (longitudinal).

Polaritas pertama gelombang P menggambarkan dua kutub yang berlawanan, yaitu kutub kompresi (arah gerakan naik atau dorongan) dan dilatasi ( arah gerakan turun atau tarikan) tergantung pada arah gerakan tersebut menjauhi atau mendekati hiposenter. Arah gerakan pertama gelombang P tersebut dapat dilihat pada seismogram dari masing-masing stasiun seismograf. Secara sistematis polarisasi gerakan tersebut ditentukan oleh azimuth dan jarak dari hiposenter ke stasiun seismograf.


(59)

44

Gambar 2.23 menunjukkan contoh polarisasi gelombang P. Lingkaran perlu menggambarkan gerakan pertama gelombang P ke atas (kompresi) dan lingkaran kosong menggambarkan gelombang P ke bawah (dilatasi). Dua garis patah-patah yang saling tegak lurus memisahkan kelompok gerakan kompresi dan gerakan dilatasi. Kedua garis itu dinamakan garis nodal dimana tidak terdapat gerakan gelombang P di sepanjang garis tersebut. Kelompok-kelompok gerakan kompresi dan dilatasi yang dipisahkan oleh garis nodal dinamakan yang letaknya saling berhadapan, saling tegak lurus dan luasnya sama besar.

Gambar 2.23 Penjalaran Gerakan Awal Primary dan Secondary Wave di dalam bumi

Sejak model ini ditemukan tahun 1917 banyak sekali analisis telah dilakukan terhadap gempa bumi yang hampir semua hasilnya menggambarkan pola-pola sistematis gerakan awal gelombang P seperti tersebut di atas. Pengamatan ini menunjukan bahwa hampir semua mekanisme pergerakan pusat gempa dapat dijelaskan dengan sistem gaya sederhana. Sejak tahun 1960-an`model kopel ganda telah ditetapkan dan banyak digunakan oleh para pakar di bidang seismologi sebagai sistem gaya yang dapat menjelaskan polarisasi gerakan awal gelombang gempa secara ilmiah.


(60)

45

2.7.3 Teori Mekanisme Dengan Metode Impuls Pertama Gelombang Primer (P)

Ketika gempa bumi terjadi, maka gelombang gempa bumi akan terpancarkan ke segala arah berbentuk fase gelombang. Fase awal yang tercatat lebih dahulu ialah gelombang P, karena memiliki kecepatan terbesar dari pada gelombang yang lainnya.

Arah gerakan pertama impuls dari gelombang P inilah yang kemudian di amati untuk mempelajari sumber mekanisme. Hal ini dapat disebabkan karena gelombang P yang paling jelas pembacaannya. Alat yang digunakan pada umumnya ialah seismograf tipe vertikal, sehingga pembacaan gelombang S menjadi sulit. Selain untuk menentukan gerakan awal gempa dan studi solusi bidang sesar, metode ini penting untuk menentukan gerakan dari plate tektonik dan penting untuk menentukan gerakan relatif dari litosfer.

Solusi untuk menentukan arah dan orientasi menyebabkan terjadinya bidang sesar yang disebut sebagai Fault Plane Solution. Ada beberapa ketentuan dalam mempelajari solusi bidang sesar ini :

1. Arah gerak awal gelombang P harus dianggap sama atau sesuai dengan arah gaya atau kopel yang bekerja di sumber gempa.

Dalam mekanisme gempa bumi terdapat dua hipotesa yang berlaku. Pertama adalah teori kopel tunggal yang menyatakan bahwa di dalam sumber gempa bekerja dua gaya yang sama besar dan berlawanan arahnya dan berlaku sebagai momen. Sedangkan teori kopel ganda


(61)

46

menyatakan bahwa pada sumber bekerja empat gaya yang sama besar dan berlaku sebagai pasangan momen gaya yang saling tegak lurus. 2. Sumber harus dianggap berbentuk bola di dalam bumi, dimana bumi

dianggap homogen isotropik.

Pada dasarnya solusi bidang sesar adalah mencari dua bidang nodal orthogonal (orthogonal nodal plane) yang memisahkan gerakan pertama gelombang dalam kuadran kompresi dan dilatasi pada bola sumbernya.

Bola sumber adalah suatu ilustrasi dari sebuah bola yang berpusat di sumber gempa. Bola sumber meliputi jejak seismik yang menjalar dari sumber gempa sampai ke stasiun penerima. Untuk menentukan posisi suatu titik pada bola sumber yang memuat informasi impuls pertama gelombang primer (P) kompresi atau dilatasi, maka yang dipergunakan koordinat sudut sinar (I,(d), I menyatakan sudut keberangkatan gelombang yang lazim, dimana bisa disebut incident angel. Dapat dihitung dari persamaan :

Sin I = ".$.(&

'(& ………(2.6)

Dimana, :

P = Ray parameter (s)

V(h) = Kecepatan gelombang pada kedalaman h (m) R = Jari-jari bumi (m)


(62)

47 2.7.4 Diagram Mekanisme Sumber

Studi mekanisme pusat gempa bertujuan untuk menentukan model sesar gempa berdasarkan bidang nodal dari hasil pengamatan polaritas gelombang P yang dipancarkan oleh hiposenter. Jika, stasiun seismograf yang melingkupi pusat gempa cukup banyak, maka dengan mudah dapat dipisahkan antara kelompok stasiun yang merekam dilatasi. Kadang-kadang jumlah stasiun tidak cukup, sehingga tidak semua gempa dapat ditentukan solusi mekanisme pergerakan pusat gempanya.

Untuk menggambarkan distribusi polaritas gerakan awal gelombang P secara global dapat digunakan prosedur grafik untuk menentukan dua bidang nodal. Hiposenter diasumsikan sebagai bola dengan radius sangat kecil yang disebut bola sumber gempa. Gelombang gempa mencapai stasiun seismograf S meninggalkan bola sumber gempa dengan sudut elevasi I dan azimuth , adalah azimuth stasiun penerima yang diukur dari titik utara episenter ke stasiun penerima searah jarum jam. Dan hasil pengukuran dan I serta penentuan fase gelombang P, kemudian diplot pada bola sumber.

Ditentukan S pada bola sumber gempa dengan polaritas gelombang P kompresi atau dilatasi yang diamati di stasiun seismograf S. Prosedur ini dilakukan untuk semua stasiun yang merekam getaran gempa, sehingga diperoleh polaritas gelombang P secara global yang dipancarkan dari hiposenter.

Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa polaritas gerakan awal gelombang langsung P tidak berubah selama penjalarannya sehingga polaritas pada bola sumber gempa masih sama dengan polaritas pada hiposenter. Untuk


(63)

48

kasus gelombang seismik refleksi seperti gelombang P, polaritas gerakan awal akan berubah sebaliknya setelah meninggalkan bidang refleksi. Karena bola sumber gempa merupakan bentuk dimensi ruang maka polaritas gerakan awal gelombang P akan terdistribusi dalam 3 dimensi.

Hal ini sangat sulit untuk diinterpretasikan secara visual. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dibuat proyeksi dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi yang disebut sebagai diagram mekanisme sumber gempa yang lebih mudah dibuat interpretasinya secara visual.

Gambar 2.24 Bola Pusat Gempa Yang Menggambarkan Hipocenter

Gambar 2.25 Gambaran 3 Dimensi Radiasi Gelombang Gempa Model Kopel Ganda


(64)

49

Gambar 2.26 Proyeksi bola pusat gempa ke bidang equatorial

Sebelum membuat diagram mekanisme sumber gempa, perlu ditentukan lebih dahulu bagaimana cara menginterpretasikannya. Gambar 2.26 menunjukkan cara memproyeksikan dari bola sumber gempa ke diagram pusat gempa.

Pada model kopel ganda pola radiasi gelombang seismik simetri dengan hiposenter, sehingga yang dapat diproyeksikan hanya setengah bola sumber


(65)

50

gempa. Bola sumber gempa dibelah menjadi dua (bagian atas dan bagian bawah) oleh bidang horizontal yang melalui hiposenter.

Polaritas data S (kompresi atau dilatasi) pada belahan bola bagian bawah diproyeksikan pada titik pada diagram. Polaritas data pada belahan bola bagian atas simetri dengan data yang ada dibelahan bola bagian bawah. Dua bidang nodal dinyatakan pada diagram sebagai dua garis. Karena dua bidang tersebut tegak lurus satu sama lain, maka masing-masing bidang saling berpotongan melalui sumbernya atau pusatnya. Pusat atau sumber ini merupakan vektor yang tegak lurus bidang. Arah vektor yang menjauhi hiposenter ditandai dengan titik potong antara vektor dan bola sumber gempa yang dinyatakan titik pada diagram.

Gambar 2.27 Orthogonalitas Dua Bidang Nodal

Dua garis nodal membagi diagram kedalam empat kuadran kompresi dan dilatasi gelombang seismik. Kuadran kompresi biasanya dinyatakan dengan gambar arsiran. Pada diagram dapat dibaca parameter bidang nodal yan terdiri


(66)

51

dari sudut strike, dip, dan rake (slip). Penting untuk diketahui bahwa salah satu dari bidang nodal merupakan sesar atau patahan gempa

.

Gambar 2.28 Bidang Proyeksi Luasan Sama (Bidang Stereografis)

Gambar 2.28 digunakan untuk menentukan parameter bidang sesar/patahan dari diagram mekanisme sumber gempa. Bagian kanan gambar tersebut digunakan untuk menentukan azimuth dan sudut busur pada garis nodal.

Garis horizontal digunakan untuk menentukan sudut atau bidang nodal yang diukur dari garis vertikal. Prosedur untuk menentukan parameter bidang sesar dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Untuk menentukan strike, posisis hanging wall di sebelah kanan arah strike dan diukur searah jarum jam dari arah utara (Gambar 2.29).. 2. Dip diukur dengan menggunakan setengah lingkaran bagian kanan


(67)

52

Gambar 2.29 Pengukuran Sudut Strike Dan Dip Pada Diagram Dan Penampang

3. Sumbu tekanan P dan sumbu tarikan T terletak pada titik 450 dari dua titik A dan B (Gambar 2.30). Sumbu P di kuadran dilatasi dan sumbu T di kuadran kompresi dengan gambar arsiran. Perpotongan antara dua garis nodal disebut sumbu N (null) yang merupakan arah stress nol. Sumbu P, T, dan N ditentukan oleh azimuth (diukur searah jarum jam dari arah utara) dan plunge (diukur ke arah bawah dari horizontal). Kedua sudut tersebut diukur dengan menggunakan kertas stereografis. Tekanan dan tarikan menunjukkan arah gaya yang bekerja pada hiposenter, sedangkan kompresi dan dilatasi merupakan arah gerakan awal gelombang P seismograf.

Jika, pusat diagram (hiposenter) berada di kuadran kompresi (arsiran) maka sesar gempa disebut reverse fault dan jika berada di kuadran dilatasi, maka disebut normal fault. Dengan kata lain bila sumbu T berada pada satu kuadran dengan pusat diagram akan diperoleh reverse


(68)

53

fault. Sebaliknya bila sumbu P berada dalam kuadran yang sama dengan hiposenter, maka akan dihasilkan normal fault. Jika, pusat diagram berada pada atau dekat dua garis nodal maka akan dihasilkan strike slip fault.

4. Vektor slip untuk satu bidang nodal tegak lurus pada bidang nodal lainnya, sehingga vektor slip untuk bidang nodal berhubungan dengan kutub vektor bidang nodal lainnya.

Gambar 2.30 Penentuan Sumbu P Dan T Dari Kutub Pada Garis Nodal Rake dari vektor slip didefinisikan dengan sudut antara arah strike dan vector slip (kutub vektor), atau dengan kata lain :

1 Untuk normal fault, rake dari bidang nodal ditandai dengan – (sudut antara strike bidang dan kutub bidang yang lain)

2 Untuk reverse fault, rake bidang nodal diperoleh dengan 1800 – (sudut antara strike bidang dan kutub bidang yang lain)

Sudut rake diukur menggunakan setengah lingkaran bagian gambar stereografis. Sudut rake negatif untuk normal fault, karena sudut rake negatif


(69)

54

menunjukan bahwa hanging wall block bergerak turun, secara relatif terhadap footwall block.

Untuk reverse fault, bila vektor slip menunjuk ke arah atas dan diukur sudut antara arah strike dan kutub pada setengah lingkaran bagian atas. Untuk membuat diagram mekanisme sumber gempa bumi digunakan setengah bola bagian bawah kemudian mengkonversi sudut yang telah diukur pada setengah bola bagian bawah ke sudut rake, dengan mengurangkan sudut tersebut dari 1800.

Gambar 2.31 Penentuan Sudut Rake Pada Reverse Fault Dan Normal Fault


(70)

55

Gambar 2.32 Penentuan Tipe Sesar Dengan Sudut Rake

2.8 Pola Tektonik Daerah Sulawesi

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat kegempaan yang tinggi, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik benua, yaitu: Lempeng Asia bergerak dari utara ke selatan tenggara, lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak dari selatan menuju utara dan lempeng Pasifik yang bergerak dari timur ke barat. Akibat dari gerakan ketiga lempeng ini menimbulkan unsur-unsur tektonik lainnya seperti sesar, patahan lokal, lipatan, tanah turun dan sebagainya. Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas atau kegempaan yang tinggi.

Wilayah Indonesia Bagian Timur merupakan zona geodinamika yang kompleks sebagai akibat dari tumbukan dan konvergensi tiga lempeng utama yang ada di bumi (triple junction), yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Hindia-Australia,


(71)

56

dan Lempeng Pasifik. Pada level micro plate yang lebih detail lagi kita dapat melihat adanya tumbukan antara blok sunda bagian tenggara dengan blok sula yang membentuk pulau Sulawesi sekarang ini. Akomodasi tumbukan diantaranya adalah Sesar Palu Koro pada batas barat daya, Sesar Matano pada batas selatan, dan subduksi di bawah lengan utara Sulawesi (Palung Sulawesi) pada batas utara. Aktivitas tektonik regional ini menyebabkan terjadinya berbagai bahaya dan bencana alam seperti fenomena gempa bumi, erupsi vulkanik, tsunami, dan longsoran tanah yang merupakan fenomena destruktif bagi kehidupan manusia. Salah satunya termasuk di daerah Sulawesi Selatan.

Wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan daerah yang rentan terhadap bencana alam gempabumi karena wilayah ini dilalui patahan Palu Koro yang memanjang dari Palu ke arah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian utara menuju ke selatan Kabupaten Bone sampai di laut Banda, patahan Saddang mulai dari Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah, Sulawesi Selatan bagian Selatan, Bulukumba menuju Pulau Selayar bagian Timur. Dimana keduanya juga di himpit oleh adanya pemekaran samudra di selat Makassar dan Selat Bone.


(72)

57

(a) (b)

Gambar 2.33 (a) Kepulauan Sulawesi (b) Wilayah Sulawesi Selatan

Kondisi geologi dan struktur geologi serta tatanan tektonik yang sangat rumit dan komplek. Akibat pengaruh gerak-gerak lempeng tektonik dari arah utara yang dicirikan oleh tunjaman parit Sulawesi dan gerakan-gerakan tektonik dari arah timur yaitu sesar Sangihe dan Tunjaman Molluca. Selain faktor tersebut diatas, perkembangan pembangunan di wilayah Sulawesi sangat pesat perkembangannya, perkembangan di sektor industri pariwisata sangat menonjol perkembangannya terlihat dari pembangunan hotel bertaraf internasional yang di ikuti oleh sektor industri lainnya.

Dengan kondisi geologi seperti yang telah diuraikan diatas, derah ini diperkirakan sangat rentan terhadap bencana geologi seperti gempa bumi. Sementara dari sisi lain, proses pembangunan berjalan dengan pesat,


(73)

58

konsekuensinya perkembangan jumlah penduduk meningkat, sehingga apabila terjadi bencana alam geologi dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang cukup besar (resiko tinggi).

Berdasarkan kajian bahaya dan resiko gempa bumi daerah telitian dibagi atas tiga daerah kerentanan bencana gempa bumi, yakni kerentanan bencana gempabumi tinggi, sedang dan rendah. Pola kerentanan bencana gempa bumi di daerah telitian memiliki pola memanjang dengan arah relatif utara-selatan. Zona kerentanan bencana gempabumi tinggi mencakup kurang lebih 20 % meliputi daerah Wori, Wenang, Malalayang, Pineleng, Tomohon, Sonder, Kawangkoan, Kakas, Langowan dan Ratahan. Zona kerentanan bencana gempabumi sedang mencakup kurang lebih 40 % meliputi Amurang, Tanawangko, Tareran, Tombantu, Tatelu, Airmandidi, Tondano, Romboken, Bitung dan bitung selatan di P. Lembeh. Zona kerentanan gempa bumi rendah mencakup kurang lebih 40 % meliputi Timpaan, Ranoketangtua, Likupang, Kauditan hingga Kombi.

Dari adanya sesar – sesar dan pemekaran selat Makassar dan selat Bone di Sulawesi Selatan pernah terjadi gempabumi besar yang merusak diantaranya :

1 Gempa Bulukumba

Tanggal 29 Desember 1828, dengan intensitas VIII – IX MMI 2 Gempa Tinambung

Tanggal 11 April 1967, Jam 13:09:11 WITA , Epicenter : 3,3747 LS – 119,115 BT, Depth: 33 Km Magnitudo: 5,3 S


(1)

Gambar 4.9 Penampang Melintang Seismisitas Bidang C-C’

4. Bidang D-D’

Pada bidang ini penyebaran hiposenter menyebar hingga melewati bawah sesar, terlihat bahwa trend penyebaran hiposenter menunjukkan penunjaman. Penyebaran hiposenter pada daerah shallow dip membentuk sudut sekitar 350 terhadap horizontal sampai kedalaman kurang lebih 70 km.


(2)

88 Gambar 4.10 Penampang Melintang Seismisitas Bidang D-D’

5. Bidang E-E’

Bidang ini terdapat trend penyebaran hiposenter sampai kedalaman kurang lebih 80 km. Terdapat banyak gempa dengan kedalaman dangkal, menyebar hingga melewati bawah sesar. Penyebaran hiposenter pada daerah shallow dip membentuk sudut sekitar 450 terhadap horisontal sampai kedalaman kurang lebih 80 km.


(3)

Berdasarkan distribusi penampang melintang hiposenter, secara umum terlihat bahwa kedalaman maksimum hiposenter di daerah Soroako kurang lebih 150 km. distribusi gempabumi dangkal (0-70 km) sering terjadi pada daerah penunjaman dengan sudut yang kecil (shallow dip). Sedangkan untuk gempabumi dengan kedalaman (70-300 km) terjadi pada daerah dengan sudut penunjaman yang lebih besar (intermediate dip).

Hasil analisis penampang melintang masing-masing bidang dapat dilihat bahwa, sudut yang terbentuk pada daerah shallow dip yaitu pada kedalaman (0-70 km) besarnya sampai 300. Untuk daerah intermediate dip yaitu pada kedalaman (70-250 km) besarnya antara (300-450). Sudut terbesar terdapat pada bidang C-C’ dan bidang E-E’ dengan kedalaman gempa lebih dari 70 km. Diperkirakan pada bidang ini penunjaman Lempeng Pasifik lebih dalam menjorok dibawah zona Sulawesi Selatan dibanding pada bidang yang lain.


(4)

90

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :

1. Gempa bumi Soroako (Sulawesi Selatan) pada tanggal 15 Februari 2011, memiliki magnitude 6,1 SR disebabkan oleh aktifitas lempeng Hindia-Australia yang menujam di bawah lempeng benua Eurasia dengan mekanisme sumber berupa sesar reverse/thrust fault.

2. Mekanisme sumber gempa Soroako (Sul-Sel) tersebut diperoleh orientasi sesar ke arah Timur Laut –Barat Laut, dengan arah bidang sesar (strike) 1110/200 dan kemiringan bidang sesar (dip) 700/870 serta sudut pergeserannya (rake) 30/1590.

3. Pola pengelompokan sumber gempa bumi dan penampang melintang di Sulawesi Selatan dan sekitarnya berada di penujaman tektonik dari arah utara yang dicirikan oleh tunjaman parit Sulawesi dan gerakan-gerakan tektonik dari arah timur, yaitu sesar Sangihe-Talaud dan Tunjaman Molluca.


(5)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dberikan beberapa saran antara lain :

1. Penentuan bidang sesar dengan menggunakan polaritas awal gelombang P dilakukan dengan meminimalkan kesalahan data yang diperoleh, sehingga akan diperoleh nilai yang tepat, dapat menentukan bidang nodal dalam menentukan nilai strike, dip, dan rake sebagai parameter solusi bidang sesar. Untuk itu perlu diperhatikan, akurasi dari bentuk awal gelombang P tersebut apakah tergolong kompresi atau dilatasi, agar dapat memberi gambaran yang mendekati keadaan yang terjadi di sumber gempa bumi. 2. Hasil analisa yang diperoleh, perlu adanya penyesuaian dengan data

geologi dan kondisi tektonik setempat serta dibandingkan dengan hasil metode geofisika yang lain.


(6)

92

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mushaf Al-Qur’an Terjemahan, kelompok GEMA INSANI

[2] Suetsugu, Daisuke “Source Mechanism Practice”, Earthquake Information Division, IISE. [3] Ismail, Sulaiman, 1989, “Pendahuluan seismologi I”, Badan Diklat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

[4] Lepedes, D.N., 1978, Encyclopedia of the Geological Sciences. Mc Graw Hill Inc, New York.

[5] Reid, H.F. 1982. Elastic Rebound Theory of Earthquake, BSSA. Vol 11 (98-100). [6] Ginanjar S. 2007. Memahami Konsep Tektonik dan Mekanisme Gempa. Jakarta, BMKG.Wilson E.

[7] Hamilton, W. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. United States Geological Survey. Professional Paper 1078.

[8] Snoke, J. Arthur, 2003, Focal Mechanism Determinations, Virginia Tech, Blackburg, VA, USA.

[9] Waluyo, 1992, Seismotectonics of Eastern Indonesian Region. Ph.D Thesis, Saint Louis University, USA.

[10] Santoso, Djoko, 2002, Pengantar Teknik Geofisika, ITB, Bandung.

[11] Kramer, S. L, 1996, “Geotechical Earthquake Engineering”, Prentice Hall Inc, New Jersey. [12] Http://www.isc.ac.