Pasal 779 huruf b Kekacauan atau Keteraturan Final

41 masing-masing pasal di aturan peralihan dibuat secara sendiri-sendiri, tidak dilakukan dengan sistematis antar pasal ke pasal. Oleh karena itu sebaiknya harus diperjelas kedudukan ketentuan pidana peraturan perundang-undangan di luar RKUHP, apakah tetap sebagai otonom berdiri sendiri atau bagian dari kodifikasi. Selanjutnya juga perlu diperjelas, apakah ketentuan pidana atas UU administrasi menjadi ruang lingkup kodifikasi dari RKUHP.

6. Pasal 779 huruf b

Jika terdapat per edaa kete tua huku a tara U da g-Undang ini dan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,diberlakukan ketentuan yang e gu tu gka agi pe uat. Pengertian: Terdapat ketidakjelasan maksud ketentuan hukum pada pengaturan pasal ini. Penulis menganggap ketentuan hukum disini termasuk pula asas dan prinsip pidana yang mempunyai kekhususan dengan RKUHP. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan pengaturan pada Pasal 778 huruf b yang mengatakan bahwa setiap ketentuan pidana merupakan unifikasi dan kodifikasi. Namun dalam pasal ini diatur bahwa ketika ada perbedaan maka dipilih yang menguntungkan bagi pelaku tindak pidana. Hal ini menjadikan adanya inkosistensi dari pengaturan aturan di RKUHP. Misalkan contoh ketentuan pajak yang telah dibahas pada poin 4 Pasal 778 huruf B, merujuk pada poin tersebut maka semua ketentuan pidananya harus merujuk pada RKUHP sebagai bentuk unifikasi. Namun di sisi lain, pada Pasal 778 huruf B diatur bahwa pengaturan khusus tersebut masih tetap ada, jika pengaturan itu menguntungkan bagi pelaku tindak pidana. Dengan demikian terlihat inkonsistensi penerapan pasal-pasal aturan peralihan di RUKHP. Permasalahan a. Dalam pasal ini muncul suatu frase baru yak i kete tua huku , se e ar ya apa yang dimaksud dengan ketentuan hukum dalam pasal ini. Apakah pengertian ketentuan hukum mempunyai pengertian yang sama dengan ketentuan pidana? Selain itu, sejauh mana ruang lingkup dari ketentuan hukum, apakah ketentuan pidana merupakan bagaian dari ketentuan hukum. Terlihat kembali bagaimana perumus RKHUP tidak konsisten dalam menggunakan frase pemilihan kata. Hal ini menjadi ambiguinitas di akademispraktis hukum nantinya terkait pengertian maksud dari ketentuan hukum. Hal ini dikarenakan pada pasal 779 huruf a menggunakan frase ketentuan pidana, sedangkan 779 huruf b adalah ketentuan hukum seharusnya ini terdapat perbedaan pengertian anatar keduanya. Selanjutnya pada Pasal 778 menggunakan frase ketentuan pidana ,sedangkan Pasal 779 huruf b frase ketentuan hukum, yang antar keduanya mempunyai pengaturan seolah berbeda 778 - unifikasi, sedangkan 779 huruf b- memilih yang menguntungkan. Jika memang berbeda bukankah ketentuan pidana merupakan bagian dari ketentuan hukum layaknya lex specialis dengan legi generalis. Timbul pertanyaan baru lagi, apakah ketika terdapat perbedaan, maka ketentuan pidana dapat menyimpangi ketentuan hukum. Maksudnya perbedaan pengaturan antara Pasal 778 dengan Pasal 779 huruf b b. Pertanyaan yang mendasar ialah bagaimana mekanisme untuk menentukan yang paling menguntungkan antara suatu peraturan yang memuat ketentuan hukum yang khusus dengan RKUHP . Apalagi jika indikatornya ialah pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang amat mungkin seoarang pelaku dengan pelaku lainnya akan mempunyai pandangan berbeda akan hal yang menguntungkan subyektifitas. Apakah maksudnya ketika seseorang disangkakan dengan ketentuan pajak, maka dia harus memilih terlebih dahulu menggunakan ketentuan pajak atau 42 ketentuan RKUHP implikasi ketika indikator adalah pelaku tindak pidana. Hal ini jelas menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dalam RKUHP yang menyebabkan hak-hak tersangkaterdakwaterpidanarentan untuk terlanggar.

7. Pasal 780 huruf a