123 Argumentasi Keteraturan Alam Keteraturan

Argumentasi Keteraturan Alam Keteraturan adalah kualitas dan bentuk keberadaan beberapa
partikular sebuah majemuk, hingga keharmoniannya mampu memenuhi tujuan dari majemuk
tersebut. Dapat dikatakan bahwa berbagai realitas yang sangat mudah ditemukan dalam
fenomena-fenomena alam oleh para filosof dan ilmuwan adalah adanya keharmonisan dan
keteraturan. Poin inilah yang telah menyebabkan sebagian besar dari filosof kuno menyepakati
adanya semacam kebersatuan untuk alam, atau mencari prinsip kebersatuan untuk semuanya.
Sebagaimana Thales yang mengungkapkan air sebagai prinsip kebersatuan, Aneximines udara,
sementara Heraclitus mengungkapkan api sebagai prinsipnya. Secara global, para filosof
sebelum Socrates, saling mengungkapkan integritas alam dengan caranya masing-masing. Dalam
pemikiran filosof besar semacam Thales, Anaximines dan Heraclitus mengungkapkan bahwa:
”Alam semesta adalah alam dimana hukum keteraturan yang bersifat universal berlaku atasnya”.
Salah satu aliran filsafat yang ada sebelum Socrates, adalah aliran Pytagoras. Kelompok
Pytagoras sepakat bahwa seluruh alam laksana sebuah melodi harmonis sebuah musik, dimana
keteraturan yang bersifat universal berlaku atasnya. Dari sinilah mereka sepakat, bahwa
sebagaimana harmoni sebuah musik terkait pada angka-angka maka bisa digambarkan harmoni
dan keteraturan alam pun bergantung pada angka. Penyaksian keteraturan yang cermat semacam
ini telah mengarahkan mereka untuk secara eksplisit mengumumkan, bahwa benda adalah angkaangka itu sendiri. Pada era setelahnya, kecenderungan ini pula yang ditemukan dalam kelompok
“Ikhwân ash-Shafa”. Plato juga mengungkapkan permasalahan keteraturan yang menguasai
benda-benda alam. Dia tidak hanya sepakat dengan keteraturan dalam badan-badan dan bendabenda materi alam fisik. Melainkan di alam bentuk (suwar) dan alam ide (mundus imginalis) pun
dia sepakat bahwa keteraturan berada dalam posisinya sebagai hakim. Pada prinsipnya,
keteraturan alam ini merupakan efek dan petunjuk keteraturan alam ide (mundus imaginalis).

Secara global pada seluruh era, mereka yang sepakat bahwa penemuan dan pengenalan prinsip
religi akan bisa terpenuhi melalui metodologi-metodologi natural, dengan mengungkapkan
argumen-argumen yang varian untuk wujud Tuhan, berusaha menampakkan bahwa paling
asasinya prinsip religi –yaitu wujud Tuhan- dapat diargumentasikan dengan argumen-argumen
yang dapat diterima. Di antara dalil-dalil ini, bisa jadi argumen keteraturan merupakan argumen
yang paling terkenal, dimana setiap individu mengenalinya. Hal ini dikarenakan premis-premis
argumen ini diperoleh melalui cara pembelajaran dan konklusi eksperimen dari persoalanpersoalan di alam semesta ini. Semenjak munculnya inovasi ilmu pun telah diusahakan bahwa

dengan memanfaatkan inovasi akhir dari ilmu fisik dan biologi, wujud Tuhan dibuktikan melalui
argumen yang bertolak pada keteraturan Argumen ini bisa dimanfaatkan dalam dua kasus:
Pembuktian wujud Tuhan, Pembuktian ilmu Tuhan. Untuk pembuktian wujud Tuhan dengan
metode argumen keteraturan, dapat dikatakan: “Keteraturan itu berlaku di alam semesta. Dan
setiap keteraturan membutuhkan pengatur. Maka pengatur keteraturan ini, harus meliputi alam
semesta. Dan dia adalah Tuhan” Untuk membuktikan ilmu Tuhan dari metode teori keteraturan,
dapat kami katakan: “Di alam semesta terdapat keteraturan. Dan setiap keteraturan muncul dari
kecerdasan dan kesadaran. Jadi, pengatur alam semesta, harus mempunyai kecerdasan dan
kesadaran”. Dua argumen yang disebutkan di atas membutuhkan penjelasan dan penjabaran yang
lebih mendalam. Penjelasan ini berada dalam beberapa batasan: Asas argumen pertama adalah
“setiap fenomena membutuhkan pemula”. Karena “keteraturan” merupakan sebuah fenomena
maka dia membutuhkan pemula, yaitu pengatur. Dengan ibarat lain, argumen keteraturan pada

hakekatnya adalah sebuah manifestasi dari argumen sebabdan akibat, dan bukannya sebuah
argumen berada di sampingnya. Oleh karena itu salah satu dari pilar dan dasar justifikasi
argumen keteraturanadalah penerimaan argumen kausalitas, yaitu menerima sebab fâ’ili
(subyek, pelaku) untuk fenomena-fenomena alam eksistensi. Karena maksud dari keteraturan
dalam argumen keteraturan adalah keteraturan yang melingkupi alam materi dan alam fisik,
maka argumen keteraturan pada akhirnya memberikan kesimpulan berikut bahwa keteraturan ini
membutuhkan pengatur dari luar alam materi. Hal ini dikarenakan keteraturan merupakan akibat
yang berakal dan sadar. Sedangkan materi merupakan esensi yang kosong dari keberpikiran.
Jadi, pengatur haruslah lebih luas dari alam materi. Dari sini argumen keteraturan pada
hakikatnya merupakan salah satu dari dalil-dalil yang membatalkan filsafat materialis, dan
termasuk dalam argumen pembuktian alam metafisik. Dengan memperhatikan dua poin
sebelumnya, argumen keteraturan lebih sesuai dipergunakan untuk membuktikan ilmu dan
hikmat Sang Pencipta (Khâliq), daripada untuk membuktikan prinsip keberadaan Sang
Pencipta (Khâliq). Hal ini dikarenakan prinsip keberadaan Sang Pencipta dalam argumen ini –
pada hakikatnya- terbukti berdasarkan prinsip dari argumen kausalitas bukan bersumber dari
argumen ini. Tetapi pembuktian ilmu di dalam diri Pencipta alam, akan terbukti melalui argumen
keteraturan. Dengan ibarat yang lebih dalam dikatakan bahwa “keteraturan”dalam membuktikan
prinsip wujud Tuhan, hadd-e wasath-nya (relasi antara premis minor dan mayor, premis media)
tidak hakiki dan bercorakbil-’aradh (aksidental), akan tetapi dalam pembuktian ilmu Sang


Pencipta, hadd-e wasath-nya bersifat bidz-dzat (esensial) dan asli. Dari sinilah maka biasanya
para filosof tidak memberikan perhatian terhadap argumen ini, kebalikannya dengan para teolog
(mutakalimin) yang memberikan perhatian besar kepadanya. Dalam pembuktian ilmu Ilahi
melalui argumen keteraturan, hal yang lebih penting dan lebih asas dari yang lainnya adalah
perhatian terhadap masalah illat gha-i (sebab tujuan). Telah kami katakan bahwa dalam
keteraturan, senantiasa terdapat tujuan, dan keteraturan serta keharmonisan particular, senantiasa
merupakan penjamin tujuan tersebut. Dimana hal seperti ini pasti membutuhan kecerdasan dan
kesadaran pengatur. Jadi, keteraturan yang meliputi fenomena-fenomena eksistensi -secara
eksplisit- menunjukkan bahwa pencipta fenomena-fenomena ini telah meletakkan tujuan khusus
dalam penciptaan beragam eksistensi. Dengan memperhatikan hal tersebut makhluk-makhluk
diciptakan secara teratur. Keharmonisan dan kesesuaian partikular alam semesta ini dalam
memenuhi tujuan tersebut, merupakan manifestasi kecerdasan dan kesadaran pencipta eksistensi.
C. Pembuktian dalil argumentasi alam atas keberadaan Tuhan Sebelum mengungkap konsep
keteraturan alam semesta dalam prespektif al-Qur’an, terlebih dahulu kita lihat pendapat para
ilmuan tentang hal ini. Dalam kajian ilmu fisika dasar, dikenal “Hukum Entropi” yang
menyatakan; “Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, sistem yang teratur akan berkurang
keteraturannya dan berubah menjadi tidak stabil. Hal ini merupakan pengetahuan umum, yang
banyak di antaranya dapat diamati dalam hidup keseharian. Sebagai perumpamaan, jika alam
semesta diibaratkan sebagai sebuah gua yang dipenuhi dengan air, batu, dan debu dibiarkan
untuk waktu yanglama, maka dapat dipastikan setelah ratusan atau bahkan ribuan tahun

kemudian akan didapati bahwa gua dengan segala isinya dalam kondisi yang berantakan. Inilah
yang disebut dengan entropi, dan akal manusia dapat menerimanya. Namun, jika beberapa miliar
tahun kemudian, didapati kenyataan bahwa batuan yang ada di dalam gua telah diukir menjadi
sebuah patung yang indah dengan ukiran yang sangat rumit, maka kesimpulan yang dapat ditarik
dari realitas ini adalah; bahwa keteraturan tidak dapat dijelaskan dengan hukum-hukum alam.
Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah “adanya kekuatan yang maha besar dibalik
kejadian atau realitas ini”. Dalam pandangan Islam, kekuatan yang maha besar inilah yang
dimaksud dengan “Kuasa Allah”. Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Allah mengatur alam
semesta ini dengan santat rapih dan teratur. Ringkasnya, untuk memahami keteraturan alam
semesta diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang dalam dan luas. Dalam presektif alQur’an, dikatakan bahwa alam semesta dirancang, diatur, dan dijaga oleh Allah. Al Quran

menjelaskan bagaimana bumi dan langit beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya dijaga
dengan kuasa-Nya yang agung (QS. Faathir, ayat 41). Ayat ini memberikan penegasan terhadap
adanya prinsip keteraturan alam semesta. Bahkan dalam ayat yang lain, al-Qur’an secara tegas
menolak kepercayaan kaum materialisme, yang menyatakan bahwa alam semesta adalah
sekumpulan materi tak beraturan (QS. al-Mu'minuun, ayat 71). Secara tegas al-Qur’an
menyatakan bahwa setiap benda angkasa memiliki keseimbangan. Masing-masing benda tidak
akan melampaoi garis edar (orbit) yang telah ditetapkan baginya (QS. Yaasin, 36: 40). Namun
hal ini ditolak oleh ahli astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan
kelangsungan tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak

pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan menakjubkan ini bisa
terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut materialisme, keseimbangan dan
keteraturan tata surya adalah misteri tak terjawab. Namun bagi beberapa ahli astronomi yang
lain, tata surya dan alam mengandung keseimbangan sempurna. Bumi diciptakan oleh Allah
untuk hidup dan kehidupan manusia. Sehingga menjadi nyata bahwa alam semesta ini diciptakan
dan diatur oleh Allah. Alasan mengapa sebagian orang tidak dapat memahami hal ini adalah
karena prasangka mereka sendiri (QS. Shaad ayat 27). Namun pemikiran yang murni
berdasarkan kenyataan tanpa prasangka dapat dengan mudah memahami bahwa alam semesta
diciptakan dan dikendalikan oleh Allah bagi manusia untuk hidup. Pemahaman secara eksplisit
diungkapkan Al Quran: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka." (QS. Ali 'Imran, ayat 190-191). Singkatnya, setiap kali mengamati segala sesuatu di
alam semesta, manusia mendapati rancangan luar biasa yang tujuannya adalah untuk memupuk
kehidupan manusia. Implikasi rancangan ini juga jelas. Rancangan tersembunyi dalam setiap
detail alam semesta merupakan bukti paling meyakinkan akan eksistensi dan keberadaan alKhaliq (Sang Pencipta), yang mengendalikan setiap detail dan memiliki kekuatan serta
kebijaksanaan yang tidak terbatas. Kesimpulan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern ini
merupakan sebuah fakta yang difirmankan oleh Allah di dalam al-Quran (QS. al A'raaf, ayat 54).

Referensi Mashkoor, Fakhri:Menjelajah semesta Iman:penerbit Al Huda:Jakarta,2011 Abu

Ummar, Hasan:Rasionalisme dan Alam Pemikiran Filsafat dalam Islam:Yayasan Mulla
Sadra:Jakarta

Selatan,

2002

Argumentasi Keteraturan Alam
Keteraturan adalah kualitas dan bentuk keberadaan beberapa partikular sebuah majemuk, hingga
keharmoniannya mampu memenuhi tujuan dari majemuk tersebut. Dapat dikatakan bahwa
berbagai realitas yang sangat mudah ditemukan dalam fenomena-fenomena alam oleh para
filosof dan ilmuwan adalah adanya keharmonisan dan keteraturan. Poin inilah yang telah
menyebabkan sebagian besar dari filosof kuno menyepakati adanya semacam kebersatuan untuk
alam, atau mencari prinsip kebersatuan untuk semuanya. Sebagaimana Thales yang
mengungkapkan air sebagai prinsip kebersatuan, Aneximines udara, sementara Heraclitus
mengungkapkan api sebagai prinsipnya. Secara global, para filosof sebelum Socrates, saling
mengungkapkan integritas alam dengan caranya masing-masing. Dalam pemikiran filosof besar
semacam Thales, Anaximines dan Heraclitus mengungkapkan bahwa: ”Alam semesta adalah

alam dimana hukum keteraturan yang bersifat universal berlaku atasnya”. Salah satu aliran
filsafat yang ada sebelum Socrates, adalah aliran Pytagoras. Kelompok Pytagoras sepakat bahwa
seluruh alam laksana sebuah melodi harmonis sebuah musik, dimana keteraturan yang bersifat
universal berlaku atasnya. Dari sinilah mereka sepakat, bahwa sebagaimana harmoni sebuah
musik terkait pada angka-angka maka bisa digambarkan harmoni dan keteraturan alam pun
bergantung pada angka. Penyaksian keteraturan yang cermat semacam ini telah mengarahkan
mereka untuk secara eksplisit mengumumkan, bahwa benda adalah angka-angka itu sendiri. Pada
era setelahnya, kecenderungan ini pula yang ditemukan dalam kelompok “Ikhwân ash-Shafa”.
Plato juga mengungkapkan permasalahan keteraturan yang menguasai benda-benda alam. Dia
tidak hanya sepakat dengan keteraturan dalam badan-badan dan benda-benda materi alam fisik.
Melainkan di alam bentuk (suwar) dan alam ide (mundus imginalis) pun dia sepakat bahwa
keteraturan berada dalam posisinya sebagai hakim. Pada prinsipnya, keteraturan alam ini
merupakan efek dan petunjuk keteraturan alam ide (mundus imaginalis). Secara global pada
seluruh era, mereka yang sepakat bahwa penemuan dan pengenalan prinsip religi akan bisa
terpenuhi melalui metodologi-metodologi natural, dengan mengungkapkan argumen-argumen
yang varian untuk wujud Tuhan, berusaha menampakkan bahwa paling asasinya prinsip religi –

yaitu wujud Tuhan- dapat diargumentasikan dengan argumen-argumen yang dapat diterima. Di
antara dalil-dalil ini, bisa jadi argumen keteraturan merupakan argumen yang paling terkenal,
dimana setiap individu mengenalinya. Hal ini dikarenakan premis-premis argumen ini diperoleh

melalui cara pembelajaran dan konklusi eksperimen dari persoalan-persoalan di alam semesta
ini. Semenjak munculnya inovasi ilmu pun telah diusahakan bahwa dengan memanfaatkan
inovasi akhir dari ilmu fisik dan biologi, wujud Tuhan dibuktikan melalui argumen yang bertolak
pada keteraturan Argumen ini bisa dimanfaatkan dalam dua kasus: Pembuktian wujud Tuhan,
Pembuktian ilmu Tuhan. Untuk pembuktian wujud Tuhan dengan metode argumen keteraturan,
dapat dikatakan: “Keteraturan itu berlaku di alam semesta. Dan setiap keteraturan membutuhkan
pengatur. Maka pengatur keteraturan ini, harus meliputi alam semesta. Dan dia adalah Tuhan”
Untuk membuktikan ilmu Tuhan dari metode teori keteraturan, dapat kami katakan: “Di alam
semesta terdapat keteraturan. Dan setiap keteraturan muncul dari kecerdasan dan kesadaran. Jadi,
pengatur alam semesta, harus mempunyai kecerdasan dan kesadaran”. Dua argumen yang
disebutkan di atas membutuhkan penjelasan dan penjabaran yang lebih mendalam. Penjelasan ini
berada dalam beberapa batasan: Asas argumen pertama adalah “setiap fenomena membutuhkan
pemula”. Karena “keteraturan” merupakan sebuah fenomena maka dia membutuhkan pemula,
yaitu pengatur. Dengan ibarat lain, argumen keteraturan pada hakekatnya adalah sebuah
manifestasi dari argumen sebabdan akibat, dan bukannya sebuah argumen berada di sampingnya.
Oleh karena itu salah satu dari pilar dan dasar justifikasi argumen keteraturanadalah penerimaan
argumen kausalitas, yaitu menerima sebab fâ’ili (subyek, pelaku) untuk fenomena-fenomena
alam eksistensi. Karena maksud dari keteraturan dalam argumen keteraturan adalah keteraturan
yang melingkupi alam materi dan alam fisik, maka argumen keteraturan pada akhirnya
memberikan kesimpulan berikut bahwa keteraturan ini membutuhkan pengatur dari luar alam

materi. Hal ini dikarenakan keteraturan merupakan akibat yang berakal dan sadar. Sedangkan
materi merupakan esensi yang kosong dari keberpikiran. Jadi, pengatur haruslah lebih luas dari
alam materi. Dari sini argumen keteraturan pada hakikatnya merupakan salah satu dari dalil-dalil
yang membatalkan filsafat materialis, dan termasuk dalam argumen pembuktian alam metafisik.
Dengan memperhatikan dua poin sebelumnya, argumen keteraturan lebih sesuai dipergunakan
untuk membuktikan ilmu dan hikmat Sang Pencipta (Khâliq), daripada untuk membuktikan
prinsip keberadaan Sang Pencipta (Khâliq). Hal ini dikarenakan prinsip keberadaan Sang
Pencipta dalam argumen ini –pada hakikatnya- terbukti berdasarkan prinsip dari argumen

kausalitas bukan bersumber dari argumen ini. Tetapi pembuktian ilmu di dalam diri Pencipta
alam, akan terbukti melalui argumen keteraturan. Dengan ibarat yang lebih dalam dikatakan
bahwa “keteraturan”dalam membuktikan prinsip wujud Tuhan, hadd-e wasath-nya (relasi antara
premis minor dan mayor, premis media) tidak hakiki dan bercorakbil-’aradh (aksidental), akan
tetapi dalam pembuktian ilmu Sang Pencipta, hadd-e wasath-nya bersifat bidz-dzat (esensial) dan
asli. Dari sinilah maka biasanya para filosof tidak memberikan perhatian terhadap argumen ini,
kebalikannya dengan para teolog (mutakalimin) yang memberikan perhatian besar kepadanya.
Dalam pembuktian ilmu Ilahi melalui argumen keteraturan, hal yang lebih penting dan lebih asas
dari yang lainnya adalah perhatian terhadap masalah illat gha-i (sebab tujuan). Telah kami
katakan bahwa dalam keteraturan, senantiasa terdapat tujuan, dan keteraturan serta keharmonisan
particular, senantiasa merupakan penjamin tujuan tersebut. Dimana hal seperti ini pasti

membutuhan kecerdasan dan kesadaran pengatur. Jadi, keteraturan yang meliputi fenomenafenomena eksistensi -secara eksplisit- menunjukkan bahwa pencipta fenomena-fenomena ini
telah meletakkan tujuan khusus dalam penciptaan beragam eksistensi. Dengan memperhatikan
hal tersebut makhluk-makhluk diciptakan secara teratur. Keharmonisan dan kesesuaian partikular
alam semesta ini dalam memenuhi tujuan tersebut, merupakan manifestasi kecerdasan dan
kesadaran pencipta eksistensi. C. Pembuktian dalil argumentasi alam atas keberadaan Tuhan
Sebelum mengungkap konsep keteraturan alam semesta dalam prespektif al-Qur’an, terlebih
dahulu kita lihat pendapat para ilmuan tentang hal ini. Dalam kajian ilmu fisika dasar, dikenal
“Hukum Entropi” yang menyatakan; “Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, sistem yang teratur
akan berkurang keteraturannya dan berubah menjadi tidak stabil. Hal ini merupakan pengetahuan
umum, yang banyak di antaranya dapat diamati dalam hidup keseharian. Sebagai perumpamaan,
jika alam semesta diibaratkan sebagai sebuah gua yang dipenuhi dengan air, batu, dan debu
dibiarkan untuk waktu yanglama, maka dapat dipastikan setelah ratusan atau bahkan ribuan
tahun kemudian akan didapati bahwa gua dengan segala isinya dalam kondisi yang berantakan.
Inilah yang disebut dengan entropi, dan akal manusia dapat menerimanya. Namun, jika beberapa
miliar tahun kemudian, didapati kenyataan bahwa batuan yang ada di dalam gua telah diukir
menjadi sebuah patung yang indah dengan ukiran yang sangat rumit, maka kesimpulan yang
dapat ditarik dari realitas ini adalah; bahwa keteraturan tidak dapat dijelaskan dengan hukumhukum alam. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah “adanya kekuatan yang maha
besar dibalik kejadian atau realitas ini”. Dalam pandangan Islam, kekuatan yang maha besar

inilah yang dimaksud dengan “Kuasa Allah”. Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Allah mengatur

alam semesta ini dengan santat rapih dan teratur. Ringkasnya, untuk memahami keteraturan alam
semesta diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang dalam dan luas. Dalam presektif alQur’an, dikatakan bahwa alam semesta dirancang, diatur, dan dijaga oleh Allah. Al Quran
menjelaskan bagaimana bumi dan langit beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya dijaga
dengan kuasa-Nya yang agung (QS. Faathir, ayat 41). Ayat ini memberikan penegasan terhadap
adanya prinsip keteraturan alam semesta. Bahkan dalam ayat yang lain, al-Qur’an secara tegas
menolak kepercayaan kaum materialisme, yang menyatakan bahwa alam semesta adalah
sekumpulan materi tak beraturan (QS. al-Mu'minuun, ayat 71). Secara tegas al-Qur’an
menyatakan bahwa setiap benda angkasa memiliki keseimbangan. Masing-masing benda tidak
akan melampaoi garis edar (orbit) yang telah ditetapkan baginya (QS. Yaasin, 36: 40). Namun
hal ini ditolak oleh ahli astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan
kelangsungan tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak
pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan menakjubkan ini bisa
terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut materialisme, keseimbangan dan
keteraturan tata surya adalah misteri tak terjawab. Namun bagi beberapa ahli astronomi yang
lain, tata surya dan alam mengandung keseimbangan sempurna. Bumi diciptakan oleh Allah
untuk hidup dan kehidupan manusia. Sehingga menjadi nyata bahwa alam semesta ini diciptakan
dan diatur oleh Allah. Alasan mengapa sebagian orang tidak dapat memahami hal ini adalah
karena prasangka mereka sendiri (QS. Shaad ayat 27). Namun pemikiran yang murni
berdasarkan kenyataan tanpa prasangka dapat dengan mudah memahami bahwa alam semesta
diciptakan dan dikendalikan oleh Allah bagi manusia untuk hidup. Pemahaman secara eksplisit
diungkapkan Al Quran: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka." (QS. Ali 'Imran, ayat 190-191). Singkatnya, setiap kali mengamati segala sesuatu di
alam semesta, manusia mendapati rancangan luar biasa yang tujuannya adalah untuk memupuk
kehidupan manusia. Implikasi rancangan ini juga jelas. Rancangan tersembunyi dalam setiap
detail alam semesta merupakan bukti paling meyakinkan akan eksistensi dan keberadaan al-

Khaliq (Sang Pencipta), yang mengendalikan setiap detail dan memiliki kekuatan serta
kebijaksanaan yang tidak terbatas. Kesimpulan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern ini
merupakan sebuah fakta yang difirmankan oleh Allah di dalam al-Quran (QS. al A'raaf, ayat 54).
Referensi Mashkoor, Fakhri:Menjelajah semesta Iman:penerbit Al Huda:Jakarta,2011 Abu
Ummar, Hasan:Rasionalisme dan Alam Pemikiran Filsafat dalam Islam:Yayasan Mulla
Sadra:Jakarta

Selatan,

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

2002