Study of flavour changes of edible coated minimally processed durian during storage

(1)

KAJIAN PERUBAHAN FLAVOR BUAH DURIAN

TEROLAH MINIMAL BERPELAPIS EDIBEL

SELAMA PENYIMPANAN

BRAM KUSBIANTORO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Perubahan Flavor Buah Durian Terolah Minimal Berpelapis Edibel selama Penyimpanan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2011 Bram Kusbiantoro NIM 995078


(3)

ABSTRACT

Study of Flavour Changes of Edible Coated Minimally Processed Durian during Storage

Durian is called king of fruit, because of the delicious taste, and has large consumers. At present, consumers have less time to prepare their meals at home as a result of more time used for their job outside home. So, there is a chance to expand minimally processed fruits to enter food markets. Because of lossing of their peel, minimally processed fruits are more perishable. An alternative to reduce the quality degradation rate and to prolong storage life of minimally processed fruits is by applying an edible coating film. Edible coating film can reduce oxygen and carbon dioxide diffusion, water vapor transmission rate, and flavor transmission.

An experiment was conducted with the following objectives : 1) to obtain the suitable formulae of edible coating that was applicable for minimally processed durian; 2) to obtain edible coating formulae that has low flavour and water vapor transmission rates; and 3) to assess the use of edible coating to the quality of minimally processed durian, especially in inhibiting the release of durian flavour, during storage at low temperature.

The result showed that low methoxy pectin (LMP)-cassein mixture-based edible film can be applied for minimally processed durian. Water vapor transmission rate (WVTR) of LMP-cassein mixture-based edible film (523.6 g/m2/day) was lower than that of LMP-soy protein isolate film. LMP- cassein mixture-based edible film added by stearic acid had WVTR between 383.66 and 491.75 g/m2/day. The WVTR of the film was 17.2 - 35.4% lower than that of the film without stearic acid. The optimum concentration of LMP and stearic acid in the formulation were 1% and 0.25%, respectively.

Based on the entrapment capability of edible film to volatile compound of durian, i.e. its capability in inhibiting release of durian volatile compound, LMP-cassein mixture-based edible film added by 0,25% stearic acid was able to be applied in minimally processed durian.

Decrease of water content of edible coated minimally processed durian (6.10%) was lower than that of minimally processed durian (18.11%) for 13 days storage at 5oC. Soluble solid decreasing rate of edible coated minimally processed durian was lower 2.5 times than that of minimally processed durian for 13 days storage at 5oC.

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) showed that the taste and aroma of edible coated minimally processed durian were not changed during storage at 5oC for 13 days. Their taste was dominated by sugar and honey sweet and their aroma was dominated with fruity, sweet and sulphury. On the other hand, the taste and aroma of non-edible coated minimally processed durian were changed, i.e. their sugar taste, and sweet and fruity aroma were decreased, and their sulphury and alcohol aroma were increased after 13 days storage at 5oC.

Sulphur compounds of edible coated minimally processed durian, except diethyl-disulfide and ethyl-propyl disulfide, were decreased, during 13 day storage at 5oC. While alcane,


(4)

octane, butyric acid, palmitic acid, ethyl-2-methyl butanoate, isobutyl benzoate, methyl-3-hydroxy butanoate and ethyl dodecanoate, were increased.

The rate of flavor compounds changes (increasing of 1,diethoxy ethane and 1-hexadecanol, and decreasing of 3,5-dimethyl-1,2,4-trithiolane, 3-hydroxy-2-butanone and ethyl-2-methyl butanoate) of edible coated minimally processed durian was lower than those of non-edible coated minimally processed durian after 13 days storage at 5oC. From the above results could be concluded that minimally processed durian using edible film made from 1% LMP, 1% casein and 0.25% stearic acid was suitable for storage at 5oC.


(5)

RINGKASAN

BRAM KUSBIANTORO. Kajian Perubahan Flavor Buah Durian Terolah Minimal Berpelapis Edibel selama Penyimpanan. Dibawah bimbingan DEDI FARDIAZ, PURWIYATNO HARIYADI, ANTON APRIYANTONO, SLAMET BUDIJANTO

Durian merupakan salah satu buah-buahan yang mempunyai konsumen cukup besar. Selama ini konsumen sering sulit untuk memilih buah durian yang telah matang, sehingga sering kecewa setelah mengupasnya. Hal ini membawa konsekuensi untuk memasarkan buah durian yang telah diproses minimal (minimally processed durian), sehingga konsumen dapat melihat langsung kondisi daging buah dan dapat membeli sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen. Dibalik keuntungan tersebut, buah durian terolah minimal bersifat mudah rusak. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan laju kerusakan buah durian terolah minimal serta memperpanjang masa simpannya adalah melapisi buah durian terolah minimal dengan pelapis yang dapat dimakan (edible coating) dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan bahan dasar (formula) pelapis edibel yang dapat diaplikasikan pada buah durian terolah minimal, 2) memperoleh formula pelapis edibel yang mempunyai laju transmisi uap air dan flavor rendah sehingga dapat menjaga kesegaran buah durian terolah minimal, dan 3) mengkaji pengaruh penggunaan pelapis edibel terpilih dan penyimpanan suhu rendah terhadap komponen mutu, yang meliputi mutu kimia, termasuk komposisi komponen volatil/flavor, dan mutu sensoris/organoleptik, buah durian terolah minimal.

Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu : 1) pengembangan pelapis edibel yang sesuai untuk durian, dan 2) pengkajian perubahan flavor durian berpelapis edibel yang terjadi selama penyimpanan pada suhu ruang dan 5oC.

Hasil penelitian penentuan bahan dasar pelapis edibel menunjukkan bahwa berdasarkan laju transmisi uap air yang lebih rendah dan warna film yang lebih jernih, maka pelapis/film edibel yang dibuat dari bahan dasar LMP - kasein lebih sesuai untuk diaplikasikan pada buah durian terolah minimal dibanding yang berbahan dasar LMP – isolat protein kedelai.

Pada penyempurnaan film edibel, ternyata penambahan komponen hidrofobik lilin lebah, asam laurat dan asam stearat berpengaruh secara nyata pada ketebalan, kuat tarik, transmisi O2, transmisi CO2 dan laju transmisi uap air film edibel. Penambahan asam laurat dan

asam stearat menurunkan ketebalan lapisan film edibel yang dibuat dengan semakin tingginya konsentrasi, tetapi film yang ditambah lilin lebah perubahan ketebalannya tidak teratur. Secara umum film LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,25% mempunyai transmisi uap air, O2 dan CO2 paling rendah dan tidak berbeda nyata dengan film yang

ditambah asam stearat 0,375%.

Selanjutnya tiga jenis film, yaitu film edibel berbahan dasar LMP dan kasein dengan tiga komposisi komponen hidrofobik, yaitu asam stearat 0,25%, asam stearat 0,375% dan lilin lebah 0,25% (sebagai pembanding) diuji permeabilitasnya terhadap komponen volatil durian dengan teknik ekstraksi SPME, selanjutnya identifikasi menggunakan GC/MS.


(6)

tersebut pada tabung kosong uji film LMP-kasein-asam stearat 0,25% mempunyai laju peningkatan paling lambat atau rendah selama penyimpanan 72 jam. Hal ini menunjukkan bahwa film berbahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,25% mempunyai kemampuan menghambat lolosnya komponen volatil paling tinggi, sehingga bahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,25% paling sesuai untuk diaplikasikan pada buah durian terolah minimal untuk pengujian selanjutnya.

Penggunaan pelapis edibel pada buah durian mampu menghambat keluarnya air pada durian yang disimpan pada suhu 5oC sampai 13 hari penyimpanan. Sedangkan yang disimpan pada suhu ruang peningkatan kadar air durian berpelapis edibel juga lebih lambat dibanding durian tanpa pelapis edibel. Pelapis edibel mampu menghambat penurunan total padatan terlarut, peningkatan asam dan peningkatan jumlah mikroba durian selama penyimpanan, terutama yang disimpan pada suhu 5oC.

Dari hasil uji QDA, menurut panelis durian berpelapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC sampai hari ke 13 penyimpanan belum menunjukkan penurunan rasa dan aroma, yaitu rasa yang menonjol adalah manis gula dan madu dengan aroma sweet, fruity dan sulfur. Sedangkan durian tanpa pelapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC mulai menunjukkan penurunan rasa manis, aroma sweet dan fruity serta peningkatan aroma alkohol dan sulfur. Pada durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC, konsentrasi senyawa sulfur menurun selama penyimpanan, kecuali dietil disulfida dan etil-propil disulfida yang terbentuk dan meningkat selama penyimpanan. Pada DTMPE yang disimpan pada suhu 5oC konsentrasi alkana dan keton meningkat, kecuali oktana yang menurun selama penyimpanan. Konsentrasi asam meningkat kecuali asam butirat dan asam palmitat yang menurun selama penyimpanan. Konsentrasi ester juga meningkat kecuali etil-2-metil butanoat, isobutil benzoat, metil-3-hidroksibutanoat dan etil dodekanoat yang menurun selama penyimpanan.

Dari penelitian sebelumnya, senyawa volatil yang berkontribusi dominan pada flavor durian antara lain 1,1-dietoksi etana, 1-heksadekanol, 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan, 3-hidroksi-2-butanon dan etil-2-metil butanoat. Selama penyimpanan 1,1-dietoksi etana dan 1-heksadekanol meningkat, sedangkan ketiga senyawa yang lain menurun. Peningkatan atau penurunan senyawa-senyawa tersebut pada durian yang berpelapis edibel lebih lambat dibanding durian tanpa pelapis, baik yang disimpan pada suhu ruang maupun 5oC. Hal ini menunjukkan bahwa pelapis edibel yang digunakan dapat menghambat pelepasan senyawa kunci flavor durian.

Berdasarkan hasil di atas, yang menunjukkan penurunan mutu yang lambat pada buah durian terolah minimal berpelapis edible sampai 13 hari penyimpanan, dapat disimpulkan bahwa pelapis edibel berbahan dasar low methoxy pectin-kasein yang ditambah 0,25% asam stearat sesuai untuk durian terolah minimal yang disimpan pada suhu 5oC.


(7)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB./


(8)

KAJIAN PERUBAHAN FLAVOR BUAH DURIAN

TEROLAH MINIMAL BERPELAPIS EDIBEL

SELAMA PENYIMPANAN

BRAM KUSBIANTORO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

Penguji luar ujian tertutup :

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-FATETA Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Sukarno, MSc.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-FATETA Institut Pertanian Bogor

Penguji luar ujian terbuka : Dr. Ir. Raffi Paramawati, MS

Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian RI

Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, MSi


(10)

Judul Disertasi : KAJIAN PERUBAHAN FLAVOR BUAH DURIAN TEROLAH MINIMAL BERPELAPIS EDIBEL SELAMA PENYIMPANAN Nama Mahasiswa : Bram Kusbiantoro

Nomor Pokok : 995078

Disetujui, Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc. Ketua

Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS Anggota

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc.

Anggota

Dr. Ir. Slamet Budijanto. M.Agr. Anggota

Ketua Program Studi,

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr. Ir. Dahrul Syah


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Disertasi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian studi pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.

Penelitian dengan judul Kajian Perubahan Flavor Buah Durian Terolah Minimal Berpelapis Edibel Selama Penyimpanan bertujuan untuk mencoba mendapatkan formula film edibel yang tepat untuk diaplikasikan pada buah durian terolah minimal sehingga memberikan umur simpan yang panjang serta mengkaji perubahan karakteristik kimia (termasuk komponen flavor), mikrobiologis dan organoleptiknya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Harijadi, M.Sc, dan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, sumbangan pemikiran dan pengarahannya hingga tersusunnya disertasi ini dengan baik.

2. Pimpinan IPB, Dekan dan Sekretaris Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Ketua Program Studi Ilmu Pangan SPs-IPB, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB dan Direktur Seafast Center atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk penggunaan fasilitas sehingga studi dapat diselesaikan.

3. Kepala Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S3 di Institut Pertanian Bogor.

4. Kepala BB Padi yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

5. Rekan-rekan di BPTP Jawa Barat, terutama Mulyani dan Yayan Rismayanti serta rekan-rekan di Laboratorium Analisis Flavor BB Padi Sukamandi, terutama Desi dan Sera yang telah banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Rekan-rekan teknisi di Laboratorium Seafast Center yang banyak membantu selama penelitian.

7. Orang tua tercinta Bapak Murya Kusnadi (almarhum) dan Ibu Maryam Rubiah (almarhumah) yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan limpahan doa. 8. Istri Titin Syarifah dan anak-anak: Aditya Iqbal, Arief Maulana, dan Azhar

Hidayatullah serta adik-adik atas kesabaran, pengertian, pengorbanan, dorongan dan doa.

Semoga apa yang telah diberikan oleh mereka mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhirnya dengan segala keterbatasan penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini menjadi karya yang dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung Jawa Barat, pada tanggal 24 April 1961 sebagai putera pertama dari pasangan Bapak Murya Kusnadi (almarhum) dan Ibu Maryam Rubiah (almarhumah). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di Kota Biak Papua, lulus tahun 1973. Pendidikan sekolah menengah diselesaikan di Kota Bandung: lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I tahun 1976 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 tahun 1980. Mendapat gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1984. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan program S2 dalam bidang Ilmu Pangan di Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1985 sampai 1995 penulis menjadi peneliti di Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Pada tahun 1995 penulis berpindah tugas ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat sampai tahun 2006. Dari tahun 2006 sampai sekarang penulis tercatat sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.


(13)

GLOSARI

AAECP ASEAN-Australia Economic Cooperation Program ASTM American Society for Testing and Materials

DTM Durian terolah minimal

DTM R1 Durian terolah minimal yang disimpan 1 hari pada suhu ruang DTM R3 Durian terolah minimal yang disimpan 3 hari pada suhu ruang DTM R5 Durian terolah minimal yang disimpan 5 hari pada suhu ruang DTM 5.1 Durian terolah minimal yang disimpan 1 hari pada suhu 5oC DTM 5.3 Durian terolah minimal yang disimpan 3 hari pada suhu 5oC DTM 5.5 Durian terolah minimal yang disimpan 5 hari pada suhu 5oC DTM 5.7 Durian terolah minimal yang disimpan 7 hari pada suhu 5oC DTM 5.9 Durian terolah minimal yang disimpan 9 hari pada suhu 5oC DTM 5.11 Durian terolah minimal yang disimpan 11 hari pada suhu 5oC DTM 5.13 Durian terolah minimal yang disimpan 13 hari pada suhu 5oC DTMPE Durian terolah minimal berpelapis edible

DTMPE R1 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 1 hari pada suhu ruang

DTMPE R3 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 3 hari pada suhu ruang

DTMPE R5 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 5 hari pada suhu ruang

DTMPE R7 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 7 hari pada suhu ruang

DTMPE 5.1 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 1 hari pada suhu 5oC

DTMPE 5.3 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 3 hari pada suhu 5oC

DTMPE 5.5 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 5 hari pada suhu 5oC

DTMPE 5.7 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 7 hari pada suhu 5oC


(14)

DTMPE 5.11 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 11 hari pada suhu 5oC

DTMPE 5.13 Durian terolah minimal berpelapis edibel yang disimpan 13 hari pada suhu 5oC

EG Etilen glikol

LMP Low methoxy pectin

LRI Linear Retention Index

NIST National Institute Standard and Technology PCA Principal Component Analysis

PEG Polietilen glikol

QDA Quantitative Descriptive Analysis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang………... 1

Tujuan ………... 4

Manfaat Penelitian ……… 4

Hipotesis ………... 5

TINJAUAN PUSTAKA Durian ………... 6

Komponen Volatil Buah Durian ………... 10

Buah Terolah Minimal (Minimally Processed Fruits) ………. 13

Pelapis Edibel ………... 15

Sifat Mekanik serta Sifat Transmisi Uap Air dan Gas Film Edibel ….. 24

METODE DAN BAHAN Tempat Pelaksanaan Penelitian ……… 27

Bahan dan Alat ………. 27

Metode Penelitian ………. 29

1. Pengembangan film /pelapis edible ………... 31

a. Penentuan bahan dasar film/pelapis edible ………. 31

b. Penyempurnaan formula film/pelapis edible ………... 33

2. Aplikasi pelapis edible pada buah durian terolah minimal ……... 34

Rancangan Percobaan ………... 35

Prosedur Analisis ……….. 36

1. Ketebalan film (metode microcal mesmer, ASTM 1983) ……… 36

2. Pengukuran kuat tarik (ASTM 1983) ……… 36

3. Pengukuran laju transmisi O2 dan CO2 metoda manometer (ASTM 1983) ……… 37

4. Uji laju transmisi uap air (ASTM 1983) ………... 39

5. Kadar air (AOAC, 1995) ……….. 40

6. Aktivitas air (AOAC, 1995)………... 41

7. Total asam (Apriyantono et al., 1989) ………... 42

8. Komponen volatil .………. 42 Total mikroba (Fardiaz, 1992) ………


(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Bahan Dasar Pelapis Edibel ………... 51

B. Pengaruh Komponen Hidrofobik terhadap Sifat Film Edibel Berbasis LMP dan Kasein ……….. 53

C. Permeabilitas Film Edibel LMP terhadap Komponen Volatil Durian …. 58 D. Aplikasi Pelapis Edibel pada Buah Durian Terolah Minimal …..……… 65

1. Perubahan Sifat Kimia Buah Durian Berpelapis Edibel selama Penyimpanan ……….. 65

2. Uji QDA Flavor Durian ..………... 71

3. Perubahan Komponen Volatil Buah Durian Berpelapis Edibel selama Penyimpanan .……… 80

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ……….. 88

Saran ……… 89

DAFTAR PUSTAKA ………. 90


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kondisi GC dan kondisi MS yang digunakan ………. 45 2. Deskripsi rasa dan standar yang digunakan ……….. 49

3. Standar aroma yang digunakan ………. 50

4. Karakteristik film edible dari pektin bermetoksi rendah (LMP) ..………. 52 5. Pengaruh komponen hidrofobik terhadap sifat film edible LMP+ Kasein 54


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur kimia lilin lebah (Gojmerac, 1980) ………. 23

2. Buah durian yang digunakan pada penelitian ini ……….. 28

3. Diagram alir pelaksanaan penelitian ………. 30

4. Diagram alir pembuatan pelapis edible berbahan dasar LMP (Setiasih, 1999 yang dimodifikasi) ……… 32

5. Ilustrasi pengukuran komponen flavor durian dengan SPME ………….. 34

6. Gas transmission rate tester Speedivac 2 (Shinko Denshi) ……….. 38

7. WVTR tester (merk Bergerlahr) metode cawan ………... 40

8. Alat aw meter (Shibaura model WA-360) ……… 41

9. Diagram alir Ekstraksi komponen volatil durian ………. 43

10. Film edibel berbahan dasar LMP-isolat protein kedelai (kiri) dan berbahan dasar LMP-Kasein (kanan)………. 53

11. Pengaruh panjang rantai asam lemak terhadap permeabilitas uap air dari film komposit metal selulosa dan lemak ……….. 57

12. Pengujian permeabilitas film terhadap komponen flavor pada suhu ruang ……… 59

13. Pengujian permeabilitas film terhadap komponen flavor pada suhu 5o C 61 14. Perubahan konsentrasi 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong (Tabung A) dan tabung berisi durian (Tabung B) yang disimpan pada suhu ruang (R) dan suhu 50C (5) …… 62

15. Perubahan konsentrasi 1,1-dietoksi etana selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong (Tabung A) dan tabung berisi durian (Tabung B) yang disimpan pada suhu ruang (R) dan suhu 50C (5) ……… 63

16. Perubahan konsentrasi 1-heksadekanol selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong (Tabung A) dan tabung berisi durian (Tabung B) yang disimpan pada suhu ruang (R) dan suhu 50C (5) ……… 63


(19)

17. Perubahan konsentrasi etil-2metil butanoat selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong (Tabung A) dan tabung berisi durian (Tabung B)

yang disimpan pada suhu ruang (R) dan suhu 50C (5) ……… 64 18. Perubahan konsentrasi 3-hidroksi-2-butanon selama penyimpanan 72

jam pada tabung kosong (Tabung A) dan tabung berisi durian (Tabung

B) yang disimpan pada suhu ruang (R) dan suhu 50C (5) ……… 64 19. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air durian ….. 66 20. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total padatan terlarut

durian ...

68

21. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total asam durian .... 69 22. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total mikroba durian 70 23. Spider web deskripsi kuantitatif aroma dan rasa durian terolah minimal

tanpa pelapis dan berpelapis edibel selama penyimpanan pada suhu

ruang ……….. 72

24. Spider web deskripsi kuantitatif aroma dan rasa durian tanpa pelapis

edibel yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 5oC ………... 73 25. Spider web deskripsi kuantitatif aroma dan rasa durian berpelapis edibel

yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 5oC ……….. 74 26. Spider web deskripsi kuantitatif aroma dan rasa durian tanpa pelapis dan

berpelapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC ……….. 75 27. Biplot PC1 dan PC2 hasil analisis komponen utama aroma Durian ……. 76 28. Biplot PC1 dan PC2 hasil analisis komponen utama rasa Durian ………. 79 29. Perubahan komponen 3,5-dimetil 1,2,4-tritiolan pada durian terolah

minimal tanpa pelapis (DTM) dan berpelapis edibel (DTMPE) yang

disimpan pada suhu ruang (R) dan 5oC (5) ……….. 82 30. Perubahan komponen 1,1-dietoksi etana pada durian terolah minimal

tanpa pelapis (DTM) dan berpelapis edibel (DTMPE) yang disimpan

pada suhu ruang (R) dan 5oC (5) ……….. 83 31. Perubahan komponen heksadekanol pada durian terolah minimal tanpa


(20)

32. Perubahan komponen etil-2-metil butanoat pada durian terolah minimal tanpa pelapis (DTM) dan berpelapis edibel (DTMPE) yang disimpan

pada suhu ruang (R) dan 5oC (5) ………. 84 33. Perubahan komponen 3-hidroksi-2-butanon pada durian terolah minimal

tanpa pelapis (DTM) dan berpelapis edibel (DTMPE) yang disimpan


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Contoh kuesioner uji segitiga rasa ……… 100

2. Formulir kuesioner uji segitiga aroma ……….. 101

3. Contoh Form Uji Ranking Rasa ……… 102

4. Contoh kuesioner uji Ranking Aroma ……….. 102

5. Format Uji QDA ……… 103

6. Format Uji QDA ……… 104

7. Kromatogram GC-MS tabung berisi durian (atas) dan tabung kosong (bawah) pada pengujian permeabilitas film LMP-kasein-asam stearat 0,25% terhadap komponen volatile setelah penyimpanan 48 jam pada suhu 5oC ... 105

8. Kandungan komponen volatil pada bagian tabung kosong selama penyimpanan pada suhu ruang ……….. 106

9. Kandungan komponen volatil pada bagian tabung berisi durian selama penyimpanan pada suhu Ruang ………. 109

10. Kandungan komponen volatil pada bagian tabung kosong selama penyimpanan pada suhu 5oC ……….. 111 11. Kandungan komponen volatile pada bagian tabung berisi durian selama penyimpanan pada suhu 5oC 113 12. Deskripsi kuantitatif aroma durian (skala penilaian 0 –100) ………….. 115

13. Deskripsi kuantitatif rasa durian (skala penilaian 0 –100) ………... 116

14. Perubahan komponen flavor durian tanpa pelapis edible selama penyimpanan pada suhu ruang ………. 117

15. Perubahan komponen flavor durian berpelapis edible selama penyimpanan pada suhu ruang ……….. 120 16. Perubahan komponen flavor durian tanpa pelapis edible selama

penyimpanan pada suhu 5oC ……….

123 17. Perubahan komponen flavor durian berpelapis edible selama

penyimpanan pada suhu 5oC


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah-buahan merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai serapan pasar cukup tinggi, sehingga mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap buah-buahan yang menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2004 konsumsi buah per kapita baru mencapai 27,20 kg/tahun (BPS, 2005), meningkat menjadi 32,28 kg/tahun pada tahun 2008 (BPS, 2009).

Produksi buah-buahan juga terus meningkat, meskipun luas panen tidak menunjukkan peningkatan yang berarti dan berfluktuasi. Produksi buah-buahan pada tahun 2004 tercatat sebesar 14.348.456 ton (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005) meningkat menjadi 16.138.255 ton pada tahun 2008 (BPS, 2009).

Salah satu buah-buahan yang mempunyai konsumen cukup besar adalah durian. Durian merupakan buah yang mempunyai rasa sangat lezat dengan aroma yang khas, sehingga dijuluki sebagai raja buah-buahan. Produksi buah durian pada tahun 2004 adalah 675.902 ton, dengan produksi terbesar di Sumatera Utara yaitu 111.174 ton (BPS, 2005), sedangkan pada tahun 2008 produksinya mencapai 682.323 ton dengan produksi terbesar di Sumatera Utara yaitu 128.803 ton (BPS, 2009).

Durian juga merupakan komoditas ekspor yang menghasilkan devisa cukup berarti. Ekspor durian pada tahun 2002 sebanyak 89.463 kg dengan nilai US$ 96.608 pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 menurun menjadi 13.707 kg dengan nilai US$


(23)

12.793 (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004), dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 32.615 kg dengan nilai US$ 84.130 (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2009). Konsumen umumnya membeli durian dalam bentuk utuh (masih dengan kulitnya), tetapi mereka sering kesulitan untuk memilih buah durian yang telah matang, sehingga sering kecewa setelah mengupasnya. Selain hal tersebut, akibat kesibukan dalam mengejar prestasi dan pendapatan, waktu yang tersedia untuk memilih buah durian yang mempunyai kualitas dan rasa yang baik juga terbatas. Hal ini merupakan peluang untuk memasarkan buah durian yang telah diproses minimal (minimally processed durian). Pengertian pengolahan minimal dalam hal ini meliputi pembersihan, sortasi, pengupasan serta pemisahan bagian yang tidak diinginkan sehingga buah siap disantap (Wong et al., 1994).

Buah durian terolah minimal terkesan lebih praktis, serta konsumen dapat melihat langsung kondisi daging buah, sehingga dapat membeli sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen. Dibalik keuntungan tersebut, sebagaimana komoditas pertanian segar, buah durian terolah minimal bersifat mudah rusak baik selama transportasi maupun penyimpanan. Hal ini terjadi karena dengan pengolahan minimal terjadi perubahan fungsi fisiologis sel (intergritas sel terganggu) yang mengakibatkan meningkatnya transpirasi, respirasi dan aktivitas enzim (Burn, 1995). Masalah utama yang dihadapi adalah perubahan flavor durian sangat cepat, sehingga buah akan cepat busuk dan rasa berubah menjadi asam dengan aroma sangat menyengat (Hutabarat, 1990).


(24)

Peningkatan masa simpan buah durian terolah minimal diperlukan penanganan pasca proses yang tepat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan laju penurunan mutu buah durian terolah minimal serta memperpanjang masa simpannya adalah melapisi buah durian terolah minimal dengan pelapis yang dapat dimakan (edible coating) dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Pelapis (film) edibel yang tepat mampu menciptakan kondisi atmosfer internal yang sesuai agar produk dapat tetap melakukan respirasi aerob. Keuntungan lain dari penggunaan pelapis edibel adalah sifatnya yang alami dan non-toksik serta dapat dimakan bersama produknya sehingga tidak meninggalkan limbah seperti pengemas sintetis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapis edibel dapat memperpanjang masa simpan produk segar serta mampu mengendalikan kehilangan aroma, penurunan kadar vitamin C, derajat Brix, mempertahankan warna dan mencegah terjadinya oksidasi lemak (Baldwin et al., 1995). Namun demikian optimasi dari potensi pelapis edibel tersebut sangat tergantung dari formula yang digunakan disesuaikan dengan kondisi bahan yang dilapis.

Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara untuk menghambat laju penurunan mutu buah karena dapat mengurangi laju penguapan air, memperlambat laju reaksi kimia (termasuk laju respirasi) dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Beaudry et al., 1992). Dengan demikian aplikasi pelapis edibel pada buah durian terolah minimal yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpannya.


(25)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian ini untuk mencari formula pelapis edibel yang dapat diaplikasikan pada buah durian terolah minimal serta mempelajari pengaruh pelapisan tersebut terhadap perubahan mutunya, terutama komponen flavor durian, selama penyimpanan.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formula pelapis edibel yang dapat diaplikasikan pada buah durian terolah minimal, sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Disamping itu dikaji juga perubahan mutu buah durian, terutama komponen flavornya, yang terjadi selama penyimpanan sehingga dapat ditentukan nilai tambah dari pelapis edibel yang diaplikasikan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan bahan dasar (formula) pelapis edibel yang dapat diaplikasikan pada buah durian terolah minimal tanpa mengganggu flavor alami buah

2. Memperoleh formula pelapis edibel yang mempunyai laju transmisi uap air dan flavor rendah sehingga dapat menjaga kesegaran buah durian terolah minimal 3. Mengkaji pengaruh penggunaan pelapis edibel yang diperoleh dan penyimpanan

suhu rendah terhadap komponen mutu, yang meliputi mutu kimia, termasuk komposisi komponen volatil/flavor, dan mutu sensoris/organoleptik, buah durian terolah minimal.


(26)

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan diperoleh teknologi penggunaan pelapis edibel untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah durian terolah minimal, sehingga menambah variasi penanganan buah durian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai tambahnya. Dengan penggunaan pelapis edibel yang sesuai diharapkan dapat menahan komponen flavor durian dalam pelapis edibel, sehingga konsumen dapat melihat durian yang siap santap, tetapi aromanya akan muncul pada saat durian berpelapis edibel dimakan.

Hipotesis

1. Pelapis edibel dapat diformulasikan agar sesuai untuk buah durian terolah minimal 2. Film edibel untuk buah durian yang ditambah dengan komponen hidrofobik

mempunyai laju transmisi uap air lebih rendah dan mempunyai permeabilitas terhadap komponen/senyawa volatil yang selektif, sehingga dapat menghambat kehilangan komponen flavor

3. Pelapisan buah durian terolah minimal dengan pelapis edibel yang tepat dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat penurunan mutu, meliputi mutu kimia, termasuk komponen flavor, dan mutu sensoris, buah durian terolah minimal.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Durian

Durian (Durio zibethinus Murr.) termasuk famili Bombacaceae yang berkerabat dengan kapuk randu. Durian berasal dari hutan di Malaysia, Sumatera dan Kalimantan, yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia, dan melalui Thailand menyebar ke Birma, India dan Pakistan (Hutabarat, 1990).

Durian merupakan pohon hutan yang berukuran sedang hingga besar dengan tinggi dapat mencapai 50 m serta umurnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Kulit batang durian berwarna merah coklat gelap, kasar dan kadang terkelupas dengan bentuk pohon (tajuk) mirip segitiga. Bunga durian tumbuh pada karangan bunga berbentuk malai. Malai tersebut tumbuh pada pangkal cabang sampai tengah cabang, dan jarang tumbuh pada ujung cabang. Bunga durian tergolong bunga sempurna, memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga serta berbau menyengat dan biasanya mekar pada senja hari. Buahnya berduri dan bila dibelah di dalam buahnya terdapat ruang-ruang yang biasanya berjumlah lima. Setiap ruangnya berisi biji (pongge) yang dilapisi daging buah yang lembut, manis dan berbau merangsang, yang jumlahnya juga beragam tetapi rata-rata 2 - 5 buah. Warna buahnya bervariasi dari putih, krem, kuning sampai kemerahan (Widyastuti et al., 1993).

Tanaman durian dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai ketinggian maksimal 800 m diatas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan antara 1500 - 2500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Diperlukan musim kering


(28)

(kemarau) untuk merangsang pembungaan, dan hujan yang lebat terus-menerus pada waktu pembungaan dapat menggagalkan pembuahan.

Tanaman durian lebih cocok tumbuh pada jenis tanah latosol dengan kedalaman air tidak lebih dari 1 m, atau paling dalam 2 m dengan kondisi pH netral (pH antara 6 - 7) dan tanaman harus dapat menerima sinar matahari penuh (Hutabarat, 1990).

Musim panen durian tidak serempak. Musim panen durian di Pulau Jawa pada bulan Oktober - Februari, sedangkan di Maluku bulan Januari - Februari dan Agustus - September. Jumlah buah yang dihasilkan tergantung pada umur tanaman. Pada tanaman yang tergolong muda, buah yang dihasilkan dapat sekitar 80 - 100 buah per pohon, sedangkan tanaman yang sudah tua dapat menghasilkan 200 buah per pohon (Setiadi, 1985).

Jenis durian unggul yang ada di Indonesia cukup banyak. Di Jawa Tengah saja ditemukan 40 jenis durian unggul. Tetapi yang sudah ditetapkan oleh Menteri Pertanian baru lima jenis durian unggul lokal, yaitu varietas Petruk asal Randusari (Jepara, Jawa Tengah), Sunan asal Gendol (Boyolali, Jawa Tengah), Sukun asal Gempolan (Karanganyar, Jawa Tengah), Sitokong asal Ragunan (Pasar Minggu, Jakarta) dan Simas asal Rancamaya (Bogor, Jawa Barat). Durian unggul yang diintroduksi dari Bangkok diantaranya Kani (chane) dan Otong (Monthong). Durian Petruk buahnya berbentuk bulat telur terbalik, hijau kekuningan, duri berbentuk kerucut kecil dan rapat, agak sukar dibelah, bobotnya 1,0 – 1,5 kg per buah, warna daging buahnya kuning, kulit buah tipis dan produksinya 50 - 150 buah/pohon/tahun. Durian Sunan buahnya berbentuk bulat terbalik, kulit buah tipis dan hijau kecoklatan,


(29)

durinya berbentuk kerucut kecil dan jarang, mudah dibelah, bobotnya 1,5 - 2,5 kg per buah, daging buah berwarna krem dan produksinya dapat mencapai 200 - 800 buah/pohon/tahun. Durian Sukun buahnya berbentuk bulat panjang, berwarna kekuningan, duri berbentuk kerucut kecil dan rapat, mudah dibelah, berbobot 2,5 - 3,0 kg per buah, kulit buah agak tebal, warna daging buah kuning dan produksi 50 - 200 buah/pohon/tahun. Durian Sitokong buahnya berbentuk bulat panjang, warna hijau kekuningan, duri berbentuk kerucut dan rapat, sulit dibelah, bobot 2,0 - 2,5 kg per buah, ketebalan kulit buah sedang, warna daging buah kuning dan produksi 50 - 200 buah/pohon/tahun. Buah durian Simas berbentuk lonjong dengan warna kuning kemerahan, duri berbentuk kerucut dan rapat, agak sukar dibelah, bobot 1,5 – 2,0 kg per buah, ketebalan kulit sedang, warna daging buah kuning menyala dan produksi 50 - 200 buah/pohon/tahun (Nuswamarhaeni et al., 1990).

Daging buah durian mengandung 65 g air, 134 Kal energi, 2,5 g protein, 3 g lemak, 28 g karbohidrat, 7,4 mg Ca, 44 mg P, 1,3 mg Fe dan 175 SI vitamin A serta vitamin C dan E untuk setiap 100 g daging buah (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981).

Tekstur daging buah durian sangat tergantung pada komposisi senyawa hemiselulosa, pektin dan gum. Buah durian makin lunak bila jumlah pektin yang larut dalam air makin tinggi (Hutabarat, 1990).

Daya simpan durian tergantung dari kondisi buah saat disimpan. Buah durian yang kulitnya telah terbelah lebih mudah rusak dibanding buah durian utuh. Selama penyimpanan kehilangan berat dan kerusakan durian secara fisiologis akan lebih besar


(30)

berlangsungnya proses pematangan. Buah durian yang dipanen pada saat jatuh normal mempunyai daya simpan 2 - 4 hari pada suhu kamar, sedangkan buah durian yang dipanen sebelum jatuh mempunyai daya simpan lebih lama. Buah yang dipanen 12 hari sebelum jatuh normal mempunyai daya simpan sampai 12 hari sampai buah retak. Pada saat tersebut citarasanya baik, aroma sudah terbentuk dan penerimaan konsumen tinggi (Hutabarat, 1990). Penyimpanan durian yang optimum dilakukan pada suhu 6 - 10 oC (RH 85 - 90%) dengan daya tahan simpan 30 - 35 hari tergantung pada besarnya pembelahan sebelum penyimpanan. Durian yang tidak terbelah kulitnya mempunyai daya simpan 55 hari (Septiana, 1995). Menurut Sumardi (1999) daya simpan durian dapat mencapai 35 hari pada suhu penyimpanan 4,0 - 5,5 oC dengan rasa durian yang tetap lezat.

Berdasarkan hasil penelitian ASEAN-Australia Economic Cooperation Program (AAECP)-III dikemukakan bahwa pemanenan durian dari 75 - 106 hari setelah pembuahan menghasilkan daging buah durian dengan mutu yang kurang baik pada saat matang, sedangkan buah yang dipanen 113 - 127 hari setelah pembuahan daging buah mempunyai mutu yang baik pada saat matang. Selama proses pematangan buah durian terjadi kenaikan total padatan terlarut dan gula pereduksi, serta penurunan kandungan asam askorbat dan total asam (Anonim, 1999).

Sebagian besar perubahan fisikokimia yang terjadi dalam buah yang sudah dipanen berhubungan dengan metabolisme oksidatif, termasuk didalamnya respirasi. Oksidasi biologi berkaitan erat dengan perubahan mutu, gangguan fisiologis, daya simpan, kematangan, dan penanganan komoditas (Brecht, 1995).


(31)

Proses respirasi adalah salah satu proses biologis dimana oksigen dari udara diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi yang diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan H2O. Respirasi

dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi asam piruvat, serta transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, H2O dan energi. Protein dan lemak juga bertindak

sebagai substrat dalam proses pemecahan ini .

Berdasarkan pola respirasinya, buah durian termasuk buah klimakterik. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya laju respirasi secara tajam pada saat penyimpanan (Ketsa dan Pangkool, 1995; Sumardi, 1999). Respirasi buah durian yang dipanen saat tua penuh mencapai puncak pada penyimpanan 33 jam, sedangkan buah yang dipanen 2 – 3 hari sebelum matang penuh mencapai puncak respirasi pada 38 jam penyimpanan. Buah durian yang dipanen pada saat matang penuh dan 2 – 3 hari sebelumnya mempunyai citarasa durian normal pada saat dikonsumsi, sedangkan yang dipanen 5 – 7 hari sebelum matang penuh rasanya berubah menjadi agak hambar (Sumardi, 1999).

Selama penyimpanan persentase gula pereduksi dan total padatan dalam durian meningkat, sedangkan total asamnya cenderung menurun. Perbandingan antara gula pereduksi dan total asamnya mempengaruhi rasa durian. Rasio gula pereduksi terhadap total asam yang meningkat akan meningkatkan rasa enak buah-buahan (Mathur dan Srivastava, 1955).


(32)

perbandingan asam palmitat/palmitoleat yang makin rendah menghasilkan durian yang makin enak (Berry, 1981).

Komponen Volatil Buah Durian

Ciri utama durian yang paling menonjol adalah aromanya yang khas. Morton dan Macleod (1992) melaporkan bahwa Baldry et al. (1972) adalah orang pertama yang mengidentifikasi komponen volatil buah durian. Mereka melaporkan bahwa durian Singapura mempunyai 25 komponen volatil yang terdiri dari 7 komponen sulfur, 12 ester alifatik, 2 aldehid dan 4 alkohol, dengan komponen utama etil-2-metil butanoat, etanol dan ol, sedangkan durian Malaysia mengandung komponen propan-1-tiol tetapi tidak mengandung komponen propan-1-tiol ester lainnya seperti durian Singapura. Mereka menganggap etil-2-metil butanoat dan propan-1-tiol berperan dalam pembentukan aroma durian. Hal ini sesuai dengan ambang bau, karena jika dilarutkan 20 ppm etil-2-metil butanoat dan 2,5 ppm propan-1-tiol mempunyai aroma mirip durian, meskipun tidak persis sama. Peneliti lain mengemukakan kemungkinan komponen volatil lain yang berperan dalam pembentukan aroma durian yaitu hidrogen sulfida, dialkil polisulfida, etil ester dan 1,1-dietoksi etana.

Menurut Mosser et al. (1980) senyawa flavor utama pada daging buah durian adalah hidrogen sulfida, etil hidrodisulfida, dan beberapa dialkilpolisulfida, terutama (C2H5)2Sn, dimana n = 2 atau 3. Etil asetat, 1,1-dietoksi etana dan etil-2-metilbutanoat

memberikan pengaruh seperti bau buah-buahan. Hidrogen sulfida merupakan prekursor terbentuknya dialkil polisulfida dan alkil hidrodisulfida. Begitu juga senyawa disulfida dan trisulfida merupakan turunan dari hidrogen sulfida, yang


(33)

jumlahnya bertambah dengan semakin matangnya buah durian, sedangkan senyawa etil hidrodisulfida akan berkurang dengan semakin matangnya buah. Senyawa 1,1-dietoksietana merupakan senyawa utama pada minuman beralkohol, dan diduga semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan buah durian.

Septiana (1995) melaporkan bahwa aroma khas durian dari Parung dibentuk oleh komponen volatil etil-2-metil butanoat, 3-hidroksi-2-butanon, asam 2-hidroksi propanoat dan asam 2-metil butanoat, sedangkan komponen yang juga berperan dalam aroma durian mentah adalah 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan, 1,1-dietoksi etana dan etil oktanoat.

Wong dan Tie (1995), yang mengidentifikasi komponen volatil tiga klon durian yang berasal dari Malaysia, melaporkan bahwa durian tersebut mengandung 63 senyawa volatil, yang terdiri dari 30 senyawa ester, 16 senyawa yang mengandung sulfur, lima keton, delapan alkohol dan empat senyawa lain. Ketiga klon yang diuji memiliki ester dan keton dengan proporsi yang hampir sama. Tetapi ada variasi yang besar dari kandungan senyawa sulfur yang dihasilkan oleh ketiga klon tersebut. Senyawa ester, yang diduga merupakan senyawa pemberi karakter buah durian, mempunyai kontribusi berkisar dari 49,25% sampai 57,88% dari total senyawa volatil yang dihasilkan durian. Kandungan senyawa sulfur ketiga klon berkisar dari 3,31% sampai 13,92%, sehingga bau yang dihasilkan ketiga klon ini juga berbeda.

Hasil penelitian Weenen et al. (1996) pada tiga verietas durian Indonesia memperlihatkan bahwa dengan lima kali dilusi teridentifikasi 43 komponen yang


(34)

dengan 50 kali dilusi teridentifikasi 17 komponen flavor dengan 11 diantaranya adalah senyawa sulfur. Diantara tiga senyawa sulfur yang memberikan bau kuat, senyawa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan menunjukkan bau durian terkuat. Hal ini sejalan dengan penelitian Wong dan Tie (1995) yang juga mengidentifikasi bahwa dua isomer senyawa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan sebagai komponen sulfur utama dalam durian.

Weenen et al. (1996) juga menyatakan bahwa diantara senyawa non-sulfur, tiga senyawa, yaitu 3-hidroksi-2-butanon, etil-2-metil butanoat dan heksadekanol, merupakan senyawa yang dominan dalam buah durian. Durian varietas Chane dan Koclak mengandung lebih dari 45% 3-hidroksi-2-butanon, sedangkan varietas Boboko hanya 14%. Senyawa non-sulfur yang berkontribusi pada aroma durian adalah etil-2-metilbutanoat.

Hasil penelitian lain pada durian yang berasal dari Purworejo teridentifikasi 43 senyawa sulfur dalam ekstrak pentana. Sebanyak 22 senyawa diidentifikasi sebagai senyawa baru yang termasuk dalam golongan senyawa dialkil di- dan trisulfida, 3-(alkiltio)- dan 3-(alkilditio)-butan-1-ol, 1,1-bis(alkiltio)alkana, 1-(alkiltio)-1-(alkilditio)alkana, tritiolan, tetratiolan dan S-alkil tioester. Senyawa lain yaitu etil (Z,Z)-, (E,Z)- dan (E,E)-deka-2,4-dienoat, etil (3Z,6Z)-dekadienoat serta etil (E,Z,Z)- dan (E,E,Z)-dekatrienoat merupakan senyawa flavor yang tidak umum, tetapi berkontribusi secara nyata pada aroma buah dari durian (Näf dan Velluz, 1996).

Buah Terolah Minimal (Minimally Processed Fruits)

Pengolahan minimal (minimally processed), yang disebut juga lightly processed


(35)

pangan segar untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan atau memperkecil ukurannya sehingga dapat tersaji dengan cepat (Schlimme, 1995).

Buah terolah minimal adalah buah yang telah mengalami perlakuan pencucian, sortasi, pengupasan, pemotongan dan atau pengirisan menjadi bagian-bagian lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai dengan jenis buahnya. Dengan demikian buah dapat disajikan dalam waktu singkat sehingga terkesan lebih praktis. Disamping itu, buah terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan buah dalam kondisi utuh karena konsumen dapat melihat kondisi daging buah secara langsung (Burn, 1995). Buah terolah minimal harus konsisten dan mempunyai penampakan yang segar dengan warna yang alami (Setiasih, 1999).

Meskipun disatu sisi buah terolah minimal menawarkan keuntungan praktis, tetapi disisi lain terdapat tantangan yang harus dihadapi, yaitu terjadinya perubahan fisiologis karena hilangnya kulit sebagai pelindung alami akibat perlakuan pengupasan. Menurut Brecht (1995) hal ini akan menyebabkan terjadinya 1) induksi sintesis etilen, karena pada jaringan yang luka pembentukan 1-propane-1-carboxylic acid (ACC) terpacu yang akhirnya ACC dikonversi menjadi etilen; 2) degradasi membran lipid, dimana etilen ikut berperan dengan meningkatkan permeabilitas membran dan mereduksi biosintesis fosfolipid; 3) peningkatan laju respirasi yang berkaitan dengan sintesis etilen, sehingga akan mengaktivasi siklus asam sitrat dan transpor elektron; 4) pencoklatan oksidatif (oxidative browning) akibat hilangnya kulit buah sehingga terjadi kontak antara gugus fenol dengan oksigen dan enzim polifenoloksidase; 5)


(36)

kenampakan, nilai nutrisi dan keamanan buah; serta 6) kehilangan air akibat penguapan air interseluler, sehingga permukaan buah terolah minimal menjadi kering dan memberi kesan buah tidak segar.

Perubahan-perubahan tersebut di atas akan menyebabkan buah terolah minimal cepat rusak sehingga umur simpannya menjadi lebih pendek. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penanganan yang tepat agar kestabilan mutu produk terjamin. Beberapa perlakuan yang dapat diberikan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan buah terolah minimal adalah penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan bahan tambahan, penyimpanan pada kondisi atmosfer termodifikasi/terkontrol serta penggunaan pelapis/film edibel (Cantwell, 1992).

Pelapis Edibel

Pelapis edibel adalah lapisan tipis kontinyu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) dan berfungsi sebagai penahan perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa bahan makanan dan bahan tambahan makanan untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta, 1992).

Pelapis edibel menurut Baldwin et al. (1995) dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan produk segar karena mempunyai sifat sebagai penghalang terhadap perpindahan gas O2, CO2 dan uap air. Oksigen terlibat pada

banyak reaksi degradasi dalam pangan, seperti ketengikan minyak dan lemak, pertumbuhan mikroorganisme, reaksi browning enzimatik dan kehilangan vitamin,


(37)

sehingga banyak pengemas dikembangkan untuk menekan oksigen dalam kaitan untuk melindungi produk pangan (Gontard et al., 1996). Dilain pihak, permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida penting untuk respirasi jaringan hidup seperti buah dan sayuran segar, sehingga pelapis yang berfungsi sebagai barrier moderat lebih sesuai, sehingga dapat memperpanjang umur simpan buah dan sayuran segar. Pelapis edibel yang sesuai akan mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai agar produk dapat melaksanakan respirasi aerob. Keuntungan lain dari penggunaan pelapis edibel adalah sifatnya yang alami dan nontoksik serta dapat dimakan bersama produknya sehingga tidak meninggalkan limbah seperti pengemas sintetis. Menurut Dominic et al. (1994) pelapis edibel dapat menjadi penahan kehilangan air yang efisien, mempunyai sifat permeabel terhadap keluar masuknya gas, mengendalikan perpindahan air untuk mempertahankan warna pigmen alami dan nutrisi serta membawa zat tambahan yang diperlukan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapis edibel dapat memperpanjang umur simpan produk segar dan juga mampu mengurangi kehilangan aroma, penurunan vitamin C, derajat Brix, kekerasan, derajat putih, mempertahankan warna dan mencegah terjadinya oksidasi lemak (Nisperos-Corriedo et al., 1990; Krochta, 1992; Baldwin et al., 1995; Setiasih, 1999). Namun demikian optimasi dari potensi pelapis edibel tersebut sangat bergantung dari formula yang digunakan disesuaikan dengan kondisi dan sifat bahan yang dilapisi.

Konsep penggunaan pelapis (coatings) atau film untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kesegaran buah/sayuran dari kerusakan sudah lama dikenal. Di


(38)

dan di Inggris sejak abad ke-16 yaitu pelapisan produk pangan dengan lemak (Guilbert, 1986; Kester dan Fennema, 1989). Di Indonesia teknik pelapisan oleh lilin diantaranya diaplikasikan pada sayuran dan buah-buahan utuh seperti pada tomat, cabai merah, jeruk, salak dan mangga. Teknik pelapisan dengan lilin (konsentrasi 6%) yang dikombinasi dengan penyimpanan pada suhu 5 oC dapat memperpanjang umur simpan salak lumut sampai 28 hari (Amiarti et al., 1996). Di luar negeri penelitian aplikasi pelapis/film edibel pada buah telah banyak dilakukan seperti pada pear, peach dan plum, strawberi (Ghaouth et al., 1991), apel (Wong et al., 1994) dan anggur (Pennisi, 1992), sedangkan di Indonesia diantaranya pada mangga golek (Yuniarti et al., 1995), mangga (Setiasih, 1999; Sulistyanto, 1996; Wibowo, 1996) dan salak (Setiasih, 1999). Menurut Park dan Chinnan (1995) kebanyakan pelapis edibel mempunyai permeabilitas oksigen lebih rendah daripada plastik, kecuali pelapis sukrosa poliester (SPE). Permeabilitas pelapis SPE terhadap oksigen 1 – 3 kali lebih tinggi daripada film polietilen dan 4 – 10 kali lebih tinggi daripada film polipropilen. Permeabilitas oksigen dari pelapis SPE sama dengan film selulosa, tetapi lebih tinggi daripada pelapis edibel protein seperti zein. Rasio permeabilitas CO2/O2 pelapis edibel lebih

tinggi daripada plastik. Rasio permeabilitas pelapis protein lebih rendah daripada pelapis selulosa. Permeabilitas uap air dari pelapis SPE lebih rendah dari film polipropilen, dan 100 kali lebih rendah daripada pelapis selulosa atau protein. Permeabilitas uap air dari pelapis edibel lain lebih tinggi daripada film (plastik) polietilen. Plastik merupakan pengemas yang paling banyak digunakan, tetapi uap air biasanya terkondensasi pada permukaan bagian dalam plastik yang dapat menyebabkan


(39)

kontaminasi mikroba pada produk segar yang dikemas. Oleh karena itu pelapis edibel yang mempunyai permeabilitas uap air lebih tinggi lebih sesuai untuk pengemasan produk segar, meskipun permeabilitas terhadap uap air yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena dapat menyebabkan kehilangan air yang terlalu besar selama penyimpanan, sehingga produk segar menjadi keriput.

Ada tiga komponen penyusun pelapis edibel, yaitu hidrokoloid, lemak dan komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari polimer polisakarida, protein atau turunan keduanya. Polisakarida dan turunannya antara lain pati, alginat, pektin, gum arabik serta turunan atau modifikasinya. Hidrokoloid berbasis protein adalah gelatin, kasein, protein kedelai, whey, gluten gandum dan zein jagung (Krochta et al., 1994). Kelompok lemak yang sering digunakan adalah lilin asilgliserol dan asam lemak. Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lemak (Danhowe dan Fennema, 1994).

Bahan dasar pembentuk pelapis edibel sangat mempengaruhi sifat-sifat pelapis edibel. Pelapis edibel yang berasal dari hidrokoloid mempunyai ketahanan yang baik terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap

air sangat rendah (Koelsch and Labuza, 1992; Gontard et al., 1994;Wong et al., 1994). Lemak mempunyai sifat hidrofobik sehingga dapat menahan difusi uap air pada film edibel serta dapat memberikan pengaruh kilap pada permukaan produk, sehingga komposit bahan film edibel yang diformulasikan dari bahan-bahan hidrokoloid dan lemak mempunyai sifat-sifat pengemas yang baik, yaitu mempunyai ketahanan yang


(40)

hidrofobik pada senyawa lemak dapat memperlambat perpindahan uap air, tetapi tergantung pada homogenitas larutan dan keseragaman distribusi substansi hidrofobik pada permukaan atau dalam susunan pelapis edibel (Martin-Polo et al., 1992).

Bahan dasar untuk pembuatan pelapis edibel yang paling banyak digunakan adalah -karagenan, alginat dan pektin bermetoksi rendah (LMP). Dari hasil penelitian Halid (1996) diperoleh bahwa penambahan isolat protein kedelai pada -karagenan meningkatkan kekuatan, rigiditas dan ketebalan gel pelapis edibel, tetapi transmisi terhadap oksigen dan karbondioksida sangat tinggi, sehingga kerusakan produk cukup tinggi. Disamping itu gel yang dibentuk dari -karagenan penampakannya buram, sehingga tidak cocok untuk digunakan pada buah durian terolah minimal.

LMP mempunyai sifat dapat membentuk gel pada suhu kamar dengan adanya ion kalsium dan ion logam divalen atau trivalen (Nisperos-Carriedo, 1994). Pelapis edibel dari LMP mempunyai potensi untuk diaplikasikan pada buah durian terolah minimal, karena tidak akan mengganggu kenampakan buah baik selama proses pelapisan maupun setelah pelapisan. Selain bersifat edibel, LMP juga mudah diperoleh, tidak toksik, penampakan gel menarik serta permukaan gel tidak lengket apabila sudah kering, sehingga buah tidak akan menempel satu dengan lainnya (Setiasih, 1999).

Dari hasil penelitian Setiasih (1999) diperoleh bahwa film edibel yang dibuat dari pektin bermetoksi rendah (low methoxy pectin, LMP) dapat diaplikasikan pada buah mangga dan salak terolah minimal, karena film edibel dari LMP tidak berwarna (transparan) dan jernih, kuat tarik 16,10 g/cm2 dan laju transmisi uap air 1159,30 g/m2/24 jam. Pelapisan dengan film edibel dengan bahan LMP + asam stearat 0,25%


(41)

(b/v) yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan 5oC dapat mempertahankan kadar air, total gula, vitamin C, kadar tanin, kekerasan dan derajat putih salak pondoh terolah minimal serta memperpanjang masa simpannya.

Menurut Grant dan Burns (1994) aplikasi pelapis edibel pada buah-buahan dapat dilakukan dengan cara 1) pencelupan dengan cara mencelupkan bahan yang akan dilapisi dalam larutan pembentuk pelapis; 2) pembuihan/pembusaan yaitu dengan membuihkan bahan pelapis melalui pengadukan atau menambahkan bahan pembentuk buih atau menghembuskan udara ke dalam tangki aplikator sebelum diaplikasikan pada buah; 3) penyemprotan, terutama bila bahan yang akan dilapisi dalam jumlah banyak; 4) penetesan; serta 5) penetesan terkontrol yang dilakukan dengan menggunakan cakram yang berputar dalam nozzle untuk mengendalikan ukuran tetesan.

Penambahan plastisizer penting dalam pembuatan biopolimer film karena

plastisizer sangat berpengaruh terhadap sifat fisikokimia film. Tujuan utama penambahan plastisizer adalah untuk meningkatkan fleksibilitas dan menurunkan kerapuhan film. Guilbert (1986) menyatakan bahwa penambahan plastisizer

mempunyai peranan yang penting untuk menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimer yang akan memperbaiki fleksibilitas dan memudahkan film diangkat dari kaca. Plastisizer yang umumnya digunakan dalam pembuatan pelapis/film edibel adalah gliserol, polietilen glikol (PEG), sorbitol, propilen glikol dan etilen glikol (EG).

Gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul yang umumnya disebut alkohol trivalen. Berat molekul gliserol


(42)

larut dalam air, meningkatkan kekentalan larutan, mengikat air dan menurunkan aw

(Lindsay, 1985). Gliserol efektif digunakan pada film/pelapis hidrofilik seperti pektin, gelatin, pati dan modifikasinya, maupun pada pembuatan pelapis edibel berbasis protein. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Menurut Gontard et al. (1993) gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang hidrofilik. Adanya gugus polar (-OH) pada rantai

plastisizer akan menghasilkan ikatan hidrogen polimer-plastisizer menggantikan interaksi polimer-polimer dalam biopolimer film (Gennadios et al., 1993a), dimana gugus polar dapat mengabsorpsi dan mengikat air. Ukuran molekul, susunan dan jumlah bilangan fungsional gugus hidroksil dari plastisizer dan kesesuaian plastisizer

dengan polimer dapat berpengaruh terhadap interaksi polimer dan plastisizer.

Umumnya transmisi uap air melalui film/pelapis hidrofilik tergantung pada difusivitas dan kelarutan molekul air dalam matriks film (Gontard dan Guilbert, 1994). Bertambahnya ruang antar rantai disebabkan masuknya molekul gliserol diantara rantai polimer, menyebabkan meningkatnya difusivitas transmisi uap air melalui film sehingga mempercepat transmisi uap air. Sifat hidrofilik yang tinggi pada molekul gliserol menyebabkan mudah mengadsorpsi molekul air yang berperan dalam peningkatan transmisi uap air film (Lieberman dan Gilbert, 1973).

Plastisizer larut dalam tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu kristalisasi atau titik leleh dari polimer (Sperling, 1992). Plastisizer mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer dengan cara mengganggu ikatan hidrogen


(43)

antara molekul polimer yang berdekatan sehingga kekuatan tarik-menarik diantara rantai polimer menjadi berkurang (Kester dan Fennema, 1986).

Penambahan lemak (komponen hidrofobik) dalam pembuatan film edibel umumnya bertujuan untuk menurunkan transmisi uap air film yang terbentuk. Secara umum, laju transmisi uap air (WVTR) akan meningkat dengan semakin pendeknya rantai hidrokarbon lemak dan semakin tingginya derajat ketidakjenuhan (Kamper dan Fennema, 1984; Koelsch dan Labuza, 1992; McHugh dan Krochta, 1994). Alkana hidrofobik dan lilin, seperti parafin dan lilin lebah (beeswax) merupakan barrier yang cukup efektif untuk menurunkan transmisi uap air (Gontard et al., 1994; McHugh dan Krochta, 1994; Yang dan Paulson, 2000). Banyak peneliti menggunakan asam palmitat, asam laurat, asam oktanoat, asam oleat dan asam stearat (Ayranci dan Tunc, 2001; Paramawati, 2001; Widyasari, 2000), tristearin, stearil alkohol dan beeswax

(Fennema et al., 1994; Harris, 1999) dalam pembuatan film edibel.

Asam stearat dikenal dengan nama asam oktadekanoat merupakan asam lemak jenuh dengan jumlah rantai karbon 18 buah, mempunyai titik leleh pada suhu 70,1oC dan titik didih 184oC (Gunstone dan Norris, 1983). Hagenmaier dan Shaw (1990) berpendapat bahwa pada pembuatan pelapis edibel umumnya ditambahkan asam stearat, karena asam stearat mempunyai titik leleh tinggi dan bersifat hidrofobik.

Asam stearat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai hidrokarbon dengan gugus karboksil di ujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon molekul asam stearat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang


(44)

gugus karboksil bersifat polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air dengan kuat dan bersifat hidrofilik. Apabila asam stearat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer di atas permukaan air, dengan bagian hidrofilik di dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air. Adanya gugus hidrofobik pada asam stearat akan menurunkan nilai transmisi uap air pelapis edibel. Mobilitas rantai asam lemak membantu transmisi uap air pelapis edibel. Penurunan transmisi uap air terjadi jika mobilitas rantai menurun. Asam stearat merupakan asam lemak dengan rantai panjang, sehingga mempunyai sifat hidrofobik yang tinggi dan mobilitas rantai yang rendah, sehingga akan menghasilkan pelapis edibel dengan transmisi uap air rendah (Ayranci dan Tunc, 2001).

Lilin lebah juga banyak dimanfaatkan untuk menurunkan transmisi uap air film/pelapis edibel. Lilin lebah yang disebut juga lilin putih (Cera alba) atau lilin kuning (Cera flava) adalah lilin yang dihasilkan oleh lebah madu dari sisiran sarangnya. Sisiran sarang ini dicairkan atau dididihkan dengan air, kemudian disaring untuk mendapatkan lilin lebah. Lilin lebah yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan tanah diatom dan karbon aktif, lalu dibleaching dengan permanganat atau dikromat (Krochta et al., 1994).

Lilin lebah mempunyai warna yang bervariasi mulai dari coklat pekat sampai kuning terang. Warna lilin lebah tergantung dari jenis bunga yang digunakan lebah untuk mengumpulkan polen (tepung sari bunga), kontaminasi alami seperti propolis (zat perekat), umur dan perlakuan pada sisiran sarang. Umumnya lilin lebah kasar yang


(45)

berwarna kuning kualitasnya lebih baik karena lebih mudah dan cepat diputihkan daripada lilin lebah yang gelap warnanya (Bennet, 1963).

Lilin lebah (beeswax) mengandung alkohol monofungsional C24 – C33,

hidrokarbon C25 – C33 dan asam rantai panjang C24 – C34 yang membentuk ester seril

miristat dengan rumus molekul C13H27CO2C26H53 (Gojmerac, 1980), seperti terlihat

pada Gambar 1.

O

C13H27C—O—C26H53

Gambar 1. Struktur kimia lilin lebah (Gojmerac, 1980)

Lilin lebah berbentuk padat pada suhu kamar dengan titik didih 61 – 69oC (142 – 156oF), refraksi indeks 1,44, konstanta dielektrik 2,9 dan densitas 0,96 pada suhu 20oC. Lilin lebah tidak larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam alkohol dingin. Benzena, kloroform, karbondisulfida, eter dan beberapa pelarut minyak dapat melarutkan lilin lebah dengan lebih baik. Sifat alami lilin lebah hampir konstan, tetapi beberapa tingkat kontaminasi pada lilin lebah yang disebabkan antara lain oleh polen, propolis (perekat) dan madu dapat meningkatkan densitas dan warna lilin lebah. Warna berasal dari pigmen yang terdapat di dalam polen dan propolis dan atau besi oksida karena kontak dengan logam besi (Gojmerac, 1980).

Sifat Mekanik serta Sifat Transmisi Uap Air dan Gas Film Edibel


(46)

sebelum film terputus. Hasil pengukuran kuat tarik berhubungan erat dengan plastisizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Secara umum, makin tinggi konsentrasi plastisizer yang ditambahkan, makin kecil gaya tarik yang dihasilkan sehingga semakin kecil nilai kuat tarik film (Harris, 1999).

Nilai permeabilitas suatu film mencakup dua hal, yaitu permeabilitas terhadap uap air dan permeabilitas terhadap gas. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas film adalah sifat kimia polimer, struktur dasar polimer dan sifat komponen terserap. Komponen kimia alamiah juga mempunyai peranan penting dalam menentukan ketahanan film yang terbentuk. Polimer dengan polaritas tinggi seperti polisakarida dan protein pada umumnya menghasilkan film dengan nilai permeabilitas terhadap uap air yang tinggi, sebaliknya nilai permeabilitas terhadap oksigen rendah. Hal ini disebabkan polimer dengan polaritas tinggi mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya polimer kimia yang bersifat non-polar seperti lipid mempunyai nilai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, namun permeabilitas terhadap oksigen tinggi, sehingga menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif dalam menahan gas (Callegarin et al., 1997).

Permeabilitas O2 dan CO2 didefinisikan sebagai laju transmisi O2 dan CO2

melalui suatu unit luasan dari material yang permukaannya rata dan datar sebagai akibat perbedaan tekanan udara pada kedua sisi permukaan film. Menurut Krochta et al. (1994), sifat permeabilitas O2 film berhubungan dengan kelembaban udara, dimana


(47)

baik pada kondisi RH yang rendah, tetapi jika RH naik maka permeabilitas O2 juga

meningkat.

Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) E96-80, definisi permeabilitas uap air (water vapor permeability, WVP) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, dimana larutan berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut (McHugh dan Krochta, 1994).

Laju transmisi uap air (water vapor transmission rate, WVTR) merupakan slope dari plot jumlah uap air yang hilang tiap waktu dibagi oleh luas film. Kecepatan ketahanan terhadap WVTR ditentukan dalam kondisi ketebalan, suhu dan tekanan gradien parsial uap air diketahui (McHugh dan Krochta, 1994). Menurut Krochta et al. (1994) definisi laju transmisi uap air adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan film per satuan luas. Transmisi uap air terjadi melalui bagian film yang bersifat hidrofilik. Permeabilitas uap air juga tergantung pada perbandingan bahan yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik dalam formulasi film. Film edibel dari bahan polisakarida dan protein mempunyai ketahanan yang rendah terhadap uap air, sehingga dalam formulasi film edibel ditambahkan asam lemak untuk menurunkan WVTR (Hernandez, 1994).


(48)

METODE DAN BAHAN

Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan Seafast Center IPB, Laboratorium Pengemasan Balai Besar Industri Kimia Jakarta, Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, dan Laboratorium Analisis Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2001 sampai Januari 2002, dilanjutkan bulan April 2005 sampai Desember 2006 dan April – Juli 2009.

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Bahan untuk membuat film/pelapis edibel terdiri dari : pektin bermetoksi rendah (GENU Pectin Type LMP-104 AS-BG Denmark), isolat protein kedelai teknis dan kasein teknis diperoleh dari PT. United Chemical Jakarta, gliserol teknis 87% dari Bratachem, serta NaHCO3, CaCl2, asam sitrat, asam askorbat, asam laurat dan asam

stearat (semuanya pro analysis) merk Merck, sedangkan lilin lebah dibeli dari Toko Setia Guna - Bogor

2. Bahan baku utama : durian Monthong yang siap dikonsumsi seperti terlihat pada Gambar 2 diperoleh dari Toko Swalayan Yogya. Buah durian yang digunakan adalah buah durian yang sudah matang dan yang menghasilkan aroma khas durian siap konsumsi. Untuk memperoleh buah durian yang seragam, buah durian dipesan dengan tingkat kematangan yang relatif seragam, dengan warna yang seragam, dan


(49)

sedikit. Dengan cara demikian kematangan buah durian yang diperoleh seragam, sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan validitasnya

Gambar 2. Buah durian yang digunakan pada penelitian ini

3. Bahan kimia untuk analisis kimia, mikrobiologi dan organoleptik, diantaranya 2,6-diklorofenol indofenol, alkohol, pentana, diklometana dan natrium sulfat anhidrat (semuanya pro analysis) merk Merck, dan standar alkana ari Sigma Chemical Co. (USA). Sedangkan Nutrient Agar dan Potato Dextrose Agar merk Difco,

4. Bahan-bahan bantu lain seperti kertas saring, kasa nilon, aluminium foil, dan kantong plastik diperoleh dari Toko Swalayan Yogya - Bogor.


(1)

Lampiran 16. Perubahan komponen flavor durian tanpa pelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

Alkana

1. 3,55 800 800a Octane 3.711 3.244 2.659

2. 6,56 902 900b 1,1-dietoksi etana 1.856 3.324 2.496 5.277 12.672 15.253 20.268 27.782

3. 36,18 1439 2-etoksi propanae) 2.409

Asam

4. 4,15 822 823b Asam butirat 9.891

5. 26,80 1234 1233l Isoamil heksanoat 3.945

6. 27,10 1248 1247a Asam nonanoat 4.278 4,069 5,056 29.894

7. 41,34 1585 Asam dodekanate) 24.850 38.573 42.132 46.895 67.746 65.972

8. 44,49 1655 Asam oleate) 10.818 14.836 24.292 44.429 70.434

9. 44,57 1658 1661c 2-/3-methylbutyric acid 5.251 7.169 10.006 9.374 11.787 24.317

10. 48,17 1748 1750e Asam tetradekanoat 2.768 2.959 3.993 3.826 4.210 4.429 7.700 22.640

11. 48,43 1757 1737d Asam palmitat 9.091 26.376 27.673 28.146 28.982 39.067 55.045 75.179

12. 53,18 2021 Asam oktadekanoate) 23.083 26.237

Ester

13. 14,11 987 978f Propil asetat 1.824 3.100 4.213 32.409

14. 14,17 991 986f Ethyl hexanoate 1.691 3.090 11.736

15. 17,69 1067 Pentil asetate) 2.409

16. 29,99 1312 1308d Isobutil benzoat 5.427 5.986 5.603 6.604 8.665 8.802 10.094 14.676

17. 31,50 1343 Metil-3-hidroksibutanoate) 2.253 2.395 1.965

18. 33,71 1389 1384a Etil-2-metil butanoat 9.303 9.175 8.691 7.053 5.286 3.143 2.817 2.562

19. 36,66 1457 1458e Etil heptanoat 2.951 2.690 3.664 5.321 6.634 7.333 10.271 16.772

20. 41,89 1594 1597d Etil oktanoat 8.627 12.023 12.850 15.566 23.228 25.639 30.879 31.683

21. 42,24 1603 Etil dodekanoate) 6.132 5.152 6.251 6.453 7.859 7.487 9.411 14.372

22. 47,18 1722 1725d Metil tetradekanoat 2.651 5.918 8.159 11.031 15.085 15.882 20.962 28.899

23. 58,70 2188 2184d Metil oktadekanoat 5.704 5.810 7.646 9.403 10.167 10.714 14.154 29.113


(2)

125

Lampiran 16. Perubahan komponen flavor durian tanpa pelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C (lanjutan)

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

Aldehid

24. 3,33 784 769g Heksanal 5.557 5.797 6.740 8.678 11.122 12.126 12.601 27.251

25. 6,85 905 917h Benzaldehid 2.386 2.991 1.550

26. 8,44 923 921h 2-heptenal 1.325

27. 10,26 944 934a (E)-2-heptenal 2.825 10.267

28. 18,09 1091 1081m Nonanal 2.106

29. 45,68 1684 1683c (E,E)-2,4-dekadienal 6.512 17.055 16.369 24.613 32.128 60.892 73.271 85.280

30. 49,42 1784 Dodekanale) 6.760 5.324 7.855 8.281 18.618 25.527 31.752 36.056

Alkohol/Phenol

31. 10,10 942 Propanole) 7.934 3.822 5.241 2.121

32. 13,10 975 [S]-2-amino-1-propanole) 2.327 2.551 4.326 4.927 4.925 7.718

33. 17,18 1036 1038e Heksanol 9.080 2.659

34. 28,78 1275 1277d 4-etil-2-metoksifenol 2.386 1.684

35. 40,19 1541 1541a Nerolidol 7.503 35.075 36.059

36. 43,43 1631 1633a Furfuril alkohol 32.319 34.069 27.949 10.903 10.616 8.275 6.393 5.526

37. 44,00 1635 [E]-3-decen-1-ole) 7.787 8.877 8.089 10.713 22.639 30.512

38. 44,15 1648 1650e 2-furanmetanol 62.944 68.522 54.754 50.078 46.721 44.555 37.886 25.840

39. 44,78 1664 1-dodekanole) 3.834 8.118 9.806

40. 45,40 1677 1676e 2-butil-1-oktanol 25.377 1.812

41. 46,24 1697 1697e (Z,E)-farnesol 4.109 11.282 37.136 48.663 54.497 79.443 91.329 94.070

42. 55,38 2087 2082e 2-pentadecan-1-ol 3.048 2.807 1.656

43. 56,41 2118 2116c 1-heksadekanol 3.046 9.134 10.822 14.251 28.940 46.452 49.471 88.872

44. 59,72 >2200 1-oktadekanole) 54.502 76.714 91.013

Keton

45. 6,09 890 889e 2-heptanon 2.395 2.818 7.212

46. 13,10 976 978b

(Z)-1,5-octadien-3-one 1.973


(3)

Lampiran 16. Perubahan komponen flavor durian tanpa pelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C (lanjutan)

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

47. 25,56 1209 1209b 3-hidroksi-2-butanon 2.518 2.376 2.102 1.953 1.733 1.205 1.277

48. 37,16 1469 1467i Tridekanon 5.673 5.490 6.093 6.283 6.345 6.890 7.887 8.491

Senyawa Sulfur

49. 5,03 853 848d Etantiol 2.651 2.659 1.563

50. 7,25 910 912d Metil-2-propenil disulfida 9.111 9.354 9.126 6.988 1.685

51. 20,72 1104 Dietil disulfidae) 9.696

52. 24,44 1184 1192a Etil disulfida 10.089 2.976

53. 30,90 1331 1328d Etil-etantiol disulfida 16.933 3.494 2.659

54. 34,58 1408 1407d 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan 2.518 1.763 1.521 1.385 1.112 1.037

55. 41,31 1578 Etil propil disulfidae) 12.013 12.494 6.660 18.252 19.596 19.956 27.532 46.124

Lain-lain

56. 9,92 940 937j -pinene 2.248 1.691 2.388 3.324 4.648 4.903 6.845 8.063

57. 38,08 1491 1490b Butirolakton 7.210 8.737 8.750 9.165 9.213 18.019 32.702

58. 39,07 1516 1515d Dibenzofuran 20.615 28.911 53.611 59.363 72.859 73.658 87.529 104.036

59. 39,93 1531 1636j Hinesol 1.826 1.965 3.117 5.480

60. 40,92 1569 1567g Caryophyllene oxidee) 3.684 4.903 5.496 6.622 8.140 13.224 17.608

61. 44,84 1666 2-metil-piperazine) 7.002 64.247

62. 45,92 1690 Unknown 15.935 24.169 25.065 26.144 36.398 51.499 60.588 68.702

63. 52,46 2000 1998f 2,4,6-trimethyl-1,3,5-trithiane 8.140 14.514 17.146 25.182 30.186 34.665 78.417 a

Barra et al., 2007; bCavalli et al., 2004; cCarvino et al., 2004; dCastel et al., 2006; eBorse et al., 2007; fWong dan Tie, 1995; gBlagojevic et al., 2006; hCramer

et al., 2005; iLee et al., 2005; jPark and Maga, 2006; kKhajeh et al., 2005; lRiu-Aumatell et al., 2006; m

Berlioz et al., 2006

a)

R.T. = Retention Time b)

LRI = Linear Regression Index c)

LRIref = Linear Regression Index reference

d)

Positively identified e)

Tentatively identified

126


(4)

127

Lampiran 17. Perubahan komponen flavor durian berpelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

Alkana

1. 3,55 800 800a Oktana 3.711 5.680

2. 6,56 902 900b 1,1-dietoksi etana 1.856 3.925 4.552 6.465 15.232 26.914 26.097 36.260

3. 36,18 1446 2-etoksi propanae) 4.497 4.072 4.655

Asam

4. 4,15 822 823b Asam butirat 9.891

5. 17,31 1044 Asam oktanoate) 3.920 4.855

6. 26,80 1234 1233l Isoamil heksanoat 5.349

7. 27,10 1248 1247a Asam nonanoat 3.804 9.211 10.946

8. 44,57 1658 1661c 2-/3-methylbutyric acid 2.668 4.497 13.282 15.640 10.967 30.509 37.444 9. 45,98 1695 Asam oleate) 4.181 11.342 22.429 31.266 31.603 47.635 10. 48,17 1748 1750e Asam tetradekanoat 2.768 3.393 3.936 5.772 10.404 12.320 20.467 27.442 11. 48,43 1757 1737d Asam palmitat 9.091 12.217 10.729 10.035 10.135 9.995 6.782 6.199 12. 51,53 1961 1947e Asam palmitoleat 4.072 58.136 58.604 73.519 72.508 83.792 84.926

Ester

13. 14,11 987 978f Propil asetat 2.195 2.976 3.519 4.097 6.086 12.352 18.718

14. 16,71 1001 Etil-2-metil-butanoate) 4.102 5.729

15. 29,99 1312 1308d Isobutil benzoat 3.181 5.434 2.536 1.878 16. 31,50 1343 Metil-3-hidroksibutanoate) 2.253

17. 33,71 1389 1384a Etil-2-metil butanoat 9.303 9.183 9.025 8.615 8.436 7.728 6.123 5.586 18. 36,66 1457 1458e Etil heptanoat 2.951 3.026 3.940 4.509 6.213 6.796 7.042 17.208 19. 41,89 1594 1597d Etil oktanoat 8.627 9.193 17.205 22.202 21.016 42.170 52.501 66.393 20. 41,91 1597 Metil dekanoate) 4.364 9.614 11.938 30.601 35.982 46.332 52.502

21. 42,24 1603 Etil dodekanoate) 6.132 2.195 3.847 4.118

22. 47,18 1722 1725d Metil tetradekanoat 2.651 4.077 3.100 4.486 6.088 8.432 10.901 17.018

23. 50,19 1910 1908g Metil palmitat 7.801 8.478 18.836

24. 58,70 2188 2184d

Metil oktadekanoat 5.704 6.265 8.057 9.185 15.366 25.468 33.132 40.523


(5)

Lampiran 17. Perubahan komponen flavor durian berpelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C (lanjutan)

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

Aldehid

25. 3,33 784 769g Heksanal 5.557 6.626 9.320 14.216 14.695 14.229 31.688 41.942

26. 6,85 905 917h Benzaldehid 2.386 2.822

27. 8,44 923 921h 2-heptenal 1.325

28. 10,26 944 934a (E)-2-heptenal 2.038

29. 45,68 1684 1683c (E,E)-2,4-dekadienal 6.512 6.429 19.642 25.090 32.384 41.131 46.612 58.347 30. 45,92 1693 10-undecenale) 15.935 35.220 32.284 77.228 55.819 82.984 21.907 31. 49,42 1784 Dodekanale) 6.760 7.013 7.498 8.756 9.407 16.486 23.820 50.864

Alkohol/Phenol

32. 10,10 942 Propanole) 7.934 6.746 2.124

33. 13,10 975 [S]-2-amino-1-propanole) 3.223 4.086

34. 17,18 1036 1038e Heksanol 9.080 5.059 2.979 2.815

35. 28,38 1275 1277d 4-etil-2-metoksifenol 2.386 3.121 2.534

36. 40,19 1541 1541a Nerolidol 9.296 6.058 15.996 17.654

37. 43,43 1631 1633a Furfuril alkohol 32.319 20.734 15.608 12.588 8.952 7.890 4.791

38. 44,00 1635 [E]-3-decen-1-ole) 8.226 7.883 12.188 18.270 27.412 38.862 39. 44,15 1648 1650e 2-furanmetanol 62.944 63.691 63.123 25.940 2.319

40. 44,78 1664 1-dodekanole) 5.072 6.028 8.539

41. 45,40 1677 1676e 2-butil-1-oktanol 25.377 28.807 13.732 4.646 42. 46,24 1697 1697e (Z,E)-farnesol 4.109 4.682 5.772 38.047 40.744 55.891 96.090 96.771 43. 52,46 2000 2005d 3,4-dimetil-2-heksanol 9.639 15.056 18.658 27.724 40.313 56.435 44. 55,38 2087 2082e 2-pentadecan-1-ol 3.048 4.698 4.655 3.107

45. 56,41 2118 2116c 1-heksadekanol 3.048 3.109 11.547 19.954 21.313 35.324 50.170 65.658

Keton

46. 5,11 867 867f -butirolakton 3.378 4.682

47. 6,09 890 889e 2-heptanon 6.412 2.395 4.297

48. 12,55 969 970a 2,3-butanedione 4.916

49. 13,20 976 978b (Z)-1,5-octadien-3-one 3.499

50. 25,56 1209 1209b 3-hydroxy-2-butanone 2.518 2.407 2.179 2.013 1.975 1.891 1.648 1.147 51. 37,16 1469 1467i Tridekanon 5.673 4.364 4.497 4.509 7.558 8.143 13.094 21.091


(6)

129

Lampiran 17. Perubahan komponen flavor durian berpelapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5

o

C (lanjutan)

No R.T.

a)

(menit) LRI

b)

LRIref c)

Senyawad) Konsentrasi komponen (ppb) selama penyimpanan

0 hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari

Senyawa Sulfur

52. 5,03 853 848d Etantiol 2.651 2.822

53. 7,25 910 912d Metil-2-propenil disulfida 9.111 9.519 7.587 5.985

54. 20,72 1104 Dietil disulfidae) 3.373 4.487

55. 24,44 1184 1192a,c Etil disulfida 10.089 7.712 5.342 4.504 56. 30,90 1331 1328d Etil-etantiol disulfida 16.933 5.903 3.136 57. 34,58 1408 1407d 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan 2.518 2.179 2.007 1.752 1.543 1.281 1.136 1.055 58. 41,31 1578 Etil-propil disulfidae) 12.013 14.218 14.820 14.316 15.143 18.969 22.993 52.170

Lain-lain

59. 9,92 940 937j -pinene 2.248 4.118 5.631 5.742 6.434 6.471 6.025 8.056 60. 38,08 1491 1490b Butirolakton 5.485 7.023 21.277 79.823 61. 39,07 1516 1515d Dibenzofuran 20.615 23.004 60.506 63.124 74.699 75.953 76.792 81.587

62. 39,93 1531 1636j Hinesol 1.83

63. 40,92 1569 Caryophyllene oxidee) 4.380 5.072 6.496 11.262 10.144 12.891 15.620

64. 44,84 1666 2-metil-piperazine) 3.249 5.072 6.048

65. 45,92 1690 Unknown 15.935 67.329 74.681 74.655 76.579 82.071 91.677 97.803 66. 48,06 1744 1735g (E,E)-farnesal 1.924 6.713 9.149 8.478 19.643 33.335

a

Barra et al., 2007; bCavalli et al., 2004; cCarvino et al., 2004; dCastel et al., 2006; eBorse et al., 2007; fWong dan Tie, 1995; gBlagojevic et al., 2006; hCramer

et al., 2005; iLee et al., 2005; jPark and Maga, 2006; kKhajeh et al., 2005; lRiu-Aumatell et al., 2006; mBerlioz et al., 2006

a)

R.T. = Retention Time b)

LRI = Linear Regression Index c)

LRIref = Linear Regression Index reference

d)

Positively identified e)

Tentatively identified

129