Study of Broccoli Packaging with Modified Atmosphere Storage and Top Icing During Transportation

(1)

KAJIAN PENGEMASAN

BROKOLI (

Brassica oleracea

L. Var. Italic) SECARA

ATMOSFIR TERMODIFIKASI DIKOMBINASIKAN DENGAN

TOP ICING

SELAMA TRANSPORTASI

AMINUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengemasan Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italic) secara Atmosfir Termodifikasi Dikombinasikan dengan Top Icing selama Transportasi adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

AMINUDIN NRP. F153080121


(3)

ABSTRACT

AMINUDIN. Study of Broccoli (Brassica oleracea L. Var. Italic) Packaging with Modified Atmosphere Storage and Top Icing During Transportation. Under direction of ROKHANI HASBULLAH and SUTRISNO.

Respiration rate of horticultural products is influenced by temperature and gas compositions (O2 and CO2) surrounding of the product. One of the packaging technology method is Modified Atmosphere Packaging (MAP). In the MAP, the CO2 concentration is higher and O2 concentration is lower than atmosphere compositions gas. Many factors need to develop of gas composition on the MAP such as permeability and thickness of the film, temperature, rate of O2 consumption and CO2 production by the product, and weight of the product in the package. The aim of this research are: (1) to examine the effect of temperature on the respiration of broccoli; (2) to examine the influence of plastic film thickness and storage temperature to gas composition and quality of broccoli, and (3) to study the effect of top icing and transport simulation on broccoli packaged with MA Packaging. The results showed that the average of O2 consumption and CO2 production rate decreased with decreasing of storage temperature. The respiration rate of broccoli held at 5, 10, 15, 20 and 27 oC were 23.3, 47.7, 67.5, 78.7, and 105.2 ml/kg h, respectively for O2 consumption; and 23.4, 47.2, 66.8, 79.2 and 105.9 ml/kg h, respectively of CO2 production. The most extreme color change occured at high storage temperature (27 oC and 20 oC), namely in the florets (flowers) of broccoli from dark green to yellow. MAP on broccoli with storage temperature and the thickness of plastic film treatments was very influential on the gas composition inside the packaging. The nearby to 4% for O2 and 5% for CO2 consentrations were LDPE plastic film thickness of 40 and 50 μm; they had 9.9 and 9.6% of O2 consumption, respectively; and had 5.6 and 7.1% of CO2 concentration, respectively. Transport simulation of top icing broccoli packaged in styrofoam box influenced significantly on the thickness of plastic film and amount of ice, both of in one hour and 2 hours simulations.

Keywords: broccoli, respiration rate, modified atmosphere packaging (MAP), top icing, transportation.


(4)

RINGKASAN

AMINUDIN. Kajian Pengemasan Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italic) secara Atmosfir Termodifikasi Dikombinasikan dengan Top Icing selama Transportasi. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan SUTRISNO.

Brokoli memiliki umur simpan yang pendek sehingga perlu dilakukan penanganan pascapanen yang baik agar umur simpannya lebih lama. Salah satu metodenya adalah penyimpanan brokoli secara MAP dikombinasikan dengan pendinginan ”top icing”. Teknik pengemasan atmosfir termodifikasi atau MAP (Modified Atmosphere Packaging) merupakan salah satu teknik pengemasan menggunakan film plastik yang “permeabel” sehingga terjadi modifikasi atmosfir di dalam kemasan dimana konsentrasi O2 lebih rendah dan konsentrasi CO2

Pengukuran laju respirasi brokoli dilakukan pada 5 suhu penyimpanan yang berbeda, (5

lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi gas di sekitarnya. Bertolak dari hal tersebut maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan: (1) mengkaji pengaruh suhu terhadap respirasi brokoli; (2) mengkaji pengaruh ketebalan film flastik dan suhu penyimpanan terhadap komposisi gas dan mutu brokoli; dan (3) mengkaji pengaruh top icing dan simulasi transportasi pada brokoli yang dikemas dengan MAP.

O

C, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC) dengan sistem tertutup (closed system). Pengukuran konsentrasi gas pada brokoli yang dikemas secara MAP dengan film plastik LDPE (ketebalan 30, 40, 50 dan 60 µm) dilakukan pada suhu penyimpanan 10 oC, 15 oC dan 27 oC, selanjutnya dilakukan pengukuran mutu yang meliputi kekerasan, susut bobot, warna bunga brokoli dan uji organoleptik yang dilakukan setelah 3, 6 dan 9 hari. Pengaruh top icing terhadap brokoli yang dikemas secara MAP dengan jumlah es 0,75 dan 1,5 kg selama transportasi menggunakan meja getar selama 1 dan 2 jam. Pengamatannya meliputi: suhu di dalam boks styrofoam, mutu (susut bobot, kekerasan, warna bunga brokoli) dan kerusakan mekanis. Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Laju respirasi rata-rata pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC berturut-turut adalah 23,3 ml/kg jam, 47,7 ml/kg jam, 67,5 ml/kg jam, 78,7 ml/kg jam dan 105,2 ml/kg jam pada level konsumsi O2 dan 23,4 ml/kg jam, 47,2 ml/kg jam, 66,8 ml/kg jam, 79,2 ml/kg jam dan 105,9 ml/kg jam pada level produksi CO2. Perubahan warna yang paling ekstrim terjadi pada penyimpanan suhu 27 oC dan 20 oC yaitu pada bagian floret (bunga) brokoli dari semula berwarna hijau gelap menjadi berwarna kuning, sedangkan pada suhu lainnya (15 oC, 10 oC, 5 o

Selanjutnya untuk pengamatan MAP brokoli menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan (suhu dan tebal film plastik) mempengaruhi konsentrasi gas (O

C) tidak terlalu signifikan sehingga brokoli masih kelihatan hijau.

2 dan CO2) di dalam kemasan selama penyimpanan. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi gas yang terukur pada setiap suhu penyimpanan dan ketebalan film plastik hasilnya berbeda nyata. Akan tetapi tidak terdapat interaksi diantara kombinasi keduanya. Pada pengamatan suhu penyimpanan, baik konsentrasi O2 maupun CO2 berdasarkan uji lanjut BNT menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap level suhu; sedangkan pada pengamatan tebal film plastik,


(5)

antara konsentrasi O2 dan CO2 memberikan respon yang berbeda. Terdapat ketebalan yang berpengaruh sama terhadap konsentrasi gas, yaitu 30 µm dengan 40 µm dan 50 µm dengan 60 µm. Kemasan MAP pada brokoli yang disimpan pada suhu 10 oC dan 15 oC dapat mempertahankan mutu (warna bunga, susut bobot, kekerasan) sampai hari ke-9, sedangkan suhu 27 oC hanya bertahan sampai hari ke-6. Mutu brokoli lebih dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dibandingkan dengan ketebalan film plastik, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan nilai kecerahan (*L) semakin meningkat, nilai kehijauan (*a) dan nilai kekuningan (*b) semakin menurun. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki daya terima konsumen terbaik adalah suhu 10 oC, tebal 60 µm. Apabila dikaitkan dengan parameter komposisi gas, pada kombinasi perlakuan tersebut memiliki nilai konsentrasi rata-rata O2 dan CO2 yang hampir sama dan komposisi yang paling rendah yaitu masing-masing 6,5% dan 6,2% dibandingkan dengan perlakuan lainnya; kemudian dari parameter mutu, memiliki nilai *L positif terendah (38,43), nilai *a negatif terbesar (-24,15) dan nilai *b positif terendah (93,85), yang keseluruhannya menunjukkan nilai-nilai yang menyatakan bahwa kondisi brokoli relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi semula sebelum penyimpanan (masih segar). Konsentrasi gas yang diharapkan dalam simulasi MAP (4% O2 dan 5% CO2) tidak tercapai. Yang mendekati kondisi optimum adalah pada ketebalan 40 µm, 50 µm dan 60 µm dengan konsentrasi rata-rata masing-masing 9,9%, 9,6% dan 9,7% untuk konsumsi O2, sedangkan untuk ketebalan 30 µm konsentrasi O2-nya paling besar yaitu 10,3%. Pada level produksi CO2

Pada pengamatan simulasi transportasi MAP brokoli dengan top icing menunjukkan terjadinya perubahan suhu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada ketebalan film plastik dan jumlah es baik pada simulasi 1 jam maupun pada simulasi 2 jam. Selanjutnya berdasarkan uji lanjut BNT menunjukkan bahwa ketebalan film plastik 40 µm memberikan efek suhu yang lebih rendah (rata-rata 6,5

yang hampir mendekati adalah ketebalan 30 µm dan 40 µm dengan konsentrasi rata-rata masing-masing 4,3% dan 5,6%, sementara untuk ketebalan 50 µm (7,1%) cenderung konstan walaupun di atas 5% dan untuk ketebalan 60 µm (6,8%) terlihat tren-nya masih meningkat.

o

C untuk 0,75 kg es dan 3,1 oC untuk 1,5 kg es) dibandingkan dengan ketebalan 50 µm (rata-rata 9,3 oC untuk 0,75 kg es dan 4,9 o

C untuk 1,5 kg es); kemudian jumlah es 1.5 kg memberikan pengaruh suhu yang lebih dingin (4,9 oC) di dalam kemasan dibandingkan dengan jumlah es 0.75 kg (7,9 oC). Mutu brokoli (warna, kekerasan, susut bobot) tidak berubah setelah penyimpanan 20 jam. Kerusakan mekanis akibat simulasi transportasi cukup besar, yaitu sampai 55,56% pada simulasi 2 jam dan terendah 17,65% pada simulasi 1 jam. Kerusakan tersebut lebih disebabkan karena pengaruh tumpukan, gesekan antar brokoli di dalam satu kemasan serta kurang optimumnya volume boks styrofoam sehingga masih terdapat ruang kosong (under packing). Top icing dikombinasikan dengan MAP brokoli 2,5 kg dengan jumlah es 0,75 kg dapat menjaga suhu di bawah 10 oC di dalam boks styrofoam selama 5 jam dan 21,5 oC setelah 20 jam; sedangkan jumlah es 1,5 kg dapat menjaga suhu dibawah 10 oC selama 15 jam dan 11,2 oC setelah 20 jam. Kapasitas pendinginan top icing pada brokoli yang dikemas MAP dalam styrofoam yaitu 9,4 kg brokoli dan jumlah es 1 kg dapat menjaga suhu di dalam kemasan 5,1 o

Kata kunci: brokoli, atmosfir termodifikasi, laju respirasi, transportasi, top icing C selama 1 jam.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

a. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

b. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KAJIAN PENGEMASAN

BROKOLI (

Brassica oleracea

L. Var. Italic) SECARA

ATMOSFIR TERMODIFIKASI DIKOMBINASIKAN DENGAN

TOP ICING

SELAMA TRANSPORTASI

AMINUDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Judul Tesis : Kajian Pengemasan Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italic) secara Atmosfir Termodifikasi Dikombinasikan dengan Top Icing selama Transportasi.

Nama : Aminudin

NRP : F153080121

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si

Anggota

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 10 Agustus 2010


(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Pengemasan Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italic) secara Atmosfir Termodifikasi Dikombinasikan dengan Top Icing selama Transportasi ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan banyak saran serta dorongan kepada penulis dari mulai penyusunan proposal sampai kepada penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberi masukan serta saran-saran dalam rangka perbaikan akhir karya ilmiah ini.

Penghargaan yang sangat tinggi penulis ucapkan kepada ayah, ibu, kakak dan adik serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moril dan doa selama penulis tugas belajar di IPB. Penghargaan dan terima kasih juga penulis ucapkan khusus kepada istri tercinta (Iin Mut’mainah) dan putera tercinta (M. Alfath Aidil Amin) yang telah memberikan kasih sayang dan dorongan moril selama penulis tugas belajar dan selalu menjadi sumber inspirasi penulis dalam berkarya.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kementerian Pertanian atas beasiswa FEATI yang diberikan kepada penulis selama studi S2 di IPB serta kepada teman-teman TPP 2008 atas jalinan kerja sama selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, tepatnya di Kampung Jungklang, Desa Mulyasarai Kecamatan Binong pada tanggal 12 Maret 1975 dari ayah Suja’i dan ibu Sunaenah. Pendidikan dasar di SDN Pulasari dan MTs. Al-Ma’arif keduanya di Jungklang. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Subang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai PNS di Departemen Pertanian. Kemudian pada tahun 2004 ditugaskan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian sebagai staf pengajar di sekolah tinggi kedinasan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Manokwari sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………... i

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR ……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ………... vi

I. PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan ……….. 3

C. Hasil yang Diharapkan ……… 3

D. Manfaat ……… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 4

A. Brokoli ………. 4

B. Respirasi ……….. 6

C. Kerusakan Brokoli ………... 7

D. Penyimpanan dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi ………. 8

E. Jenis Kemasan dan Permeabilitas Film Plastik ………... 12

F. Pendinginan Produk Hortikultura ……… 15

G. Transportasi Hortikultura ……… 19

III. METODOLOGI ……….. 21

A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 21

B. Alat dan Bahan ……… 21

C. Metode ………. 21

C.1. Pengukuran Laju Respirasi Brokoli pada Suhu 5 oC, 10 o 15

C, o C, 20 oC dan 27 oC ………. 24

C.2. Pengkajian Pengaruh Ketebalan Plastik Film Kemasan dari Bahan LDPE Terhadap Mutu Brokoli Selama Penyimpanan dengan Sistem Atmosfir Termodifikasi ………... 25

C.3. Pengkajian Pengaruh Top Icing dan Simulasi Transportasi pada Brokoli yang Dikemas dengan MAP ……….. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 35

A. Pengaruh Suhu terhadap Respirasi ……….. 35

B. Pengaruh Ketebalan Film Plastik Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Komposisi Gas dan Mutu Brokoli ……….. 42 B.1. Komposisi Gas ……… 42

B.2. Perbandingan Konsentrasi Gas (O2 dan CO2) di dalam 45 Kemasan MAP antara Hasil Percobaan dan Model Pendugaan ………….. B.3. Indikator Mutu ……… 50


(13)

C. Pengaruh Top Icing dan Simulasi Transportasi pada Brokoli yang

Dikemas dengan MAP ………... 61

C.1. Perubahan Suhu ………... 61

C.2. Perubahan Mutu ……….. 65

C.3. Kapasitas Pendinginan Top Icing ……… 69

V. SIMPULAN DAN SARAN ………... 71

A. Simpulan ………. 71

B. Saran ………... 72

DAFTAR PUSTAKA ……… 73


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai nutrisi Brokoli per 100 g bagian yang dapat dimakan ………… 5 2 Permeabilitas plastik film untuk produk segar ……… 14 3 Permeabilitas gas, energi aktivasi dan rasio permeabilitas dari

beberapa film kemasan ……… 14

4 Perlakuan-perlakuan penelitian tahap I ………... 24 5 Permeabilitas gas, energi aktivasi dan rasio permeabilitas LDPE ….. 27 6 Perlakuan-perlakuan penelitian tahap II ………. 28 7 Perlakuan-perlakuan penelitian tahap III ……… 32 8 Karakteristik brokoli segar ………. 34 9 Hasil uji BNT laju respirasi dan Respiratory Quotient (RQ) brokoli

selama penyimpanan di dalam stoples ……… 37 10 Nilai kecerahan (*L), kemerahan (*a) dan kekuningan (*b) warna

bunga brokoli hari ke-7 ………... 40 11 Konsentrasi O2 dan CO2 berdasarkan suhu penyimpanan ………….. 42 12 Konsentrasi O2 dan CO2 berdasarkan ketebalan film plastik 43

………..

13 Konsentrasi O2 dan CO2 berdasarkan kombinasi perlakuan 43 ………...

14 Perbandingan nilai permeabilitas film plastik LDPE berdasarkan suhu ……….

46 15 Nilai warna bunga brokoli pada hari ke-6 ………... 51 16 Hasil uji BNT pengaruh suhu dan tebal film plastik terhadap warna

pada hari ke-6 ……….

51 17 Perbandingan nilai konsentrasi gas dan indikator warna pada suhu

penyimpanan 10 oC dan 15 oC pada hari ke-9 ……… 53

18 Hasil uji BNT pengaruh suhu dan tebal film plastik terhadap warna pada hari ke-9 ………..


(15)

54 19 Susut bobot brokoli pada penyimpanan hari ke-6 ….……… 55 20 Perubahan kekerasan brokoli pada penyimpanan hari ke-6 ...………. 57 21 Perubahan suhu selama penyimpanan 20 jam …...……….. 64 22 Rata-rata perubahan bobot brokoli setelah penyimpanan 20 jam …... 66 23 Rata-rata perubahan kekerasan brokoli setelah penyimpanan

20 jam ………. 67


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) ………. 4

2 Proses perpindahan gas dalam kemasan atmosfir termodifikasi (MAP) ... 11 3 Grafik hubungan konsentrasi gas O2 dan CO2 yang direkomendasikan untuk pengemasan buah-buahan/sayuran secara MAP ……… 15

4 Bagan alir prosedur penelitian ……… 23

5 Grafik penentuan jenis plastik film kemasan ……….. 26

6 Grafik laju konsumsi O2 selama penyimpanan ………... 35

7 Grafik laju produksi CO2 selama penyimpanan ………. 36

8 Degradasi warna floret (bunga) brokoli selama penyimpanan di dalam stoples (suhu ruang, 27 oC) ……….. 40

9 Konsentrasi gas hasil percobaan dan dugaan pada suhu 10 oC dengan tebal 60 μm ……….. 47 10 Konsentrasi gas hasil percobaan dan dugaan pada suhu 15 oC dengan tebal 50 μm ……….. 47 11 Konsentrasi gas hasil percobaan dan dugaan pada suhu 27 oC dengan tebal 40 μm ……….. 48 12 Hubungan konsentrasi gas terhadap waktu (jam) selama penyimpanan pada suhu 10 oC dan 15 oC ………... 50 13 Tampilan brokoli setelah penyimpanan 6 hari ……… 52

14 Tampilan brokoli setelah penyimpanan 9 hari (suhu 10 oC dan 15 oC) ……….. 53 15 Hasil uji organoleptik brokoli pada hari ke-9 ………. 58 16 Perubahan suhu di dalam styrofoam selama simulasi transportasi …. 62 17 Bunga brokoli setelah disimpan selama 20 jam pasca simulasi


(17)

66

18 Kerusakan mekanis brokoli setelah simulasi transportasi …………... 68

19 Kerusakan mekanis akibat simulasi transportasi ………. 68

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data laju respirasi brokoli pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC ……… 79

2 Data perubahan warna brokoli selama penyimpanan 7 hari di dalam stoples pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC ……… 80

3 Data pengukuran konsentrasi O2 selama penyimpanan brokoli pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC dengan MAP ……….. 81

4 Data pengukuran konsentrasi CO2 selama penyimpanan brokoli pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC dengan MAP ………. 85

5 Data perubahan warna brokoli selama penyimpanan dengan MAP pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC ……… 89

6 Data perubahan bobot dan kekerasan brokoli selama penyimpanan dengan MAP pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC ……… 92

7 Data parameter kemasan MAP ……….. 93

8 Data parameter kemasan styrofoam ……….. 94

9 Panas respirasi dari beberapa produk segar hortikultura ……….. 95

10 Input data simulasi MAP dengan program Microsoft Visual Basic …. 96 11 Simulasi MAP brokoli dengan program Microsoft Visual Basic untuk konsentrasi O2 ………. 98

12 Simulasi MAP brokoli dengan program Microsoft Visual Basic untuk konsentrasi CO2 ……… 99

13 Data dan grafik hasil percobaan dan simulasi MAP pada penelitian tahap II …... 100

14 Hasil uji organoleptik ………... 112

15 Data suhu brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pada simulasi transportasi selama 1 jam dengan meja getar ... 113


(18)

16 Data suhu brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pada simulasi transportasi selama 2 jam dengan

meja getar ……….. 114

17 Data suhu per 5 jam pada brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pasca simulasi transportasi dengan meja getar

yang disimpan selama 20 jam ……… 116

18 Data bobot dan kekerasan brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pasca simulasi transportasi dengan meja getar

yang disimpan selama 20 jam ………. 117

19 Data warna bunga pada brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pasca simulasi transportasi dengan meja getar yang

disimpan selama 20 jam ………. 118

20 Data kerusakan mekanis brokoli yang dikemas dengan top icing dalam boks styrofoam pasca simulasi transportasi dengan meja getar yang

disimpan selama 20 jam ………. 119

21 Konversi angkutan truk berdasarkan data lembaga uji

konstruksi BPPT 1986 ……… 120

22 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (0,5%) laju konsumsi O2 dan produksi CO2 pada pengukuran laju respirasi ………. 123

23 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) Warna bunga

brokoli pada pengukuran laju respirasi ………... 129

24 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) komposisi gas pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC selama penyimpanan brokoli dalam

kemasan MAP ……… 135

25 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) pada perubahan

bobot dan kekerasan brokoli selama penyimpanan dengan MAP …….. 139

26 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) perubahan warna brokoli selama penyimpanan MAP pada suhu 10 oC, 15 oC

dan 27 oC ……… 141

27 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) komposisi gas pada suhu 10 oC dan 15 oC selama 9 hari penyimpanan brokoli dalam

kemasan MAP ………. 147

28 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) perubahan warna pada suhu 10 oC dan 15 oC selama 9 hari penyimpanan brokoli dalam


(19)

29 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) perubahan suhu selama 1 jam simulasi transportasi pada brokoli yang dikemas top

icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam ……… 152

30 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) perubahan suhu selama 2 jam simulasi transportasi pada brokoli yang dikemas top

icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam ………... 153

31 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) perubahan suhu pasca simulasi transportasi 1 jam pada brokoli yang dikemas top icing

dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam ……… 154

32 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) warna pasca simulasi transportasi 1 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam yang disimpan

selama 20 jam ………. 158

33 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) warna pasca simulasi transportasi 2 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam yang disimpan

selama 20 jam ……… 160

34 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) bobot dan kekerasan pasca simulasi transportasi 1 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam

yang disimpan selama 20 jam ……… 162

35 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) bobot dan kekerasan pasca simulasi transportasi 2 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam

yang disimpan selama 20 jam ………. 163

36 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) kerusakan mekanis pasca simulasi 1 jam dan 2 jam transportasi brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam yang disimpan

selama 20 jam ……… 164

37 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi 1 dan 2 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam yang disimpan selama 20 jam

165

38 Perhitungan kapasitas pendinginan top icing .………... 166 39 Foto-foto penelitian ……….………... 169


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kendala utama produk-produk pertanian terutama hortikultura adalah umur simpan yang relatif singkat serta mudah rusak (perishable), sehingga apabila produk tersebut setelah panen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimia, parasitik, atau mikrobiologis, dimana ada yang menguntungkan dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan, yaitu timbulnya kerusakan atau kebusukan. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kualitas bahkan kuantitas produk tersebut.

Produk hortikultura setelah dipanen masih tetap hidup dan meneruskan proses metabolisme dan respirasi. Usaha untuk memperpanjang masa simpan dilakukan dengan meminimumkan laju respirasi melalui pengaturan kondisi lingkungan penyimpanan. Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar produk. Laju respirasi dapat ditekan dengan menurunkan konsentrasi O2 dan menaikkan CO2 di sekitar produk. Komposisi gas di sekitar produk tersebut dikendalikan melalui pencampuran dari dua atau lebih gas-gas seperti udara, N2, O2 dan CO2

Penanganan produk hortikutura setelah dipanen merupakan rangkaian kegiatan dalam upaya mempertahankan mutu dan mengurangi loss dari mulai panen, sortasi, grading, pengemasan, distribusi atau transportasi sampai siap dikonsumsi. Kebanyakan konsumen menghendaki produk hortikultura yang masih segar dan sehat. Untuk tujuan konsumsi lokal dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh relatif mudah untuk penanganannya, akan tetapi apabila produk hortikultura diperuntukkan pada lokasi yang jauh tentunya akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam mempertahankan kesegaran dan kesehatan produk hortikutura tersebut. Dengan demikian transportasi yang didalamnya juga menyangkut penyimpanan daripada produk hortikultura turut menentukan tujuan akhir dari rangkaian pascapanen. Tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam transportasi bahan-bahan yang perishable adalah: (1) penyampaiannya harus cepat


(21)

2

dan tepat; (2) pengemasan dan kondisi transportasi yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu yang tinggi; dan (3) harapan adanya keuntungan yang cukup dari penggunaan media transportasi yang memadai (Chace dan Pantastico, 1997).

Produk hortikultura terutama sayuran di Indonesia umumnya ditanam pada daerah dataran tinggi, seperti untuk daerah Jawa Barat terdapat di Pacet, Pangalengan dan sebagainya yang secara geografis merupakan daerah pegunungan dan akan dikirim ke perkotaan seperti Bogor, Jakarta, Bandung bahkan ada yang di ekspor antara lain ke Negara Malaysia dan Singapura (Bafdal

et al., 2007). Bagi perusahaan hortikutura besar (Agroindustri), sistem transportasi

relatif bukan merupakan kendala karena umumnya memiliki kendaraan dengan fasilitas cooling yang baik, berbeda halnya dengan petani-petani hortikultura yang memiliki luasan lahan yang sempit dan terpencar-pencar, maka diperlukan cara-cara transportasi tertentu (mudah diaplikasikan) dan ekonomis tanpa mengurangi tujuan dari transportasi tersebut. Hydrocooling sebagai pre-cooling kemudian dilanjutkan dengan ice-packaging telah digunakan oleh sebagian petani.

Dalam menentukan jenis kemasan harus diperhatikan karakteristik bahan yang dikemas. Untuk produk yang lunak, mudah memar dan rusak serta respirasi yang tinggi, seperti brokoli jenis kemasan yang tepat adalah menggunakan kemasan langsung (primer) seperti plastik film. Namun untuk produk yang keras dengan respirasi yang rendah seperti manggis dapat menggunakan kemasan tidak langsung (sekunder) seperti keranjang plastik, kayu, atau kardus (Satuhu, 1997, 2009). Selama transportasi, juga dapat mengakibatkan penurunan mutu berupa kememaran, susut bobot yang berakibat pada kerusakan produk dan memperpendek umur simpan akibat goncangan selama perjalanan. Kerusakan akibat transportasi banyak terjadi pada kondisi pengangkutan secara curah atau penggunaan kemasan yang tidak tepat dan ditaksir sekitar 30-50% sampai tempat tujuan (Darmawati et al, 1992). Melalui penelitian ini akan dikaji pengemasan brokoli secara atmosfir termodifikasi dikombinasikan dengan top icing selama transportasi dalam boks styrofoam, sehingga mampu ditransportasikan atau didistribusikan untuk jarak jauh.


(22)

3

B. Tujuan

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui laju respirasi brokoli pada beberapa tingkatan suhu dan ketebalan film plastik jenis Low Density Polyetylene (LDPE) yang sesuai untuk pengemasan dan transportasi top icing brokoli. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

(1) Mengkaji pengaruh suhu terhadap respirasi brokoli.

(2) Mengkaji pengaruh ketebalan film plastik dan suhu penyimpanan terhadap komposisi gas dan mutu brokoli.

(3) Mengkaji pengaruh top icing dan simulasi transportasi pada brokoli yang dikemas dengan MAP.

C. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya karakteristik suhu terhadap respirasi brokoli, dan kemasan plastik film LDPE selama penyimpanan modifikasi atmosfir untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan brokoli dan karakteristik mutu brokoli selama transportasi dengan top icing.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu paket teknologi pascapanen brokoli untuk mempertahankan mutu dan kesegarannya selama penyimpanan dan transportasi dengan top icing.


(23)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Brokoli

Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) termasuk famili cruciferae yang umumnya tumbuh di daerah beriklim dingin serta dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 1000-2000 m di atas permukaan laut (Rokhani, 1995; Histafirina dan Sinaga, 1997). Tanaman sayuran pada umumnya dipanen dengan tingkat kisaran yang luas, tergantung dari bagian mana dari tanaman tersebut yang akan digunakan sebagai bahan makanan (Utama, 2001). Cara pemanenan brokoli yaitu tanaman dipotong lebih kurang 20-25 cm dari bagian pucuk sebelum bunga mekar dan berwarna kuning, biasanya ukuran normal diameter bagian bunga mencapai 15.0-17.5 cm, petunjuk lainnya adalah ketika tunas tandan kompak dan akan kelewat matang jika tandan-tandannys terlepas (Rokhani, 1995; Kitinoja dan Kader, 2003).

Brokoli merupakan sayuran yang memiliki arti penting karena mengandung vitamin C, Vitamin A, Thiamin, Riboflavin, dan mineral seperti kalsium dan zat besi, selain itu juga mengandung vitamin E, zat flavanoid sebagai anti oksidan (querecetin dan kaemperol), zat carotenoid (β-carotene dan lutein), serta zat glucosinolate (Koh et al., 2009).


(24)

5

Tabel 1. Nilai nutrisi Brokoli per 100 g bagian yang dapat dimakan

Komposisi Nilai Kandungan

Air (%) 89,1

Energi (Kal) 32

Protein (%) 3,6

Lemak (%) 0,3

Karbohidrat (%) 5,9

Kalsium (mg) 103

Fosfor (mg) 78

Besi (mg) 1,1

Sodium (mg) 15

Potasium (mg) 382

Magnesium (mg) 24

Vitamin A (IU) 2500

Thiamin (mg) 0,1

Riboflavin mg) 0,23

Niacin (mg) 0,9

Vitamin C (mg) 113

Sumber: Agricultural Handbook No.8, USDA (1963) dalam Salunke et al., (1976)

Rukmana (1994) menyebutkan kualitas brokoli dapat dilihat dari kekompakan bunga (curd density), kehijauannya, cacatnya dan dikelompokkan

(grading) berdasarkan ukuran bunganya, yaitu:

- Grade 1 : diameter bunga 30 cm - Grade 2 : diameter bunga 25-30 cm - Grade 3 : diameter bunga 20-25 cm - Grade 4 : diameter 15-20 cm

Brokoli merupakan komoditi yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang tinggi (90%), dan kelas laju respirasi yang tinggi. Pada suhu 5 oC, respirasinya serta lebih tinggi dibandingkan asparagus, bayam dan jagung manis (Utama, 2001; Rokhani, 1995). Potensi masa simpan brokoli kurang dari 2 minggu dalam udara dengan suhu dan RH optimum (Kader, 1993). Oleh karena itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik dengan melakukan pra-pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan mencegah terjadinya pelayuan dan pembusukan (Rokhani, 1995). Pra-pendinginan dapat dilakukan dengan cara “hydrocooling” atau dengan menggunakan es, jika kondisinya baik dan sirkulasi udara pada ruang penyimpanan sesuai maka brokoli dapat bertahan 10-14 hari pada suhu 0 oC (Rokhani, 1995).


(25)

6

Mitchell (1992) telah menetapkan bahwa umur simpan sayuran dan buah-buahan bervariasi menurut kondisi lingkungan serta metode pengemasan yang digunakan. Brokoli memiliki umur simpan yang pendek, yaitu 1-2 hari pada kondisi suhu 20 oC, RH 60-70%; 2-6 hari pada kondisi suhu 4 oC, RH 80-90%; 1-2 minggu pada kondisi suhu 0 oC, RH 90-95% dan dikemas dalam kotak polystyrene yang diberi es (Tan, 2005). Menurut Bafdal et al. (2007) bahwa jika 5 kg brokoli yang setelah dipanen diberi perlakuan hydrocooling kemudian dimuat dalam kontainer yang diberi bongkahan es (ice crushed) sebanyak 3 kg dapat menjaga suhu di dalam kontainer 8,5-10,3 oC selama 22 jam.

B. Respirasi

Karakteristik penting produk pascapanen hortikultura adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme, akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stres seperti hilangnya suplai nutrisi (Utama, 2001). Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan antara lain proses respirasi (Rokhani, 2008; Utama, 2001). Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek; laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar produk (Rokhani, 2008; Kader, 1993). Respirasi adalah pemecahan bahan-bahan organik yang dikandung oleh produk hortikultura (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dengan melepaskan energi (panas), dimana dalam prosesnya digunakan O2 dan dilepaskan CO2

Laju respirasi brokoli termasuk sangat tinggi (Kader, 1987; Hardenburg, Walada dan Wang, 1968). Semakin cepat laju respirasi maka semakin besar jumlah panas yang dilepaskan per satuan waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi, akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan

(Kader, 1993). Energi yang dikeluarkan berupa panas akibat respirasi (dikenal sebagai panas vital atau vital heat) mempengaruhi penerapan teknologi pascapanen, seperti memperkirakan kebutuhan sistem pendingin dan ventilasi (Kader, 1993).


(26)

7

komposisi gas di sekitar komoditi tersebut (Kader, 1989; Saltveit, 1996; Manapperuma and Singh, 1987 dalam Rokhani, 1995).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rokhani (2007) pada brokoli menunjukkan bahwa pada kondisi konsentrasi CO2 konstan sebesar 4,9%, respirasi brokoli menurun dengan semakin rendahnya kandungan O2, yang berarti bahwa laju respirasi brokoli menurun dengan meningkatnya konsentrasi CO2 dan menurunnya konsentrasi O2

Laju respirasi brokoli juga dipengaruhi secara nyata oleh suhu penyimpanan, yaitu semakin tinggi suhu penyimpanan, laju respirasinya semakin besar; juga sebaliknya, laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan; melalui pengaturan suhu dan kelembaban serta komposisi gas ruang penyimpanan, mutu produk hortikultura yang disimpan dapat dipertahankan (Rokhani, 1995). Laju respirasi brokoli yang digambarkan sebagai laju produksi CO

.

2 (mg/kg h) pada suhu penyimpanan 0 oC, 4-5 oC, 10 oC, 15-16 oC, dan 20-21 o

C adalah berturut-turut (mg/kg h) 19-21, 32–37, 75–87, 161– 186, dan 278–320 (Hardenburg et al., 1986). Laju respirasi brokoli juga dipengaruhi oleh ukuran floret dan jenis kultivarnya (Finger et al., 1999).

C. Kerusakan Brokoli

Suhu dan RH merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi kerusakan produk hortikutura, yaitu setiap peningkatan suhu 10 o

Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati; laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir), transpirasi yang berlebihan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Besarnya laju transpirasi brokoli dipengaruhi oleh kelembaban ruang penyimpanan, dan pada tingkat kelembaban 96%, laju

C di atas suhu penyimpanan optimum dari produk tersebut, akan menyebabkan peningkatan kerusakan 2-3 kali lipat dan pada kondisi perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan yang besar akan menyebabkan peningkatan laju kehilangan air (transpirasi) disamping juga dipengaruhi oleh suhu (Kader, 1993).


(27)

8

transpirasi dan kesegaran brokoli dapat ditekan sampai kurun waktu 12 hari yang secara rata-rata penurunan kesegarannya 0.34% per hari dibandingkan dengan pada kelembaban 88%, 76% dan kontrol yang masing-masing laju transpirasinya 0.48%, 0.50% dan 6.04% per hari (Rokhani, 1995).

Kondisi paparan suhu 25 oC dan RH 96% menyebabkan kehilangan berat

(weight loss) brokoli setelah panen semakin meningkat sampai mencapai 7%

selama penyimpanan sekitar 3 hari; sementara kandungan klorofilnya menurun, yaitu sampai 30% (Finger et al.,1999). Kerusakan lainnya yang berhubungan dengan brokoli setelah panen adalah perubahan kandungan pati, gula non reduksi, total gula terlarut dan kandungan gula reduksi (Finger et al., 1999).

D. Penyimpanan dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi

Sebelum produk hortikultura dipasarkan diperlukan perlakuan-perlakuan sebagai suatu rangkaian pascapanen dan untuk tujuan tersebut perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi produk, terutama yang berkaitan dengan metabolisme utama (respirasi), pengaruh suhu dan kelembaban (transpirasi) serta kemasan yang digunakan.

Pengemasan adalah proses perlindungan komoditi dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi masa simpan komoditi dengan memakai media (bahan) tertentu. Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi komoditi dari kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik konsumen dan memberikan nilai tambah produk, serta memperpaanjang daya simpan produk; pengemasan juga dapat mengurangi kehilangan lembab (pengurangan berat) dan dengan demikian mencegah terjadinya dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang lengas uap air (Hardenburg, 1997).

Teknik pengemasan atmosfir termodifikasi atau MAP (Modified

Atmosphere Packaging) merupakan salah satu teknik pengemasan hortikultura

dengan memanfaatkan kondisi udara sekitar, yaitu dengan mengatur komposisi udara dalam ruang penyimpanan sehingga kesegaran produk dapat dipertahankan. Komposisi udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat hortikultura segar yang disimpan. Agar tujuan penyimpanan tercapai, modifikasi komposisi udara di sekitar komoditi tersebut perlu dilakukan.


(28)

9

Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kandungan O2 dan atau meningkatkan kandungan CO2

Modifikasi atmosfir secara aktif ditimbulkan dengan membuat sedikit vakum dalam kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi), dan kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang diinginkan yang sudah diatur dari luar. Secara umum, penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida akan bermanfaat terhadap kebanyakan komoditi. Pemilihan film polimerik terbaik untuk setiap komoditi/kombinasi ukuran kemasan tergantung pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan. Penyerap oksigen, karbon dioksida dan/atau etilen dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk membantu menjaga komposisi atmosfir yang diinginkan (Kitinoja dan Kader, 2003).

. Penyimpanan dengan memodifikasi lingkungan atmosfir di sekitar produk dapat berupa penyimpanan atmosfir terkendali (Controlled Atmosphere Storage, CAS) atau MAP. Penyimpanan dengan teknik CAS atau MAP berarti menyimpan komoditi tersebut dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal (Rokhani, 2007). MAP dapat digunakan dalam kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan konsumen.

CAS maupun MAP merupakan teknik penyimpanan untuk memperpanjang masa simpan produk dengan mengubah secara proporsional gas-gas atmosfir di sekitar produk. Umumnya komposisi gas-gas yang digunakan mengandung O2 di bawah tingkat konsentrasi atmosfir (kurang dari 21%) dan CO2 di atas tingkat konsentrasi atmosfir (lebih dari 0.03%). Nitrogen digunakan sebagai gas pengisi inert untuk mencapai sisa volume. Ada beberapa perbedaan mendasar antara penyimpanan sistem CAS dan MAP. Pada sistem CAS komposisi gas dalam ruang penyimpanan diukur secara terus menerus dan perlu menginjeksikan gas atau campuran gas tertentu untuk mempertahankan komposisi gas yang diinginkan. Dalam prakteknya sistem CAS memerlukan gas-gas pengendali seperti O2, CO2 dan N2 serta sejumlah peralatan untuk pengaturan dan pengendalian komposisi gas yang secara praktis diterapkan untuk penyimpanan dalam bentuk curah.


(29)

10

Sistem MAP merupakan sistem statis tanpa melakukan monitoring komposisi gas selama penyimpanan (penyimpanan dalam bentuk kemasan). Komposisi gas pada penyimpanan sistem MAP ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat di dalam kemasan, laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 oleh produk, sifat permeabilitas dari kemasan dan suhu penyimpanan. Kondisi atmosfir terbaik yang mampu mempertahankan mutu brokoli adalah pada tingkat kelembaban 96% dengan komposisi gas 4% O2-5% CO2 atau 1% O2-10% CO2 pada kondisi suhu 5 oC (Rokhani, 1995). Kader (1993) merekomendasikan untuk penyimpanan dan selama transportasi brokoli sebaiknya pada kondisi suhu 0-5 oC, komposisi gas 1-2% O2 dan 5-10% CO

Dalam iklim tropika yang panas, penyimpanan atmosfir termodifikasi tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan, karena kerusakan akan berlangsung lebih cepat akibat penimbunan panas dan CO

2.

2

Menurut Deily dan Rizvi (1981), pengemasan produk dalam film permeabel merupakan sistem dinamik dan meliputi dua proses yang terjadi bersamaan yakni proses pernafasan gas CO

. Penyimpanan atmosfir termodifikasi yang dikombinasikan dengan pendinginan dengan nyata menghambat kegiatan respirasi dan dapat menunda pelunakan, penguningan, perubahan mutu dan proses pembongkaran lainnya (Do dan Salunkhe, 1989).

2 dan O2 ke luar dan ke dalam kemasan. Oksigen secara terus menerus digunakan oleh buah-buahan dan sayuran untuk kegiatan pernafasannya, dan menghasilkan CO2, H2O dan energi panas. Sebagai akibatnya terjadi perbedaan konsentrasi antara bagian dalam dan luar kemasan sehingga O2 mulai merembes ke dalam kemasan. Konsentrasi CO2

; dengan V adalah volume bebas kemasan dan dx/dt adalah perubahan konsentrasi gas terhadap waktu.

pada saat yang sama akan semakin meningkat akibat kegiatan respirasi dan merembes ke luar kemasan melalui film pengemas. Model matematik sistem pengemasan MAP berdasarkan Gambar 2 adalah (Rokhani et al., 2001):


(30)

11

Gambar 2. Proses perpindahan gas dalam kemasan atmosfir termodifikasi (MAP) (Rokhani et al., 2001)

Hasil penelitian Histifarina dan Sinaga (1997) menunjukkan bahwa brokoli yang dikemas secara MAP (kondisi campuran gas O2 6% dan CO2 8%) dalam kantong plastik polyetilene (PE) berwarna bening dengan ukuran 30 cm x 45 cm dan tebal 0,06 mm kemudian disimpan dalam suhu ruang 21-24 oC, RH 80-90% dapat mempertahan mutu brokoli sampai 9 hari penyimpanan. Penyimpanan brokoli pada suhu 5 oC atau 10 oC yang dikombinasikan dengan sistem udara termodifikasi (5% CO2; 3% O2; 92% N2) dengan kelembaban udara relatif (RH) 80%, dapat mencegah kehilangan klorofil (Deschene et al., 1991). Keuntungan penyimpanan brokoli pada konsentrasi CO2

Prince (1989) dalam Chakraverty et al. (2003) menyatakan bahwa brokoli yang disimpan dalam kantong plastik PE yang dilapisi juga dengan 4,5% EVA

(Etylene Vinyl Acetate) dengan kondisi atmosfir dalam kemasan 1-2% O

antara 5-10% dapat mempertahankan warna hijau, menghambat proses kelunakan dan memperlambat pertumbuhan cendawan (Do dan Salunkhe, 1997).

2 dan 8% CO2 dapat mempertahankan kesegaran brokoli selama 3 minggu. Umur simpan brokoli dapat ditingkatkan dengan penyimpanan pada suhu 10 oC dengan konsentrasi gas O2 2-3% dan CO2 4-6% (Ballantyne, 1987 dalam Thompson, 2003).

y1 : konsentrasi O2 atmosfir y2 : konsentrasi CO2 atmosfir x1 : konsentrasi O2 dalam kemasan x2 : konsentrasi CO2 dalam kemasa R1 : laju konsumsi O2

R2 P1 P2 W A b : : : : : :

laju produksi CO2 permeabilitas O2 permeabilitas CO2 berat produk

luas permukaan film kemasan tebal film kemasan

x1 x2 R1 R2 A; b; P1; P2

y1

y2

W

W


(31)

12

E. Jenis Kemasan dan Permeabilitas Film Plastik

Banyak kemasan atau wadah merupakan unit penanganan yang efisien untuk membawa hasil dari kebun ke gudang pengemasan lanjut, untuk memudahkan pengangkutan atau sebagai unit penjualan eceran; pengemasan yang baik dapat melindungi produk segar dari pengaruh lingkungan (sinar matahari, kelembaban) dan dari pengaruh-pengaruh lain (Hardenburg, 1997). Pada kemasan untuk konsumen, jika karakteristik bahan dan karakteristik permeabilitas adalah sesuai, suatu kondisi atmosfir dapat berevolusi secara pasif karena konsumsi O2 dan produksi CO2 selama respirasi (Kitinoja dan Kader, 2002). Sayur potong segar atau sawi yang diproses secara minimum dapat dikemas dalam kantong plastik ketebalan 5 mil, setelah sebagian udara dibuat vakum, campuran gas 30-50% O2 dan 4-6% CO2 dimasukkan ke dalam kantong dan selanjutnya ditutup (Kitinoja dan Kader, 2002). Kubis bunga dapat disimpan selama 11 hari pada suhu 4.4 oC atau 13 hari pada suhu 21.14 o

Untuk pasar domestik, keranjang plastik krat menyediakan perlindungan yang baik untuk produk dan ventilasi yang memadai selama penanganan, pendinginan, pemindahan dan penyimpanan. Beberapa krat plastik dapat dirangkai bila ditumpuk untuk penanganan yang mudah saat kosong. Krat seharusnya bersih dicuci dengan larutan klorin dan deterjen secara beraturan untuk mengurangi kesempatan penyebaran pembusuk dari satu kemasan ke kemasan lainnya (Kitinoja dan Kader, 2002). Hasil penelitian Dewi (2008) menghasilkan bahwa penggunaan jenis kemasan karton pada pak-choi secara teknis merupakan salah satu alternatif yang baik untuk transportasi darat karena memberikan penurunan mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan keranjang plastik dan polietilen. Namun penggunaan kemasan karton tersebut secara ekonomis belum layak untuk pengiriman lokal karena harganya masih mahal dan kurang tahan terhadap perlakuan kasar dibandingkan dengan keranjang platik dan polietilen.

C apabila dikemas akan mengalami kehilangan bobot 1.6% dan apabila tidak dikemas akan mengalami kehilangan bobot 11.3%.

Kerusakan mekanis selama pemanenan bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan bisa membuat hasil pertanian menjadi cepat busuk, membuat


(32)

13

makin banyak air yang susut, dan makin cepatnya laju respirasi dan produksi etilen yang mengarah pada kerusakan yang makin cepat. Wadah yang digunakan oleh para pemetik di lapangan haruslah bersih, memiliki permukaan bagian dalam yang halus dan tanpa adanya ujung/bagian yang kasar. Keranjang-peti plastik yang dapat disusun secara tumpukan, meski terasa mahal awalnya, dapat bertahan lama, dapat digunakan berulang kali dan dapat dengan mudah dibersihkan. Keranjang-peti kayu adalah kemasan yang jauh lebih baik, namun hanya jika tidak diisi secara belebihan sebelum keranjang-peti ini disusun dalam tumpukan. Untuk tujuan studi kepustakaan, keranjang-peti plastik berventilasi akan digunakan sebagai unit kemasan, yang bisa memuat 20 kg hasil pertanian. Namun, yang sering digunakan adalah karton dan/atau keranjang-peti yang bisa memuat 5 kg, 7 kg atau 10 kg lebih sesuai untuk sayur-sayuran yang bersifat halus (cabai, labu taiwan, serai, dll) dan buah-buahan seperti buah naga (Kitinoja, 2008).

Penggunaan film plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak variasi dan serbaguna seperti melindungi, mengawetkan, memproses, menyimpan, mengukur, menyampaikan, memamerkan hasil (Hall et al., 1997). Banyak film plastik tersedia untuk pengemasan, tapi sangat sedikit yang mempunyai permeabilitas sesuai untuk MAP; plastik polyethylene dan polyvinyl chloride

dengan kerapatan rendah adalah plastik film utama yang dipakai untuk pengemasan buah dan sayuran kemudian plastik saran dan polyester memiliki permeabilitas gas yang rendah yang hanya cocok untuk produk segar dengan laju respirasi rendah (Kitinoja dan Kader, 2002). Permeabilitas memberi gambaran tentang mudah tidaknya gas, uap, cairan, ion-ion dan molekul-molekul terlarut menembus suatu material tanpa memperhatikan mekanismenya; difusi seperti yang terjadi melalui film homogen yang terdiri dari bahan-bahan polimer sangat tergantung pada sifat uapnya, daya larut dan daya difusi uap yang terlarut dari dalam polimer, dengan demikian selama difusi, uap larut di dalam polimer, berdifusi menembus film dan menguap dari permukaan sebenarnya (Hall et al., 1997).


(33)

14

Tabel 2. Permeabilitas plastik film untuk produk segar

Jenis film Permeabilitas (cc/m

2 Rasio

/mil/hari) pada 1 atm

CO2 : O2

CO2 O2

Polyetylene: kerapatan rendah 7700 - 77000 3900 - 13000 2,0 – 5,9 Polyvinyl chloride 4263 - 8138 620 - 2248 3,6 – 6,9 Polypropylene 7700 - 21000 1300 - 6400 3,3 – 5,9 Polystyrene 10000 - 26000 2600 - 7700 3,4 – 3,8

Saran 52 - 150 8 - 26 5,8 – 6,5

Polyester 180 - 390 52 - 130 3,0 – 3,5 Selopan (divernis) 15 – 95 15 - 77 1,0 - 1,2

Pliofilm 520 - 5200 130 - 1300 4

Sumber : Kitinoja dan Kader (2002) dan Hall et al. (1997)

Material yang menyerap air pada permukaannya akan mempunyai permeabilitas lebih tinggi daripada daya difusinya, seperti pada selopan (Hall et al., 1997). Biasanya plastik film lebih permeabel untuk CO2 daripada untuk O2, sehingga laju akumulasi CO2 dari respirasi lebih sedikit daripada laju penyusutan O2 (Hall et al., 1997). Menurut Zagory (1995) bahwa film plastik yang ideal bagi pengemasan buah dan sayuran segar adalah film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2, film plastik seperti ini akan menyebabkan laju akumulasi CO2 hasil dari kegiatan respirasi akan lebih lambat dibandingkan dengan laju penyusutan O2.

Tabel 3. Permeabilitas gas, energi aktivasi dan rasio permeabilitas dari beberapa film kemasan (Rokhani et al., 2000)

Kemasan film Suhu (o Koefisien permeabilitas (ml.mm/m C) 2 Interval suhu (

.d.atm) o

Energi aktivasi (kJ/mol) C)

Rasio permeabilitas

O2 CO2 O2 CO2

Polypropylene 25 8,58 x 101 1,73 x 102 8 – 26 14,0 29,4 2,0

Polyetylene-stretch

wrap 25 2,05 x 10 8,28 x 10

2

8 – 26

2

20,7 25,2 4,0

Polyetylene-low

densitya) 25 2,07 x 10 9,03 x 10

2

0 - 25

2

42,6 38,9 4,4

Polypropylene-oriented (PP)b) 21 3,90 x 10 1,13 x 10

1

-

2

- - 3,9

Polyvinyl chloride

(TPM-87)c) 25 6,73 x 10 3,85 x 10

1

0 – 22

1

38,4 39,3 5,7

Polyetylene-low

densityd) 25 2,78 x 10 1,42 x 10

2 3 - 43,1 34,3 5,1

a) Dari Mannapperuma dan Singh (1989) c) Dihitung ulang dari Rokhani (1992) b) Dari Geeson et al. (1985) d) Dihitung ulang dari Exama et al. (1993)

Gunadnya (1993) menyatakan bahwa nilai β untuk film propilen densitas rendah, propilen, stretch film dan white film berturut-turut 3,60, 2,86, 1,50 dan


(34)

15

1,00; nilai β ini merupakan perbandingan koefisien permeabilitas film kemasan antara gas CO2 dengan O2. Pemilihan jenis film kemasan brokoli dilakukan setelah konsentrasi gas optimum diketahui. Nilai permeabilitas bahan kemasan yang diperlukan selanjutnya berdasarkan konsentrasi O2 dan CO2 optimum yang diperoleh dari hasil penelitian Rokhani (1995) kemudian diplotkan pada kurva permeabilitas beberapa film kemasan terhadap gas O2 dan CO2 sehingga diperoleh jenis kemasan yang sesuai dengan komposisi atmosfir optimum.

F.Pendinginan Produk Hortikultura

Umumnya buah-buahan dan sayuran perlu disimpan pada suhu rendah untuk memperpanjang masa simpannya. Kader (1993) menyatakan bahwa dengan penyimpanan pada suhu yang optimum dapat memperpanjang umur simpan sampai tiga kali lebih lama. Suhu pendinginan perlu dikendalikan pada tingkat yang tepat untuk komoditi tertentu agar dapat menghambat proses pernapasan dan perkembangan mikroorganisme. Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah dapat

2 4

0 6 8 10 12 14 16 18 20 21

2 4

0 6 8 10 12 14 16 18 20 21

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21 Rambutan Stroberi Alpukat Belimbing Buncis Pisang Lampung

LDPE β=5.0

Gas Oksigen (%)

G as K ar bon di oks ida (% ) Jambu Mentimun Kacang merah Terong Salak Jagung manis A B C

Udara β=0.8

Gambar 3. Grafik hubungan konsentrasi gas O2 dan CO2 yang direkomendasikan untuk pengemasan buah-buahan/sayuran secara MAP (sumber: Rokhani, 2008)


(35)

16

menyebabkan kerusakan yang disebut chilling injury. Kebanyakan buah dan sayuran tropika mengalami kerusakan oleh suhu 10 o

Pendinginan melibatkan pindah panas dari produk ke medium pendingin seperti sumber refrigerasi. Proses pindah panas meliputi konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Jika suplai listrik tersedia, sistem refrigerasi mekanis adalah sumber yang paling baik untuk pendinginan. Berbagai pendingin dengan hembusan udara atau forced-air cooler yang dapat dipindahkan telah dirancang untuk digunakan oleh petani dan penangan pascapanen skala kecil (Kitinoja dan Kader, 2002). Akan tetapi, berbagai ragam metode sederhana dapat untuk mendinginkan produk pada mana listrik tidak tersedia atau listrik terlalu mahal. Beberapa contoh sistem alternatif (Thompson, 2003) meliputi ventilasi udara malam, pendinginan radiasi, pendinginan evaporatif (evaporative cooling), penggunaan es atau bawah tanah (penyimpanan bawah tanah untuk akar-akaran,

field clamps, goa) atau penyimpanan di dataran tinggi. Es dapat diproduksi

menggunakan sistem pendingin sinar matahari sederhana, dimana kolektor sinar matahari digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik untuk membuat es, yang kemudian digunakan untuk mendinginkan produk (Kitinoja dan Kader, 2002). Es dapat digunakan apakah secara langsung sebagai kemasan dengan es, untuk mendinginkan air yang digunakan pada hydrocooler, atau sebagai kumpulan es untuk sistem hembusan udara dingin yang kecil atau sistem pendinginan ruang.

C dan yang lebih rendah (Pantastico, 1997).

Untuk produk yang dipasarkan segar, metode apapun untuk meningkatkan kelembaban nisbi dari lingkungan penyimpanan (atau mengurangi defisit tekanan uap air antara komoditi dengan lingkungannya) akan memperlambat laju kehilangan air. Metode terbaik untuk meningkatkan kelembaban adalah dengan menurunkan suhu. Metode lainnya adalah dengan menambahkan kelembaban ke udara sekitar komoditi sebagai partikel-partikel kecil air atau kabut, penyemprotan, atau dengan membasahi lantai tempat penyimpanan. Cara lainnya adalah dengan menggunakan barrier uap air seperti pelilinan, lapisan plastik polietilen dalam box, box atau ragam bahan pengemas daur ulang dan murah yang dilapisi atau coating seperti lilin atau plastik film. Penambahan bahan pengemas akan meningkatkan kesulitan kaitannya dengan pendinginan yang efisien, oleh


(36)

17

karenanya lapisan dalam berventilasi (sekitar 5% dari total area permukaan) direkomendasi. Ventilasi pelapis dalam harus searah dengan ventilasi kemasan untuk memfasilitasi pendinginan produk di dalamnya. Bahan pelapis berventilasi akan mengurangi defisit tekanan uap air tanpa mengganggu secara serius pergerapan oksigen, karbon dioksida dan etilen (Kitinoja dan Kader, 2002).

Sistem pendinginan buah-buahan dan sayuran yang telah dikenal berupa

air cooling, hydrocooling, vacum cooling, room cooling atau package icing,

evaporative cooling dan forced-air cooling (Hardenburg et al. 1990; Kader,

1993). Room cooling biayanya relatif murah namun metode pendinginan ini sangat lambat bila listrik untuk refrigerasi mekanis tersedia. Metode pendinginan ini sesuai untuk komoditi yang tidak mudah rusak seperti kentang, bawang, apel, ubi jalar dan buah jeruk, karena untuk produk yang sangat mudah rusak akan banyak yang rusak sebelum didinginkan terlebih dahulu. Room cooling

dibutuhkan jika menangani produk yang sensitif terhadap suhu (chilling) dimana pemanenan dilakukan saat pagi-pagi sekali kemudian dibawa ke suhu penyimpanan 10-13 ºC. Pada kebanyakan ruang pendingin skala kecil produk dimasukkan ke dalam ruangan terlalu ketat yang mana pendinginan sama sekali tidak terjadi, dan disamping biaya yang tinggi untuk menjalankan sistem refrigerasi, suhu produk sendiri tidak pernah turun sesuai dengan suhu yang direkomendasikan. Vacum cooling merupakan pendinginan dengan hampa udara dengan azas penguapan (Pantastico, 1997).

Metode pre-cooling lainnya adalah forced-air cooling dimana udara ditarik atau ditekan melalui kemasan-kemasan, sangat mempercepat laju pendinginan untuk berbagai produk. Banyak tipe forced-air coolers dapat dirancang untuk menggerakkan udara dingin lembab di atas komoditi.

Hydrocooling menyediakan pendinginan yang cepat, seragam untuk beberapa

komoditi. Komoditi dan juga bahan kemasannya harus tahan basah, klorin (digunakan untuk sanitasi air pendingin) dan kerusakan hantaman air (Mitchell 1992). Versi yang paling sederhana dari suatu hydro-cooler adalah tangki yang berisi air dingin dalam mana produk ditenggelamkan. Tipe yang diperlihatkan di bawah ini adalah pancuran-pancuran untuk satu batch produk dengan air es


(37)

18

dimana produk bergerak sepanjang konveyor. Hydro-cooler tipe batch dapat dikontruksi untuk menangani seluruh muatan palet produk (Thompson, 2003).

Hasil penelitian Dewi (2008) bahwa penggunaan hydrocooling pada pak choi memberikan pengaruh yang nyata sampai sangat nyata terhadap laju respirasi; dan tidak nyata pada kandungan klorofil a dan b, kandungan total mikroba, susut bobot, kekerasan dan indeks warna *L, *a dan *b.

Air cooling merupakan struktur penyimpanan yang dapat didinginkan

menggunakan udara malam jika perbedaan antara suhu siang dan malam tinggi (Thompson, 2003). Fasilitas penyimpanan harus diinsulasi dengan baik dan ventilasi hendaknya ditempatkan pada ketinggian di atas lantai. Ventilasi dapat dibuka pada malam hari dan kipas-kipas dapat digunakan untuk untuk menarik udara dingin melalui ruang penyimpanan. Struktur ini akan baik untuk menahan suhu dingin selama panas siang hari jika terinsulasi dengan baik dan ventilasi-ventilasi ditutup saat menjelang pagi.

Penggunaan es sebagai pendingin dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: (1) Package icing dengan menggunakan es sebagai sumber suatu wadah besar (bunker) untuk pendinginan yang digunakan dengan melalukan udara melalui tumpukan es kemudian melalui komoditi atau sebagai es penutup produk (ditempatkan kontak langsung dengan komoditi); (2) liquid icing, pemberian es dalam bentuk cair seperti untuk hydrocooling; dan (3) top icing, berupa penempatan es pada bagian permukaan kemasan kontainer. (Brosnan dan Wen Sun, 2001).

Menurut Thompson (2003) keuntungan utama penggunaan es sebagai media pendingin adalah produk yang disimpan tidak mengalami kering, dapat digunakan sebagai penghilang panas lapang (field heat), juga sebagai media pendingin dalam distribusi produk (transportasi) jarak pendek. Selain dari manfaat tersebut, yang utama adalah biayanya relatif lebih murah karena energi yang digunakan lebih efisien dibandingkan dengan mesin pendingin (refrigerator). Hardenburg et al. (1986) menyatakan bahwa penggunaan es sebagai pendingin, efektif untuk produk-produk seperti kubis, lobak, brokoli, wortel dan bawang daun.


(38)

19

G. Transportasi Hortikultura

Transportasi atau pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan dan sayuran. Pengangkutan hasil dimulai dari kebun ke tempat-tempat pengumpulan. Di bawah kondisi tropika terjadi kerugian-kerugian yang besar pada beberapa titik dalam urutan distribusi yang disebabkan oleh kerusakan komoditi, penanganan kasar, kelambatan-kelambatan yang tidak dapat dihindarkan, pemuatan dan pembongkaran secara sembrono, penggunaan wadah-wadah yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang kurang memadai. Distribusi yang buruk juga mengakibatkan kekurangan-kekurangan yang artificial (Chace dan Pantastico, 1997).

Pengelolaan suhu sangatlah penting dalam pengangkutan dengan jarak tempuh jauh, untuk itu muatan harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara sekitarnya serta panas jalan. Sarana angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan yang telah didinginkan terlebih dahulu atau di pre-cooling

dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara bisa mengalir melalui produk. Selama pengangkutan, produk hasil pertanian harus disusun sedemikian rupa sehingga kerusakan dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan atau produk dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara bisa mengalir melalui produk yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama kendaraan melaju. Perjalanan pada malam dan pagi hari bisa mengurangi beban panas (heat load) pada kendaraan yang mengangkut hasil panen (Kitinoja dan Kader, 2002).

Darmawati et al. (1992) menyatakan bahwa goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek masa simpan, hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan dan tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut. Jenis kemasan


(39)

20

dan transportasi berpengaruh nyata terhadap susut bobot, tetapi penggunaan kemasan primer plastik dapat menekan susut bobot wortel selama simulasi transportasi (Albaar, 2009). Penggunaan kemasan sekunder (keranjang plastik) dapat melindungi wortel dari tingkat kerusakan dan susut bobot apabila dikombinasikan dengan kemasan primer (kertas koran) pasca simulasi transportasi 2 jam dan 3 jam dengan amplitudo tinggi (Albaar, 2009).

Anwar (2005) dalam penelitiannya memperlihatkan terjadinya peningkatan laju respirasi brokoli setelah mengalami penggetaran selama 1 jam dengan frekuensi rata-rata 3,33 Hz dan amplitudo rata-rata 5,31 cm yang setara dengan 365,10 km jalan luar kota. Tarwiyati (2007) melakukan simulasi transportasi terhadap kubis untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan kubis selama transportasi, hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi kemasan kubis yang menggunakan plastik dan kardus menghasilkan susut berat yang paling rendah pada setiap lama simulasi transportasi yaitu 10,26% (1 jam), 11,41% (2 jam), dan 21,24% (5 jam).

Sementara Dewi (2008) telah melakukan kajian simulasi terhadap pak choi yang dikemas dengan plastik polietilen kemudian ditumpuk, digetarkan selama 2 jam dan yang dikemas dengan karton kemudian ditumpuk, digetarkan selama 1 jam hasilnya adalah pada kondisi pak choi yang dikemas plastik polietilen memiliki tingkat kerusakan yang lebih besar (21,8%) dibandingkan dengan yang dikemas dengan karton dan tidak ditumpuk (9,6%), hal ini disebabkan karena karakteristik dari kemasan plastik polietilen yang fleksibel sehingga kurang bisa melindungi produk dari getaran dan tumpukan. Dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa jarak tempuh, penumpukan dan penggunaan kemasan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pak choi selama transportasi darat. Lebih lanjut menurut Dewi (2008) tingkat kerusakan mekanis yang dominan terjadi pada berbagai kombinasi perlakuan adalah memar (bonyok) bila dibandingkan dengan retak dan busuk yang nilainya sangat kecil, kemudian dari segi kemasan terlihat bahwa kemasan karton memberikan tingkat kerusakan mekanis memar yang paling kecil disusul keranjang plastik dan polietilen dengan rata-rata tingkat kerusakannya berturut-turut 11,3%, 14,2% dan 17,0%.


(40)

21

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Taknik Pertanian, Fateta, IPB. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Maret sampai dengan 10 Juni 2010.

B. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah brokoli yang diperoleh dari petani Cipanas Cianjur, boks styrofoam (ukuran 47 cm x 32,5 cm x 14 cm ; tebal 2 cm), lilin (malam), film plastiklm LDPE (tebal 30 µm, 40 µm 50 µm dan 60 µm ), gas N2, gas CO2

Peralatan yang digunakan antara lain: meja getar, lemari pendingin,

Continous Gas Analyzer IRA-107 merk Shimadzu untuk mengukur CO

, es serta bahan-bahan penunjang lainnya.

2, Portable

Oxygen Tester POT-101 merk Shimadzu untuk mengukur O2, Rheometer model

CR-300 produksi Sun Scientific co., Ltd untuk mengukur kekerasan, stoples, ColorTec-PCMTM untuk mengukur warna, timbangan digital model Mettler PM4800 Delta Range, Hybrid Recorder DR130 merk Yokogawa, Sealer SP-300H, pisau, gunting, stopwatch, selang plastik dan peralatan kerja penunjang lainnya.

C. Metode

Penelitian ini dilakukan dalam 3 (tiga) tahap dimana pada setiap tahap merupakan rangkaian kegiatan untuk tahap berikutnya. Tahapannya adalah: 1) pengukuran laju respirasi brokoli pada suhu 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 o

Secara rinci bagan alir prosedur penelitian untuk ketiga tahap penelitian tersebut adalah sebagai berikut: (Gambar 4).

C (suhu ruang); 2) pengkajian pengaruh ketebalan plastik film kemasan dari bahan LDPE terhadap mutu brokoli selama penyimpanan dengan MAP; dan 3) pengkajian pengaruh simulasi transportasi terhadap mutu brokoli yang dikemas dengan kombinasi kemasan primer plastik film LDPE dan kemasan sekunder boks styrofoam yang diisi es pada bagian permukaannya (top-icing).


(41)

22 A

T

A

H

AP

I

RAL: 5 perlakuan suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC,

20 oC dan suhu ruang (±27 oC) Analisis statistik uji BNT

Brokoli (dari petani)

di-trimming (dibersihkan dari batang, daun yang tidak disertakan)

Pengukuran laju respirasi

Sampel brokoli masing-masing sebanyak 250 g ditempatkan pada stoples dan disimpan pada inkubator

suhu terpilih (3 taraf)

T

A

H

AP

I

I

Analisis statistik uji BNT Uji mutu :

kekerasan, warna, susut bobot dan organoleptik

Plastik film LDPE

Perlakuan: 3 suhu penyimpanan terpilih dan 4 ketebalan plastik film LDPE (3 µm, 4 µm, 5 µm dan 6 µm)

Rancangan: RAL, 2 ulangan, 2 faktor (suhu dan tebal plastik film LDPE)

Kondisi optimum ditetapkan [O2] :

[CO2] = 4% : 5%

Pengkajian penyimpanan atmosfir

termodifikasi

Tebal plastik film LDPE dan suhu terbaik


(42)

23

Gambar 4. Bagan alir prosedur penelitian (Lanjutan)

T

A

H

AP

III

Analisis statistik uji BNT Uji mutu :

kekerasan, warna, dan susut bobot Perlakuan: 2 taraf es (0.75 kg dan 1.5 kg)

2 taraf waktu (1 jam, 2 jam)

2 taraf tebal plastik (40 µm dan 50 µm) Rancangan: RAL, 2 ulangan, 3 faktor (es, lama simulasi,

tebal film plastik)

Kemasan luar boks styrofoam (kemasan sekunder) disi es Kondisi suhu penyimpanan dan tebal plastik film LDPE terpilih (kemasan primer) dari tahap II 2,5 kg Brokoli

disimpan dalam kemasan

Simulasi transportasi dengan meja getar


(43)

24

C.1. Pengukuran Laju Respirasi Brokoli pada Suhu 5 OC, 10 OC, 15 OC, 20 O

C dan 27 OC

Penelitian dilakukan dengan sistem tertutup (closed system) mengikuti Deily dan Rizvi (1981) dan Rokhani (2007), yaitu: tutup stoples yang digunakan dilubangi dengan diameter 1 cm sebanyak dua buah dan pada lubang tersebut dimasukkan selang plastik sepanjang 30 cm. Pada pertemuan selang plastik dengan penutup stoples diberi lem, cat dan malam untuk menghindari kebocoran gas.

Brokoli segar dibersihkan dan dipilih bunga (floret) yang memiliki bentuk fisik yang baik dan seragam, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam stoples dan ditutup rapat. Untuk menghindari kebocoran gas, antara penutup dan leher stoples diberi malam dan selang plastiknya ditekuk dan dijepit.

Pengukuran dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC) masing-masing 2 ulangan, sehingga akan diperoleh 5 x 2 = 10 unit percobaan. Perubahan konsentrasi gas (O2 dan CO2) dalam stoples diukur dengan Continous Gas

Analyzer untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen Tester untuk

mengukur konsentrasi O2. Pengukuran dilakukan setiap 3 jam selama 6 jam pada setiap harinya sampai dengan 7 hari. Berikut perlakuan-perlakuan dalam penelitian tahap I (Tabel 4).

Tabel 4. Perlakuan-perlakuan penelitian tahap I

Perlakuan Suhu

(oC) Ulangan

Berat per sampel (g)

Jumlah brokoli (g)

1 5 2 250 500

2 10 2 250 500

3 15 2 250 500

4 20 2 250 500

5 26 2 250 500

Selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil pengukuran (persen O2 dan CO2) dihitung laju respirasinya berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan berikut: (Mannapperuma dan Singh, 1990 dalam Rokhani, 2007).:


(44)

25

………..….…….. (1)

………..……….. (2)

dimana: Rr

x = konsentrasi gas, desimal = laju respirasi, ml/kg-jam

t = waktu, jam

V = volume bebas “respiration chamber”, ml W = berat produk, kg

subskrip 1,2 = masing-masing menyatakan O2 dan CO2

Data hasil pengukuran laju respirasi kemudian diolah dengan analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (beda nyata terkecil) untuk menentukan pengaruh suhu terhadap laju respirasi.

C.2. Pengkajian Pengaruh Ketebalan Plastik Film Kemasan dari Bahan LDPE Terhadap Mutu Brokoli Selama Penyimpanan dengan Sistem Atmosfir Termodifikasi

Pada penelitian tahap II ini terlebih dahulu menentukan konsentrasi gas (O2 dan CO2

Konsentrasi gas optimum yang digunakan untuk merancang sistem penyimpanan atmosfir termodifikasi adalah berdasarkan hasil penelitian Rokhani dan Darmawati (1995) yaitu sebesar 4% O

) optimum bagi brokoli yang akan disimpan dengan sistem atmosfir temodifikasi (MAP).

2 dan 5% CO2, dimana dari hasil penelitian tersebut, brokoli mampu mempertahankan mutunya setelah penyimpanan selama 12 hari. Suhu penyimpanan yang digunakan 3 taraf, yaitu: 10 oC,15 oC dan 27 o

Kemudian, untuk menentukan jenis plastik film yang digunakan, maka berdasarkan komposisi gas optimum tersebut dapat ditentukan jenis plastiknya, yaitu berdasarkan cara yang dikembangkan oleh Gunadnya (1993), dengan


(45)

26

memplot konsentrasi O2 (sumbu x) dan CO2 (sumbu y) pada grafik penentuan jenis film kemasan (Gambar 5) hingga membentuk garis lurus yang memotong daerah atmosfir termodifikasi. Garis yang melalui daerah atmosfir termodifikasi digunakan sebagai bahan pengemas.

Udara

White stretch film KONDISI OPTIMUM

[O2]:[CO2

sehingga digunakan LDPE ]:4%:5%

Stretch film

Polipropilen

Polietilen densitas rendah (LDPE)

Gambar 5. Grafik penentuan jenis kemasan plastik film (Gunadnya, 1993)

Berdasarkan grafik tersebut di atas, diperoleh bahan pengemas untuk konsentrasi gas optimum 4% O2 dan 5% CO2 yaitu LDPE. Oleh karena dalam penelitian ini digunakan film plastik LDPE (low density polyetylene) dengan interval suhu penyimpanan 0-25 oC, maka permeabilitasnya diperoleh berdasarkan hasil penetapan dari hasil penelitian Mannaperuma dan Singh (1989) dalam

Rokhani (1996), seperti tabel berikut: 21

18

15

12

9

6

3

0

0 3 6 9 12 15 18 21 Konsentrasi O2 (%)

K

o

n

se

n

tr

as

i

C

O2

(


(46)

27

Tabel 5. Permeabilitas gas, energi aktivasi dan rasio permeabilitas LDPE

Suhu (o Koefisien permeabilitas (ml.mm/m C) 2 Interval suhu ( .d.atm) o

Energi aktivasi (kJ/mol) C)

Rasio permeabilitas

O2 CO2 O2 CO2

25 2,07 x 102 9,03 x 102 0 – 25 42,6 38,9 4,4

Permeabilitas plastik film LDPE untuk suhu selain 25 oC dapat ditentukan dengan persamaan (3) berikut: (Hernandez et al., 2000).

………. (3)

dimana, P2 = permeabilitas pada suhu tertentu (cc (STP) μm/m2 P

d kPa) 1 = permeabilitas pada suhu 25 oC (cc (STP) μm/m2

E

d kPa) p

R = konstanta gas (8,314 J/mol K) = energi aktivasi (kJ/mol)

T1 = suhu 25 o T

C, (25+273) K 2 = suhu tertentu ( oC + 273) K

Plastik film dengan berbagai ketebalan dilubangi pada bagian tengahnya (2 lubang) sebagai saluran inlet dan outlet gas yang dilengkapi dengan ring untuk menjepit selang plastik untuk mengalirkan gas. Brokoli ditimbang sebanyak 0,5 kg dan dimasukkan ke dalam kemasan tersebut dan disimpan selama 9 hari pada suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC. Pengukuran konsentrasi gas dengan Continous Gas

Analyzer untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen Tester untuk

mengukur konsentrasi O2

Pengamatan yang dilakukan meliputi konsentrasi gas selama penyimpanan pada setiap kombinasi perlakuan (ketebalan film plastik dan suhu penyimpanan) serta pengaruhnya terhadap mutu brokoli. Rancangan percobaan dalam bentuk Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor yang diulang sebanyak 2 kali ulangan. Faktor pertama adalah tebal plastik film yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: 30 µm, 40 µm, 50 µm dan 60 µm. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan yang . Pengukuran dilakukan setiap 3 jam selama 24 jam, berikutnya setiap 6 jam dan 12 jam masing-masing selama 24 jam berikutnya, kemudian setiap 24 jam sampai hari ke-9.


(47)

28 terdiri dari 3 taraf (10 oC, 15 oC dan 27 o

Tabel 6. Perlakuan-perlakuan penelitian tahap II

C), sehingga akan diperoleh 4 x 3 x 2 = 24 satuan percobaan. Perlakuan-perlakuan dalam penelitian tahap II dapat dilihat pada Tabel 6.

Perlakuan Tebal plastik (µm)

Suhu

(oC) Ulangan

Berat per sampel (kg)

1 30 10 2 0,5

2 30 15 2 0,5

3 30 27 2 0,5

4 40 10 2 0,5

5 40 15 2 0,5

6 40 27 2 0,5

7 50 10 2 0,5

8 50 15 2 0,5

9 50 27 2 0,5

10 60 10 2 0,5

11 60 15 2 0,5

12 60 27 2 0,5

Model matematika rancangan penelitian tahap II sebagai berikut:

……….…...…..…… (4) dimana :

= respon tiap parameter = nilai rataan umum

= pengaruh ketebalan film plastik kemasan = pengaruh suhu

= pengaruh interaksi perlakuan pengemasan dan suhu = pengaruh galat percobaan

Data komposisi gas (O2 dan CO2) hasil percobaan kemudian dibandingkan dengan data hasil simulasi perancangan MAP. Persamaan perancangan kemasan MAP berdasarkan model pendugaan konsentrasi sesaat gas di dalam kemasan yaitu: (Rokhani, 2001)


(48)

29

– ……….. (5)

dimana:

x(t) : konsentrasi sesaat gas dalam kemasan pada waktu t (%) xs

x

: konsentrasi di dalam kemasan setelah mencapai kesetimbangan (%) o

P : permeabilitas film kemasan (ml.mm/m : konsentrasi gas awal di dalam kemasan (%)

2

A : luas film kemasan (m

.jam.atm) 2

b : tebal film kemasan (mm) )

V : volume bebas di dalam kemasan (ml) t : waktu (jam)

Selanjutnya dilakukan pengukuran mutu brokoli setelah disimpan selama 3 hari, 6 hari dan 9 hari. Parameter mutu yang diamati adalah:

(1) Kekerasan

Pengukuran kekerasan brokoli dilakukan dengan mengukur kekerasan pada batangnya (petiol) dengan menggunakan rheometer yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg dalam penekanan 3 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plunger 2.5 mm dan bahan ditekan pada bagian pangkal, tengah dan ujung petiol kemudian hasilnya dirata-ratakan, pengukuran dilakukan setiap 3 hari. Nilai kekerasan diperlihatkan dengan penunjukkan angka pada display rheometer.

(2) Warna

Pengukuran warna bunga brokoli dengan menggunakan ColorTec-PCMTM setiap 3 hari sekali. Komponen warna yang diukur adalah *L (kecerahan), *a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan *b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Display akan menampilkan nilai *L, *a dan *b masing-masing dalam 4 angka. Nilai *L, *a dan *b adalah nilai yang ditampilkan pada display dibagi 100. Standar warna yang digunakan adalah L, a, b. Warna L menggambarkan kecerahan warna (range = 0 - 100; angka bertambah besar berarti lebih terang), warna a menggambarkan warna merah/hijau (range = (-128) - 127; + warna lebih merah; - warna lebih hijau), dan warna b


(49)

30

menggambarkan warna kuning/biru (range = (-128) - 127; + warna lebih kuning; - warna lebih biru) (Utama, 2009).

(3) Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan selama penyimpanan dengan selang waktu 3 hari sekali. Bobot brokoli setelah penyimpanan dihitung dengan persamaan berikut :

……….…….………….…(6) dimana, W = bobot brokoli pada awal penyimpanan (g)

Wt (4) Uji Organoleptik

= bobot brokoli setelah disimpan t hari (g)

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan atau juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Uji organoleptik terhadap warna bunga brokoli yang merupakan parameter mutu utama kesegaran brokoli. Pengujian dilakukan setelah brokoli disimpan selama 9 hari dan dilakukan secara sensoris oleh 10 orang panelis dengan skala hedonis 1–5. Skala penilaiannya adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (biasa), 2 (agak tidak suka) dan 1 (tidak suka). Batas penolakan penilaian kesukaan terhadap produk didasarkan pada skor standar yaitu 2,5 (Soekarto, 1986). Statistika pengolahan data dan laporan pengujian adalah dengan penyusunan data dalam bentuk tabel, grafik atau diagram. Hasil uji organoleptik yang skornya melebihi 2,5 sebagai perlakuan yang masih diterima oleh konsumen atau panelis.

C.3. Pengkajian Pengaruh Top Icing dan Simulasi Transportasi pada Brokoli yang Dikemas dengan MAP

Penelitian tahap ketiga adalah mengkaji pengaruh top icing dan simulasi transportasi pada brokoli yang dikemas dengan MAP terhadap mutu brokoli selama transportasi. Dalam penelitian ini digunakan kemasan luar (kemasan sekunder) dari styrofoam dan kemasan dalam film plastik LDPE sebagai kemasan primer untuk membungkus brokoli.

Brokoli dikemas dengan plastik film LDPE dengan ketebalan yang terpilih berdasarkan penelitian sebelumnya. Brokoli dimasukkan ke dalam kemasan


(1)

166

Lampiran 37. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut BNT (5%) kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi 1 dan 2 jam pada brokoli yang dikemas top icing dalam kemasan MAP di dalam boks styrofoam yang disimpan selama 20 jam

Simulasi 1 jam

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:PERSEN RUSAK Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 199.123a 3 66.374 1.211 .413 Intercept 7900.245 1 7900.245 144.163 .000

TEBAL 14.098 1 14.098 .257 .639

ES 138.944 1 138.944 2.535 .187

TEBAL * ES 46.080 1 46.080 .841 .411

Error 219.204 4 54.801

Total 8318.571 8

Corrected Total 418.326 7 a. R Squared = .476 (Adjusted R Squared = .083)

Simulasi 2 jam

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:PERSEN RUSAK Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 150.880a 3 50.293 .488 .709 Intercept 18311.238 1 18311.238 177.577 .000

TEBAL 4.930 1 4.930 .048 .838

ES 40.680 1 40.680 .395 .564

TEBAL * ES 105.270 1 105.270 1.021 .369

Error 412.469 4 103.117

Total 18874.587 8

Corrected Total 563.349 7 a. R Squared = .268 (Adjusted R Squared = -.281)


(2)

167

Lampiran 38. Perhitungan kapasitas pendinginan top icing

Perhitungan kapasitas pendinginan dilakukan dengan pendekatan hukum kesetimbangan energi dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

- tidak ada penambahan panas yang masuk ke dalam styrofoam, kecuali dari produk dan kemasan styrofoam.

- energi yang dikeluarkan es dimanfaatkan sepenuhnya oleh sistem (brokoli dan styrofoam).

- suhu udara luar 27 oC; suhu awal es adalah 0 o

- h (nilai konduktivitas termal) styrofoam adalah 0.042 W/mK (Cengel and Boles, 2000).

C dan suhu akhir es sama dengan suhu sistem dan penyebaran suhu akhir merata dalam sistem.

1)Perhitungan kapasitas pendinginan dalam waktu 1 jam dengan jumlah es 0,75 kg, suhu awal brokoli dalam kemasan 12,82 oC (rata-rata menit ke-0); suhu akhir dalam kemasan 7,13 o

a. Panas yang dikeluarkan brokoli (Q

C (rata-rata menit ke-60). A)

1. Panas sensibel (Qs)

Qs = m.cp.Δt

= 2,5 kg x 3,86 kJ kg-1 oC-1 x (12,82 - 7,13) oC = 55,2 kJ

2. Panas respirasi (Qr)

Qr = m.e

= 2,5 kg x 3,3 kJ kg-1

= 8,25 kJ

QA

b. Panas yang dikeluarkan kemasan (styrofoam) = Qs + Qr

= 55,2 + 8,25 = 63,45 kJ 1.Panas transmisi styrofoam

Qt = A.h.Δt

= 0.55 m2 x 0.042 W m-1 K-1 x (300-280,13) oK = 0.46 Wm

= 1,65 kJ/L

= 82,6 kJ (untuk tebal (L) : 0,02 m) c. Panas total yang dilepas

QT = QA + Qt

= 136,93 kJ


(3)

168 d. Panas yang diserap es (QB)

1. Panas lebur es

-QL = m.L

= 0,750 kg x 334,9 kJ kg-1 = 251,18 kJ

2. Panas sensibel es

-Qes = m.cp.Δt

= 0,750 kg x 2,08 kJ kg-1oC-1 x (0,00 - 7,125)oC = 11,12 kJ

-QB = QL + Qes (negatif menunjukkan pelepasan kalor) = 262,3 kJ

e. Hukum kesetimbangan energi (Azas Black)

Panas yang diserap = Panas yang dilepas QB = QT

262,3 = 146,05 + Qp

Qp = 116,25 kJ

(panas yang tidak dimanfaatkan atau panas terbuang)

2. Perhitungan kapasitas pendinginan dalam waktu 1 jam dengan jumlah es 1,50 kg, suhu awal brokoli dalam kemasan 9,98 oC (rata-rata menit ke-0); suhu akhir dalam kemasan 3,08 o

a. Panas yang dikeluarkan brokoli (Q

C (rata-rata menit ke-60) A)

1. Panas sensibel (Qs)

Qs = m.cp.Δt

= 2,5 kg x 3,86 kJ kg-1 oC-1 x (9,98 – 3,08) oC = 66,59 kJ

2. Panas respirasi (Qr)

Qr = m.e

= 2,5 kg x 3,3 kJ kg-1

= 8,25 kJ

QA

b. Panas yang dikeluarkan kemasan (styrofoam) = Qs + Qr

= 66,59 + 8,25 = 74,84 kJ 1.Panas transmisi styrofoam

Qt = A.h.Δt

= 0.55 m2 x 0.042 W m-2 K-1 x (300 – 276,08) oK = 0.55 W

= 1,99 kJ/L

= 99,46 kJ (untuk tebal (L) : 0,02 m)


(4)

169 c. Panas total yang dilepas

QT = QA + Qt

= 174,3 kJ

d. Panas yang diserap es (QB)

1. Panas lebur es

-QL = m.L

= 1,5 kg x 334,9 kJ kg-1

= 502,35 kJ

2. Panas sensibel es

-Qes = m.cp.Δt

= 1,5 kg x 2,08 kJ kg-1oC-1 x (0,00 – 3,08) oC = 9,61 kJ

-QB = QL + Qes

= 511,96 kJ

e. Hukum kesetimbangan energi (Azas Black)

Panas yang diserap = Panas yang dilepas QB = QT

511,96 = 174,3 + Qp

Qp = 337,66 kJ

(panas yang tidak dimanfaatkan atau panas terbuang)

Berdasarkan hasil perhitungan dari kedua perlakuan jumlah es dan simulasi 1 jam, apabila diinginkan untuk memaksimalkan kapasitas pendinginan, maka dengan energi yang belum dimanfaatkan 116,25 kJ (untuk jumlah es 0,750 kg) dapat digunakan untuk menambah jumlah brokoli dalam kemasan styrofoam. Energi yang dilepaskan oleh brokoli sebesar 63,45 kJ per 2,5 kg, maka untuk 116,25 kJ dapat dimanfaatkan untuk 4,6 kg brokoli. Sehingga berdasarkan perhitungan di atas, apabila digunakan es sebanyak 0,75 kg dalam kemasan styrofoam (47 cm x 32,5 cm x 24 cm, tebal 2 cm), maka jumlah brokoli yang dikemas adalah 7,1 kg untuk memperoleh suhu sekitar 7 oC selama penyimpanan 1 jam. Perhitungan yang sama untuk jumlah es 1,50 kg, dengan energi yang belum dimanfaatkan 337,66 kJ maka jumlah keseluruhan brokoli yang semestinya dikemas adalah 13,63 kg untuk memperoleh suhu sekitar 3,08 oC selama penyimpanan 1 jam. Apabila diestimasi dari kedua model perhitungan tersebut, maka untuk 1 kg es dapat mendinginkan brokoli 9,4 kg selama 1 jam dengan suhu akhir 5,1 oC.


(5)

170 Lampiran 39. Foto-foto kegiatan penelitian

Gambar 1. Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 dan alat pengukur konsentrasi gas (Continous Gas Analyzer untuk CO2 dan Portable Oxygen Tester untuk O2

Gambar 3. Brokoli dikemas dengan MAP dan pengukuran konsentrasi O )

2 dan CO2 brokoli yang dikemas MAP


(6)

171 Lampiran 39. Lanjutan

Gambar 2. Pengukuran kekerasan petiol (batang) brokoli

Gambar 4. Persiapan simulasi transportasi dengan meja getar dan pengukuran suhu di dalam kemasan styrofoam dengan termokopel