Sistematika Penulisan Tesis Manajemen Perkotaan

25

1.7. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika rancangan penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang diuraikan sebagai berikut: • Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, kerangka pemikiran, tujuan, sasaran dan kegunaan, ruang lingkup penelitian serta metode penelitian. • Bab II Konsep-konsep Kemitraan Publik-Swasta dalam Penyediaan Prasarana Perkotaan, yang menguraikan tentang manajemen perkotaan, penyediaan prasarana perkotaan, pembiayaan prasarana perkotaan, kemitraan pemerintah- swasta, contoh-contoh partisipasi swasta dalam penyediaan air bersih, permintaan dan penetapan barang publik dan pendekatan sistem penentuan tarif air bersih. • Bab III Masalah Pelayanan Air Bersih di Kabupaten Semarang, akan diuraikan pelayanan air bersih oleh PDAM Kabupaten Semarang, Tarif Air Minum, Kemitraan PDAM Kabupaten Semarang dan PT. Sarana Tirta Ungaran, dan Gambaran Umum Wilayah Penelitian. • Bab IV Analisis Pelayanan Air Bersih Melalui Kemitraan Pemerintah Swasta, yang berisi kajian pelaksanaan kemitraan dan faktor-faktor yang mempengaruhi minat industri dalam berlangganan air bersih dan besaran tarif air dengan prinsip pemulihan biaya dan sesuai dengan kemauan dan kemampuan konsumen. • Bab V Kesimpulan, merupakan kristalisasi dari keseluruhan penelitian serta memberikan rekomendasi berdasarkan temuan-temuan studi kepada PDAM Kabupaten Semarang dan PT. Sarana Tirta Ungaran. 26 B A B II KONSEP-KONSEP KEMITRAAN PUBLIK – SWASTA DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERKOTAAN

2.1. Manajemen Perkotaan

Urban Management Programme UMP, sebuah organisasi PBB di bawah UNHCS, menyebutkan bahwa pemerintah kota hanya sebagai salah satu aktor saja yang menjalankan peranan vital di dalam manajemen perkotaan Nurmandi, 1996. Selain itu terdapat dua aktor yang perlu dilibatkan didalam memecahkan masalah- masalah yang dihadap oleh masyarakat kota, yaitu lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta. Dalam konteks ini peran baru yang dimainkan pemerintah adalah sebagai “enabler” dan bukan sebagai penyedia seluruh dana dan pelayanan. Oleh karena itu manajemen perkotaan kemudian didefinisikan sebagai upaya memobilisasi berbagai suimberdaya dan memanfaatkannya, sehingga saling mendukung dalam perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan pendanaan, pengoperasian dan pemeliharaan suatu pemukiman agar dapat mencapai tujuan pembangunan kota Rukmana, 1993. UMP juga memperkenalkan istilah manajemen perkotaan lebih menggunakan pendekatan teknokratis atau problem oriented. Penggunaan konsep manajemen perkotaan ini tentunya mempunyai cakupan yang luas dan bersifat sangat kompleks sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh pemerintah kota. Secara tipikal, pemerintah kota harus menangani sektor-sektor perkotaan yang saling berhubungan, yaitu pertanahan, lingkungan, infrastruktur, perumahan, fasilitas sosial dan pembangunan ekonomi Nurmandi, 1996. 26 27 Lembaga Swadaya Masyarakat: - Organisasi Swadaya Masyarakat - Organisasi Non Pemerintah - Kelompok Pembela - Asosiasi Profesi Sektor Swasta: - Kelompok Bisnis - Organisasi Parastatal - Perusahaan Swasta - Investor - Lembaga Akademik dan Penelitian Pemerintah: - Pemerintah daerah - Pemerintah Kota - Pemerintah PropinsiIbukota - Pemerintah Pusat - Badan-badan Pemberi Bantuan Bilateral atau Multilateral Sumber: Nurmandi, 1996 GAMBAR 2.1 AKTOR-AKTOR PENTING DI DALAM MANAJEMEN PERKOTAAN Sebagai salah satu sektor utama dalam manajemen perkotaan, infrastruktur publik didefinisikan sebagai pelayanan-pelayanan di dalam kategori pekerjaan umum yang dilakukan oleh sektor publik dengan tujuan untuk membantu sektor privat swasta melakukan kegiatan produksi dan merangsang konsumsi rumah tangga Fox, 1994. Termasuk didalamnya jalan, transportasi umum, sistem air bersih, sistem air limbah, manajemen persampahan, drainase dan pencegahan banjir, instalasi listrik dan telekomunikasi. Didalam manajemen pelayanan publik dikenal adanya tiga aktor, yaitu konsumen service konsumen, produsen service producer dan pengatur pelayanan service arranger . Konsumen secara langsung menerima pelayanan dari produsen. Yang dimaksud produsen dalam hal ini dapat berupa instansi pemerintah atau lembaga swasta. Sedangkan pengatur pelayanan adalah lembaga yang mengatur mekanisme antara penyedia pelayanan dengan pihak yang menerima pelayanan. 28 Lembaga ini dapat berasal dari lembaga pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Sebagai kegiatan produksi, pembangunan infrastruktur perkotaan sebenarnya berada di dalam kerangka swastanisasi privatization. Privatisasi merupakan suatu cara untuk menciptakan tingkat kompetisi dan memberikan peluang terhadap permintaan efektif dari permintaan Ibid, 1994. Pihak swasta, dengan dorongan efisiensi diharapkan akan memproduksi suatu barang dan jasa lebih murah daripada yang dilakukan pemerintah.

2.2. Penyediaan Prasarana Perkotaan