Potensi Kartografis Data Landsat-7 Untuk Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan

POTENSI KARTOGRAFIS DATA LANDSAT-7
UNTUK PEMETAAN PENUTUP I PENGGUNAAN LAHAN

OLEH:
SURLAN

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SURLAN.
Potensi
Kartografis
Data
Landsat-7
untuk
pemetaan
penutuplpenggunaan lahan. Di bawah bimbingan U.S. WIRADISASTRA,
sebagai Ketua, dan MUHAMAD ARDIANSYAH sebagai anggota komisi
pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah menemukan keakuratan geometri citra
Landsat-7, menemukan tingkat ketelitian hirarki klasifikasi penutuplpenggunaan
lahan, dan menemukan tingkat kedetilan informasi citra Landsat-7 untuk peta
penutuplpenggunaan lahan. Penelitian dilaksanakan dengan metode pengolahan
citra dan survey di sekitar Jakarta, Bogor dan Bekasi. Ketelitian geometris citra
Landsat-7 diuji dengan menggunakan sejumlah titik kontrol 4 titik, 9 titik dan 25
titik yang sebarannya diatur sedemikian rupa. Titik-titik kontrol diperoleh dari citra
rupa bumi skala 1 : 25 000 dan citra IKONOS. Model matematik yang digunakan
adalah model polinomial derajat satu dan dua. Potensi kandungan informasi
citra Landsat-7 untuk pemetaan penutuplpenggunaan lahan dilakukan berbagai
proses pengolahan digital pada citra Landsat-7 untuk meningkatkan kemampuan
interpretasi obyek, seperti : enhanment, filter, fusi, dan klasifikasi. Selanjutnya
dilakukan interpretasi visual pada citra Lndsat-7 RGBI = 5,4,2,8 yang hasilnya
kemudian dibandingkan dengan peta rupa bumi skala 1 : 25 000 atau citra
Ikonos. Pengecekan lapangan dilakukan untuk membandingkan, membetulkan
atau menambahkan informasi terhadap citra hasil interpretasi. Obyek-obyek
yang diamati disesuaikan dengan rekomendasi klasifikasi penutuplpenggunaan
lahan untuk pemetaan tematik dasar (BAKOSURTANAL, 2000), yaitu :
permukiman, perdagangan, jasa dan industri, kelembagaan, transportasi, tubuh
air (sungai, kanal, situ dll), obyek lainnya (bandara, stadion olah raga, obyek

wisata dll), serta lahan bervegetasi.
Dengan memperhitungkan semua faktor kesalahan yang berpengaruh
terhadap ketelitian geometrik citra dimana satu sama lain merupakan variabel
stokastik yang independen maka diperoleh ketelitian geometrik untuk citra
pankromatik dengan titik kontrol peta rupa bumi dan titik kontrol menggunakan
citra IKONOS masing-masing untuk 4 titik kontrol mp(rupa bumi) = 23.99 meter
dan mp(lKONOS) = 15 meter , 9 titik kontrol mp(rupa bumi) = 20.40 meter dan
mp(lKONOS) = 12.39 meter , dan 25 titik kontrol m,(rupabumi) = 16.69 meter
dan mp(lKONOS) = 12.14 meter. Sedangkan untuk kanal multispektral diperoleh
ketelitian berturut-turut 4 titik kontrol mM(rupa bumi) = 39.35 meter dan
mM(lKONOS)= 28.72 meter, 9 titik kontrol mM(rupa bumi) = 36.94 meter dan
mM(IKONOS)= 24.8 meter, dan 25 titik kontrol mM(rupabumi) = 31.37 meter dan
mM(IKONOS)= 23.66 meter.
Registrasi citra Lansat-7 dengan menggunakan titik kontrol citra IKONOS
yang memiliki kesalahan geometrik 5 m (produk ReferenceslOrtho) dan 12 m
(produk Geo) memberikan kesalahan posisi berturut-turut antara 2 12 -13 m
untuk citra pankromatik dan 2 23 - 26 m untuk citra multispektral dan antara
+ 16 -17 m untuk citra pankromatik dan 2 26 - 28 m untuk citra multispektral.
Hal ini berarti citra pankromatik memenuhi persyaratan geometrik untuk peta
skala 1 : 25 000, sedangkan untuk citra multispektral memenuhi persyaratan

geometrik untuk peta skala 1 : 50 000.
Registrasi citra Landsat-7 dengan menggunakan titik kontrol peta rupa
bumi skala 1 : 25 000 dengan ketelitian geometrik 58 m dan 5 15 m (Konecny,
1989) memberikan kesalahan posisi masing-masing antara 216 - 24 m untuk
citra pankromatik dan 2 31 - 40 m untuk citra multispektral dan antara
+20 - 25 m untuk citra pankromatik dan 2 33 - 41 m untuk citra multispektral.
-

Hal ini berarti citra pankromatik memenuhi persyaratan geometrik untuk peta
skala 1 : 50 000, sedangkan citra multispektral hanya memenuhi persyaratan
untuk peta skala
1 : 100 000.
Hasil analisis interpretasi visual terhadap citra Landsat-7 RGBI = 5,4,2,8
di daerah perkotaan menunjukkan bahwa citra tersebut mampu memberikan
informasi penutuplpenggunaan lahan sampai tingkat klasifikasi orde Ill.
Sedangkan pada daerah perdesaan umumnya hanya sampai tingkat klasifikasi
orde 11.
Permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan dapat
diidentifikasi berdasarkan warna, pola dan asosiasi. Baik secara visual maupun
digital kedua wilayah ini dapat didelimitasi hanya saja batasnya agak sulit

dideliniasi.
Obyek industri sebagian besar dapat diidentifikasi berdasarkan warna,
bentuk bangunan dan asosiasi. Secara visual obyek industri ini mudah
didelimitasi dan dapat dideliniasi baik berdasarkan bentuk bangunan maupun
batas areal wilayahnya. Obyek jasa dan perdagangan umumnya dapat
diidentifikasi dan didelimitasi, sedangkan yang terletak di tengah permukiman
baik warna maupun bentuknya mirip dengan permukiman.
Obyek kelembagaan (perkantoran) tidak secara langsung dapat
diidentifikasi. Obyek tersebut mirip dengan obyek permukiman dan obyek jasa
dan industri.
Jalan dengan berbagai kategori pada peta rupa bumi skala 1 : 25 000
sebagian besar dapat diidetifikasi dan dideliniasi. Kecuali pada daerah
permukiman padat atau bervegetasi nampak terputus-putus atau tidak nampak
sama sekali. Namun demikian pola jalan masih bisa dikenali dan dapat
dipetakan dengan dukungan survei lapang.
Vegetasi umumnya dapat diidentifikasi berdasarkan warna, sedangkan
jenisnya dapat dibedakan berdasarkan warna, pola, tekstur, dan asosiasi.
Namun demikian untuk dapat mengidentifikasi jenis vegetasi dan mendeliniasi
batasnya dengan benar diperlukan dukungan hasil pengecekan lapang.
Tubuh air secara umum mudah diidentifikasi berdasarkan warna, pola

dan bentuk, serta dapat dideliniasi.
Obyek tunggal seperti Bandara, Stadion Olah Raga, Lapangan Golf, dan
bangunan berukuran cukup besar dapat diidentifikasi dan dideliniasi dengan baik.
Dari hasil pengolahan citra, pengecekan lapang dan perbandingan
dengan peta rupa bumi skala 1 : 25 000 citra Landsat-7 dapat digunakan untuk
merevisi peta yang sudah ada sampai skala 1 : 25 000 atau lebih kecil terutama
pada wilayah perkotaan dan wilayah yang penutup lahannya cepat mengalami
perubahan.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Potensi Kkartografis Data LANDSAT-7 Untuk Pemetaan Penutupl
PenggunaanLahan
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bop,


Agustus 2002

POTENSI KARTOGRAFIS DATA LANDSAT-7
UNTUK PEMETAAN PENUTUP 1 PENGGUNAAN LAHAN

SURLAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER SAlNS
pada
Program Studi llmu Tanah

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1958 di Kuningan, Jawa Barat.

Anak ke 7 dari 8 bersaudara dari ayahanda Taslim Kartawinata (alm) dan ibunda
Asih (almh).
Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 1 pada tahun 1970, Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 tahun 1973 dan Sekolah Menengah Atas Negeri
pada tahun 1976 di Kabupaten Kuningan. Pada tahun 1977 penulis memasuki
jurusan Matematika Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada tahun 1982 dengan gelar
sarjana Matematika.
Sejak tahun 1982 diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sampai sekarang.
Sejak Februari 2000 penulis mengikuti pendidikan Program Magister
Sains (S2) pada Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.

vii

PRAKATA

Puji syukur ke Hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh
gelar Magister Sains (S2) pada Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada terutama komisi pembimbing yaitu : Bapak Dr. Ir. U.S. Wiradisastra, M.Sc
selaku Ketua, Dr. Ing. Muhamad Ardiansyah selaku anggota, atas bimbingan,
kesabaran dan saran atas tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ketua LAPAN, Bapak
Ir. Mahdi Kartasasmita, Phd, Deputi Wakil Ketua Bidang Penginderaan Jauh,
Bapak Drs. Bambang T. Sukmana, Dipl.lng, Bapak Dr. Ir. Uup. S. Wiradisastra,
M. Sc, Bapak Dr. Ing. Muhamad Ardiansyah, Ibu Dr. Ir. Astiana Sastiono, M. Sc
Ketua Jurusan llmu Tanah Fakultas Pertanian IPB, dan Bapak Prof. Dr.
Sudarsono, M. Sc Ketua Program Studi llmu Tanah Program Pascasarjana IPB,
serta semua dosen Pascasarjana yang telah mendukung terlaksananya program
kerjasama LAPAN-IPB sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan S2.
Kepada rekan mahasiswa Pascasarjana penulis mengucapkan terima
kasih atas kerjasamanya selama ini sehingga penulis merasakan masa
pendidikan ini indah dan mengesankan.
Akhir kata terima kasih tak terhingga diucapkan kepada istriku tercinta
Sri Gustiningsih dan anak-anakku Putri Gustimimiti, Citra Dwiputra dan Gumbira

Dri Putra atas dukungan dan kesetiannya baik dalam suka maupun duka selama
mengikuti program pendidikan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat adanya.

Bogor, Agustus 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL............................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................

1

Tujuan penelitian


3

.....................................................

Hipotesis ..................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Klasifikasi Pemetaan PenutuplPenggunaan Lahan...

4

Satelit Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan ...................

7

Sistem Landsat-7 ......................................................


10

Sisten Satelit Resolusi Tinggi lkonos ..............................

14

Pengolahan Citra Digital .............................................

17

Klasifikasi Digital .......................................................

26

BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................

34

Bahan dan Alat ........................................................

34

Metode Penelitian ....................................................

35

HASlL DAN PEMBAHASAN
Analisis Geometri Citra Lansat-7.................................
Rektifikasi Dengan Menggunakan Peta Rupa Bumi
skala 1 : 25 000 .......................................................
Rektifikasi Dengan Menggunakan Citra Ikonos .............
Sumber dan Analisis Kesalahan ................................
Kandungan lnformasi Data Landsat.7 ........................
Kenampakan Rinci Obyek........................................

Aspek kartografis Citra Landsat-7 ..............................

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................
Saran

...........................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor
1.

Rekomendasi Klasifikasi PenutupIPenggunaan Lahan untuk
Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia.......................................
Persyaratan Ketelitian Geometri pada Peta Topografi..............
Persyaratan Ketelitian Geometri pada Peta Topografi di Negara
Berkembang.........................................................................
Analisis Ketelitian Geometri untuk Data Landsat...........................
Perbandingan Karakteristik Landsat-5 dan Landsat.7 ....................
Karakteristik Sensor Satelit IKONOS.........................................
Karakteristik Parameter Satelit IKONOS................................
Confusion Matrix....................................................................
Data satelit yang digunakan.....................................................
Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Multispektral Terhadap Peta
Rupa Bumi skala 1 : 25 000 ....................................................
Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Pankromatik Terhadap Peta
Rupa Bumi skala 1 : 25 000 .....................................................
Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Multispektral Terhadap Citra
Ikonos..................................................................................
Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Pankromatik Terhadap Citra
Ikonos.............................................................................
Rata-rata kesalahan untuk citra Pankromatik dan Multispektral.........
Hasil Analisis Citra Visual Citra Landsat-7 Daerah Cikarang............
Perbandingan Obyek dari Citra Landsat-7 RGBI = 5.4.2.8 dengan
Citra Ikonos...........................................................................
Hasil Analisis Visual Citra Landsat-7 Wilayah Senayan...................

18.

Hasil Analisis Visual Citra Landsat-7 Wilayah Monas .....................

79

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Nomor
Konfigurasi Teknik Landsat-7 dan ..............................................

13

Mekanisme Optical ETM+.........................................................

13

Geometri CCD-Sensor..............................................................

13

Model Pengambilan Jumlah dan Sebaran Titik Kontrol...................

37

Jumlah dan Sebaran Titik Kontrol ..............................................

44

Beberapa Contoh Citra Landsat-7 Warna Gabungan Kanal
Merah (R), Hijau (G), dan Biru (B) .............................................
Beberapa Contoh Citra Landsat-7 Kanal Pankromatik Sebelum dan
Sesudah Transformasi...........................................................
Beberapa Contoh Perbandingan Citra Landsat-7 RGB dengan RGBl
Daerah Cikarang dan Sekitarnya ..............................................
Beberapa Contoh Perbandingan Citra Landsat-7 RGB dengan RGBI
Daerah Senayan-Monas dan Sekitarnya ....................................
Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Wilayah Cikarang-Bekasi...............
Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Sekitar Stadion Senayan.. .............
Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Monas dan Sekitarnya ..................
Peta PenutupIPenggunaanLahan dari Citra Landsat-7 Wilayah
Cikarang dan Sekitarnya..........................................................
Peta Rupa Bumi skala 1 : 25 000 Wilayah Cikarang-Bekasi ............
Peta PenutupIPenggunaanLahan dari Citra Landsat-7 Wilayah
Senayan dan Sekitarnya..........................................................
Peta PenutupIPenggunaanLahan dari Citra Landsat-7 Wilayah
Monas dan Sekitarnya.............................................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peta yang akurat, terkini dan mutakhir merupakan media inventarisasi
dan informasi mengenai sumber kekayaan alam, maupun sebagai sarana yang
mutlak diperlukan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta sebagai alat bantu untuk keperluan monitoring dan evaluasi.
Sebagai negara berkembang yang berpenduduk padat dan bertumpu
pada pengelolaan sumber daya alam pertanian dalam pemenuhan kebutuhan
pokok masyarakatnya akan berakibat pada perubahan penutuplpenggunaan
lahan yang cepat. Hal ini menyebabkan lemahnya persyaratan peta yang terkini,
terutama bagi peta penutuplpenggunaan lahan yang akan cepat usang dan
harus selalu diaktualkan.
Ketersediaan

peta

tematik

di

lndonesia

khususnya

peta

penutuplpenggunaan lahan, masih mengalami berbagai kendala. Selain adanya
berbagai macam versi karena berbagai tuntutan kebutuhan yang berbeda, ha1
lain yang tak kalah pentingnya adalah keaktualan informasi yang seringkali
sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan.
Teknologi satelit inderaja dalam membantu pemetaan tematik telah
dimulai sejak mulai beroperasinya satelit Landsat pada tahun 1972. Sejak saat
itu teknologi penginderaan jauh berkembang sangat cepat baik dari sisi teknologi
sensor, maupun hardware dan softwarenya. Dengan meningkatnya resolusi
spasial dan juga teknologi opt0 elektronik, sistem satelit hampir dapat
menggantikan peran foto udara. Dari sisi ini hampir tidak ada lagi perbedaan
antara fotogrametri dan penginderaan jauh. Di lndonesia pemanfaatan data

satelit penginderaan jauh untuk pemetaan belum dapat dilaksanakan secara
tepat guna dan optimal, terutama belum adanya panduan yang baku secara
nasional untuk penyusunan peta-peta tematik.
Beberapa

penelitian

yang

terkait

dengan

penyediaan

peta

penutuplpenggunaan lahan dengan menggunakan data satelit inderaja telah
banyak dilakukan. lgbokwe (1992) menggunakan data Landsat-TM untuk
memetakan perubahan penutuplpenggunaan lahan di daerah Sahel Afrika untuk
skala 1 : 100 000. Ajayi (1992) menggunakan data spot pankromatik untuk
pemetaan topografi di daerah Bandung.

Beberapa penelitian yang terkait

dengan teknik pengolahan data satelit telah dilakukan oleh Kushardono (1997),
Schumaher ( I 990), Moeller (1991) dengan menggunakan data Landsat-TM dan
SPOT untuk klasifikasi penutuplpenggunaan lahan. Klasifikasi penutupl
penggunaan lahan pada penelitian tersebut dilakukan dengan proses otomatis
secara digital dengan menggunakan kanal multispektral atau pankromatik saja.
Pada penelitian ini digunakan data kanal multispektral dan pankromatik dimana
untuk mengklasifikasikan penutuplpenggunaan lahan dilakukan secara visual
dan digital.
Dengan dioperasionalkannya satelit Landsat-7, terutama dengan sistem
sensor ETM dan adanya kanal pankromatik dengan resolusi spasial 15 m,
diharapkan dapat meningkatkan kontribusi peranan data satelit dalam menuju
penyusunan panduan nasional penggunaan data satelit untuk pemetaan tematik.
Untuk itu perlu dikaji secara komprehensip tentang kemampuan data Landsat-7
tersebut untuk pemetaan tematik, terutama untuk meningkatkan ketelitian
geometri dan kualitas serta kuantitas isi informasi dari skala 1 : 100 000 menjadi
1 : 50 000, dan merevisi peta skala I: 25 000.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu metode dalam
mengoptimalkan

pemanfaatan

data

Landsat-7

untuk

pemetaan

penutuplpenggunaan lahan, dengan cara:
a)

menemukan keakuratan geometri citra Landsat-7

b) menemukan tingkat ketelitian hirarki

klasifikasi penutuplpenggunaan

lahan
c)

menemukan tingkat kedetilan informasi citra Landsat-7 untuk peta
penutupl penggunaan lahan

Hipotesis

a)

Jumlah dan sebaran titik kontrol mempengaruhi keakuratan geometri

b) Citra

Landsat-7

dapat

digunakan

untuk

merevisi

peta

penutuplpenggunaan lahan sampai dengan skala 1 : 25 000 dan dapat
dijadikan dasar pembuatan peta penutuplpenggunaan lahan sampai
dengan skala 1 : 50 000

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Klasifikasi Pemetaan PenutupIPenggunaan Lahan

Satu

faktor

penting

yang

menentukan

keberhasilan

pemetaan

penggunaan lahan dan penutup lahan terletak pada pemilihan sistem klasifikasi
yang tepat, yang

dirancang untuk suatu tujuan dimaksud. Klasifikasi

penutuplpenggunaan lahan adalah upaya pengelompokan penutuplpenggunaan
lahan dalam penyajian data spasial yang akan dijadikan pedoman atau acuan
dalam proses interpretasi .
Klasifikasi penutup dan penggunaan lahan yang digunakan di Indonesia
umumnya disesuaikan dengan tujuan masing-masing pengguna baik individu
maupun organisasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pemetaan lahan.
Beberapa

klasifikasi penutuplpenggunaan lahan

yang telah diusulkanl

digunakan diuraikan di bawah ini.
a) Klasifikasi penggunaan lahan menurut Kardono Darmoyuwono (1971)
merupakan sistem klasifikasi tunggal, yang dilengkapi dengan simbul area
untuk penggambaran pada peta,

ditekankan untuk wilayah pedesaan

dengan skala kecil.
b) Sistem

klasifikasi penutup lahanlpenggunaan lahan menurut Badan

Pertanahan Nasional (1977), membagi wilayah pedesaan dan perkotaan
sebagai

dasar

klasifikasi

penggunaan

lahan.

Klasifikasi

penutup

lahanlpenggunaan lahan pedesaan disajikan dalam berbagai skala, yakni
skala 1 : 200 000 sld 1 : 250 000; skala 1 : 25 000 sld 1 : 100 000; dan skala

1 : 5 000 sld 1 : 12 500. Masing-masing klasifikasi disajikan secara terpisah,
yakni bukan merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang berjenjang.
c) Sistem klasifikasi penutup lahan dan penggunaan lahan untuk Indonesia
menurut Malingreau (1981), didasarkan pada kombinasi sistem physiognomik
dan sistem fungsional. Cara penyajian masing-masing klasifikasi dilakukan
secara

bertingkat, dengan

4 tingkat klasifikasi, yaitu jenjang I

hingga

jenjang IV. Klasifikasi penggunaan lahan jenjang berikutnya merupakan
rincian dari jenjang sebelumnya.
d) Sistem klasifikasi penutup lahan dan penggunaan lahan menurut United
States Geologi Sunley (USGS), dikembangkan berdasar penggunaan citra
penginderaan jauh sebagai sumber data dalam pemetaannya. Sistem
klasifikasinya merupakan sistem klasifikasi berjenjang, yaitu dari tingkat I
(umum) hingga tingkat IV (rinci).
e) Klasifikasi penutuplpenggunaan lahan menurut Regional Physical Planning
Programme for Transmigration (RePPPRoT) (1983-1990) dibangun dengan
menggunakan data penginderaan jauh sebagai sumber utama datanya. Peta
penutuplpenggunaan lahan disajikan pada skala 1 : 250 000, ditujukan untuk
evaluasi lahan, dimana peta penutuplpenggunaan lahan sebagai salah satu
masukan datanya.
f)

Klasifikasi penggunaan lahan menurut neraca sumber daya alam spasial
daerah merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang diarahkan untuk
pengelolaan sumber daya alam, yang ditekankan pada kategori penggunaan
lahan yang terkait dengan sumber daya alam (NSSAD, 1998). Klasifikasi
disajikan secara berjenjang dalam kelas dan sub-kelas.

Berbagai macam sistem klasifikasi di atas menunjukkan betapa sulitnya
menentukan sistem klasifikasi yang dapat memuaskan semua persyaratan.

Fakultas Geografi UGM bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalarn kegiatan
pembakuan spek metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar dalam
mendukung perencanaan tata ruang (2000), merekomendasikan sistem
klasifikasi

penutuplpenggunaan

lahan

yang

sedapat

mungkin

mengakomodasikan berbagai kebutuhan pengguna (Tabel 2.1).

Tabel 2.1.

Rekomendasi Klasifikasi PenutupIPenggunaan Lahan untuk
Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia

Tingkat I
1. Daerah perkotaan dan
terbangun

Tingkat II
Permukiman perkotaan
Perdagangan,jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilitis
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun

2. Daerah Perdesaan

Permukiman perdesaan
Lahan bervegetasi
diusahakan

Tingkat Ill
Permukiman perkotaan
Perdagangan,jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilitis
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun
I

Lahan bervegetasi tidak
diusahakan

Lahan tidak bervegetasi
(lahan kosong)

Tubuh perairan

I Kelurusan
Sumber : Bakosurtanal

I Perrnukiman perdesaan
Sawah irigasi
Sawah tadah huian
Sawah pasang surut
Tegalan
Perkebunan
Hutan lahan kering
Hutan lahan basah
Belukar
Semak
Rumput
Lahan terbuka

Gumuk pasir
Danau
/ Waduk
Tambak
Rawa
I Sunaai
/ kelurusan

I

Satelit Penginderaan Jauh untuk Pemetaan

Menurut kemungkinan penggunaannya satelit penginderaan jauh dapat
dibedakan dalam 3 kelompok (Konecny,

1990), yaitu sistem satelit untuk

meteorologi dan oceanografi, sistem satelit untuk inventarisasi dan pemantauan
sumber daya alam, sistem satelit untuk penyediaan peta tematik dan topografi.
Kelompok pertama merupakan satelit-satelit yang memiliki resolusi
rendah

spasial

(1-5 km), tetapi dengan waktu periode ulang yang pendek

(sehari sekali atau lebih). Kelompok kedua merupakan satelit-satelit yang
memiliki resolusi spasial menengah (2 20 m), minimal memiliki 3 kanal spektral
dengan periode ulang sekitar 1 bulan. Sedangkan kelompok ketiga harus
memiliki resolusi spasial tinggi ( 5 1 5 m), dengan spektral rendah (1-3 kanal) dan
periode ulang juga rendah (2 1 tahun).
Hal

penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan data

penginderaan jauh untuk pemetaan, yakni persyaratan untuk memperoleh
kualitas peta yang benar.

Ada 3 persyaratan yang harus dipenuhi, yakni

ketelitian planimetris, ketelitian elevasi, detectability.
Batasan ketelitian posisi, tinggi dan kedetilan kandungan peta pada saat
ini tidak ada standarisasi yang tegas. Di Kanada misalnya, untuk peta topografi
skala 1 : 250 000 dan 1 : 50 000 menggunakan standar Nato-Kelas-A. Untuk itu
90 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata pada peta harus memenuhi
ketelitian planimetri 5 0.5 mm (Gauthier 1988). Di USA NMAS (National Map
Accuracy Standards) menentukan 63 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata
pada peta skala 1 : 24 000 tidak boleh melebihi 0.3 mm (Welch et al. 1985). Di
Australia

90 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata pada peta skala

1 : 25 000 harus memenuhi persyaratan ketelitian kurang dari 0.5 mm.

Ketelitian planimetris yang disyaratkan umumnya mempunyai standar
baku

0.2 mm pada masing-masing skala, sedangkan untuk ketelitian elevasi,

jika suatu titik memiliki standar baku 2 oh maka interval kontur harus 5oh
(Konecny, 1990). Tuntutan persyaratan ketelitian yang harus dipenuhi untuk peta
topografi misalnya, ditunjukkan dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2.

skala

Tabel 2.3.

skala

Persyaratan Ketelitian Geometris pada Peta Topografi
(Konecny, 1990).
Ketelitian
planimetris

Ketelitian
ketinggian

Interval
Kontur

Persyaratan Ketelitian Geometris pada Peta Topografi di Negara
Berkembang (Konecny, 1989).
Ketelitian
planimetris

Ketelitian
ketinggian

Interval
Kontur

Penelitian mengenai kajian analisis geometris untuk data Landsat, dirangkumkan
pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Analisis Ketelitian Geometri untuk Data Landsat
Jumlah titik

OX
I

Kontrol
I

I

Dilakukan dengan menggunakan data Landsat MSS (resolusi

I Colvocoresses 1
& McEwen,

Affine

I

16

banding

ow

I

I

I

I

= 79m)

OX
I

I

I

192

I

1973
Baehr & Schur,

Transformasi affine

1974

Polinomial derajat 4

Derouchie &

Polinomial derajat 2

Forrest , 1974

/

15

18

183

Penyelesaian parameter
Polinomial derajat 3

66

Baehr, 1975

Filter-prediksi

31

Derouchi, 1976

Penyelesaian parameter

356

10

46

36

57

58

65

67

(steifen dengan 11 scene)
I

Nasu &
Anderson, 1976

Penyelesaian parameter

25

Steiner & Kirby

Transformasi affine

32

I

Welch & Lo,

I

1977

I

Polinomial derajat 2 untuk koreksi

I

73

140
83

I

I

9

124
1

1

1

21

ketinggian

411
(blh=
0.10)

Transformasi affine

Dowman &

1 Mohamad. 1980 1 Polinomian deajat 2
1 Kolinearitas
I
I

Sawada u.a ,

Model analitik dengan

1981

menggunakan parameter lintasan

g
I

9

6

I

I

6

I

3

66

66

1

66

1

47

I

20

I

67

I

35

1

I

I

1

1

35

satelit
Schur, 1982

Kollinearitas

83

Dilakukan dengan menggunakan data Landsat -TM (resolusi

79

= 30m)

Walker u.a ,

1

1984

1

Affine

Sumber : Wu (1984)

1 1 6 5

1

I

31

Sistem LANDSAT-7

Landsat-7 merupakan program lanjutan dari seri Landsat sebelumnya,
yang diluncurkan ke orbit pada tanggal 15 April 1999. Landsat-7 mengelilingi
bumi pada ketinggian sekitar 705 km dengan sudut inklinasi 98 derajat dan
waktu lintas khatulistiwa jam 10 a.m. Orbit satellit diprogram dengan siklus
pengulangan 16 hari sesuai Landsat Worldwide Reference System. Landsat-7
mempunyai 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal dengan resolusi spasial 30 m, satu
kanal pankromatik dengan resolusi spasial 15 m dan satu kanal termal dengan
resolusi spasial 60 m (NASA, 2000).
Landsat-7 membawa instrumen Enhanced Thematik Mapper Plus
(ETM +). Instrumen ETM + merupakan multispektral scanning radiometer yang
dapat mendeteksi radiasi terfilter spektral pada daerah tampak mata, infra merah
dekat, dan infra merah termal. ETM+ menyajikan suatu nadir viewing dengan
delapan kanal multispektral scanning radiometer, yang dirancang untuk
menerima, memfilter dan mendeteksi radiasi bumi dengan lebar cakupan 185 km
melalui gerakan cross-track scanning sepanjang lintasan satelit. Perbandingan
karakteristik Landsat-5 dengan Landsat-7 disajikan pada Tabel 2.5.
Mekanisme sistem ETM+ ditunjukkan pada Gambar 2.1. Scan mirror
menyapu dengan arah barat-timur dan timur-barat memotong arah lintasan,
sementara satelit bergerak arah utara-selatan. Sebuah teleskop ditempatkan
untuk memfokuskan energi ke sepasang cermin (scan line corrector) yang
kembali diarahkan ke focal plane. Scan line correcfor diperlukan untuk
mengoreksi overlap dan underlap diantara dua baris yang berurutan yang
diakibatkan gerakan orbit along-track dan cross-track scanning. Energi yang
datang selanjutnya ditangkap Pnine Fokal Plane (PFM), dimana detektor silicon

untuk kanal 1-4 dan 8 (pankromatik) diletakkan. Sebagian energi diarahkan dari
PFP oleh Relay Optik ke Cold Focal Plane, dimana detektor untuk kanal 5 7 , dan
6 diletakkan.

Dengan intrumen ETM+ ini, Landsat 7 mempunyai program utama untuk
meningkatkan kualitas data radiometrik, yang memenuhi persyaratan kalibrasi
data radiometrik dengan tingkat kesalahan + 5% selama 5 tahun misinya.

Tabel 2.5. Perbandingan Karakteristik Landsat-5 dan Landsat-7

Sistem

Masa Operasi

Landsat- 5

1984-1999

Sensor

MSS

Kana1 (p,)

Resolusi Periode
Ulang
(m)
(hari)

4:

0,5-0,6

82

5:

0,6-0,7

82

Pan : 0,5-0,9

15

16

Sumber : U.S.Department of the interior, U.S. Geological survey (1999).

Kecepatan
transmisi
(Mbps)

l:lh'i+ SCAhWIZR
ASSEhU3LY

ULL APERTURE
WDIA TOR
D o o n (cI,osE!,)

CTATlC IZhYT73
A!!M

-

70A L C

so:,m /&.!PA y

13,2'pj:iR'ip Siiij:!,!P~

r'ft?%O!l!j Al-l'M-fi
1~17-r~~~

G I I & < ~ I ~ ,X-13AAQ
~~I)
AhTENA (GYLfi-j)

-

Gambar 2.1. Konfigurasi Teknik Landsat-7 dan
Sumber : Landsat-7 Sciene Data Users Handbook ( NASA, 2000)

S a n mirrors
( i s o n s p c scccnd)

I'rirne f m 1 plane

Cold

\
'!

\

!?adlator to
(:cc'!)

5;)2U

-

,I

,