Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan Di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI HUTAN
SUAKA MARGASATWA DOLOK SURUNGAN

SKRIPSI

ADITYA SINAGA
061201035

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI HUTAN
SUAKA MARGASATWA DOLOK SURUNGAN

SKRIPSI
Oleh:
ADITYA SINAGA

061201035/ MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama
Nim
Program Studi

: Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Suaka
Margasatwa Dolok Surungan

: Aditya Sinaga
: 061201035
: Kehutanan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D
Ketua

Riswan, S.Hut.
Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut. M. Si, Ph.D
Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
ADITYA SINAGA: Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Suaka
Margasatwa Dolok Surungan. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.
Hutan Indonesia mengalami degradasi setiap tahunnya. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan penutupan lahan kawasan hutan yang semakin meningkat.
Untuk itu diperlukan rehabilitasi hutan dan lahan untuk mengatasi masalah
tersebut. Sementara itu, identifikasi perubahan penutupan lahan sangat penting
dalam kegiatan rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
penutupan lahan di hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan dan mengetahui
persepsi masyarakat sekitar hutan hubungannya dengan degradasi hutan yang
telah berlangsung. Penelitan ini sekaligus menggambarkan peranan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dalam evaluasi bentuk kerusakan kawasan. Analisis
dilakukan untuk mengetahui degradasi yang terjadi dengan menggunakan citra
Landsat ETM tahun 2003, tahun 2006 dan tahun 2009, pengolahan data
menggunakan softwere Arcview Gis 3.3 dengan metode digitasi on screen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode tahun 2003 hingga
tahun 2009 telah terjadi degradasi hutan yang semakin meningkat. Perubahan
penutupan lahan hasil analisis pada citra ETM menunjukkan hutan primer
berkurang seluas 2.038,92 ha (47,77%), hutan sekunder bertambah seluas
1.428,81 ha (33,48%), kebun karet bertambah seluas 428,74 ha (10,05%), kebun

sawit bertambah seluas 276,34 ha (6,48%) dan areal terbuka berkurang seluas
94,97 ha (2,23%). Masyarakat disekitar hutan masih mengedepankan pemanfaatan
lahan dikawasan hutan sebagai lahan perkebunan untuk nilai ekonomi
dibandingkan dengan peranan fungsi hutan terhadap lingkungan.
Kata kunci: Degradasi hutan, SIG, Penutupan lahan, Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
ADITYA SINAGA: Mapping the change land use in nature reserve Dolok
Surungan. Under the supervision of RAHMAWATY and RISWAN.
Indonesia’s forest have been degraded over the years. It can be seen with
increased change land use of forest. For that needed to land and forest
rehabilitation activities as part of efforts to resolve the issues. Meanwhile, the
identification of change land cover is the most important identification in
rehabilitation. This research aims to know the change land use in nature reserve
Dolok Surungan and to know perception of people’s around the forest, it is related
to deforestation had been occur. All at once, this research also to show the
purpose of Geographic Information System (GIS) to evaluating form of
deforestation. The analysis were done to know deforestation using image Landsat

ETM in 2003, in 2006, and in 2009 using on screen digitizing method.
The result of this research revealed that between period 2003 to 2009 years
that while there are steady rise. Change land cover of result of analysis on image
Landsat ETM revealed that primary forest decreased by 2.038,92 ha (47,77%),
secondary forest increased by 1.428,81 ha (33,48%), rubber plantation increased
by 428,74 ha (10,05), oil palm plantation increased 276,34 ha (6,48%) and
unvegetation decreased by 94,97 ha (2,23%). The peoples around the region
prefer or still give priority to using land of nature reserve to conversion become
plantation land to rise their economic than forest utility.
Key words: Deforestation, GIS, Land use, Peoples

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 24 Nopember 1988 dari
Bapak M. Sinaga dan Ibu R.E. Sagala. Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara.
Penulis adalah lulusan SMU Negeri 1 Tarutung tahun 2006 dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Silva, sebagai anggota di organisasi Pemerintahan Mahasiswa
Fakultas Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Pengelolaan Hutan
(P3H) di hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan di hutan dataran
rendah Tangkahan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 10 sampai
19 Juni 2008. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI
PT. Arara Abadi Kabupaten Bengkalis, Riau pada tanggal 14 Juni sampai 14 Juli
2010.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis menyelesaikan yang berjudul
“Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak M. Sinaga dan Ibu R. E. Sagala yang
telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini

2. Rahmawaty, S.Hut, M.Si, P.hD selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Riswan, S.Hut sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah menyediakan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan berbagai masukan berharga
kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini
3. Bapak Toyib, H. Hutagaol dan N. Panjaitan selaku kepala desa di Desa Lobu
Rappa, Desa Meranti Timur dan Desa Meranti Tengah yang telah memberikan
izin dan membantu penulis selama melaksanakan penelitian
4. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara
5. Staf Pengajar dan Pegawai di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
6. Semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan .............................................................................................................. 4
Kawasan Suaka Alam ..................................................................................... 5
Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat ............................................. 7
Sistem Informasi Geografi .............................................................................. 10
Laju Kerusakan Hutan ................................................................................... 13
Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........................................................................ 15
Kondisi Umum Suaka Margasatwa Dolok Surungan ....................................... 17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 19

Bahan dan Alat .............................................................................................. 20

Universitas Sumatera Utara

Prosedur Penelitian ........................................................................................ 21
Perubahan penutupan lahan ....................................................................... 21
Teknik pengumpulan data ..................................................................... 21
Analisis citra ......................................................................................... 21
Pengecekan lapangan ............................................................................ 26
Persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan ......................................... 27
Populasi dan sampel .............................................................................. 27
Analisis data .......................................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Lahan di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan ........................ 30
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2003-2006 ................................................. 37
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006-2009 ................................................. 43
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2003-2009 ................................................. 47
Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan ........................................................................................................ 51
Karakteristik sosial ekonomi masyarakat ................................................... 51

Populasi penduduk ................................................................................ 51
Karakteristik responden ......................................................................... 52
Sumber pendapatan utama penduduk ..................................................... 54
Sumber pendapatan sampingan penduduk ............................................. 55
Status kepemilikan lahan ........................................................................... 57
Persepsi Masyarakat terhadap keberadaan hutan ........................................ 58
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................... 61
Saran .............................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 63
LAMPIRAN .................................................................................................. 66

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No.

Hal.

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ................................................. 20

2. Ukuran sampel untuk setiap desa ............................................................. 29
3. Tipe penutupan lahan dalam tampilan citra dibandingkan dengan
tutupan sebernya di lapangan................................................................... 31
4. Analisis tutupan lahan hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan ........... 33
5. Perubahan penutupan lahan di hutan Suaka Margasatwa
Dolok Surungan tahun 2003-2006 ........................................................... 39
6. Perubahan penutupan lahan di hutan Suaka Margasatwa
Dolok Surungan tahun 2006-2009 ........................................................... 45
7. Perubahan penutupan lahan di hutan Suaka Margasatwa
Dolok Surungan tahun 2003-2009 ........................................................... 49
8. Jumlah populasi dan kepala keluarga di desa penelitian ........................... 53
9. Karakteristik responden........................................................................... 53
10. Sumber pendapatan utama penduduk....................................................... 54
11. Sumber pendapatan sampingan penduduk ............................................... 56
12. Status kepemilikan lahan ......................................................................... 57
13. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan ...................................... 59

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No.

Hal.

1. Peta lokasi penelitian di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan .......... 18
2. Bagan alir analisis citra landsat ................................................................ 22
3. Bagan alir analisis perubahan penutupan lahan .......................................... 25
4. Grafik perbandingan tipe penutupan lahan selama tiga periode waktu ....... 34
5. Peta perubahan penutupan hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan tahun 2003-2006....................................................................... 42
6. Peta perubahan penutupan hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan tahun 2006-2009........................................................................ 46
7. Peta perubahan penutupan hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan tahun 2003-2009........................................................................ 50
8. Tingkat pendidikan responden................................................................... 53
9. Perbandingan suku responden ................................................................... 53

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Hal.

1. Titik koordinat lapangan ........................................................................... 64
2. Karakteristik responden............................................................................. 66

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
ADITYA SINAGA: Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Suaka
Margasatwa Dolok Surungan. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN.
Hutan Indonesia mengalami degradasi setiap tahunnya. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan penutupan lahan kawasan hutan yang semakin meningkat.
Untuk itu diperlukan rehabilitasi hutan dan lahan untuk mengatasi masalah
tersebut. Sementara itu, identifikasi perubahan penutupan lahan sangat penting
dalam kegiatan rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
penutupan lahan di hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan dan mengetahui
persepsi masyarakat sekitar hutan hubungannya dengan degradasi hutan yang
telah berlangsung. Penelitan ini sekaligus menggambarkan peranan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dalam evaluasi bentuk kerusakan kawasan. Analisis
dilakukan untuk mengetahui degradasi yang terjadi dengan menggunakan citra
Landsat ETM tahun 2003, tahun 2006 dan tahun 2009, pengolahan data
menggunakan softwere Arcview Gis 3.3 dengan metode digitasi on screen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode tahun 2003 hingga
tahun 2009 telah terjadi degradasi hutan yang semakin meningkat. Perubahan
penutupan lahan hasil analisis pada citra ETM menunjukkan hutan primer
berkurang seluas 2.038,92 ha (47,77%), hutan sekunder bertambah seluas
1.428,81 ha (33,48%), kebun karet bertambah seluas 428,74 ha (10,05%), kebun
sawit bertambah seluas 276,34 ha (6,48%) dan areal terbuka berkurang seluas
94,97 ha (2,23%). Masyarakat disekitar hutan masih mengedepankan pemanfaatan
lahan dikawasan hutan sebagai lahan perkebunan untuk nilai ekonomi
dibandingkan dengan peranan fungsi hutan terhadap lingkungan.
Kata kunci: Degradasi hutan, SIG, Penutupan lahan, Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
ADITYA SINAGA: Mapping the change land use in nature reserve Dolok
Surungan. Under the supervision of RAHMAWATY and RISWAN.
Indonesia’s forest have been degraded over the years. It can be seen with
increased change land use of forest. For that needed to land and forest
rehabilitation activities as part of efforts to resolve the issues. Meanwhile, the
identification of change land cover is the most important identification in
rehabilitation. This research aims to know the change land use in nature reserve
Dolok Surungan and to know perception of people’s around the forest, it is related
to deforestation had been occur. All at once, this research also to show the
purpose of Geographic Information System (GIS) to evaluating form of
deforestation. The analysis were done to know deforestation using image Landsat
ETM in 2003, in 2006, and in 2009 using on screen digitizing method.
The result of this research revealed that between period 2003 to 2009 years
that while there are steady rise. Change land cover of result of analysis on image
Landsat ETM revealed that primary forest decreased by 2.038,92 ha (47,77%),
secondary forest increased by 1.428,81 ha (33,48%), rubber plantation increased
by 428,74 ha (10,05), oil palm plantation increased 276,34 ha (6,48%) and
unvegetation decreased by 94,97 ha (2,23%). The peoples around the region
prefer or still give priority to using land of nature reserve to conversion become
plantation land to rise their economic than forest utility.
Key words: Deforestation, GIS, Land use, Peoples

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat
yang sangat besar (multiple benefit) untuk memenuhi kebutuhan manusia baik
yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan hutan saat
ini cenderung bersifat mengeksploitasi hasil hutan yang ternyata membawa
implikasi ekologi terhadap tingginya deforestasi dan kerugian nilai ekonomi
sehingga memberikan keuntungan yang kurang optimal. Oleh karena itu,
pemanfaatan nilai ekologi hutan harus lestari dan berkesinambungan.
Bertambahnya jumlah penduduk khususnya di daerah sekitar hutan
merupakan salah satu indikator berkurangnya luasan hutan setempat. Lahan yang
digunakan untuk bermukim dan juga bermatapencaharian guna memenuhi
kebutuhan yang semakin meningkat merupakan faktor yang memicu terjadinya
tekanan terhadap hutan. Penggunaan lahan hutan oleh masyarakat desa sekitar
hutan tanpa memperhatikan asas kelestarian seperti konversi lahan hutan menjadi
persawahan ataupun perkebunan, pengambilan hasil hutan kayu maupun non kayu
yang tidak terkontrol menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Suaka Margasatwa Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi yang
diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa liar
yang dilindungi. Secara administratif berada di tiga Kecamatan (Habincaran, Pintu
Pohan Meranti, dan Bandar Pulau) di dua Kabupaten (Tobasa dan Asahan). SM
Dolok Merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba. Luasnya
mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah tenggara
Danau Toba (BKSDA, 2010). Kekayaan alam di hutan ini sangatlah beragam
1

Universitas Sumatera Utara

dengan berbagai jenis flora dan fauna. Namun pada kenyataannya, kawasan hutan
Suaka Margasatwa Dolok Surungan telah berkurang akibat berbagai tekanan,
salah satu faktor penyebabnya adalah pemanfaatan hutan yang tidak terkendali
termasuk konversi lahan oleh masyarakat maupun pihak lain yang memanfaatkan
kawasan hutan.
Budiyanto (2002) menyatakan pengelolaan data spasial merupakan hal
yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan
kecil merupakan contoh dari sistem pengelolaan data spasial yang tidak terencana
dan tidak terorganisir dengan baik. Pengelolaan lingkungan banyak memanfaatkan
berbagai teknologi, baik dalam penyediaan, penyimpanan, pengolahan dan
penyajian data. Pemanfaatan teknologi ini dimaksudkan untuk peningkatan
akurasi dan efektifitas sistem pengelolaan itu sendiri. Teknologi yang banyak
digunakan dalam hal ini adalah teknologi yang terkait dengan sistem informasi
geografis.
Belum adanya gambaran besarnya tekanan yang terjadi setiap tahun
terhadap kawasan hutan dan belum teridentifikasinya perubahan penutupan yang
terjadi di dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan. Maka, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan laju
kerusakan yang telah terjadi dengan menggunakan teknologi sistem informasi
geografi serta mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan.
Dengan demikian diperoleh peta perubahan penutupan lahan yang memberikan
informasi kerusakan hutan serta potensi terjadinya degradasi hutan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di Hutan Suaka Margasatwa
Dolok Surungan.
2. Mengetahui persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap Hutan Suaka
Margasatwa Dolok Surungan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam
pengambilan keputusan dan perencanaan pengelolaan kawasan konservasi
khususnya pengelolaan hutan suaka margasatwa.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Menurut Undang-Undang No. 41/1999 tentang kehutanan menyebutkan
bahwa hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan atau lingkungannya,
yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai
dengan Undang-Undang Kehutanan), hutan hanya dibagi dalam dua kelompok
besar yaitu: (1) Hutan Negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah, dan (2) Hutan Hak, hutan yang dibebani hak atas tanah yang
biasanya disebut dengan hutan rakyat.
Hutan menurut Resudarmo dan Colfer (2003) merupakan habitat atau
tempat hidup jenis-jenis flora dan fauna. Wilayah Indonesia terkenal mengandung
mega-biodiversity, yaitu sebuah wilayah yang mempunyai keanekaragaman hayati
yang sangat tinggi. Ini berarti bahwa di negara kita terdapat banyak sekali jenis
tumbuhan dan hewan. Dengan kerusakan hutan, habitat bagi berjenis flora dan
fauna pun rusak. Sebagian dari jenis itu tidak dapat menyesuaikan diri dengan
kerusakan habitatnya atau bermigrasi ke hutan lain. Atau mungkin juga mereka
dapat menyesuaikan diri, tetapi bagi predator misalnya, mangsanya tidak dapat
menyesuaikan diri dan mengalami resiko kepunahan. Menyusutnya hutan berarti
berkurangnya luas habitat mereka. Banyak penelitian menunjukkan, makin luas
habitat, banyak jenis terdapat dalam habitat tersebut.
Hutan mempunyai peranan aktif dalam kapasitasnya sebagai rosot karbon
dan

kapasistas

penyerapan

karbonnya

sangat

ditentukan

oleh

tingkat

perkembangan, tipe dan fungsi hutan. Rosot hutan memainkan peranan penting
4

Universitas Sumatera Utara

dalam siklus ekologi secara alami dan mencegah pemanasan global dengan
menyerap CO2 dari atmosfer, dam menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk
materi organik tanaman (pada waktu fotosintesis) dan dikenal sebagai sequastrasi.
Separuh massa tanaman merupakan karbon, sehingga sejumlah besar karbon
tersimpan dalam hutan dan merupakan penyimpanan karbon terbesar di daratan
bumi (Suhartati, 2007).
Keanekaragaman hayati adalah sebuah sumber daya. Sebagai sumber daya
hayati, mempunyai arti ekonomi, baik langsung ataupun tidak langsung. Misalnya
berbagai jenis kayu, seperti meranti dan ramin yang mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi. Nilai ekonomi yang tinggi yang tidak langsung ialah gen yang
dikandung dalam tubuh jenis-jenis flora dan fauna. Masing-masing jenis flora dan
fauna mempunyai susunan genetik yang khas (Resudarmo dan Colfer, 2003).
Kawasan Suaka Alam
Hutan suaka margasatwa merupakan kawasan hutan yang memiliki ciri
khas berupa keanekaragaman dan keunikan berupa satwa serta merupakan salah
satu kawasan konservasi (UU No.5/1990 dan N0.68/1998) yang pemanfaatannya
sangat terbatas. Namun pada kenyataannya bahwa masyarakat sekitar hutan telah
banyak memanfaatkan hasil hutan dari keberadaan hutan lindung tersebut. Dengan
menganalisis perubahan lahan atau penutupan lahan pada citra dan melakukan cek
lapangan serta mangidentifikasi kebutuhan masyarakat akan sumber daya hutan
maka akan diperoleh informasi yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah
dalam pengambilan kebijakan dan bersama masyarakat dalam pengelolaan sumber
daya hutan untuk kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Hutan Suaka Alam dalam pengertian Peraturan Pemerintah No.68/1998
adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan. maupun di perairan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan suaka alam terdiri dari: (1)
Kawasan cagar alam (2) Kawasan suaka margasatwa. Dalam hal ini, pada pasal 8
dikatakan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam, apabila
telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dari satwa dari tipe ekosistem;
2. mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
3. mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan
tidak atau belum diganggu manusia;
4. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan
yang efektif dari menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;
5. mempunyai ciri khas potensi, dan dapat merupakan contoh ekosistem yang
keberadaanya memerlukan upaya konservasi; dan atau
6. mempunyai komunitas tumbuhan dari atau satwa beserta ekosistemnya yang
langka atau yang keberadaannya terancam punah.
Kemudian pada pasal 9 dinyatakan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai
kawasan marga satwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Merupakan tempat hidup dari perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasinya;
2. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
3. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka atau dikhawatirkan akan
punah;

Universitas Sumatera Utara

4. Merupakan tempat dari kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu, dari atau
5. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat
Resudarmo dan Colfer (2003) menyatakan bahwasanya masyarakat desa
pada umumnya memiliki pengetahuan yang lebih lengkap tentang pemanfaatan
lahan di dalam kawasannya daripada pejabat pemerintah atau database. Sistem
pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang sudah lama terbentuk
merupakan hal yang umum, meskipun dalam perjalanannya sistem tersebut telah
tererosi oleh intervensi top-down dalam batas-batas dan administrasi desa yang
“dibenarkan” oleh UU No.5/1979.
Tekanan lain pada sistem pemanfaatan lahan tradisional adalah konsesi
hutan yang disetujui pemerintah, hutan tanaman industri, perkebunan besar,
transmigrasi, dan pertambangan. Hal tersebut telah mengurangi aksesibilitas
penduduk desa terhadap lahan dan meningkatkan tekanan terhadap lahan yang
tersisa. Menolak hak yang memadai kepada masyarakat lokal untuk mengakses
dan mengelola hutan makin melemahkan pengelolaan sumber daya berbasis
masyarakat. Meskipun demikian, masyarakat desa (sering kali tidak diketahui dan
tidak diakui oleh pemerintah) mendukung berbagai program pembangunan
nasional yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan (Resudarmo dan Colfer, 2003).
Kawasan hutan yang dekat dengan rumah penduduk, merupakan kawasan
yang rawan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya secara berlebihan yang pada
akhirnya

mengakibatkan

kerusakan

secara

perlahan-lahan.

Memahami

karakteristik dan perilaku masyarakat yang menggunakan hutan, atau masyarakat

Universitas Sumatera Utara

yang mengambil sumberdaya hutan untuk kehidupan sehari-hari merupakan
informasi yang sangat bermanfaat dan penting bagi sebuah lembaga pengambil
kebijakan dalam menyusun strategi pengelolaan hutan sebagai usaha menciptakan
kelestarian hutan (Nugroho dkk, 2008).
Sejalan dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan untuk
berbagai penggunaan seperti permukiman, industri, pariwisata, transportasi,
pertanian dan lainnya terus meningkat, sementara itu secara absolut, jumlah lahan
yang tersedia relatif tetap. Kondisi ketidakseimbangan antara jumlah penduduk
dan ketersediaan lahan ini, telah mengakibatkan terjadinya tekanan terhadap lahan
termasuk perambahan hutan, konversi lahan pertanian, pengusahaan lahan di
perbukitan dan lahan lereng yang seringkali tidak sesuai dengan kemampuan daya
dukung lahan (Wibowo dkk, 2007). Memahami karakteristik dan perilaku
masyarakat yang menggunakan hutan, atau masyarakat yang mengambil
sumberdaya hutan untuk kehidupan sehari-hari merupakan informasi yang sangat
bermanfaat dan penting bagi sebuah lembaga pengambil kebijakan dalam
menyusun

strategi

pengelolaan

hutan

sebagai

usaha

menciptakan

kelestarian (Nugroho dkk, 2008).
Untuk perbaikan penyelenggaraan pengelolaan hutan yang sudah ada yaitu
program PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat), ada masukan dari
masyarakat desa sekitar hutan yang harus dipertimbangkan berupa kerangka pola
pengelolaan hutan secara bersama. Kerangka pengembangan pengelolaan hutan
bersama ini didekati dari karakteristik fisik kawasan hutan berikut sumber daya
hutannya serta pemanfaatannya selama ini. Kemudian kerangka tersebut didekati
juga dari faktor-faktor yang melandasi pola hubungan di antara pihak-pihak yang

Universitas Sumatera Utara

terlibat sebagai kunci keberhasilan pengelolaan bersama. Faktor-faktor tersebut
terdiri dari adanya partisipasi, kecocokan, kesederajatan, integritas, kesabaran dan
ketekunan, penyesuaian dan proses saling belajar, konsensi dan desentralisasi.
(Maulana, 2004).
Konversi hutan oleh peladang berpindah menurut Purwoko (2002)
merupakan masalah. Secara ekologis sistem perladangan tersebut secara drastis
menurunkan kualitas daya dukung lingkungan dari lahan hutan. Perburuan oleh
masyarakat tradisional juga bisa merupakan ancaman bagi kelestarian jenis-jenis
satwa tertentu yang kelimpahannya dibawah kemampuan daya dukung lingkungan
(carring capacity). Begitu juga pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu oleh
masyarakat dalam skala tertentu juga merupakan ancaman bagi kelestarian. Akan
tetapi penghentian aktivitas-aktivitas ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar
hutan tersebut menimbulkan masalah baru, yaitu dari mana mata pencaharian
mereka selanjutnya. Penggusuran peran masyarakat tradisional dalam kegiatan
pengelolaan hutan berarti memutuskan sumber kehidupan mereka.
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sesungguhnya dapat menjadi
pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka
merupakan komponen paling krusial dalam mengelola dan melestarikan hutan.
Perilaku masyarakat yang positif dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah
pada terciptanya kondisi hutan yang lestari. Sedangkan perilaku yang negarif akan
mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan yang tidak
bertanggungjawab yang berujung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya akan
berdampak buruk pada kehidupan mereka sendiri (Suprayitno, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Sistem Informasi Geografis
Perencanan dan pengelolaan sumberdaya hutan yang baik, mutlak
diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Untuk itu diperlukan informasi yang
memadai yang bisa dipakai oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya
informasi spasial. Semakin rumitnya proses pengambilan keputusan dalam
berbagai aspek pengelolaan hutan membuat kebutuhan akan informasi semakin
esensial. Informasi bisa dilihat sebagai input dasar dari perumusan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi. Sistem Informasi
Geografis yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi
berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau
informasi geografis. Sistem Informasi Geografis yang berbasis komputer akan
sangat membantu ketika data geografis merupakan data yang besar (dalam jumlah
dan ukuran) dan terdiri dari banyak tema yang saling berkaitan (Departemen
Kehutanan, 2009).
Penggunaan GIS telah banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti:
pertanian, militer, pemasaran, industri, transportasi, lingkungan, dan kehutanan.
Salah satu aplikasi penggunaaan GIS banyak digunakan dalam pengelolaan
sumber daya alam karena GIS merupakan suatu alat manajemen yang ampuh
untuk perencanaan dan pengelolaan. Beberapa aplikasi GIS dalam perencanaan
dan pengelolaan sumber daya alam antara lain: perubahan penggunan lahan,
inventarisasi hutan, penilaian dampak lingkungan, perencanaan jalan, pelacakan
spesies

terancam punah,

kemampuan klasifikasi penilaian dan penggunaan

lahan (Rahmawaty, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan yang tangguh dan lestari akan
terwujud jika didukung oleh sistem perencanaan yang akurat dan terukur. Oleh
karena itu, semua faktor yang mempengaruhi pembangunan yang berkelanjutan,
termasuk faktor pendukung dan pembatas dituangkan dalam suatu database dan
peta pembangunan. Penggunaan teknologi berbasis komputer untuk medukung
perencanaan tersebut mutlak dilakukan untuk menganalisis, memanipulasi dan
menyajikan informasi dalam bentuk tabel dan keruangan. Teknologi SIG memiliki
kemampuan untuk membuat model yang memberikan gambaran, penjelasan dan
perkiraan dari suatu kondisi faktual (Samsuri, 2004).
Dengan konflik di sektor kehutanan yang cukup tinggi dan dengan kondisi
kerusakan hutan yang semakin parah maka pembaharuan data dan analisa tutupan
hutan melalui citra satelit menjadi penting sebagai langkah dasar yang mendukung
upaya-upaya untuk mereduksi degradasi/deforestasi dan mencari solusi untuk
isu-isu kehutanan yang dianggap problematis. Kegiatan pemetaan hutan dilakukan
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yaitu suatu teknologi untuk
mengetahui objek di permukaan bumi tanpa menyentuh langsung objek tersebut.
Teknologi penginderaan jauh diaplikasikan di sektor kehutanan yang mempunyai
cakupan areal yang luas adalah penggunaan citra satelit (CIFOR dan FWI, 2006).
Untuk melakukan pengenalan objek dipermukaan bumi dilakukan
interpretasi pada citra. Interpretasi citra dilakukan untuk pengenalan objek yang
tergambar pada citra. Interpretasi citra secara digital (klasifikasi) merupakan
evaluasi secara kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra.
Klasifikasi citra adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokkan suatu
obyek pada citra dengan mengidentifikasi obyek tersebut. Dasar interpretasi citra

Universitas Sumatera Utara

digital berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya. Setiap kelas
kelompok pixel dicari kaitannya terhadap obyek di permukaan bumi (Sukojo,
2003). Dalam mengkelaskan nilai-nilai spektral citra, menurut CIFOR dan FWI
(2006) terdapat istilah dalam klasifikasi multispektrral yakni klasifikasi teracu
(supervised

classification)

dan

klasifikasi

tidak

teracu

(unsupervised

classification). Klasifikasi teracu digunakan untuk mengelompokkan nilai piksel
berdasarkan informasi penutup lahan aktual dipermukaan bumi dan istilah
klasifikasi tidak teracu digunakan karena proses pengkelasannya hanya
berdasarkan informasi pada gugus-gugus spektral yang tidak tumpang susun, pada
ambang jarak tertentu (trheshhold distance) tertentu dan saluran-saluran yang
digunakan. Namun, masih terdapat metode interpretasi penutupan lahan yaitu
klasifikasi visual dengan teknik on screen digitizing.
Jaya (2002) berpendapat bahwa digitasi on screen merupakan pemberian
atribut berupa informasi yang sama seperti tutupan lahan yang terdapat pada citra
atau kondisi sebenarnya dipermukaan bumi. Digitasi berupa batas-batas yang
dibuat dengan mengidentifikasi secara langsung dengan mengikuti tepi sungai,
tepi kanal ataupun tepi pantai. Penganalisis kemudian menentukan informasi
untuk memperoleh jenis penutupan lahan yang mewakili tutupan lahan sebenarnya
dengan menggunakan interpretasi visual pada layar (citra).
Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem yang
terkomputerisasi

yang

berefrensi

geografi

merupakan

keunggulan

SIG.

Pengolahan data penginderaan jauh dengan memanfaatkan SIG diharapkan
mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga dapat digunakan
untuk keperluan analisis dan manipulasi (As-syakur dan Adnyana, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Laju Kerusakan Hutan
Ginting (2001) menyatakan pergolakan ekonomi dan politik yang
merupakan salah satu faktor yang melanda negara telah menenggelamkan
sebagian besar perhatian masyarakat akan keadaan hutan-hutan di Indonesia yang
sedang dalam kondisi kritis. Tingkat degradasi dan konversi hutan sudah
mencapai dua juta hektar per tahun. Sementara itu, pemerintah pusat maupun
daerah masih terus saja memandang sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai
sumber penghasilan yang sangat dibutuhkan dan sebagai sarana untuk
perlindungan politik. Hal ini bertolak belakang dengan pemanfaatan hutan yang
lestari.
Dalam hal pemanfaatan hutan, Njurumana (2006) berpendapat bahwa
untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi telah menyingkirkan aspek ekologi
dan hak-hak sosial budaya masyarakat lokal terhadap hutan. Pada pihak lain,
hakekat hutan sebagai sebuah ekosistem memilliki tiga peran utama yaitu manfaat
produksi (ekonomi), manfaat lingkungan (ekologi) dan manfaat sosial.
Mengutamakan manfaat ekonomi dengan menafikkan fungsi sosial dan ekologi
merupakan sebuah malpraktek pengelolaan hutan sehingga menimbulkan krisis
ekologi yang berdampak terhadap seluruh aspek sosial ekonomi dan kehidupan
masyarakat.

Pengeksploitasian

sumberdaya

alam

untuk

memfasilitasi

pertumbuhan ekonomi berlangsung terus tanpa menghiraukan aspek daya dukung
dan dampak yang ditimbulkannya.
Terdapat besarnya kerusakan hutan yang terungkap pada tahun 1999 oleh
suatu studi pemetaan hutan pesanan Bank Dunia. Berdasarkan hasil pencitraan
satelit dari tahun 1994-1997, tampak adanya tingkat kerusakan hutan sebesar

Universitas Sumatera Utara

1,7 juta ha/tahun, lebih dari dua kali lipat perkiraan sebelumnya. Lebih dari 20
juta hektar hutan telah hilang dalam periode 12 tahun sejak dilakukannya studi
sebelumnya. Sejak 1997 perusakan hutan semakin meningkat akibat kebakaran
hutan dan penebangan kayu legal maupun illegal. Lebih dari 70% kayu di
Indonesia

berasal

dari

sumber-sumber

yang

tidak

terdokumentasi

(Sunderlin dan Resudarmo, 1999).
Di beberapa jenis hutan dan letak geografis tertentu, tingkat lenyapnya
hutan lebih besar daripada di tempat lain. Hutan-hutan dataran rendah yang lebih
mudah dijangkau dan lebih bernilai komersial telah menjadi target penebangan.
Sebagian besar hutan dataran rendah Sulawesi telah habis ditebangi. Punahnya
hutan-hutan rawa diramalkan akan terjadi dalam lima tahun mendatang. Lebih
dari 1 juta hutan rawa di Kalimantan Tengah habis dibabat selama akhir tahun
1990-an. Semua hutan bakau di seluruh Indonesia diidentifikasi sedang
mengalami tekanan berat. Seorang menteri kehutanan pernah mengumumkan
bahwa sekitar 6,9 juta ha dari total seluas 8,6 juta ha hutan bakau yang masih ada
telah mengalami kerusakan parah (Ismail, 2001).
Masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah alokasi lahan hutan.
Berdasarkan Undang Undang Kehutanan, kawasan hutan dikelompokkan menurut
fungsinya dalam tiga kategori besar yakni hutan konservasi, hutan lindung dan
hutan

produksi.

Pengelompokan

hutan

berdasarkan

fungsinya

hanyalah

merupakan sebagian dari pengertian alokasi lahan hutan karena sejatinya alokasi
lahan hutan tidak hanya mencerminkan posisi dan fungsi dalam komponen
ekosistem hutan (biofisik), tetapi lebih dari itu juga merefleksikan tanggung jawab
dan otoritas atas lahan hutan (Departemen Kehutanan, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Tanah yang dulunya mendukung hutan hujan tropis kini diantaranya
dikonversi menjadi lahan pertanian oleh petani kecil atau, umumnya oleh usaha
komersial skala besar. Ada juga yang ditanami kembali menjadi perkebunan kayu
meskipun tingkatnya jauh dari sasaran pemerintah. Perluasan perkebunan kelapa
sawit menyebabkan kenaikan tingkat penggundulan hutan secara signifikan pada
tahun 1990-an tetapi sebagaimana yang dijelaskan Bank Dunia, dari 17 juta ha
hutan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi yang lenyap, hanya sekitar 4,3 juta
ha yang sungguh-sungguh telah diganti dengan tanaman kayu (terutama
perkebunan kayu dan kelapa sawit). Meskipun data tersebut kurang lengkap,
tetapi jelas ada kawasan hutan yang luas yang sekarang sedang mengalami
degradasi, yang ditinggalkan oleh pengusaha komersial dan spekulan tanah
setelah kayu berharga ditebang, setelah kebakaran hutan dan perambahan oleh
petani (Holmes, 2000).
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Rehabilitasi hutan dan lahan bertujuan untuk merehabilitasi lahan yang
rusak (kritis) serta untuk melindungi, meningkatkan dan mempertahankan
kemampuan lahan agar dapat berfungsi dan berdayaguna secara optimal
(Sanawi, 2009). Hutan harus dijaga kelestariannya, karena kerusakan hutan akan
menimbulkan kerusakan yang lebih besar di bumi seperti terjadinya erosi, banjir,
pemanasan global dan bentuk kerusakan lainnya yang pada akhirnya akan
merugikan manusia. Akibatnya keseimbangan alam menjadi tidak stabil dan
apabila

kerusakan

hutan

semakin

parah,

maka

akan

semakin

sulit

mengembalikannya ke kondisi semula sekalipun hutan merupakan sumber daya
yang dapat diperbaharui (Dassir, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Utomo (2008) berpandangan bahwasanya adanya pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya kawasan hutan membuat masyarakat berusaha menjaga
kelestarian hutan dengan tidak merusak dan melakukan kegiatan yang dapat
merusak kawasan hutan. Masyarakat sadar bahwa kehidupan mereka sangat
bergantung dari keberadaan hutan, mencari nafkah untuk kebutuhan hidup seharihari. Masyarakat beranggapan bahwa mereka dapat mamanfaatkan hasil hutan,
selama hal tersebut tidak mengganggu kelestarian dari hutan.
Persepsi pada hakekatnya adalah pandangan atau interpretasi seseorang
terhadap suatu objek. Suatu penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi
masyarakat berada pada kategori tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi
masyarakat yang tinggi terhadap pentingnya fungsi hutan. Apabila persepsi
masyarakat itu baik terhadap kelestarian hutan maka keinginan masyarakat untuk
memperbaiki kelestarian hutan juga akan tinggi yang ditunjukkan oleh masyarakat
secara langsung dengan partisipasi yang baik terhadap kegiatan program
rehabilitasi hutan dan lahan. Program kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan akan
berjalan dengan lancar apabila didukung sepenuhnya oleh pemerintah dengan
menetapkan kebijakan yang mampu mengubah pola pikir masyarakat terhadap
lingkungan dan selaras dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
idealnya harus mampu mengakomodir keseluruhan persoalan sosial budaya,
ekonomi, dan lingkungan masyarakat (Utomo, 2008).
Kondisi hutan yang sudah rusak sering mengakibatkan kegagalan kegiatan
restorasi hutan yang dilakukan. Biaya restorasi yang tinggi masih menjadi kendala
dalam mengatasi semakin luasnya kerusakan hutan. Untuk meningkatkan
keberhasilan restorasi diperlukan teknologi restorasi yang tepat dengan

Universitas Sumatera Utara

memperhatikan keterkaitan antara komposisi, struktur, dan fungsi penyusun
komposisi hutan. Disamping itu, diperlukan pemahaman fungsi spesies dan
ekosisitem, pemahaman terhadap hubungan yang kompleks diantara system yang
bersifat alami dan telah dimodifikasi, dan memanfaatkan pengetahuan tersebut
untuk mendukung keberhasilan restorasi hutan (Sutomo, 2009).
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki kondisi hutan yang mengalami degradasi. Kegiatan ini sangat
strategis karena dengan menanami lahan-lahan yang tidak produktif akan
mengembalikan fungsi dan produktifitas hutan, sehingga dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
memenuhi kebutuhan hidup khususnya masyarakat yang tinggal di dalam dan
sekitar kawasan hutan. Disamping itu, keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan
juga dapat mengurangi tingkat kerusakan hutan yang saat ini cenderung
mengalami peningkatan (Wahid, 2008).
Kondisi Umum Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan
Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi
yang diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa
liar

yang

dilindungi.

Berdasarkan Surat

Keputusan

Menteri Pertanian

No. 43/Kpts/Um/1974 pada tanggal 2 Pebruari 1974 kawasan hutan ini ditetapkan
menjadi kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan. Suaka Margasatwa Dolok
Surungan berada di antara 2°22’ 34,74” LU dan 2° 41’ 29,36 ” LU, 99° 18’
47,03” BB dan 99° 30’ 27,56” BB. Kawasan ini berada di kurang lebih 50 Km
sebelah tenggara Danau Toba. Luas kawasan keseluruhan mencapai 23.800 ha.

Universitas Sumatera Utara

Secara administratif, SM Dolok Surungan berada di tiga Kecamatan
(Habincaran, Pintu Pohan Meranti, dan Bandar Pulau) dan dua Kabupaten
(Tobasa dan Asahan) serta berbatasan langsung di sebelah timur dengan
Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. SM Dolok Surungan berada
pada ketinggian kurang lebih 350 mdpl sampai dengan kurang lebih 2173,7 mdpl
dengan puncak tertinggi di Dolok (bukit) Surungan. Kontur dan topografi
dominan di dalam kawasan dan kawasan penyangga di sekitarnya bergununggunung dan berbukit-bukit.
SM Dolok Merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba.
Luasnya mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah
tenggara Danau Toba. Beberapa kawasan konservasi lainnya yang berada di ranah
ini antara lain: Cagar Alam (CA) Dolok Saut (39 ha), CA Martelu Purba di
sebelah utara (195 ha), dan Taman Wisata Alam (TWA) Sijaba Hutaginjang di
sebelah selatan (500 ha).
Pada saat ditetapkan menjadi kawasan konservasi, kawasan Suaka
Margasatwa Dolok Surungan dianggap sebagai kawasan perlindungan bagi
berbagai satwa, terutama tapir (Tapirus indicus). Satwa ini merupakan salah satu
mamalia yang termasuk ke dalam Appendix I CITES yang berarti merupakan
hewan dengan status perlindungan (peredaran) utama. Selain tapir, hewan-hewan
lain yang terdapat di SM Dolok Surungan meliputi: harimau sumatera, kambing
hutan, burung rangkong, rusa, dan berbagai jenis primata termasuk jenis-jenis
Presbytis.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Dolok
Surungan

dan

untuk

mengetahui

persepsi

masyarakat

terhadap

hutan,

pengambilan data dilakukan di Desa Meranti Timur dan Desa Meranti Tengah
Kecamatan Pintu Pohan Meranti Kabupaten Toba Samosir serta Desa Lobu Rappa
Kecamatan Aek Songgongan Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Pengolahan
dan analisis dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Program Studi
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 sampai April 2011.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

19

Universitas Sumatera Utara

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data spasial dan
data non spasial (Tabel 1).
Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian
Jenis Data

Jenis Data
Citra Landsat ETM 7
(path/ row 128/58)

Data
spasial

Data Non
Spasial

Citra Landsat ETM 7
(path/ row 128/58)
Citra Landsat ETM 7
(path/ row 128/58)
Peta Administrasi
Sumatera Utara
Peta RBI lokasi
penelitian
Jumlah penduduk Desa
Lobu Rappa
Jumlah penduduk Desa
Meranti Timur
Jumlah penduduk Desa
Meranti Tengah
Kuisioner

Sumber

Tahun

Dinas Kehutanan
(Dishut) Sumatera
Utara
OCSP (Orangutan
Corservation Services
Program)

Keterangan

2003

Bagus

2006

Hasil fill
rusak

OCSP

2009

Dishut Sumatera Utara

2009

Hasil fill
rusak
Bagus

Dishut Sumatera Utara

2006

Bagus

Kepala Desa Lobu
Rappa
Kepala Desa Meranti
Timur
Kepala Desa Meranti
Tengah

2011

Maret

2011

Maret

2011

Maret

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras
(Hardwere) yang digunakan berupa seperangkat Personal Computer (PC) dan
perangkat lunak (Softwerei) ArcView GIS 3.3, aplikasi Microsoft Office Excel
2007, GPS (Global Potitioning System) untuk menentukan titik koordinat di
lapangan, printer, kamera digital, alat tulis untuk mencatat data dan informasi
yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

Prosedur Penelitian
Perubahan penutupan lahan
1. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
lapangan maupun data yang sudah ada. Data yang diperoleh dari lapangan
merupakan data primer yaitu data hasil cek lapangan (ground check) terhadap
lima kelas tutupan lahan berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan yakni
hutan primer, hutan sekunder, kebun karet, kebun sawit dan areal terbuka. Data
primer juga diperoleh dari hasil wawancara terhadap masyarakat desa penelitian.
Sedangkan data yang sudah ada sebagai data pendukung adalah data sekunder.
Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan adalah shape file peta
administrasi Sumatera Utara, shape file peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan citra
landsat ETM Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan, antara lain tahun 2003,
tahun 2006 dan tahun 2009 serta data jumlah penduduk di desa penelitian.
2. Analisis citra
Kegiatan analisis citra bertujuan untuk memperoleh peta penggunaan
lahan. Sebelum memperoleh peta punutupan lahan, terdapat beberapa langkah
yang harus dilakukan untuk menganalisis citra. Analisis dilakukan terhadap citra
landsat ETM yakni tahun 2003, tahun 2006 dan tahun 2009. Hasil analisis akan
memperlihatkan perubahan penutupan lahan yang terjadi selama tahun 2003
hingga 2009 dan akan diketahui perubahan yang terjadi setiap interval waktu tiga
tahun. Kegiatan analisis yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 2. Dengan
demikian akan diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat degrasi hutan dan
perubahan setiap tipe penutupan lahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

Universitas Sumatera Utara

telah dilakukan oleh Suhardi (2005) yang menggunakan citr