Pemetaan Potensi Karbon Pada Gambut Topogen Di Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

PEMETAAN POTENSI KARBON PADA GAMBUT TOPOGEN

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

GRANDIS TUA SITANGGANG 081201044/ MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemetaan Potensi Karbon Pada Gambut Topogen Di Kabupaten Humbang Hasundutan

Nama : Grandis Tua Sitanggang

Nim : 081201044

Program Studi : Kehutanan

Menyetujui,

Ketua Komisi pembimbing Anggota Komisi pembimbing

Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRAK

GRANDIS TUA SITANGGANG : Pemetaan Potensi Karbon Pada Gambut Topogen Kabupaten Humbang Hasundutan, dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Pemetaan potensi karbon merupakan suatu kegiatan inventarisasi agar kandungan karbon tersebut dapat dipetakan dan diketahui simpanannya. Pemetaan potensi karbon akan memberikan informasi yang akan sangat berguna dalam upaya pengelolaan sumber daya lahan gambut. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan luas lahan gambut, mengetahui jenis tutupan lahan dan mengetahui besarnya simpanan karbon pada kawasan gambut. Metode penelitian ini adalah analisis data citra landsat ETM + tahun 2012, pengukuran dan pengambilan sampel lapangan dan analisis tanah hasil pengukuran lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan Luas seluruh lahan gambut adalah 6289,08 ha atau berkisar 2,513 % dari luas total daratan Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis tutupan lahan adalah sawah lahan gambut, hutan lahan gambut, non vegetasi, semak lahan gambut, kawasan pertambangan gambut, dan pertanian kopi. Total kandungan karbon di kawasan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 16994,09 ton.


(4)

ABSTRAK

GRANDIS TUA SITANGGANG : Mapping Potential Carbon In Peat Topogen Hasundutan Humbang District, guided by RAHMWATY and ABDUL RAUF

Mapping the potential of carbon is an inventory of activities that the carbon content can be mapped and known deposits. Mapping the potential of carbon will provide information that will be useful in the management of peatland resources. The purpose of this study is to map peatland area, know the type of land cover and know the amount of carbon stored in the peat. This research method is the analysis of Landsat ETM + image data of 2012, field measurements and sampling and soil analysis results of field measurements.

The results showed the whole area of peatland is 6289.08 ha or about 2.513% of the total land Hasundutan Humbang district. Land cover types are rice peat, peat swamp forests, non-vegetation, shrubs peat, peat mining areas, and coffee farming. Total carbon content in peat Hasundutan Humbang District of 16994.09 tonnes.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasarmatanggor (Kabupaten Tapanuli Selatan) tanggal 21 November 1989 dari pasangan Bapak S. Sitanggang dan ibu E.M. Sihombing. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Hutan Gunung Sinabung dan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk, Kabupaten Karo pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Musi Hutan Persada Wilayah II Benakat selama 1 bulan pada tahun 2012. Penulis aktif pada beberapa kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan kemahasiswaan, seperti menjadi asisten praktikum Silvikultur, asisten praktikum Penginderaan Jarak Jauh dan asisten praktikum Lapangan PEH 2011. Kegiatan ekstrakulikuler yang pernah penulis ikuti antara lain : South East Asia Forest Youth Meeting (SEAFYM) tahun 2011 di IPB Bogor. Penulis juga aktif di organisasi HIMAS dan beberapa organisasi di luar kampus.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan penelitian ini.

Penelitian ini berjudul Pemetaan Potensi Karbon Pada Gambut Topogen Di Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai data kandungan karbon tiap penutupan lahan pada kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D sebagai ketua dosen pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P sebagai dosen anggota pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sepanjang penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, serta kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan sumbangsinya atas penyelesaian penelitian ini.

Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam penelitian ini. Untuk itu penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.


(7)

DAFTAR ISI

hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut ... 4

Klasifikasi Gambut... 5

Ketebalan Gambut ... 6

Nilai Bulk Density (Berat Isi) Tanah Gambut ... 7

Pemetaan Lahan Gambut ... 8

Simpanan Karbon Tanah Gambut ... 10

Penginderaan Jarak Jauh ... 14

Sistem Informasi Geografis... 17

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 21

Prosedur Penelitian ... 21

1.Data yang Dikumpulkan ... 20

2.Kegiatan Pengambilan Data di Lapangan ... 22

3.Pemetaan Penggunaan Lahan ... 22

Pendugaan Cadangan Karbon ... 27

1.Perhitungan Simpanan Karbon ... 27

2.Pengukuran Bobot Isi (Bulk Density) ... 27

3.Pengukuran Ketebalan Gambut... 30

4.Pengukuran Kandungan Karbon (%) ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Lahan Gambut Kabupaten Humbang Hasundutan ... 32

Ground Check Kondisi Lapangan ... 32

Luas Tutupan Lahan ... 33

Data Peta Kecamatan Lintong Ni Huta ... 37

Data Peta Kecamatan Dolok Sanggul ... 38


(8)

Perhitungan Simpanan Karbon ... 42 Bobot Isi (Bulk Density) ... 43 Ketebalan Gambut ... Kandungan Karbon (%) ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 49 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

hal

1. Kandungan karbon pada hutan gambut dan hutan tanah mineral

(Balai Penelitian Tanah dan Pengembangan Pertanian Bogor, 2004) ... 12 2. Nilai kisaran dan rerata bobot isi (BD) dan kadar Corganik pada tiap jenis/ tingkat kematangan gambut di Sumatera

(Wetlands Indonesia, 2004) ... 13 3. Data primer dan data sekonder ... 22 4. Luas tutupan lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 33 5. Simpanan karbon bawah permukaan kawasan gambut Kabupaten


(10)

DAFTAR GAMBAR

hal

1. Peta lokasi penelitian ... 19

2. Tahapan pemetaan tutupan lahan ... 24

3. Tahap pendugaan simpanan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan ... 28

4. Luas tutupan lahan tanah gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan .. 36

6. Kondisi tutupan lahan non vegetasi ... 37

7. Vegetasi semak dan pertambagan di areal penelitian ... 38

8. Peta tutupan lahan dominan di Kecamatan Lintong Ni Huta ... 39

9. Peta tutupan lahan dominan di Kecamatan Dolok Sanggul ... 40

10. Peta tutupan lahan dominan di Kecamatan Pollung ... 41


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

1. Titik Posisi ground check dan data titik lapangan ... 12 2. Hasil interpretasi citra landsat dengan klasifikasi terbimbing ... 13 3. Dokumentasi di Lapangan ... 22 4. Luas Nilai Bulk Density Tanah Gambut di Kabupaten Humbang

Hasundutan ... 33 5. Nilai Persen (%) Karbon di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 6. Luas tanah gambut untuk setiap tutupan lahan di Kabupaten Humbang

Hasundutan ... 7. Ketebalan Gambut Kabupaten Humbang Hasundutan ... 8. Peta Posisi Titik Lapangan ...


(12)

ABSTRAK

GRANDIS TUA SITANGGANG : Pemetaan Potensi Karbon Pada Gambut Topogen Kabupaten Humbang Hasundutan, dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Pemetaan potensi karbon merupakan suatu kegiatan inventarisasi agar kandungan karbon tersebut dapat dipetakan dan diketahui simpanannya. Pemetaan potensi karbon akan memberikan informasi yang akan sangat berguna dalam upaya pengelolaan sumber daya lahan gambut. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan luas lahan gambut, mengetahui jenis tutupan lahan dan mengetahui besarnya simpanan karbon pada kawasan gambut. Metode penelitian ini adalah analisis data citra landsat ETM + tahun 2012, pengukuran dan pengambilan sampel lapangan dan analisis tanah hasil pengukuran lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan Luas seluruh lahan gambut adalah 6289,08 ha atau berkisar 2,513 % dari luas total daratan Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis tutupan lahan adalah sawah lahan gambut, hutan lahan gambut, non vegetasi, semak lahan gambut, kawasan pertambangan gambut, dan pertanian kopi. Total kandungan karbon di kawasan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 16994,09 ton.


(13)

ABSTRAK

GRANDIS TUA SITANGGANG : Mapping Potential Carbon In Peat Topogen Hasundutan Humbang District, guided by RAHMWATY and ABDUL RAUF

Mapping the potential of carbon is an inventory of activities that the carbon content can be mapped and known deposits. Mapping the potential of carbon will provide information that will be useful in the management of peatland resources. The purpose of this study is to map peatland area, know the type of land cover and know the amount of carbon stored in the peat. This research method is the analysis of Landsat ETM + image data of 2012, field measurements and sampling and soil analysis results of field measurements.

The results showed the whole area of peatland is 6289.08 ha or about 2.513% of the total land Hasundutan Humbang district. Land cover types are rice peat, peat swamp forests, non-vegetation, shrubs peat, peat mining areas, and coffee farming. Total carbon content in peat Hasundutan Humbang District of 16994.09 tonnes.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang memiliki lahan gambut ketiga terluas di dunia yakni sekitar 265.500 km2, lahan gambut tersebut tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas lahan gambut yang dimiliki oleh indonesia menjadikan Indonesia memiliki luasan gambut setengah dari luas gambut yang berada di daerah tropika (Joosten, 2009). Berdasarkan data kondisi tahun 2008, gambut Indonesia menyimpan cadangan karbon peringkat tiga terbesar di dunia (setelah Kanada dan Rusia) yakni sekitar 54.016 Mton (Joosten, 2009).

Sebagai salah satu pulau yang memiliki gambut yang cukup luas, pulau Sumatera berdasarkan data dari Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian tahun 2011, luasan gambut di pulau ini sekitarnya itu 6.436.649 hektar. Sebaran lahan gambut terluas di Sumatera terdapat di Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi, sedangkan Sumatera Utara memiliki luasan gambut terbesar keempat di pulau Sumatera dengan luas lahan gambut sebesar 261.234 ha.

Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki lahan gambut adalah Kabupaten Humbang Hasundutan yang memiliki lahan gambut yang diperkirakan seluas 2.358 ha (Istomo. 2006). Tipe lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan termasuk tipe gambut topogen atau tipe gambut dataran tinggi yang memiliki banyak manfaat seperti penyimpan stok karbon, dan merupakan areal resapan air Danau Toba. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan gambut yang telah terjadi di Kabupaten Humbang Hasundutan telah menjadi sebuah


(15)

Perbandingan akibat kerusakan pada lahan gambut di Sumatera Utara, data tahun 2002 menunjukkan simpanan karbon di Sumatera Utara berkisar 377, 28 juta ton (Wahyunto et al., 2003). Angka emisi tahunan dari lahan gambut Sumatera Utara tersebut cukup signifikan yaitu sekitar 15,68% (Page et al., 2002 dalam Onrizal, et al., 2011). Berdasarkan data kandungan karbon yang sangat besar pada lahan gambut, maka perlu dilakukan suat kegiatan inventarisasi kandungan karbon agar kandungan karbon tersebut dapat dipetakan dan diketahui simpanan karbon. Dengan demikian upaya pengelolaan dan perencanaan kawasan yang akan dikembangkan dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan kawasan dalam hal ini berupa aspek pelepasan kandungan karbon pada kawasan tersebut.

Pengukuran simpanan karbon banyak dilakukan di beberapa kawasan gambut di Sumatera Utara, untuk kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan, penelitian awal pendugaan simpanan karbon di Kecamatan Lintong Ni Huta telah dilakukan pada tahun 2010, namun dengan luasnya kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan yang terdapat di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Lintong Ni Huta, Pollung dan Dolok Sanggul, perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam bentuk pendugaan kandungan karbon total di seluruh kawasan tersebut. Data pedugaan kandungan karbon nantinya akan dipetakan untuk tiap tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, perbedaan tutupan lahan di atas areal gambut akan menghasilkan kandungan karbon yang berbeda, sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran kandungan karbon pada tiap kelas tutupan lahan. Peta kawasan yang akan memuat data kandungan karbon akan memeberikan informasi yang akan sangat berguna dalam upaya pengelolaan


(16)

sumber daya lahan gambut yang baik sehingga dapat dioptimalisasikan manfaat sumber daya lahan gambut tersebut secara lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Memetakan luas lahan gambut yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Mengetahui jenis tutupan lahan pada areal lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan.

3. Mengetahui besarnya simpanan karbon yang terdapat pada kawasan gambut di setiap tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Memberikan informasi luasan pada setiap tutupan lahan pada kawasan gambut yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Memberikan informasi posisi tutupan lahan gambut yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan

3. Memberikan informasi jumlah karbon pada kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Gambut

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baikyang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/ atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).

Akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan, mengandung minimal 12 – 18% C organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga sebagai tanah gambut, Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut > 40 cm, bila bulk density > 0,1 g/cm3 (Widjaja, 1986).

Lahan gambut menyimpan karbon (C) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman


(18)

pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Hairiah dan Subekti, 2007).

Menurut Andriesse (1988), fungsi lingkungan lahan gambut antara lain berkaitan dengan masalah daur karbon, iklim global, hidrologi, perlindungan lingkungan, dan penyangga lingkungan. Gas CO2 merupakan salah satu gas utama

(sekitar 55%) yang memberikan sumbangan terhadap efek rumah kaca, diantaranya menyebabkan terjadinya peningkatan suhu atmosfer global. Menurut Murdiyarso (1991, dalam Noor, 2001), bumi sudah kelebihan sebesar 1600 juta ton karbon per tahun dan 40 juta ton metan (CH4) per tahun, yang berarti sudah di

luar batas daya tampung bumi. Menurut Notohadiprawiro (1997, dalam Noor, 2001), gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan atau pemendaman karbon. Setiap lapisan 1 m gambut diperkirakan memendam sekitar 700 ton karbon tahun-1 hektar-1 (Noor, 2001).

Akibat konversi hutan rawa gambut, di pulau Sumatera telah terjadi penyusutan karbon yang cukup besar di lahan gambutnya. Pada tahun 1990 terhitung sebanyak 22.283 juta ton C pada lahan gambut Sumatera dan berkurang menjadi 18.813 juta ton C pada tahun 2002. Dengan kata lain telah terjadi penyusutan cadangan karbon sebesar 3.470 juta ton atau 15,5% dari total cadangan karbon lahan gambut Sumatera dalam kurun waktu 12 tahun (Wahyunto, 2005 dalam Barchia, 2006).

Klasifikasi Gambut

Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan


(19)

berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau

lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survei Staff, 2003). Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai

sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:

1. Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.

2. Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.

3. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.

Ketebalan Gambut

Di suatu hamparan, tingkat ketebalan gambutnya tidak sama. Penyebab tidak samanya ketebalan titik satu dengan titik lainnya pada sutu kawasan, dikarenakan variasi spasial yang cukup tinggi dari permukaan tanah. Pada lahan gambut yang memiliki tingkat variasi spasial yang tinggi, kita harus mengambil banyak titik sampel untuk mengukur ketebalan lahan gambut. Data ketebalan gambut yang diperoleh dengan cara kita harus melakukan pengeboran ke bagian terdalam sampai ditemukannya tanah mineral. Tanah mineral yang ditemukan biasanya berwarna hitam ke abu-abuan (Kabar Hijau, 2012).


(20)

Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan. Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas:

1. Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan

2. Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi: 1. Gambut dangkal (50 – 100 cm),

2. Gambut sedang (100 – 200 cm), 3. Gambut dalam (200 – 300 cm), dan 4. Gambut sangat dalam (> 300 cm) (Agus dan Made, 2008)

Nilai Bulk Density (Berat Isi) Tanah Gambut

Berat isi, BI, adalah masa fase padat tanah (Ms) dibagi dengan volume total tanah (Vt). Volume total tanah adalah jumlah volume dari fase padat dan pori tanah dalam keadaan utuh seperti di lapangan. Penentuan BI untuk tanah gambut

pada prinsipnya sama dengan penentuan BI pada tanah mineral (Hairiah et al., 2011), namun penanganannya berbeda karena sifat tanah berbeda.

Nilai Ms ditentukan dari berat kering oven dengan suhu 105oC selama 48 jam atau lebih hingga diperoleh berat tanah tetap (tidak terjadi lagi penurunan berat bila


(21)

contoh tanah dikeringkan lebih lama). Seringkali contoh yang dibawa dari lapangan sangat basah dan jika diambil sub-sample (sebagian dari contoh) akan terjadi kesalahan yang cukup besar dalam pengukuran BI.

Kesalahan dalam pengukuran BI dapat diantisipasi dengan cara semua contoh yang diambil dengan bor gambut tanpa nilai bulk density (BD) merupakan nilai Berat kering suatu volume tanah gambut dalam keadaan tidak terganggu (utuh) yang dinyatakan dalam satuan g/cc atau kg/m3. Tanah gambut memiliki nilai BD berkisar antara 0,03 - 0,3 g/cm3 dan dalam keadaan ekstrim bisa antara <0,01 dan >0,4 g/cm3 (Agus et al., 2011).

Nilai BD menunjukkan kemampuan tanah gambut dalam meyerap air. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho, et al., 1997; Widjaja, 1997). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm3 karena adanya pengaruh tanah mineral.

Pemetaan Lahan Gambut

Lahan gambut merupakan lahan yang sangat mudah terbakar, selain disebabkan kandungan bahan organik yang sangat besar di lahan gambut disisi lain besarnya kandungan karbon yang terdapat di lahan gambut juga menjadi


(22)

pemicu kebakaran itu sendiri. Page et al., (2002) dalam Onrizal, et al., (2011) menyebutkan kebakaran hutan dan gambut di Kalimantan tahun 1997 menghasilkan emisi sebesar 300 ton C/h.

Kerusakan lahan gambut menurut Wetlands Internasional Indonesia Program (2004) mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan lahan gambut adalah: kegiatan konversi hutan, industri perkayuan, transmigrasi dan pemukiman penduduk serta perluasan lahan pertanian. Kejadian kebakaran hutan/ lahan meningkat dalam sepuluh tahun terakhir ini, sebagian besar terjadi di lahan/ hutan gambut. Kebakaran lahan gambut ini tidak terlepas dari sifat gambut itu sendiri yang rawan terbakar sehingga menuntut pengelolaan dan perlindungan secara khusus. Kebakaran di lahan gambut berlangsung lambat dan lama serta sukar dikendalikan karena api menjalar di bawah permukaan gambut.

Penelitian Wetlands international (2006) dalam Peace (2007), menujukkan dampak yang dasyat atas perusakan lahan gambut terhadap perubahan iklim. Setiap tahun 2000 juta ton CO2 terlepas dari hutan, 600 juta ton diantaranya

disebabkan oleh dekomposisi dari lahan gambut kering (sebuah proses yang akan terus berlangsung sampai seluruh gambut habis) dan 1400 juta ton dihasilkan dari kebakaran tahunan.

Sebuah studi yang dilakukan Page (2002) menunjukkan bahwa kebakaran lahan gambut di Indonesia pada tahun 1997 telah menyebabkan kehilangan karbon antara 810 sampai 2470 juta ton. Nilai tersebut didukung oleh fakta antara lain bahwa pada tahun tersebut telah tercatat peningkatan paling tinggi emisi CO2


(23)

Faktor lain yang menyebabkan perubahan lahan gambut adalah pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu ekosistem baru. Pembukaan lahan gambut harus memperhatikan atau memperhitungkan perubahan yang terjadi baik terhadap arah dinamika lahan maupun aras keuntungan berupa layanan jasanya terhadap lingkungan, hasil produksi dan nilai-nilai sosial lainnya (Noor, 2001).

Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat maupun lingkungan sekelilingnya. Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2

menjadi sangat tinggi (Noor, 2011).

Simpanan Karbon Tanah Gambut

Dalam keadaan hutan alami yang tidak terganggu, lahan gambut merupakan penyerap (sink) CO2. Menurut Agus (2008), simpanan karbon terbesar

pada lahan gambut adalah pada gambut itu sendiri dan yang kedua adalah pada jaringan tanaman dan pada serasah. Masing-masing simpanan karbon tersebut dapat bertambah atau berkurang tergantung pada faktor alam dan campur tangan manusia. Kemarau panjang berakibat pada penurunan muka air tanah yang selanjutnya mempercepat emisi CO2. Namun apabila hutan gambut terganggu,

maka lahan gambut berubah fungsi dari penyerap menjadi sumber emisi gas rumah kaca (Agus dan Subiksa, 2008). Gas rumah kaca (GRK) yang dikeluarkan


(24)

(diemisikan) lahan gambut adalah CO2, CH4 (metan), dan N2O. Di antara ketiga

gas tersebut CO2 merupakan GRK terpenting karena jumlahnya yang relatif besar,

terutama dari lahan gambut yang sudah berubah fungsi dari hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Jumlah emisi dari tanah gambut untuk selang waktu tertentu dapat dihitung berdasarkan perubahan karbon tersimpan pada tanah gambut (Widyati, 2011).

Tanah gambut memiliki kemampuan menyimpan Karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Kemampuan tanah gambut yang sangat besar dalam meyerap karbon tersebut diketahui pada setiap satu gram gambut kering menyimpan sekitar 180-600 mg karbon, sedangkan jika dibandingkan dengan setiap satu gram tanah mineral hanya mengandung 5-80 mg kabon (Agus dan Subiksa, 2008).

Lahan gambut hanya meliputi 3% dari luas daratan di seluruh dunia, namun menyimpan 550 Gigaton C atau setara dengan 30% karbon tanah, 75% dari seluruh karbon atmosfer, setara dengan seluruh karbon yang dikandung biomassa (massa total makhluk hidup) daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di seluruh dunia (Joosten, 2007). Hutan gambut di Indonesia memiliki kemampuan menyimpan karbon di atas permukaan dalam jumlah yang cukup besar, berdasarkan penelitian dari Agus (2007) menyebutkan bahwa cadangan karbon di atas permukaan hutan gambut berkisar antara 200 ton C/ha. Nilai karbon atas permukaan ini diperoleh dari rataan dari semua tipe hutan gambut di Indonesia dengan menggunakan berbagai studi literatur yang ada.

Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, serasah dibawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah


(25)

gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut atas permukaan tersimpan pada biomassa dan nekromas. Sedangkan karbon di bawah permukaan (di dalam tanah) tersimpan dalam bentuk gambut, akar tanaman, dan mikrobia.

Karbon tersimpan di dalam tanah gambut berkisar 18-60% bobot atau setara dengan 0,03-0,07 tm-3, bandingkan dengan tanah mineral yang berkisar 0.5-5% bobot atau setara dengan 0,005-0,050 tm-3 (Agus et al., 2009). Karbon pada tanah mineral terkonsentrasi pada 30-100 cm lapisan atas, sedangkan pada tanah gambut hampir merata pada seluruh kedalaman. Page et al., (2002) memperkirakan rata-rata besarnya simpanan karbon di lahan gambut sebesar 600 t C ha-1/ m-1. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Tabel 1).

Tabel 1.Kandungan karbon pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (t ha-1). Komponen Hutan Gambut Hutan Primer Tanah mineral Atas Permukaan Tanah 150-200 200-350

Bawah Permukaan Tanah 300-6000 30-300 Sumber: Balai Penelitian Tanah dan Pengembangan Pertanian Bogor (2004)

Page et al., (2002) menyarankan nilai Cv rata-rata 0,06 t/m3. Namun berdasarkan pengamatan dari ratusan contoh gambut yang berasal dari Sumatera dan Kalimantan (Agus et al., 2011) ternyata nilai Cv tidak bisa diseragamkan. Nilainya sangat berbeda untuk gambut dengan kematangan berbeda. Cv berkisar antara 0,082±0,035 t/m3 untuk gambut dengan kematangan saprik, 0,057±0,026 untuk gambut berkematangan hemik dan 0,046±0,025 t/m3 untuk gambut


(26)

berkematangan fibrik. Dengan demikian nilai yang disarankan Page et al., (2002) mendekati nilai untuk gambut berkematangan hemik (kematangan sedang). Penyeragaman nilai Cv mengakibatkan kesalahan yang besar dalam pendugaan emisi dan cadangan karbon yang diukur berdasarkan subsiden.

Tabel 2. Nilai kisaran dan rerata bobot isi (BD) dan kadar Corganik pada tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Sumatera

No.

Tingkat Kematangan Gambut

Bobot Isi (BD) (gram/cc)

C-Organik (%)

Kisaran Rerata Kisaran Rerata

1 Fibrik 0,1012-0,12 0,1028 - 53,31

2 Hemik 0,1325-0,29 0,1716 38,97-51,87 48,00

3 Saprik 0,2492-0,37 0,2794 28,96-53,89 44,95

4 Peat/ mineral bergambut sangat dangkal

0,2152-0,6878 0,3402 28,96-39,81 35,12

Sumber: Wetlands Indonesia (2004)

Kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kawasan gambut yang memiliki kandungan penyimpanan karbon yang besar dibandingkan dengan tanah mineral di kabupaten tersebut. Nilai kandungan karbon bawah permukaan memiliki perbedaan dengan kandungan karbon pada areal lain, gambut di areal ini merupakan gambut dengan tipe gambut topogen.

Penelitian yanga dilakukan Nurlaili (2003) pada kawasan gambut di Kecamatan Lintong Ni Huta yang dahulu masuk ke Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan data bahwa areal gambut di daerah ini termasuk kedalam tipe gambut topogen. Jenis gambut ini kandungan airnya berasal dari permukaan tanah, yang diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari


(27)

yang diperoleh pada penelitian tersebut berkisar antara 5,50-26,66 dengan ketebalan endapan gambut bervariasi antara 0,5-9,6 meter.

Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatau teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1995).

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung kedalam suatu system informasi geografis (SIG). Hambatan dalam pemantauan penutupan lahan dapat dikurangi dengan adanya teknologi penginderaan jauh (remote sensing) (Sulistiyono, 2008).

Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu cara yang efektif dalam melakukan pemantauan penutupan lahan dari waktu kewaktu. Integrasi data perubahan tutupan vegetasi dengan data hasil pengukuran cadangan karbon pada skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan cadangan karbon pada skala lanskap. Secara umum dua metode yang akan dilakukan suatu penelitian adalah: 1. Pendekatan yang dilakukan dengan membangun relasi kuantitatif antara

informasi dari skala piksel pada citra satelit dengan cadangan karbon. Relasi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan ekstrapolasi spasial.


(28)

2. Pendekatan yang dilakukan dengan mengklasifikasikan kelas-kelas penutupan lahan menjadi kelas-kelas penggunaan lahan yang kemudian dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon dari kelas penggunaan lahan tersebut.

Potensi karbon hutan dapat juga ditaksir dengan menggunakan instrumen-instrumen penginderaan jauh, walaupun tidak ada satupun citra penginderaan jauh yang dapat mengukur potensi karbon hutan secara langsung (Rosenqvist et al., 2003a, Drake et al., 2003). Metode penginderaan jauh telah lebih berhasil mengukur potensi karbon pada wilayah utara dan hutan beriklim sedang dan pada tegakan muda dengan kepadatan‐kepadatan karbon hutan yang lebih rendah (Rosenqvist et al., 2003b).

Beberapa instrumen penginderaan jauh yang digunakan dalam penaksiran karbon dikelompokkan menjadi :

1. Optical remote sensing data.

Citra satelit yang termasuk dalam kelompok ini,seperti Landsat, SPOT, AVHRR dan MODIS, dapat digunakan untuk menaksir karbon persediaan hutan tropis walaupun tidak dapat dilakukan secara langsung. Untuk menaksir potensi karbon hutan secara tidak langsung dengan citra satelit tersebut, dilakukan pengembangan hubungan‐hubungan statistik antara pengukuran lapangan dengan data indek vegetasi yang ada pada citra satelit. Tetapi metode ini pada umumnya menghasilkan nilai potensi karbon yang underestimate terutama pada hutan tropis, satelit berbasis optik tidak dapat menembus tajuk hutan yang lebat (Waring et al., 1995). Sehingga diperlukan bantuan pengukuran lapangan dengan jumlah sampling yang cukup.


(29)

2. Very high‐resolution aerial imagery

Detil spasial citra optik dari sensor airbone (resolusi sampai 10 pixel cm) dapat digunakan secara langsung untuk mengukur tinggi pohon dan diameter tajuk. Hubungan-hubungan alometrik antara pengukuran karbon pohon di lapangan dengan atau tanpa data tinggi pohon dapat diberlakukan bagi perkiraan karbon hutan dengan akurasi yang tinggi pada metode ini. (Rosenqvist et al., 2003b, Shimada et al., 2009).

Sebagai perbandingan dalam penggunaan citra satelit dalam pendeteksi keberadaan gambut, Wahyunto (1989), mendeteksi keberadaan lahan rawa gambut dan penyebarannya melalui analisis citra satelit di daerah Jambi untuk keperluan pemetaan tanah tinjau skala 1:250.000.

Pengenalan lahan rawa gambut dilakukan melalui pendekatan analisis fisiografi/ landform dengan ditunjang oleh data/ informasi topografi dan geologi. Hal yang sama juga dilakukan di daerah Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Pulau Kalimantan (Wahyunto et al., 1992, 1995). Indikator yang digunakan dalam mendeteksi keberadaan lahan rawa gambut pada citra satelit antara lain: kondisi drainase permukaan (wetness), pola aliran, relief/ topografi dan tipe penggunaan lahan/ vegetasi penutup. Dari hasil analisis citra satelit ini kemudian dilakukan pengecekan lapangan pada daerah pewakil (key areas). Tingkat penyimpangan hasil analisis dengan kondisi lapangan bervariasi antara 20 sampai 30 %.

Dalam analisis citra satelit untuk identifikasi lahan rawa gambut hanya faktor lingkungan yang dipelajari dan diklasifikasikan, dan faktor lingkungan tersebut pada umumnya mempunyai hubungan dengan sifat-sifat tanahnya (Gossen, 1967; Van Zuidam, 1978 dalam Wahyunto et al., 2005). Melalui analisis


(30)

secara visual, digital dan multi temporal, dan hasil pengamatan lapangan akan didapatkan informasi tentang tipe dan penyebaran lahan rawa gambut serta memantau perubahan kondisinya dari waktu ke waktu yang terjadi disuatu kawasan.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Georafis atau Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisis yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainya yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi (Sukojo dan Diah, 2003).

Sistem Informasi Geografis (SIG) sudah cukup lama dikenal sejak awal tahun 1960 di Kanada dan Amerika Serikat, yang saat itu banyak digunakan untuk keperluan Land Information System. Saat ini SIG sudah banyak digunakan untuk keperluan lain seperti pengembangan wilayah, perpetaan, lingkungan dan sebagainya. SIG mulai dimanfaatkan di Indonesia pada awal tahun 1980 terutama dalam pembuatan peta, pengelolaan wilayah, analisis lingkungan dan agraria (Subaryono et al., 2006).


(31)

Penelitian estimasi biomassa yang telah banyak dilakukan sebelumnya terfokus pada biomassa di atas permukaan (Above-Ground Biomass, AGB) (Lu 2006). Beberapa teknik pendugaan biomassa yang berbeda: Berdasarkan (1)

pengukuran lapangan, (2) remote sensing, dan (3) GIS. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Lugo dan Snedaker 1974).

Pengukuran biomassa pada dasarnya mengacu pada empat teknik pengukuran (Lu 2006): (a) teknik pemetaan pemanenan atau teknik sampling destruktif (b) teknik sampling non-destruktif (c) pengukuran berdasarkan data remote sensing yang dihasilkan oleh sistem airborne/ spaceborne, dan (d) estimasi menggunakan model.


(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu analisis data citra, pengukuran lapangan dan analisis tanah hasil pengukuran lapangan. Analisis data citra akan dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Progam Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USU, sedangkan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012 dan kegiatan pengukuran lapangan dilakukan di kawasan lahan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dan untuk lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1 yang merupakan peta tata guna lahan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan.


(33)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Humbang Hasundutan adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 28 Juli 2003 sesuai dengan Undang-undang No.9 tahun 2003. Kabupaten Humbang Hasundutan terletak di tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah daratan: 250.271,02 ha dan 1.494,91 ha luas danau. Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 Kecamatan, 1 Kelurahan dan 143 Desa. Jumlah penduduk 171.687 Jiwa yang terdiri dari 85.274 laki-laki dan 86.413 perempuan.

Keadaan Geografi dan Topografi

Secara astronomi Humbang Hasundutan terletak pada garis 2o1' - 2o 28' Lintang Utara. 98o10o - 98o58' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas :

• Sebelah Utara : Kabupaten Samosir

• Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara

• Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah

• Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Bharat

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2.075 meter diatas permukaan laut, dengan perincian :

1. Datar = 278,75 Km2 (0 s/d 2 %) 2. Landai = 491,63 Km2 (2 s/d 15 %) 3. Miring = 1.066,50 Km2 (15 s/d 40 %) 4. Terjal = 665,82 Km2 (40 s/d 44 %)


(34)

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kawasan lahan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain perangkat keras (Hardware) yang digunakan berupa seperangkat personal computer (PC), Printer, perangkat lunak (Software) ArcView GIS 3.3, Map Source, Global Positioning System (GPS), Microsoft Excel, meteran, bambu, kamera digital dan alat tulis menulis.

Prosedur Penelitian 1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekonder. Data primer terdiri atas data hasil pengukuran lapangan, data Ground check dan sampel tanah pada setiap tipe penggunaan lahan yang akan diukur cadangan karbonnya, luas dan tipe penggunaan lahan. Sedangkan data sekonder berupa peta administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan, peta kawasan gambut, citra landsat dan data spasial lainnya serta studi literatur yang dapat mendukung data primer yang dikumpulkan dalam kegiatan pengambilan data lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekonder, dapat dilihat pada Tabel 3.


(35)

Tabel 3. Data primer dan data sekonder

NO DATA JENIS SUMBER SKALA TAHUN 1 Citra Landsat Path/

Row 129/58

Sekonder 2012

2 Peta Administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan

Sekonder BPKH 1 : 500.000 2012

3

4

Peta Kawasan Lahan Gambut Kabupaten Humbang Hasundutan Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan Sekonder Sekonder BPKH BPKH

1 : 500.000

1 : 500.000

2012

2011

5 Hasil Pengukuran Lapangan

Primer Pengukuran - 2012

6 7

Hasil Ground Check

Sampel Tanah Primer Primer Pengukuran Pengukuran - - 2012 2012

2. Kegiatan Pengambilan Data di Lapangan

Kegiatan-kegiatan pengambilan data di lapangan, antara lain kegiatan ground check dan pengambilan sampel tanah. Kegiatan ground check bertujuan untuk pengecekan klasifikasi penggunaan lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode yang digunakan adalah dengan pengecekan ke lapangan pada beberapa titik dan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS).

Pengambilan sampel tanah merupakan salah satu kegiatan pengambilan contoh tanah gambut dari lapangan. Sampel tanah diambil berdasarkan jenis tutupan lahan yang terdapat pada areal tersebut. Pada setiap tutupan lahan, sampel tanah diambil pada 3 titik, pada ketiga titik tersebut juga dilakukan pengambilan tanah sebanyak 4 titik pada keliling 1 meter dari titik pusatnya. Contoh tanah yang diambil seberat 1-1,5 kg, contoh tanah diambil secara komposit yaitu dari campuran tanah gambut yang berasal dari berbagai titik keliling sampel dengan kriteria tanah berasal dari semua lapisan kedalaman dari titik bor yang sama.


(36)

Simpan contoh tanah gambut pada kantong plastik dan diberi label nama. Contoh tanah ini akan digunakan untuk mengetahui nilai kandungan (%) karbon gambut.

Titik ground check didapat dari koordinat titik yang diambil secara acak pada beberapa tipe tutupan lahan, setiap klasifikasi penutupan lahan diambil satu titik untuk memastikan kebenaran koordinat titik tersebut apakah sesuai dengan keadaan di lapangan dengan keadaan di peta, selanjutnya titik tersebut direkam ke GPS yang akan digunakan. Setelah didapatkan koordinat di GPS dilakukan pengecekan ke lapangan dengan mengecek setiap titik koordinat tersebut.

Tingkat akurasi data hasil pengolahan citra satelit diukur dengan membandingkannya dengan kondisi sebenarnya pada beberapa titik yang menjadi pengamatan dilapangan. Analisis yang dipergunakan untuk menghitung nilai akurasi:

Jumlah waypoint yang benar di lapangan Jumlah semua waypoint

X 100 %

3. Pemetaan Penggunaan Lahan

Pemetaan tutupan lahan dilakukan dengan membedakan kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang yang dimiliki oleh suatu kawasan tersebut. Penentuan klasifikasi penutupan lahan dilakukan dengan memadukan data peta dasar yaitu data peta kawasan gambut dari BPKH tahun 2011 dengan hasil survei lapangan di lokasi penelitian dan membandingkan data monogram sumatera untuk menentukan kenampakan vegetasi dan penggunaan ruang pada lokasi tersebut. Tahapan pemetaan penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 2.


(37)

Gambar 2.Tahapan pemetaan tutupan lahan

Menurut Lo (1995) salah satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan dan penutupan lahan terletak pada skema pemilihan klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu.

Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan memilih training area untuk tiap kriteria penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

Untuk memperoleh peta tutupan lahan dari kawasan yang diteliti, analisis citra yang dilakukan mencakup beberapa hal sebagai berikut :

a. Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data sesuai dengan aslinya. Koreksi citra dalam penelitian ini terdiri dari :

Citra Satelit

Koreksi geometrik Koreksi radiometrik Peta administrasi dan

batas kawasan

Pemotongan citra

Citra kawasan penelitian

Survei lapangan

Klasifikasi terbimbing

Areal contoh

Citra terklasifikasi


(38)

- Perbaikan citra (koreksi stripping) yaitu perbaikan citra yang dilakukan karena citra landsat sejak tahun 2003 mengalami kerusakan rekaman sehingga muncul garis-garis hitam (strip) pada hasil pemotretannya. Garis-garis hitam ini merupakan kawasan atau area yang tidak terpotret oleh satelit Landsat. Oleh karena itu citra tersebut perlu diperbaiki. Proses ini menggunakan program Frame and fill for win. 32. Tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut:

1. Siapkan citra tahun 2012 sebanyak 2 buah dengan waktu perekaman yang berbeda, tidak memiliki daerah bergaris yang sama dan kondisi awan paling sedikit.

2. Dipilih citra dengan kondisi awan dan jumlah garis (strip) paling sedikit sebagai citra acuan dan sisanya sebagai citra pengisi.

3. Jalankan program Frame and fill for win. 32, kemudian lakukan proses pengisian citra acuan dengan menggunakan citra pengisi. 4. Didapatkan citra yang telah terkoreksi stripping.

-Koreksi radiometik adalah proses untuk meniadakan gangguan (noise) yang terjadi akibat pengaruh atmosferik maupun karena pengaruh sistematik perekaman citra.

-Koreksi geometeris yaitu proses transformasi data dari satu sistem grid menggunakan transformasi geometric maupun proses resampling untuk melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel sistem grid yang baru dari nilai piksel-piksel citraa slinya. Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagineversi


(39)

8.5. untuk mengoreksinya diperlukan citra acuan atau citra yang sudah terkoreksi sebelumnya.

b. Subset image

Subset image adalah memotong citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari citra tersebut. Pemotongan citra ini menggunakan peta digital Kabupaten Humbang Hasundutan yang berbentuk polygon dan peta kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan yang diperoleh dari data kawasan gambut di Sumatera Utara yang dikeluarkan oleh BPKH tahun 2011. Pemotongan citra ini dilakukan dengan software ArcView GIS 3.3. c. Klasifikasi citra

Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan kenampakan-kenampakan yang homogen pada citra. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan memilih training area untuk tiap kriteria penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Proses pengklasifikasian citra menggunakan program Erdas Imagine 8.5. Tahapan pengerjaannya, antara lain;

1. Buka citra tahun 2012 dengan kombinasi band 5,4,3 untuk warna sebenarnya, kemudian ditentukan sampel tutupan lahan (training area). 2. Diambil data dengan memilih sampel yang akan memberikan informasi

yang terdapat pada training area ke dalam signature editor.

3. Diuji akurasi untuk melihat keakuratan klasifikasi hasil interpretasi yang diperoleh dengan menghitung nilai yang terdapat pada matriks akurasi.


(40)

Menurut Jaya (2002) nilai uji akurasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Overall Accuracy = 100% N r k kk

X

Producer’s Accuracy = 100%

X

X

k kk

+

User’s Accuracy = 100%

X

X

k kk

+

Kappa Accuracy (K) = 100%

2

+ + + + − −

X

X

N

X

X

X

k k r k r k k k kk N

Nilai overall accuracy, producer’s accuracy, user’s accuracy dan kappa accuracy dihitung agar diketahui apakah citra yang diklasifikasi telah memenuhi syarat ketelitian dan memiliki tingkat kesalahan lebih kecil dari syarat yang ditetapkan. Badan survei geologi Amerika Serikat menetapkan nilai akurasi diatas 85% sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan lahan.

Pendugaan Cadangan Karbon

1. Perhitungan simpanan karbon

Pendugaan simpanan karbon pada Gambar 3 dilakukan berdasarkan data spasial dilakukan dengan menggunakan informasi luas penggunaan lahan hasil klasifikasi yang kemudian dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon di bawah tanah (under ground karbon stock) dari kelas penggunaan lahan. Langkah awalnya adalah dengan melakukan klasifikasi kelas penggunaan lahan berdasarkan hasil interpretasi lapangan, hasil klasifikasi tersebut selanjutnya


(41)

dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon. Tahapan pendugaan cadangan karbon yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahap pendugaan simpanan karbon di berbagai tipe penggunaan lahan.

Terdapat beberapa jenis tipe penggunaan lahan pada areal gambut di kawasan tersebut, pengambilan titik dilakukan pada setiap tipe penggunaan lahan, sehingga akan diketahui berapa besarnya karbon setiap tipe penggunaan lahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan pengukuran dan penghitungan cadangan karbon.

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah gambut dilakukan sebagai berikut:

1. Diukur kedalaman gambut pada setiap tutupan lahan, titik diukur pada 3-4 titik pengambilan sampel.

Pengambilan Sampel Tanah Pengambilan Titik Lapangan

Tipe Penggunaan Lahan

Pengolahan Citra Citra

Satelit Data Kedalaman tanah X

Bulk DensityX Ketebalan Gambut

Karbon Tersimpan (ton/ha)

Karbon Tersimpan di Berbagai Tipe Penggunaan

Lahan

Pendugaan Kandungan Karbon (%) C


(42)

2. Diambil contoh gambut minimal 3 contoh dari tiap penutupan lahan gambut; 3. Dilakukan analisis laboratorium untuk mendapatkan kerapatan lindak (bulk

density) dan kandungan karbon.

Pengambilan sampel untuk penghitungan karbon diambil dari beberapa titik pada suatu klasifikasi penggunaan lahan, titik koordinat pengambilan sampel dicatat dengan GPS. Pengambilan sampel dari beberapa titik pada suatu klasifikasi penggunaan lahan kemudian dicampur menjadi satu dan kemudian dianalisis kandungan karbonnya. Selanjutnya pengambilan sampel juga dilakukan pada beberapa kelas penggunaan lahan lainnya dan juga diukur kandungan karbonnya.

Untuk menduga cadangan karbon di bawah tegakan pada beberapa tipe penyusun tegakan diperlukan terlebih dahulu beberapa data penyusun gambut, diantaranya adalah penghitungan volume gambut pada setiap tipe penyusun tegakan, tingkat kematangan, penentuan bobot isi (bulk density) dan % C organik. Sehingga akan didapatkan rumus sesuai dengan pendapat Wahyunto et al., 2004 dimana untuk menentukan kandungan karbon pada lahan gambut dapat dilakukan dengan rumus:

Kandungan Karbon (KC) = B x A x D x C Keterangan:

KC = Kandungan Karbon dalam ton

B = Bobot isi (BD) tanah gambut dalam gram/cm3 atau ton/m3

A = Luas tanah gambut untuk tiap penyusun tegakan dalam hektar (ha) D = Ketebalan gambut dalam meter


(43)

2. Pengukuran bobot isi (bulk density)

Untuk menghitung nilai bobot isi (BD) dari setiap sampel tanah gambut, setiap tutupan lahan diukur nilai BD-nya, pengukuran nilai dilakukan di laboratorium dengan metode ring core, dengan kondisi tanah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat tanah yang stabil, suhu yang dipakai sekitar 70o C selama 2 hari. Setelah didapatkan berat yang stabil selanjutnya ditimbang berat kering tanah dan dibagi dengan volume ring sehingga didapat nilai bobot isi sampel tanah.

3. Pengukuran ketebalan gambut

Pengukuran ketebalan gambut dilakukan dengan metode pengukuran langsung dengan menggunakan bor tanah, setelah bor tanah mencapai kedalaman maksimal tanah gambut, kemudian diambil sampel tanah dan diukur kedalaman tanah dari permukaan atas sampai ke kedalaman maksimal bor tanah.

4. Pengukuran kandungan karbon (%)

Nilai kadar karbon tanah gambut dihitung dengan menggunakan metode Walkey and Black, metode ini efektif dipakai untuk penelitian karena dianggap tidak rumit dalam mengerjakannya, adapun alat dan bahan yang dipakai untuk menganalisis kadar karbon tanah gambut antara lain:

- Gelas Erlemeyer 500 cc - Buret

- Larutan K2Cr2O7 1N (49,04 g): serbuk K2Cr2O7 campurkan ke dalam air 1 liter

- Asam Sulfat Pekat (sebagai Pemanas) - Asam fosfat 85%


(44)

- Diphenilamine (sebagai indikator) untuk mereduksi kelebihan K2Cr2O7

- Larutan Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N -Naf 4%

Prosedur

1. Timbang 0,1 gram tanah kering udara, masukkan ke dalam erlemeyer 500 cc

2. Tambahkan 5ml K2Cr2O7 1 N dan goncang dengan tangan

3. Tambahkan 10 ml H2So4 pekat, goncang 3-4 menit, diamkan selama 30

menit

4. Tambahkan 100 ml aquades dan 5 ml H3Po4 85%, NaF 4% 2,5 ml,

tambahkan 5 tetes Diphenilamine, larutan digoncang sehingga dihasilkan larutan berwarna biru tua

5. Titrasikan larutan Fe(NH4)2 (So4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah

menjadi hijau

6. Reaksi yang terjadi :K2Cr2O7 +H2SO4+C  K2SO4 + Cr2(SO4)3 +H2O

+CO2

7. Lakukan kerja seperti di atas untuk blanko. 8. Hitung nilai kadar karbon dengan rumus:

%

= 1

t

s

× 3,90

Keterangan:

t = Panjang Titrasi Sampel s = Nilai Titrasi Blanko (Sitorus et al, 1980)


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Lahan Gambut Kabupaten Humbang Hasundutan

Groundcheck kondisi lapangan

Kegiatan ground check bertujuan untuk pengecekan klasifikasi penggunaan lahan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, jumlah titik dilapangan yang dichek terdapat sebanyak 20 titik, dengan jumlah titik yang benar sebanyak 18 titik, hanya 2 titik pada kawasan tersebut yang tidak sesuai dengan citra yang telah diklasifikasi. Akurasi titik yang diperoleh (18/20)*100% = 90%. Danoedoro (1996) menyatakan nilai akurasi yang mempunyai tingkat ketelitian ≥ 80% sudah dianggap benar.

Adapun nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) pengkelasan tipe penutupan lahan menggunakan klasifikasi terbimbing sebesar 98,36 %. Nilai akurasi ini sudah dapat diterima dan data yang dihasilkan dapat dipakai karena menurut Jaya (2002), pengklasifikasian semakin tinggi nilai akurasinya maka pengklasifikasian yang dilakukan akan semakin baik.

Pengamatan yang dilakukan di lapangan, dari 10 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan, hanya 3 kecamatan yang memiliki areal gambut. Hal ini karena areal gambut hanya berada di kawasan yang datar, data BPS (2011) juga menunjukkan luas areal yang datar di kabupaten ini hanya berkisar 278,75 km2, namun tidak semua areal datar juga memiliki kawasan gambut. Hasil klasifikasi yang telah dilakukan pada citra tutupan lahan di tiga kecamatan yang memiliki kawasan gambut yaitu: Kecamatan Lintong Ni Huta, Kecamatan Dolok Sanggul dan Kecamatan Pollung. Tutupan lahan berupa sawah


(46)

lahan gambut, hutan (pohon) lahan gambut, semak lahan gambut, non vegetasi, kawasan pertambangan gambut, dan pertanian kopi pada lahan gambut. Peta tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa peta tutupan lahan pada kawasan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan. Peta tutupan lahan yang dihasilkan merupakan hasil overlay peta administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan dengan peta kawasan gambut yang dikeluarkan oleh BPKH (2011), sehingga dengan menggabungkan analisis dengan citra landsat dan pengamatan lapangan diperoleh peta tutupan lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Luas Tutupan Lahan

Salah satu komponen yang juga berpengaruh terhadap nilai kandungan karbon adalah luas penutupan kawasan. Luas tanah gambut untuk setiap tutupan lahan dihitung pada setiap kecamatan yang memiliki kawasan lahan gambut. Data luasan tiap tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas tutupan lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan

No Jenis Tutupan Lahan Kecamatan Luas Area Persen (%) 1. Pertanian kopi Pollung 330,62 Ha 5,3

2. Sawah Pollung 959,68 Ha 15,3

3. Semak Lahan Gambut Pollung 221,90 Ha 3,5

4. Pohon Pollung 151,53 Ha 2,4

5. Non Vegetasi Lintong Ni Huta 1256,31 Ha 20 6. Pertambangan Gambut Lintong Ni Huta 152,63 Ha 2,4 7. Semak Lahan Gambut Lintong Ni Huta 403,21 Ha 6,4 8. Sawah Lahan Gambut Dolok Sanggul 1167, 48 Ha 18,6 9. Hutan Lahan Gambut Dolok Sanggul 1313,68 Ha 20,9 10. Semak Lahan Gambut Dolok Sanggul 332,04 Ha 5,3


(47)

(48)

Luas seluruh kawasan gambut yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu 6289,08 ha, sedangkan jika dibandingkan dengan luas dari Kabupaten Humbang Hasundutan wilayah daratannya mencapai 250.271,02 ha, jadi areal gambut di kabupaten ini mencapai 2,513 % dari luas total daratan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Luas areal gambut pada Kecamatan Pollung seluas 1663,73 ha, Kecamatan Lintong Ni Huta 1812,15 ha dan Kecamatan Dolok Sanggul seluas 2813,2 ha.

Kecamatan Dolok Sanggul memiliki luas areal gambut yang paling besar di kabupaten tersebut. Hal ini karena secara geografis Kecamatan Dolok Sanggul banyak memiliki kondisi kawasan yang datar dan membentuk cekungan sehingga sebagian besar areal tersebut merupakan kawasan gambut, hal ini berbeda dengan Kecamatan Pollung yang memiliki kondisi geografis yang berbukit, kawasan gambut yang terdapat di areal ini terdapat di areal lembah yang berbentuk cekungan antara bukit. Untuk Kecamatan Lintong Ni Huta, sebagian areal telah dikonversi menjadi perumahan dan areal penggunaan lain yang seperti bekas pertambangan yang telah rusak dan berubah fungsinya, dan telah berubah menjadi bukan kawasan gambut.

Dari data Tabel 4 dapat dilihat luas tiap tipe tutupan lahan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis tutupan lahan adalah sawah lahan gambut memiliki luas areal 2127,16 ha, untuk hutan lahan gambut luasnya 1465,21 ha, kawasan non vegetasi dengan luas 1256,31 ha, semak lahan gambut seluas 957,15 ha kawasan pertambangan gambut dengan luas 152,63 ha, dan pertanian kopi pada lahan gambut seluas 330,62 ha. Tutupan lahan yang paling besar adalah sawah pada areal gambut, hal ini terjadi karena masyarakat telah memanfaatkan areal


(49)

gambut untuk dikonversi menjadi areal persawahan. Namun berdasarkan diskusi dan wawancara dengan masyarakat, pemanfaatan lahan gambut menjadi areal persawahan tidak memberikan keuntungan yang besar, hal ini karena produktivitas padi lahan gambut sangat rendah. Untuk tutupan lahan gambut paling sedikit yaitu areal partambangan, hal ini karena kegiatan pertambangan hanya ditemui di Kecamatan Lintong Ni Huta, dan dilakukan di areal bekas penambangan besar, sehingga luas kawasan yang ditambang tergolong sedikit.

Gambar 4. Luas tutupan lahan tanah gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan

Pada Gambar 4 dapat dilihat luas total tutupan lahan pada setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan. Luas lahan yang paling besar terdapat di Kecamatan Dolok Sanggul 2813,2 ha, kemudian Kecamatan Lintong Ni Huta dengan luas 1812,15 dan yang paling kecil terdapat di Kecamatan Pollung dengan luas 1663,73 ha. Kawasan-kawasan gambut yang terdapat di kabupaten tersebut sampai saat ini masih dapat dijaga kelestarianya, karena sebagian besar konversi lahan yang dilakukan masih memperhatikan aspek

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Dolok Sanggul Pollung Lintong Ni Huta

Luas Total

2813,2

1663,73

1812,15

Kecamatan

Keterangan


(50)

kelestarian dan fungsi kawasan gambut, sebagai contoh konversi lahan gambut menjadi areal pertanian kopi dilakukan dengan tidak merusak gambut, karena pada saat dilakukan pengambilan sampel tanah, masih ditemui tanah gambut pada areal tersebut.

Data Peta Kecamatan Lintong Ni Huta

Pada peta tutupan lahan Kecamatan Lintong Ni Huta pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa tutupan lahan dominan di kecamatan ini yaitu kawasan non vegetasi, kawasan ini ditandai dengan bentuk tutupan lahan yang tergenang air, memiliki vegetasi berupa semak-semak kecil yang yang populasinya sangat rendah dan hanya terdapat di beberapa titik kawasan. Contoh gambar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kondisi tutupan lahan non vegetasi

Tutupan lahan berikutnya yaitu vegetasi semak dan areal pertambangan, pada kawasan semak sesuai penelitian Tarigan (2011) di areal ini ditemui vegetasi seperti Vaccinium varingifolium (Semak), Neprolepis biserrata (Paku-pakuan), Melastoma malabathricum (Herba), Daphniphyllum glaucescens (Semak), Ficus deltoidea (Herba), Lepinoria mucronata (Rumput), Leptospermum flavescens (Semak), Cycas rumphii (Pakis). Areal semak di kawasan ini terjaga dengan baik dan tidak ada dilakukan pengeringan atau konversi lahan oleh masyarakat. Areal


(51)

pertambangan gambut yang dilakukan oleh masyarakat dieksplorasi untuk diambil kayu dan akar dari pohon yang masih tertinggal di gambut tersebut, kayu dan akar ini disebut tunggar oleh masyarakat dan digunakan untuk membuat arang untuk dijual. Kondisi semak dan pertambangan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Vegetasi semak dan pertambagan di areal penelitian

Data Peta Kecamatan Dolok Sanggul

Gambar 9 menjelaskan jenis tutupan lahan dominan di Kecamatan Dolok Sanggul adalah areal hutan yang berkisar 1313,68 ha atau sekitar 20,9 % dari total seluruh gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan. Areal ini ditumbuhi oleh jenis-jenis pohon dan perdu-perduan yang cukup tinggi. Areal berikutnya yaitu sawah yang luas areal sawah mencapai 1167,48 ha atau sekitar 18,6 % dari total seluruh kawasan gambut di daerah tersebut. Tutupan lahan berikutnya yaitu semak yang berada di lahan gambut. Semak di areal ini seluas 332,04 ha (5,3 %), vegetasi berupa jenis perdu-perduan yang memiliki ketinggian di bawah 1 meter. Areal semak memiliki genangan air secara terus-menerus sehingga memungkinkan pengendapan lahan menjadi areal gambut. Areal semak di kecamatan ini masih terjaga dan belum tersentuh oleh masyarakat, hal ini karena jauh dari akses masyrakat dan berdasarkan pendapat masyarakat kedalaman genangan air bisa mencapai 1-2 meter sehingga sulit untuk dikelola.


(52)

Data Peta Kecamatan Pollung

Gambar 10 menjelaskan areal gambut di Kecamatan Pollung didominsai oleh tutupan lahan sawah, kemudian tutupan lahan pertanian. Pertanian di kecamatan ini didominasi oleh pertanian kopi dan nenas. Tutupan lahan yang lain adalah semak dan pohon. Areal semak hanya ditumbuhi oleh sejenis semak dan perdu-perduan yang memiliki kesamaan dengan jenis semak yang terdapat di Kecamatan Lintong Ni Huta. Areal semak di kawasan ini sedikit banyak telah mengalami pengelolaan, seperti konversi menjadi lahan pertanian. Lahan-lahan gambut yang ditumbuhi semak dikeringkan dan dibuat parit-parit sehingga terjadi penurunan kedalaman gambut dan pengurangan kandungan karbon. Jika dibandingkan dengan kawasan semak di Kecamatan Dolok Sanggul nilai kandungan karbon 17,06% untuk nilai kandungan karbon semak Kecamatan Lintong Ni Huta 13,49% sementara di Kecamatan Pollung hanay sebesar 6,125%, nilai ini jauh lebih rendah dari dua kecamatan lain karena kawasan semak tersebut telah mengalami pengelolaan seperti pengeringan. Bentuk pengeringan parit dapat dilihat pada Gambar 11.


(53)

(54)

(55)

(56)

Pendugaan Simpanan Karbon

Setelah dilakukan pengukuran komponen dalam perhitungan karbon seperti nilai BD, luas setiap tutupan lahan, ketebalan gambut dan kadar karbon tanah gambut maka dihitung nilai simpanan karbon setiap tutupan lahan di tiga kecamatan tersebut. Setelah didapatkan data kandungan karbon setiap tutupan lahan di seluruh kecamatan, kemudian nilai tersebut diakumulasikan sehingga didapatkan nilai total kandungan karbon di tiga kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan tersebut yaitu sebesar 16994,09 ton. Untuk data secara keseluruhan di Kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Simpanan karbon bawah permukaan kawasan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan

No Kecamatan Tipe tutupan Lahan

Bulk Density (ton/m3)

Luas Tanah Gambut (ha) Ketebalan Gambut (m) Kadar Karbon (% C) Simpanan Karbon (ton/ha) 1. Dolok Sanggul Hutan 0,242 1313,68 0,85 17,81 4813,37 2. Dolok Sanggul Sawah 0,187 1167,48 0,65 16,69 2368,08

3. Dolok Sanggul Semak 0,298 332,04 1 17,06 1688,299

4. Pollung Pertanian Kopi 0,289 330,62 1,05 15,94 1598,96

5. Pollung Sawah 0,202 959,68 0,75 14,63 2126,35

6. Pollung Semak 0,224 221,9 1,125 6,13 342,50

7. Pollung Pohon 0,221 151,53 0,95 12,32 391,84

8. Lintong Ni Huta Non Vegetasi 0,12 1256,31 0,8 12,35 1489,48 9. Lintong Ni Huta Pertambangan 0,278 152,63 1,025 12,54 545,20 10. Lintong Ni Huta Semak 0,309 403,21 0,97 13,49 1630,02


(57)

Data dugaan simpanan karbon di tiap kecamatan yaitu: Kecamatan Dolok Sanggul yaitu untuk tutupan lahan pohon (hutan) sebesar 4813,37 ton karbon, untuk tutupan lahan sawah sebesar 2368,08 ton karbon sedangkan untuk tutupan lahan semak sebesar 1688,3 ton. Total simpanan karbon di Kecamatan Dolok Sanggul sebesar 8869,74 ton.

Data dugaan simpanan karbon untuk Kecamatan Lintong Ni Huta yaitu untuk tutupan lahan non vegetasi sebesar 1489,48 ton karbon, untuk tutupan lahan gambut bekas tambang sebesar 545,20 ton karbon sedangkan untuk tutupan lahan semak sebesar 1630,02 ton. Total simpanan karbon di kecamatan Lintong Ni Huta sebesar 3664,70 ton.

Data dugaan simpanan karbon untuk Kecamatan Pollung yaitu untuk tutupan lahan pertanian kopi sebesar 1598,96 ton karbon, untuk tutupan lahan sawah sebesar 2126,35 ton karbon sedangkan untuk tutupan lahan semak sebesar 342,5 ton. Untuk tutupan lahan pohon di kawasan tersebut sebesar 391,84 ton. Total simpanan karbon di Kecamatan Pollung sebesar 4459,65 ton. Nilai kandungan karbon di tiap kecamatan tersaji pada Gambar 10.

Gambar 12. Nilai kandungan karbon tiap kecamatan 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Pollung Dolok Sanggul

Lintong Ni Huta

Total Simpanan Karbon

4459,65

8869,74

3664,704

Kecamatan Ton


(58)

Bobot Isi Tanah Gambut

Berat isi (Db) adalah masa fase padat tanah (Ms), dibagi dengan volume total tanah (Vt). Volume total tanah adalah jumlah volume dari fase padattanah dalam keadaan di lapangan. Nilai bobot Volume (Db) pada tanah gambut berkisar antara 0,05-0,3 g cm-3.

Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil dari berat volume (Bulk density) daribeberapa jenis tanah gambut pada lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengambilan contoh gambut pada lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan dilakukan pada beberapa tipe penutupan lahan di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lintong ni Huta, Kecamatan Pollung dan Kecamatan Dolok Sanggul. Untuk Kecamatan Lintong Ni Huta tipe tutupan lahan yaitu: tanah areal bekas tambang, tanah bervegetasi semak dan tanah tidak bervegetasi dengan nilai Db sekitar 0,12-0,309 gr/ cm3, sedangkan di Kecamatan Pollung tipe tutupan lahan yang terdapat di areal ini adalah tanah gambut di bawah vegetasi pohon, tanah gambut di bawah vegetasi semak, tanah gambut di bawah areal pertanian kopi dan tanah gambut pada areal persawahan dengan nilai Db berkisar 0,202-0,289 gr/ cm3. Untuk pengamatan yang dilakukan di Kecamatan Dolok Sanggul didapat bahwa tutupan lahan di areal gambut tersebut yaitu: vegetasi pohon, vegetasi semak dan kawasan sawah dengan nilai Db berkisar 0,187-0,298 gr/ cm3. Volume contoh tanah (Vt) dari ring contoh sebesar 118,7313 cm3. Nilai Bulk density yang diperoleh pada ketiga kecamatan tersebut berkisar antara 0,12 - 0,309 g cm-3. Nilai BD yang diperoleh dari data penelitian lapangan di kawasan gambut tersebut cukup besar, hal ini sesuai dengan pendapat Agus et al., (2011) yang menjelaskan bahwa tanah gambut memiliki nilai BD berkisar antara 0,03 -


(59)

0,3 g/cm3 dan dalam keadaan ekstrim bisa antara <0,01 dan >0,4 g/cm3. Nugroho et al., (1997) dan Widjaja (1997) juga menyebutkan bahwa nilai BD yang besar menunjukkan kadar air yang dimiliki termasuk rendah dan memiliki tekstur tanah yang kaut serta cukup berpengaruh terhadap kemampuan menahan subsiden yang tinggi.

Ketebalan Gambut

Pengukuran ketebalan tanah gambut dilakukan dilakukan dengan cara menggunakan bor tanah. Sampel tanah kemudian diambil dan disimpan di dalam plastik sampel. Ketebalan tanah gambut diukur menggunakan meteran pada bor tanah tersebut.untuk data ketebalan tanah gambut untuk setiap tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai ketebalan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan berkisar antara 65 cm sampai 112,5 cm. Gambut yang paling dalam yaitu pada tutupan lahan semak di Kecamatan Pollung dan yang paling dangkal terletak di areal persawahan di Kecamatan Dolok Sanggul. Tutupan lahan semak memiliki rata-rata kedalaman yang besar karena kawasan tersebut belum terjamah oleh manusia dan masih belum dilakukan pengelolaan/ konversi lahan, sehingga kawasan tersebut masih memiliki struktur tanah gambut yang baik. Sedangkan pada areal persawahan, pengelolaan kawasan telah dilakukan seperti pengeringan tanah, pembersihan lahan yang akan menyebabkan penurunan ketebalan struktur tanah gambut.

Nilai ketebalan tanah gambut tersebut sudah termasuk kedalam tipe kawasan gambut. Agus dan Made (2008) meyebutkan ketebalan > 50 cm telah termasuk kedalam kelompok kawasn gambut. Kriteria kedalaman gambut sesaui


(60)

dengan pendapat Agus dan Made (2008) yaitu: Gambut dangkal (50 – 100 cm), Gambut sedang (100 – 200 cm), Gambut dalam (200 – 300 cm), dan Gambut sangat dalam (> 300 cm) sehingga areal di Kabupaten Humbang Hasundutan termasuk kedalam gambut dangkal dan gambut sedang.

Kandungan Karbon (% C)

Data kandungan karbon (% C) gambut merupakan variabel utama untukmenentukan total karbon (cadangan karbon) yang tersimpan pada lahan gambut. Secara umum, cadangan karbon yang tersimpan pada hamparan tanah gambut dapat diketahui berdasarkan ketersediaan data: ketebalan gambut, kandungan karbon (%C), Bulk density, dan luas areal lahan gambut.

Kandungan karbon gambut ditentukan dengan metode Walkley and Black pada setiap tutupan lahan. Nilai kandungan karbon (%) Karbon tanah gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan berkisar antara 6,125-17,8125 %. Nilai Kandungan karbon terbesar terdapat di jenis tutupan lahan hutan di Kecamatan Dolok Sanggul dengan nilai 17,8125 % dan nilai kandungan karbon terendah terdapat di areal semak Kecamatan Pollung yang berkisar 6,125 %. Nilai yang besar yang terdapat di tegakan pohon dapat disebabkan karena kawasan ini belum terganggu dan masih memiliki struktur tanah dan ikatan atau penyimpanan karbon yang masih baik. Nilai terendah yang berada di tutupan lahan semak Kecamatan Pollung disebabkan areal ini telah dikeringkan dengan sistem parit yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan ikatan karbon tanah gambut. Nilai kandungan karbon ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurlaili (2003) di Kecamatan Lintong Ni Huta Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan nilai karbon 5,50-26,66 %. Nilai persen C dengan besar 18-38 % merupakan lahan


(61)

dengan sifat tanah mineral bergambut. Nilai persen karbon dipengaruhi oleh tingkat kematangan, sesuai dengan nilai kisaran C organik tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Sumatera yang dikeluarkan oleh Wahyunto et al., (2004) meyebutkan kandungan karbon terbesar terdapat pada jenis gambut dengan kematangan fibrik, kemudian saprik dan hemik. Sedangkan untuk tanah mineral yang memiliki kandungan gambut, nilai % C paling rendah dengan kisaran 28,95-39,81.

Hasil pengamatan di lapangan pada areal ini dapat diklasifikasikan menjadi tanah mineral bergambut karena sifat-sifat fisik seperti areal tersebut merupakan areal tergenang dengan jangka waktu yang sangat lama (jenuh air) dan memiliki ketebalan gambut lebih dari 60 cm. Pendapat ini juga diukung oleh pendapat Widjaja (1986) yang menegaskan tanah gambut merupakan tanah yang mengandung minimal 12 – 18% C organik dengan ketebalan minimal 50 cm, secara taksonomi tanah tersebut disebut juga sebagai tanah Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut > 40 cm, bila bulk density > 0,1 g/cm3. Selain itu tingkat kedalaman tanah yang tergolong dangkal di lokasi penelitian ini juga akan mempengaruhi tingkat kandungan karbonnya.

Pemanfaatan (konversi) lahan gambut di kawasan ini sebenarnya dapat dilakukan, jika tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan, keadaan sosial dan ekonomi masyarakat. Jika dilihat dengan parameter kandungan karbon tanah gambut, konversi lahan yang dilakukan untuk areal persawahan di Kecamatan Dolok Sanggul memiliki kandungan karbon yang masih cukup besar yaitu sebesar 16,69 % yang tidak berbeda jauh dengan kandungan karbon di tegakan hutan Kecamatan Dolok Sanggul yang nilainya 17,81 % selain itu pada pertanian


(62)

kopi di Kecamatan Pollung, nilai kandungan karbon areal ini termasuk cukup tinggi yaitu sebesar 15,94 %. Pemanfaatan areal gambut baik untuk areal pertanian kopi dan persawahan yang dipraktekkan di tempat ini masih cukup baik dari sisi kandungan karbonnya, sehingga rekomendasi yang dapat diberikan untuk pengelolaan lahan (konversi) yaitu pengelolaan lahan dapat dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan tindakan-tindakan pengelolaan lahan harus mempertimbangkan kemampuan penyerapan dan penyimpanan kandungan karbon pada kawasan tersebut.


(63)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Luas seluruh lahan gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah 6.289,08 ha atau berkisar 2,51 % dari luas total daratan Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Jenis Tutupan lahan adalah sawah lahan gambut, hutan lahan gambut, non vegetasi, semak lahan gambut, kawasan pertambangan gambut, dan pertanian kopi pada lahan gambut

3. Total kandungan karbon di kawasan gambut Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 16.994,09 ton.

Saran

Pengelolaan (konversi) lahan gambut hendaknya dilakukan dengan tetap memepertimbangkan daya dukung dan kelestarian lingkungan, sehingga diperoleh manfaat tidak hanya pada sisi lingkungan tetapi juga pada sisi sosial dan ekonomi masyarakat.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan I. G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai PenelitianTanah danWorld Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Agus, F dan Made, IF. 2011 Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Lingkungan. Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Andriesse, J. P. 1988. Ekologi dan Pengelolaan Tanah Gambut Tropika . Istomo. dan Firmansyah. penterjemah. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Roma. Italia.

Barchia, M. F. 2006. Gambut : Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

BPKH, 2009. Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa‐Madura. Yogyakarta.

Hairiah, K. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan. Petunjuk Praktis Edisi Kedua. World Agroforestry Center. Bogor Harjowigeno, S. H. 1996. Pengembangan Lahan Gambut Untuk Pertanian Suatu

Peluang dan Tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap IPB, tanggal 22 Juni 1996. Hal 4-6

Istomo. 2006. Peningkatan Sumberdaya Bahan Tambang Gambut: Penelitian Eksploitasi Bahan Tambang Gambut Di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara: Kerjasama antara Dinas Pertambangan dan kehutanan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dengan Fakultas Kehutanan IPB

Jaya. 2005. Analisis Citra Digital. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kabar Hijau, 2012. Konservasi Bersama Masyarakat. Komunitas Konservasi Indonesia Warsi. Jambi

Lu D. 2005. The Potential and Challenge of Remote Sensing-Based Biomass estimation. [Jurnal] International Journal of Remote Sensing, Vol. 27 No.7 Hal.1297-1328.


(65)

Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecology Of Mangroves. [Jurnal] Ann. Rev. Ecol. Syst5 : 39-65.

Murdiyarso, D., U. Rosalina, K. Hairiah, dan Muslihat. 2004. Petunjuk Lapang : Pendugaan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Yogyakarta: Kanisius.

Nugroho, K., G. Gianinazzi and IPG. Widjaja-Adhi. 1997. Soil Hidraulic Properties of Indonesian Peat. In: Rieley and Page (Eds.). pp. 147-156 In Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan.UK.

Nurlaili, 2003. Penurunan Permukaan Air Tanah Akibat Drainase dan Pengaruh Pemanasan Terhadap Sifat-Sifat Fisika Tanah Gambut Lintong Ni Huta Tapanuli Utara. Pasca Sarjana USU. Medan

Onrizal, et al., 2011. Pembangunan Kerangka Prioritas dan kelembagaan Mitigasi GRK Untuk Sektor Berbasis Lahan di Tingkat Daerah: Sebuah Potret Dari Sumatera Utara. Makalah seminar. IPB. Bogor.

Peace. 2007. Indonesia dan Perubahan Iklim: Status Terkini dan Kebijakannya. [www.peace.co.id].

Page, S. E., Siegert, J.O. Rieley, H-D.V. Boehm, A. Jaya, & S. Limin. 2002. The amount of karbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature 420:61-65

Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar (Perspektif Geodesi dan Geomatika ). Bandung : Informatika Bandung

Rosenqvist A, Masanobu S, Manabu W. 2004. ALOS PALSAR: Technical outline and mission concepts

Sari, M. 2002. Pengaruh Penambangan Gambut Terhadap Keanekaragaman Plankton dan Keadaan Vegetasi di Kawasan Gambut Lintong Ni Huta Kabupaten Tapanuli Utara. Pasca Sarjana USU. 2002.

Shimada M, Isoguchi O, Tadono T, Isono K. 2009. PALSAR Calibration Faktor Updated.

Sitorus, S. R. P. O. Haridjaya dan K. R. Brata, 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian- Institut Pertanian Bogor. Bogor


(66)

Soil Survei Staff. 2003. Key to Soil Taxonomy. 9th Edition. United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service. Tarigan, S. R. 2011. Kajian Emisi Karbon dari Galian dan Pembakaran Gambut

Topogen Di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Pasca Sarjana IPB. Bogor

Trisakti, Bambang. 2005. Orthorektifikasi Data Citra Resolusi Tinggi (aster dan spot) menggunakan aster dem. ITS. Surabaya

Wahyunto. 1989. Penggunaan Citra Satelit Berwarna Untuk Identifikasi Penggunaan Lahan dan Vegetasi Sebagian Daerah Jambi. Prosiding Expose Hasil-hasil Survei dan Pemetaan Tanah di daerah Jambi. Jambi, 26 Desember 1989.

Wahyunto, S. Ritung, Suparto, H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Wahyunto, D. Subardja, W. J. Suryanto, dan V. Suwandi. 1992. Identifikasi lahan rawa melalui citra landsat berwarna/FCC daerah Pancungsoal, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Hal. 35-40. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Wahyunto, Suparto, dan Suparmi. 1995. Teknologi Penginderaan Jauh untuk

menunjang inventarisasi sumberdaya lahan rawa dan pemanfaatannya. Studi kasus di Pulau Kalimantan. Hal. 7-15. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, No. 2, 1995.

Wetlands International Program, 2003. Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan Karbon Di Pulau Sumatera. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor

Widjaja Adhi. 1996. Prospek Pengembangan Lahan Gambut Untuk Pertanian Dalam Seminar Pengembangan Teknologi Berwawasan Lingkungan Untuk Pertanian Pada Lahan Gambut, 26 September 1996. Bogor

Wityati, Enny. 2011. Kajian Optimasi Pengelolaan Lahan Gambut dan Isu Perubahan iklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor


(67)

(68)

Lampiran 1. Titik Posisi ground check dan data titik lapangan

Tabel 1. Titik Posisi ground check

No LU BT Peta Kondisi Lapangan keterangan

1 2°15'6.67" 98°53'24.24" Tambang Tambang Sesuai 2 2°14'49.28" 98°53'26.28" Tambang Tambang Sesuai 3 2°15'10.47" 98°53'24.09" Tambang Tambang Sesuai 4 2°14'37.93" 98°53'15.17" Non Vegetasi Pertanian Tidak Sesuai 5 2°14'44.46" 98°53'7.85" Semak Pertanian Tidak Sesuai 6 2°14'38.66" 98°53'32.19" Non Vegetasi Tanpa Vegetasi Sesaui 7 2°15'5.18" 98°53'31.75" Semak Vegetasi Semak Sesuai 8 2°14'34.05" 98°53'38.63" Non Vegetasi Vegetasi Semak Sesuai 9 2°14'37.26" 98°53'45.68" Non Vegetasi Vegetasi Semak Sesuai 10 2°15'9.85" 98°53'30.49" Semak Vegetasi Semak Sesuai 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 2°15'2.83" 2°15'2.79" 2°15'9.29" 2°14'33.85" 2°14'35.56" 2°14'47.19" 2°15'21.09" 2°15'20.51" 2°14'41.65" 2°15'12.50" 98°53'13.46" 98°53'22.43" 98°53'31.64" 98°53'24.66" 98°53'29.96" 98°53'6.11" 98°53'1.28" 98°53'0.93" 98°53'26.41" 98°52'52.71" Tambang Tambang Semak Non Vegetasi Non Vegetasi Semak Tambang Tambang Non Vegetasi Semak Tambang Tambang Semak Non Vegetasi Non Vegetasi Semak Tambang Tambang Non Vegetasi Semak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai


(1)

Lampiran 4. Nilai Bulk Density Tanah Gambut di Kabupaten Humbang Hasundutan

Tabel 1. Nilai Bulk Density Tanah Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul No TutupanLahan Kecamatan Nilai Berat

Kering (gr)

Volume Total (m3)

Nilai Bulk Density

(BD)

1. A.Semak Pollung 36,9 118,7313 0,310786

B. Semak Pollung 20,7 118,7313 0,174343

2. VegetasiPohon Pollung 26,3 118,7313 0,221509

3. Pertanian Kopi Pollung 34,3 118,7313 0,288888

4. Sawah Pollung 23,98 118,7313 0,201969

5. Tambang Lintong Ni Huta 33,01 118,7313 0,278023

6. TanpaVegetasi Lintong Ni Huta 14,25 118,7313 0,120019

7. Semak Lintong Ni Huta 36,69 118,7313 0,309017

8. VegetasiPohon DolokSanggul 28,73 118,7313 0,241975

9. Sawah DolokSanggul 22,20 118,7313 0,186977


(2)

Lampiran 5. Nilai Persen (%) Karbon di Kabupaten Humbang Hasundutan

Tabel 1. Nilai Persen (%) Karbon di Kecamatan Dolok Sanggul

Tabel 2.Nilai Persen (%) Karbon di Kecamatan Pollung No. Panjang

Titrasi

Sampel Tanah

Nilai T/S 1-T/S 1− � � × 3,90

%Karbon Rata-rata Kandungan Karbon (%)

1 15,2 Semak 0,584615 0,415385 2,076923 8,1 6,125

2 24,3 Semak 0,934615 0,065385 0,326923 1,275 3 14 Semak 0,538462 0,461538 2,307692 9

4 24 Pohon 0,923077 0,076923 0,384615 15,5 12,31667

5 15 Pohon 0,576923 0,423077 2,115385 8,25 6 8,4 Pohon 0,323077 0,676923 3,384615 13,2

7 5,5 Sawah 0,211538 0,788462 3,942308 15,375 14,625 8 7,5 Sawah 0,288462 0,711538 3,557692 13,875

9 5 Pertanian 0,192308 0,807692 4,038462 15,75 15,9375 10 4,5 Pertanian 0,173077 0,826923 4,134615 16,125

Blanko 26

No. Panjang Titrasi

Sampel Tanah

T/S 1-(T/S)

1−�

�× 3,90

%

Karbon Rata-rata Kandungan Karbon (%)

1 4 Semak 0,153846 0,846154 4,230769 16,5 17,0625 2 4 Semak 0,153846 0,846154 4,230769 16,5

3 3 Semak 0,115385 0,884615 4,423077 17,25 4 2 Semak 0,076923 0,923077 4,615385 18

5 1,5 Sawah 0,057692 0,942308 4,711538 18,375 16,6875 6 3,5 Sawah 0,134615 0,865385 4,326923 16,875

7 5 Sawah 0,192308 0,807692 4,038462 15,75 8 5 Sawah 0,192308 0,807692 4,038462 15,75

9 3,2 Hutan 0,123077 0,876923 4,384615 17,1 17,8125 10 1,3 Hutan 0,05 0,95 4,75 18,525


(3)

Tabel 3.Nilai Persen (%) Karbon di Kecamatan Lintong Ni Huta

No.

Nilai

T Sampel Tanah %Karbon

Rata-rata Kandungan Karbon (%)

1 4,1 Tambang 15,69286 12,53572

2 12,4 Tambang 7,985714

3 5,8 Tambang 14,11429

4 7,7 Tambang 12,35

5 4,7 TanpaVegetasi 15,13571 12,35

6 7,2 TanpaVegetasi 12,81429

7 11,2 TanpaVegetasi 9,1

8 4,7 VegetasiSemak 15,13571 13,4875

9 9 VegetasiSemak 11,14286

10 7,1 VegetasiSemak 12,90714

11 5,1 VegetasiSemak 14,76429


(4)

Lampiran 6. Luas tanah gambut untuk setiap tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan

Tabel.1. Luas tanah gambut untuk setiap tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan

No Kecamatan Jenis Tutupan Lahan Luas Area 1 Dolok Sanggul Hutan 1313,68 Ha 2 Dolok Sanggul Sawah 1167,48 Ha 3 Dolok Sanggul Semak 332,04 Ha

4 Pollung Pertanian 330,62 Ha

5 Pollung Sawah 959,68 Ha

6 Pollung Semak 221,9 Ha

7 Pollung Pohon 151,53 Ha

8 Lintong Ni Huta Non Vegetasi 1256,31 Ha 9 Lintong Ni Huta Pertambangan 152,63 Ha 10 Lintong Ni Huta Semak 403,21 Ha


(5)

Lampiran 7.Ketebalan Gambut Kabupaten Humbang Hasundutan

Tabel .1.Ketebalan Gambut Kecamatan Pollung

No Jenis Tutupan Lahan Ketebalan Gambut 1. Hutan Lahan Gambut 95 cm ( 0,95 m) 2 Semak Lahan Gambut 112,5 cm (1,125 m)

3 Pertanian Kopi 105 cm (1,05 m)

4 Sawah 75 cm (0,75 m)

Tabel.2. Ketebalan Gambut Kecamatan DolokSanggul

No Jenis Tutupan Lahan Ketebalan Gambut

1 Hutan Lahan Gambut 85 cm (0,85m)

2 Sawah 65 cm (0,65 m)

3 Semak 100 m (1 m)

Tabel .3.Ketebalan Gambut Kecamatan Lintong Ni Huta

No Jenis Tutupan Lahan KetebalanGambut 1 Pertambangan Gambut 102,5 cm (1,025 m)

2 TanpaVegetasi 80 cm (0,8 m)


(6)

Lampiran 8. Peta Posisi Titik Lapangan

Gambar 1. Peta Titik Lapangan