1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah atau Agraria berasal dari kata Akker bahasa Belanda, Agros bahasa Yunani berarti tanah pertanian, Agger bahasa Latin berarti tanah atau sebidang
tanah, Agrarius bahasa latin berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian bahasa Inggris berarti tanah untuk pertanian.
1
Sebagaimana halnya di seluruh dunia, di Indonesia tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia
yang sangat mendasar. Disamping itu tanah juga memiliki karakteristik yang bersifat multi-dimensi, multi-sektoral, multi-disiplin dan memiliki kompleksitas yang tinggi.
Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial maupun politik. Bahkan khusus
untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara ekonomis.
Tanah merupakan salah satu komponen dari hak asasi manusia maka setiap orang harus diberi akses untuk memperoleh, mempunyai, memanfaatkan dan
mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dipunyai.
2
1
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Prenada Media Grup, 2008, hal .1
2
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Jakarta:Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 8.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Setiap kebijakan dan tindakan pemerintah yang bermaksud untuk mengurangi atau meniadakan hak hak atau meniadakan hak atas tanah dan hak-hak lain yang ada
di atasnya milik warga masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, akan mempengaruhi keberadaan dan keutuhan hak asasi manusia.
3
Di Indonesia pengertian tanah dipakai dalam arti juridis sebagai suatu pengertian yang telah dibatasi dalam UUPA, yakni tanah hanya merupakan
permukaan bumi saja.
4
Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua, dengan ukuran panjang dan lebar.
Masalah sumber daya alam diatur dalam konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan secara jelas bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal ini secara prinsip memberi landasan hukum bahwa bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
5
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 mengandung pengertian bahwa negara bukanlah pemilik tanah
sebagaimana asas domein yang dianut oleh negara barat yang berlaku sebelum lahirnya UUPA. Negara menguasai yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Hak
Menguasai Negara”, yang dimaksud dikuasai oleh negara adalah bahwa negara diberi wewenang untuk :
3
Ibid, hal. 9.
4
Lihat Pasal 4 UUPA. Bahwa atas dasar hak menguasai Negara ditentukan adanya bermacam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada yang dipunyai
orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
5
Bactiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Bandung: Alumni,1993, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
3
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
2. Menentukan dan menetapkan hak-hak yang dapat dimiliki yaitu bumi, air, dan ruang angkasa sesuai ketentuan yang berlaku; dan
3. Mengatur dan menetapkan lembaga-lembaga hukum tentang bumi, air, dan ruang angkasa.
Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dijabarkan lebih lanjut oleh UUPA melalui pasal-pasalnya. Pasal 2 ayat 1 berbunyi :
Atas dasar ketentuan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, dan hal- hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1 satu bumi, air, dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 2 Ayat 1 UUPA ini menunjukkan suatu sikap bahwa untuk mencapai tujuan dari Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah pada tempatnya
bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah.
6
UUPA adalah hukum tanah nasional yang berlaku di negara Republik Indonesia. Undang-undang ini mengatur jenis-jenis hak atas tanah dalam aspek
perdata dan aspek administrasi, yang berisi politik pertanahan nasional, yang semuanya bertujuan untuk menciptakan unifikasi hukum pertanahan di Indonesia.
UUPA merupakan hukum agraria nasional yang di-saneer dari hukum adat.
7
6
A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar
Maju, 1994, hal. 33.
7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Jakarta : Djembatan,1989, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
4
Dalam Pasal 2 UUPA disebutkan bahwa tanah pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pengertian tanah negara dalam arti
sempit menurut Boedi Harsono adalah :
8
harus dibedakan dengan tanah-tanah yang dikuasai oleh departemen-departemen dan lembaga-lembaga pemerintah, non depertemen lainnya
dengan Hak Pakai, yang merupakan asset atau bagian kekayaan negara, yang penguasaannya ada pada Menteri Keuangan. Penguasaan tanah-tanah negara dalam arti publik, sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ada pada Menteri Negara AgrariaKepala BPN.
Maksud Pasal 2 ayat 1 UUPA adalah negara mempunyai kekuasaan mengatur tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang atau badan hukum maupun
tanah-tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum akan langsung dikuasai oleh negara.
9
Dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan
bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Dengan demikan yang dipunyai
dengan hak-hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
10
Berdasarkan hal tersebut, tanah mempunyai nilai yang sangat strategis dan berharga sebagai potensi modal yang menguntungkan. Akibatnya harga
tanah cenderung meningkat dalam kehidupan masyarakat.
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria dan Pelaksanaannya,
Jakarta: Djambatan, 1989, hal. 275.
9
Bactiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Bandung: Alumni, 1993, hal. 2.
10
Budi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia, jilid I Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Djambatan, 1999, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
5
Berdasarkan pasal tersebut maka negara sebagai badan penguasa atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya berwenang
untuk mengatur dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran bangsa Indonesia. Maksud Pasal 2 ayat 1 UUPA adalah negara mempunyai kekuasaan
mengatur tanah-tanah yang telah dimilki seseorang atau badan hukum maupun tanah- tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum akan langsung dikuasai
oleh negara.
11
Salah satu hal yang perlu diatur lebih tegas adalah perihal alih fungsi tanah. Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu
kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan
peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur
industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar- besaran.
12
Tanah negara dapat dimiliki oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam
memanfaatkan aset negara yang diserahkan melalui hak pakai atau hak pengelolaan kepadanya. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki tanggungjawab
sepenuhnya dalam pembangunan infrastruktur di daerah. Daerah-daerah yang tidak
11
Bactiar Effendi, Op. Cit., hal. 2.
12
Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
6
memiliki sumber
keuangan yang
cukup untuk
melakukan pembangunan
berkelanjutan harus mengoptimalkan potensi yang ada serta mencari alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya
dan menyejahterakan kehidupan
masyarakat daerah. Terkait optimalisasi pengelolaan tanah milik pemerintah daerah, salah satu
alternatif yang sering digunakan adalah program BOT Build Operate Transfer. Program BOT dikenal luas di dunia sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan
sumber dana dan sumber daya dalam membangun infrastruktur, seperti sarana umum berupa pasar danatau pusat perbelanjaan, sarana transportasi, telekomunikasi dan
listrik. Penyusunan penelitian ini menggunakan istilah Bangun Guna Serah sebagai
terjemahan Build, Operate, Transfer BOT, dengan didasari alasan-alasan sebagai berikut:
1. Walau hingga saat ini belum terdapat keseragaman istilah sebagai terjemahan
resmi dari Build, Operate, Transfer BOT tetapi beberapa penulis telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah yaitu salah satu diantaranya Sunaryo
Basuki dalam Aspek Hukum Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Pihak Swasta Bentuk Kerjasama dan Pembuatan MoU, Lembaga
Penelitian, Pengkajian, Pengembangan Hukum, Ekonomi dan Teknologi LP3HET,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 2.
Kementerian Keuangan dahulu Departemen Keuangan telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Universitas Sumatera Utara
7
96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
3. Kementerian Dalam Negeri dahulu Departemen Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tanggal 1
Februari 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah; 4.
Dalam bidang perpajakan,
Kementerian Keuangan
dahulu Departemen
Keuangan telah menggunakan istilah Bangun Guna Serah dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248KMK.041995 tanggal 2 Juni 1995 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-pihak yangMelakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah Build Operate and Transfer.
Bangun Guna Serah BGS adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan danatau sarana, berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan danatau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu.
13
Sistem ini berbeda dengan Bangun Serah Guna Build Transfer Operate = BTO
yaitu pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan danatau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya
13
Angka 1 Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara.
Universitas Sumatera Utara
8
diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
14
BOT = Build-Operate-Transfer dibangun, dioperasikan, diserahkan kembali adalah tanah pemerintah daerah dibangun oleh pihak ketiga dan setelah pembangunan
selesai, bangunan tersebut dioperasikan oleh pihak ketiga yang bersangkutan untuk jangka waktu tertentu. Tanah dan bangunan tersebut harus diserahkan kembali kepada
Pemerintah Daerah pemilik tanah
setelah berakhirnya
jangka waktu yang
ditentukan.
15
Sistem Bangun Kelola Serah
16
atau yang lazimnya disebut BOT Agreement adalah perjanjian antara 2 dua pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan
penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua investor, dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau
mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah
beserta bangunan
komersial di
atasnya dalam
keadaan dapat
dan siap
dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.
17
14
Angka 2 Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara
15
Yoga Puspita, Ragam Kerjasama Pemerintah Suatu Kajian Yuridis Sosiologis, Lembaga Pengembangan Hukum Universitas Pancasila, disajikan dalam Seminar Kerjasama Pemerintah –
Swasta, Universitas Pancasila, 5 Juni 2012. hal. 1.
16
Sistem Bangun Kelola Serah BKS adalah padanan frase sistem Bangun Guna Serah yang merujuk pada pengertian yang sama yaitu Build, Operate, Transfer BOT
17
http:advokatku.blogspot.com200905bot-build-operate-and-transfer.html, diakses pada Senin 27 Mei 2013, pukul 02.48 WIB.
Universitas Sumatera Utara
9
Saat ini pengaturan mengenai kerjasama Bangun Guna Serah Build Operate Transfer
BOT mengacu pada 3 tiga aturan utama yaitu: 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah; 3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara. Walau demikian, berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan,
ditemukan fakta bahwa masih terdapat aturan-aturan lain yang secara tidak langsung memberikan gambaran mengenai sistem Bangun Guna Serah, yaitu misalnya dalam
Lampiran 7 Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02PM2002 tanggal 27 Desember 2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Dijelaskan bahwa dalam pola BOT, investor mengelola aset Kerjasama
Operasi KSO yang dia danai pembangunannya sampai berakhirnya masa konsesi. Pemilik aset juga bisa menyerahkan asetnya atau hak penyelenggaraan usaha untuk
dimanfaatkan dalam kerjasama operasi. Pada akhir masa konsesi investor menyerahkan aset kerjasama operasi kepada pemilik aset. Investor membayar kepada
pemilik aset atas aset atau hak penyelenggaraan usaha yang diterima pada awal masa
Universitas Sumatera Utara
10
konsesi. Investor juga melakukan pembayaran secara periodik kepada pemilik aset atas bagian pendapatan kerjasama operasi yang menjadi hak pemilik aset.
18
BOT Build Operate Transfer merupakan suatu teknik pemerintah untuk mengembangkan proyek-proyek infrastruktur meliputi beragam fasilitas yang
berfungsi utama untuk melayani kebutuhan masyarakat, untuk memberikan pelayanan sosial dan mempromosikan kegiatan ekonomi dengan menggunakan inisiatif dan
pendanaan dari pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam program BOT Build Operate Transfer
dalam hal mendesain, menyediakan keuangan, membangun dan mengoperasikan fasilitas untuk kemudian akhirnya, setelah masa jangka waktu
tertentu kepemilikan ditransfer kepada pemerintah. Pemerintah memilih pelaksanaan program BOT Build Operate Transfer
adalah untuk mendapatkan pendanaan dari pihak swasta serta sumber daya yang kompeten dalam bidang pengembangkan infrastruktur. Investasi uang selalu
sebanding dengan risiko dan tingkat return on investment; risiko lebih tinggi jika secara ekonomi proyek tersebut tidaklah ekonomis. Dalam keadaan seperti itu,
negosiasi untuk pengaturan ekuitas-utang dengan penghindaran risiko bisa saja memakan waktu yang lama, membuat proyek BOT lebih mahal daripada jika
pemerintah mengerjakan proyek itu sendiri. Jadi, ketika proyek dianggap tidak ekonomis, pemerintah harus mempertimbangkan mengerjakan proyek sendiri atau
setidaknya melakukan investasi publik tertentu dalam proyek BOT. Bila pembiayaan
18
Lampiran 7 Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02PM2002 tanggal 27 Desember 2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik.
Universitas Sumatera Utara
11
internasional dianggap perlu, maka pemerintah harus mempertimbangkan dengan hati-hati dalam menetapkan fee bagi penggunaan fasilitas, terutama jika ekonomi
nasional buruk dan kemungkinan terjadi devaluasi mata uang lokal.
19
Seluruh uraian tersebut di atas membuktikan bahwa pengaturan mengenai Bangun Guna Serah sebagai salah satu pilihan dalam sistem penggunaan dan
pemanfaatan barang milik negara telah semakin baik dan komprehensif. Namun walau demikian, masih terdapat celah atau kekurangan dalam aturan-aturan tersebut,
misalnya: 1 tidak terdapat kriteria dan parameter yang jelas mengenai waktu dan dasar
landasan diadakannya Bangun Guna Serah Build Operate Transfer BOT; 2 tidak terdapat aturan rinci dan pasti mengenai kriteria tanah yang dapat
dijadikan objek dalam Bangun Guna Serah Build Operate Transfer BOT; 3 tidak terdapat aturan mengenai besaran minimal nilai kontribusi yang harus
dibayarkan oleh mitra swasta kepada pemerintah daerah, baik secara persentase maupun secara besaran rupiah;
4 terkait kedudukan perjanjian Bangun Guna Serah Build Operate Transfer BOT,
tidak terdapat aturan yang jelas yang mengatur apakah Pemerintah Pusat sebagai induk koordinator dari seluruh pemerintahan daerah dapat
membatalkan perjanjian Bangun Guna Serah yang telah dibuat oleh suatu
19
http:advokatku.blogspot.com200905bot-build-operate-and-transfer.html, diakses pada Minggu tanggal 26 Mei 2013 pukul 22.28 WIB.
Universitas Sumatera Utara
12
Pemerintah Daerah jika terdapat keadaan atau klausul perjanjian yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, dalam praktik pelaksanaan dan penerapan Bangun Guna Serah Build Operate Transfer BOT
tersebut, masih terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, terutama dalam hal tahapan penyelenggaraan Bangun Guna
Serah. Hal yang paling sering terjadi adalah tidak adanya tender pemilihan mitra Bangun Guna Serah, sebagaimana telah diamanatkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Walau demikian, praktik pelaksanaan Bangun Guna Serah Build Operate Transfer BOT
telah dilakukan di berbagai daerah oleh berbagai instansi dengan tujuan yang berbeda satu sama lain, yaitu diantaranya:
a. Pembangunan pusat bisnis dan perkantoran Royal World Plaza RWP di
Tenggarong, Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara;
20
b. Pembangunan Plasa Taman Bontang di atas tanah milik Pemerintah Kota
Bontang;
21
c. Pembangunan Plasa Dumai di atas tanah milik Pemerintah Kota Dumai,
Pekanbaru;
22
20
www.kutaikartanegara.comnews.php?id=3749, diakses pada Minggu 26 Mei 2013 pukul 22.10 WIB.
21
Surat PT Inti Griya Prima Sakti kepada Walikota Tebing Tinggi Nomor 12IGPS- SMGTTGI08 tanggal 21 Januari 2008, hal: Kerjasama BOT Lahan Milik Pemerintah Kota Tebing
Tinggi. h. 1.
22
Ibid. h. 1.
Universitas Sumatera Utara
13
d. Pembangunan Plasa Teladan Medan di atas tanah milik Pemerintah Kota Medan,
Sumatera Utara;
23
e. dsb.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dihubungkan dasar-dasar pengertian dan dasar hukum program Build Operate Transfer BOT tanah milik negara dengan
pelaksanaan alih fungsi aset pemerintah melalui program Build Operate Transfer BOT antara Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan PT. Inti Griya Prima Sakti
dalam penelitian tugas akhir di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul: “ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI ASET
PEMERINTAH MELALUI PROGRAM BUILD OPERATE AND TRANSFER BOT ANTARA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN PT. INTI
GRIYA PRIMA SAKTI”
B. Perumusan Masalah