Bioreaktor Membran Untuk Pengolahan Air limbah

5.5 Bioreaktor Membran Untuk Pengolahan Air limbah

Bioreaktor membran yang banyak digunakan untuk pengolahan air limbah merupakan kombinasi dari teknologi pemisahan membran ( Membrane Separation Technology ) dengan bioreaktor. Secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut : limbah yang mengandung zat organik masuk ke dalam bioreaktor (tangki aerasi) untuk mengalami reaksi degradasi dan oksidasi. Kemudian cairan beserta biomassa dari tangki aerasi dipompakan ke unit filtrasi membran, sehingga biomassa dapat dipisahkan dari air yang telah diolah ( treated water ). Filtrat akan sebagai aliran keluar, sedangkan konsentrat (biomassa) disirkulasikan balik ke tangki aerasi. Biomassa berlebih dapat dikeluarkan secara berkala melalui kerangan lumpur.

Pengolahan air limbah konvensional secara aerobik ( Activated Sludge ) sangat sulit ditingkatkan kemampuan pembebanannya, sehingga seringkali diperlukan luas lahan yang cukup besar untuk pengolahan limbah. Hal ini disebabkan oleh dibatasinya konsentrasi mikroba

maksimum dalam tangki aerasi yaitu sekitar 5 3 – 8 kg/m . Apabila batas ini dilewati akan muncul masalah dalam pengendapan di bak sedimentasi, sehingga kualitas keluaran ( effluent ) akan

memburuk. Dengan luas lahan yang cukup besar, maka biaya investasi akan meningkat. Di samping itu, dalam banyak kasus, industri tertentu seringkali menghadapi kendala lahan, sehingga pemakaian pengolahan limbah konvensional tidak memungkinkan. Dalam kasus-kasus seperti ini bioreaktor membran akan merupakan alternatif teknologi.

Beberapa hal pokok yang membedakan bioreaktor membran dengan teknologi aerobik konvensional dikemukaan oleh van Dijk, dkk (1997), yaitu :

 Konsentrasi biomassa tinggi : konsentrasi biomassa dapat mencapai 35 kg/m 3 . hal ini akan mempercepat degradasi zat pencemar. Ukuran tangki aerasi bias menjadi relatif kecil

dibandingkan dengan teknologi konvensional.  Produksi panas per satuan volume reaktor meningkat : akibat tingginya aktivitas mikroba,

maka panas yang dilepaskan per satuan volume reaktor meningkat. Reaktor dapat bekerja pada temperatur 35-40 o

C yang seringkali merupakan temperatur optimum bagi proses biologis.

 Konsumsi oksigen : dengan konsentrasi biomassa yang tinggi maka kebutuhan oksigen per satuan waktu akan meningkat pula. Untuk mencapai keadaan ini diperlukan sistem pemasok

oksigen yang baik agar reaktor bisa tetap kompak.  Kualitas keluaran sangat baik : ini biasa dipahami karena keluaran harus melalui membran

terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Hal ini memperbesar peluang penggunaan kembali keluaran tersebut.

 Produksi biomassa rendah : produksi biomassa pada bioreaktor membran relatif rendah dibandingkan dengan sistem konvensional, akaibat temperatur yang tinggi dan pembebanan

(F/M) yang rendah. Penerapan bioreaktor membran dalam skala nyata telah dipakai untuk mengolah : landfill leachate , limbah dari industri kimia, industri kulit dan kertas / pulp . Penerapan bioreaktor membran, saat ini, masih agak terbatas akibat diperlukannya energi yang tinggi untuk mempertahamkan supaya kecepatan alir silang dan permeabilitas membran tetap tinggi. Hal tersebut menimbulkan biaya yang cukup tinggi untuk pemisahan dengan membran.

Dengan menggunakan membran hollow-fibre dan teknik-teknik tertentu kebutuhan energi dapat diturunkan secara nyata, di samping itu pengendalian terhadap pemisahan membran dapat diatasi. Hal lain yang perlu dicatat adalah harga membran cenderung menurun secara nyata dalam sepuluh tahun terakhir ini.

Hingga saat ini, bioreaktor membran digunakan dalam skala nyata untuk mengolah air limbah yang relatif pekat, karena biaya pemisahan dengan membran masih relatif mahal. Pengembangan teknologi membran dengan energi rendah dan biaya membran yang cenderung makin murah menciptakan kemungkinan penggunaan bioreaktor membran menjadi lebih luas. Teknologi ini membuka peluang penggunaan kembali air limbah, baik limbah industri maupun domestik, pengurangan lumpur yang terbentuk dan luas lahan yang relatif kecil ( small foot print ).