Aliansi militer negara-negara kawasan Asia Timur

2.1 Aliansi militer negara-negara kawasan Asia Timur

Semenanjung Korea selalu menjadi titik strategis di mana kepentingan negara- negara besar bertemu. Jika pada masa Perang Dingin kedua Korea bersatu di bawah komunisme dan memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet, Korea akan menjadi ancaman bagi Cina dan Jepang. Sebaliknya, apabila dua Korea menjadi mitra keamanan Cina, hal tersebut akan membahayakan bagi Uni Soviet dan Jepang. Pasca berakhirnya Perang Dingin konstelasi keamanan di Semenanjung Korea juga tidak berubah secara signifikan. Secara geopolitik, wilayah Semenanjung Korea yang terletak di antara Cina dan Jepang tetap menjadikan ia memegang peran sebagai jembatan kultural. Di samping itu, Semenanjung Korea juga berfungsi sebagai koridor invasi Cina, Jepang, dan Amerika Serikat, baik invasi terhadap bangsa Korea maupun terhadap satu sama lain. Saat Korea dikuasai Cina, misalnya, hal tersebut akan membahayakan keamanan Jepang, sementara saat Jepang memegang kendali atas kekuasaan di Korea, maka ia akan menjadi ancaman bagi Cina. 64

62 Saunders, p. 27. 63 N.W. Veronika, ‘Dari Uang ke Senjata: Kompetisi Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Keamanan

Kawasan Asia Pasifik,’ Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, vol. 7, no.2, September 2011, p. 162. 64 Y.S. Yoon & M. Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat

Internasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2004, pp. 18-19.

Peran penting Semenanjung Korea menjadikan Amerika Serikat tidak akan membiarkan dua Korea, khususnya Korea Selatan, menjadi mitra keamanan Cina. Apabila hal tersebut terjadi, Jepang akan kehilangan kepercayaan terhadap Amerika Serikat sebagai pihak penjamin keamanan di kawasan Asia Timur. Hilangnya kepercayaan itu akan membuat Jepang mempertimbangkan kembali kebijakan keamanannya dan memutuskan untuk mengembangkan kekuatan senjata nuklir mereka. Peran penting Semenanjung Korea tersebutlah yang menjadikan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan saling menjalin aliansi pertahanan guna melindungi kepentingan masing-masing dan untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan. 65

Situasi di atas kemudian menjadi panduan utama dalam aliansi pertahanan Amerika Serikat dengan Jepang. Pada April 1997, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Jepang Hashimoto Ryutaro bertemu di Tokyo untuk membicarakan Japan-US Declarations on Security: Alliance for the 21 st Century. Dokumen perjanjian tersebut menegaskan tentang pentingnya aliansi antara Jepang dan Amerika Serikat bagi kepentingan domestik maupun kawasan. Selain itu, dokumen tersebut menyatakan bahwa Jepang dan Amerika Serikat saling berupaya untuk meningkatkan kerja sama, terutama dalam peningkatan hubungan kerja sama keamanan, peninjauan kembali panduan kerja sama tahun 1978, dan pencegahan penyebaran senjata nuklir di kawasan Asia Timur. 66 Tujuan utama perjanjian yang secara resmi diterbitkan pada September 1997 tersebut adalah mengusahakan kerja sama keamanan yang efektif antara Jepang dan Amerika Serikat, terutama mengantisipasi ancaman serangan militer dan gangguan keamanan Jepang. 67

Pasca berakhirnya Perang Dingin, Jepang mulai meningkatkan perhatian dan kepedulian terhadap kerja sama keamanan multilateral. Jepang memutuskan untuk lebih aktif dalam upaya menjaga perdamaian dan keamanan, khususnya dalam upaya menjaga kepentingan nasionalnya di kawasan. Upaya ini terbentuk melalui Japan Self Defeanse Force (JSDF) yang mempromosikan dialog keamanan. JSDF juga merupakan bukti

65 Yoon & Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional, pp. 18-19.

66 A. Tsuneo, ‘US-Japan Relations in the Post–Cold War Era: Ambigious Adjusment to a Changing Strategic Environment,’ dalam I. Takashi & P. Jain (eds.), Japanese Foreign Policy Today: A Reader, Palgrave,

New York, 2000, pp. 186-187. 67 Tsuneo, p. 187.

eksistensi Jepang dalam upaya kerja sama keamanan kawasan yang mencakup pertukaran tentara militer dan penelitian serta program latihan gabungan. 68 Program ini kemudian berlanjut dengan terbentuknya National Defense Program Outline (NDPO) pada 28 November 1995. Program ini terdiri dari empat isu, yaitu (1) kontribusi terhadap perdamaian internasional yang diwujudkan dengan kegiatan kerja sama perdamaian internasional; (2) kontribusi terhadap promosi kerja sama internasional dalam partisipasi bantuan bencana internasional; (3) promosi tentang dialog keamanan dan peningkatan kerja sama antara negara-negara kawasan Asia Timur; dan (4) kerja sama Jepang dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi lainnya dalam upaya melakukan kontrol dan perlucutan senjata untuk tujuan menghentikan penyebaran senjata pemusnah massal dan senjata konvensional lainnya, termasuk senjata nuklir. 69

Setelah pendudukan Amerika Serikat terhadap Jepang secara resmi berakhir pada tahun 1952 dengan ditandatanganinya perjanjian San Fransisco, ternyata tidak mungkin bagi Jepang untuk melepaskan diri dari kepentingan strategis Amerika Serikat baik secara global maupun kawasan. Terdapat berbagai pemikiran ketika Jepang mencoba untuk menentukan bentuk dasar diplomasi yang akan dijalankan setelah memperoleh kemerdekaan. Ada yang cenderung berorientasi pada keinginan untuk tetap mempertahankan hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat, ada yang ingin memiliki kemandirian politik, tetapi tetap dalam kerangka memelihara hubungan dengan Amerika Serikat, dan ada juga yang berkeinginan untuk menjalankan diplomasi yang mandiri terlepas dari pengaruh Amerika Serikat. Jepang berusaha melakukan diplomasi untuk menjaga keseimbangan antara keinginan untuk bertindak lebih mandiri, tetapi dengan tetap memelihara kedekatan hubungan dengan Amerika Serikat. 70 Terlepas dari semua itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan:

We welcome the Obama administration’s policy called the “pivot to Asia” because it is a contributing factor to the safety and peace of the region. I think this pivot policy is playing an indispensable role in enhancing the deterrence of the U.S.-Japan alliance, as well as ensuring peace and security in the Asia-Pacific region. Last year in April, President Obama

68 Yamaguchi, p. 6. 69 Yamaguchi, pp. 6-7.

70 A. Irsan, Jepang: Politik Domestik, Global & Regional, Hasanuddin University Press, Makassar, 2005, pp. 91-92.

visited Japan. On that occasion he mentioned the importance of the U.S.- Japan alliance, especially for the security of the Asia-Pacific region … This is the time and age when one country alone cannot defend and protect its own peace and security. So with the countries of the world, we must cooperate and we must contribute so we can achieve the peace and stability, peace and safety, for our own country, for the region we are in as well as for the entire world. 71

Pernyataan Abe di atas menunjukan bahwa Jepang sekarang masih tetap menjadi mitra keamanan yang penting bagi Amerika Serikat di kawasan Asia Timur. Jepang juga memberikan kepercayaan kepada Amerika Serikat untuk melakukan stabilisasi keamanan domestik Jepang dan memainkan peran dalam menjaga keamanan kawasan Asia Pasifik secara umum. Saat ini, kehadiran personel militer Amerika Serikat di Jepang, terutama di pulau Okinawa, dinilai merupakan strategi untuk merespon potensi konflik di Asia Timur. Selain ditempatkan di pulau Okinawa, pasukan militer Amerika Serikat juga ditempatkan di pangkalan udara Yokota dan pangkalan udara Kadena yang merupakan tempat transit pesawat dalam kegiatan militer Jepang di seluruh kawasan. 72

Walaupun Jepang sudah memiliki kebebasan dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan luar negerinya, tetapi kedekatan hubungan politik dengan Amerika Serikat telah membuat setiap kebijakan politik dan hubungan luar negeri negara ini tidak dapat dilepaskan dari kepentingan Amerika Serikat. Terlebih dalam hal yang berhubungan dengan pengembangan angkatan bersenjata militer. Jepang masih memiliki keterikatan pada Undang-Undang Dasar yang membuat pembatasan-pembatasan tertentu yang secara tidak langsung banyak dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Angkatan bersenjata militer Jepang secara resmi hanya berfungsi sebagai pasukan pengamanan wilayah Jepang terhadap kemungkinan gangguan dari dalam maupun luar negeri, tetapi secara formal tetap dianggap belum berfungsi sebagaimana layaknya angkatan bersenjata di negara- negara lainnya. Keamanan Jepang juga masih berada dalam perlindungan Amerika Serikat, terutama dalam menghadapi kemungkinan terjadinya serangan dari luar, khususnya bahaya perang nuklir. 73

71 ‘David Ignatius’s full interview with Japanese Prime Minister Shinzo Abe,’ Washington Post (daring), 26 March 2015, < http://www.washingtonpost.com/blogs/post-partisan/wp/2015/03/26/david-ignatiuss-full-

interview-with-japanese-prime-minister-shinzo-abe/ >, diakses pada 28 Maret 2015. 72 D.J. Berteau & M.J. Green, U.S. Force Posture Strategy in the Asia Pacific Region: An Independent

Assessment, CSIS Press, Washington, D.C., 2012, p. 50. 73 Irsan, pp. 93-94.

Aliansi antara Amerika Serikat dengan Jepang dan Korea Selatan masih dinilai perlu untuk dipertahankan karena beberapa faktor, yaitu meningkatnya kekuatan anggaran militer Cina, ketegangan Semenanjung Korea dan permasalahan klaim wilayah. 74 Ketidakstabilan keamanan dan permasalahan klaim wilayah antara Jepang dengan Cina dianggap merupakan faktor penting dalam memotivasi para pemimpin Cina untuk mengadopsi pendekatan militer yang konfrontatif. Jika ini terjadi, Cina berpotensi menjadi tantangan terbesar bagi Jepang dan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur. 75

Untuk mengatasi permasalahan klaim wilayah dengan Cina, sejak masa pemerintahan Perdana Menteri Junichiro Koizumi Jepang terus melakukan upaya intesif dalam menjalin komunikasi dan normalisasi hubungan dengan Cina. PM Koizumi pernah mengundang Presiden Hu Jintao untuk datang ke Tokyo, tetapi ajakan itu tidak ditanggapi baik oleh Hu, yang meminta Jepang lebih dulu mengeluarkan pernyataan maaf secara resmi atas kejahatan perangnya. 76 Meskipun Cina belum memberikan reaksi yang aktif terkait dengan normalisasi hubungan dengan Jepang, setidaknya ini merupakan salah satu langkah baik di kawasan. Permasalahan klaim wilayah dan peningkatan anggaran militer Cina yang tiga kali lebih besar dari anggaran militer Jepang membuat Jepang merespon secara negatif dan meminta Cina transparan dalam anggaran militernya. Dapat dipahami, Jepang terus mengintensifkan hubungan sebagai mitra keamanan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur karena khawatir akan ancaman dari Cina.

Selain menjalin aliansi militer dengan Jepang, dalam upaya mencapai kepentingannya di kawasan Asia Timur Amerika Serikat juga menjalin aliansi militer dengan Korea Selatan. Pasukan militer Amerika Serikat pertama kali mendarat di Semenanjung Korea pada tanggal 8 September 1945 setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas utama pasukan militer tersebut adalah melucuti senjata pasukan Jepang dan memegang kendali atas wilayah Jepang. Dalam perkembangannya, Amerika Serikat menjadi pendukung utama pembentukan Republik Korea, pelindung Korea Selatan dari

74 Tsuneo, p. 177. 75 A.S. Erickson, ‘Changing Military Dynamics in East Asia, Through The Lens of Distance: Understanding

and Responding to China’s “Ripples of Capability”,’ Policy Brief, no. 10, January 2012, pp. 2-3.

76 N.R. Yuliantoro, Menuju Kekuatan Utama Dunia: Sekilas Politik Luar Negeri Cina, Institute of International Studies, Yogyakarta, 2012, p. 93.

ancaman pihak luar, dan pemberi bantuan untuk pembangunan ekonomi Korea Selatan. 77 Aliansi militer antara Amerika Serikat dengan Korea Selatan telah disepakati sejak masa

Perang Dingin. Aliansi ini telah mengalami beberapa perubahan sejak masa tersebut. Pada tahun 1954 Amerika Serikat dan Korea Selatan menandatangani Perjanjian Keamanan Bersama (Mutual Security Aggrement) yang ditujukan untuk memberikan pertahanan terhadap ancaman agresi dari pihak luar. 78 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak berakhirnya Perang Korea, keamanan Korea Selatan sangat tergantung pada aliansi militernya dengan Amerika Serikat, termasuk dalam upaya untuk mencegah serangan dari Korea Utara.

Peran penting yang dimainkan Amerika Serikat sejak penandatanganan perjanjian itu dapat terlihat dari jumlah bantuan ekonomi dan militer dari Amerika Serikat kepada Korea Selatan. Sampai tahun 1970-an bantuan ekonomi dan militer yang diberikan Amerika Serikat kepada Korea Selatan mencakup 8% dari keseluruhan jumlah bantuan yang diberikan Amerika Serikat terhadap berbagai negara di dunia. Bantuan ekonomi yang diterima Korea Selatan itu sendiri mencakup 5% dari total GNP Korea Selatan. Amerika Serikat juga terus mendukung Korea Selatan di organisasi-organisasi internasional agar Korea Selatan dapat memperjuangkan kepentingannya. Di balik hubungan aliansi tersebut, terdapat tujuan yang berbeda yang ingin dicapai oleh masing- masing pihak. Melalui aliansi tersebut Amerika Serikat ingin membendung pengaruh Uni Soviet dan Cina, sedangkan Korea Selatan berkeinginan untuk mencegah serangan Korea Utara. 79

Meskipun Korea Selatan mendapat dukungan dari pasukan militer Amerika Serikat yang ditempatkan di Korea Selatan, sampai tahun 1980-an ia tidak selalu mampu untuk mempertahankan diri dari serangan pihak Korea Utara karena kekuatan militer Korea Utara jauh lebih unggul dari Korea Selatan. Anggota militer Korea Utara mencapai 1,2 juta personel, dua kali lipat jumlah personel Korea Selatan yang hanya berjumlah 600.000

77 Yoon & Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional, p. 58.

78 Goo & Lee, p. 330. 79 Yoon & Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat

Internasional, p. 59.

personel militer. Sehingga sampai akhir tahun 1990-an pasukan militer Amerika Serikat di Korea Selatan berfungsi sebagai penyeimbang kekuatan militer antara kedua Korea. 80

Sejak pertengahan tahun 1980-an, kekuatan pertahanan nasional Korea Selatan sudah dianggap seimbang dengan Korea Utara. Hal ini disebabkan keberhasilan proyek modernisasi militer Korea Selatan yang sudah dimulai sejak 1970-an. Keberhasilan proyek itu dapat dicapai karena adanya pertumbuhan ekonomi nasional Korea Selatan. Meskipun demikian, lebih dari 70% kekuatan militer Korea Utara dipusatkan di sekitar perbatasan Korea Utara-Korea Selatan, padahal ibukota pemerintahan Seoul terletak di dekat daerah perbatasan itu. Hal ini menyebabkan pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di tengah wilayah perbatasan dan ibukota Seoul berfungsi utama sebagai penyangga untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara. 81

Perjanjian pertahanan bersama Amerika Serikat dengan Korea Selatan terus dilanjutkan sebagai dasar kebijakan strategis Amerika Serikat di Semenanjung Korea. Amerika Serikat terus mempertahankan kehadiran militernya sejak perjanjian keamanan disepakati dengan Korea Selatan. Pada tahun 2004, para menteri pertahanan kedua negara mensahkan sebuah program untuk mengurangi jumlah pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan menjadi 25.000 personel militer akibat dari invasi militer Amerika Serikat di Irak. 82 Selanjutnya, pada tahun 2009, Presiden Obama dan Presiden Lee Myung Bak menyetujui aliansi bersama “Joint Vision for the Alliance.” Perjanjian ini dianggap penting sebagai upaya untuk melakukan kontrol operasi penyebaran personel militer di seluruh wilayah Korea Selatan. Inisiatif ini merupakan salah satu langkah penting dalam membentuk kekuatan aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan. Selain melakukan kontrol operasi penyebaran personel militer, aliansi bersama ini juga menggabungkan dua inisiatif sebelumnya. Insiatif pertama, personil militer Amerika Serikat akan berpindah dari pangkalan Yongsan ke pangkalan Humphreys, sekitar 40 mil selatan ibukota Seoul. Inisatif kedua, dilaksanakannya program Land Partnership Plan (LPP), yaitu penarikan

80 Yoon & Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional, p. 21.

81 Yoon & Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional, pp. 21-22.

82 Berteau & Green, p. 52.

10.000 tentara dari kedua divisi di sepanjang jalur demiliterisasi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap pasukan Korea Utara. 83

Saat ini, aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan juga terus terjalin dengan baik. Pada Maret 2015, Jenderal Martin E. Dempsey, Kepala Staff Gabungan Amerika Serikat mengadakan pertemuan dengan Jenderal Choi Yun-hee, Panglima Angkatan Bersenjata Korea Selatan, pada acara South Korean Joint Chief of Staff Headquarter di Seoul. Pertemuan ini merupakan salah satu langkah untuk memperkuat aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan. Salah satu implementasi dari pertemuan tersebut adalah upaya peningkatan pertahanan rudal dan integrasi sistem pertahanan udara. Upaya ini dianggap penting guna mencegah segala bentuk gangguan keamanan bagi Korea Selatan. Choi Yun-hee menyatakan bahwa “For the last six decades, the South Korea-U.S. alliance has effectively deterred North Korean provocation, and this has been the driving force, the foundation of the miraculous economic industrial development that we have achieved here in the Republic of Korea.” 84

Dari pernyataan Choi di atas dapat disimpulkan bahwa aliansi militer antara Korea Selatan dan Amerika Serikat masih terus terjalin secara baik dalam berbagai bentuk kebijakan militer yang berguna untuk menangkal ancaman dari Korea Utara. Setiap tahun, Amerika Serikat dan Korea Selatan juga terus melakukan latihan gabungan, yang memicu kekhawatiran Korea Utara karena latihan gabungan tersebut akan membuat militer Korea Selatan semakin kuat. Selain itu, aliansi militer Amerika Serikat dengan Korea Selatan juga memberikan tekanan psikologis bagi pemimpin Korea Utara. Sekitar 200.000 personel tentara militer Korea Selatan siap dan dalam kondisi siaga untuk melakukan serangan militer apabila ada ancaman dari Korea Utara. 85

Kerja sama strategis antara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang utamanya dilakukan karena permasalahan perdamaian dan stabilitas keamanan di Semenanjung Korea dan konfrontasi dengan Cina. Permasalahan Semenanjung Korea dianggap sebagai permasalahan penting dan paling mengancam bagi keamanan dan kepentingan Korea

83 Berteau & Green, p. 65. 84 L. Ferdinando, ‘US, South Korean Military Chiefs Discuss North Korea Threat’, Eurasia Review (daring),

28 March 2015, < http://www.eurasiareview.com/28032015-us-south-korean-military-chiefs-discuss-north-korea- threat/ >, diakses pada 29 Maret 2015. 85 D.E. Jee, ‘Why North Korea is so Freaked out by US-ROK Drills,’ The Diplomat (daring), 23 March 2015, < http://thediplomat.com/2015/03/why-north-korea-is-so-freaked-out-by-us-rok-drills/ >, diakses pada 29 Maret 2015.

Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur. Upaya ini terus dilakukan dengan mengembangkan mekanisme kerja sama strategis, utamanya dalam bidang militer. Selain itu, kerja sama trilateral ini berfokus pada isu peningkatan anggaran militer Cina di kawasan Asia Timur. 86

Peran pasukan militer dan aliansi Amerika Serikat di Jepang dan Korea Selatan dipandang sangat diperlukan untuk menghadapi permasalahan keamanan masing-masing negara. Selain itu, koordinasi dan konsultasi antara Amerika Serikat dengan Jepang dan Korea Selatan juga tetap diperlukan karena Cina dan Korea Utara masih menjadi ancaman bagi Jepang dan Korea Selatan. Dengan alasan inilah maka mempertahankan stabilitas keamanan kawasan Asia Timur dengan menjalin aliansi militer diperlukan. Selain itu, aliansi militer juga diperlukan karena ia terkait erat dengan upaya untuk mempertahankan perimbangan kekuatan antarnegara di kawasan Asia Timur.