Universitas Sumatera Utara
Sumber : Remington, 2012
Gambar 2.3. Jaras Penglihatan
2.3. Tajam Penglihatan
2.3.1.  Definisi Tajam Penglihatan
Menurut  Westheimer  2010,  tajam  penglihatan  atau  visual  acuity merupakan  batas  kemampuan  untuk  membedakan  objek  visual  secara  detil.
Kemampuan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1.
Pupil, diameter pupil kurang dari 2 mm akan menyebabkan resolusi menjadi buruk  dan  diameter  pupil  lebih  dari  6  mm  maka  akan  menyebabkan
perubahan  gelombang  yang  berakibat  pada  jelasnya  gambar  yang  akan diterima retina.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2. Defocus, kesalahan dari fokus akibat bayangan yang tidak jatuh tepat pada
retina melainkan jatuh di belakang retina atau di depan retina. 3.
Warna, campuran warna yang tidak sesuai. 4.
Retinal Eccentricity, lengkungan pada retina perifer bayangan yang jatuh menjadi tidak jelas.
5. Luminance,  pancaran  cahaya  yang  kurang  dari  suatu  sumber  yang
mengakibatkan kurangnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam mata. 6.
Contrast, perbedaan terangnya latar dan objek. 7.
Waktu, suatu bayangan tidak dapat diinterpretasi ketika penerimaan suatu cahaya kurang dari 20 ms.
8. Lelah, melebihi batas kemampuan dalam melakukan suatu penglihatan yang
mempengaruhi pembentukan bayangan ataupun impuls jaras otak. 9.
Usia, ketajaman penglihatan bertambah perlahan dari usia 0 bulan hingga usia 3 tahun.
Ketajaman  yang  menurun  menyebabkan  penglihatan  menjadi  kabur Fachrian  et  al.,  2009.  Ukuran  dari  tajam  penglihatan  sangat  dipengaruhi  oleh
persepsi  seseorang  sehingga  menyebabkan  tajam  penglihatan  bersifat  subjektif Riordan-Eva  et  al.,  2007.  Subjektivitas  ini  dipengaruhi  oleh  keadaan  mata  saat
menerima stimulus, kemampuan untuk memproses stimulus, dan respon dari subjek. Oleh  karena  itu,  dibutuhkan  alat  pemeriksaan  yang  tepat  untuk  mengurangi
subjektivitas tersebut Westheimer,2012.
2.3.2.  Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan suatu pemeriksaan fungsi mata secara keseluruhan dan merupakan langkah awal untuk menentukan penyebab dari
penurunan tajam penglihatan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara masing-masing mata ataupun 2 mata secara sekaligus. Ilyas et al., 2011
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.1. Tajam Penglihatan Sentral
Untuk  memeriksa  tajam  penglihatan  digunakan  suatu  alat  pemeriksaan standar  yaitu  kartu  Snellen.  Pada  kartu  Snellen  terdapat  huruf  -  huruf  yang
merupakan standar dari huruf yang dapat dibaca orang normal pada jarak 20 kaki atau  6  meter.  Hasil  dari  kartu  Snellen  dinyatakan  dalam  bentuk  pecahan  yang
dimana  memiliki  pembilang  dan  penyebut.  Pembilang  berarti  jarak  antara  huruf dengan  subjek  yaitu  20  kaki  atau  6  meter  dan  penyebut  berarti  jarak  huruf  yang
dapat dibaca oleh subjek. Ilyas et al., 2011 Pemeriksaan  dimulai  dari  menyebutkan  huruf  terbesar  yang  kemudian
dilanjutkan dengan huruf yang lebih kecil pada baris selanjutnya dan pengucapan huruf oleh pemeriksa dilakukan secara jelas dan perlahan. Pemeriksaan diakhiri jika
subjek tidak mengenali huruf yang terletak pada 1 baris tersebut. Subjek yang dapat membaca  secara  lengkap  dan  jelas  huruf  pada  baris  66  atau  2020  pada  kartu
Snellen  dinyatakan  memiliki  penglihatan  66  atau  2020.  Jika  subjek  tidak  dapat membaca dengan jelas 1 huruf yang terdapat dalam 1 baris maka hasil penglihatan
yang diambil adalah penglihatan pada baris terakhir dimana subjek dapat membaca dengan  jelas.  Subjek  yang  tidak  dapat  melihat  dengan  jelas  huruf  terbesar  maka
dapat dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan buruk. Ilyas et al., 2011
2.3.2.2. Tajam Penglihatan Buruk
Jika  pada  pemeriksaan  dengan  menggunakan  kartu  Snellen  subjek  tidak dapat  melihat  huruf  pertama  yang  merupakan  huruf  terbesar,  maka  pemeriksaan
dapat dilakukan dengan melihat jumlah jari. Pemeriksaan jumlah jari dimulai dari jarak  3  meter  antara  subjek  dengan  pemeriksa  dan  kemudian  pemeriksa
menunjukkan  angka  yang  akan  dilihat  dan  disebutkan  oleh  subjek.  Pada  mata normal, jumlah jari dapat dilihat dari 60 meter dan jika subjek masih tidak dapat
melihat dari jarak 3 meter maka pemeriksa melangkah 1 meter mendekati subjek hingga subjek dapat melihat jumlah jari. Hasilnya dinyatakan dalam pecahan yaitu
360, 260, atau 160 dalam satuan meter. Ilyas et al., 2011
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Subjek  yang  masih tidak dapat melihat  jumlah  jari  maka  dapat dilakukan pemeriksaan  dengan  lambaian  tangan  dengan  jarak  1  meter  di  depan  subjek.
Lambaian  tangan  pada  mata  normal  dapat  dilihat  dari  jarak  300  meter  sehingga interpretasinya  merupakan  1300  dalam  satuan  meter.  Pada  subjek  yang  ternyata
belum dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter di depan pemeriksa, maka dilakukan  pemeriksaan  tajam  penglihatan  yang  terakhir  yaitu  proyeksi  sinar.
Dengan jarak 1 meter di depan pemeriksa, subjek diberi proyeksi sinar. Jika subjek masih dapat melihat sinar maka dinyatakan memiliki penglihatan 1~ dalam satuan
meter.  Kemudian,  jika  pasien  tidak  dapat  melihat  adanya  proyeksi  cahaya  maka dikatakan penglihatannya ada 0 nol. Ilyas et al., 2011
2.3.3.  Tajam Penglihatan dan Kekuatan Lensa Mata
Pengaruh kekuatan lensa mata pada pemeriksaan tajam penglihatan sangat besar.  Kesalahan  kekuatan  lensa  pada  mata  akan  menyebabkan  suatu  bayangan
yang  jatuh  pada  retina  tidak  tepat  sehingga  berakibat  bayangan  tersebut  menjadi tidak jelas blur. Terdapat rumus yang memperkirakan tajam penglihatan dengan
menggunakan kekuatan lensa mata yaitu :
� =
,5�+ , 5
Dimana : D = Ukuran tajam penglihatan dalam penyebut dengan pembilang 20 kaki
E = Kekuatan lensa mata dalam dioptri Dengan  mengetahui  kekuatan  lensa  mata  maka  dapat  diperkirakan  tajam
penglihatan pada seseorang. Meister et al., 2010
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerusakan Penglihatan
2.4.1.  Epidemiologi
Penelitian prevalensi dari gangguan penglihatan di Indonesia sangat jarang dilakukan.  Salah  satu  penelitian  mengenai  prevalensi  dan  penyebab  dari
penglihatan kurang oleh Saw et al. 2003 yang dilakukan pada daerah pedesaan di beberapa  provinsi  di  Pulau  Sumatra.  Terdapat  angka  prevalensi  5,8  untuk
penglihatan  kurang  bilateral  dan  untuk  kebutaan  yang  bilateral  terdapat  angka prevalensi 2,2. Angka prevalensi untuk penglihatan kurang juga bertambah 1,2
untuk usia 21-30 hingga 19,8 untuk usia 50 tahun keatas. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa penghasilan juga berpengaruh dalam penglihatan kurang dimana
dewasa yang berpenghasilan rendah yaitu dibawah Rp 500.000 memiliki rasio yang lebih  tinggi  yaitu  2,3  dibandingkan  dewasa  dengan  penghasilan  tinggi  Rp
500.000 – Rp 1.000.000 per bulan yaitu 1,1. Terdapat juga pengaruh pendidikan
terhadap penglihatan kurang dan kebutaan dimana rasio penglihatan kurang dewasa dengan pendidikan kurang hanya sampai sekolah dasar memiliki rasio 6,6 dan
yang berpendidikan lebih tinggi yaitu 1,6.  Penyebab  dari  penglihatan  kurang hingga kebutaan umumnya katarak kemudian diikuti oleh kesalahan refraktif yang
tidak dikoreksi.
Universitas Sumatera Utara