Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas CO2 pada Pembuatan Kitosan Kulit Udang Larut Air

(1)

PENGARUH SUHU PEMANASAN dan KONSENTRASI

GAS CO

2

PADA PEMBUATAN KITOSAN

KULIT UDANG LARUT AIR

SKRIPSI

OLEH :

BOYDO R. PARDEDE

050305038 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

KULIT UDANG LARUT AIR

SKRIPSI

OLEH :

BOYDO R. PARDEDE

050305038 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Melakukan

Penelitian di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Ir. Terip Karo-Karo, MS. Ir. Setyohadi, MSc. Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

Boydo R. Pardede: PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN KONSENTRASI GAS CO2 PADA PEMBUATAN KITOSAN

KULIT UDANG LARUT AIR Dibimbing oleh: Terip Karo-Karo

Setyohadi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 pada pembuatan kitosan kulit udang larut air. Penelitian ini

menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu suhu pemanasan (S1= 50

o

C, S2 = 60 o

C, S3=70 o

C, S4=80 o

C) dan konsentrasi gas CO2 (K1=5%,

K2=10%, K3=15%, K4=20%). Parameter yang dianalisa yaitu uji organoleptik warna dan

aroma, total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, stabilitas relatif dan konsentrasi larutan jenuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap organoleptik warna, viskositas dan kestabilan relatif larutan kitosan larut air; berbeda tidak nyata terhadap organoleptik aroma, total mikroba, kejernihan larutan dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air. Konsentrasi gas CO2

memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, kestabilan relatif dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air; berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna dan aroma. Interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap uji organoleptik warna

tetapi berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik aroma, total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, kestabilan relatif dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air. Suhu pemanasan 80oC dan konsentrasi gas CO2 20 % menghasilkan kitosan larut air yang

paling baik.

Kata Kunci : Suhu pemanasan, Konsentrasi gas CO2 dan Kitosan larut air

Boydo R. Pardede: EFFECT OF HEATING TEMPERATURE AND CO2 GAS CONCENTRATION ON MAKING THE SKIN SHRIMP

WATER SOLUBLE CHITOSAN Supervised by: Terip Karo-Karo

Setyohadi ABSTRACT

This aim of the research was to know the effect of heating temperature and the concentration of CO2 gas in the manufacture of water solubl shrimp shell chitosan. This study was conducted using completely randomized design (CRD) with two factors: heating temperature (S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70°C, S4 = 80°C) and CO2 gas concentrations (K1 = 5%, K2 = 10%, K3 = 15%, K4 = 20%). Parameters analyzed were organoleptic value of colour and flavour, total microbe, solution clarity, viscosity, relative stability and the saturated concentration of solution.

The results showed that heating temperatures had highly significant effect on the organoleptic value of colour, viscosity and relative stability of water-soluble chitosan solution; had no significant effect on organoleptic value of flavour, total microbial, clarity of solution and saturated concentration of water-soluble chitosan solution. Concentration of CO2 gas had highly significant effect on total microbial, clarity of solution, viscosity, relative stability and saturated concentration of the water-soluble chitosan solution; had no significant effect on organoleptic value of colour and flavour. The interaction of heating temperature and the concentration of CO2 gas had significant effect on organoleptic value of colour but had no significant effect on organoleptic value of flavour, total microbial, clarity of solution, viscosity, relative stability and saturated


(4)

concentration of water-soluble chitosan solution. Heating temperature of 80°C and 20% concentration of CO2 gas produces the best water soluble chitosan.


(5)

RINGKASAN

BOYDO R PARDEDE, “ Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas

CO2 pada Pembuatan Kitosan Kulit Udang Larut Air “ dibimbing oleh Ir. Terip Karo – Karo , MS dan Ir. Setyohadi, MSc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 pada pembuatan kitosan kulit udang larut air.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu:1. Suhu pemanasan terdiri dari 4 taraf yaitu S1 = 50oC; S2 = 60oC; S3 = 70oC dan S4 = 80oC dan factor 2. Konsentrasi gas CO2 terdiri dari 4 taraf yaitu K1 = 5%; K2 = 10%; K3 = 15% dan K4 = 20%.

1. Rendemen Kitosan

Rendemen kitosan yang dihasilkan adalah 1,3 g untuk semua perlakuan.

2. Uji Organoleptik Warna

Suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap organoleptik warna. Nilai Organolepti warna (numerik) larutan kitosan

larut air tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (suhu pemanasan 50 oC) dan S2

(suhu pemanasan 60 oC) yaitu sebesar 2,288 dan terendah diperoleh pada S4 (suhu

pemanasan 80 oC) yaitu sebesar 1,763.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (p>0,05)


(6)

nyata (P<0,05) terhadap organoleptik warna larutan kitosan larut air. nilai

organoleptik warna (numerik) tertinggi terdapat pada perlakuan S2K1 yaitu

sebesar 2,600 dan terendah pada perlakuan S4K1 sebesar 1,500.

3. Uji Organoleptik Aroma

Suhu pemanasan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (p>0,05)

terhadap organoleptik aroma larutan kitosan larut air.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(p>0,05) terhadap organoleptik aroma larutan kitosan larut air.

suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang berbeda

tidak nyata (p>0.05) terhadap organoleptik aroma kitosan larut air.

4. Total Mikroba

Suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (p>0.05)

terhadap total mikroba larutan kitosan larut air.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap total mikroba larutan kitosan larut air. Total mikroba tertinggi diperoleh

pada perlakuan K1 (konsentrasi gas CO2 5%) sebesar 27,916 kol/ml dan terendah

pada perlakuan K4 (konsentrasi gas CO2 20 %) sebesar 14,167 kol/ml.

Suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang

berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap total mikroba larutan kitosan larut air.

5. Kejernihan Larutan


(7)

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap kejernihan larutan kitosan larut air. Kejernihan larutan tertinggi

diperoleh pada perlakuan K1 (konsentrasi gas CO2 5%) sebesar 75,113 %T dan

terendah pada perlakuan K4 (konsentrasi gas CO2 20 % T) sebesar 63,239 % T.

Suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang

berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap kejernihan larutan kitosan larut air.

6. Viskositas

Suhu pemanasan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(p<0,01) terhadap viskositas larutan kitosan larut air. Viskositas tertinggi terdapat

pada perlakuan S4 (suhu pemanasan 80oC) yaitu sebesar 1,772 cPoise dan

terendah pada perlakuan S1 (suhu pemanasan 50oC) yaitu sebesar 1,485 cPoise.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap viskositas larutan kitosan larut air. Nilai viskositas larutan kitosan larut

air tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (konsentrasi gas CO2 20%) sebesar 2,013

cPoise dan terendah pada perlakuan K1 (konsentrasi gas CO2 5%) sebesar 1,132

cPoise.

Suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang

berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap viskositas kitosan larut air.

7. Kestabilan Relatif

Suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap kestabilan relatif larutan kitosan larut air. Nilai kestabilan relatif larutan


(8)

50oC) selama 8.125 jam.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap kestabilan relatif larutan kitosan larut air. Nilai kestabilan relatif larutan

kitosan larut air tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (konsentrasi gas CO2 20%)

selama 16,375 jam dan terendah terdapat pada perlakuan K1 (konsentrasi gas CO2

5%) selama 3,875 jam.

Suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang

berbeda tidak nyata (p>0.05) terhadap kestabilan relatif larutan kitosan larut air

kitosan larut air.

8. Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air

Suhu pemanasan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (p>0,05)

terhadap konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air.

Konsentrasi gas CO2 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01)

terhadap konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air. Nilai konsentrasi larutan jenuh

kitosan larut air tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (konsentrasi gas CO2 20%)

sebesar 1.268 g dan terendah terdapat pada perlakuan K1 (konsentrasi gas CO2

5%) sebesar 0.273 g.

Suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh yang


(9)

RIWAYAT HIDUP

BOYDO R PARDEDE dilahirkan di Sibolga pada tanggal 08 November 1986. Anak pertama dari bapak Bongsu Pardede dan ibu Ramla Hutapea. Penulis

merupakan anak pertama dari satu bersaudara.

Tahun 1994 penulis lulus dari TK Maria Mutiara Sibolga, tahun 1999 lulus

dari SD Sw. RK 4 Sibolga, tahun 2002 lulus dari SMP Sw. Fatima Sibolga dan

pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sibolga. Pada tahun 2005 lulus

seleksi masuk USU melalui jalur SPMB di Program Studi Teknologi Hasil

Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian.

Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PKS Wilmar Asahan,

Sumatera Utara Juli 2008. Selama mengikuti perkuliahan juga aktif berorganisasi

di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) periode 2008 - 2009, anggota

Majelis Musyawarah Fakultas (MMF) di pemerintahan mahasiswa Fakultas

pertanian periode 2009 – 2010, wakil ketua Kumpulan Aspirasi Mahasiswa

Bersatu (KAM Bersatu) periode 2008 – 2009, anggota Ikatan Mahasiswa

Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP) periode 2008 – 2009.


(10)

Puji dan syukur terlebih dahulu penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai.

Skripsi ini berjudul ” Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas CO2

Pada Pembuatan Kitosan Kulit Udang Larut Air ”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta

Bapak Ir. Setyohadi MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, terutama ibu

tercinta Ramla Hutapea yang telah banyak memberikan dukungan dan doa dalam

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada seluruh keluarga yang memberikan dukungan kepada penulis

selama melaksanakan tugas akhir yang penulis lakukan. Terima kasih yang

sebesar – besarnya penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin atas

motivasi yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan

kepada seluruh staf Pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian atas

bimbingan dan motivasinya serta seluruh pegawai tata usaha yang selalu bersedia

membantu penulis dalam menyelesaikan segala administrasi.

Dan tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada


(11)

P. Situmorang, STP, Asman S. Daulay, STP dan teman – teman dari departemen

lain yang telah membantu dan menberikan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2011


(12)

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RINGKASAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ... 1

Tujuan Penelitian ... ... 4

Kegunaan Penelitian ... ... 4

Hipotesa Penelitian ... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Udang (Peneus monodon) ... 5

Pendayagunaan Limbah Udang... 6

Kandungan Kimia Limbah Udang... . 7

Kitin dan Kitosan ... 8

Kitin ... 8

Kitosan ... 10

Kitosan Larut Air... 11

Sifat-sifat Kimia Kitin dan Kitosan... 14

Sifat Kimia Kitin... 14

Sifat Kimia Kitosan ... 15

Ekstraksi Kitin dan Kitosan ... 17


(13)

Deproteinasi ... 17

Demineralisasi ... 18

Ekstraksi Kitosan ... 19

Deasetilasi ... 19

Pemanfaatan Kitosan ... 20

Medis ... 20

Industri Tekstil ... 21

Bidang Pangan ... 21

Anti Bakteri ... 22

Industri Kosmetika ... 23

Penelitian Sebelumnya ... 24

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian ... ... 26

Waktu dan Tempat Penelitian ... ... 26

Reagensia ... 26

Alat Penelitian ... 26

Metoda Penelitian ... ... 27

Model Rancangan ... ... 28

Pelaksanaan Penelitian ... ... 28

Pembuatan Tepung Kulit Udang ... 28

Ekstrasi Kitin dari Tepung Kulit Udang ... 29

Ektraksi Kitosan dari Kitin ... 29

Pembuatan Kitosan Larut Air ... 30

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 30

Penentuan Rendemen Kitosan Larut Air ... 31

Uji Organoleptik Warna Kitosan Larut Air ... 31

Uji Organoleptik Aroma Kitosan Larut Air ... 31

Uji Total Mikroba Metode Agar Cawan Petri ... 32

Uji Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air ... 32

Penentuan Viskositas ... ... 33

Uji Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air ... 33

Penentuan Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air... 34

SKEMA PENELITIAN Skema Pembuatan Tepung Kulit Udang... 35

Skema Ekstrasi Kitin dari Tepung Kulit Udang ... 36

Skema Ekstraksin Kitosan dari Kitin ... 37

Skema Pembuatan Kitosan Larut Air... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter ... 39

Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 Terhadap Parameter ... 40

Organoleptik Warna Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Organoleptik Warna ... 41

Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Organoleptik Warna ... 43

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas CO terhadap Organoleptik Warna ... ... 43


(14)

Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Organoleptik Aroma ... 45

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Organoleptik Aroma... 45

Total Mikroba

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Total Mikroba ... 45 Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Total Mikroba ... 45

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Total Mikroba ... 48

Kejernihan Larutan

Pengaruh Suhu Pemanasan dengan terhadap Kejernihan Larutan .. 48 Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Kejernihan Larutan ... 49

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Kejernihan Larutan... ... 51

Viskositas

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Viskositas ... 51 Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Viskositas ... 53

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Viskositas ... ... 55

Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap kestabilan relatif larutan ... 55 Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap kestabilan relatif larutan 57

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap kestabilan relatif larutan ... 59

Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap konsentrasi larutan jenuh .... 59 Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap konsentrasi larutan jenuh 59

Pengaruh Interaksi Antara Suhu Pemanasan

dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap konsentrasi larutan jenuh ... 61

Rendemen Kitosan Kasar ... ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... .. 62 Saran ... .. 62

DAFTAR PUSTAKA ... ... 63 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL Hal

1. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang ………..… 8

2. Kandungan Kitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah Crustaceae .... .... ………... 9

3. Spesifikasi Kitosan Niaga ... 16

4. Variasi Deasetilasi ...……. 20

5. Skala Uji Hedonik Warna ...………... 31

6. Skala Uji Hedonik Aroma ...………... 32

7. Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter yang Diamati …… 39.

8. Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Parameter yang Diamati ... 40

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pelarutan Kitosan terhadap Organoleptik Warna ... ... ……… 41

10. Uji LSR Pengaruh Interaksi Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Organoleptik Warna Kitosan Larut Air ... ... ... ... … 44

11. Uji LSR Efek Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Total Mikroba ... 46

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Kejernihan Larutan … … ... 49

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Viskositas ………... 51

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Gas CO2 terhadap Viskositas ... ... 53


(16)

Larutan Kitosan Larut Air ... 55

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Gas CO2

terhadap Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air ……. ……… 57

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Gas CO2


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL Hal

1. Struktur tubuh Udang ………... ... .... 6

2. Struktur kitin ……….... .... .... .... .... .... .... .... .... .... 8

3. Struktur kitosan ………… .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ... 11

4. Proses Pembuatan Tepung Kulit Udang ……... 35

5. Proses Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang …... 36

6. Proses Ekstraksi Kitosan Dari Kitin ………... 37

7. Proses Pembuatan Kitosan Larut Air ... … ... 38

8. Grafik Hubungan Suhu Pemanasan terhadap Organoleptik Warna Larutan Kitosan Larut Air ... 42

9. Grafik Hubungan Interaksi Suhu Pemanasan dan Konsentrasi CO2 terhadap Organoleptik Warna Larutan Kitosan Larut Air ... 45

10. Grafik Hubungan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Total Mikroba Larutan Kitosan Larut Air ... ... 47

11. Grafik Hubungan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air ... 50

12. Grafik Hubungan Suhu Pemanasan terhadap Viskositas Larutan Kitosan Larut Air ... 52

13. Grafik Hubungan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Viskositas Larutan Kitosan Larut Air ... 54


(18)

Larutan Kitosan Larut Air ... 58

16. Grafik Hubungan Konsentrasi Gas CO2 terhadap Konsentrasi


(19)

Boydo R. Pardede: PENGARUH SUHU PEMANASAN DAN KONSENTRASI GAS CO2 PADA PEMBUATAN KITOSAN

KULIT UDANG LARUT AIR Dibimbing oleh: Terip Karo-Karo

Setyohadi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 pada pembuatan kitosan kulit udang larut air. Penelitian ini

menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu suhu pemanasan (S1= 50

o

C, S2 = 60 o

C, S3=70 o

C, S4=80 o

C) dan konsentrasi gas CO2 (K1=5%,

K2=10%, K3=15%, K4=20%). Parameter yang dianalisa yaitu uji organoleptik warna dan

aroma, total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, stabilitas relatif dan konsentrasi larutan jenuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemanasan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap organoleptik warna, viskositas dan kestabilan relatif larutan kitosan larut air; berbeda tidak nyata terhadap organoleptik aroma, total mikroba, kejernihan larutan dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air. Konsentrasi gas CO2

memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, kestabilan relatif dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air; berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna dan aroma. Interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh berbeda nyata terhadap uji organoleptik warna

tetapi berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik aroma, total mikroba, kejernihan larutan, viskositas, kestabilan relatif dan konsentrasi larutan jenuh kitosan larut air. Suhu pemanasan 80oC dan konsentrasi gas CO2 20 % menghasilkan kitosan larut air yang

paling baik.

Kata Kunci : Suhu pemanasan, Konsentrasi gas CO2 dan Kitosan larut air

Boydo R. Pardede: EFFECT OF HEATING TEMPERATURE AND CO2 GAS CONCENTRATION ON MAKING THE SKIN SHRIMP

WATER SOLUBLE CHITOSAN Supervised by: Terip Karo-Karo

Setyohadi ABSTRACT

This aim of the research was to know the effect of heating temperature and the concentration of CO2 gas in the manufacture of water solubl shrimp shell chitosan. This study was conducted using completely randomized design (CRD) with two factors: heating temperature (S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70°C, S4 = 80°C) and CO2 gas concentrations (K1 = 5%, K2 = 10%, K3 = 15%, K4 = 20%). Parameters analyzed were organoleptic value of colour and flavour, total microbe, solution clarity, viscosity, relative stability and the saturated concentration of solution.

The results showed that heating temperatures had highly significant effect on the organoleptic value of colour, viscosity and relative stability of water-soluble chitosan solution; had no significant effect on organoleptic value of flavour, total microbial, clarity of solution and saturated concentration of water-soluble chitosan solution. Concentration of CO2 gas had highly significant effect on total microbial, clarity of solution, viscosity, relative stability and saturated concentration of the water-soluble chitosan solution; had no significant effect on organoleptic value of colour and flavour. The interaction of heating temperature and the concentration of CO2 gas had significant effect on organoleptic value of colour but had no significant effect on organoleptic value of flavour, total microbial, clarity of solution, viscosity, relative stability and saturated


(20)

concentration of water-soluble chitosan solution. Heating temperature of 80°C and 20% concentration of CO2 gas produces the best water soluble chitosan.


(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi udang merupakan salah satu produksi terbesar saat ini di

Indonesia sehingga dapat dijadikan komoditas ekspor yang dapat dihandalkan

karena udang merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi.Selain diekspor

secara utuh udang juga digunakan dalam proses produksi di Indonesia. Produksi

udang yang besar tersebut umumnya meninggalkan limbah yang besar, karena

yang dimanfaatkan hanya dagingnya sehingga kulit, ekor dan kepalanya menjadi

limbah produksi. Limbah dari kulit udang ini sebenarnya dapat dijadikan sebagai

bahan pembuatan kitosan, namun hingga saat ini pemanfaatannya masih kurang

maksimal.

Selain dagingnya, limbah udang juga mengandung berbagai zat nutrisi

maupun zat lain yang bermanfaat untuk dijadikan penunjang bahan pangan

lainnya. Kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kitin (15% - 20%) dan

kalsium karbonat (45% - 50%). Kandungan kitin pada kulit udang lebih sedikit

dibandingkan pada kulit kepiting. Kandungan kitin pada kulit kepiting mencapai

(50% - 60%). Namun bahan baku yang umumnya digunakan untuk pembuatan

kitin adalah kulit udang karena lebih mudah diperoleh dan lebih murah.

Produksi udang nasional relatif stabil. Kondisi ini menunjukkan usaha

tambak udang memberikan nilai ekonomi yang layak dan menguntungkan.

Sentra-sentra produksi utama tambak udang adalah Jawa Timur, Sulawesi Selatan,


(22)

merupakan daerah yang memiliki perairan luas berpotensi dalam bidang kelautan

di Indonesia.

Dengan besarnya produksi udang di Indonesia, maka diprediksikan

produksi kitin di Indonesia mampu mencapai 12.000 hingga 17.000 ton per tahun

dimana kitin tersebut dapat digunakan bahan pembuat kitosan. Produksi kitin

tersebut diperoleh pada umumnya dari limbah udang dan rajungan. Dengan

besarnya produksi kitin tersebut maka pendapatan Indonesia akan diperoleh

sebesar 60 hingga 89 juta dollar AS. Potensi tersebut merupakan estimasi dari

jumlah potensi bahan baku kitin dan kitosan di dua pulau, yaitu Sumatera dan

Bali.

Produksi terbesar penghasil kitin adalah pulau Sumatera dengan perkiraan

76.657 hingga 114.986 ton pertahun sedangkan Bali menghasilkan 3.643 hingga

4.128 ton per tahun. Hal ini didukung oleh perairan Sumatera dan Bali yang luas

dengan potensi sumber daya perairan khususnya potensi udang yang cukup besar

di kedua ulau tersebut.

Dengan memperhatikan bahan baku untuk produksi kitin yang besar,

Indonesia semestinya mampu memproduksi kitosan dalam jumlah yang besar

pula. Dimana kitosan sangat penting untuk perindustrian Indonesia yang sebagian

besar merupakan indutri makanan dan obat-obatan. Namun kenyataannya saat ini

kitosan di Indonesia diimport dari luar seperti Korea, India dan Jepang.

Sedangkan Indonesi hanya mampu memproduksi sekitar 40% dari jumlah

persediaan kitosan dalam negri. Hal ini karena kondisi perlengkapan dan ilmu

pengetahuan yang kurang baik sehingga negara kita tegantung pada import dari


(23)

Untuk memproduksi kitosan dari kitin dilakukan melalui beberapa tahap

dan menggunakan bahan kimia seperti NaOH dan suhu pemanasan. Dimana kedua

faktor tersebut menentukan mutu kitosan yang dihasilkan. Ektraksi kitosan dari

kulit udang dengan kondisi perlakuan yang tepat adalah demineralisasi dengan

HCl 10%, deproteinasi dengan NaOH 10% dan deasetilasi dengan NaOH 50%

dengan suhu 60 – 140oC.

Saat ini juga telah dilakukan penelitian tentang pembuatan kitosan larut

air, dimana ini merupakan penyempurnaan kitosan sebelumnya untuk

mempermudah penggunaanya dalam berbagai bidang. Untuk menghasilkan

kitosan larut air tersebut digunakan berbagai bahan pengencer salah satunya

adalah asam klorida.

Untuk memperoleh kitosan larut air perlu adanya bahan tambahan yang

digunakan salah satunya gas CO2, yaitu dengan melakukan pencampuran kitosan

dengan CO2 melalui pembuatan gel kitosan, yang mana suspensi gel menjadi

transparan dan viskositasnya akan meningkat seiring dengan penambahan

gelembung-gelembung gas CO2 yang menunjukkan bahwa kitosan telah larut

dalam air.

Gas CO2 dapat meningkatkan kelarutan kitosan didalam air, dimana akan

terbentuk gelembung – gelembung gas yang bercampur dengan kitosan dan air

akan meresap kedalam partikel kitosan dan dengan bantuan suhu yang tinggi

menyebabkan partikel tersebut akan menyatu dengan cairan. CO2 yang digunakan

dapat menggunakan gas CO2 dalam tabung gas atau mencampurkan bikarbonat

kedalam asam asetat yang mana hasil reaksi akan menghasilkan gas CO2.


(24)

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang

” Pengaruh Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Gas CO2 Pada Pembuatan Kitosan Kulit Udang Larut Air” yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu

pemanasan dan konsentrasi gas CO2 terhadap pembuatan kitosan larut air dari

kulit udang.

Kegunaan Penelitian

 Sebagai sumber informasi pada pembuatan kitosan larut air.

 Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi

Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

 Suhu pemanasan berpengaruh terhadap rendemen dan mutu kitosan larut air.  Konsentrasi gas CO2 berpengaruh terhadap rendemen dan mutu kitosan

larut air.

 Interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 berpengaruh


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Udang (Peneus monodon)

Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya

alam yang tidak ada habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah

dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi

menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara

komersial. Cangkang hewan invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung

kitin dalam kadar tinggi, berkisar antara 20-60% tergantung spesies sedangkan

cangkang kepiting dapat mengandung kitin sampai 70%. Lebih dari 80.000 metrik

ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per tahun, sedangkan di Indonesia

limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per tahun

(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).

Udang dapat diklasisifikasikan sebagai berikut:

Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub Kelas : Malacrostraca (udang-udangan tingkat tinggi)

Super Ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)

Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)

Famili : Palaemonidae, Penaidae

(Departemen Kelautan dan perikanan Republik Indonesia, 2003).

Produksi udang tambak meningkat seiring dengan meningkatnya

permintaan ekspor. Udang yang diekspor diantaranya dalam bentuk beku (block


(26)

peeled (tanpa kepala dan kulit).Usaha tersebut menghasilkan limbah udang dalam

jumlah cukup besar yang terdiri dari bagian kepala, kulit dan ekor. Kepala udang

merupakan salah satu hasil proses pengolahan produk perikanan yang dapat dibuat

menjadi silase. Selain menghasilkan produk berupa filtrat, silase kepala udang

juga menghasilkan limbah berupa ampas silase. yang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan baku kitosan (Zahiruddin, et al., 2008).J).

Sekitar 35% dari cangkang kering udang mengandung kitin. Dari kitin

udang dapat dihasilkan sekitar 80% kitosan. Harga kitosan di pasaran dunia

adalah sekitar US$ 7.5/10g untuk kitosan dengan standar baik. Saat ini, 90%

pasaran kitosan dunia dikuasai oleh Jepang dengan produksi lebih dari 100 juta

ton setiap tahunnya. Indonesia dengan potensi laut lebih luas daripada Jepang

mempunyai peluang untuk mengambil bagian dari pasaran kitosan dunia (No dan

Meyer, 1997).

Struktur tubuh udang dapat dilihat pada gambar 1.


(27)

Pendayagunaan Limbah Udang

Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein

dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah

selulosa yang mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang

terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah

OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985).

Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri

udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala

udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan

ternak. Limbah udang yang berupa kulit, kepala dan ekor dengan mudah

didapatkan mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini

dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang

dihasilkan oleh limbah industri (Mudjiman, 1982).

Kandungan Kimia Limbah Udang

Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan

udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat

udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan

udang cukup tinggi. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang

terdiri dari protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen, abu, dan lain-lain

(Anonim, 1994).


(28)

Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.

Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)

yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).

Kulit udang mengandung protein sebanyak (25 % - 40%), kalsium

karbonat (CaCO3) (45% - 50%) dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan

komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. (Focher et al., 1992).

Komposisi Kimia Udang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang.

Komposisi Limbah Udang Kulit Udang

Protein kasar (%) 35,8 16,9 Lemak (%) 9,9 0,6 Serat Kasar (%) 13,20 0 Abu (%) 38,1 63,6 Ca (%) 12,3 24,8 Astaxanthin (ppm) 78 108

Sumber: No et al, 1989.

Kitin dan Kitosan Kitin

Kitin sebagai prekusor kitosan pertama sekali ditemukan pada tahun 1811

oleh Henri Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian

ditemukan kitin dari kulit serangga. Kitin merupakan polimer kedua terbesar

dibumi setelah selulosa dan merupakan konstituen utama dari kulit luar binatang


(29)

Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kitin (poli-N-asetil-glukosamin) (Kaban , 2009).

Kitin memiliki rumus molekul (C8H13NO5)n dengan komposisi

perbandingan massa atom C : 47,29%, H : 6,45%, N : 6,89%, O : 39,37%.

Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral dan berbagai

macam pigmen (Hirano, 1986).

Dalam cangkang udang, kitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang

berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),

protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh

kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein

(deproteinasi) danpemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk

mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi

(Wardaniati dan Setyaningsih, 1999).

Kandungan kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada

tabel 2.


(30)

Tabel 2. Kandungan Kitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah

Crustaceae

Sumber Kitin Protein (%) Kitin (%)

Kepiting Collnectes sapidus 21,5 13,5 Chinocetes opillo 29,2 26,6 Udang Pandanus borealis 41,9 17,0 Crangon crangon 40,6 17,8 Penaeus monodon 47,4 40,4 Udang karang Prtocamborus clarkii 29,8 13,2 Krill Euphausia superba 41,0 24,0 Udang biasa 61,6 33,0 Sumber: Synowiecky dan Al-Khateeb (2003)

Sifat kitin adalah berbentuk hablur, berwarna putih, tidak larut dalam air,

asam, basa alkohol dan pelarut organik tetapi larut dalam asam fosfat, asam sulfat

pekat, asam klorida pekat dan asam format anhidrat. Campuran dimetil asetamida

yang mengandung 5 % litium klorida merupakan sistem pelarut yang efektif

melarutkan kitin (Gupta dan Kumar, 2000 ; Suhartono dan Lestari, 2000).

Kitosan

Kitosan ditemukan pertama sekali oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan

cara merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Dalam tahun 1934, dua

paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan kitin menjadi

kitosan dan pembuatan film dari serat kitosan. Perkembangan penggunaan kitin

dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an, dan semakin berkembang pada tahun

1970-an seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang

industri (Kaban, 2009).

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer

alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada

serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari 109-1010 ton kitosan


(31)

berpotensi menghasilkan kitin danproduk turunannya. Limbah cangkang rajungan

di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri

kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan

masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri

pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk

produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang

termahal, yaitu senilai $ 600.000/ton (Sandford, 2003).

Secara garis besar pembuatan kitosan meliputi : cangkang udang basah

→ dicuci dan dikeringkan → digrinding dan diayak sampai lolos ayakan dengan

diameter rata-rata 0,356 mm→ penghilangan protein (deproteinasi) → dicuci dengan air → penghilangan mineral (demineralisasi)→ dicuci dengan air → penghilangan warna → dicuci dengan air dan dikeringkan (terbentuk kitin) → penghilangan gugus asetil (deasetilasi) → dicuci dengan air dan dikeringkan → terbentuk produk biopolimer kitosan (Hargono, et al, 2008).

Struktur kitosan dapat diliha pada Gambar 3.

Gambar 3. Kitosan (poli-glukosamin) (Kaban , 2009).

Kitosan Larut Air

Kitosan dari kulit udang mempunyai berat molekul yang cukup tinggi dan

tergantung dari sumber bahan baku. Oleh karena itu, untuk memperluas aplikasi

dari kitosan perlu dilakukan usaha untuk memperkecil berat molekul dari kitosan

dengan melakukan proses hidrolisis dengan katalis asam untuk memecahkan 11


(32)

ikatan β-glikosidik dari kitosan. Selain itu hasil dari penelitiannya Li et al (2005) menemukan bahwa nilai berat molekul kitosan yang semakin rendah karena

proses hidrolisis enzimatis akan menurunkan nilai dari derajat deasetilasi juga

karena enzim selektif dalam memutus ikatan glikosidiknya.

Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang berperan dalam pemecahan

kitin. Kemampuannya dalam menghidrolisis kitin pada suhu tinggi merupakan hal

yang menarik dalam pengisolasian bakteri kitinase termofilik. Pengaruh suhu

terlihat pada reaksi – reaksi kimia, yang dikatalisis terhadap enzim. Hal ini

disebabkan karena enzim merupakan struktur protein yang akan mengalami

denaturasi jika suhunya dinaikkan (Girindra, 1993).

Lehninger (1998) menyatakan bahwa aktifitas suatu enzim dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu pH, konsentrasi substrat dan enzim, suhu dan adanya

aktivator dan inhibitor. Menurut Darwis dan Sunarti (1992) enzim mampu

mempercepat reaksi paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari reaksi yang tidak

dikatalis.

Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air

untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis kitosan merupakan

proses pemecahan molekul menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih

sederhana monosakaridanya. Proses hidrolisis ini bisa dibagi menjadi 2 katagori

yaitu kimiawi dan enzimatis. (Akiyama, et al., 1995).

Faktor- faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis kimia antara lain

konsentrasi katalis, ukuran partikel, temperatur hidrolisis, lama hidrolisis, dan

pengadukan. Faktor lain yang berpengaruh adalah ukuran partikel dimana


(33)

kelarutannya dalam air. Temperatur hidrolisis akan mempengaruhi laju reaksi

hidrolisis. Semakin tinggi temperatur hidrolisis, maka hidrolisis akan berlangsung

lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan

meningkatnya temperatur operasi, sedangkan semakin lama reaksi akan

meningkatkan yield dan konversi yang dicapai. Pengadukan larutan sangat

penting dalam proses hidrolisis karena akan meningkatkan transfer massa reaksi

yang berakibat adanya peningkatan laju reaksi hidrolisis (Savitri, et al., 2009).

Adanya gugus karboksil merupakan suatu indikasi kuat kitosan larut air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen kitosan larut air antara

118,0 - 129,4 % yang dihitung terhadap bobot kitosan. Dalam pembuatan kitosan

larut air suhu sangat berpengaruh. Nilai rendemen meningkat seiring dengan

peningkatan suhu. Nilai rendemen tertinggi ditemukan pada suhu 90oC.

Peningkatan rendemen melebihi 100 % (Basmal, et al., 2007).

Menurut Bastaman (1989) suhu yang semakin tinggi pada pelarutan

kitosan mengakibatkan konsentrasi kitosan yang larut pada asam semakin tinggi.

Namun biasanya pelarutan kitosan pada suasana asam hanya menggunakan suhu

kamar. Kenaikan viskositas lebih dipengaruhi oleh kenaikan suhu dari pada

perpanjangan waktu. Peningkatan viskositas diduga karena masih tingginya

kandungan asetil dalam kitosan sehingga dengan kenaikan suhu yang semakin

tinggi, semakin banyak asetil terlarutkan, sehingga derajat deasetilasi meningkat

dan viskositas meningkat (menjadi lebih kental seperti gel) dengan meningkatnya

suhu.

Pada proses hidrolisis kitosan di dalam asam monokloroasetat bahwa

pemberian suhu pada pembentukan karboksimetil kitosan adalah untuk 13


(34)

memeprcepat reaksi antara kitosan dengan asam monokloroasetat

(Basmal, et al., 2007).

Gel kitosan dan kitin terdeasetilasi (DAC 50) terdispersi dalam air dengan

mudah dan dilarutkan oleh gelembung gas CO2 pada emulsi. Molekul CO2

terlarut bereaksi dengan molekul H2O membentuk H2CO3. Molekul H2CO3

terdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. H2CO3 dikenal sebagai asam. Seperti asam

asetat dan laktat yang memiliki kemampuan untuk melarutkan kitosan, CO2 juga

dapat menghancurkan kitosan menjadi gel kitosan (Sakai et al., 2002).

Dalam penggunaan kitosan CO2, bagaimanapun CO2 yang terlarut mudah

terlepas ke udara sebagai gas selama penguapan air. Sehingga, molekul H2CO3

terurai kembali menjadi CO2, dan perubahan ini juga menyebabkan penurunan ion

HCO3- yang berperan dalam melarutkan kitosan. Akibatnya, kitosan yang

dilarutkan kehilangan stabilitas dan membentuk lapisan film tanpa asam

(Sakai, et al., 2002).

Menurut Juliantara (2009) larutan jenuh yaitu suatu larutan yang

mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan

solut padatnya. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat

habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal).

Penampilan gel berubah tergantung pada konsentrasi NaOH yang

digunakan untuk menetralisasi pH. Ketika konsentrasi NaOH tinggi, tepung

kitosan yang mengendap sangat sulit dilarutkan dengan CO2. Sebaliknya, gel

menjadi lembut dan mudah larut saat konsentrasi rendah. Dalam hal ini, gel

dengan mudah dilarutkan oleh gelembung gas CO2. Hasil ini berarti bahwa nilai


(35)

konsentrasi NaOH yang digunakan tinggi. Namun, kitosan masih bisa dilarutkan

ketika konsentrasi NaOH yang digunakan rendah dan hanya sebagian kecil dari

kitosan tidak larut dan menggumpal, sehingga membentuk gel tidak larut.

(Sakai et al., 2002).

Kekuatan mekanik dari hidrogel dapat ditentukan dengan mengukur

kekuatan gel, perpanjangan atau elongasi dan viskoelastisitas. Faktor – factor

yang mempengaruhi sifat gel yaitu panas, pH, konsentrasi larutan, kekuatan ionok

dan adanya unsure lain (Mulyani, 2001).

Peningkatan konsentrasi asam akan memperbesar laju reaksi hidrolisis

sehingga rantai utama kitosan yang dapat terpotong semakin banyak dan berat

molekul kitosan menurun, sedangkan temperature hidrolisis juga memberikan

pengaruh terhadap penurunan berat molekul pada kitosan. (Savitri, et al., 2009).

Sifat – sifat Kimia Kitin dan Kitosan Sifat Kimia Kitin

Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus

yang terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2

adalah OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida.

(Muzzarelli, 1985).

Sifat utama kitin sangat sulit larut dalam air dan beberapa pelarut organik.

Rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik, menyebabkan penggunaan

kitin relatif kurang berkembang dibandingkan dengan kitosan dan derivatnya.

Reaksi pada kondisi heterogen menimbulkan beberapa permasalahan termasuk

tingkat reaksi yang rendah, kesulitan dalam substitusi regioselektif, 15


(36)

ketidakseragaman struktur produk, dan degradasi parsil disebabkan kondisi reaksi

yang kuat (Kaban, 2009).

Sifat Kimia Kitosan

Kitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut asam dengan pH di

bawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam

asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0. Pada pH di atas 7,0 stabilitas kelarutan kitosan

sangat terbatas. Pada pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan dan larutan

kitosan membentuk kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik

menghasilkan gel (Kaban, 2009).

Menurut Kaban (2009), karena adanya gugus amino, kitosan merupakan

polielektrolit kationik (pKa 6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami.

Karena sifatnya yang basa ini, maka kitosan:

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental, sehingga

dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi konfigurasi

seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polielektrolit anion

yang dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat di mana gel-nya

menyediakan sistim proteksi terhadap efek destruksi dari ion.

Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain:

a. Bersifat biokompatibel (sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat

samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna serta mudah diuraikan oleh

mikroba).


(37)

c. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan

tulang.

d. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

e. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

Sugita et al (2009) menyatakan bahwa kitosan adalah salah satu polimer

alami yang bersifat non – toksik, biokompatibel, biodegradabel dan bersifat

polikationik dalam suasana asam serta dapat membentuk gel (hidrogel) karena

adanya tautan silang ionik kitosan – kitosan.

Spesifikasi Kitosan Niaga yang beredar di pasaran dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi Kitosan Niaga

Parameter Ciri

Ukuran Partikel Serpihan sampai bubuk

Warna Larutan Tidak berwarna Kadar air (%) ≤ 10

Kadar abu (%) ≤ 2,0 Derajat deasetilasi (%) ≥ 70,0

Kelas viskositas (cps) :

- Rendah < 200 - Medium 200 – 799 - Tinggi pelarut organik 800 – 2000 - Sangat tinggi > 2000

Sumber: Purwatiningsih et al (2009).

Ekstraksi Kitin dan Kitosan Ekstraksi Kitin

Deproteinasi

Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein

dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah

β


(38)

dengan ikatan β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang

terikat pada atom C-2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C-2 adalah

OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985).

Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan larutan

NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr

serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran

dipisahkan dengan disaring untuk diambil endapannya. Pencucian endapan

dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral. Selanjutnya disaring

untuk diambil endapannya dan dikeringkan (Hargono et al,2008).

Efesiensi deproteinasi tidak hanya bergantung pada konsentrasi basa dan

suhu, tetapi juga spesies sumber kitin . Pada tahap deproteinasi. Protein diubah

menjadi garam natrium proteinat yang larut air. Purwatiningsih (1992) melakukan

penghilangan protein yang terkandung dalam limbah kulit udang windu (Peneus

monodon) menggunakan larutan NaOH 3,5 % (b/b) selama 2 jam pada 65o C

dengan pengadukan tetap dan nisbah padatan-pelarut 1 : 10 (b/v). Pengendapan

protein dari larutan garam natrium proteinat dilakukan dengan menggunakan HCl

pekat tetes demi tetes sampai tercapai titik isoelektriknya. Hasil analisis destruksi

endapan protein tersebut dengan HCl 6 N telah menunjukkan adanya kurang

lebih 15 jenis asam amino menggunakan metoda kromatografi cair kinerja tinggi

(HPLC).

Demineralisasi

Penghilangan mineral dilakukan pada suhu 25-30°C dengan menggunakan


(39)

serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian disaring untuk

diambil endapannya. Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan

aquadest sampai pH netral. Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan

(Hargono, et al., 2008).

Kandungan mineral yang terbanyak dalam kulit udang adalah CaCO3

(kalsium karbonat). Menurut Knorr (1991) mineral CaCO3 lebih mudah

dipisahkan dibandingkan protein karena garam anorganik ini dapat dihilangkan

dari senyawa kitin dengan menggunakan HCl. Proses demineralisasi

menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO3, H2SO4, CH3COOH

dan HCOOH, umumnya menggunakan HCl dengan konsentrasi 10%, dengan

suhu perendaman menggunakan suhu kamar (36oC). Perendaman pada suhu

kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan hidrolisis pada rantai

polimer. Proses ini bertujuan memisahkan kitin dari CaCO3.

Asam klorida efektif untuk melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida, biasanya dapat dilakukan dengan HCl 3 – 10% selama 5 - 7 jam pada suhu kamar.

Jika reaksi demineralisasi lama melebihi 24 jam maka akan merusak

kitin dimana proses deproteinasi dan desetilasi tidak sempurna

(Synoweiecky dan Al-Khateeb, 2003).

Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun

dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang

mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan

(Muzzarelli, 1985).


(40)

Ekstraksi Kitosan Deasetilasi

Kandungan gugus asetil pada kitin secara teoretis ialah sebesar 21,2 %

(No et al., 1989).

Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa

kuat NaOH atau KOH. Penggunaan KOH ini dapat memutuskan ikatan hidrogen

yang kuat antar rantai kitin (Hirano, 1986).

Pada proses deasetilasi, degradasi oksidatif harus dicegah agar bobot

molekul kitosan yang diperoleh tinggi. Cara yang dapat ditempuh untuk

menghindari degradasi oksidatif ialah penapisan nitrogen atau penambahan

larutan basa sebelum reaksi (Johnson dan Peniston, 1982).

Kitin yang telah dihasilkan pada proses diatas dimasukkan dalam larutan

NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60% (berat) pada suhu 90-100°C

sambil diaduk kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa slurry

disaring, endapan dicuci dengan aquadest lalu ditambah larutan HCl encer agar

pH netral kemudian dikeringkan (Hargono, et al,. 2008).

Proses deasetilasi bertuajuan untuk memutuskan ikatan hidrogen yang kuat

antar rantai kitin. Pada proses deasetilasi, degradasi oksidatif harus dicegah agar

bobot molekul kitosan yang diperoleh tinggi. Waktu deasetilasi yang panjang

dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya peneurunan rendemen dan

bobot molekul kitosan dan kemampuan mekanik film kitosan (Johnson dan

Peniston, 1982).

Beberapa variasi konsentrasi NaOH dan suhu pemanasan pada proses


(41)

Tabel 4. Variasi Deasetilasi

NaOH (%) Suhu (oC) Lama Pemanasan (Jam)

5 150 24

40 100 18

50 100 3 - 6

Sumber : Roberts (1992). Pemanfaatan Kitosan

Sifat dan fungsi kitin dan kitosan sangat beragam kitin sangat menonjol dalam kemampuannya sebagai absorben, sedangkan kitosan menonjol dalam kemampuannya sebagai pengikat atau pengkelat dalam proses koagulasi dan flokulasi, disamping itu juga berfungsi sebagai penstabil, pengental, pengisi, pen-jel, film pembungkus dan lain-lain, sehingga sangat dibutuhkan dalam industri obatobatan, kosmetik, pangan, cat, perekat, kertas, pengolahan limbah, pupuk dan lainlain (Knorr, 1991).

Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula

kemurniannya, salah satu parameter mutu kitin atau kitosan yang cukup penting

adalah derajat deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasinya semakin tinggi

kemurniannya artinya kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu

protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai

kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1% (Suptijah, 2004).

Menurut Suptijah (2004), sehubungan dengan kebutuhan setiap industri

akan kitosan yang bermutu tertentu maka perlu didesain kondisi proses

pembuatan kitosan yang akan menghasilkan produk dengan mutu beragam. 21


(42)

Medis

Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastatik,

antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik

respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah

penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang

dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi

dan mempercepat penyembuhan luka. Biokompatibilitas in vitro dari pembalut

luka dalam term toksisitas untuk fibroblast telah dinilai dan dibandingkan dengan

tiga pembalut luka komersial yang dibuat dari collagen, alginat dan gelatin.

Kitosan metil pirrolidin dan collagen adalah bahan yang paling kompatibel

(Kaban, 2009).

Industri Tekstil

Kitosan dan turunannya banyak digunakan sebagai coating material untuk

serat selulosa, nilon, kapas, dan wool. Penggunaan sebagai serat termodifikasi

antara lain meliputi bahan pembalut luka, tekstil, medikal, absorben yang sehat

dan tidak alergenik, penghilangan bau dan pakaian dalam antimikroba, pakaian

olahraga serta kaus kaki. Penambahan kitosan sebagai coating pada tekstil

meningkatkan permeabilitas terhadap uap air. Serat wool yang mengandung

kitosan turunannya meningkatkan daya celup (Kaban, 2009).

Bidang Pangan

Salah satu pemanfaatan kitosan di bidang pangan adalah sebagai film

edibel (kemasan yang dapat dimakan). Film edibel ini diharapkan dapat menjadi

alternatif pengganti kemasan sintetik (plastik) yang sulit terurai. Dengan


(43)

limbah sebagai beban lingkungan, tetapi juga diharapkan dapat menghasilkan

produk dengan nilai ekonomis yang tinggi (Sumarto, 2008).

Pengurangan kekuatan sinar diakibatkan oleh interaksi antara cahaya

dengan partikel penyerap yang ada di dalam larutan. Jadi dengan terjadinya

interaksi maka kekuatan cahaya yang diteruskan semakin kecil karena sebagian

cahayanya telah terserap. Semakin banyak cahaya yang diserap, maka cahaya

yang diteruskan akan semakin sedikit (Filyanti, 2009).

Dalam bidang pangan, kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan

pangan, bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih

pada produk minuman. Selain itu, kitosan banyak diaplikasikan sebagai pangan

fungsional karena dapat berfungsi sebagai serat makanan, penurun kadar

kolesterol, antitumor serta prebiotik (Dunn et al., 1997; Shahidi et al., 1999).

Anti Bakteri

Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba,

karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap

bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam

menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation

bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang

(Wardaniati dan Setyaningsih, 1999).

Menurut Tsai et al (2000) aktivitas antibakteri oligomer kitosan beragam

tergantung jenis bakteri uji. Bakteri gram positif yaitu L.monocytogenes, B.cereus

dan S.aureus lebih dihambat oleh kitosan dibandingkan oligomernya, sedangkan

bakteri gram negatif seperti P.aeruginosa, S.typhimurium, dan E.coli lebih 23


(44)

dihambat oleh bentuk oligomernya menghasilkan oligomer kitosan dengan DP 1-8

menggunakan selulase. Aktivitas antibakteri oligomer tersebut lebih besar jika

dibandingkan kitosan terhadap Aeromonas hydrophila, E.coli, L.monocytogenes,

P.aeruginosa, S.typhimurium, Shigella dysentriae, S.aureus, S.aureus, Vibrio cholerae, dan V.parahaemolyticus. kitosan berbobot molekul rendah (12 kDa)

lebih efektif sebagai antibakteri dibandingkan oligomer kitosan dengan DP 1-8.

Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan,

dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang

merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner,

kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, yang akan menghambat

pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel

(Simpson, 1997) .

Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan

yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa

pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer

(lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami

kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel

(Wardaniati dan Setyaningsih, 1999).

Industri Kosmetika

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, pasta

gigi, krim badan dan tangan serta produk perawatan rambut. Biopolimer ini juga

telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk kulit yang

sensitif. Kitosan dapat mempengaruhi kelembaban kulit serta memberi


(45)

rambut, tergantung pada berat molekul dan derajat deasetilasinya. Krim kosmetik

yang ditambahkan 1,0% kitosan akan meningkatkan bioaktifasi unsur-unsur

lipofilik seperti vitamin, sehingga dapat meresap lebih baik pada permukaan kulit.

Kapasitas pembentukan film dan sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari

kemungkinan infeksi mikroba. Lagipula, glukosamin dari kitosan, mempengaruhi

perkembangan struktur glikosaminoglikan dan glukoprotein yang menguntungkan

dalam matriks ekstraselular kulit (Kaban, 2009).

Penelitian Sebelumnya

Menurut Chung et al, (1992), kelarutan turunan kitosan modifikasi secara

signifikan lebih besar dari kitosan asli. Kelarutan kitosan-glukosamin lebih tinggi

dibandingkan dengan kitosan-glukosa, dan turunan kitosan-glukosamin tetap larut

pada pH 10. Tingkat deasetilasi derivatif menurun dengan waktu reaksi

meningkat. Investigasi rheologi mengungkapkan bahwa viskositas nyata dari

turunan kitosan yang larut dalam air dalam larutan air tergantung pada kondisi

sistem seperti pH, kekuatan ion dan suhu larutan.

Kitosan adalah produk deasetilasidari kitin. Telah digunakan untuk bahan

berbagai fungsi, termasuk biomaterial. Namun, bila digunakan dalam bidang

biologis aplikasi terbatas karena tidak larut dalam air dan hanya dapat dilarutkan

dalam asam. Untuk meningkatkan kelarutan kitosan, banyak spesialis dan sarjana

telah mempelajari metode persiapan. Namun, metode ini memiliki beberapa cacat,

termasuk prosedur yang membosankan waktu reaksi yang lama, kebutuhan

sejumlah besar pelarut atau reagen dan berat molekul rendah dari produk akhir

(Lu et al., 2003).


(46)

Menurut Lu et al, (2003) sebuah metode persiapan kitosan larut air

melalui proses oleh N-asetilasi dengan anhidrida asetat. Manfaatnya adalah teknik

pengolahannya sederhana, waktu reaksi sangat singkat, reagen kecil, berat

molekul produk tinggi dan kelarutan air yang baik.

Menurut Sakai et al (2002) dalam penggunaan kitosan CO2, bagaimanapun

CO2 yang terlarut mudah terlepas ke udara sebagai gas selama penguapan air.

Sehingga, molekul H2CO3 terurai kembali menjadi CO2, dan perubahan ini juga

menyebabkan penurunan ion HCO3- yang berperan dalam melarutkan kitosan.

Akibatnya, kitosan yang dilarutkan kehilangan stabilitas dan membentuk lapisan

film tanpa asam.

Penampilan gel berubah tergantung pada konsentrasi NaOH yang

digunakan untuk menetralisasi pH. Ketika konsentrasi NaOH tinggi, tepung

kitosan yang mengendap sangat sulit dilarutkan dengan CO2. Sebaliknya, gel

menjadi lembut dan mudah larut saat konsentrasi rendah. Dalam hal ini, gel

dengan mudah dilarutkan oleh gelembung gas CO2. Hasil ini berarti bahwa nilai

pH sekitar molekul kitosan membuat partikel kitosan menjadi besar ketika

konsentrasi NaOH yang digunakan tinggi. Namun, kitosan masih bisa dilarutkan

ketika konsentrasi NaOH yang digunakan rendah dan hanya sebagian kecil dari

kitosan tidak larut dan menggumpal, sehingga membentuk gel tidak larut. (Sakai


(47)

Pada penelitian Yunzian et al (2008) disebutkan bahwa penggunaan H2O2

menunjukkan potensi yang luar biasa dalam mendegradasi kitosan kasar yang

tidak larut dalam air menjadi kitosan yang larut dalam air. Faktor yang digunakan

adalah konsentrasi H2O2, lama pemanasan dan suhu pemanasan menunjukkan

efek yang signifikan terhadap pemulihan kitosan yang larut dalam air. Kondisi

yang paling optimal terdapat pada konsentrasi 5,5% H2O2 dengan lama

pemanasan 3,5 jam dan suhu yang digunakan adalah 42,8oC.


(48)

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang yang

berasal dari industri pengolahan udang beku PT. Centra Windu Sejahtera di

Kawasan Industri Medan (KIM) II.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 – April 2011 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Reagensia

- HCl 3% dan 10 %

- NaOH 10 % dan 50 %

- Aquadest

- Gas Karbondioksida (CO2)

Alat Penelitian

- Gelas Ukur - kuvet

- Labu Ukur - Erlemenyer

- Biuret - Beaker glass

- Timbangan - Termometer

- pH meter - Magnetik stirer

- Oven - Hot Plate


(49)

- Colony counter - Stirer

- Spektrofotometer - Jarum suntik

Metoda Penelitian

Penelitian ini mengguanakan Metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Suhu Pelarutan Kitosan dengan Asam Klorida (HCl) (S)

S1 = 50o C

S2 = 60o C

S3 = 70o C

S4 = 80o C

Faktor II : Konsentrasi Gas CO2 (K)

K1 = 5 %

K2 = 10 %

K3 = 15 %

K4 = 20 %

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n)

adalah sebagai berikut :

Tc(n-1) > 15

16(n-1) > 15

16n-16 > 15

16n > 31

n ≥ 1,9 dibulatkan menjadi n = 2

Untuk memperoleh ketelitian dilakukan 2 kali ulangan.


(50)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua

faktor dengan model sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana :

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor S pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor K pada taraf ke-j

(αβ)ij: Efek interaksi dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least

Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Kulit Udang

- Dicuci dan dibersihkan kulit udang dengan menggunakan air mengalir

- Dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 105oC selama 24 jam

- Dihancurkan kulit udang dengan menggunakan blender

- Dilakukan pengayakan dengan Shive Shaker 60 Mesh


(51)

- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4

2. Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang

- Direndam 100 gram tepung kulit udang dalam 10 % HCl 1 L selama 5 jam

pada suhu 60 – 70oC dengan perbandingan kulit udang dan larutan 1:10

(berat/volume) sambil diaduk konstan.

- Dicuci dengan menggunakan aquadest sampai pH netral kemudian

dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 12 jam.

- Diambil residu hasil pengeringan kemudian direndam dalam 10% NaOH.

Perbandingan kulit udang dan NaOH adalah 1:10 (berat/volume) dan

dipanaskan pada suhu 60oC selama 1 jam sambil diaduk konstan.

- Dicuci residu menggunakan aquadest sampai pH netral kemudian disaring.

- Dikeingkan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 12 jam.

- Diperoleh kitin kasar 30 gr

- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 5

3. Ekstraksi Kitosan dari Kitin

- Dimasukkan kitin 100 gr kedalam NaOH 50% dengan perbandingan bahan

dan larutan 1 : 10 (volume/volume) kemudian dipanaskan pada suhu 90oC

selama 6 jam sambil diaduk konstan.

- Disaring residu kemudian dicuci dengan air sampai pH netral.

- Dikeringkan pada suhu 60oC selama semalam (12 jam)

- Diperoleh kitosan kasar

- Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 6


(52)

4. Pembuatan Kitosan Larut Air

- Dicampurkan 1 gram kitosan ke dalam 10 ml asam klorida 3 % dan air 100 ml

kemudian dipanaskan pada suhu (50oC, 60oC ,70oC dan 80oC) selama 15

menit sambil diaduk konstan.

- Dimasukkan larutan kitosan ke dalam erlemenyer 500 ml.

- Dititrasi dengan menggunakan NaOH 10% dengan pengadukan konstan

sampai pH netral = 7,0, hingga terbentuk gel berwarna putih.

- Ditutup erlemenyer dengan menggunakan gabus yang telah diberi lubang dua

buah lubang kemudian dimasukkan selang kapiler pada setiap lubang sebagai

pengalir gas CO2 dan pengukur konsentrasi gas CO2.

- Ditutup bagian atas erlemenyer dengan lilin elastis sampai seluruh permukaan

gabus tertutupi tanpa celah sedikitpun.

- Dimasukkan gas CO2 kedalam larutan kitosan dalam erlemenyer melalui salah

satu selang kapiler samapai terbentuk gelembung pada permukaan larutan

pada semua perlakuan (konsentrasi gas CO2 5 % , 10 %, 15 % , dan 20 % ),

sambil dihitung konsentrasi gas dalam erlemenyer dengan menggunakan

sambil diaduk konsntan.

- Dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan pada suhu 40oC selama 12 jam

hingga terbentuk endapan tepung putih.

- Terbentuk tepung kitosan larut air 13 g


(53)

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai

dengan parameter:

1. Rendemen Kitosan Larut Air

2. Uji Organoleptik Warna dan Aroma

3. Uji Total Mikroba Metode Agar Cawan Petri

4. Uji Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air

5. Penentuan Viskositas

6. Uji Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air

7. Penetuan Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air

Penentuan Rendemen (Sudarmaji, et al., 1989)

Rendemen ditentukan sebagai presentase peerbandingan berat kitosan

yang diperoleh dengan berat bahan (kulit udang).

Berat kitosan Rendemen = x 100% Berat kulit udang

Uji Organoleptik Warna (Soekarto, 1989 dimodifikasi)

Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (kesukaan). Kitosan larut

Air yang akan diuji ditempatkan dalam wadah yang diberi kode sesuai dengan

kode sampel. Setelah itu sampel disajikan kepada 10 orang panelis dengan

menguji warna dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :


(54)

Tabel 5. Skala Uji Hedonik Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat jernih 4 Jernih 3 Agak Jernih 2 Tidak Jernih 1

Uji Organoleptik Aroma (Soekarto, 1989 dimodifikasi)

Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (kesukaan). Kitosan larut

Air yang akan diuji ditempatkan dalam wadah yang diberi kode sesuai dengan

kode sampel. Setelah itu sampel disajikan kepada 10 orang panelis dengan

menguji aroma dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

Tabel 6. Skala Uji Hedonik Aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Tidak berbau 4 Agak berbau 3 Berbau 2 Sangat berbau 1

Uji Total Mikroba Metode Agar Cawan Petri (Tim Mikrobiologi, 2011) Diambil sampel 1 g dan ditambahkan aquadest sampai 10 ml (Pengenceran

1 kali). Dilakukan pengenceran sebanyak 3 kali. Dimasukkan satu tetes suspense 3

kali pengenceran kedalam cawan petridish yang telah diisi media agar. Dibalik

cawan petridish dan diinkubasi selama 24 jam. Dihitung jumlah koloni dengan

koloni counter. Dihitung jumlah mikroorganisme dengan rumus.

Jumlah mikroba = 1 X banyaknya koloni (koloni/ml) Faktor Pengencer


(55)

Uji Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air (Dhadhang, 2010; Underwood, 1999 dimodifikasi)

Diambil sebanyak 0,1 g kitosan dan dilarutkan dengan aquadest sampai 10

ml dari setiap perlakuan kemudian dimasukkan kedalam kuvet sampai batas

kuvet, lalu kuvet dimasukkan kedalam spektrofotometer kemudian dihitung nilai

transmitansinya. Larutan kitosan yang diukur berbentuk koloid yang membentuk

lapisan tipis transparan dan memliki warna dasar kuning oraange sehingga nilai

transmitansi (%T) dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 600

nm. Aquadest digunakan sebagai pembanding dengan tingkat kejernihan 100%.

Penentuan Viskositas (Yazid, 2005)

Dilarutkan 0,1 g kitosan kedalam 10 ml aquadest dan ditimbang beratnya.

Diperoleh massa jenis dengan pembagian antara berat zat dengan volume zat.

Dimasukkan 10 ml larutan kitosan kedalam viskosimeter Oswald. Diisap dengan

pompa kedalam bola sampai batas tanda yang terdapat pada alat. Dibiarkan

mengalir kebawah sampai batas tanda yang terdapat pada alat. Dicatat waktu yang

diperlukan dengan menggunakan stopwacth.

Dihitung viskositas larutan dengan rumus :

naq/nkit = daq . taq/dkit . tkit

naq = viskositas aquadest (0,01005 Poise)

nkit = viskositas kitosan

daq = massa jenis aquadest (0,9982)

dkit = massa jenis kitosan

taq = waktu alir aquadest (120 detik)

tkit = waktu alir kitosan


(56)

Uji Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air (AOAC, 1984 dimodifikasi)

Sebanyak 0,1 g kitosan dilarutkan dalam 10 ml aquades sampai terlarut

sempurna, kemudian larutan kitosan diletakkan diruang terbuka sampai terbentuk

endapan antara kitosan dengan air. Dicatat berapa jam yang diperlukan sampai

kitosan terbagi menjadi dua bagian (terjadi pemisahan).

Penentuan Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air (AOAC, 1984 dimodifikasi)

Ditimbang 0,1 g kitosan lalu dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest dan

diaduk sampai larut, kemudian ditambahkan kitosan ke dalam pelarut sampai titik

mana kitosan tersebut tidak terlarut lagi dalam air. Setelah itu disaring kitosan

larut air yang tertingggal menggunakan kain saring kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 60oC selama 1 jam dan dihitung berat kitosan yang tinggal.

Sehingga Konsentrasi Kitosan Larut Air Jenuh dapat dihitung dengan :


(57)

Skema Pembuatan Tepung Kulit Udang

Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Kulit Udang Pengayakan dengan Shive Shaker 60 Mesh

Penggilingan

Tepung Kulit Udang Kulit udang

Pencucian dengan air

Pembersihan dan pembuangan kotoran

Pengeringanm dengan oven pada suhu 105oC selama 24 jam


(58)

Skema Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang

Gambar 5. Proses Ekstraksi Kitin dari Tepung Kulit Udang Tepung Kulit Udang 100 g

Rendam dalam 10 % HCl 1 : 10 (b/v)

Biarkan selama 5 jam sambil diaduk konstan

Pencucian dengan aquadest sampai pH netral dan disaring

Pengeringan dengan oven suhu 60oC selama 12 jam

Rendam dalam 10% NaOH 1 : 10 (b/v)

Panaskan pada Suhu 60oC selama 1jam sambil diaduk konstan

Kitin Kasar

Panaskan pada Suhu 60o selama 12 jam Pencucian dengan aquadest sampai


(59)

Skema Ekstraksi Kitosan Dari Kitin

Gambar 6. Proses Ekstraksi Kitosan Dari Kitin Kitin100 g

Campurkan dengan NaOH 50% 1 : 10 (b/v) kemudian Panaskan Pada Suhu

90oC Selama 6 jam sambil diaduk konstan

Penyaringan dengan Kertas Saring Pencucian Residu dengan aquadest sampai pH netral

Pengeringa pada Suhu 600 C selama 12 jam

Kitosan Kasar

Analisa


(60)

Skema Pembuatan Kitosan Larut Air

Gambar 7. Proses Pembuatan Kitosan Larut Air Kitosan 1 g

Campurkan Dalam 10 ml Asam klorida 3 % dan air 100 ml lalu panaskan selama 15 menit

sambil diaduk hingga larut

Konsentrasi Gas CO2

K1 = 5 %

K2 = 10 %

K3 = 15 %

K4 = 20 %

Suhu Pemanasan S1 = 50oC

S2 = 60oC

S3 = 70oC

S4 = 80oC

Dimasukkan gas CO2 melalui selang kapiler untuk

semua perlakuan ke dalam gel kitosan sambil diukur konsentrasinya melalui selang kapiler yang

lainnya dan diaduk konstant

Tuang dalam cawan petri dan keringkan dengan suhu 40oC

Selama 12 jam sampai Kristal kering

Tepung kitosan larut air

1. Rendemen Kitosan larut air 2. Uji Organoleptik Warna dan

Aroma 3. Total Mikroba

4. Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air

5. Viskositas

6. Kestabilan Relatif Larutan Kitosan Larut Air

7. Konsentrasi Larutan Jenuh Kitosan Larut Air

Analisa

Masukkan dalam erlemenyer 500 ml dan titrasi dengan NaOH 10 % sampai pH netral =

7,0 dan terbentuk gel berwarna putih

Tutup permukaan erlemenyer dengan gabus yang telah diberi selang kapiler sebanyak 2 buah

melalui bagian atas gabus

Tutup bagian atas erlemenyer yang telah ditutupi gabus dengan lilin


(61)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh suhu pemanasan dan

konsentrasi gas CO2 memberi pengaruh terhadap parameter yang diamati.

Pengaruh dari suhu pemanasan dan konsentrasi gas CO2 terhadap parameter yang

diamati dapat dilihat sebagai berikut.

Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pemanasan memberikan

pengaruh terhadap uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, total mikroba,

kejernihan larutan, viskositas, kestabilan relatif dan larutan jenuh dapat dilihat

pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Parameter yang Diamati

Suhu Pemanasan

(OC)

Organolptik Warna (numerik) Organoleptik Aroma (numerik) Total Mikroba (Kol/ml) Kejernihan Larutan (% T) Viskositas (cPoise) Kestabilan Relatif (Jam) Konsentrasi Jenuh (g/100ml)

S1 = 50 2,288 3,513 22,916 71,705 1,485 8,125 0,683

S2 = 60 2,288 3,475 22,667 70,179 1,586 8,813 0,761

S3 = 70 2,050 3,563 20,833 69,210 1,676 9,500 0,808

S4 = 80 1,763 3,413 20,250 66,994 1,772 10,125 0,862

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa suhu pemanasan memberi pengaruh

terhadap parameter yang diuji. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada

perlakuan S1 dan S2 yaitu 2,288 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 yaitu

1,763. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar

3,563 dan terendah terdapat pada perlakuanS4 yaitu sebesar 3,413. Total mikroba


(1)

Lampiran 4. Data Pengamatan Analisa Kejernihan Larutan

Kitosan Larut Air

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

S1K1 80,360 74,700 155,060 77,530

S1K2 78,040 70,950 148,990 74,495

S1K3 70,680 67,740 138,420 69,210

S1K4 68,900 62,270 131,170 65,585

S2K1 75,700 75,470 151,170 75,585

S2K2 74,850 74,440 149,290 74,645

S2K3 68,850 67,200 136,050 68,025

S2K4 64,450 60,470 124,920 62,460

S3K1 78,370 70,650 149,020 74,510

S3K2 76,540 70,150 146,690 73,345

S3K3 64,700 60,400 125,100 62,550

S3K4 65,370 67,500 132,870 66,435

S4K1 74,150 71,500 145,650 72,825

S4K2 78,450 69,650 148,100 74,050

S4K3 64,500 60,750 125,250 62,625

S4K4 60,300 56,650 116,950 58,475

Total 2224,700

Rataan 69,522

Daftar Analisis Sidik Ragam Kejernihan Larutan Kitosan Larut Air

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 1036,451 69,097 5,684 ** 2,35 3,41

S 3 93,490 31,163 2,564 tn 3,63 5,29

S Lin 1 91,234 91,234 7,505 * 4,49 8,53

S Kuad 1 0,952 0,952 0,078 tn 4,49 8,53

K 3 858,909 286,303 23,552 ** 3,63 5,29

K Lin 1 779,777 779,777 64,147 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 3,836 3,836 0,316 tn 4,49 8,53

SxK 9 84,052 9,339 0,768 tn 2,54 3,78

Galat 16 194,497 12,156

Total 31 1230,947

Keterangan :

FK = 154.665,32 KK = 5,015%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 5. Data Pengamatan Analisa Viscositas

Perlakuan

Ulangan

Total

Rataan

I

II

S1K1 S1K1 1.042 1.105 2.147

S1K2 S1K2 1.212 1.337 2.549

S1K3 S1K3 1.548 1.757 3.305

S1K4 S1K4 1.811 2.066 3.877

S2K1 S2K1 1.044 1.159 2.203

S2K2 S2K2 1.435 1.584 3.019

S2K3 S2K3 1.791 1.832 3.623

S2K4 S2K4 1.865 1.975 3.840

S3K1 1.095 1.171 2.266 1.133

S3K2 1.595 1.686 3.282 1.641

S3K3 1.824 1.911 3.736 1.868

S3K4 2.028 2.100 4.128 2.064

S4K1 1.131 1.306 2.437 1.219

S4K2 1.743 1.755 3.498 1.749

S4K3 1.950 2.029 3.979 1.989

S4K4 2.113 2.150 4.263 2.131

Total 52.149

Rataan 1.630

Daftar Analisis Sidik Ragam Viscositas

SK

db

JK

KT

F hit.

F.05

F.01

Perlakuan 15 3.998 0.267 35.160 ** 2.35 3.41

S 3 0.363 0.121 15.981 ** 3.63 5.29

S Lin 1 0.363 0.363 47.923 ** 4.49 8.53

S Kuad 1 0.000 0.000 0.007 tn 4.49 8.53

K 3 3.545 1.182 155.863 ** 3.63 5.29

K Lin 1 3.440 3.440 453.770 ** 4.49 8.53

K Kuad 1 0.105 0.105 13.796 ** 4.49 8.53

SxK 9 0.090 0.010 1.319 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.121 0.008

Total 31 4.119

Keterangan: FK = 84.98 KK = 5.343%

** = Sangatnyata * = Nyata tn = Tidaknyata


(3)

Lampiran 6. Data Pengamatan Analisa Kestabilan Relatif

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

S1K1 3.00 4.00 7.00 3.50

S1K2 5.00 5.00 10.00 5.00

S1K3 9.00 10.00 19.00 9.50

S1K4 14.00 15.00 29.00 14.50

S2K1 3.00 5.00 8.00 4.00

S2K2 5.50 7.00 12.50 6.25

S2K3 10.00 11.00 21.00 10.50

S2K4 14.00 15.00 29.00 14.50

S3K1 3.00 4.00 7.00 3.50

S3K2 5.50 6.50 12.00 6.00

S3K3 10.00 11.00 21.00 10.50

S3K4 18.00 18.00 36.00 18.00

S4K1 4.00 5.00 9.00 4.50

S4K2 5.00 7.50 12.50 6.25

S4K3 10.50 12.00 22.50 11.25

S4K4 18.00 19.00 37.00 18.50

Total 292.50

Rataan 9.14

Daftar Analisis Sidik Ragam Kestabilan Relatif

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 774.242 51.616 66.736 ** 2.35 3.41

S 3 17.898 5.966 7.714 ** 3.63 5.29

S Lin 1 17.889 17.889 23.129 ** 4.49 8.53

S Kuad 1 0.008 0.008 0.010 tn 4.49 8.53

K 3 739.273 246.424 318.609 ** 3.63 5.29

K Lin 1 707.702 707.702 915.008 ** 4.49 8.53

K Kuad 1 31.008 31.008 40.091 ** 4.49 8.53

SxK 9 17.070 1.897 2.452 tn 2.54 3.78

Galat 16 12.375 0.773

Total 31 786.617

Keterangan: FK = 2,673.63 KK = 9.621%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(4)

Lampiran 7. Data Pengamatan Analisa Konsentrasi Larutan Kitosan Larut

Air Jenuh

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

S1K1 0.210 0.245 0.455 0.228

S1K2 0.568 0.695 1.263 0.632

S1K3 0.830 0.945 1.775 0.888

S1K4 1.204 1.270 2.474 1.237

S2K1 0.230 0.280 0.510 0.255

S2K2 0.609 0.637 1.246 0.623

S2K3 0.870 0.980 1.850 0.925

S2K4 1.210 1.278 2.488 1.244

S3K1 0.283 0.311 0.594 0.297

S3K2 0.618 0.665 1.283 0.642

S3K3 0.930 1.010 1.940 0.970

S3K4 1.280 1.317 2.597 1.299

S4K1 0.304 0.317 0.621 0.311

S4K2 0.679 0.700 1.379 0.690

S4K3 0.929 0.940 1.869 0.935

S4K4 1.287 1.300 2.587 1.294

Total 24.931

Rataan 0.779

Daftar Analisis Sidik Ragam Analisa Konsentrasi Larutan Kitosan Larut Air

Jenuh

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 4.316 0.288 138.232 ** 2.35 3.41

S 3 0.022 0.007 3.455 tn 3.63 5.29

S Lin 1 0.020 0.020 9.589 ** 4.49 8.53

S Kuad 1 0.000 0.000 0.108 tn 4.49 8.53

K 3 4.289 1.430 686.808 ** 3.63 5.29

K Lin 1 4.277 4.277 2,055.095 ** 4.49 8.53

K Kuad 1 0.002 0.002 1.169 tn 4.49 8.53

SxK 9 0.006 0.001 0.300 tn 2.54 3.78

Galat 16 0.033 0.002

Total 31 4.349

Keterangan: FK = 19.42 KK = 5.856%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(5)

(6)

pH meter