Pengaruh Kitosan Sebagai Bahan Penyalut Pada Pupuk Npk Untuk Memperlambat Larut Dalam Air

(1)

PENGARUH KITOSAN SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA

PUPUK NPK UNTUK MEMPERLAMBAT LARUT DALAM AIR

SKRIPSI

AULIA RAHMAN SINAGA

100822039

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KITOSAN SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA

PUPUK NPK UNTUK MEMPERLAMBAT LARUT DALAM AIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

AULIA RAHMAN SINAGA

100822039

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH KITOSAN SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA PUPUK NPK UNTUK MEMPERLAMBAT LARUT DALAM AIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : AULIA RAHMAN SINAGA

Nomor Induk Mahasiswa : 100822039

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di,

Medan, Januari 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. M.Phill NIP. 195504051983031002 NIP. 195308171983031002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KITOSAN SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA

PUPUK NPK UNTUK MEMPERLAMBAT LARUT DALAM AIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2012

AULIA RAHMAN SINAGA 100822039


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan ridhonya serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk itu Penulis dengan hati yang tulus dan ikhlas ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua saya, ayahanda Gading Sinaga dan ibunda Rahma Inun Siregar yang saya sayangi dan cintai, yang selama ini tak henti-hentinya memberikan dorongan dan doa bagi Penulis serta bantuan berupa moril dan materiil. Dan juga kepada abanganda M.Ali Nafia Sinaga dan adik-adik saya, Qurois Sihab Sinaga dan Paisal Hamdani Sinaga yang rela memberikan bantuan fisik maupun moril serta motivasi kepada penulis.

Penulis dengan hati yang tulus dan ikhlas ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. M.Phill dan Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh sabar sehingga skipsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga kepada ketua dan sekretaris Departemen Kimia; ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Albert Pasaribu,M,Sc serta semua dosen staf pengajar departemen kimia.

Terima kasih juga pada Pak Man, Sigit Surya Arbi, kak Tiwi, bang Bayu Eko, rekan-rekan di HMI komisariat FMIPA-USU, teman-teman kimia ekstensi dan seluruh pihak yang terkait dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, semoga amal kebaikan mereka diberikan balasan yang setimpa, Amin yaa robbal’alamin

Penulis menyadari bahwa skrip ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2012

Penulis


(6)

ABSTRAK

Pupuk NPK yang diberikan pada tanaman tidak semua dapat diserap oleh tanaman, sebagian akan mengalami degradasi atau terbawa hanyut oleh air tanah, sehingga pemupukan tidak efisien dan akan mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dicarikan pupuk NPK slow release, dimana unsur hara dilepaskan secara perlahan dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sehingga kehilangan unsur hara akibat pencucian. Kitosan merupakan senyawa polimer yang ramah lingkungan dan memiliki kemampuan sebagai penyalut. Oleh karena itu pada penelitian ini dipilih kitosan sebagai penyalut, kemudian digunakan beberapa variasi konsentrasi larutan kitosan yaitu 0,5%; 1,0%; 1,5%; dan 2,0%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dapat memperlambat larut pupuk NPK di dalam air, dari percobaan yang di dapatkan bahwa pupuk NPK tanpa penyalut larut dalam air selama 3,11 menit/gram. Data untuk penyalutan pupuk NPK dengan larutan kitosan 0,5%; 1,0%; 1.5%; dan 2,0% berturut-turut selama 3,44 menit/gram; 4,01 menit/ gram; 4;32 menit/ gram dan 5,02 menit/ gram.


(7)

The Effect Of Chitosan- Coated NPK Compound Fertilizer To Slow

Release In Water-Soluble

ABSTRACK

NPK compound fertilizers given by plants Not all could be absorbed, while others are being degradated or leached by ground water so they will cause inefficient fertilizing and environmental pollution. Because of that problem, slow release fertilizer was needed. Slow-release NPK fertilizer nutrition was released gradually and continuously so that it could reduce nutrition losses by leaching. Chitosan is a biodegradable polymer compound and have abilty for coating. Therefore, on this research chitosan was choosen as a coating, then used some variation from concentration of chitosan solution, namely 0.5%, 1,5%, 1.5%, and 2,5%.

The results showed that chitosan can slow release NPK compound fertilizer in water-soluble. The experiments get uncoated NPK fertilizer were 3,11 minutes / gram. Data for chitosan- coated NPK compound fertilizer were 0,5%; 1,0%; 1,5%; and 2,0% respectively for 3,44 minutes / gram ; 4,01 minutes / gram ; 4,32 minutes / gram ; and 5,02 minutes / gram.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 3

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk 5

2.1.1. Pupuk NPK 7

2.1.2. Pengaruh Pupuk Terhadap Kesuburan Tanah 8

2.1.3. Pemupukan 9

2.2. Kitosan 11

2.2.1. Sifat-sifat Kitosan 12 2.2.2. Kegunaan Kitosa 14

2.3. Spektromter Serapan Atom 15

2.3.1. Prinsip Dasar Spektrometer Serapan Atom 15 2.3.2. Cara Kerja Spektrometer Serapan Atom 15 2.3.3. Gangguan Pada Spektromter Serapan Atom dan Mengatasinya 16

2.4. Metode Kjldahl 17

2.5. Disolusi 19

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat 20

3.2. Bahan 21

3.3.Prosedur Penelitian 21

3.3.1.Pembuatan Kitin 21

3.3.2.Proses Pembuatan Kitosan 22 3.3.3.Proses Penyalutan Pupuk NPK 22 3.3.4. Penentuan Kadar N dengan Metode Kjeldahl 22 3.3.5. Penentuan Kadar P dengan Spektrometer UV 23 3.3.6. Penentuan kadar K dengan Spektrometer Serapan Atom 24


(9)

3.3.7. Uji Disolusi 24

3.4. Bagan Penelitian 25

3.4.1. Pembuatan Kitosan 25

3.4.2. Penyalutan Pupuk NPK 26

3.4.3. Uji Disolusi 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 28

4.2 Pengolahan Data 29

4.2.1. Kelarutan Pupuk NPK dalam 900 ml Air 29 4.2.2. Penentuan Kadar N dalam pupuk NPK 30

4.3 Pembahasan 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34


(10)

DAFTAR TABEL

Table 4.1 Data penentuan waktu larut pupuk NPK dan Pupuk NPK yang disalut

dengan kitosan 28

Tabel 4.2. Hasil analisa sampel di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan 29 Tabel 4.3. Data penentuan Kelarutan pupuk NPK dalam 900 ml air 29 Tabel.4.3. Data Analisa N pada Pupuk NPK 30


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Grafik Pengaruh waktu larut pupuk NPK dan Pupuk NPK yang

disalut dengan kitosan 36


(12)

ABSTRAK

Pupuk NPK yang diberikan pada tanaman tidak semua dapat diserap oleh tanaman, sebagian akan mengalami degradasi atau terbawa hanyut oleh air tanah, sehingga pemupukan tidak efisien dan akan mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dicarikan pupuk NPK slow release, dimana unsur hara dilepaskan secara perlahan dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sehingga kehilangan unsur hara akibat pencucian. Kitosan merupakan senyawa polimer yang ramah lingkungan dan memiliki kemampuan sebagai penyalut. Oleh karena itu pada penelitian ini dipilih kitosan sebagai penyalut, kemudian digunakan beberapa variasi konsentrasi larutan kitosan yaitu 0,5%; 1,0%; 1,5%; dan 2,0%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dapat memperlambat larut pupuk NPK di dalam air, dari percobaan yang di dapatkan bahwa pupuk NPK tanpa penyalut larut dalam air selama 3,11 menit/gram. Data untuk penyalutan pupuk NPK dengan larutan kitosan 0,5%; 1,0%; 1.5%; dan 2,0% berturut-turut selama 3,44 menit/gram; 4,01 menit/ gram; 4;32 menit/ gram dan 5,02 menit/ gram.


(13)

The Effect Of Chitosan- Coated NPK Compound Fertilizer To Slow

Release In Water-Soluble

ABSTRACK

NPK compound fertilizers given by plants Not all could be absorbed, while others are being degradated or leached by ground water so they will cause inefficient fertilizing and environmental pollution. Because of that problem, slow release fertilizer was needed. Slow-release NPK fertilizer nutrition was released gradually and continuously so that it could reduce nutrition losses by leaching. Chitosan is a biodegradable polymer compound and have abilty for coating. Therefore, on this research chitosan was choosen as a coating, then used some variation from concentration of chitosan solution, namely 0.5%, 1,5%, 1.5%, and 2,5%.

The results showed that chitosan can slow release NPK compound fertilizer in water-soluble. The experiments get uncoated NPK fertilizer were 3,11 minutes / gram. Data for chitosan- coated NPK compound fertilizer were 0,5%; 1,0%; 1,5%; and 2,0% respectively for 3,44 minutes / gram ; 4,01 minutes / gram ; 4,32 minutes / gram ; and 5,02 minutes / gram.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pupuk adalah salah satu komponen faktor produksi suatu usaha tani. Pupuk diberikan ke lahan sebagai sumber hara tanaman untuk memenuhi kebutuhan tanaman yang tidak mampu dicukupi oleh hara yang secara alamiah terdapat dalam tanah. Sebagian besar pupuk yang diberikan ke dalam tanah hilang dari sistem pencucian, aliran permukaan, denitrifikasi dan penguapan serta sebagai bahan yang mengotori tanah, air, udara dan sumber-sumber alam penting lainnya. (Mukhlis, 2011)

Pertumbuhan tanaman dan kualitas mereka terutama fungsi dari kuantitas pupuk dan air sehingga sangat penting untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya air dan nutrisi pupuk. Namun,sekitar 40-70% nitrogen dari pupuk yang normal yang digunakan adalah hilang ke lingkungan dan tidak dapat diserap oleh tanaman, yang menyebabkan tidak hanya kerugian ekonomi dan sumber daya besar tetapi juga sangat serius pencemaran lingkungan. (Lan Wu , 2007).

Tidak semua pupuk yang diberikan pada tanaman dapat diserap oleh tanaman tersebut, sebagian akan mengalami degradasi atau terbawa hanyut oleh air tanah, sehingga pemupukan tidak efisien dan akan mencemari lingkungan dengan kandungan N, P, dan K. Oleh karena itu perlu dicarikan cara lain, diantaranya adalah

digunakannya pupuk NPK slow release, dimana unsur hara dilepaskan secara perlahan dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sehingga kehilangan unsur hara akibat pencucian oleh air lebih kecil.


(15)

Pupuk granul NPK yang berada di pasaran sekarang menggunakan polimer sebagai pelapis sehingga nutrisi di dalam pupuk tersebut lepas secara perlahan-lahan. Polimer merupakan senyawa yang tidak ramah lingkungan, sehingga perlu dipilih senyawa yang memiliki kemampuan sebagai pelapis dan ramah lingkungan.

Kitosan merupakan turunan utama dari kitin, merupakan salah satu polimer alam yang biodegradebel paling berlimpah. Selain kitosan merupakan polimer yang tidak larut dalam air juga mampu melapisi pupuk NPK. Kitosan diubah menjadi penyalut yang dapat memperlambat laju pelepasan nutrisi pupuk dengan menutupi sebahagian besar pori-porinya sehingga air bisa tetap masuk untuk melarutkan melalui pori-pori yang tidak tertutup. Oleh karena itu dipilih kitosan sebagai pelapis karena kitosan tidak dapat larut air dan mampu melapisi pupuk juga memiliki sifat biodegradibel, biokompatibel, nontoksit dan ramah lingkungan. Pupuk NPK slow release yg dilapisi polimer seperti kitosan,

akan menjadi formulasi yang ideal untuk memperlambat daya larut.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pemanfaatan kitosan dari cangkang kepiting yang akan dibuat sebagai penyalut pupuk NPK untuk menurunkan daya larut pupuk NPK dalam air dan menambah kadar nitrogen pada pupuk NPK.

1.2. Permasalahan

Apakah kitosan sebagai bahan penyalut dapat memberikan pengaruh terhadap pupuk NPK dan kelarutanya dalam air.


(16)

1.3. Pembatasan Masalah

- Penelitian ini dibatasi dengan penggunaan pupuk NPK - Penetuan kadar N dilakukan dengan uji kjeldahl

- Penentuan Kadar P dilakukan dengan spectrometer UV

- Penentuan kadar K dilakukan dengan Spektrometer serapan Atom (SSA) - Penetukan kelarutan pupuk dalam air

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh perlambatan kelarutan kitosan sebagai bahan penyalut pada pupuk NPK dan kelarutannya dalam air.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna tentang pengaruh kitosan terhadap kelarutan pupuk NPK dalam air.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan dan di laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorium yaitu Pupuk NPK disalut dengan kitosan dengan cara melarutkan kitosan dengan asam asetat kemudian


(17)

ditambahkan ke dalam pupuk NPK secara perlahan-lahan sampai merata dan kemudian dikeringkan di dalam oven. Sehingga kitosan dapat melapisi pupuk NPK, kemudian dianalisis kadarnya, yaitu : N dengan metode Kjeldahl, P dengan

spektrometer UV dan K dengan spektrometer serapan atom. Kemudian dilakukan uji disolusi untuk menentukan kelarutannya dalam air dengan kecepatan 100 rpm dan pada suhu 37 0C dalam medium air. Kinerja pupuk NPK komesial ini kemudian dibandingkan dengan pupuk NPK yang disalut dengan kitosan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi katersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Pemakaian pupuk kimia kemudian berkembang seiring dengan ditemukannya deposit garam kalsium di Jerman pada tahun 1839.

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi.

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen.

Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih


(19)

mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor.

Menurut cara aplikasinya, pupuk buatan dibedakan menjadi dua yaitu pupuk daun dan pupuk akar. Pupuk daun diberikan lewat penyemprotan pada daun tanaman. Contoh pupuk daun adalah Gandasil B dan D, Grow More, dan Vitabloom. Pupuk akar diserap tanaman lewat akar dengan cara penebaran di tanah. Contoh pupuk akar adalah urea, NPK, dan Dolomit.

Menurut cara melepaskan unsur hara, pupuk akar dibedakan menjadi dua yakni pupuk fast release dan pupuk slow release. Jika pupuk fast release ditebarkan ke tanah dalam waktu singkat unsur hara yang ada atau terkandung langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk ini adalah terlalu cepat habis, bukan hanya karena diserap oleh tanaman tetapi juga menguap atau tercuci oleh air. Yang termasuk pupuk fast release antara lain urea, ZA dan KCL.

Pupuk slow release atau yang sering disebut dengan pupuk lepas terkendali (controlled release) akan melepaskan unsur hara yang dikandungnya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama bila dibandingkan dengan pupuk fast release. Mekanisme ini dapat terjadi karena unsur hara yang dikandung pupuk slow releasedilindungi secara kimiawi dan mekanis.

Perlindungan secara mekanis berupa pembungkus bahan pupuk dengan selaput polimer atau selaput yang mirip dengan bahan pembungkus kapsul.

Contohnya, polimer coatedurea dan sulfur coated urea. Perlindungan secara kimiawi dilakukan dengan cara mencampur bahan pupuk menggunakan zat kimia, sehingga bahan tersebut lepas secara terkendali. Contohnya Methylin urea, Urea Formaldehide dan Isobutilidern Diurea. Pupuk jenis ini harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi. ( Novizan, 2005)


(20)

kelembapan tinggi, unsur hara dikeluarkan akan semakin banyak dan semakin cepat. Sistem yang kedua ini disebut juga sistem hidrolisa (penyerapan air). (E.I. Musnamar. 2003)

2.1.1. Pupuk NPK

Pupuk majemuk yang satu ini tidak hanya mengandung dua unsur, tetapi tiga unsur sekaligus yang tidak lain gabungan dari pupuk tunggal N, P, dan K. itulah sebabnya belakangan ini NPK sangat digemari petani. Merumuskan NPK yang akan dipilih sesuai tanah dan tanaman memang sulit. Untuk keperluan ini belum ada aturannya. Namun ada sumber yang menyebutkan patokan pemakaian atau pemilihan NPK tergantung pada kadar N-nya, yaitu pilihlah NPK dengan kadar N tinggi.

a) Nitrogen

Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang

pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya.

b) Fosfor

Untuk fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.

c) Kalium

Fungsi utama kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Yang tak bisa dilupakan ialah kalium pun merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit. (Pinus Lingga & Marsono, 2004)


(21)

Jumlah banyaknya pupuk NPK yang harus ditaburkan biasanya tergantung dari kebutuhan tanaman akan nitrogen. Berhubung pupuk NPK lebih bersih daripada berbagai macam pupuk tunggal, maka jumlah seluruhnya yang harus ditaburkan juga jauh lebih sedikit.

Semacam pupuk NPK yang mengandung nitrogen hendaknya ditaburkan pada musim semi. Pada tahun-tahun terakhir, kalium bertambah banayk diberikan orang pada musim rontok. Hal ini juga berlaku bagi pemupukan pada sistem bercocok tanam menurut rencana tertentu, sehingga pada musim semi dapat dibatasi dengan memberikan pupuk NP. (W.T. Rinsema,1993)

2.1.2. Pengaruh Pupuk Terhadap Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk memasok hara pada tanaman dalam jumlah yang seimbang. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah adalah: cadangan hara, ketersediaan, besarnya pasokan, tidak adanya bahan racun maupun bahan yang menghambat penyerapan hara oleh tanaman.

2.1.3. Pemupukan

Kebutuhan pupuk untuk tanah yang diolah minimum sangat tergantung pada keadaan kesuburan asli tanah. Tanah yang kondisi kesuburan asli tinggi, maka pemanenan dapat dilakukan sebanyak mungkin tanpa harus meninggalkan residu panen.

Fosfat relatif tidak mengalami proses pelindian karena diikat oleh koloid tanah, sehingga pupuk fosfat yang ditabur dipermukaan tanah tetap berada di tempat. Supaya lebih efektif pupuk P sebaiknya diletakkan di dekat perakaran.


(22)

berada di dekat perakaran. Akan tetapi apabila curah hujan cukup tinggi, cukup banyak K yang hilang dari daerah perakaran. ( Rachman Sutanto, 2002)

Penggenangan tanah mempunyai pengaruh pada ketersediaan hara tanaman selain N,P dan K. kelebihan air dapat mempengaruhi keterediaan hara melalui berbagai cara. Pengaruhnya dapat melalui: (i) ditingkatkannya kelarutan senyawa-senyawa yang relatif tidak dapat larut disebabkan pengaruh pengenceran dan kelebihan air,(ii) perubahan pH yang berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam status oksidasi-reduksi tanah, (iii) meningkatnya ketersediaan disebabkan oleh mobilitas hara yang lebih besar dalam tanah yang jenuh,(iv) perubahan-perubahan dalam kesetimbangan oksidasi-reduksi dalam tanah sebagai hasil dari oksigen,(v) pengendapan sebagai kompleks-kompleks yang tidak larut dengan

hidroksida,karbonat-bikarbonat, asam-asam organik atau sulfide tergantung pada kondisi-kondisi kesetimbangan dan lingkungan. Kelebihan air dapat juga bertindak secara langsung meningkatkan kehilangan unsur-unsur hara yang larut melalui pelindian dalam tanah yang permeabel. (O.P Engelstad,1997)

Penggunaan pupuk dapat menjurus kepada menjadi kotornya lingkungan karena: 1. Komponen-komponen yang dapat mengganggu dan beracun ada kalanya

menguap dan berkumpul di udara: polusi udara.

2. Ada kalanya ia mengandung bahan-bahan yang berbahaya, yang dengan mudah terikat di dalam tanah dalam bentuk yang tidak larut, sehingga bilamana bahan-bahan itu sudah terkumpul terlalu banyak, akhirnya akan berpengaruh negative: polusi pada permukaan bumi.

3. Pupuk mudah terkuras atau terbawa oleh air, yang lalu sampai ke dalam selokan dengan segala akibatnya yang negatif : polusi air. (W.T. Rinsema,1993)

Efektivitas pemupukan sangat tergantung pada saat pupuk diberikan. Pemberian pupuk pada saat yang tidak tepat hanya merupakan pemborosan sebab pupuk akan terbuang percuma dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman pada saat itu.


(23)

Ada dua hal yang berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan yaiitu kondisi cuaca dan kondisi fase tanaman.

1. Kondisi cuaca

Kondisi cuaca adalah fakta yang menentukan keberhasilan suatu aplikasi pemupukan. Hal utama yang perlu diperhitungkan adalah jangan sekali-kali melakukan pemupukan pada saat hari akan hujan, dan pada saat siang terik. Oleh karena itu, pemupukan sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah matahari bersinar terik. Kalau cuaca tidak panas pemupukan dapat dilakukan kapan saja.

2. Kondisi fase tanaman

Pertumbuhan tanaman dibagi atas dua, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif tanaman akan membentuk daun dan pucuk-pucuk tanaman muda. Sedangkan pada fase generatif tanaman membentuk bunga, buah dan umbi. Pemupukan pada fese yang tidak tepat bukan hanya berarti pemborosan, tetapi kadang dapat meracuni tanaman sehingga pertumbuhannya tidak bagus. (H.Prihmantoro, 2003)

2.2. Kitosan

Kitin merupakan poli (2-asetomida-2-deoksi- β-(1-4)-D-glukopironosa) dengan rumus molekul ( C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida).

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-Dglukopironosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik . proses kimia menggunakan basa,misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi yaitu mencapai 85-93% (tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi


(24)

enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam. (Purwatiningsih, 2009)

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan.

kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an. terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perika na n, seperti ku lit, u da ng da n ca ngka ng k epiting denga n k a ndu nga n kitin a nta ra 65 -70 %. Su mber ba ha n baku kitosan ya ng la in di a ntaranya kala jengking, ja mur, cu mi, gu rita , sera ngga , la ba - la ba da n ula t su tera denga n kandungan kitin antara 5-45%.

(http://www.scribd.com/doc/76337394/chitosan-iyoeng)

Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok

Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak

ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut.


(25)

2.2.1. Sifat-Sifat Kitosan

Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun, katonik kuat, kuagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat. ( Mat B.Z, 1995)

Kitosan merupakan suatu polimer karbohidrat yang mengandung senyawa nitrogen yang tidak bercabang dan mempunyai berat molekul yang tinggi. Menurut Rutherford dan Austin (1978) ada suatu sistem pelarut efektif bagi kitosan yaitu N-N-diametilasetamida yang mengandung 5% larutan Litium klorida. Namun demikian kelarutan kitosan banyak ditentukan oleh faktor bahan baku metode cross linking dan derajat deasetilasinya.

Kitosan tidak larut dalam pelarut-pelerut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali dibawah kondisi-kondisi tertentu. Dengan adanya sejumlah asam maka dapat larut dalam air-metanol, air-etanol, air-aseton dan campuran lainnya. Kitosan dapat larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan. Asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan

dipanaskan dan asam nitrat dapat juga melarutkan kitosan pada sebagian kecil, setelah beberapa waktu terbentuk endapan putih yang menyerupai jelly. Dengan asam nitrat pekat akan dapat memutuskan sebagian ikatan dan kelarutan tidak begitu cepat. HCl memerlukan pemanasan dan pengadukan berjam-jam, H2SO4 tidak dapat melarutkan kitosan karena akan membentuk kitosan sulfat yang berupa padatan kristalin putih, sedangkan dengan asam perklorat dapat melarutkan kitosan dengan mudah. Pada kenyataannya endapan kitosan lebih mudah dibuat dalam larutan HCl, HNO3 dan HClO4. ( Muzzarelli R.A.A., 1977)


(26)

Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan

apakah polimer ini dalam bentuk kitin atau kitosan. Kitosan mengandung gugus amina 60% sebaliknya lebih kecil dari 60% adalah kitin. ( Harahap V.U.,1995)

2.2.2. Kegunaan Kitosan

Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industry farmasi,

kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahn limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas, dan industry elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produksi industry pangan. ( Rismana , 2004)

Kitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik pada berbagai jenis industri maupun bidang kesehatan, sehingga kualitasnya bergantung pada

keperluannya. Sebagai contoh untuk penjernih air diperlukan mutu kitosan yang tinggi dan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan kemurnian yang tinggi.

Kitosan mempunyai sifat unik yang dapat digunakan di dalam berbagai cara serta memiliki kegunaan yang beragam, antara lain : di bidang industri, kitosan dapat meningkatkan kekuatan mekanik pada kertas atau sebagai bahan perekat, aditif untuk kertas dan tekstil, serta untuk mempercepat penyembuhan luka dan memperbaiki sifat pengikat warna. Sedangkan di bidang kosmetika, membrane kitosan berfungsi sebagai zat aditif yang dapat meningkatkan viskositas shampoo dan zat aditif pada lotion

karena dapat melindungi kulit dari kelembaban. Kitosan juga mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam.


(27)

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak.

Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. (http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15647.0)

2.3. Spektrometer Serapan Atom

Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Spectrum atomic untuk masing-masing unsur terdiri atas garis-geris resonansi. Garis-garis lain yang bukan Garis-garis resonansi dapat berupa spectrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi dari tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya. (Khopkar S.M , 2007)

2.3.1. Prinsip Dasar Spektrometer Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan , maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA. (Vogel, A.I , 1992)


(28)

Setiap alat terdiri atas tiga komponen yaitu unit atomisasi, sumber radiasi dan system pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi.

Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudiaan dilewatkan melalui baffle menuju pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas asetilen dan oksidator udara tekan, temperatur dapat dikendalikan secara elktris. Biasnya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianaisis. (Khopkar SM , 2007)

2.3.3. Gangguan Pada SSA Dan Mengatasinya

Gangguan yang nyata pada SSA adalah sering kali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekular yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorbsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spectrum absorbs atom netral yang memang akan ditentukan.

Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan: 1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai

gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi

2. Menambahkan elemen pengkat gugus ataom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral.


(29)

(Mulja. M, 1995)

2.4.Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel

didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan

ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara

langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.

Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar,

kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,


(30)

Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan

selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

(http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-analisa-protein-metode-kjeldahl.html)


(31)

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses. Disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi kerakteristik disolusi obat dari sediaan.

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larutan bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel sebagai hasil pecahannya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan medium. Dalam hal tablet biasanya diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet kedalam medium penerima.


(32)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Nama Alat Spesifikasi

Gelas Beaker 1000 ml

Gelas Beaker 100 ml

Gelas Ukur 100 ml

Neraca Analitis presisi ± 0.001 g

Spatula Sampel Cup Kertas Label

Labu ukur 1000 ml

Spektrometer Serapan Atom Spektrometer

Labu Kjeldahl 500 ml

Alat penyulingan Pemanas listrik

Kertas saring Whatman 41

Pipet volum 5 ml

Lumpang porselin

Erlen meyer 500 ml

Corong Ø 7 cm

Gelas piala 250 ml


(33)

3.2. Bahan

Bahan Spesifikasi

Pupuk NPK 16-16-16

Kitosan

CH3COOH 1% NaOH

Aquadest H2SO4 0,05N

H2SO4 pekat p.a

HNO3 pekat p.a

HClO4 70% HCl 5%

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Kitin

- Dibersihkan kepeting dan diambil cangkangnya - Dicuci sampai bersih

- Direndam dalam larutan NaOH 0,5 % selama 24 jam, dicuci dengan air sampai pH netral

- Dideproteinisasi dengan larutan NaOH 5 % selama 24 jam, dicuci dengan air sampai pH netral

- Didemineralisasi dengan larutan HCl 5% selama 24 jam, dicuci sampai pH netral, dikeringkan Pada suhu kamar.


(34)

3.3.2. Proses Pembuatan Kitosan

- Direndam kitin dalam larutan NaOH 50 % , pada suhu kamar selama 1 minggu, dilakukan pengadukan dan pengujian setiap hari.

- Dicuci dengan air sampai pH netral - Dikeringkan dalam suhu kamar - Dihaluskan

- Diuji dengan FT-IR

3.3.3. Proses Penyalutan Pupuk NPK

- Ditimbang 0,5 gram kitosan

- Dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1% - Ditimbang 100 gram pupuk NPK granul

- Dimasukkan sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan larutan kitosan ke dalam pupuk NPK Lalu diaduk sampai merata

- Dimasukkan ke dalam talang yang dilapisi aluminium foil

- Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 450C sampai kering (sekitar 2 hari) - Dilakukan hal yang sama untuk 1 gram, 1,5 gram dan 2 gram kitosan

3.3.4. Penentuan Kadar N dengan Uji Kjeldahl

- Ditimbang 0,5 g sampel, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml - Ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat

- Dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan ( sekitar 2 jam)

- Dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml sampai tanda garis

- Dipipet 5 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 ml NaOH 30 %

- Disuling selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat yang telah dicampur indikator


(35)

- Dibilasi ujung pendingin dengan air suling

- Dititrasi dengan larutan H2SO4 0,05 N samapi titik akhir titrasi tercapai ( warna hijau berubah menjadi warna merah jambu)

- Dilakukan pengerjaan larutan blanko

3.3.5. Penentuan Kadar P dengan Spectrometer UV

- Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml

- Ditambahkan dengan 20-30 ml HNO3 pekat

- Dididihkan perlahan-lahan selama 30-45 menit untuk mengoksidasi bahan yang mudah teroksidasi, didinginkan

- Ditambahkan 10-20 ml HClO4 70-72%

- Dididihkan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna dan timbul asap putih pada gelas piala, didinginkan

- Ditambahkan 50 ml air suling dan dididihkan beberapa menit, didinginkan - Dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditepatkan sampai garis tanda dan

dihomogenkan

- Disaring dengan kertas whatman no 41 - Ditampung ke dalam erlenmeyer

- Dipipet 5 ml larutan dan masing-masing larutan standar fosfor ke dalam labu ukur 100 ml

- Ditambahkan 45 ml air suling, didiamkan selama 5 menit

- Ditambahkan 20 ml pereaksi Molibdovanadat dan diencerkan dengan air suling hingga garis tanda dan dikocok

- Dibiarkan pengembangan warna selama 10 menit - Dilakukan pengerjaan larutan blanko

- Dioptimasi spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm - Dibaca absorbansi larutannya pada spektrofotometer


(36)

3.3.6. Penentuan Kadar K dengan Spektrometer Serapan Atom

- Ditimbang dengan teliti 5 gram sampel, dimasukkan ke dalam gelas piala 300 ml, ditambahkan 10 ml HCl 5%, 100 ml air suling dan dididihkan kira-kira 5 menit

- Didinginkan, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 250 ml dan 500 ml kemudian diencerkan dengan air suling sampai garis tanda dan disaring dengan kertas saring whatman no 41

- Dipipet filtratnya dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

- ditambahkan 1 – 10 mL larutan supresor, diencerkan dengan air suling sampai tanda tera dan homogenkan.

- Diset panjang gelombang dan lampu katoda kalium spektromter serapan atom dan diaspirasikan air ke dalam nyala udara asetilen dan alat pengatur diset ke angka nol lalu dilakukan untuk lautan standart dan sampel.

- Dibaca absorbansi dan dihitung konsentrasinya

3.3.7. Uji disolusi

- Ditimbang 1 gram pupuk NPK

- Dimasukkan aquadest ke dalam waterbath sampai batas tanda - Diukur 900 ml aquadest ke dalam tabung disolusi

- Dirangkai alat baru kemudiaan dihidupkan tombol power - Diatur temperatur pada suhu 37 0C

- Diatur kecepatan pada 100 rpm

- Dimasukkan sampel ke dalam tabung disolusi

- Dijalankan alat dengan menekan tombol power bersamaan dengan dihidupkan stopwatch

- Diamati sampai larut dan dicatat waktunya - Dilakukan percobaan sebanyak 3 kali

- Diulangi percobaan yg sama untuk salutan pupuk NPK + kitosan 0,5 %, pupuk NPK + kitosan 1 %, pupuk NPK + kitosan 1,5 %, pupuk NPK + kitosan 2 %


(37)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. pembuatan kitosan

Dibersihkan kepeting dan diambil cangkangnya

Dicuci sampai bersih

Direndam dalam larutan NaOH 0,5 % selama 24 jam, dicuci dengan air sampai pH netral

Dideproteinisasi dengan larutan NaOH 5 % selama 24 jam, dicuci dengan air sampai pH netral

Didemineralisasi dengan larutan HCl 5% selama 24 jam, dicuci sampai pH netral, dikeringkan Pada suhu kamar.

Dilakukan uji kelarutan dengan asam formiat 1%

Direndam dalam larutan NaOH 50 % , pada suhu kamar selama 1 minggu, dilakukan pengadukan dan pengujian setiap hari

Dicuci dengan air sampai pH netral Dikeringkan dalam suhu kamar Dihaluskan

Diuji dengan FT-IR kepiting

Kitin


(38)

3.4.2. Penyalutan Pupuk NPK

Ditimbang 0,5 gram

Dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1% Ditimbang 100 gram pupuk NPK granul Dimasukkan sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan larutan kitosan ke dalam pupuk NPK Lalu diaduk sampai merata

Dimasukkan ke dalam talang yang dilapisi aluminium foil

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 450C sampai kering

Dimasukkan ke dalam sampel cup dilakukan uji

Uji kjeldal Uji spektrometer UV Uji SSA Uji dissolosi

3.4.3. Uji disolusi

Ditimbang 1 gram

Dimasukkan aquadest ke dalam waterbath sampai batas tanda

Diukur 900 ml aquadest ke dalam tabung disolusi

Dirangkai alat baru kemudiaan dihidupkan tombol power

Diatur temperatur pada suhu 37 0C Diatur kecepatan pada 100 rpm

Dimasukkan sampel ke dalam tabung disolusi Pupuk

NPK

Granul salutan NPK + Kitosan

Hasil Hasil

Hasil Hasil


(39)

Dijalankan alat dengan menekan tombol power bersamaan dengan dihidupkan stopwatch Diamati sampai larut dan dicatat waktunya

Catatan : Dilakukan percobaan sebanyak 3 kali dan dilakukan percobaan yg sama untuk salutan pupuk NPK + kitosan 0,5 %, pupuk NPK + kitosan 1 %, pupuk NPK + kitosan 1,5 %, pupuk NPK + kitosan 2 %


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Kitosan yang digunakan adalah kitosan yang diambil dari laboratorium penelitian FMIPA-USU dengan data FTIR terlampir.

Data hasil penentuan waktu larut pupuk NPK dan Pupuk NPK yang disalut dengan kitosan di dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data penentuan waktu larut pupuk NPK dan Pupuk NPK yang disalut dengan kitosan

NO Sampel Suhu

(oC)

Kecepatan (rpm)

∆ Waktu larut (menit / gram)

1 Pupuk NPK 37 100 3,11

2 Pupuk NPK + kitosan 0,5 % 37 100 3,44

3 Pupuk NPK + kitosan 1,0% 37 100 4,01

4 Pupuk NPK + kitosan 1,5 % 37 100 4,32


(41)

Tabel 4.2. Data hasil analisa pengujian kadar N, P,K yang dilakukan di Balai riset dan teknologi Medan.

NO. Sampel

Parameter Nitogen (N) % Posfor (P2O5) % Kalium (K2O) %

1 Pupuk NPK 7,82 16,25 2,74

2 Pupuk NPK + kitosan 0,5 % 7,73 14,32 2,69

3 Pupuk NPK + kitosan 1,0% 7,62 15,72 2,93

4 Pupuk NPK + kitosan 1,5 % 7,73 16,12 2,86 5 Pupuk NPK + kitosan 2,0 % 8,31 15,64 2,80

4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Kelarutan Pupuk NPK dalam 900 ml Air

Kelarutan pupuk NPK =

Vair

NPK massa

Kelarutan pupuk NPK =

ml

900 gram 1

= 1,1 x 10-3 gram / 900 ml

Tabel 4.3. Data penentuan Kelarutan pupuk NPK dalam 900 ml air

NO Sampel ∆ Waktu larut

(menit / gram)

Kelarutan dalam air (gram / 900 ml)

1 Pupuk NPK 3,11 1,1 x 10-3

2 Pupuk NPK + kitosan 0,5 % 3,44 1,1 x 10-3 3 Pupuk NPK + kitosan 1,0% 4,01 1,1 x 10-3 4 Pupuk NPK + kitosan 1,5 % 4,32 1,1 x 10-3 5 Pupuk NPK + kitosan 2,0 % 5,02 1,1 x 10-3


(42)

4.2.2. Penentuan kadar N dalam pupuk NPK

Tabel.4.4. Data Analisa N pada Pupuk NPK

Sampel Volume H2SO4 (ml) N H2SO4 (N)

Berat contoh (mg)

V1 V2

Pupuk NPK 24,83 19,25 0,05 500

Pupuk NPK + kitosan 0,5 % 24,69 19,17 0,05 500 Pupuk NPK + kitosan 1,0% 24,55 19,11 0,05 500 Pupuk NPK + kitosan 1,5 % 24,66 19,14 0,05 500 Pupuk NPK + kitosan 2,0 % 25,14 19,21 0,05 500

% N =

W p x 14,008 x H2SO4 N x V2) -(V1

x 100 %

V1 = Volume larutan H2SO4 yang digunakan untuk titrasi sampel, ml V2 = Volume larutan H2SO4 yang digunakan untuk titrasi blanko, ml N = Normalitas H2SO4 0.05 N

14,008 = Berat atom Nitrogen W = Berat contoh, mg

4.3. Pembahasan

Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur hara yang diberikan kepada tanaman karena dibutuhkan oleh tanaman. Dalam arti yang lebih sempit, pupuk adalah bahan organik dan anorganik yang ditambahkan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman untuk menambah unsur hara tanaman dan meningkatkan produksi.

Efektifitas pemupukan berhubungan dengan tingkat/persentase hara pupuk yang diserap tanaman. Pemupukan dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap tanaman. Sedangkan efisiensi pemupukan berkaitan dengan hubungan antara biaya (bahan pupuk, alat kerja, dan upah) dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Jumlah pupuk yang diaplikasikan ke tanah, paling tidak bisa menggantikan jumlah


(43)

hara yang diangkut dan tidak kembali ke dalam tanah. Kondisi ini minimal dapat mencegah terjadinya penurunan kesuburan tanah, dengan catatan tidak terjadi kehilangan hara dari tanah akibat pencucian, erosi, penguapan dsb.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kitosan sebagai bahan penyalut untuk mengurangi daya larut pupuk NPK di dalam air. Sehingga nanti di dalam aplikasinya pupuk yang telah disalut ini, unsur haranya dapat diserap oleh tanaman sesuai dengan kebutuhannya saja, karena tanaman tidak mungkin menyerap hara pupuk tersebut semuanya sekaligus, tetapi tanaman hanya menyerap seberapa yang dibutuhkan.

Dari hasil penelitian didapat kelarutan pupuk NPK tanpa bahan penyalut yaitu 3,11 menit/ 1 gram. Penyalutan yang menggunakan variasi konsentrasi dari kitosan yaitu kitosan 0,5 %; 1,0 %; 1,5 % dan 2,0 % yang digunakan untuk mengetahui kondisi yang paling efektif untuk menahan daya larut pupuk NPK dalam air yaitu 3,44 menit/gram; 4,01 menit/ gram; 4;32 menit/ gram dan 5,02 menit/ gram. Penambahan kitosan memberikan perbedaan yang nyata terhadap kelarutan pupuk NPK di dalam air.

Ketika ditambahkan bahan kitosan sebagai penyalut maka pupuk NPK tersebut semakin lama larut, karena kitosan yang dijadikan sebagai penyalut tidak dapat larut dalam air sehingga dapat memperlambat laju pelepasan nutrisi pupuk. Hal ini terjadi karena penyalutan pupuk NPK dengan kitosan mampu menghambat proses respirasi karena pori-pori pupuk tertutup oleh lapisan kitosan. Penambahan konsentasi yang digunakan membuat pelapisan pori-pori semakin tebal, sehingga menyulitkan air untuk melarutkan pupuk. Kitosan yang melapisi pupuk NPK juga dapat meningkatkan volatilisasi N.

Variasi konsentrasi kitosan dari hasil penelitian didapat waktu maksimal yaitu 5,02 menit/ gram dengan penambahan konsentrasi kitosan 2,0%. Karena dilapisi oleh kitosan yang lebih padat. Sehingga merupakan kondisi kitosan yang paling efektif untuk menyalut pupuk NPK.


(44)

meningkat karena kitosan akan menyumbangkan unsur N kepada Pupuk NPK seperti yang telihat pada pupuk NPK yang yg dilapisi kitosan 2,0%, tetapi pada konsentasi 0.5%;1,05; dan 1,5% itu terjadi penurunan. Perbedaan yang terjadi dari hasil ini behubungan dengan muatan yang lebih besar dari ion-ionnya. Begitu juga dengan P dan K terjadi perubahan dan mencapai titik maksimum pada kitosan dengan konsentrasi 1,5 % ( P = 16,12%) dan 1,0% (K= 2,93). Makin tinggi persentase P dan K makin tidak bagus.


(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa data yang

diperoleh menunjukkan bahwa penyalutan pupuk NPK dengan kitosan mempengaruhi waktu pupuk NPK larut dalam air. Karena terlihat adanya perubahan yang terjadi, dimana semakin tingginya konsentrasi kitosan yang disalutkan ke pupuk NPK maka waktu yang diperoleh akan semakin lama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kitosan yang diberikan maka akan berbanding lurus waktu yang didapat.

5.2. Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar dapat menganalisa pupuk NPK yang langsung diaplikasikan ke tanah dengan bantuan kitosan sebagai bahan penyalut. Sehingga dapat diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan tanaman untuk menyerap pupuk tersebut.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Cho Kyun Rha. 1993. Chitosan as a Biomaterial.Biotechnology Integrasi. USA : The Marine Science. Massachussets Institute of Technology

Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi ketiga. Yogyakarta : UGM Press

Harahap, V.U. 1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan dari Limbah Udang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB

tanggal 11 Januari 2012

tanggal 2 Februari 2012

Diakses tanggal 11 Januari 2012

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Lan Wu. 2007. Preparation and properties of Chitosan-coated NPK compound fertilizer with controlled-release and water-retention. China

Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya

Mat, B.Z. 1995. Chitin and Chitosan. Universitas Kebangsaan Malaysia

Mukhlis, 2011.Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. Medan : USU press

Mulja. M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Air Langga Press

Murazzeli, R.A.A. 1977. Chitin. New York : Perganon Press

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat : Pembuatan dan Aplikasi. Jakarta : penebar swadaya


(47)

Prihmantoro, H. 2003. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta : Penebar Swadaya

Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Penerbit Bhratara

Rismana, E. 2004. Serat Kitosan Mengikat Lemak. Jakarta: Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT

Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta : Kanisius

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Terjemahan Pujaatmaka Setiono. Edisi Keempat. Jakarta : EGC Kedokteran


(48)

(49)

Gambar 1. Grafik Pengaruh Waktu Larut Pupuk NPK Dan Pupuk NPK yang Disalut dengan Kitosan


(50)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa data yang

diperoleh menunjukkan bahwa penyalutan pupuk NPK dengan kitosan mempengaruhi waktu pupuk NPK larut dalam air. Karena terlihat adanya perubahan yang terjadi, dimana semakin tingginya konsentrasi kitosan yang disalutkan ke pupuk NPK maka waktu yang diperoleh akan semakin lama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kitosan yang diberikan maka akan berbanding lurus waktu yang didapat.

5.2. Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar dapat menganalisa pupuk NPK yang langsung diaplikasikan ke tanah dengan bantuan kitosan sebagai bahan penyalut. Sehingga dapat diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan tanaman untuk menyerap pupuk tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Cho Kyun Rha. 1993. Chitosan as a Biomaterial.Biotechnology Integrasi. USA : The Marine Science. Massachussets Institute of Technology

Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi ketiga. Yogyakarta : UGM Press

Harahap, V.U. 1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan dari Limbah Udang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB

tanggal 11 Januari 2012

tanggal 2 Februari 2012

Diakses tanggal 11 Januari 2012

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Lan Wu. 2007. Preparation and properties of Chitosan-coated NPK compound fertilizer with controlled-release and water-retention. China

Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya

Mat, B.Z. 1995. Chitin and Chitosan. Universitas Kebangsaan Malaysia

Mukhlis, 2011.Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. Medan : USU press

Mulja. M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Air Langga Press

Murazzeli, R.A.A. 1977. Chitin. New York : Perganon Press

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat : Pembuatan dan Aplikasi. Jakarta : penebar swadaya


(3)

Prihmantoro, H. 2003. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta : Penebar Swadaya

Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Penerbit Bhratara

Rismana, E. 2004. Serat Kitosan Mengikat Lemak. Jakarta: Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT

Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta : Kanisius

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Terjemahan Pujaatmaka Setiono. Edisi Keempat. Jakarta : EGC Kedokteran


(4)

(5)

Gambar 1. Grafik Pengaruh Waktu Larut Pupuk NPK Dan Pupuk NPK yang Disalut dengan Kitosan


(6)