Tingkat kerusakan dan keterbukaan areal akibat penyaradan kayu di hutan alam dataran rendah tanah kering

TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT
PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH
TANAH KERING

REINALDO SAPOLENGGU

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Kerusakan dan
Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan Kayu di Hutan Alam Dataran Rendah Tanah
Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Reinaldo Sapolenggu
NIM E14100143

ABSTRAK
REINALDO SAPOLENGGU. Tingkat Kerusakan dan Keterbukaan Areal Akibat
Penyaradan Kayu di Hutan Alam Dataran Rendah Tanah Kering. Dibimbing oleh
UJANG SUWARNA.
Dalam tahapan-tahapan pemanenan hutan, kegiatan yang paling banyak
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan adalah kegiatan penyaradan. Bentuk
kerusakan akibat penyaradan, yaitu: kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan
areal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kerusakan akibat kegiatan penyaradan dan mengetahui luas areal yang terbuka
akibat penyaradan. Metode pengukuran berupa pengukuran pada tingkat tiang dan
pohon sebelum dan setelah penyaradan di 10 plot contoh penelitian seluas 1 ha.
Persentase kerusakan populasi akibat penyaradan sebesar 17.28% atau sebesar 75
pohon/ha. Hasil penelitian pada kategori tingkat keparahan pada rusak ringan

sebesar 6%, rusak sedang sebesar 3.7% dan rusak ringan berat sebesar 90.3%.
Keterbukaan areal yang terjadi akibat penyaradan sebesar 12.55% dengan luas ratarata sebesar 1255.41 m² atau 0.12 ha/plot dengan panjang rata-rata 235 m/ha.
Sedangkan panjang rata-rata keterbukaan areal akibat penyaradan per-hm sebesar
2.35 hm/ha dengan rata-rata kerusakan pohon sebesar 32 pohon/hm.
Kata kunci: kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan areal, tingkat kerusakan.

ABSTRACT
REINALDO SAPOLENGGU. Residual Stand Damage and the Openness of Area
Causedby Timber Harvesting in Dry Low Land Natural Forest. Supervised by
UJANG SUWARNA.
With in the stages of forest harvesting, the activity with the most negative
impact on the environment is skidding. The types of damage skidding are residual
stand damage and the openness of the area. This research is aimed to get
information of the damage level of skidding activities in dry low land natural forest
and to know the openness area caused by skidding. The method in this research was
to measure the damage of the stand of pole and tree level before and after skidding
in 10 sample plots which 1 hectare in each plot, percentage of damaged population
caused by skidding was 17.28% or 75 trees/ha. The results of this study shows the
percentage of minor damage of 6%, moderate damage of 3.7%, and severe damage
of 90.3%. The openness of the area damaged by skidding was 12.55% within

average basal area was 1255.41 m2 or 0.12 ha/plot and the average length was 235
m/ha. Whereas, the average length of the openness of the area caused by skidding
was 2.35 hm-hectare within average stands damage was 32 trees/hm.
Keywords: residual stand damage, the damage level, the openness of area.

TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT
PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH
TANAH KERING

REINALDO SAPOLENGGU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Tingkat Kerusakan dan Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan
Kayu di Hutan Alam Dataran Rendah Tanah Kering
Nama
: Reinaldo Sapolenggu
NIM
: E14100143

Disetujui oleh

Dr Ujang Suwarna, SHut MScFTrop
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan program Sarjana di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor dengan judul “Tingkat Kerusakan dan Keterbukaan Areal Akibat
Penyaradan Kayu di Hutan Alam Dataran Rendah Tanah Kering”. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ujang Suwarna, S Hut MSc FTrop
selaku Dosen Pembimbing dan saya juga mengucapkan banyak terimah kasih
kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda M. Sapolenggu dan Ibunda RM.
Dongoran serta semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan dalam menyusun skripsi ini, oleh karena itu
apabila dalam skripsi ini terdapat kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja,
semoga dapat dimaklumi dan menjadi masukan bagi penulis untuk
penyempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2014

Reinaldo Sapolenggu


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan


2

Metode Pengumpulan Data

2

Prosedur Analisis Data

2

Pengolahan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


6

Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Kegiatan Penyaradan

8

Keterbukaan Areal Akibat Kegiatan Penyaradan
SIMPULAN DAN SARAN

13
15

Simpulan

15

Saran

16


DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Jenis tanah areal kerja PT Dasa Intiga
2 Luas areal IUPHHK-HA PT Dasa Intiga berdasarkan kelas lereng
3 Kondisi kerapatan sediaan tegakan keseluruhan berdasarkan
kelompok jenis dan kelas diameter
4 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan
5 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan pohon per-hm
6 Bentuk kerusakan dan jumlah tiang dan pohon yang rusak

pada setiap plot penelitian akibat penyaradan
7 Tipe kerusakan tegakan tinggal dari total tiang dan pohon yang
rusak akibat penyaradan
8 Keterbukaan areal akibat penyaradan dengan teknik konvensional

6
7
8
8
9
10
11
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Peta jalan sarad dan plot contoh penelitian di petak BJ 21
Bentuk dan ukuran plot contoh penelitian
Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad dan jalan angkutan
Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal
akibat penyaradan dan penebangan pada tingkat tiang dan pohon.

3
3
6
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi hasil penelitian

19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang penting dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Manfaat hutan diantaranya adalah
berupa hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan satwa, sebagai penyimpan
karbon, sumber keanekaragaman jenis dan genetik, pengatur tata air, habitat satwa,
fungsi estetika serta stabilator iklim. Untuk itu, hutan harus dikelola secara lestari
agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kegiatan pemanenan hutan merupakan tahapan dari pengelolaan hutan yang
dapat memberikan dampak positif pada kehidupan sosial dan ekonomi, namun
disisi lain juga berdampak negatif pada lingkungan. Dampak negatif inilah yang
dapat menyebabkan hutan Indonesia mengalami degradasi, baik dari luasan,
keterbukaan areal hutan, dan kualitas hutan tersebut. Dalam tahapan-tahapan
pemanenan hutan, kegiatan yang paling banyak menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan adalah kegiatan penyaradan. Hal ini dikarenakan pada umumnya
IUPHHK-HA di Indonesia menggunakan bulldozer sebagai alat saradnya.
Penyaradan menggunakan bulldozer dapat menyebabkan menurunnya
kualitas tanah sehingga menyebabkan erosi, kepadatan tanah, keterbukaan tanah,
dan merusak tegakan tinggal setelah pemanenan. Manuver bulldozer ketika
menyarad pohon yang ditebang dapat menabrak atau menggusur pohon-pohon yang
masih berdiri sehingga menimbulkan kerusakan tegakan tinggal yang cukup besar
Thaib (1985).
Penyaradan yang dilakukan pada intensitas penebangan yang berbeda akan
menyebabkan kerusakan yang berbeda. Intensitas penebangan dan penyaradan
merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan
pemanenan hutan. Menurut Elias (1998) agar kerusakan akibat penebangan dan
penyaradan kayu dapat ditekan serendah mungkin, maka diperlukan sinkronasi
antara jaringan jalan sarad, arah penyaradan dan arah rebah pohon. Arah rebah
pohon yang terbaik untuk kelancaran penyaradan adalah yang berbentuk pola sirip
ikan terhadap arah penyaradan.
Untuk mengetahui sejauh mana penerapan kaidah RIL dalam kegiatan
penyaradan yang dilakukan oleh perusahaan, diperlukan adanya penelitian
mengenai penilaian efektifitas kegiatan penyaradan, dan mengetahui keterbukaan
areal hutan yang diakibatkan oleh kegiatan penyaradan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kerusakan akibat kegiatan penyaradan dan mengetahui luas areal yang terbuka
akibat penyaradan.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan
pelaksanaan sistem penyaradan yang telah diterapkan, sehingga dapat mengurangi
resiko areal yang terbuka diperusahaan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai informasi rujukan bagi kepentingan penelitian lainnya terutama di bidang
kehutanan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2014 di areal
konsesi IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Pengolahan data
dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator, pita
ukur, Global Positioning System (GPS), kamera, tally sheet, software untuk
mengolah data seperti Microsoft Office Word 2010, Microsoft Office Excel 2010,
dan aplikasi pengelolahan citradan pemetaan ArcGIS Ver 9.3.
Pengumpulan Data di Lapangan
Tahapan pengumpulan data dilapangan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan plot contoh penelitian
Penentuan petak yang menjadi lokasi penelitian menggunakan peta kerja
IUPHHK-HA PT Dasa Intiga yang termasuk dalam RKT (Rencana Kerja
Tahunan) tahun 2013. Penetapan plot contoh penelitian dilakukan dengan
purposive sampling dan mengikuti pola jalan sarad. Plot contoh penelitian dibuat
sebanyak 10 plot contoh penelitian berukuran 100 m x 100 m (1 ha). Lokasi plot
contoh penelitian dilakukan secara menyebar pada petak BJ21. Penyebaran plot
contoh penelitian yang digunakan tertera pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Peta jalan sarad penelitian di petak BJ21
Peubah yang diukur adalah jumlah tiang dan pohon yang akan rusak
setelah dilalui bulldozer pada saat kegiatan penyaradan. Kemudian pohon yang
akan rusak tersebut diukur diameter dan tinggi bebas cabang, sehingga diketahui
volume kayu yang akan rusak. Pengukuran keterbukaan areal hutan akibat
penyaradan dilakukan dengan cara mengukur panjang dan lebar jalan sarad dan
juga tracking menggunakan alat GPS sepanjang jalan sarad.
2. Pengukuran pohon di sepanjang jalan sarad
Pengukuran pohon di sepanjang jalan sarad dilakukan pada plot contoh
yang berukuran 100 m x 100 m (1 ha). Kemudian dilakukan sensus tingkat tiang
dan pohon. Data yang dikumpulkan adalah jenis pohon, diamater, dan tinggi
bebas cabang (Tbc). Setelah dilakukan sensus di plot contoh penelitian,
selanjutnya dilakukan pengukuran menggunakan variabel data yang sama pada
pohon di sepanjang jalan sarad yang akan dilalui bulldozer.

Gambar 2 Bentuk dan ukuran plot contoh penelitian
Pengukuran pada tingkat tiang dan pohon dilakukan didalam plot contoh
penelitian seperti yang terlihat pada gambar diatas yang ikut diukur adalah pada

4
bagian D, E, F, dan G. Sedangkan pada bagian A, B, C, D, E, dan F adalah
mengukur panjang jalan sarad per-hm.
3. Pengukuran kerusakan pohon sesudah penyaradan
Pengukuran kerusakan pohon sesudah penyaradan bertujuan untuk
mengetahui tingkat kerusakan tegakan yang terjadi akibat penyaradan pada plot
contoh penelitian. Metode yang digunakan adalah mengamati dan mencatat
pohon yang rusak dikiri-kanan jalan sarad. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Mengidentifikasi jenis tiang dan pohon yang rusak pada setiap plot contoh
penelitian
b. Menghitung jumlah tiang dan pohon rusak pada kiri-kanan jalan sarad
pada plot contoh penelitian
c. Mengukur diameter tiang dan pohon yang rusak pada kiri-kanan jalan
sarad pada plot contoh penelitian
d. Mengidentifikasi jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang,
pecah batang, roboh, miring, dan rusak banir).
4. Keterbukaan areal hutan akibat penyaradan
Luas areal terbuka akibat penyaradan adalah luas areal terbuka akibat
jalan yang dilalui oleh bulldozer atau bekas lintasan batang kayu yang disarad.
Lokasi pengamatan adalah pada petak areal kerja berukuran 100 m x 100 m atau
seluas 1 ha dipetak BJ21. Perhitungan dilakukan pada seluruh daerah yang
permukaan tanahnya terbuka akibat penyaradan dan tempat pengumpulan kayu
(TPn). Setelah itu akan didapatkan luasan daerah yang terbuka dengan satuan
luas meter persegi (m2) dan kemudian setelah dilakukan perhitungan maka akan
didapatkan luasan daerah yang terbuka per hektometer. Luas areal yang terbuka
akibat penyaradan dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan
sarad. Perhitungan jalan sarad dapat dilakukan dengan tracking di sepanjang
jalan sarad dengan bantuan GPS. Kemudian mengolah data dari GPS
menggunakan software ArcGIS Ver 9.3 dan Microsoft Excel 2010. Lebar jalan
sarad yang diukur tiap trayek jalan sarad menggunakan pita ukur pada interval
jarak 20 m lalu dirata-ratakan. Setelah mendapatkan nilai panjang jalan sarad
dan rata-rata lebar jalan sarad akan didapatkan luasan daerah yang terbuka
dengan satuan luas meter persegi (m2). Setelah mendapatkan luas keterbukaan
areal akibat jalan sarad, selanjutnya dijumlahkan untuk mengetahui total luas
keterbukaan areal akibat penyaradan.
Pengolahan dan Analisis Data

Kerusakan tegakan tinggal
Untuk menghitung kerusakan tegakan tinggal dan kerusakan akibat
penyaradan kayu digunakan rumus Sukanda (1995).

K=



×

%

5
Keterangan:
K= tingkat kerusakan tegakan tinggal (%).
R= jumlah pohon yang berdampak diatas 10 cm yang mengalami kerusakan
(pohon/ha).
P= pohon yang berdiameter 10 cm up sebelum penebangan atau kerapatan
tegakan (pohon/ha).
Q= jumlah pohon yang ditebang berdiameter lebih dari 40 cm (pohon/ha).
Untuk menghitung volume pohon itu sendiri menggunakan rumus:
V= ¼ π (D)2× ×

Keterangan:
V= volume pohon
� = konstanta (3.14)
D = diamater dbh (cm)
T = tinggi pohon
angka bentuk (0.7)

Menghitung jumlah pohon yang rusak berdasarkan tipe kerusakanya
Tipe kerusakan menurut Elias (2012) terdiri dari pohon rebah dan batang
patah, rusak tajuk, luka batang, rusak banir, dan rusak akar. Persentase tipe
kerusakan tegakan tinggal dihitung menggunakan rumus:



� % =





Keterangan :
Persentase tipe kerusakan A (%).
Jumlah pohon rusak pada tipe A (pohon/ha).
Jumlah seluruh pohon rusak (pohon/ha).





%

Luas keterbukaan areal akibat penyaradan
Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat
kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer atau lalu lintas bulldozer
menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan areal ditentukan dengan mengukur
panjang dan lebar jalan sarad pada plot contoh penelitian untuk memperoleh luas
jalan sarad tersebut. Pengukuran jalur sarad dilakukan dengan menggunakan GPS.
Lebar jalan sarad yang diukur pada tiap trayek jalan sarad dengan menggunakan
pita ukur dengan interval jarak 20 m, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam
kegiatan pengukuran rata-rata lebar jalan sarad. Bila ditemukan adanya percabangan,
maka akan dicari luasan percabangan tersebut dengan membentuk percabangan
tersebut menjadi bentuk segi tiga, seperti terlihat di bawah. Bentuk segi tiga ini
dimaksudkan untuk mempermudah pengukuran luasan keterbukaan areal sehingga
mudah untuk diukur. Gambar 3 Pengukuran keterbukaan bekas jalan sarad.

6

Gambar 3 Desain keterbukaan areal jalan sarad
L = ( P× )
Keterangan:
L = luas keterbukaan areal (m² atau ha )
P = panjang jalan sarad dalam satu petak tebang (m)
l = lebar jalan sarad rata-rata (m)
Keterbukaan areal akibat penebangan dan jalan sarad (%)
K=



×

%

Dimana:
K=Persentase keterbukaan lahan (%)
L=Luas lahan terbuka akibat penyaradan (�2 )

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Areal kerja IUPHHK-HA PT Dasa Intiga seluas ±131 850 Ha dan secara
geografis terletak pada koordinat 00o46’ – 01o33’ LU dan 114o17’ – 114o39’ BT,
termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kapuas Tengah dan Timpah,
Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Areal tersebut berada pada
kelompok Hutan S. Kuatan - S. Hyang dan termasuk dalam wilayah DAS Kapuas
(Sub DAS Kuatan dan Sub DAS Hyang). Batas-batas areal kerja, yaitu:
1.
2.
3.

Utara
Selatan
Timur

4.

Barat

: IUPHHK-HA PT Pandu Jaya Gemilang Agung
: Eks IUPHHK-HA PT Batarung
: IUPHHK-HA PT Bina Multi Alam Lestari, IUPHHK-HA PT
Sinergi Hutan Lestari, IUPHHK-HA PT Tinggang Karya Mandiri
dan IUPHHK-HT PT Perintis Adiwarna
: Hutan Lindung

Jenis tanah
Berdasarkan peta tanah Provinsi Kalimantan Tengah skala 1 : 500 000 (PT
Dasa Intiga 2013), areal kerja PT Dasa Intiga termasuk dalam tanah mineral.

7
Berdasarkan jenisnya, tanah di wilayah ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis ordo,
yaitu podsolik merah kuning dan podsol. Secara rinci luasan setiap jenis tanah
dalam areal disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis tanah areal kerja PT Dasa Intiga
No
1
2

Luas

Klasifikasi Tanah

Ha

Podsolik Merah Kuning
Podsol

Jumlah
Sumber : Peta Tanah skala 1 : 500 000 (PT Dasa Intiga 2013)

%

102 013
29 837

77.4
22.6

131 850

100.0

Topografi
Topografi areal IUPHHK-HA PT Dasa Intiga dengan skala 1 : 200 000 (PT
Dasa Intiga 2013), memiliki bentuk wilayah datar dan landai dengan ketinggian
tempat berkisar antara 25−125 m dari permukaan laut dimana hampir 94.12% atau
dengan luasan 124 100 ha merupakan areal yang memiliki kelerengan (0−8%) atau
datar, dan 5.87% atau luasan 7 750 ha adalah memeliki kelerengan (8−15%) atau
dengan medan landai.
Tabel 2 Luas areal IUPHHK-HA PT Dasa Intiga berdasarkan kelas lereng
Datar
Landai
Total

Kelas kelerengan (%)
0−8%
8−15%

Luas (ha)
124 100
7 750

Persentase (%)
94.12
5.88

131 850

100.00

Sumber : Peta Topongrafi skala 1: 200 000 (PT Dasa Intiga 2013)

Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), iklim di sekitar
areal kerja PT Dasa Intiga termasuk dalam tipe iklim A yakni sangat basah. Data
selama 10 tahun (2001-2011) yang tercatat di stasiun Meteorologi dan Geofisika
Kuala Kapuas menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2 183 mm
dengan jumlah hari hujan 144 hari, sedangkan rata-rata curah hujan bulanan adalah
182 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 12 hari. Curah hujan tertinggi terjadi
bulan Februari sedangkan bulan terkering adalah bulan Juni.
Keadaan hutan
Potensi tegakan dari hasil survei IHMB dan buku Rencana Kerja Tahunan
(2013) PT Dasa Intiga, jenis pohon yang dominan adalah Keruing (Dipterocarpus
crimitus Dyer), Nyatoh (Palaquium sp), Balau (Shorea maxwelliana King),
Benuang (Octomeles sumatrana Miq), Meranti merah (Shorea sp), Resak (Vatica
subcerdata Ball), Kempas (Koompasio malaccensis Maing) dan Mersawa
(Anisoptera grossivenia V.SL). Kelompok jenis rimba campuran memiliki
kerapatan terbesar yaitu 236.32 pohon/ha dan kerapatan terkecil pada kelompok
jenis kayu yang dilindungi yaitu 9.82 pohon/ha yang disajikan pada Tabel 3.

8
Tabel 3 Kondisi kerapatan sediaan tegakan keseluruhan berdasarkan kelompok
jenis dan kelas diameter
Kelas Diameter
Kelompok Jenis

10-20 cm

20-30 cm

30-40 cm

40-50 cm

50 cm up

Total

(N/ha)

(N/ha)

(N/ha)

(N/ha)

(N/ha)

(N/ha)

Meranti

111.99

26.61

3.81

5.05

4.45

151.9

Rimba Campuran

188.99

35.66

4.16

4.1

3.4

236.32

Kayu Indah

26.94

6.71

1.1

1.41

1

37.17

4.7

2.76

0.76

0.75

0.85

9.82

71.74

9.83

11.31

9.7

435.21

Kayu Dilindungi

Total
332.62
Sumber : Buku RKT 2013

Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Kegiatan Penyaradan
Penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan
tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan kayu selain penebangan. Kerusakan
tegakan tinggal akibat penyaradan berasal dari pohon yang mengalami kerusakan
ketika pembuatan jalan sarad atau proses penyaradan kayu dari tunggak menuju
TPn. Semakin luas keterbukaan areal yang terjadi akibat proses penyaradan, maka
akan menyebabkan semakin banyak tegakan tinggal yang mengalami kerusakan
Sitanggang (2011). Hasil perhitungan kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4, kerusakan tegakan tinggal pada tingkat tiang
merupakan kerusakan terbesar dibandingkan pada tingkat pohon. Kerusakan
tegakan tinggal akibat penyaradan terjadi pada tingkat tiang dengan rata-rata
kerusakan sebesar 49.9 pohon/ha dan rata-rata kerusakan pada tingkat pohon
sebesar 25.1 pohon/ha. Rata-rata persentase kerusakan yang terjadi pada tiang dan
pohon dalam 10 plot contoh penelitian sebesar 17.28% dengan tingkat kerusakan
ringan.
Tabel 4 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan

No
plot

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Ratarata

Kerapatan
tiang dan
pohon
(pohon/ha)

Intesitas
tebangan
tiap plot
(pohon/ha)

441
484
411
507
408
363
430
455
444
464
4 407

4
5
7
4
8
5
8
10
6
12
69

Jumlah
tiang dan
pohon
yang rusak
akibat
penyaradan
(pohon/ha)
71
88
85
82
79
71
72
65
71
66
750

440.7

7

75

Jumlah tiang dan pohon yang
rusak akibat penyaradan
(pohon /ha)

Persentase
kerusakan
(%)

10-19
(cm)

20-29
(cm)

30
(cm)
up

56
66
51
49
46
43
48
45
50
45
499

12
17
30
31
27
23
20
15
17
18
210

3
5
4
2
6
5
4
5
4
3
41

16.25
18.37
21.04
16.30
19.75
19.83
17.06
14.61
16.21
14.60
174.02

49.9

21

4.1

17.28

9
Penelitian yang dilakukan oleh Suhartana dan Idris (1996) menunjukkan
rata-rata persentase kerusakan tegakan tinggal pada penyaradan sebesar 15.40%
sedangkan penelitian Indriyati (2010) menyatakan bahwa rata-rata persentase
kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan sebesar 10.27%. Pada penelitian
Suhartana dan Idris (1996) rata-rata kerusakan akibat penyaradan jauh lebih besar
dibandingkan penelitian di petak BJ21 dan lebih besar dibandingkan dengan
penelitian Indriyati (2010). Perbedaan kerusakan tegakan tinggal pada tingkat tiang
dan pohon disetiap plot contoh penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
kondisi iklim, kelerengan lapangan, kerapatan tegakan, intensitas pemanenan, dan
faktor lain seperti operator bulldozer yang memiliki pengetahuan terbatas akibat
tidak dibekali dengan peta rencana pemanenan yang baik. Selain itu, operator
bulldozer juga memiliki pengetahuan berbeda terhadap metode pembuatan jalan
sarad dan keterampilan pengoperasian alat.
Bentuk kerusakan yang terjadi akibat penyaradan per-hm umumnya berupa
batang roboh, patah batang, pecah batang dan batang miring yang diakibatkan oleh
dorongan pisau bulldozer ketika proses pembukaan jalan sarad. Berdasarkan hasil
pengukuran, kerusakan tegakan tinggal di 10 plot contoh penelitian dipetak BJ21
dengan total panjang jalan sarad yang diamati sebesar 2.35 hm didapatkan bahwa
bulldozer dapat merusak tiang dan pohon dengan rata-rata sebanyak 32 pohon/hm.
Menurut penelitian Nasution (2009) rata-rata kerusakan tiang dan pohon sebesar
82.6 pohon/hm dengan total panjang jalan sarad sebesar 15 hm. Pada penelitian
Nasution (2009) menunjukkan kerusakan pohon/hm jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan penelitian di petak BJ21. Tabel 5 menunjukkan kerusakan
akibat penyaradan per-hm.
Tabel 5 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan pohon per-hm
No plot

Panjang jalan sarad
didalam plot contoh
penelitian (hm/ha)

Jumlah tiang dan
pohon yang rusak
akibat penyaradan
(pohon/ha)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

2.25
2.25
2.30
3.08
3.16
1.57
2.23
1.32
2.79

71
88
85
82
79
71
72
65
71

31.5
39.1
36.9
26.6
25.0
45.2
32.3
49.0
25.4

10

2.52

66

26.1

Total

23.5

750

337

Rata-rata

2.35

75

32

Kerusakan
pohon
(pohon /hm)

Kerusakan akibat penyaradan disebabkan adanya jalan sarad yang melewati
sungai, sehingga operator bulldozer harus menumpukkan beberapa pohon dan tiang
di sekitar sungai untuk dijadikan jembatan sementara agar bulldozer dapat melewati
sungai tersebut. Selain itu, bulldozer juga melintasi topografi yang cukup curam

10
sehingga operator bulldozer perlu membuat jalan sarad dengan topografi yang lebih
datar. Besarnya kerusakan juga disebabkan operator bulldozer yang membuka jalan
sarad tidak dibekali dengan peta topografi yang mengakibatkan tiang dan pohon
lebih banyak rusak terkena gusuran bulldozer dan sapuan dari kayu yang disarad
berakibat pada pohon di sekitar jalan sarad ikut roboh dan menimpa pohon di
sekitarnya.
Bentuk kerusakan akibat penyaradan
Pada umumnya kegiatan penyaradan kayu mengakibatkan kerusakan
terhadap tegakan tinggal. Untuk sistem pemanenan secara mekanis, kerusakan
tegakan tinggal terjadi akibat pembuatan jalan sarad. Menurut Elias (2012) ada
beberapa tipe kerusakan, yaitu: rusak tajuk, luka batang, pecah batang, patah batang,
roboh, condong dan rusak banir dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bentuk kerusakan tegakan tinggal tertinggi akibat
penyaradan kayu berupa pohon roboh sebesar 79.20% atau sebanyak 594 pohon/ha.
Sedangkan luka batang sebesar 8.13% atau sebanyak 61 pohon/ha dan patah batang
sebesar 6.67% atau sebanyak 50 pohon/ha. Pada penelitian Elias et al (1993)
kerusakan akibat penyaradan terbesar terjadi pada pohon roboh sebesar 88.32%,
luka batang 4.47%, dan patah batang 2.74%. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Muhdi (2003) pohon roboh sebesar 48.48%, patah batang sebesar 21.89%, dan
terkelupas kulit 12.65%.
Tabel 6 Bentuk kerusakan dan jumlah tiang dan pohon yang rusak pada plot

penelitian akibat penyaradan
Bentuk
kerusakan
akibat
penyaradan
Rusak tajuk
Luka
batang
Pecah
Batang
Patah
batang
Roboh
Condong
Rusak banir
Total
jumlah
pohon

9

Total
volume
tiang
dan
pohon
(m3/ha)
2.423

5

61

20.77

0

0

0

0

8
47
4
1

5
58
3
0

5
54
0
1

50
594
22
14

7.917
150.17
7.526
4.445

6.67
79.20
2.93
1.87

65

71

66

750

193.25

100

Jumlah pohon setiap plot (pohon/plot)
1
0

2
2

3
1

4
1

5
1

6
1

7
0

8
0

9
2

10
1

5

9

8

10

7

5

4

5

3

0

0

0

0

0

0

0

0

7
54
2
3

5
67
2
3

3
69
2
2

6
61
2
2

4
66
1
1

4
57
3
1

3
61
3
0

71

88

85

82

80

71

71

Jumlah
tiang dan
pohon
(pohon/ha)

Persentase
tiang dan
pohon
yang
rusak (%)
1.20
8.13
0

Tipe kerusakan pohon dengan tingkat kerusakan terbesar adalah pohon
roboh. Hal ini disebabkan penyaradan pohon menggunakan kabel slink sering
tersangkut pohon lainnya, sehingga pohon yang tersangkut tersebut akan
mengalami tarikan yang kuat dan akhirnya roboh. Selain itu, kurangnya
keterampilan operator bulldozer dalam proses penyaradan kayu, sehingga banyak
pohon rusak di sekitar jalan sarad. Banyaknya pohon yang roboh disebabkan karena
operator bulldozer dalam menyarad pohon kurang memperhatikan arah penyaradan,

11
sehingga kerusakan tidak dapat dihindari. Sedangkan kerusakan berupa luka batang
disebabkan adanya gesekan dari mata pisau bulldozer pada saat melakukan
penyaradan. Selain itu, adanya banir di sekitar jalan sarad menyebabkan gesekan
antar pohon sehingga terjadi luka batang atau luka kulit pada pohon sedangkan
patah batang disebabkan karena dorongan bulldozer ataupun tertumpuk pada mata
pisau bulldozer.
Berdasarkan hasil penelitian Elias et al (1993) dan Muhdi (2003) dengan
hasil penelitian di petak BJ21 dapat dibandingkan adanya perbedaan persentase
kerusakan tegakan tinggal. Hal ini dikarenakan intensitas penebangan pada setiap
plot contoh penelitian sangat berpengaruh terhadap kerusakan pohon di sekitar plot
contoh penelitian. Semakin banyak pohon yang dipanen maka kerapatan tegakan
semakin tinggi dan kelerengan lahan yang semakin curam, maka akan
menyebabkan kerusakan tegakan tinggal di sekitar jalan sarad yang semakin besar.
Selain itu, penyaradan yang dilakukan di petak BJ21 menggunakan metode
konvensional sehingga operator harus mencari log yang telah ditebang dan
berakibat pada jalan sarad yang terbentuk lebih banyak dengan tingkat kerusakan
semakin tinggi. Kurangnya koordinasi antara operator chainsaw dan operator
bulldozer juga menjadi penyebab semakin besarnya tingkat kerusakan pohon.
Kategori tingkat kerusakan
Kerusakan tegakan tinggal itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori,
yaitu kategori tingkat kerusakan ringan, sedang, dan berat. Tabel 7 menunjukkan
persentase kerusakan tegakan tinggal dari tiga kelas tingkat kerusakan yaitu berat,
sedang dan ringan. Kerusakan tegakan tinggal pada tingkat tiang dan pohon dengan
kategori berat sebesar 53.5% dan 36.80%, sedang 1.8% dan 1.9%, ringan 3% dan
3%. Persentase kerusakan akibat penyaradan tingkat tiang dan pohon disajikan
pada Tabel 7.
Pada bagian penyaradan rusak berat didominasi oleh tipe kerusakan pohon
roboh, selanjutnya didominasi oleh patah batang dan luka batang. Penggunaan alat
berat seperti bulldozer untuk membuat jalan sarad dan penyaradan kayu
menyebabkan kerusakan semakin besar, kerusakan tegakan berupa patah batang,
patah tajuk dan condong diakibatkan tertimpanya pohon yang roboh dan terdorong
pada saat melakukan penyaradan. Sedangkan untuk rusak sedang dan ringan
disebabkan kegiatan penarikan kayu oleh kabel slink sehingga banyak pohon di
sekitar jalan sarad tumbang/roboh, dan luka batang. Selain itu juga banyak operator
yang bekerja untuk memenuhi target, sehingga memaksa operator untuk bekerja
secara cepat. Dengan upah borongan para operator bulldozer berlomba untuk
mendapatkan upah yang tinggi, sehingga mengakibatkan daya tarik bulldozer tidak
stabil dengan gerakan zig-zag dan senantiasa menabrak pohon yang ada disamping
kiri dan kanan jalan. Selain itu juga kerusakan pada kegiatan penyaradan
disebabkan karena kurangnya perencanaan terhadap jalan sarad serta arah rebah
pohon yang tidak beraturan, sehingga operator bulldozer tidak dapat menghindari
kerusakan tegakan tinggal.
Menurut Matangaran (2003) besarnya kerusakan pada tingkat kerusakan
berat sebanyak 72.1% dari kerapatan awal, kerusakan sedang sebesar 14.05%, dan
kerusakan ringan sebesar 13.64%. Jika dibandingkan dengan penelitian Elias
(1997) yang dilaksanakan di PT Kiani Lestari dan PT Nakata Timber tingkat
kerusakan berat masing-masing sebesar 83.29% dan 82.12%, kerusakan sedang

12
masing-masing sebesar 6.15% dan 13.19%, dan kerusakan ringan masing-masing
sebesar 10.56% dan 4.58%. Menurut Muhdi (2001) kerusakan tegakan tinggal pada
tingkat tiang dan pohon dengan kategori berat sebesar 73.7%, sedang sebesar 13.0%
dan kerusakan ringan sebesar 10.4%. Penelitian Matarangan (2003), Muhdi (2001)
dan Elias (1997) kerusakan tegakan tinggal pada tingkat tiang dan pohon jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan kerusakan tegakan tinggal di petak BJ21.
Tabel 7 Tipe kerusakan tegakan tinggal dari total tiang dan pohon yang rusak akibat
penyaradan
Tipe kerusakan
Berat
1. Rusak tajuk > 50%
2. Luka batang > 1/2 d
3. Patah batang
4. Pecah batang
5. Roboh
6. Miring < 45 °
7. Rusak banir > 1/2 d
Jumlah
Sedang
1. Rusak tajuk 30-50%
2. Luka batang 1/4-1/2
3. Rusak banir 1/3-1/2
4. Miring > 45°
Jumlah
Ringan
1. Rusak tajuk < 30%
2. Luka batang
3. Rusak banir < ¼
Jumlah
Jumlah total
(Pohon + Tiang)

Jumlah
kerusakan
tiang
(tiang/ha)

Jumlah
kerusakan
pohon
(pohon/ha)

Persentase
kerusakan
tiang
(%)

Persentase
kerusakan
pohon
(%)

3
10
3
0
380
2
3

2
11
47
0
214
1
1

0.400
1.333
0.400

0.267
1.467
6.267

50.667
0.267
0.400

28.533
0.133
0.133

401

276

53.5

36.80

1
0
0
9

2
0
2
10

0.133

0.267

1.705

0.267
1.333

10

14

1.8

1.9

1
20
5
26

0
20
3
23

0.133
2.667
0.667
3

0
2.667
0.400
3

750

100 (%)

Bentuk kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan kayu tidak jauh berbeda
dengan bentuk kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon. Menurut
penelitian Muhdi (2001) kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan di PT Suka
Jaya Makmur pada tingkat tiang dan pohon dengan kategori berat sebesar 40.2%,
sedang sebesar 40.2%, ringan sebesar 19.6%. Penelitian yang dilaksanakan di PT
Dasa Intiga kerusakan tegakan tinggal akibat penebagan dengan kategori berat
sebesar 65%, sedang 35%, ringan 24% Septi (2014). Bentuk kerusakan yang paling
dominan pada kegiatan penebangan adalah patah batang sedangkan pada kegiatan
penyaradan berbentuk pohon roboh. Kerusakan pada kegiatan penebangan
disebabkan karena pohon yang ditebang merupakan pohon yang dominan

13
berdiameter 50 cm up, sehingga dapat menyebabkan pohon yang ada di sekitarnya
mengalami kerusakan berupa rusak tajuk, patah batang, dan roboh. Selain itu,
operator chainsaw tidak dibekali dengan peta topografi dan peta sebaran pohon
sehingga operator chainsaw mengalami kesulitan untuk menentukan arah rebah
pohon yang baik. Perbandingan besarnya persentase kerusakan tegakan tinggal
akibat penyaradan dan penebangan pada tingkat tiang dan pohon disajikan pada
Gambar 4.
100

90.3

90
73.7

60
50
40
30
20

13

10

65

60

70

3.7

10.4
6

Tingkat kerusakan (%)

Tingkat kerusakan (%)

80

70

50
40.2

39 40.2

40
30

23.8
19.6

20
10
0

0

Berat

Sedang

Ringan

Berat

Sedang

Ringan

Penyaradan (Data Primer)

Penebangan (Septi 2014)

Penyaradan (Muhdi 2001)

Penebangan (Muhdi 2001)

Gambar 4 Persentase tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dan
penebangan pada tingkat tiang dan pohon.

Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan
Keterbukaan areal adalah salah satu bentuk kerusakan lantai tanah hutan
akibat pembuatan jalan sarad. Beberapa faktor yang mempengaruhi luasan
keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu, yaitu: kerapatan tegakan, kemiringan
lapangan, intesitas pemanenan kayu serta teknik pemanenan kayu (Sularso 1996).
Pada kegiatan penyaradan, keterbukaan areal terjadi akibat kerja bulldozer dalam
menarik pohon yang ditebang menggusur pohon-pohon lainnya untuk membuka
jalan agar kayu mudah disarad. Bulldozer yang digunakan pada petak BJ21 adalah
CAT D7G dengan lebar blade± 4 m dan dilengkapi winch sepanjang ±30 meter
yang digunakan untuk menyarad kayu. Penyaradan di petak BJ21 menggunakan 2
bulldozer. Luas keterbukaan areal hutan akibat penyaradan disajikan pada Tabel 8.

14
Tabel 8 Keterbukaan areal akibat penyaradan dengan teknik konvensional

1

Panjang jalan
sarad didalam
plot contoh
penelitaian
(m/ha)
225.4

2

225.1

6.1

1 895.55

0.19

18.96

3

230.1

5.4

1 264.57

0.13

12.65

4

308.3

5.1

1 588.99

0.16

15.89

5

316.3

4.7

1 486.61

0.15

14.87

6

157.1

4.3

665.82

0.07

6.66

7

223.0

4.7

1 020.80

0.10

10.21

8

132.6

6.2

822.18

0.08

8.22

9

279.3

4.7

1 312.71

0.13

13.13

10

252.5

5.2

1 060.46

0.11

10.60

Total

2 349.69

52.2

12 554.11

1.26

125.54

Rata-rata

234.97

5.2

1 255.41

0.126

12.55

No
plot

Luas jalan sarad

Lebar rata-rata
jalan sarad
(m)

(m2)

(ha)

6.0

1 436.42

0.14

14.36

% Keterbukaan

Pada Tabel 8 ditunjukkan nilai rata-rata keterbukaan pada masing-masing
plot contoh penelitian sebesar 12.55% dengan rata-rata lebar jalan sarad sebesar
5.2 meter atau dengan luas rata-rata sebesar 1 255.41 m2. Penelitian Sitanggang
(2011) dengan menggunakan metode konvensional rata-rata keterbukaan areal
sebesar 10.16% dengan rata-rata lebar jalan sarad sebesar 5.6 meter atau dengan
luas rata-rata sebesar 1 015.55 m2 dan dengan menggunakan teknik RIL rata-rata
keterbukaan areal sebesar 7.02% atau dengan luas rata-rata sebesar 701.70 m2.
Sedangkan penelitian Muhdi (2001) dengan menggunakan metode konvensional
rata-rata keterbukaan areal sebesar 18.25% dengan luas rata-rata sebesar 1 825.90
m2 sedangkan teknik RIL rata-rata keterbukaan areal sebesar 8.50% atau dengan
luas rata-rata sebesar 850.13 m2. Pada penelitian Muhdi (2001) rata-rata kerusakan
akibat penyaradan jauh lebih besar dibandingkan penelitian di petak BJ21 dan lebih
besar dibandingkan dengan penelitian Sitanggang (2011). Hasil penelitian
Suhartana (1996) menyatakan keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional
berkisar antara 7% sampai 25% dengan nilai rata-rata 15.17%. Perbedaan luas
keterbukaan areal akibat penyaradan yang disebabkan oleh banyaknya pohon yang
disarad per hektar dan perbedaan kelerengan lahan pada masing-masing plot
penelitian.
Berdasarkan penelitian Indriyati (2010) mengatakan bahwa besarnya
keterbukaan pada masing-masing plot contoh penelitian berbeda-beda luasanya
karena dipengaruhi berbagai faktor seperti kondisi lapangan yang tidak
memungkinkan dilakukannya penyaradan akibat kelerangan sangat curam untuk
mengambil kayu, sehingga membuat operator membuka jalan yang lainnya, serta
adanya sungai yang cukup lebar, sehingga tidak memungkinkan untuk dilintasi.
Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap keterbukaan areal hutan adalah
operator bulldozer memiliki pengetahuan kurang baik berkaitan dengan teknik
membuka jalan sarad tidak dibekalipeta pohon, sehingga penyaradan kayu harus

15
dikoordinasikan dengan operator chainsaw agar informasi lokasi pohon yang
ditebang dapat diketahui. Umumnya, operator bulldozer langsung masuk ke petak
tebang untuk mencari kayu yang sudah ditebang oleh operator chainsaw. Operator
bulldozer juga tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap metode
pembuatan jalan sarad yang efektif dan efisien sesuai dengan Reduce Impact
Logging (RIL) serta keterampilan pengoperasian alat yang berbeda danpengaruh
faktor alam seperti cuaca dan medan yang memiliki tingkat kelerengan berbeda.
Besarnya keterbukaan akan mengakibatkan terjadinya erosi yang tinggi,
sehingga terjadi penurunan kesuburan tanah akibat run-off yang besar. Hal ini
menyebabkan hara dari tanah hilang kemudian berdampak pada tingkat kesuburan
tanah hutan dan produktivitas hutan, sehingga nilai ekonomis dari hutan akan
semakin berkurang. Selain itu, penanaman dibekas jalan sarad kemungkinan tingkat
pertumbuhannya akan semakin kecil karena terjadi pemadatan tanah pada bekas
jalan sarad.
Untuk mengatasi hal ini maka perlu diterapkan kegiatan pemanenan yang
berbasis Reduce Impact Loging (RIL) yang dapat menentukan laju keterbukaan
areal akibat kegiatan pemanenan. Bidang perencanaan harus membuat peta pohon
yang telah lengkap dengan arah rebah pohon dan rencana jaringan jalan sarad agar
operator chainsaw dapat menentukan arah rebah pohon yang benar, sehingga
keterbukaan areal hutan tidak terlalu besar. Operator juga disarankan perlu dibekali
peta jaringan jalan sarad yang telah dibuat oleh bidang perencanaan dan dibekali
dengan kemampuan untuk membaca peta supaya mempermudah operator bulldozer
untuk menentukan jalan sarad dan tidak salah tempat dalam menentukan lokasi TPn,
dimana selama ini operator bulldozer tidak dibekali peta, sehingga dalam membuat
jalan sarad, operator bulldozer harus masuk dulu kedalam hutan untuk mencari
pohon yang sudah ditebang dan dalam menentukan lokasi TPn terkadang tidak
strategis dan mewakili pohon yang ditebang.
Sementara Suhartana dan Yuniawati (2011) menyatakan bahwa secara
teknis penyaradan RIL (Reduce Impact Loging) diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas, menurunkan biaya produksi dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: 1). Penggunaan pada jalur sarad adalah
timbunan ranting-ranting dan dedaunan bekas tebangan, sehingga mempercepat
pekerjaan (tidak sering terjadi slip antara alat sarad terhadap tanah) dan
memperkecil pergerakan telapak alat sarad untuk mengeruk lapisan tanah atas
sehingga kerusakan tanah dapat dihindari; 2). Arah rebah pohon saat penebangan
harus searah dengan jalan sarad; dan 3). Dibutuhkan peta potensi tegakan yang akan
dipanen sehingga dapat dilakukan perencanaan pemanenan kayu berupa pembuatan
jalur sarad.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Persentase kerusakan populasi akibat penyaradan sebesar 17.28% atau
sebesar 75 pohon/ha. Berdasarkan tingkat keparahan pada rusak ringan sebesar 6%,
rusak sedang sebesar 3.7% dan rusak berat sebesar 90.3%. Keterbukaan areal yang
terjadi akibat penyaradan sebesar 12.55% atau seluas 1 255.41 m² dengan panjang

16
rata-rata jalan sarad sebesar 234.97 m/ha. Panjang rata-rata keterbukaan areal akibat
penyaradan per-hm sebesar 2.35 hm/ha dengan rata-rata kerusakan tiang dan pohon
sebesar 32 pohon/hm.

Saran
1.
2.
3.

4.

Perusahaan perlu untuk menerapkan teknik pemanenan yang berbasis RIL
(Reduce Impact Loging)
Diperlukan pelatihan untuk operator bulldozer mengenai teknik penyaradan,
sehingga kerusakan dapat diminimalkan.
Diperlukanpeta rencana jalan sarad, sehingga operator bulldozer tidak
mengalami kesulitan dan kesalahan dalam penentuan jalan sarad yang
mengakibatkan keterbukaan areal meningkat.
Perlu dilakukannya survei topografi dilapangan agar tidak terjadi penyaradan
pada kondisi kelerengan> 40%

DAFTAR PUSTAKA
Elias, S. Manan dan U. Rosalina. 1993. Studi penerapan pedoman Tebang Pilih
Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di areal HPH (PT
Kiani Lestari dan PT Nakata Rimba), Kalimantan Timur. Bogor (ID) :Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Elias. 1997. Hasil-hasil penelitian pemanenan kayu berwawasan lingkungan di
indonesia dan negara tropis lainnya, Jurnal Penelitian Hasil Hutan 10(1):10-14.
Elias. 1998. Reduced Impact Timber Harvesting in the Indonesian Selective Cutting
and Planting Sistem. IPB Press. Bogor.
Elias. 2012. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Pr.
Indriyati IN. 2010. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan di PT Salaki
Summa Sejahtera Pulau Siberut Sumatera Barat. [skripsi]. Bogor (ID) :Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Matangaran JR. 2003. Natural regeneration and stand damage after logging
operation. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 16(2):63-69.
Muhdi. 2001. Studi kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan
teknik pemanenan kayu berdampak rendah dan konvensional di hutan alam
(studi kasus di HPH PT Suka Jaya Makmur, Kalimanta Barat) [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Muhdi. 2003. Studi keterbukaan lantai hutan akibat penebangan dan penyaradan
kayu. Jurnal Komunikasi Penelitian 15(3): 62–73.
Nasution. AK. 2009. Keterbukaan areal dan kerusakan tegakan tinggal akibat
kegiatan penebangan dan penyaradan (Studi Kasus di PT Austria Byna,
Kalimantan Tengah). [skripsi].Bogor: Fakultas KehutananIPB. Bogor.
PT Dasa Intiga. 2013. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Dalam Hutan Alam Pada Tahun Produksi 2013. Kalimantan Tengah (ID):
PT Dasa Intiga.

17
Schmidt, F. H. and Ferguson, J.H.A. (1951). Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia and Western New Guinea. Kementrian Perhubungan
Djawatan Meteorologi dan Geofisik, Jakarta 42.
Septi M. 2014. Tipe dan tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan
penebangan di hutan dataran rendah tanah kering. [skripsi]. Bogor (ID) :Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sitanggang, MMW. 2011. Perbandingan besarnya kerusakan tegakan tinggal pada
pemanenan kayu menggunakan metode Reduced Impact Logging dan
Conventional Logging di IUPHHK-HA PT Ratah Timber [skripsi]. Bogor (ID):
Fahutan IPB.
Suhartana S. 1996. Minimasi keterbukaan lahan melalui penyaradan yang
direncanakan: kasus di dua perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Buletin
Penelitian Hasil Hutan 14(10): 444−453.
Suhartana S, Idris MM. 1996. Kondisi tegakan tinggal di kawasan dua perusahaan
HPH Riau. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 14(4):129−137.
Suhartana S, Yuniawati. 2011. Peningkatan produktivitas pemanenan kayu melalui
teknik pemanenan kayu ramah lingkungan: kasus di suatu perusahaan hutan
rawa gambut di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
29(4):369−384.
Sukanda. 1995. Penentuan faktor eksploitasi, limbah kayu dan kerusakan tegakan
tinggal akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI studi kasus di areal kerja
HPH PT Narkata Rimba Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
SularsoN. 1996. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu terkendali dan
konvensional pada sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)[tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Thaib J. 1985. Pengaruh penggunaan traktor terhadap kerusakan tegakan tinggal
pada beberapa pengusahaan hutan di Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan 2(4):28-32.

18

LAMPIRAN

19
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian

Pohon Roboh

Pohon Roboh

Luka Batang

Jalan sarad

Luka Batang

Luka Batang

20
Lanjutan Dokumentasi Penelitian

Patah Batang

Patah Batang

Pohon Roboh

TPn

Rusak Tajuk

Condong

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 04 September 1991 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mateus Sapolenggu dan Resti
Menti Dongoran. Penulis memulai jenjang pendidikan di SD Impres pulo pakpahan
lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama
di SMP Negeri 1 Pangaribuan pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas
diselesaikan di SMA Swasta Bintang Timur Balige tahun 2010. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD) di Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2013 dan 2014, Ilmu Ukur
Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2013 dan 2014 dan asiten
pemanenan hutan pada tahun 2014. Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai
kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga aktif dalam kegiatan yang diadakan oleh fakultas kehutanan IPB salah
satunya Komisi Disiplin Bina Cops Rimbawan pada tahun 2012 dan 2013. Selain
itu, penulis juga pernah aktif di Forest Management Student Club (FMSC) sebagai
anggota Keprofesian pada tahun 2012 dan anggota divisi studi pemanfaatan hutan
pada tahun 2013. Penulis juga aktif mengikuti lomba tingkat mahasiswa. Prestasi
yang diraih oleh penulis adalah Juara 3 Lomba cabang sepak bola (OMI) 2014.
Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Sancang Timur papandayan pada tahun 2012 dan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa
Barat pada tahun 2013 serta Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Dasa
Intiga, Kalimantan Tengah pada tahun 2014.

22