Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar Dan Air.

PERANAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI DALAM
PENYEDIAAN BAHAN PANGAN, KAYU BAKAR DAN AIR

IGA NURAPRIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan tesis berjudul Peranan Hutan Lindung Wosi
Rendani dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2015

Iga Nurapriyanto
NRP E352110051

RINGKASAN
IGA NURAPRIYANTO. Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam
Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air. Dibimbing oleh SAMBAS
BASUNI dan BAHRUNI.
Bahan pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang masih
dibutuhkan masyarakat dari kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR)
Kabupaten Manokwari. Bahan pangan dan kayu bakar diperoleh salah satunya
dari hasil pembukaan lahan hutan untuk dijadikan kebun tradisional. Berkebun
diyakini dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat pelaku,
namun di sisi lain dikhawatirkan dapat mengurangi luas lahan berhutan dan
berpengaruh pada kemampuan hutan menyediakan salah satu manfaatnya yaitu
air.
Kawasan HLWR mengalami tekanan. Luas lahan berhutan di dalam

kawasan (hutan Wosi Rendani) terus berkurang, padahal hutan Wosi Rendani
(HWR) nyata berperan antara lain dalam penyediaan bahan pangan berupa buahbuahan, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan HLWR.
Tujuan akhir penelitian adalah untuk mengukur peran hutan Wosi Rendani
dalam menyediakan buah, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam maupun
sekitar kawasan. Tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir adalah menguraikan
dinamika pemanfaatannya, mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi
pemungut, mengukur persepsi masyarakat dan menghitung nilai ekonomi ketiga
hasil hutan tersebut.
Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara, observasi dan
studi pustaka. Metode penyajian secara deskriptif dengan menganalisis data
kuantitatif dan kualitatif. Dinamika pemanfaatan diketahui dengan mengukur
tingkat intensitas atas dasar frekuensi pemungutan buah tiap spesies per tahun;
karakteristik sosial ekonomi pemungut meliputi usia kepala keluarga, tingkat
pendidikan, tanggungan keluarga, tingkat konsumsi keluarga dan kapita, jarak
rumah dan lokasi pemungutan, serta pendapatan keluarga dan kapita. Pengukuran
persepsi masyarakat menggunakan skala Likert terhadap pernyataan yang
difokuskan pada peranan HWR menyediakan buah, kayu bakar dan air. Penilaian
ekonomi difokuskan nilai guna langsung (direct use value) dari buah, kayu bakar
dan air, yaitu: (1). Nilai buah didekati dengan harga pasar dan harga subtitusi.
Potensi nilai buah diketahui dari hasil analisis vegetasi di HWR. Parameter yang

digunakan adalah nilai kerapatan (densitas) (n/ha), (2). Nilai kayu bakar didekati
dengan tingkat upah yaitu curahan waktu untuk mendapatkan kayu bakar per
kubik (Rp/m3). Nilai potensi stok kayu bakar diketahui dari hasil analisis vegetasi
tingkat tiang dan pohon. Parameter yang digunakan adalah diameter setinggi dada
dan tinggi total (m), dan (3). Nilai air didekati dengan tarif air PDAM dan nilai
pengadaan (biaya pengadaan dan tingkat upah) berdasarkan penggunaan
domestik. Nilai potensi air diketahui dari hasil pengukuran debit air tiga lokasi
sumber air di dalam kawasan HLWR (m3/detik).
Hasil studi menunjukkan bahwa hutan Wosi Rendani tidak hanya memiliki
peran sosial ekonomi yang sangat strategis bagi masyarakat melainkan juga
memiliki posisi sosio-kultural yang masih sangat erat bagi masyarakat Suku
Arfak. Keberadaan hutan Wosi Rendani selain memberi identitas dan eksistensi

Suku Arfak di Manokwari, juga merupakan tempat diperolehnya buah, kayu
bakar dan air. Buah yang dipungut digunakan untuk menambah pendapatan
ekonomi dan konsumsi pangan keluarga, sebagai cadangan kayu bakar dan air
yang manfaatnya tidak saja dirasakan oleh masyarakat Arfak saja namun juga oleh
masyarakat yang berasal dari suku lainnya di Manokwari.
Peran hutan Wosi Rendani dalam penyediaan bahan pangan buah, kayu
bakar dan air masih dirasakan. Pemungutan hanya dilakukan pada wilayah hutan

yang menjadi hak pemanfaatannya dan bersifat sesaat. Jumlah buah atau kayu
bakar yang dipungut sebatas kebutuhan harian rumah tangga. Buah atau kayu
bakar dipungut saat melakukan aktivitas lain di hutan. Pemanfaatan buah lebih
banyak berasal dari jenis tumbuhan yang memiliki nilai jual. Komposisi nilai
manfaat ekonomi buah lebih besar berasal dari jenis L. domesticum, P. pinnata
dan N. lapaceum.
Sumber bahan pangan dan kayu bakar sebagian besar diperoleh dari kebun.
Penyediaan bahan pangan dengan membuka lahan hutan memberikan kemudahan
memperoleh jenis bahan pangan yang berasal dari tanaman budi daya dan kayu
bakar dari hasil tebangan. Komposisi nilai di kebun lebih besar dibandingkan di
hutan Wosi Rendani. Nilai manfaat ekonomi bahan pangan di kebun sebesar Rp13
302 163/KK/tahun, sedangkan bahan pangan berupa buah dari hutan Wosi
Rendani hanya Rp3 048 506.74/KK/tahun. Kondisi yang sama juga terlihat dari
nilai manfaat kayu bakar di kebun sebesar Rp510 783.63/KK/tahun dan di hutan
Wosi Rendani Rp177 289.16/KK/tahun. Besarnya proporsi nilai manfaat ekonomi
dari kebun dibandingkan nilai manfaat dari hutan Wosi Rendani dapat berpotensi
mendorong terjadinya konversi hutan. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap
keutuhan hutan Wosi Rendani.
Peran hutan Wosi Rendani potensial masih dapat dipertahankan atau
ditingkatkan. Peran penyediaan bahan pangan, kayu bakar dan air atas dasar

persepsi responden yang positif terhadap manfaat hutan dapat menjadi
pertimbangan pengelolaan kawasan HLWR di masa mendatang. Persepsi
responden yang lebih tinggi pada peran hutan sebagai penyedia air dapat menjadi
kekuatan yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan peran hutan sekaligus
sebagai penyedia buah dan kayu bakar yang nilai potensi ekonomi saat ini hanya
sebesar Rp65 982 607.31/ha untuk buah-buahan, stok kayu bakar Rp58 580
022.04/ha, serta nilai potensi air sebesar Rp20 603 233 407.64/tahun.
Upaya mempertahankan dan meningkatkan peran hutan dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan luas lahan berhutan di dalam kawasan HLWR. Spesies
tumbuhan yang dipilih adalah spesies-spesies tumbuhan penghasil buah dan kayu
bakar yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat setempat.
Kata kunci: Peran HWR, nilai ekonomi, buah pangan, kayu bakar, air

SUMMARY
IGA NURAPRIYANTO. The Role of Wosi Rendani Protecting Forest to Provide
Food, Firewood and Water. Supervised by SAMBAS BASUNI and BAHRUNI.
Food, firewood and water are three of forest products that still needed by
people from Wosi Rendani forest protecting area (HLWR) in Manokwari region.
Food and firewood were provided by made traditional land farming. Farming
could be convinced many bigger benefits for some people, but in other hand it

could be worried make decreasing of land forest widely and influece the forest
products potenty such water.
HLWR area is under pressure. Wide of land forest in the area (Wosi
Rendani forest) is decreasing, even though Wosi Rendani forest (HWR) is real
role among others fruits, firewood and water for people in and surround of HLWR
area.
Final aim of this research was measure the role of Wosi Rendani forest to
provide of food (fruits), firewood and water for people who live in and surround
of HLWR area. Some among aims to reach the main aim were describe dynamic
of its usage, socio economic characteristic of collector, people perception and
measure its economic value.
Data were collected by interview, observation and literature analyzing. The
research report was showed by description used quantitative and qualitative data.
Usage dynamic was shown by measured the intensity level base on collecting
frequency of each fruits per year. Socio economic characteristic of collector were
encompass by age of head household, education level, household’s load,
household and person consumption, distance to collected, and household and
person income. People perception was measured by Likert scale of the statement
that focused was role of forest to provide food, firewood and water. Economic
valuation was focused by direct used value of food, firewood and water i.e. (1).

Fuits value was approacced by market and substitution price. Potenty of fruits was
measured by vegetation analizing in trees. Parameter that used was density (n/ha);
(2). Firewood value was approached by wages which found from spent of time to
collected the firewood per cubic (Rp/m3). Stock value of firewood was used by
vegetation analizing in poles and trees. Parameter that used was diameter and high
total (m). (3) Water value was approached by water fare price and providing
prices (cost to provide and wages) as domesticly using. Value of potenty water
was measured by number of discharge from three sources location at HLWR area
(m3/second).
Result of research showed that Wosi Rendani forest is not only has strategic
socio economic role for people, but also has high position relation of Arfak tribe
people socio culture. Existence of forest is recognized in its tribe. In cultural,
Wosi Rendani forest is a part of Arfak tribe. Existence of Wosi Rendani forest
besides gave the identity and the existence of Arfak tribe in Manokwari, but also
as location whereas they collect fruits, firewood and water. Fruits that collected
were used to increase the family capital, firewood stock and water. It were not felt
by Arfak people only, but also by other people in Manokwari.
The role of Wosi Rendani forest is keep expected continue felt. The
collecting was only done in forest area where its their right authority usage and for


awhile momently. Fruits and firewood volume only for house daily needs. Fruits
and firewood were collected when they act other activities in forest. Collecting
fruits are more number of fuits which have price. Higher composition benefits
economic value came from L. domesticum, P. pinnata dan N. lapaceum.
Food and firewood sources are dominated collected from land farming.
Food and firewood would be easily provided. The composition of value is higher
from land farming than forest. Benefit economic value of food in land farming is
Rp13 302 163/household/year, but value odf fruits in forest only Rp3 048
506.74/household/year. Firewood value in land farming is Rp510
783.63/household/year
and
in
Wosi
Rendani
forest
Rp177
289.16/household/year. Differentiate of benefit economic value in land farming
than Wosi Rendani forest would be potenty forest conversion. It is would be
threaten for existence of Wosi Rendani forest in future.
The role of Wosi Rendani forest is potentially to held in reserved or to

increased. Responden’s perception is positively that Wosi Rendani forest’s role in
higher as water provider could be as strength able considering to increase forest
role as fruits and firewoods in future. The potenty of economic value now only
Rp65 982 607.31/ha of fruits, firewood stock Rp58 580 022.04/ha, and water
Rp20 603 233 407.64/year.
The effort can be done by increasing the wide of forestry land in HLWR
area. Plants choosen are produce fruits species and firewoods species which
accommodate local people needs.
Key words: HWR role, economic value, fruit, firewood, water

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PERANAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI DALAM
PENYEDIAAN BAHAN PANGAN, KAYU BAKAR DAN AIR

IGA NURAPRIYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tutut Sunarminto, MSi

Judul Tesis


: Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan
Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air

Nama

: Iga Nurapriyanto

NIM

: E352110051

Program Studi

: Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan (MEJ)

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
Ketua

Dr. Ir. Bahruni, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Manajemen
Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ricky Avenzora, MScF

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2013 ini ialah Peranan
Hutan, dengan judul Peranan Hutan Wosi Rendani dalam Penyediaan Bahan
Pangan, Kayu Bakar dan Air.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni,
MS dan Dr. Ir. Bahruni, MS selaku pembimbing, Dr. Ir. Tutut Sunarminto, Msi
selaku penguji luar komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ricky Avenzora, MScF.
selaku ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan yang
telah banyak memberi saran. Terima kasih dan penghargaan penulis juga ucapkan
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan c.q. Pusat Pendidikan dan
Pelatihan SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan
kesempatan melanjutkan pendidikan dan memperoleh beasiswa; Ayahanda H.
Imam Sutardi, BA, ibunda Hj. Aminah, dan saudara-saudaraku yang selalu
memberikan doa dan dukungan moril (Didit Nurcahyono, Hati Nursasanti dan
Ana Nurjananti); Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manokwari; Dosen-dosen
Pasca Sarjana Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan atas
ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang diberikan; Kepala Kampung
Soribo dan masyarakat di lokasi penelitian atas penerimaannya dan informasi
yang diberikan selama penulis melakukan penelitian; Sdr Khrisma Lekitoo dan
tim serta teman-teman kantor yang turut serta membantu mengambil data
penelitian; Mahasiswa Pascasarjana program studi Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan; serta semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per
satu yang telah memberikan berbagai kontribusi penyelesaian tesis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istri tercinta Wiwin
Nuraini dan anak kami Amilawidya Nurazura, Wisnutama Nuriman Chakti dan
Ilham Nuraditya Azka atas segala kesabaran, ketabahan, doa restu serta kasih
sayangnya selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Agustus 2015

Iga Nurapriyanto

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
3

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat Penelitian
Pemilihan Responden
Metode Pengumpulan dan Analisis Data

4
4
5
5
6

3 KONDISI UMUM KAWASAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI
Letak Geografis dan Dasar Hukum Penunjukkan
Kondisi Tutupan Hutan
Hidrologi dan Iklim
Vegetasi Hutan Wosi Rendani
Kondisi Demografis Masyarakat Sekitar dan di Dalam Kawasan HLWR
Pembagian Wilayah Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Wosi Rendani
Penggunaan Lahan Hutan untuk Kebun di dalam Kawasan HLWR

16
16
16
17
19
20
22
23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Pemanfaatam Buah Pangan di Hutan Wosi Rendani
Dinamika Pemanfaatam Kayu Bakar di Hutan Wosi Rendani
Dinamika Pemanfaatan Air Domestik
Persepsi Responden Terhadap Peran Penyediaan

26
26
34
41
42

5 SIMPULAN DAN SARAN

49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Jumlah responden berdasarkan lokasi penelitian
Metode pengumpulan sesuai data yang dibutuhkan
Luas kawasan, hutan dan kebun berdasarkan wilayah Kelurahan
Jumlah curah hujan dan hari hujan bulanan Kabupaten Manokwari
tahun 2010 hingga 2012
Karakter iklim Kabupaten Manokwari (2006-2012)
Jumlah penduduk Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi
Sebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kelurahan
Wosi dan Kelurahan Sowi Tahun 2013
Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut buah di hutan Wosi
Rendani
Jumlah responden yang melakukan pemungutan pada tiap jenis buah
Frekuensi dan volume pungutan buah responden di hutan Wosi Rendani
Nilai ekonomi tanaman pangan lahan kebun responden di dalam
kawasan HLWR
Nilai buah yang dipungut responden di hutan Wosi Rendani
Pendugaan nilai potensi buah di hutan Wosi Rendani
Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut kayu bakar kawasan
HLWR
Indeks Nilai Penting spesies tumbuhan di hutan Wosi Rendani yang
sering digunakan sebagai kayu bakar
Nilai kayu bakar di hutan Wosi Rendani dan kebun yang diperoleh
responden di dalam kawasan HLWR
Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut kayu bakar kawasan
HLWR
Jumlah responden pengguna air berdasarkan cara pengambilan air
Penggunaan air domestik harian rumah tangga oleh responden
Komponen nilai pengadaan air domestik oleh responden
Nilai air domestik kawasan HLWR berdasarkan cara pengambilan oleh
responden
Persepsi responden terhadap peran hutan Wosi Rendani mendukung
penyediaan buah, kayu bakar dan air
Persepsi responden di dalam dan sekitar kawasan HLWR terhadap
pembukaan lahan hutan untuk kebun

5
7
17
18
18
20
21
26
28
29
31
32
33
34
37
37
38
39
40
41
42
43
46

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Skema alur pikir penelitian
Peta lokasi penelitian
Desain petak contoh dengan metode kombinasi
Pembukaan lahan hutan untuk berkebun
Kebun masyarakat di dalam kawasan HLWR
Komposisi frekuensi, rata-rata jumlah waktu dan komposisi volume
pungutan kayu bakar di kebun dan hutan Wosi Rendani

3
4
10
24
25
36

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat semai di
hutan Wosi Rendani
2. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat pancang
di hutan Wosi Rendani
3. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat tiang di
hutan Wosi Rendani
4. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat pohon
di hutan Wosi Rendani
5. Volume stok tingkat tiang dan pohon di hutan Wosi Rendani
6. Pungutan kayu bakar responden di kebun dan hutan Wosi Rendani
7. Nilai kayu bakar yang dipungut respondendi kebun dan hutan Wosi
Rendani
8. Pengukuran debit air, pendugaan volume dan nilai ekonomi air
9. Penggunaan air domestik domestik responden di dalam dan sekitar
kawasan HLWR
10. Volume penggunaan, biaya pengadaan dan nilai air oleh responden

55
56
57
58
59
61
63
65
65
68

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhendang (2013) mengartikan peranan hutan sebagai seperangkat sifat atau
perilaku, kemampuan dan tindakan yang dimiliki, diberikan atau dilakukan hutan
dalam suatu keadaan atau peristiwa tertentu. Khususnya di Papua, hutan memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Ketergantungan
dengan hutan telah berlangsung turun temurun mencakup berbagai aspek
kehidupan sosial, budaya, ekonomi bahkan ekologi. Hutan bahkan dianggap
sebagai seorang ibu yang senantiasa memberikan berbagai kebutuhan hidup
mereka sebagai anak-anaknya (Laksono et al. 2001).
Salah satu wujud ketergantungan masyarakat Papua dengan hutan terlihat
dari kegiatan pemanfaatan lahan dan pemungutan hasil hutan untuk memperoleh
bahan pangan dan sumber energi (kayu bakar). cara yang umum dilakukan adalah
dengan membuka lahan hutan menjadi lahan pertanian (kebun). Bentuk
pemanfaatan seperti itu memudahkan memperoleh jenis-jenis bahan pangan dari
tanaman hasil budi daya atau stok kayu hasil tebangan sebagai kayu bakar yang
dibutuhkan rumah tangga.
Kebutuhan lahan untuk menyediakan bahan pangan dan kayu bakar
diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduknya. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi luas lahan berhutan dan
mempengaruhi peran hutan yang lain salah satunya sebagai pengatur tata air.
Suhendang (2013) menyatakan bahwa meningkatnya keperluan terhadap lahan
untuk berbagai kegiatan di luar bidang kehutanan berdampak pada tingginya
tingkat konversi lahan hutan dan dapat mengurangi luas lahan berhutan.
Pemanfaatan hutan yang tidak terkendali berdampak negatif terhadap lingkungan
hidup antara lain berupa penurunan produktivitas dan kualitas hutan.
Kondisi yang sama juga terjadi di dalam kawasan hutan lindung Wosi
Rendani Manokwari (HLWR). Kawasan ini merupakan bagian dari wilayah tanah
adat masyarakat suku besar Arfak yang tersebar di Wilayah Kepala Burung Pulau
Papua (Laksono et al. 2001). Penggunaan lahan hutan untuk kegiatan berkebun di
dalam kawasan HLWR masih terjadi. Produktivitas tanaman pertanian lebih
mengandalkan tingkat kesuburan tanah secara alami. Jika tingkat kesuburan tanah
telah berkurang, lahan kebun baru akan dibuka dengan tujuan menyediakan bahan
pangan dan kayu bakar pada lahan berhutan. Kondisi ini diduga sebagai salah satu
penyebab berkurangnya luas lahan berhutan di dalam kawasan HLWR.
Penyediaan bahan pangan dan kayu bakar selain diperoleh dari lahan kebun,
juga diperoleh dari lokasi yang masih berhutan yang terdapat di dalam kawasan
HLWR yaitu hutan Wosi Rendani. Kegiatan pemungutan nyata dilakukan
terutama oleh masyarakat yang berdomisili di dalam dan sekitar kawasan HLWR.
Manfaat yang diperoleh dari hutan Wosi Rendani diperkirakan lebih rendah
dibandingkan di lokasi kebun. Suparmoko & Ratnaningsih (2011) dan Suhendang
(2013) menyatakan bahwa dalam pemanfaatan tradisional, manfaat (keuntungan)
hutan sering ditempatkan sebagai keuntungan yang bersifat eksternal. Manfaat
hutan yang dinyatakan dengan nilai ekonomi hutan sering dianggap lebih rendah
dibandingkan jika lahan hutan digunakan untuk tujuan yang lebih

menguntungkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi diduga turut
mempengaruhi terjadinya perubahan lahan berhutan menjadi lahan kebun.
Pendapat serupa disampaikan oleh Contreras et al. (2006) bahwa faktor ekonomi
sangat berperan dalam pengambilan keputusan menyangkut perubahan lahan
berhutan menjadi penggunaan lain, mempertahankan atau mengganti jenis-jenis
tumbuhan tertentu yang dapat memberikan keuntungan ekonomi lebih baik.

Perumusan Masalah
Suhendang (2013) mendefinisikan manfaat ekosistem hutan sebagai segala
bentuk sumbangan dari keluaran yang dihasilkan akibat proses biologis, fisika,
kimiawi, dan sosial budaya di dalam hutan, berguna untuk kehidupan manusia,
makhluk hidup lain, serta lingkungannya. Kualitas dan luas hutan yang baik
diharapkan dapat berdampak positif pada kemampuan hutan memberikan berbagai
manfaat tersebut. Daily (1997), Costanza (1998) dan MEA (2003) menyebutkan
bahwa manfaat hutan tidak hanya dilihat sebatas produk aktual hutan saja, namun
harus memperhatikan proses ekologi yang mendukung dan menjamin
ketersediaannya. Hal ini menunjukkan hutan dapat dipandang sebagai suatu
ekosistem, dimana terjadi hubungan saling pengaruh mempengaruhi antar
komponen penyusunnya (UU Nomor 5 Tahun 1990, Asdak 2010, Suhendang
2012, MEA 2003).
Bahan pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang dibutuhkan
manusia dari hutan (Levy et al. 2005, MEA 2003). Penyediaan bahan pangan dan
kayu bakar di Papua umumnya dilakukan dengan cara membuka lahan berhutan
untuk dijadikan lahan kebun. Kebutuhan lahan untuk berkebun diperkirakan terus
meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk, namun tidak diiringi dengan
penambahan lahan berhutan. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengurangi
produktivitas dan kualitas hutan. Dampak yang dapat terjadi adalah berkurangnya
peran hutan menyediakan manfaat lainnya salah satunya sebagai pengatur tata air.
Bahan pangan dan kayu bakar selain diperoleh dengan cara pembukaan
lahan hutan, namun bahan pangan lain khususnya yang berasal dari buah dan kayu
bakar yang terdapat di hutan tidak serta merta ditinggalkan masyarakat Papua.
Kondisi ini nyata terlihat dari aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh
masyarakat khususnya yang berdomisili di dalam dan sekitar kawasan hutan
seperti yang terjadi di kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR)
Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Keberadaan hutan Wosi Rendani di
dalam kawasan memberikan manfaat berupa buah, kayu bakar maupun air yang
keluar dari tiga lokasi sumber di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut maka
pertanyaan yang ingin dijawab adalah:
1. Bagaimana dinamika pemanfaatan dan karakteristik sosial ekonomi pemungut
buah, kayu bakar dan air hutan Wosi Rendani?
2. Berapa nilai ekonomi (nilai guna langsung) ketiga jenis hasil hutan tersebut?
3. Bagaimana persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani penyediaan buah, kayu
bakar dan air?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab melalui rangkaian kegiatan penelitian
menyangkut identifikasi, inventarisasi dan analisis vegetasi hutan Wosi Rendani,
mengukur debit air, mengukur intensitas pemungutan, menghitung nilai

ekonominya serta mengkaji persepsi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
HLWR. Informasi menyangkut peran hutan di Papua masih sangat minim. Oleh
sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui peranan hutan Wosi Rendani
dalam bentuk nilai (ekonomi) yang berasal dari bahan pangan, kayu bakar dan air.
Suhendang (2013) menyebutkan pemberian nilai merupakan salah satu
upaya internalisasi atas berbagai manfaat hutan yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan membantu pengambilan keputusan dalam upaya-upaya
konservasi. Harapan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah
diperolehnya informasi tentang peranan hutan Wosi Rendani menyediakan buah,
kayu bakar dan air; serta menggugah pengetahuan dan kesadaran masyarakat
sehingga mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya mempertahankan,
memperbaiki atau meningkatkan fungsi-fungsi ekosistem di kawasan HLWR
lebih lanjut.
Berdasarkan uraian tersebut maka alur pikir penelitian dituangkan pada
Gambar 1.
HUTAN WOSI RENDANI

Peranan
Penyediaan

Pengaturan

BahanKayu
pangan
bakar

Kayu Pangan
bakar

Ai
Air

Persepsi

Potensi
Telah

Belum
Dimanfaatkan

Dimanfaatkan

Analisis
Pemanfaatan

Analisis
Persepsi

Analisis

Stok

Nilai Ekonomi

Gambar 1 Skema alur pikir penelitian

Tujuan Penelitian
Tujuan akhir penelitian adalah diperoleh informasi tentang peranan hutan
Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air. Untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan tujuan antara yaitu:
1. Menguraikan dinamika pemanfaatan dan karakteristik sosial ekonomi
pemungut buah, kayu bakar dan air hutan Wosi Rendani.
2. Menghitung nilai ekonomi (nilai guna langsung) buah, kayu bakar dan air.
3. Mengukur persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani penyediakan buah,
kayu bakar dan air.

2 METODE
Metode penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada pandangan fisiologis, asumsi dasar dan ideologis serta
pertanyaan dan isu yang dihadapi. Metode disusun secara konstruktif, sistematis,
metodologis dan konsisten untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu
manifestasi keinginan manusia mengetahui apa yang sedang dihadapi (Afifuddin
dan Saebani 2009 dan Soekanto 2007). Rangkaian kegiatan penelitian ‘Peranan
Hutan Wosi Rendani dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air’,
meliputi lokasi dan waktu pelaksanaan, alat yang digunakan, pemilihan
responden, cara pengumpulan, pengolahan dan analisis data.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dalam dan sekitar kawasan HLWR. Lokasi
contoh yang dipilih adalah Kampung Soribo Kelurahan Wosi Distrik Manokwari
Barat yang berada di dalam kawasan HLWR; Rukun Warga (RW) 15 dan 16
Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat; dan RW 01 dan 02 Kelurahan Sowi
Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.
Pertimbangan dipilihnya lokasi contoh didasarkan pada jarak lokasi terdekat dan
berbatasan langsung dengan hutan Wosi Rendani maupun kawasan HLWR.
Pengambilan data lapangan selama dua bulan sejak bulan April hingga Mei 2013.
Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan antara lain global positioning system (GPS),
kamera digital, tape recorder, roll meter, hagameter, kuisioner dan panduan
pertanyaan.

Pemilihan Responden
Metode pemilihan responden adalah purposive sampling pada kelompok
unit lokasi contoh tingkat Rukun Warga (RW). Afifuddin dan Saebani (2009)
menyebutkan bahwa pemilihan responden menggunakan purposive sampling
bergantung pada tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan
generalisasinya. Kriteria pemilihan responden berdasarkan kebutuhan data
penelitian yaitu:
1. Kepala keluarga yang melakukan kegiatan pemungutan buah, kayu bakar dan
air dari hutan Wosi Rendani. Responden diharapkan dapat memberikan data
dan informasi terkait dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar dan air domestik
di hutan Wosi Rendani.
2. Kepala keluarga yang memiliki lahan kebun di dalam kawasan HLWR.
Responden diharapkan dapat memberikan data dan informasi terkait
penyediaan dan nilai bahan pangan di lahan kebun.
Jumlah responden pemungut buah, kayu bakar, air dari hutan Wosi Rendani
dan pemilik kebun di dalam kawasan HLWR disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah responden berdasarkan lokasi penelitian
Wilayah Penelitian
Kelurahan Wosi
 RW15b
 RW 16b
 RW Kampung Soriboc
Jumlah Kelurahan Wosi
Kelurahan Sowi
 RW 1b
 RW 2b
Jumlah Kelurahan Sowi
Jumlah total

Populasi
Pemungut
(KK)a
buah

Responden (KK)
Pemungut Pengguna Pemilik
kayu bakar
air
kebun

210
180
99
489

8
2
16
26

9
5
18
32

39
24
18
81

9
2
18
29

106
183
289
778

3
2
5
31

3
2
5
37

14
19
33
114

3
2
5
34

a

Informasi Ketua RW dan aparat Kampung Soribo, bKelompok masyarakat di sekitar kawasan
HLWR, ckelompok masyarakat di dalam kawasan HLWR

Seluruh responden berjumlah 114 responden (14.65%). Responden dapat
dibedakan menurut kegiatan pemungutan yang dilakukannya dan tempat di mana
responden berdomisili, yaitu:

1.

2.

Responden yang memungut buah di hutan Wosi Rendani sebanyak 31
responden, pemungut kayu bakar 37 responden, pengguna air 114 responden,
dan pemilik kebun 34 responden.
Responden yang dibedakan berdasarkan lokasi berdomisili, yaitu:
a. Responden di dalam kawasan HLWR berjumlah 18 responden (Kampung
Soribo Kelurahan Wosi). Responden yang melakukan pemungutan buah
sebanyak 16 responden, pemungut kayu bakar 18 responden, pengguna air
18 responden dan pemilik kebun sebanyak 18 responden.
b. Responden di sekitar kawasan HLWR (RW 15 dan RW 16 Kelurahan
Wosi; RW 01 dan RW 02 Kelurahan Sowi). Pemungut buah sebanyak 15
responden, pemungut kayu bakar 19 responden, pengguna air 96
responden dan pemilik kebun sebanyak 16 responden.

Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Metode Pengumpulan Data
Afifuddin dan Saebani (2009) menyebutkan pengumpulan data suatu
penelitan umumnya menggunakan tiga metode yaitu wawancara, observasi dan
studi pustaka.
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan
kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Teknik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Pertanyaan yang
diajukan bersifat bebas tidak terstruktur, mendalam namun tetap berpedoman
pada garis besar penelitian. Data penelitian yang dikumpulkan melalui metode
wawancara antara lain jenis tumbuhan penghasil buah pangan, frekuensi, volume,
curahan waktu, potensi produksi tumbuhan, luas kebun, harga pasar atau harga
subtitusi, karakteristik sosial ekonomi dan persepsi.
Observasi adalah tindakan pengamatan, pemaknaan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejalagejala dalam obyek penelitian. Data atau informasi dari hasil wawancara
diverifikasi dengan melakukan pengamatan langsung sehingga diharapkan data
yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya. Data penelitian yang
dikumpulkan melalui metode observasi antara lain analisis vegetasi, pengukuran
debit air, volume pemungutan, harga pasar, biaya pengadaan, luas kebun, dan
jenis tanaman di lahan kebun.
Studi pustaka digunakan untuk memperoleh data pendukung terkait
penelitian yang dilakukan antara lain nama spesies, kegunaan buah, Upah
Minimum Regional (UMR), jumlah pelanggan air PDAM, dan harga air PDAM.
Data yang dibutuhkan dan metode pengumpulannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Metode pengumpulan sesuai data yang dibutuhkan
Data
Karakteristik sosial ekonomi responden
Usia, lama pendidikan formal, jumlah tanggungan
keluarga, tingkat konsumsi keluarga dan kapita,
jarak rumah dengan lokasi pemungutan,
pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita.
Dinamika Pemanfaatan
1. Buah
 Nama spesies
 Frekuensi pungut (kali/KK/tahun)
 Volume pungut (satuan ambil/KK/tahun)
2. Kayu bakar
 Frekuensi pungut (kali/KK/tahun)
 Volume pungut (satuan ambil/KK/tahun)
3. Air domestik
 Frekuensi pengambilan (kali/KK/tahun)
 Volume penggunaan (m3/KK/tahun)
Potensi Nilai Ekonomi
1. Buah
 Nama spesies
 Densitas (n/ha)
 Potensi buah per hektar per tahun
(satuan/ha/tahun)
 Harga pasar (Rp)
 Harga pengganti (Rp)
2. Kayu bakar
 Diameter tegakan setinggi dada (1.3 m)
 Tinggi total tingkat tiang dan pohon (m)
 Volume kayu bakar (m3/ha)
 Upah tenaga kerja (Rp/jam)
 UMR Provinsi Papua Barat (Rp/bulan)
3. Air
 Debit air permukaan (liter/detik)
 Volume (m3/tahun)
 Biaya pengadaan (Rp/bulan) meliputi: harga
air PDAM rumah tangga, harga pompa air,
biaya penggunaan listrik, pembuatan sumur,
gorong-gorong, pipa dan tingkat upah.
Persepsi
Persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani
menyediakan buah, kayu bakar dan air

Metode pengumpulan
Wawancara

Wawancara, studi pustaka
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara

Wawancara, studi pustaka
Observasi
Wawancara, studi pustaka,
observasi
Observasi, wawancara
Wawancara

Observasi
Observasi
Observasi
Wawancara
Observasi, studi pustaka
Observasi
Observasi
Wawancara

Wawancara

Analisis Data
1. Dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar dan air
KBBI (2014) mengartikan dinamika sebagai gerak, usaha atau tenaga
yang terjadi dari dalam diri sesuatu. Dinamika pemanfaatan dalam penelitian
ini dimaknai sebagai aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok
tertentu dalam memanfaatkan buah, kayu bakar atau air. Salah satu wujud
dinamika pemanfaatan adalah jumlah kejadian pemungutan (frekuensi) yang
menunjukkan intensitas pemungutan responden.
Fenomena-fenomena dalam dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar
dan air di hutan Wosi Rendani selanjutnya dianalisis dengan cara deskriptif
dan tabulasi.
Tingkat intensitas pemungutan buah, kayu bakar dan air di hutan Wosi
Rendani dituangkan dalam persamaan berikut:
a. Buah

Ib =
Notasi Ib=tingkat intensitas buah per tahun (kali pungut/tahun); fi=jumlah kejadian
pemungutan buah spesies ke i per tahun (kali/tahun); n=jumlah seluruh responden
pemungut buah (KK).

b. Kayu bakar

Ik =
Notasi Ik=tingkat intensitas kayu bakar per tahun (kali/tahun); fi=jumlah kejadian
pemungutan kayu bakar per tahun di lokasi ke i (kali/tahun); n=jumlah seluruh responden
pemungut kayu bakar (KK).

c. Air

Ia =
Notasi Ia=tingkat intensitas pengambilan air per tahun (kali/tahun); fi=jumlah kejadian
pengambilan air untuk kebutuhan domestik per tahun dengan cara ke i (kali/tahun);
n=jumlah seluruh responden pengguna air (KK).

2. Menduga nilai bahan pangan, kayu bakar dan air
Penilaian (ekonomi) dapat dimaknai sebagai kegiatan memberikan nilai
secara moneter (nilai rupiah) terhadap suatu barang atau jasa. Davis dan
Johnson (1987) menyatakan bahwa nilai (value) dipengaruhi oleh persepsi
seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan,
kepuasan dan kesenangan merupakan istilah lainnya yang dapat diterima dan
berkonotasi sebagai nilai atau harga. Waktu, barang atau uang yang
dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa
yang diinginkannya mempengaruhi ukuran harga tersebut.
Davis dan Johnson (1987) menyatakan bahwa untuk melakukan
penilaian ekonomi sumberdaya hutan diperlukan identifikasi kondisi bio-fisik
sumberdaya hutan dan sosial budaya masyarakat setempat untuk

mengkualifikasi setiap indikator nilai berupa hasil hutan, jasa fungsi
ekosistem hutan, serta atribut hutan dalam kaitannya dengan indikator sosial
budaya setempat.
Suparmoko dan Ratnaningsih (2011) mengklasifikasikan pemberian
nilai sumber daya alam menjadi dua yaitu nilai atas dasar penggunaan
(instrument value) dan nilai yang terkandung di dalamnya (intrinsic value).
Instrument value menunjukkan kemampuan sumber daya bila digunakan
untuk memenuhi kebutuhan secara langsung atau disebut juga sebagai nilai
guna langsung (use value), sedangkan nilai instrinsic adalah nilai yang
terkandung atau melekat di dalamnya (non use value). Kegiatan penilaian
dalam penelitian ini dibatasi pada nilai guna langsung bahan pangan, kayu
bakar dan air yang digunakan untuk kebutuhan domestik.
Analisis penilaian dilakukan dengan cara deskriptif dan tabulasi.
Tahapan penilaian bahan pangan, kayu bakar dan air dijelaskan sebagai
berikut:
a. Bahan pangan
Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, diperuntukkan
sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan (UU nomor 6
tahun 1996 dan PP nomor 68 tahun 2002).
Penyediaan bahan pangan di kawasan HLWR dapat diperoleh dari hasil
pemungutan buah di hutan Wosi Rendani dan dari hasil budi daya tanaman
pertanian di lahan kebun.
Buah di hutan Wosi Rendani
Salah satu jenis bahan pangan yang diperoleh dari hutan Wosi Rendani
berasal dari buah. Informasi menyangkut pemanfaatan, potensi dan nilai buah
diperoleh melalui tahapan berikut:
1) Mengidentifikasi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan pemungut buah
dan spesies tumbuhan berpotensi bahan pangan di hutan Wosi Rendani.
2) Melakukan inventarisasi dan analisis vegetasi hutan Wosi Rendani.
Peletakan petak contoh dilakukan secara purposive sampling.
Kriteria pemilihan lokasi petak didasarkan pada pertimbangan: a). Lokasi
dapat mewakili kondisi alamiah vegetasi hutan Wosi Rendani setelah
melakukan observasi permulaan yang cukup. Gopal dan Bhardwaj (1979)
dalam Indriyanto
(2010) menyebutkan bahwa analisis komunitas
tumbuhan adalah salah satu cara untuk mempelajari susunan dan
komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi yang sedang dipelajari.
Parameter kualitatif yang diperhatikan antara lain fisiognomi (penampakan
luar), fenologi (perwujudan spesies tiap fase pertumbuhan), stratifikasi
(distribusi tumbuhan dalam ruang vertikal), kelimpahan (distribusi relatif
spesies tumbuhan), penyebaran (keberadaan spesies tumbuhan dalam
ruang horizontal), daya hidup (vitalitas tumbuhan untuk hidup normal dan
kemampuan bereproduksi) dan bentuk pertumbuhannya; b). Lokasi petak

contok dapat mengakomodir data yang dibutuhkan sesuai tujuan
penelitian. Lokasi petak contoh berada pada bagian hutan Wosi Rendani
yang dimana kegiatan pemanfaatan buah, kayu bakar dan air nyata
dilakukan masyarakat; dan c). Ketersediaan waktu, tenaga dan biaya
penelitian.
Metode analisis vegetasi yang digunakan di hutan Wosi Rendani
adalah metode kombinasi. Indriyanto (2010) menyebutkan bahwa metode
kombinasi merupakan gabungan antara metode jalur dan metode garis
berpetak sepanjang garis rintis. Desain petak contoh menggunakan metode
kombinasi disajikan pada Gambar 3.

A=petak berukuran 20 x 20 m untuk pengamatan pohon (trees); B=petak berukuran 10 x
10 m untuk pengamatan tiang (poles); C=petak berukuran 5 x 5 m untuk pengamatan
pancang (sapling); D=petak berukuran 2 x 2 m untuk pengamatan semai (seedling)

Gambar 3 Desain petak contoh dengan metode kombinasi
Risalah pohon diketahui dengan membuat petak contoh
menggunakan metode jalur, sedangkan pada fase permudaan (poles,
sapling dan seedling) menggunakan metode berpetak. Petak pengamatan
pada tingkat pohon dibuat sejajar arah rintisan, sedangkan pada fase
permudaan diletakkan bersilangan dengan arah garis rintis. Arah rintisan
memotong garis kontur yaitu arah Barat—Timur hutan Wosi Rendani.
Jumlah jalur pengamatan pada rintisan tersebut sebanyak dua jalur
(0o52.955 S; 134o2.441 T hingga 0o52.928 S; 134o2.667 T). Dua jalur
lainnya diletakkan pada arah Selatan—Utara (0o52.928 S; 134o2.667 T
hingga 0o52.867 S; 134o2.667 T). Jumlah keseluruhan petak contoh
sebanyak 51 petak dengan intensitas sampling 2.31%.
Parameter kuantitatif yang digunakan sebagai dasar perhitungan
potensi buah adalah nilai densitas (kerapatan). Densitas adalah jumlah
individu tumbuhan penghasil buah per hektar (ni/ha). Nilai densitas
tumbuhan buah diperoleh menggunakan persamaan:

Notasi K=densitas (n/ha); Ki= densitas spesies tumbuhan buah ke i (n/ha)

3) Menduga potensi buah
Pengukuran potensi buah yang dapat dihasilkan suatu pohon didekati
melalui wawancara dengan responden pemungut buah, informan atau studi
pustaka. Pendugaan potensi buah dibatasi pada tingkat pohon (trees )
melalui persamaan:
Vbi =
Notasi Vbi=potensi buah (satuan/ha/tahun); Ki= densitas (n/ha); vmin=potensi produksi
buah minimum pohon spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun); vmaks=potensi
produksi maksimum pohon spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun)

4) Menduga nilai buah (nilai guna langsung)
Pendugaan nilai buah didekati dengan harga pasar atau harga
pengganti. Harga pasar diartikan sebagai nilai barang yang dirupakan
dengan uang pada waktu dan pasar tertentu, sedangkan harga pengganti
adalah nilai suatu barang yang dapat diganti dan dipersamakan dengan
nilai barang lain yang memiliki nilai fungsional sama. Harga buah dalam
penelitian ini mengacu pada harga yang berlaku saat penelitian
berlangsung di Manokwari.

Notasi Nbi=nilai buah spesies ke i (Rp/ha/tahun); pi=harga satuan pungutan spesies ke i
(Rp/satuan); vbi=potensi produksi buah spesies ke i (satuan/ha/tahun); satuan dapat berupa
buah, tumpuk, ikat atau karung.

Produk tanaman pangan di kebun
Pendugaan nilai tanaman pangan di lahan kebun dilakukan melalui tiga
tahap yaitu:
1) Mengukur luas lahan kebun milik responden di dalam kawasan HLWR
(m2).
2) Menghitung potensi produksi tanaman pangan di lahan kebun.
∑Yi = (ni x vi x fpi)
Notasi Yi=potensi produksi tanaman ke i (satuan/m2/th); ni=jumlah tanaman spesies ke i;
vi=volume produksi tanaman spesies ke i; fpi=frekuensi panen tanaman spesies ke i
(kali/th).

3) Menghitung nilai tanaman pangan per satuan luas di lahan kebun.

Notasi Nt=nilai pangan dari tanaman pertanian di kebun (Rp/m2); Yi=potensi produksi
tanaman pertanian spesies ke i (satuan/th/m2); pi=harga produk tanaman spesies ke i
(Rp/satuan produk).

b. Kayu bakar
Pendugaan nilai kayu bakar didekati melalui dua tahap yaitu:
1) Melakukan inventarisasi dan analisis vegetasi di hutan Wosi Rendani untuk
menduga volume stok kayu bakar. Pengukuran dibatasi pada volume tingkat
tiang (poles) dan pohon (trees). Volume kayu bakar menggunakan
persamaan:
Vkb = ∑(0.25 d2tti)
Notasi Vkb=volume stok kayu bakar (m3); =(22/7); d=diameter setinggi dada atau 1.3 m
(m); tti=tinggi total tegakan spesies ke i (m)

Volume stok kayu bakar selanjutnya dibagi dengan luas plot
pengamatannya. Luas plot tingkat tiang adalah 100 m2 dan tingkat pohon
400 m2. Volume hasil pengukuran selanjutnya dikonversi untuk menduga
potensi kayu bakar per hektar di hutan Wosi Rendani (m3/ha). Volume
potensi kayu bakar diduga dengan persamaan berikut:

Vpot = ∑(vkb tiang + vkb pohon)
Notasi vpot=volume stok kayu bakar (m3/ha); vkb tiang=volume stok tingkat tiang (m3/ha); vkb
3
pohon=volume stok tingkat pohon (m /ha).

2) Menduga nilai stok kayu bakar
Pendekatan penilaian berdasarkan tingkat upah. Harga atau nilai kayu bakar
per kubik diperoleh dari waktu yang dicurahkan untuk memperoleh kayu
bakar (Rp/m3). Nilai kayu bakar mengacu pada Upah Minimum Regional
(UMR) Provinsi Papua Barat yaitu Rp1 720 000/bulan (Rp9 451/jam) (BPS
2013b). Nilai kayu bakar diperoleh melalui persamaan:

Pkbi =
Notasi pkbi=harga kayu bakar dari responden ke i (Rp/m3); ti= lama curahan waktu
responden ke i memungut kayu bakar (jam/tahun); u=upah tenaga kerja (Rp/jam);
vi=volume kayu bakar yang diperoleh responden ke i (m3/tahun). Satuan volume kayu bakar
yang dipungut adalah hasil konversi satuan stafelmeter (sm) ke satuan kubik (1 sm=0.76
m3).

Harga kayu bakar berdasarkan persamaan tersebut (Pkbi) selanjutnya
digunakan untuk menduga nilai potensi kayu bakar di hutan Wosi Rendani
melalui persamaan:
Nekb = (pkb x vtot)
Notasi Nekb=nilai stok kayu bakar (Rp); pkb=harga rata-rata kayu bakar (Rp/m3);
vtot=volume total tegakan (m3).

c. Air
Widada dan Darusman (2004) dan Triatmodjo (2008) menyebutkan air
hujan yang jatuh di daerah tangkapan (catchment area) diresapkan ke dalam
tanah (infiltrasi), disimpan sebagai tabungan kemudian dikeluarkan sebagai
mata air dan menjadi sumber air bagi sungai-sungai serta mengairi daerah
yang dilaluinya. Pendapat serupa juga disampaikan Asdak (2010) bahwa
debit aliran sungai pada dasarnya berasal dari aliran air tanah (ground water
flow) dari daerah tangkapan air di sekitar sungai tersebut.
Potensi air didekati dengan mengukur debit air permukaan di tiga lokasi
sumber air yang berada di dalam hutan Wosi Rendani. Air yang berasal dari
ketiga sumber tersebut digunakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
hutan Wosi Rendani dengan berbagai cara yaitu melalui pipa PDAM,
disedot, dipikul atau secara alami mengisi sumur. Pendugaan nilai air
dilakukan melalui dua tahapan yaitu:
1) Pengukuran debit air permukaan dari tiga lokasi sumber
a. Debit air (sungai) rata-rata di lokasi I (0o52.818’ S; 134o2.648 T) dan
lokasi II (0o52.449’ S; 134o2.768 T).
Pengukuran dilakukan di bagian hulu, tengah dan hilir sungai.
Pengulangan pengukuran sebanyak sepuluh kali pada setiap titik
pengamatannya. Pengukuran diulangi kembali pada hari yang berbeda,
dengan harapan diperoleh debit pengukuran rata-rata yang lebih baik.
Debit air rata-rata diperoleh melalui persamaan:
ds = [
Notasi ds=debit air sungai rata-rata (m3/detik); ls=lebar sungai (m); ds=kedalaman
sungai (m); ps=panjang aliran ukur (m); t=lama aliran (detik); ni= jumlah titik
pengamatan.

b. Pengukuran debit air (pancuran) rata-rata di lokasi III (0o52.449’S;
134o2.768T).
Debit air rata-rata di pancuran diperoleh dengan persamaan:
dm =

]

Notasi dm=debit rata-rata (m3/detik); vember=volume penampung (m3); t=lama aliran
(detik); fi=jumlah pengulangan (kali)

Hasil perhitungan debit air (ds dan dm) selanjutnya menjadi acuan untuk
menghitung volume air hutan Wosi Rendani dalam satu tahun melalui
persamaan:

Vair = (ds + dm) x ttot
Notasi vair= volume air hutan Wosi Rendani (m3/tahun); ds=jumlah debit air sungai lokasi
I dan II (m3/detik); dm=debit lokasi III (m3/detik); ttot=jumlah detik per tahun (31 536 000
detik).

2) Menghitung nilai air untuk kebutuhan domestik rumah tangga
Nilai air diduga dengan pendekatan harga pengadaan. Persamaan yang
digunakan disesuaikan berdasarkan cara pengambilan yang dilakukan
responden:
a. Pengguna yang mengambil air dengan cara disedot dari sumur atau
sungai, maka komponen penentu nilai air adalah harga pompa air,
harga gorong-gorong, biaya pembuatan sumur, biaya penggunaan
listrik, biaya pipa paralon dan masa umur pakai peralatan per bulan.

pair_a =
ca = cpompa air + cgorong-gorong + cbuat sumur + clistrik + cpipa paralon
vc = vmandi + vcuci + vkakus + vmasak + vminum
Notasi pair_a= nilai air dari biaya pengadaan (Rp/m3); Ca=total biaya pengadaan
(Rp/bulan); vc=volume air untuk penggunaan air domestik (m3/bulan).

b. Pengguna yang memperoleh air dari PDAM menggunakan pendekatan
tarif dasar air rumah tangga per kubik sesuai SK Bupati Manokwari
Nomor 320/202/1-10-2002 sebesar Rp860/m3 (PDAM 2013).
c. Pengguna yang mengambil air secara manual dengan cara dipikul dari
lokasi II dan III atau melalui sumur, maka nilai air didekati dengan
tingkat upah tenaga kerja menggunakan persamaan:

pw =
Notasi Pw=nilai air dari tingkat upah (Rp/m3); tair=jumlah waktu yang dicurahkan
untuk memperoleh air domestik (jam/bulan); Uair=tingkat upah (Rp/jam); vc=volume
air untuk penggunaan domestik (m3/bulan).

Harga air rata-rata dari berbagai cara pengambilan tersebut, selanjutnya
digunakan sebagai dasar perhitungan nilai air.
Nair =
Notasi Nair=nilai rata-rata air (Rp/tahun); Pair_a=harga air (biaya pengadaan) (Rp/m3);
pair_pdam=harga air PDAM (Rp/m3); pw=harga air atas dasar harga pengganti waktu
(Rp/m3); n=jumlah seluruh responden pengguna air; vair=volume air dari tiga lokasi
sumber per tahun (m3/tahun).

3. Persepsi responden di dalam dan sekitar kawasan HLWR difokuskan pada
peran hutan Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air
Analisis persepsi dilakukan dengan metode deskriptif. Kuantifikasi
jawaban responden ditransformasikan ke dalam sistem skala dengan

memberikan angka berupa lambang tinggi rendahnya derajat suatu gejala
yang terkandung dalam suatu konsep yang sedang diukur (Slamet 2011).
Pendekatan pengukuran menggunakan Skala Likert dengan sistem
skoring adalah satuan skor satu sampai lima. Hasil skoring selanjutnya
disesuaikan dengan karakter masyarakat Indonesia menggunakan skor antara
satu sampai tujuh (Avenzora 2008).
Hasil skoring satu sampai lima dimaknai sebagai: 1). skor satu untuk
jawaban ‘tidak setuju’, 2). skor dua untuk jawaban ‘agak tidak setuju’, 3).
skor tiga untuk jawaban ‘ragu-ragu’, 4). skor empat untuk jawaban ‘agak
setuju’, dan 5). skor lima untuk jawaban ‘setuju’. Hasil skoring selanjutnya
dihitung untuk memperoleh tingkat favorable dari pernyataan yang diajukan
dihitung menggunakan persamaan:

Notasi F=tingkat favorable; sci=nilai skor penilaian ke i; fi=jumlah responden yang menjawab
p