Analisis Penyediaan Dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR
MINYAK INDONESIA

ANA FITRIYATUS SA’ADAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penyediaan dan
Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016

Ana Fitriyatus Sa’adah
NIM H451140111

RINGKASAN
ANA FITRIYATUS SA’ADAH. Analisis Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar
Minyak Indonesia. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BAMBANG JUANDA.
Pada periode 2000-2014 konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Peningkatan konsumsi BBM tidak diiringi dengan
peningkatan produksi minyak mentah domestik. Penurunan produksi minyak
mentah berpengaruh terhadap penyediaan BBM domestik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Masalah utama yang dihadapai adalah ketergantungan
terhadap impor minyak mentah dan BBM. Oleh karena itu, sangat penting bagi
Indonesia untuk memperhatikan ketersediaan BBM yang cukup dan
berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan BBM yang semakin meningkat.
Ketersediaan BBM sangat penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi
yang lebih maju. Dengan demikian, penelitian tentang penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia sangat penting dan menarik untuk dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis tren penyediaan dan
konsumsi BBM di Indonesia, (2) menduga faktor-faktor dominan yang

memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia, (3) melakukan
peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia pada masa
mendatang, (4) menganalisis peramalan terhadap emisi CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran BBM di masa mendatang, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan
BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia.
Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dalam
bentuk persamaan simultan dan model sistem dinamik. Model persamaan simultan
terdiri dari 4 blok persamaan (blok penyediaan BBM, blok harga BBM, blok
konsumsi BBM serta blok pengeluaran dan penerimaan pemerintah) dengan 23
persamaan (19 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas). Metode pendugaan
model menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) karena setiap persamaan
struktural bersifat overidentified.
Tren penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun 2000 sampai 2014. Rerata peningkatan penyediaan dan konsumsi BBM
adalah 1.74% dan 1.76% per tahun. Produksi minyak mentah Indonesia mengalami
penurunan dengan rerata 4.07% per tahun. Impor minyak mentah dan BBM
mengalami peningkatan dengan rerata 4.90% dan 7.09% per tahun.
Hasil temuan utama dari penelitian ini adalah: (1) Faktor utama yang
memengaruhi penyediaan BBM adalah harga minyak dunia, pemanfaatan kilang
minyak tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap USD (United States Dollar),

impor minyak mentah tahun sebelumnya, konsumsi BBM dan impor BBM tahun
sebelumnya; (2) Faktor utama yang memengaruhi harga BBM adalah konsumsi
BBM dan harga minyak dunia; dan (3) Faktor utama yang memengaruhi konsumsi
BBM adalah harga BBM dan PDB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
harga minyak dunia merupakan faktor utama yang memengaruhi penyediaan dan
konsumsi BBM Indonesia.
Hasil simulasi dengan model sistem dinamik menunjukkan bahwa sampai
tahun 2016 penyediaan BBM dapat memenuhi konsumsi BBM. Tahun 2017 sampai
tahun 2025, penyediaan BBM tidak dapat memenuhi konsumsi BBM dalam negeri.

Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi BBM melebihi peningkatan penyediaan
BBM. Peningkatan konsumsi BBM menyebabkan peningkatan emisi CO2 dari
pembakaran BBM. Pada tahun 2025, diperkirakan penyediaan BBM mencapai
672.55 juta barel; konsumsi BBM mencapai 752.72 juta barel dan emisi CO2
mencapai 360 miliar ton.
Dari sisi penyediaan, cadangan minyak mentah semakin menipis sehingga
berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Upaya untuk
meningkatkan investasi bidang minyak bumi sangat diperlukan terutama dari aspek
produksi, pengolahan, dan distribusi minyak bumi. Seiring dengan itu, upaya
peningkatan jumlah dan kapasitas kilang minyak perlu dilakukan untuk mengurangi

tingkat ketergantungan terhadap impor BBM. Selain itu, perlu upaya untuk
konversi BBM ke energi yang terbarukan seperti peningkatan penyediaan bahan
bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN). Dari sisi permintaan, perlu upaya
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM, pembatasan penggunaan BBM
dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Selain itu, perlu upaya peningkatan
pemanfaatan energi lain, di antaranya dengan penggunaan BBG dan penggunaan
biofuel, terutama untuk sektor transportasi. Dari sisi regulasi dan kebijakan, perlu
upaya untuk menerapkan Petroleum Fund dan Dana Ketahanan Energi untuk
keberlanjutan penyediaan BBM domestik. Selain itu, Pemerintah perlu menerapkan
kebijakan insentif kegiatan usaha hulu minyak bumi.
Kata kunci: biofuel, persamaan simultan, petroleum fund, sistem dinamik

SUMMARY
ANA FITRIYATUS SA’ADAH. The Analysis of Fuel Supply and Consumption in
Indonesia. Supervised by AKHMAD FAUZI and BAMBANG JUANDA.
During 2000 to 2014 period, Indonesia's fuel consumption tend to have an
upward trend, as economic situation gets better and population increases. However
the increasing fuel consumption is not supported by sufficient domestic crude oil
production. The decline in crude oil production affects domestic fuel supply in order
to meet peoples’ needs. The main problem faced is the dependence towards crude

oil and fuel imports. Therefore, it is very important for Indonesia to consider
sufficient and sustainable availability of fuel to meet its ever increasing needs. Fuel
availability is very crucial for accomplishing further economic development. Thus,
studies on fuel supply and consumption in Indonesia are very important and
interesting to be carried out.
The purposes of this study were to: (1) analyze the trend of fuel supply and
consumption in Indonesia, (2) estimate dominant factors which affect fuel supply
and consumption in Indonesia, (3) forecast fuel supply and consumption in
Indonesia in the future, (4) analyze the forecast of CO2 emissions produced by fuel
combustion in the future, and (5) formulate the implication of effective fuel policy
for Indonesian economy.
The model developed in this study was an econometric model in the form of
simultaneous equations and system dynamics model. The Simultaneous Equation
consisted of four blocks of equation (fuel supply block; fuel price block; fuel
consumption block; and government expenditure and receiving block) with 23 total
equations (19 structural equations and 4 identity equations). The method used for
model prediction was Two Stage Least Square (2SLS) because each of the structural
equation was classified as over-identified.
Fuel supply and consumption in Indonesia had increasing trends from 2000
to 2014. The average increase were 1.74% and 1.76% per year. Indonesia's crude

oil production had decreased with the average of 0.12% per year. Imports of crude
oil and fuel had increased by the average of 4.30% and 6.63% per year.
The main findings of this study were: (1) Main factors which affected fuel
supply were oil prices, oil refinery utilization on previous year, Rupiah value
against US dollar currency, crude oil imports on previous year, fuel consumption
and imports on previous year; (2) Main factors that affected fuel price were fuel
consumption and world oil price; and (3) Main factors that affected fuel
consumption were fuel price and GDP. Therefore it could be concluded that world
oil price was the main factor which affected fuel supply and consumption in
Indonesia.
Simulation result using system dynamics model indicated that by 2016 fuel
supply could still meet fuel consumption. During 2017 to 2025, fuel supply could
not meet domestic fuel consumption. This was because fuel consumption increase
exceeds fuel supply increase. Increasing fuel consumption leaded to increasing CO2
emissions created from fuel combustion. By 2025, it was estimated that fuel supply
will reach 672.55 million barrels; fuel consumption will reach 752.72 million
barrels and CO2 emissions will reach 360 billion tons.

From the supply side, crude oil reserves were running low so that efforts
should be made by the Indonesian government. Efforts in increasing investment on

oil is required especially in fuel production, processing, and distribution aspects.
Along with that, the efforts to increase the number and capacity of oil refineries
also need to be done to reduce reliance towards fuel imports. In addition, efforts are
needed to convert fuel into renewable energy forms such as increase in the supply
of gas fuel (BBG) and biofuels (BBN). On the demand side, it is necessary to
improve the efficiency of fuel utilization, fuel restriction and a reduction in fuel
subsidy gradually. Moreover, it is also necessary to increase utilization of other
energy sources, including the use of BBG and biofuels, particularly for
transportation sector. From regulation and policy side, efforts are needed to
implement Petroleum Fund and Energy Security Fund for the continuation of
domestic fuel supply. In addition, the Government need to implement incentive
policies upon oil production upstream activities.
Keyword: biofuel, simultaneous equations, petroleum fund, system dynamics

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR
MINYAK INDONESIA

ANA FITRIYATUS SA’ADAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. A. Faraby Falatehan, SP, ME


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah bahan bakar minyak, dengan judul Analisis
Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc
dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Terima kasih kepada Dr. A. Faraby Falatehan, SP,
ME dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku penguji pada ujian tesis atas saran dan
masukan yang telah diberikan. Terima kasih kepada Kementerian ESDM atas
beasiswa pendidikan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih kepada Suami
dan Anak tercinta atas segala doa, motivasi, dukungan dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adek dan
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir ucapan terima
kasih kepada Teh Sofi, teman-teman di Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan atas bantuan, dukungan dan masukannya.
Penulis menyadari karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, November 2016
Ana Fitriyatus Sa’adah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1

2


3

4

5

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

8

Penelitan Terdahulu yang Relevan

8

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10
Energi dan Pertumbuhan Ekonomi

10

Minyak Bumi

12

Model Persamaan Simultan

14

Sistem Dinamik

14

Kebijakan Energi

16

METODE ANALISIS .................................................................................. 18
Kerangka Pemikiran

18

Jenis dan Sumber Data

20

Pendekatan Penelitian

20

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

21

Model Sistem Dinamik Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

36

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 38
Perkembangan Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

38

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyediaan dan Konsumsi BBM
Indonesia

45

Simulasi Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

61

Peramalan Penyediaan dan Konsumsi BBM dengan Simulasi Dinamik

63

Implikasi Kebijakan

75

SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 76
Simpulan

76

Saran

77

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 78
LAMPIRAN ...................................................................................................... 81
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 121

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Potensi energi Indonesia
2
Kapasitas kilang minyak Indonesia tahun 2014
39
Perkembangan produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia
41
Hasil dugaan parameter pemanfaatan kilang minyak
47
Hasil dugaan parameter produksi BBM domestik
48
Hasil dugaan parameter impor minyak mentah
49
Hasil dugaan parameter impor BBM
50
Hasil dugaan parameter harga minyak mentah domestik
51
Hasil dugaan parameter harga BBM
51
Hasil dugaan parameter harga Avgas
52
Hasil dugaan parameter harga avtur
53
Hasil dugaan parameter harga bensin
54
Hasil dugaan parameter harga minyak tanah
54
Hasil dugaan parameter harga minyak solar
55
Hasil dugaan parameter konsumsi BBM
56
Hasil dugaan parameter konsumsi avgas
56
Hasil dugaan parameter konsumsi avtur
57
Hasil dugaan parameter konsumsi bensin
58
Hasil dugaan parameter konsumsi minyak tanah
58
Hasil dugaan parameter konsumsi minyak solar
59
Hasil dugaan parameter pengeluaran subsidi BBM
60
Hasil dugaan parameter penerimaan pemerintah
60
Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
61
Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan harga minyak
dunia sebesar 50 USD/barel
62
Pelaku sistem teridentifikasi dan kebutuhannya
63
Validasi penyediaan BBM
75
Validasi konsumsi BBM
75

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Penerimaan negara dari sektor ESDM
Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia
Target bauran energi nasional
Produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia
Kerangka pemikiran
Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
Cadangan minyak bumi Indonesia
Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia
Perkembangan produksi dan konsumsi BBM Indonesia
Perkembangan impor BBM Indonesia
Perkembangan ekspor BBM Indonesia
Perkembangan penyediaan BBM Indonesia
Konsumsi BBM per jenis di Indonesia
Konsumsi BBM per sektor di Indonesia

1
3
4
4
19
22
39
40
42
42
43
43
44
45

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia
Diagram sebab akibat model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
Hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM
Diagram kotak panah subsistem konsumsi BBM
Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM
Diagram kotak panah subsistem impor BBM
Penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama
Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama
Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama
Penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua
Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua
Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua
Penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga
Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga
Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga

63
64
65
66
67
67
68
69
69
70
71
71
72
73
73
74

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Output komputer dugaan model penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia
Output komputer hasil uji autokorelasi
Output komputer hasil uji heteroskedastisitas
Output komputer hasil validasi model
Diagram kotak panah penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

82
92
103
113
120

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi merupakan sektor yang strategis dan mempunyai peranan penting
dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan
berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Energi
merupakan kebutuhan vital untuk kelangsungan hidup suatu bangsa. Menurut
Chontanawat et al. (2006), peranan energi terhadap perekonomian dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, energi
merupakan salah satu produk yang langsung dikonsumsi oleh konsumen demi
memaksimalkan utilitasnya. Sedangkan dari sisi penawaran, energi merupakan
faktor kunci bagi proses produksi di samping modal, tenaga kerja, dan material
lainnya. Di sini energi merupakan input penting bagi bergeraknya roda
perekonomian suatu negara. Dari aktivitas perekonomian ini, kemudian akan
dihasilkan output (barang dan jasa) yang merupakan parameter penting dalam
mengukur kinerja perekonomian suatu negara melalui pertumbuhan ekonomi. Oleh
karenanya, ketersediaan dan konsumsi energi merupakan determinan kunci dan
krusial dalam proses pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan energi yang
berkesinambungan, handal, terjangkau, dan ramah lingkungan merupakan hal yang
fundamental dalam mendukung perkembangan ekonomi suatu bangsa.

Gambar 1 Penerimaan negara dari sektor ESDM
Sumber: KESDM 2015a
Sektor energi mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional.
Selain untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, sektor energi juga mempunyai
peran sebagai sumber devisa negara, terutama dari minyak dan gas bumi (migas).
Pada tahun 2014, penerimaan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
yang berasal dari sektor migas baik penerimaan yang berasal dari pajak, nonpajak,
dan penerimaan lain-lain mencapai Rp320.25 triliun atau mencapai 69% dari total
penerimaan negara di sektor ESDM yang mencapai Rp464.25 triliun (KESDM

2

2015a). Penerimaan negara dari sektor ESDM selalu mengalami kenaikan dari
tahun 2010 sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Kebutuhan energi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk
Indonesia. Sementara cadangan energi tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas
bumi dan batubara semakin menipis. Sedangkan energi terbarukan seperti tenaga
air, tenaga surya, angin, dan panas bumi yang cadangannya cukup besar belum
dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik. Berdasarkan Renstra Kementerian
ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), cadangan minyak bumi Indonesia
sebesar 3.6 miliar barel yang diperkirakan akan habis 13 tahun mendatang.
Cadangan gas bumi sebesar 100.3 TCF yang diperkirakan akan habis 34 tahun lagi,
dan cadangan batubara sebesar 31.35 miliar ton yang diperkirakan akan habis 72
tahun lagi. Sementara sumber daya panas bumi Indonesia sebesar 28.91 ribu MW
baru dimanfaatkan 4.9% (Tabel 1).
Tabel 1 Potensi energi Indonesia
No
1
2
3
4
5

No
1
2
3
4
5
6
7

Energi Fosil
Jenis Energi
Sumber daya
Minyak bumi
151 miliar barel
Gas bumi
487 TSCF
Batubara
120.5 miliar ton
CBM
453 TSCF
Shale Gas
574 TSCF
Energi Baru, Terbarukan
Jenis Energi
Hidro
Panas bumi
Biomassa
Surya
Angin dan hybrid
Samudera
Uranium

Sumber Daya
75 000 MW
28 910 MW
32 000 MW
4.8 kWh/m2/day
3-6 m/s
49 GW2
3 000 MW

Cadangan
3.6 miliar barel
100.3 TSCF
31.35 miliar ton
-

Produksi
288 juta barel
2.97 TSCF
435 juta ton

Kapasitas
Terpasang
8 111 MW
1 403.5 MW
1 740.4 MW
71.02 MW
3.07 MW
0.01 MW4
30 MW2

Pemanfaatan
(%)
10.81
4.9
5.4
-

Sumber: KESDM 2015a
Penyediaan energi primer di Indonesia mengalami peningkatan dari sekitar
157.08 juta TOE (tonnes oil equivalent) pada tahun 2003 menjadi sekitar 228.22
juta TOE (dengan biomassa) pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata sebesar
3.8% per tahun (KESDM 2013). Penyediaan energi primer di Indonesia masih
didominasi oleh minyak yang mencakup minyak bumi dan bahan bakar minyak
(BBM). Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan belum maksimal
disebabkan jenis energi ini belum dapat bersaing dengan energi konvensional
seperti minyak dan gas bumi. Biaya pokok produksi energi baru dan terbarukan
relatif lebih tinggi dari energi fosil seperti batubara dan gas bumi untuk listrik, dan
BBM pada sektor transportasi.

3

Gambar 2 Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia
Sumber: KESDM 2013, diolah oleh DEN (Dewan Energi Nasional)
Terkait sifat energi yang strategis serta harga keekonomian energi yang
dianggap belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maka
pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk memberikan subsidi di bidang
energi baik itu subsidi BBM maupun listrik. Dengan adanya subsidi ini, maka harga
jual energi kepada konsumen atau masyarakat ditetapkan di bawah harga pasar.
Kecenderungan permintaan energi yang terus meningkat menyebabkan beban
subsidi energi yang semakin berat. Selama tahun 2010 sampai tahun 2014, subsidi
energi mencapai Rp1 340 triliun. Subsidi BBM, LPG dan BBN (bahan bakar nabati)
mencapai Rp898.41 triliun. Realisasi subsidi energi pada tahun 2014 mencapai
Rp314.75 triliun, terdiri dari subsidi BBM, LPG (liquified petroleum gas) dan BBN
sebesar Rp229 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp85.75 triliun (KESDM 2015a).
Beban subsidi menjadi semakin berat terutama ketika harga energi dunia
mengalami kenaikan, biaya produksi energi meningkat, dan juga pola konsumsi
yang relatif boros karena harganya dianggap cukup atau relatif murah. Subsidi
energi juga secara tidak langsung meningkatkan permintaan terhadap energi dan
menghambat laju perkembangan energi terbarukan yang nilai keekonomiannya
masih tinggi dibandingkan energi tidak terbarukan.
Pada tahun 2013, total konsumsi energi Indonesia sebesar 0.8 TOE/kapital
dengan bauran energi nasional 46% untuk minyak bumi, 31% untuk batubara, 18%
untuk gas bumi dan 5% untuk energi baru terbarukan (KESDM 2015a). Dapat
dikatakan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada energi tidak terbarukan
terutama minyak bumi. Potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, hanya
mencapai 5% dari bauran energi nasional. Target Bauran Energi Nasional 2025
berdasarkan Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a),
konsumsi energi sebesar 1,4 TOE/kapital dengan bauran energi nasional 25% untuk
minyak bumi, 30% untuk batubara, 22% untuk gas bumi, dan 23% untuk energi
baru terbarukan.

4

Gambar 3 Target bauran energi nasional
Sumber: KESDM 2015a
Konsumsi BBM Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2014 cenderung
mengalami tren kenaikan, sementara produksi BBM Indonesia cenderung
mengalami tren penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Konsumsi BBM
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, produksi BBM domestik mengalami tren penurunan. Hal ini
dikarenakan produksi minyak mentah mengalami penurunan. Sehingga, dengan
adanya selisih antara konsumsi dan produksi BBM, maka pemerintah melakukan
impor minyak bumi dan BBM untuk memenuhi konsumsi BBM Indonesia.
450,000

400,000

Ribu barel

350,000
300,000
250,000
200,000
150,000

100,000
50,000
2000

2002

2004

2006

2008

2010

Tahun
Produksi BBM

Konsumsi BBM

Gambar 4 Produksi dan konsumsi BBM Indonesia
Sumber: KESDM 2015b, diolah

2012

2014

5

Penurunan produksi minyak bumi di bawah 1 juta barel per hari dan
pesatnya pertumbuhan konsumsi BBM di dalam negeri mengakibatkan Indonesia
menjadi net importer minyak bumi. Sebagai net importer minyak bumi, Indonesia
tetap mengekspor minyak bumi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah impornya. Rasio ketergantungan impor sudah
mencapai 37% pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat di masa mendatang
jika tidak ada penambahan produksi minyak domestik. Menurut Renstra KESDM
Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), Realisasi produksi minyak pada tahun 2014
sebesar 789 ribu bpd (barrel per day) tidak sesuai target yang seharusnya sebesar
1.01 juta bpd. Hal ini disebabkan adanya gangguan produksi (cuaca, unplanned
shutdown, lahan, perizinan, dan keamanan) serta produksi fullscale dari Blok Cepu
yang semula tahun 2014 menjadi tahun 2015.
Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam
negeri dan sebagian besar dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat.
Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan
produksi lapangan minyak bumi semakin menurun sehingga membatasi tingkat
produksinya. Ekspor minyak dan kondensat cenderung semakin menurun sejalan
dengan produksi minyak dalam negeri yang cenderung terus menurun karena
penuaan sumur yang ada dan juga keterlambatan investasi untuk eksplorasi dan
eksploitasi sumber minyak baru. Bilamana tidak segera ditemukan sumber minyak
baru, Indonesia akan semakin menjadi negara “net oil importer country” seperti
yang sudah terjadi saat ini. Suatu gejala yang cukup merisaukan bagi keberlanjutan
penyediaan energi jangka panjang. Indonesia menjadi net importer minyak bumi
tidak hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan
keterbatasan investasi, juga disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi
menipisnya cadangan minyak melalui kebijakan harga energi murah dengan
memberikan subsidi yang besar.
Persoalan-persoalan energi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 (DESDM 2006), yaitu: (1)
struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi bahan
bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur energi
terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan (5) pemanfaatan
energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran energi primer
timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam negeri belum
optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena adanya subsidi
BBM, (3) Indonesia menjadi net importer minyak, dan (4) subsidi BBM
membengkak.
Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai
target pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama
minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu
sebesar 96% (minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari total konsumsi
energi dan upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum
dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Tingginya konsumsi energi fosil
terutama BBM tersebut diakibatkan oleh subsidi sehingga harga energi menjadi
murah dan masyarakat cenderung boros dalam menggunakan energi. Di sisi lain,
Indonesia menghadapi penurunan cadangan energi fosil yang terus terjadi dan
belum dapat diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan

6

infrastruktur energi yang tersedia juga membatasi akses masyarakat terhadap
energi. Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap gangguan yang terjadi
di pasar energi global karena sebagian dari konsumsi tersebut, terutama produk
minyak bumi, dipenuhi dari impor.
Terkait harga minyak dunia yang saat ini mengalami penurunan, tentu
berdampak pada perekonomian nasional, khususnya industri minyak bumi dalam
negeri. Penurunan harga minyak dunia didorong oleh dinamika pasar. Salah
satunya, revolusi energi Amerika yang berhasil menciptakan pasokan energi yang
banyak. Selain itu, pelemahan ekonomi global juga membuat penurunan
permintaan terhadap energi. Harga minyak dunia yang berkisar USD50.44 per barel
(status 13 Oktober 2016) akan berdampak pada perusahaan minyak yang harus
menanggung ganti rugi karena biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan harga
jual. Penurunan harga minyak dunia juga berdampak pada pendapatan negara,
dimana pendapatan negara dari sektor migas juga ikut menurun. Namun, di sisi lain
biaya pemerintah untuk mengimpor minyak juga berkurang. Dampak penurunan
harga minyak yang terus menerus mengakibatkan penurunan realisasi penerimaaan
pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pajak
penghasilan (PPh) minyak dan gas.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, maka akan meningkatkan emisi CO2 di udara
terutama dari sektor transportasi yang menggunakan BBM. Sehingga dapat
dikatakan bahwa peningkatan konsumsi BBM akan meningkatkan emisi CO2 di
udara. Pembakaran BBM dapat menimbulkan pemanasan global (global warming).
Pembakaran minyak akan menghasilkan karbondioksida (CO2), yaitu gas rumah
kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Hal ini akan berdampak
pada penurunan kualitas lingkungan hidup di Indonesia.
Dengan demikian, BBM merupakan energi yang paling dominan di
Indonesia. Masalah ketersediaan BBM sangat penting bagi Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan kata lain, diperlukan suatu kondisi yang senantiasa mempertahankan
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan BBM sebagai
salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju
dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan suatu studi
yang menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia.
Perumusan Masalah
Mencermati perkembangan terkini terkait BBM di Indonesia ditemukan
berbagai permasalahan dari aspek ketersediaan dan produksi, konsumsi, dan harga.
Dari sisi ketersediaan dan produksi, potensi dan sumber daya minyak bumi sudah
semakin menipis dan berkurang jauh. Hal ini menyebabkan produksi minyak bumi
Indonesia mengalami penurunan. Produksi minyak bumi tahun 2000 sebesar 517.49
juta barel menjadi 287.90 juta barel pada tahun 2014 (KESDM 2015b). Dari aspek
konsumsi dan harga, konsumsi BBM dari tahun ke tahun mengalami tren kenaikan.
Tahun 2000 konsumsi BBM sebesar 315.27 juta barel meningkat menjadi 396.21
juta barel pada tahun 2014 (KESDM 2015b). Sementara harga minyak dunia yang
semakin merosot menyebabkan harga minyak nasional ikut mengalami penurunan.

7

Kenyataan adanya masyarakat tidak mampu yang mempunyai daya beli yang
rendah untuk memenuhi konsumsinya disikapi pemerintah dengan memberlakukan
kebijakan harga BBM yang murah. Tidak hanya masyarakat yang tidak mampu
memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan harga BBM yang murah ini,
masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga menikmatinya. Dengan kata lain
kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama ini adalah salah satu pemicu
terjadinya pemborosan pemanfaatan BBM di Indonesia. Dampak negatif lainnya
dari penerapan kebijakan ini juga mendorong maraknya penyelundupan BBM ke
luar negeri. Selain itu, konsumsi BBM yange meningkat juga berdampak pada
meningkatnya emisi CO2. Produksi emisi CO2 bersumber dari pembakaran BBM
terutama dari sektor transportasi dan industri yang menggunakan BBM. Saat ini,
BBM merupakan penghasil utama emisi CO2 di Indonesia. Emisi CO2 yang
semakin meningkat akan berdampak bagi kerusakan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia?
3. Berapa besar penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia pada masa mendatang?
4. Bagaimana peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di
masa mendatang?
5. Bagaimana implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian
Indonesia?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membangun suatu model
penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan pendekatan ekonometrika dan
simulasi dinamik. Adapun tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia.
2. Menduga faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi
BBM di Indonesia.
3. Melakukan peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia
pada masa mendatang.
4. Menganalisis peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di
masa mendatang.
5. Merumuskan implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian
Indonesia.
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia ini
diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi:
1. Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan
disiplin ilmu yang berkaitan dengan BBM dan lingkungan.

8

2. Akademisi, sebagai sumber informasi dan rujukan dalam pengembangan
disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat, sebagai informasi mengenai penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia sehingga dijadikan pertimbangan untuk melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemanfaatan BBM untuk keberlanjutan energi dan
lingkungan hidup.
4. Pemerintah selaku pembuat kebijakan diharapkan menjadi bahan pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan dan sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan
yang telah ditetapkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekonometrika
untuk penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia yang meliputi blok penyediaan
BBM, blok harga BBM, blok konsumsi BBM, serta blok pengeluaran dan
penerimaan pemerintah. Dalam penelitian ini tidak dirinci secara detail konsumen
akhir untuk tiap sektor. Untuk menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM
Indonesia, peubah dari luar data BBM dimasukkan ke dalam model, yaitu peubah
PDB (produk domestik bruto), pertumbuhan suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap
dolar, jumlah transportasi darat, pengeluaran pemerintah, dan pajak. Dalam
penelitian ini selain membahas tentang BBM total Indonesia, juga membahas
produk-produk kilang minyak yang meliputi avgas, avtur, bensin (gasoline),
minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (Automotive Diesel Oil/ADO). Produk
kilang minyak yang berupa minyak diesel (Industrial Diesel Oil/IDO) dan minyak
bakar (fuel oil) tidak dibahas dalam penelitian ini dikarenakan ketidaktersediaan
data. Selain menggunakan pendekatan ekonometrika, penelitian ini juga
menggunakan pendekatan simulasi dinamik.
Penelitan Terdahulu yang Relevan
Lin (2011) melakukan penelitian tentang estimasi penyediaan dan
permintaan pada pasar minyak dunia. Hasil temuan dari penelitian ini bahwa faktor
yang memengaruhi permintaan minyak dunia antara lain PDB dunia, populasi dunia,
penggunaan energi dan produksi listrik dunia baik dari minyak maupun gas alam
serta cadangan gas alam. Dengan asumsi faktor lain tetap sama, maka PDB,
populasi, dan produksi listrik dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam.
Sebaliknya, karena gas alam adalah pengganti minyak, maka produksi listrik dari
gas dan cadangan gas alam dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam. Dari
sisi penyediaan, cadangan minyak dunia berpengaruh terhadap harga minyak dunia.
Cadangan minyak dunia akan menggeser kurva penawaran ke atas.
Elinur (2012) melakukan penelitian tentang analisis konsumsi dan
penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. Model yang dibangun dalam
penelitian ini adalah model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang
terdiri dari 5 blok persamaan (blok konsumsi enegi, blok transformasi energi, blok
penyediaan energi, blok harga energi dan blok output perekonomian) dengan 54
persamaan (36 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas). Metode

9

pendugaan model menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap
persamaan struktural bersifat overidentified.
Hasil temuan utama dari penelitian Elinur (2012) untuk blok konsumsi
energi menunjukkan: Pertama, konsumsi energi sektor industri dipengaruhi oleh
harga batubara, listrik, PDB sektor industri, dan konsumsi energi sektor industri
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor industri responsif terhadap perubahan
harga batubara dan listrik dalam jangka pendek dan panjang, serta responsif
terhadap perubahan PDB sektor industri dalam jangka panjang. Kedua, Konsumsi
energi sektor rumah tangga dipengaruhi oleh harga listrik, PDB, jumlah penduduk
dan konsumsi energi sektor rumah tangga tahun sebelumnya. Konsumsi energi
sektor rumah tangga responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Ketiga, Konsumsi energi sektor transportasi
dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi
tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap
perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi
energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun
sebelumnya. Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, tren,
dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya. Pada blok penyediaan energi,
hasil temuan utama menunjukkan: Pertama, pemanfaatan kilang minyak
dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor
minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia, dan
impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap
perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang. Ketiga, Impor
BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor
BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Sugiyono (2005) melakukan penelitian tentang penyediaan energi primer
dan sekunder dengan menggunakan model reference energy system (RES) yang
diformulasi dalam bentuk linear programming. Model akan mengalokasikan
penyediaan energi primer dan sekunder dengan fungsi objektif meminimalkan total
biaya penyediaan energi dengan kendala berbagai pilihan sumber dan teknologi
energi untuk memenuhi kebutuhan energi final. Analisis dilakukan dengan tahun
dasar 2003 dan periode analisis sampai dengan tahun 2025. Proyeksi kebutuhan
energi merupakan masukan model MARKAL dan diproyeksikan dengan
mempertimbangkan pertumbuhan sektor ekonomi dan populasi. Proyeksi
kebutuhan energi diperhitungkan dengan menggunakan Model for Analysis of
Energy Demand (MAED). Skenario yang ditinjau ada dua, yaitu kasus dasar dan
kasus harga minyak mentah tinggi. Kasus dasar menganggap bahwa perkembangan
perekonomian sesuai dengan kondisi saat ini. Asumsi yang digunakan pada kasus
dasar adalah discount rate sebesar 10 persen, harga minyak bumi tahun 2003–2004
sebesar USD28/barel dan mulai tahun 2005 sebesar USD40/ barel. Sedangkan
harga bahan baku biofuel adalah untuk CPO sebesar USD60.2/SBM (setara barel
minyak) dan untuk ubi kayu sebesar USD60.8/SBM. Dengan mempertimbangkan
bahan baku tersebut maka biaya produksi biodiesel dari CPO dengan kapasitas 100
ribu ton/tahun adalah Rp4 240/liter dan biaya produksi bioethanol dari ubi kayu
dengan kapasitas 60 kl/hari adalah sebesar Rp4 720/liter. Sedangkan untuk kasus
harga minyak mentah yang tinggi digunakan asumsi harga minyak mentah sebesar

10

USD50/barel dan USD60/barel mulai tahun 2005. Masing-masing kasus dilakukan
optimasi untuk melihat peluang pemanfaatan biofuel.
Hasil penelitian Sugiono (2005) menunjukkan bahwa dengan harga minyak
mentah sebesar USD40/barel (kasus dasar), diperoleh biaya total sistem energi
Indonesia (discounted total cost) adalah sebesar USD590.7 miliar. BBM
merupakan bahan bakar yang paling dominan digunakan di sektor transportasi.
Biofuel baik berupa biodiesel maupun bioethanol belum dapat bersaing dengan
BBM. Pada harga tersebut, teknologi transportasi berbasis minyak solar dan bensin
ternyata masih tetap lebih ekonomis dibanding dengan BBG (bahan bakar gas),
apalagi dibandingkan dengan menggunakan biodiesel atau bioethanol. Biaya
pemanfaatan biodiesel dan bioethanol masih lebih tinggi dibanding bahan bakar
konvensional.
Krichene (2005) membangun model persamaan simultan yang
menghubungkan antara harga minyak, perubahan nilai tukar efektif nominal dollar
Amerika Serikat, dan suku bunga, yang kemudian mengidentifikasi goncangan
kebijakan moneter terhadap peningkatan permintaan minyak mentah. Untuk tujuan
pendugaan jangka pendek, model tersebut diduga dengan metode Two Stage Least
Squares (2SLS). Untuk memperkuat keyakinan terhadap hasil pendugaan, model
tersebut diduga kembali dengan Error Correction Model (ECM). Kemudian
elastisitas jangka panjang diduga dengan bantuan analisis ECM dan kointegrasi.
Temuan utama dari artikel tersebut menyebutkan bahwa penawaran dan permintaan
minyak mentah dan gas alam terhadap harga sangat inelastis dalam jangka pendek,
berarti terjadi perubahan/penguapan yang sangat tinggi pada pasar minyak mentah
dan gas alam. Permintaan minyak mentah mengalami perubahan struktural yang
dalam pada periode 1973-2004. Sebagai catatan, lompatan harga minyak, ketika
pajak energi di negara-negara pengimpor minyak tinggi, menyebabkan elastisitas
permintaan berkurang secara signifikan, melalui substitusi dan penghematan energi,
permintaan minyak jangka panjang tidak elastis, dengan permintaan terhadap bahan
bakar cair meningkat secara terbatas untuk transportasi. Elastisitas pendapatan
tinggi untuk permintaan minyak mentah dan gas alam. Elastisitas penawaran
minyak mentah mengalami penurunan yang tajam setelah goncangan minyak,
merefleksikan perubahan struktur pasar kompetitif menjadi tidak kompetitif.
Demikian pula halnya dengan elastisitas gas alam dengan menggunakan model
VECM (Vector Error Correction Model), merefleksikan respon penawaran sebagai
pendorong permintaan gas alam.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Energi dan Pertumbuhan Ekonomi
Energi merupakan faktor produksi yang esensial dalam proses produksi.
Semua produksi melibatkan transformasi atau pergerakan material melalui
beberapa tahapan yang mana keseluruhan proses tersebut memerlukan energi.
Energi tidak hanya dipandang sebagai barang konsumsi semata, namun juga
sebagai input yang penting bagi pengembangan serta kemajuan teknologi yang
berperan signifikan bagi pembangunan ekonomi. Substitusi sarana produksi serta

11

berbagai bentuk barang modal lainnya dengan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya,
merupakan bagian yang integral dari proses pembangunan ekonomi yang
kesemuanya membutuhkan input energi. Oleh karenanya konsumsi energi dapat
dipandang sebagai penyebab dari pertumbuhan ekonomi (Stern 2003).
Menurut Fauzi (2006), sumber daya energi merupakan sumber daya yang
digunakan untuk menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun
transformasi energi lainnya. Berdasarkan ketersediaannya sumber energi dibagi
dua, yaitu energi fosil yang tidak dapat diperbarui (non-renewable energy) seperti
minyak bumi, gas bumi, batubara, uranium, dan sebagainya serta energi yang dapat
diperbarui (renewable energy) seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga
angin dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan nilai komersial, maka sumber energi
terdiri atas energi komersial, non komersial dan energi baru. Energi komersial
adalah energi yang sudah dapat dipakai dan dapat diperdagangkan dalam skala
ekonomis, sementara energi non komersial adalah energi yang sudah dipakai dan
dapat diperdagangkan tetapi tidak dalam skala ekonomisnya. Energi baru adalah
energi yang sudah dipakai tetapi sangat terbatas dan sedang dalam tahap
pengembangan (pilot project). Energi ini belum dapat diperdagangkan karena
belum mencapai skala ekonomis.
Dalam pandangan teori pertumbuhan neoklasik misalnya, sebagian besar
studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara
energi dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi
produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap
perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak, pandangan para
ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi.
Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai
subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Teori neoklasik dipandang under
estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi.
Dalam pendekatan mainstream ilmu ekonomi neoklasik, kuantitas
ketersediaan energi terhadap ekonomi pada berbagai tahun diperlakukan sebagai
endogenous, melalui pembatasan dengan batasan biofisik seperti tekanan pada
penyimpanan minyak dan keterbatasan ekonomi seperti jumlah ekstraksi terpasang,
penyulingan, dan kapasitas pembangkit, serta kemungkinan percepatan dan
efisiensi dalam proses ini dapat diproses. Namun demikian, pendekatan analisis ini
kurang digunakan untuk menganalisis peranan energi sebagai pengendali
pertumbuhan produksi dan ekonomi (Stern 2003).
Para ekonom ekologi berargumen bahwa penggunaan energi untuk
menghasilkan input-input antara seperti bahan bakar meningkat ketika kualitas
sumber daya seperti penyimpanan minyak menurun. Oleh karenanya biaya energi
meningkat sebagai representasi dari peningkatan kelangkaan dalam nilai
penggunaannya (Cleveland dan Stern 1993).
Jika perekonomian dapat direpresentasikan sebagai model input-output
dimana tidak ada substitusi antara faktor produksi, faktor pengetahuan dalam faktor
produksi dapat diabaikan. Ini tidak berarti bahwa penggunaan energi dan ilmu
pengetahuan dalam mendapatkan dan memanfaatkannya harus diabaikan.
Perhitungan akurat untuk seluruh penggunaan energi dalam mendukung produksi
final adalah penting. Kontribusi pengetahuan terhadap produksi tidak dapat

12

diasumsikan proporsional terhadap biaya energi. Melalui ilmu Thermodinamika
menempatkan batasan terhadap substitusi, derajat substitusi aktual antara stok
kapital memasukkan pengetahuan dan energi merupakan sebuah pertanyaan secara
empiris (Stern 2003).
Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan
suatu negara untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa dari satu tahun ke
tahun berikutnya. Konsep pertumbuhan ekonomi diperoleh dari perhitungan PDB
suatu negara. Data PDB yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah data PDB atas dasar harga konstan. Dengan menggunakan data
PDB atas dasar harga konstan, maka pertumbuhan PDB mencerminkan
pertumbuhan secara riil nilai tambah yang dihasilkan perekonomian dalam periode
tertentu dengan referensi tahun tertentu.
Energi di Indonesia terbukti memiliki peran yang sangat penting dalam
pembangunan nasional. Peranan energi, terutama migas dapat dilihat dalam neraca
perdagangan dan APBN. Migas memberi sumbangan sangat berarti dalam
penerimaan rutin. Ketika terjadi oil boom pada tahun 1970-an, 60-80% penerimaan
pemerintah dari total pendapatan pajak langsung didominasi oleh komponen pajak
migas. Dominasi migas terus berlangsung sampai sekitar tahun 1980-an, setelah itu
mengalami penurunan. Demikian juga halnya dengan proporsi penerimaan
pemerintah dari ekspor migas mencapai angka tertinggi pada tahun 1981-1982 yaitu
sekitar 80% dari total penerimaan ekspor nasional. Karena itu peran energi di
Indonesia layak disebut sebagai engine of growth. Hal ini semakin dipertegas oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada tahun 1989-1990 (Yusgiantoro
2000).
Selain penerimaan pemerintah, penerimaan ekspor dan neraca pembayaran,
komponen ekonomi makro lainnya yang sangat memengaruhi pembangunan
ekonomi adalah konsumsi energi nasional. Sebagai contoh, permintaan energi pada
sektor industri manufaktur untuk mengoperasikan sarana produksi seperti mesinmesin dapat dikatakan sangat tinggi, namun disamping tingginya biaya energi yang
harus dikeluarkan, energi juga memiliki output yang dihasilkan bersama faktor
produksi lainnya. Jadi dalam hal ini energi juga dapat dipandang sebagai sarana
akumulasi modal pembangunan (Yusgiantoro 2000).
Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi
berbentuk cair yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai
bahan bakar (DESDM 2009). Minyak bumi secara kimiawi terdiri dari senyawa
kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C), sehingga
disebut juga senyawa hidrokarbon (CxHy). Berat jenis minyak dinyatakan dalam
satuan derajat °API. Semakin besar °API maka minyak akan semakin ringan. Dari
nilai °API akan diketahui kategorinya, yaitu minyak ringan, minyak berat atau
kondensat (gas).
Minyak bumi berasal dari organisme tumbuhan dan hewan berukuran
sangat kecil (plankton) yang mati dan terkubur di lautan purba jutaan tahun lalu.
Kemudian, tertimbun pasir dan lumpur di dasar laut sehingga membentuk lapisan

13

yang kaya zat organik dan akhirnya membentuk batuan endapan (sedimentary rock).
Proses ini akan terus berulang, satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya
selama jutaan tahun. Endapan plankton tersebut menjadi zat organik yang kaya
akan hidrokarbon (migas) karena tekanan dan temperatur yang tinggi.
Untuk mengambil minyak bumi dari dalam bumi perlu melakukan
pengeboran. Setelah pengeboran sumur eksplorasi menemukan minyak bumi, maka
selanjutnya dibuat sumur di beberapa tempat di sekitarnya untuk memastikan
apakah minyak bumi yang ada ekonomis untuk dikembangkan. Jika
menguntungkan untuk dikembangkan maka dibor sumur pengembangan
(development well) untuk mengambil minyak bumi sebanyak mungkin.
Minyak mentah merupakan campuran yang tersusun dari berbagai senyawa
hidrokarbon. Di dalam kilang minyak, minyak mentah akan mengalami sejumlah
proses yang akan memisahkan komponen hidrokarbon dan mengubah struktur dan
komposisinya sehingga diperoleh produk yang bermanfaat untuk bahan bakar
minyak, bahan baku industri dan macam-macam produk lainnya. Kilang minyak
merupakan fasilitas industri dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas
pendukungnya.
Tahapan paling umum untuk memisahkan minyak bumi menjadi
bermacam-macam komponen (fraksi) dilakukan dengan pemana