Inventarisasi dan Identifikasi Tungau Ektoparasit pada Cicak di Pasar dan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU
EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA
MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA

NURIFAH MUCHTI HANDAYANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inventarisasi dan
Identifikasi Tungau Ektoparasit pada Cicak di Pasar dan Suaka Margasatwa
Muara Angke, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nurifah Muchti Handayani
NIM G34090082

ii

ABSTRAK
NURIFAH MUCHTI HANDAYANI. Inventarisasi dan Identifikasi Tungau
Ektoparasit pada Cicak di Pasar dan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta.
Dibimbing oleh TARUNI SRI PRAWASTI dan RIKA RAFFIUDIN.
Ektoparasit merupakan salah satu bentuk parasit yang hidup di permukaan
inangnya, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit, atau sekresi
kulit. Penelitian ini bertujuan menginventarisasi, mengidentifikasi, dan mempelajari
tingkat infestasi tungau ektoparasit pada cicak di pasar dan Suaka Margasatwa Muara
Angke, Jakarta. Cicak dikoleksi dan diawetkan dalam alkohol 70%. Ada beberapa
tempat pelekatan tungau pada cicak yaitu kepala, telinga, ketiak, badan, paha, tungkai
depan, tungkai belakang, dan ekor yang dapat diinfestasi oleh cicak. Tungau
seluruhnya dipreparasi dengan media PVA (Polivinil Alkohol). Hasil penelitian

menunjukkan adanya empat spesies cicak yaitu, Cosymbotus platyurus, Hemidactylus
garnotii, Hemidactylus frenatus, dan Gehira mutilata. Hasil identifikasi berdasarkan
karakter tungau ditemukan enam kelompok Geckobia (G1, G2, G5, G6, G10, G11),
sedangkan berdasarkan ketotaksi tungkai, G5 dan G11 termasuk kelompok G. indica,
G2 merupakan G. glebosum, G6 termasuk kelompok Geckobia grup 1, G10 termasuk
kelompok G. gleadoviana, dan G1 yang belum teridentifikasi. Cicak H. garnotii
merupakan cicak yang memiliki nilai prevalensi terbesar di kedua lokasi, yaitu 94.4%
dan 73.3%. Nilai intensitas infestasi tungau total terbesar juga terdapat pada cicak H.
garnotii untuk kedua lokasi yaitu sebesar 28.1 dan 7.7.
Kata kunci: cicak, Geckobia, ketotaksi, tungau ektoparasit.

ABSTRACT
NURIFAH MUCHTI HANDAYANI. Inventory and Identification of mites
Ectoparasites on the Lizard in the market and Wild life Muara Angke, Jakarta.
Supervised by TARUNI SRI PRAWASTI and RIKA RAFFIUDIN
Ectoparasites are form of parasite that stick on the surface of organism, suck
their blood or looking for feed on hair, fur, skin, or skin secretions. This study was
aimed to inventory, identify, and analize mites infestation in the lizard ectoparasites
on market and Muara Angke conservation area, Jakarta. Lizards were collected and
preserved in 70% alcohol. The sticky sites on lizard which could be infested are head,

ears, armpits, torso, thighs, forelimbs, hind limbs, and tail. All mites were prepared
with PVA media. The results showed that there were four species of Geckos,
Cosymbotus platyurus, Hemidactylus garnotii, Hemidactylus frenatus, and Gehira
mutilata. Identification results based on characters of mites found six types of
Geckobia (G1, G2, G5, G6, G10, G11). However based on chaetotaxy the G5 and
G11 were grouped as G. indica, G2 in G. glebosum, G6 were in Geckobia group 1,
G10 in group with G. gleadoviana, and unidentified G1 geckos. Hemydactylus
garnotii was found to had the largest prevalence values at market and conservation,
i.e 94.4% and 73.3%. Hemydactylus garnotii also was found to had the largest
infestation intensity values at market and conservation, i.e 28.1 and 7.7.
Keywords: lizard, Geckobia, chaetotaxy, ectoparasite mites

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU
EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA
MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA

NURIFAH MUCHTI HANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi :Inventarisasi dan Identifikasi Tungau Ektoparasit pada Cicak di
Pasar dan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta
Nama
: Nurifah Muchti Handayani
NIM
: G34090082

Disetujui oleh

Dra Taruni Sri Prawasti, MSi

Pembimbing I

Dr Ir Rika Raffiudin, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
tungau ektoparasit, dengan judul Inventarisasi dan Identifikasi Tungau Ektoparasit
pada Cicak di Pasar dan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dra Taruni Sri Prawasti, MSi dan Dr
Ir Rika Raffiudin, MSi selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada Bapak Samsuri dan Bapak Tarono yang telah membantu
mengoleksi cicak di daerah pasar ikan Muara Angke serta Bapak Merin yang telah
membantu mengoleksi cicak di Suaka Margasatwa Muara Angke, Ibu Tini dan
Mbak Ani sebagai laboran Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen
Biologi yang telah membantu selama penelitian di laboratorium. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, Amanah Puji Lestari serta seluruh
keluarga, atas bantuan, doa, dan kasih sayangnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Surya Fitriana dan Herawati Sri
Nurhidayat sebagai rekan seperjuangan dalam penelitian; serta kepada keluarga
Biologi 46, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan seluruhnya atas segala
bantuan dan dukungan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Nurifah Muchti Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit

2

Pembuatan Preparat

2

Identifikasi Cicak dan Tungau Ektoparasit

2


Analisis Data

3

HASIL

3

Inventarisasi Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak

3

Kunci Determinasi Spesies Geckobia

8

Prevalensi dan Intensitas Infestasi Tungau pada Cicak

9


PEMBAHASAN

10

SIMPULAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

16


DAFTAR TABEL
1 Jumlah individu cicak yang terinfestasi tungau (JI) dan jumlah individu
cicak yang tidak terinfestasi tungau (JT), serta nilai prevalensi (P)
empat spesies cicak di daerah pasar dan SMMA, Jakarta
2 Jumlah dan persentase tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus
(Cp), H. frenatus (Hf), H. garnotii (Hg), dan G. mutilata (Gm) pada
kepala (a), telinga (b), ketiak (c), badan (d), paha (e), ekor (f), jari
depan (g), dan jari belakang (h)
3 Perbandingan ciri-ciri tungau G1, G2, G5, G6, G10, G11 dari cicak C.
platyurus, H. frenatus, H. garnotii di Jakarta
4 Jumlah tungau, intensitas infestasi dan intensitas total tungau yang
menginfestasi cicak C. platyurus (Cp), H. frenatus (Hf), H. garnotii
(Hg), G. mutilata (Gm) pada daerah pasar dan SMMA, Jakarta

4

4
6

9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Tungau Geckobia A. bagian tubuh (tampak dorsal), B&C. bagian
gnatosoma, D. bagian tungkai
Peta ketotaksi tungau pada cicak H. frenatus, C. platyurus, H. garnotii
di Jakarta
Tungau Geckobia (tampak ventral). A. Geckobia sp. 1, B. Geckobia sp.
2, C. Geckobia sp. 5, D. Geckobia sp. 6, E. Geckobia sp. 10, F.
Geckobia sp. 11.

5
7

8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bentuk seta pada tungau Geckobia
2 Formula polivinil alkohol (PVA)
3 Glosari

14
14
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Simbiosis adalah interaksi antar dua jenis organisme yang hidup bersamasama (Goin GJ dan Goin OB 1970). Interaksi ini meliputi parasitisme,
komensalisme, dan mutualisme. Parasitisme merupakan interaksi antara dua
organisme dimana organisme yang satu diuntungkan dan organisme lainnya
dirugikan. Parasitisme terbagi menjadi endoparasit, yaitu parasit yang hidup di
dalam tubuh inang, dan ektoparasit, yaitu parasit yang hidup di luar tubuh inang.
Parasit yang ditemukan pada reptil teresterial adalah tungau (Walter dan
Proctor 1999). Tungau termasuk ke dalam kelas Arachnida, Subkelas Acari
(Krantz 1978). Ciri umum dari subkelas ini yaitu mulut terletak pada gnathosoma
bagian anterior, podosoma bergabung dengan opisthosoma untuk membentuk
idiosoma (Krantz 1978). Salah satu genus dari tungau yaitu Geckobia dilaporkan
sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara (Krantz 1978). Di
daerah Tangerang ditemukan tujuh spesies tungau Geckobia pada cicak
Hemydactylus, Cosymbotus, dan Gehyra (Anggraini 2012). Cicak Cosymbotus
menjadi inang dari tungau Geckobia (Prawasti et al. 2013).
Cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk
kelompok baru (Cook dan Richard 1999). Dua spesies cicak ditemukan di daerah
pasar di Tangerang, yaitu Hemidactylus garnotii dan Cosymbatus platyurus
(Anggraini 2012). Pada umumnya, cicak hidup di tempat gelap, seperti dalam
lubang dan celah-celah batu (Harrisson 1961). Cicak banyak melakukan
aktivitasnya pada waktu senja dan aktivitasnya berkurang apabila terdapat sinar
matahari (William dan Cooper 1985). Banyaknya spesies cicak serta luasnya
persebaran cicak memungkinkan tungau Geckobia menyebar dengan luas.
Pasar tradisional memiliki kondisi tempat yang cenderung kotor, tidak
tertata rapi, sumber cahaya kurang, serta aktivitas manusia yang lebih intensif.
Lain halnya dengan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) yang merupakan
daerah konservasi yang terletak di kawasan pemukiman Pantai Indah Kapuk dan
didominasi oleh tumbuhan bakau. Belum ada penelitian tentang inventarisasi dan
identifikasi tungau ektoparasit pada cicak di kedua daerah tersebut, sehingga
penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menginventarisasi, mengidentifikasi, serta
mempelajari tingkat infestasi tungau ektoparasit pada cicak di pasar dan Suaka
Margasatwa Muara Angke, Jakarta.

2

METODE
Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2012 hingga Mei 2013.
Sampel cicak dikoleksi dari dua lokasi di Muara Angke, Jakarta, yaitu pasar ikan
dan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) (6o6’21”LS, 106o46’29.8”BT).
Identifikasi cicak, pembuatan preparat utuh tungau, dan identifikasi tungau
dilakukan di bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi,
FMIPA IPB.
Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit
Koleksi cicak di pasar dan di SMMA dilakukan dengan metode road
sampling, di pasar dilakukan dengan menyusuri seluruh wilayah pasar, sedangkan
di SMMA dilakukan dengan menyusuri jembatan pada wilayah tersebut. Koleksi
cicak di lapangan dibantu oleh petugas lapang. Cicak ditangkap dengan
menggunakan air sabun atau langsung menggunakan tangan. Cicak diberi label
berdasarkan wilayah penangkapan dan diawetkan dalam alkohol 70%. Tungau
yang melekat pada setiap individu cicak yaitu di bagian kepala, telinga, ketiak,
badan, paha, ekor, tungkai depan, dan tungkai belakang diambil dengan
menggunakan sonde. Jumlah tungau pada setiap individu cicak dihitung dan
disimpan secara terpisah berdasar lokasi penempelan dalam tabung berisi alkohol
70%.
Pembuatan Preparat
Pembuatan preparat tungau dilakukan dengan metode sediaan utuh
menggunakan media polivinil alkohol (Zhang 1963). Tungau yang telah
diawetkan dalam alkohol 70% diletakkan di atas gelas objek lalu ditetesi dengan
media polivinil alkohol dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat dikeringkan
pada hot plate dengan suhu 40oC selama satu minggu.
Identifikasi Cicak dan Tungau Ektoparasit

Identifikasi berdasar karakter tungau yang diamati yaitu bentuk tubuh,
ukuran tubuh, motif kutikula, skutum dorsal, seta dorsal dan ventral, tungkai 1
sampai 4, dan ketotaksi. Identifikasi berdasar ketotaksi yaitu dengan melihat
susunan seta pada tungkai satu hingga tungkai empat, dimulai dari tibia, genu,
femur, dan trochanter.
Cicak diidentifikasi menggunakan kunci determinasi Rooij (1915).
Identifikasi tungau dilakukan dengan menggunakan kunci determinasi Krantz
(1978) hingga tingkat famili dan Lawrence (1936) hingga tingkat genus.
Ketotaksis menurut Jack (1964).

3
Analisis Data
Analisis jumlah tungau pada tubuh cicak dilakukan dengan menghitung
nilai prevalensi (P), intensitas infestasi (I) dan intensitas total (It) (Barton dan
Richards 1996). Nilai prevalensi adalah persentase cicak yang terinfestasi tungau.
Intensitas infestasi adalah rata-rata jumlah tungau spesies (i) yang menginfestasi
setiap individu cicak. Intensitas infestasi total adalah jumlah total tungau yang
menginfestasi per individu cicak.
P=





x 100%

I=

��

It =

��

Keterangan :
P = Prevalensi
I = Intensitas infestasi tungau
It = Intensitas total
n = Jumlah cicak yang terinfestasi tungau
ni = Jumlah cicak yang terifestasi tungau spesies i
N = Jumlah cicak yang diperiksa
Ti = Jumlah tungau spesies i yang menginfestasi cicak
T = Jumlah total tungau yang menginfeksi cicak





HASIL
Sebanyak 100 individu cicak yang berasal dari dua lokasi, yaitu pasar dan
SMMA berhasil dikoleksi dan diidentifikasi sebagai C. platyurus, H. garnotii, H.
frenatus, dan G. mutilata. Cicak H. garnotii merupakan cicak yang paling banyak
ditemukan di SMMA yaitu sebanyak 18 individu. Jumlah masing-masing spesies
cicak yang berhasil dikoleksi di daerah pasar dan SMMA tertera pada Tabel 1.
Inventarisasi Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak
Tungau yang berwarna merah hingga hitam ini dapat menginfestasi cicak
pada badan bagian ventral maupun dorsal. Sebanyak 52 ekor cicak berhasil
ditangkap di lokasi pasar, 16 diantaranya terinfestasi tungau. Cicak C. platyurus
yang terinfestasi tungau sebanyak 5 ekor dan cicak H. garnotii yang terinfestasi
tungau sebanyak 11 ekor. Tidak ditemukan cicak H. frenatus dan G. mutilata pada
daerah ini. Sebanyak 48 cicak berhasil ditangkap di SMMA, 29 diantaranya
terinfestasi tungau. Cicak C. platyurus yang terinfestasi tungau sebanyak 5 ekor,
cicak H. garnotii yang terinfestasi tungau sebanyak 17 ekor dan cicak H. frenatus
yang terinfestasi tungau sebanyak 7 ekor, sedangkan cicak G. mutilata tidak ada
yang terinfestasi tungau (Tabel 1).
Sebanyak 1423 tungau berhasil dikoleksi, yaitu 136 tungau berasal dari
pasar dan 1287 tungau berasal dari SMMA. Terdapat perbedaan kecenderungan
jumlah tungau yang melekat pada tiap bagian perlekatan pada masing-masing
spesies di kedua tempat tersebut. Pada penelitian ini persentase perlekatan tungau

4
tertinggi di daerah pasar terdapat pada tungkai belakang untuk cicak C. platyurus
dan H. garnotii (78.6% dan 45.9%), sedangkan persentase perlekatan tungau
tertinggi di SMMA untuk cicak C. platyurus pada bagian badan (28.5%), cicak H.
garnotii pada bagian ekor (55.3%) dan cicak H. frenatus pada bagian ekor
(41.2%) (Tabel 2).
Tabel 1 Jumlah individu cicak yang terinfestasi tungau (JI) dan jumlah individu
cicak yang tidak terinfestasi tungau (JT), serta nilai prevalensi (P) empat
spesies cicak di daerah pasar danSMMA, Jakarta
Pasar
SMMA
Cicak
JI
JT
Total
P (%)
JI
JT
Total
P (%)
C. platyurus
32
37
13.51
5
7
12
41.67
5
H. garnotii
4
15
17
1
18
73.33
94.44
11
H. frenatus
0
0
0
7
5
12
58.33
0
G. mutilata
0
0
0
0
6
6
0
0
Total
36
30.77
29
19
60.42
52
48
16
Tabel 2 Jumlah dan persentase tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus
(Cp), H. frenatus (Hf), H. garnotii (Hg), dan G. mutilata (Gm) pada
kepala (a), telinga (b), ketiak (c), badan (d), paha (e), ekor (f), jari depan
(g), dan jari belakang (h)
Lokasi
Tungau padapelekatan
Cp
Hg
Hf
Gm
tungau
pada
%
%
%
%




cicak (%)
Pasar
a
0
0.0
1
0.9
b
0
0.0
0
0.0
c
0
0.0
5
4.1
d
2
14.3
9
7.3
e
0
0.0
18
14.7
f
1
7.1
5
4.1
g
0
0.0
28
23
h
11
56
78.6
45.9
Total
14
100.0
122
100.0
SMMA
a
5
23.8
2
0.2
1
0.5
b
0
0.0
23
2.2
6
3.1
c
2
9.5
4
0.4
0
0.0
d
6
139
12.9
10
5.2
28.5
e
1
4.8
170
15.8
46
24
f
3
14.3
594
79
55.3
41.2
g
3
14.3
32
3.0
15
7.8
h
1
4.8
110
10.2
35
18.2
Total
21
100.0
1074
100.0
192
100.0
Keterangan: (-) = tidak ditemukan inang cicak
(0) = tidak ditemukan tungau pada bagian pelekatan

5
Total tungau yang menginfestasi keseluruhan cicak sebanyak 624 tungau
dewasa dan 799 nimfa. Tungau yang diidentifikasi merupakan tungau dewasa
yang memiliki ciri-ciri yaitu bagian tubuh terdiri atas gnathosoma, podosoma,
ophistosoma; palpa dan kelisera terdapat pada gnathosoma; memiliki skutum
dorsal; bagian tubuh dorsal dan ventral tertutupi seta; terdapat empat pasang
tungkai (Gambar 1).
Berdasar 12 ciri tungau yang diamati, berhasil diidentifikasi enam
kelompok tungau Geckobia, yaitu Geckobia sp. 1, Geckobia sp. 2, Geckobia sp. 5,
Geckobia sp. 6, Geckobia sp. 10, dan Geckobia sp. 11. Perbedaan karakter tiap
spesies tungau dapat dilihat pada Tabel 3.

Gnatosoma
Podosoma

Ophistosoma

Seta

A

B

A

tarsus
tibia
genu
femur
trochanter

C

D

Gambar 1 Tungau Geckobia A. bagian tubuh (tampak dorsal), B&C. bagian
gnatosoma, D. bagian tungkai

6

Tabel 3 Perbandingan ciri-ciri tungau G1, G2, G5, G6, G10, G11 dari cicak C. platyurus, H. frenatus, dan H. garnotii di Jakarta
No.
1
2
3

Pembeda
Bentuk tubuh
Panjang tubuh (µm)
Lebar tubuh(µm)
Motif kutikula

G1
Bulat ke lateral
±630
± 650
Lineate

Segi tiga
± 330
± 390
Lineate

G2

G5
Bulat ke lateral
± 330
± 350
Lineate

G6
Bulat ke lateral
± 410
± 440
Lineate

G10
Bulat ke lateral
± 500
± 510
Lineate

G11
Bulat ke lateral
± 500
± 750
Lineate

Skutum Dorsal

Besar, 16 seta serrate

Sedang, 8 seta pilose

Besar, 14 seta pilose

Sedang , 10 seta serrate

Besar, 16 seta serrate

Besar, 20 seta serrate

Tidak ada
Serrate 47.5
Serrate 50.0
Serrate 36.3

Tidak ada
Pilose 25.0
Pilose 42.5
Pilose 42.5

Tidak ada
Pilose 37.5
Pilose 50.0
Pilose 41.3

Tidak ada
Serrate 37.5
Serrate 38.7
Serrate 43.7

Tidak ada
Pilose 37.5
Pilose 50.0
Pilose 48.7

Tidak ada
Serrate 25.0
Simple 43.7
Simple 33.7

Tidak ada
Simple

Serrate
Simple

Pilose
Pilose

Pilose
Simple

Tidak ada
Pilose

Simple
Serrate

90

60

75

50

75

50

Tungkai 1
a. Seta pada koksa

2-simple

2-pilose

2-simple

2-serrate

2-simple

2-serrate

b. Spur pada trochanter

Tidakada

Pilose

Serrate

Serrate

Serrate

Serrate

Tungkai 2
a. Jumlah spur pada koksa

2-serrate

2-pilose

2-pilose

2-pilose

2-pilose

2-pilose

4
5
6

7

Seta dorsal
a. Anterior (tipe-ukuranµm )
b. Median (tipe-ukuran µm)
c. Posterior (tipe-ukuran µm)
Seta ventral
Gnathosoma
a. Spur palpal tibia
b. Seta palpal tibia (µm)
c. Panjang kelisera (µm)

8

9

10

11

12

b. Spur trochanter

Tidak ada

Pilose

Serrate

Serrate

Serrate

Tidak ada

Tungkai 3 dan 4
a. Jumlah spur padakoksa

3-serrate

5-pilose

6-pilose

4-pilose

5-pilose

6-serrate

b. Spur pada trochanter

Tidak ada

Pilose

Serrate

Serrate

Serrate

Serrate

Rasio tungkai
a. Tungkai 4 : p. tubuh

1:2,6

1:1,5

1:1,3

1:1,4

1:2,2

1:2,7

b. Tungkai 1 : tungkai 4

1:1,2

1:1,9

1:1,3

1:1,5

1:1,4

1:1

Ketotaksi

(5-5-5-5)
(0-0-0-0)
(2-1-1-1)
(1-1-1-1)

(5-5-5-5)
(1-0-0-1)
(3-2-2-2)
(1-1-1-1)

(5-5-5-5)
(1-0-0-0)
(3-2-2-2)
(1-1-1-1)

(5-5-5-5)
(1-0-0-1)
(3-2-2-2)
(1-1-1-1)

(5-5-5-5)
(0-0-0-0)
(3-2-2-2)
(1-1-1-1)

(5-5-5-5)
(1-0-0-0)
(3-2-2-2)
(1-1-1-1)

 

7
 
KETOTAKSI 

Anterior

Posterior
T1

T2

T3

T4

Ti
Ge
Fe
Troch
Geckobia sp. 1

Geckobia sp. 5

Geckobia sp. 10

Geckobia sp. 2

Geckobia sp. 6

Geckobia sp. 11

Gambar 2 Peta ketotaksi tungau pada cicak H. frenatus, C. platyurus, H. garnotii di Jakarta
(●= seta ventral, ○= seta dorsal, = anterolateral, = posterolateral, Ti = tibia,
Ge = genu, Fe = femur, Troch = trochanter, T1 = tungkai 1, T2 = tungkai 2, T3
= tungkai 3, T4 = tungkai 4).

8

100 µm

100 µm

A

100 µm

B

C

100 µm
100 µm

100 µm

D

E

F

Gambar 3 Tungau Geckobia (tampak ventral). A. Geckobia sp. 1, B. Geckobia sp.
2, C. Geckobia sp. 5, D. Geckobia sp. 6, E. Geckobia sp. 10, F.
Geckobia sp. 11.
Kunci Determinasi Spesies Geckobia
1a
b
2a

b
3a
b
4a

b

5a

Tidak memiliki spur pada palpa tibia...........................................................2
Memiliki spur pada palpa tibia.....................................................................3
Seta median dan posterior dorsal bertipe serrate; panjang seta median
dorsal ± 47.5 µm; tidak memiliki spur pada trochanter di tungkai
pertama...................................................................................Geckobia sp. 1
Seta posterior dorsal bertipe pilose; panjang seta median dorsal ± 37.5 µm;
memiliki spur pada trochanter ditungkai pertama...............Geckobia sp. 10
Seta median dorsal bertipe pilose.................................................................4
Seta median dorsal bertipe serrate...............................................................5
Panjang tubuh ± 330 μm; lebar tubuh ± 350 μm; panjang seta median
dorsal ± 37.5 μm dan posterior dorsal ± 50 μm; panjang kelisera ± 75 μm;
panjang tungkai 4 kurang lebih sama dengan tungkai 1........Geckobia sp. 5
Panjang tubuh ± 300 μm; lebar tubuh ± 390 μm; panjang seta median
dorsal ± 25 μm dan posterior dorsal ± 42.5 μm; panjang kelisera ± 60 μm;
panjang tungkai 4 dua kali panjang tungkai 1………............Geckobia sp. 2
Panjang tubuh ± 410 μm; lebar tubuh ± 440 μm; seta posterior dorsal
bertipe serrate; panjang seta median dorsal ± 37.5 µm; panjang seta
posterior dorsal ± 38.7 µm; tipe seta ventral serrate; memiliki spur pada
trochanter tungkai pertama, kedua, ketiga, dan keempat bertipe serrate;
koksa anterior dan posterior berdekatan; tungkai 4 besar, panjang 1.5x
tungkai 1.................................................................................Geckobia sp. 6

9
b

Panjang tubuh ± 500 μm; lebar tubuh ± 750 μm; seta posterior dorsal
simple; panjang seta median dorsal ± 25 μm; panjang seta posterior dorsal
± 43.7 μm; tipe seta ventral simple; memiliki spur pada trochanter tungkai
pertama, ketiga, dan keempat bertipe serrate; koksa anterior dan posterior
terpisah agak jauh; panjang tungkai 4 sama dengan panjang tungkai
1............................................................................................Geckobia sp. 11

Prevalensi dan Intensitas Infestasi Tungau pada Cicak
Berdasarkan jumlah cicak yang terinfestasi tungau dari masing-masing
lokasi penangkapan, prevalensi cicak diinfestasi tungau pada SMMA (60.4%)
lebih besar daripada daerah pasar (30.8%). Cicak H. garnotii mempunyai nilai
prevalensi paling besar di kedua lokasi (73.3% di pasar dan 94.4% di SMMA)
(Tabel 1).
Intensitas infestasi adalah rata-rata jumlah tungau spesies (i) yang
menginfestasi setiap individu cicak. Berdasarkan Tabel 4, satu spesies cicak dapat
diinfestasi oleh lebih dari 1 spesies tungau. Pada daerah pasar, cicak C. platyurus
terinfestasi 4 spesies tungau dengan nilai intensitas infestasi terbesar pada tungau
G1 (2), cicak H. garnotii terinfestasi 4 spesies tungau dengan nilai intensitas
infestasi terbesar pada tungau G1 (4.1). Di SMMA, cicak C. platyurus terinfestasi
2 spesies tungau dengan nilai intensitas infestasi terbesar pada tungau G6 (1.3),
cicak H. garnotii terinfestasi oleh 6 spesies tungau dengan nilai intensitas infestasi
terbesar pada tungau G11 (73), cicak H. frenatus terinfestasi 5 spesies tungau
dengan nilai intensitas infestasi terbesar pada tungau G11 (4). Nilai intensitas
infestasi total terbesar pada kedua lokasi dimiliki oleh cicak H. garnotii, yaitu 7.7
pada pasar dan 28.1 pada SMMA (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah tungau, intensitas infestasi dan intensitas total tungau yang
menginfestasi cicak C. platyurus (Cp), H. frenatus (Hf), H. garnotii (Hg),
G. mutilata (Gm) pada daerah pasar dan SMMA, Jakarta
G1

G2

G5

G6

G10

G11

Intensitas
Total
Tungau

4 (2)
33 (4.1)
-

1 (1)
8 (2.7)
-

3 (1.5)
15 (3)
-

1 (1)
0
-

0
29 (5.8)
-

0
0
-

9 (1.8)
85(7.7)
-

0

1 (1)
87 (9.7)
6 (3)

0
2 (1)
2 (1)

4 (1.3)
1 (1)
0

0
20 (4)
11 (2.2)

0
292 (73)
8 (4)

5 (1.25)
477 (28.1)
48 (6.9)

Jumlah Tungau dan Intensitas Infestasi

spesies
cicak
Pasar
Cp
Gm
Hg
Hf
SMMA
Cp
Gm
Hg
Hf

75 (5.8)
21 (3.5)

Keterangan: (-) = tidak ditemukan inang cicak

10

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini berhasil diidentifikasi empat spesies cicak yaitu, C.
platyurus, H. garnotii, H. frenatus, dan G. mutilata. Daerah pasar didominasi oleh
C. platyurus, sedangkan pada SMMA didominasi oleh H. garnotii. Cicak H.
frenatus, C. platyurus, dan H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia,
seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara (Rooij 1915).
Cicak H. frenatus dan G. mutilata tidak ditemukan pada daerah pasar. Hal
ini sesuai dengan Anggraini (2012), yang menyatakan bahwa H. frenatus dan G.
mutilata tidak ditemukan di pasar daerah Tangerang. Cicak H. frenatus
merupakan spesies lokal di kawasan Afrika, Australia, dan Polynesia (Welch
1994). Spesies ini tersebar hampir di seluruh wilayah Semenanjung Malaka dan
kepulauan Indo-Australia termasuk Indonesia (Boulenger 1912; Rooij 1915).
Cicak H. frenatus banyak ditemukan di bangunan, pohon, dan kadang-kadang
ditemukan di kapal-kapal atau perahu (Boulenger 1912). Cicak H. frenatus dan G.
mutilata merupakan jenis cicak rumah yang umum hidup pada wilayah tropis di
dinding rumah dan bangunan (Stebbins 1985).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua cicak terinfestasi
tungau. Sebanyak 16 cicak (30.77%) dari daerah pasar terinfestasi tungau,
sedangkan di SMMA sebanyak 29 cicak (60.42%) terinfestasi tungau. Cicak
terinfestasi tungau karena interaksi fisik inang berupa perilaku kawin, perkelahian,
dan hidup dalam satu sarang (Rivera et al. 2003).
Tungau melekat pada tubuh cicak secara acak. Di daerah pasar, tungau
pada cicak C. platyurus (78.60%) dan H. garnotii (45.9%) ditemukan dominan
melekat pada tungkai belakang. Di SMMA, tungau pada cicak C. platyurus
(28.5%) dominan melekat pada badan, sedangkan tungau pada cicak H. garnotii
(55.3%) dan H. frenatus (41.2%) dominan melekat pada ekor. Perlekatan tungau
ke inang banyak dipengaruhi oleh struktur kelisera dan cakar (Evans 1992).
Banyaknya tungau yang menginfestasi cicak H. garnotii terutama di bagian ekor
dan tungkai belakang kemungkinan disebabkan karena cicak H. garnotii memiliki
struktur ekor dengan tepi yang bergerigi. Struktur yang tidak rata ini bisa dipakai
untuk tempat berlindung tungau. Menurut Soleha (2006) terdapatnya ruang antar
lamela dengan cakar diduga menjadi tempat berlindung tungau.
Hasil pengamatan menunjukkan dari 624 tungau dewasa yang
menginfestasi cicak di daerah pasar dan SMMA seluruhnya memiliki ciri-ciri
yaitu tubuh terdiri atas gnathostoma, podosoma, dan opisthostoma; gnathostoma
terdiri atas kelisera, palpi, stigmata, peritrema; palpi dilengkapi dengan cakar, seta
tubuh dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, terdapat skutum dorsal, seta
kaku (spur), koksa tungkai 1 dan 2 menyatu sebagai koksa anterior, koksa tungkai
3 dan 4 menyatu sebagai koksa posterior. Ciri tersebut sesuai dengan ciri Famili
Pterygosomatidae menurut Krantz (1978), sehingga dapat disimpulkan bahwa
tungau yang ditemukan adalah anggota Famili Pterygosomatidae, Genus Geckobia.
Tungau Geckobia (Famili Pterygosomatidae) ditemukan sebagai
ektoparasit pada cicak Famili Geckonidae (Montgomery 1966). Tungau yang
menginfestasi cicak di daerah Cianjur dan Tangerang adalah Geckobia
(Abdussalam 2012; Anggraini 2012).

11
Dari hasil pengamatan karakter tubuh, ditemukan enam kelompok tungau
yaitu Geckobia sp. 1 (G1), Geckobia sp. 2 (G2), Geckobia sp. 5 (G5), Geckobia sp.
6 (G6), Geckobia sp. 10 (G10), Geckobia sp. 11 (G11). Kode tungau dalam
penelitian ini mengikuti nomor yang sudah dilakukan oleh Abdussalam (2012),
Anggraini (2012), Prawasti et al. (2013), dan Heryanto (2013). Tungau G1, G2,
dan G3 ditemukan oleh Prawasti et al. (2013), tungau G4, G5, G6, G7, G10
ditemukan oleh Abdussalam (2012), Anggraini (2012), Heryanto (2013), tungau
G8 dan G9 ditemukan oleh Anggraini (2012), tungau G11 dan G12 ditemukan
oleh Abdussalam (2012), tungau G13 ditemukan oleh Heryanto (2013).
Selain identifikasi berdasarkan karakter tubuh, pengelompokkan tungau
juga dapat dibantu dengan ketotaksi tungkai. Ketotaksi tungkai merupakan salah
satu ciri spesies dengan melihat susunan seta pada tungkai satu hingga empat.
Dari hasil pengamatan susunan seta berdasar Jack (1964) menunjukkan bahwa
tungau G5 dan G11 memiliki susunan seta (5-5-5-5) (1-0-0-0) (3-2-2-2) (1-1-1-1)
termasuk kedalam kelompok G. indica, G6 memiliki susunan seta (5-5-5-5) (1-00-1) (3-2-2-2) (1-1-1-1) termasuk kedalam Geckobia grup 1, G10 memiliki
susunan seta (5-5-5-5) (0-0-0-0) (3-2-2-2) (1-1-1-1) termasuk kedalam kelompok
G. gleadoviana, G1 belum teridentifikasi. Tungau G2 merupakan G. glebosum,
karena menurut Prawasti et al. (2013) tungau G2 memiliki ciri-ciri yang sangat
mirip dan ketotaksi dengan rumus (5-5-5-5) (1-0-0-1) (3-2-2-2) (1-1-1-1) sesuai
dengan G. glebosum yang ditemukan Bertrand et al. (1999).
Tungau G. indica memiliki ciri-ciri yaitu, ukuran lebar tubuh lebih besar
dari panjangnya, skutum dorsal besar, seta posterior panjang, dan memiliki
keempat pasang kaki yang panjang (Hirst 1926). Tungau G. gleadoviana memiliki
ciri-ciri yaitu, skutum dorsal tubuh berkembang baik, pada segmen pertama
dilengkapi dengan seta yang panjang dan kecil, tungkai keempat tidak lebih
panjang daripada tungkai yang lainnya (Hirst 1926). Tungau G. glebosum
memiliki ciri-ciri yaitu, skutum di tubuh bagian depan membesar dan ditutupi oleh
seta pendek yang sangat banyak, tungkai depan lebih panjang dari tungkai lainnya,
palpi dilengkapi dengan rambut yang sangat panjang pada bagian tibia dan tarsus
(Bertrand et al. 1999).
Nilai prevalensi merupakan persentase cicak terinfestasi tungau. Nilai
prevalensi di SMMA (60.4%) lebih besar daripada daerah pasar (30.7%). Cicak H.
garnotii memiliki nilai prevalensi terbesar di kedua lokasi. SSMA merupakan
daerah konservasi yang memiliki keadaan lingkungan tertutup, vegetasi utamanya
adalah bakau. Daerah ini berbatasan langsung dengan laut dan pemukiman warga.
Akses yang sangat terbatas untuk masuk ke dalam daerah konservasi
menyebabkan organisme pada kawasan ini tidak banyak berinteraksi dengan
organisme di luar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi cicak yang berada di
daerah konservasi lebih intensif, sehingga kemungkinan terinfestasi tungau dari
cicak yang lain menjadi lebih besar. Akibatnya prevalensi cicak yang diinfestasi
tungau pada daerah konservasi menjadi tinggi.
Anggraini (2012) melaporkan bahwa prevalensi cicak terinfestasi tungau
di daerah pasar lebih tinggi daripada perumahan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa besarnya prevalensi tidak berhubungan dengan lokasi penangkapan cicak.
Intensitas infestasi total merupakan rata-rata jumlah tungau spesies (i)
yang menginfestasi setiap individu cicak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai intensitas infestasi total tertinggi di kedua lokasi pada cicak H. garnotii, yaitu

12
di pasar sebesar 7.7 dan di SMAA sebesar 28.1. Hal ini sesuai dengan Prawasti et
al. (2013) yang menyatakan bahwa prevalensi dan intensitas infestasi tungau total
tertinggi di Indonesia terdapat pada cicak H. garnotii, yaitu sebesar 79.07% dan
12.4. Hasil penelitian Anggraini (2012) juga menyatakan prevalensi tertinggi di
perumahan dan pasar terdapat pada cicak H. garnotii yaitu sebesar 100%, serta
intensitas infestasi total tertinggi di kedua lokasi juga pada cicak H. garnotii
sebesar 5.7 dan 6.3. Hal ini menunjukkan bahwa cicak H. garnotii memiliki
aktivitas kontak fisik lebih tinggi dibandingkan cicak lain.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 6 kelompok tungau, yaitu G1, G2 (G.
glebosum), G5, G6, G10, dan G11 yang menginfestasi tiga jenis cicak (C.
platyurus, H. frenatus, H. garnotii). Ketotaksi mengelompokkan tungau G5 dan
G11 ke dalam kelompok G. indica, G2 merupakan G. glebosum, G6 termasuk
Geckobia grup 1, G10 termasuk kelompok G. gleadoviana, dan G1 belum
teridentifikasi. Hemidactylus garnotii merupakan cicak yang memiliki nilai
prevalensi terbesar di kedua lokasi, yaitu 94.4% di SMMA dan 73.3% di daerah
pasar. Nilai intensitas infestasi total terbesar juga terdapat pada cicak H. garnotii
baik di pasar maupun SMMA yaitu sebesar 7.7 dan 28.1. Besarnya prevalensi
cicak tidak berhubungan dengan lokasi penangkapan cicak.

DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam RA. 2012. Inventarisasi dan identifikasi tungau ektoparasit pada
cicak di Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Anggraini S. 2012. Inventarisasi dan Identifikasi Tungau Ektoparasit pada Cicak
di Perumahan dan Pasar Kota Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Barton DP, Richard SJ. 1996. Helminth infracommunities in Litoria genimaculata
(Amphibia: Anura) from Birthday Creek, an Upland Rainforest Stream in
Nothern Queensland, Australia. Int J Parasitol 26:1381-1385.
Bertrand M, Paperna I, Finkelman S. 1999. Pterygosomatidae: Description et
observ-ations sur les genres Pterygosoma, Geckobia, Zonurobia et
Hirstiella (Acari: Actinedida). Acarologia.60:277-304.
Boulenger GA. 1912. A Vertebrata Fauna of The Malay Peninsula. London (GB):
Taylor and Francis.

13
Cook S, Richard S. 1999. Colonisation and extinction pattern of two lizard
Mabuya multifasciata and Hemidactylus frenatus on Sertung Island,
Krakatau Archipelago, Indonesia. Trop Biodiversity 6:209-214.
Evans GO. 1992. Principles of Acarology. Wallingford (GB): CAB International.
Goin GJ, Goin OB. 1970. Introduction to Herpetology. 2th ed. New York (US): J
Wiley.
Harrisson T. 1961. Niah’s new cave-dwelling Gecko: habits. Sarawak Mus Jour
8:277-282.
Heryanto A. 2013. Telaah korelasi bagian integumen cicak terhadap distribusi
tungau ektoparasit [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Hirst AS. 1926. On the parasitic mites of the suborder prostigmata
(Trombidioidea) found on lizard. J Lin Soc Zool 36: 173-200.
Jack KM. 1964. Leg chaetotaxy with special reference to the Pterygosomatidae
(Acarina). Ann Natal Mus 16:152-171.
Krantz GW. 1978. A Manual of Acarology. 2th ed. Corvallis (US): Oregon Univ.
Lawrence RF. 1936. The prostigmatic mites of South African lizard. Parasitology
28:1-39.
Montgomery DF. 1966. A taxonomy study of the lizard mites (Pterygosomatidae)
occuring in the gulf of California area [tesis]. Lubbock (US): Texas
Technological College.
Prawasti TS, Farajallah A, Raffiudin R. 2013. Three species of ectoparasite mites
(Acari: Pterygosomatidae) infested geckos in indonesia. Hayati J Biosci
20: 80-88.
Rivera CCM, Negron AG, Bertrand M, Acosta J. 2003. Hemidactylus mabouia
(Sauria: Gekkonidae), host of Geckobia hemidactyli (Actinedida:
Pterygosomatidae), throughout the Caribbean and South America.
Caribbean J Sci 39:321-326.
Rooij N de. 1915. The Reptiles of The Indo-Australian Archipelago. I. Lacertilia,
Chelonia, Emydosauria. Leiden (NL): E.J. Brili, Ltd.
Soleha I. 2006. Inventarisasi dan identifikasi tungau ektoparasit pada cicak di
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Stebbins RC. 1985. A field guide to western reptiles and amphibians. New York
(US): Houghton Mifflin Company.
Walter, Proctor HC. 1999. Mites: Ecology, Evolution and Behaviour. Sydney
(AU): University ofNew South Wales.
Welch KRG. 1994. Lizard of the World A Checklist 1 Geckos. Bristol (GB): KCM
Book
William E, Cooper JR. 1985. Diel activity patterns in the banded Gecko, Coleonyx
variegatus. J Herpetol 19: 308-311.
Zhang ZQ. 1963. Mites of Greenhouses: Identification, Biology and Control.
Wallingford (GB): CABI Publishing

14
Lampiran 1 Bentuk seta pada tungau Geckobia (Zhang 1963)

Tipe simple

tipe pilose

tipe serrate

Lampiran 2 Formula polivinil alkohol (PVA)
Formula polivinil laktofenol untuk 100 ml larutan perekat adalah sebagai
berikut.
1. Sebanyak 15 g polivinilalkohol dilarutkan dalam 100 ml akuades
2. Kemudian larutan tersebut dipanaskan sambil diaduk
3. Setelah larut, larutan disaring dan filtrat diinapkan semalam hingga
gelembung lenyap
Campuran perekat polivinil laktofenol dibuat dengan resep sebagai berikut.
- Larutan polivinilalkohol 56 ml
- Asam laktat 22 ml
- Larutan fenol jenuh 22 ml

Lampiran 3 Glosari
Cakar
: Pasangan lateral yang terlekatkan ke pretarsi tungkai.
Dorsum
: Permukaan dorsal dari tubuh atau anggota tubuh.
Gnathosoma : Bagian tubuh anterior terhadap idiosoma, mempunyai palpus dan
kelisera yang digunakan sebagai alat penangkap makanan.
Koksa
: Segmen basal dari kaki dan palpus.
Ketotaksi
: Jumlah dan pola penyebaran seta.
Kelisera
: Pasangan anggota tubuh anterior pada gnatosoma yang digunakan
untuk menusuk atau mengunyah mangsa.
Mulut
: Bagian mulut adalah struktur di distal terhadap gnatosoma yang
terlibat dalam penangkapan makanan.
Opisthosoma : Bagian dari tubuh posterior terhadap podosoma.
Palpi
: Pasangan kedua anggota tubuh pada gnatosoma, digunakan untuk

15

Peritrema
Podosoma
Spur
Stigmata
Tarsus
Trochanter

peraba dan penanganan bahan makanan, juga sebagai pulpus.
: Struktur seperti tabung yang terasosiasi dengan sebuah stigmata.
: Bagian idiosoma yang mempunyai kaki.
: Berkas seta kaku.
: Bukaan luar dari sistem respirasi.
: Segmen subterminal dari kaki dan palpus, distal terhadap tibia
dan mengandung apotele.
: Segmen kelima dari kaki dan palpus dihitung dari ujung distal
tungau umumnya. Bagian distal bergabung dengan femur dan
basalnya dengan koksa.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 November 1991 dari pasangan
Bapak Mukhlis dan Ibu Cucun Sunarti. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 9 Tangerang
pada tahun 2006 dan SMAN 2 Tangerang pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan S1 di IPB, penulis aktif dalam kepanitiaan
sebagai staff divisi acara SPIRIT 2010, staff divisi medis OMI 2010 ( Olimpiade
Mahasiswa IPB ), staff divisi konsumsi Grand Biodiversity 2010, staff divisi
logistik dan transportasi Grand Biodiversity 2011. Pengalaman menjadi asisten
praktikum pernah dirasakan penulis antara lain Biologi Dasar dan Fisiologi
Tumbuhan.
Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan
penelitian dalam studi lapang mengenai “Komunitas Serangga Kamuflase di
Hutan Pendidikan Gunung Walat” dan praktik lapang yang berjudul “Ekstraksi
Nematoda dari Sampel Tanaman Padi dan Anggrek dengan Metode Baermann
Funnel di Laboratorium Nematologi Balai Besar Karantina Pertanian SoekarnoHatta”.