Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk

MEMPELAJARI PENGGUNAAN TEPUNG ASIA UBI JALAR
(Ipomoea batatas (L.) Lam.) PADA PEMBUATAN KERUPUK

FAIRUZ FAJRIAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.)
Pada Pembuatan Kerupuk adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Fairuz Fajriah
NIM F24100114

ABSTRAK
FAIRUZ FAJRIAH. Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea
batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk. Dibimbing oleh SUTRISNO
KOSWARA.
Proses pengolahan pati dari ubi jalar menghasilkan produk samping berupa
ampas atau biasa disebut onggok, yang sebetulnya masih dapat diolah menjadi
tepung asia ubi jalar. Kerupuk adalah makanan kering yang terbuat dari bahanbahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pada penelitian ini dilakukan
pengembangan produk dengan memanfaatkan tepung asia ubi jalar sebagai bahan
substitusi dalam pembuatan kerupuk. Tujuan dari penelitian ini adalah
mempelajari pemanfaatan tepung asia pada pembuatan kerupuk. Hasil penelitian
menunjukkan semakin tinggi penambahan tepung asia ubi jalar, kerupuk yang
dihasilkan semakin tidak disukai oleh panelis dari segi warna, rasa, aroma, dan
tekstur. Tingkat substitusi maksimal tepung asia terhadap kerupuk yang dapat
diterima oleh konsumen adalah 20%. Kerupuk substitusi tepung asia terbaik
adalah kerupuk dengan jumlah substitusi sebanyak 10%. Kerupuk dengan

penambahan tepung asia 10%
berwarna kuning cerah dengan daya
pengembangan 399,12%; kerenyahan 197,85 gram dan kekerasan sebesar 1458,27
gram. Kerupuk dengan substitusi tepung asia 10% memiliki skor 5,70 (skala 1-7)
dalam uji rating hedonik secara overall.
Kata kunci: kerupuk, substitusi, tepung asia, ubi jalar

ABSTRACT
FAIRUZ FAJRIAH. Studying the Use of Asian Sweet Potato (Ipomoea batatas
(L.) Lam.) Flour in Making Crackers. Supervised by SUTRISNO KOSWARA.
Processing of sweet potato starch produces a by-product which is in the
form of fibres or commonly called onggok, who actually still can be processed
into Asian sweet potato flour. Crackers is a type of dry food made from
ingredients that contain high enough starch. This research was conducted on the
development of new products to take advantage of Asian sweet potato flour as an
ingredient substitution is in the manufacture of crackers. The purpose of this
research is studies utilization of flour asia to making cracker.The result showed
higher additional flour asia sweet potato, crackers produced more not favored by
the panel in terms of color, taste, scent, and texture. The maximum level of
substitution asia flour of the crackers that are acceptable to the consumer is 20%.

Cracker substitution flour Asian best is crackers with the amount of substitution
by as much as 10%. Cracker with the addition of 10% asian flour colored bright
yellow with the development of 399,12%; crispness 197,85 grams and violence
1458,27 grams. Crackers with 10% substitution asian flour having a scores 5.70
(scale of 1-7) in the test rating hedonic in overall.
Keywords: crackers, subtituted, asian flour, sweet potato

KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK
KERUPUK SUBSTITUSI TEPUNG ASIA UBI JALAR

FAIRUZ FAJRIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Mempelajari Penggunaan
Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk ini
berhasil diselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan
Januari – Mei 2014 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan
Pilot Plan SEAFAST Center.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.
selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, motivasi dan ilmu yang
telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Dr. Ir. Didah Nur Faridah M.Si dan Dr-Ing. Dase Hunaefi STP.,
MFoodST atas kesediaannya menguji penulis serta turut memberikan masukan
atas penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
orang tua tercinta Ibu Nuri Herawati dan Bapak Abdul Madjid HM, kakak
Qothrun Nadaa R., adik Thalita Sakinah dan juga Akbar Hidayat serta keluarga
besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan semangat selama

penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa pula ucapan terima kasih
pada sahabat, teman-teman ITP 47, serta para Laboran di Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang senantiasa menemani dan
mendukung penulis. Terima Kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Fairuz Fajriah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar


10

Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar

11

Analisis Warna

12

Daya Pengembangan

13

Karakteristik Tekstur

14

Analisis Sensori ( Uji Organoleptik )


15

Proksimat Kerupuk Substitusi Tepung Asia

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA


20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Formula Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Kandungan Kimia Tepung Asia

Hasil Analisis Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Hasil Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Syarat Mutu Kerupuk
Hasil Analisis Proksimat Kerupuk Terpilih

5
11
12
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir pembuatan tepung asia
2. Hasil analis daya pengembangan kerupk substitusi tepung asia
3. Hasil analisis tekstur kerupuk substitusi tepung asia

3
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Gambar Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
2. Hasil Analisis ANOVA Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi
Jalar
3. Hasil Analisis ANOVA Daya Pengembangan Kerupuk Substitusi
Tepung Asia
4. Hasil Analisis ANOVA Kekerasan Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Ubi Jalar
5. Hasil Analisis Ragam Kerenyahan Kerupuk Substitusi Tepung Asia
6. . Lembar Penilaian Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung
Asia
7. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia 10%
8. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
20%
9. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
30%
10. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
40%
11. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Warna Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar
12. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Aroma Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar
13. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Tekstur Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar
14. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Rasa Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar
15. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Overall Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar

22
23
25
26
27
28
29
31
33
35
37
38
39
40
41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia sangat melimpah, setidaknya
77 bahan makanan lokal Indonesia yang mengandung karbohidrat yang hampir
sama dengan nasi sehingga bisa dijadikan substitusi (Kompas 2010 dalam
Yuliatmoko 2010). Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) merupakan tanaman
dikotil yang tergolong dalam famili Convolvulaceae (Onwuenne 1978). Menurut
Onwuenne (1978), ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) memiliki potensi yang
paling tinggi dibandingkan galur lainnya. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman
palawija yang banyak terdapat di Indonesia. Luas lahan ubi jalar di Indonesia pada
tahun 2012 mencapai 178.295 Ha dengan produksi mencapai sekitar 2.483.460
ton yang teralokasi di Jawa Barat sebesar 436.577 ton (BPS 2012). Ubi Jalar
merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Komoditas ubi
jalar sangat layak dipertimbangkan untuk menunjang program diversifikasi
pangan berdasarkan karakteristiknya seperti kandungan nutrisi yang baik, umur
yang relatif pendek, produksi yang tinggi dan potensi lainnya. Apabila ditangani
secara sungguh-sungguh, ubi jalar dapat menjadi sumber devisa yang potensial
(Widodo 1989). Selain itu, ubi jalar juga merupakan salah satu komoditas lokal
sumber serat pangan (dietary fiber).
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) memiliki tekstur yang lunak dan
berkadar air tinggi, hal ini menyebabkan ubi mudah rusak akibat pengaruh
mekanis dan memberi kesempatan mikroba untuk masuk ke dalam umbi dan
merusak secara menyeluruh. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan
salah satu upaya pengawetan ubi jalar serta peningkatan daya guna ubi jalar agar
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar
menjadi tepung memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya
simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, serta dapat diolah menjadi
beraneka ragam produk makanan (Karleen 2010).
Proses pengolahan pati ubi jalar menghasilkan produk sampingan berupa
ampas atau biasa disebut onggok. Ampas hasil samping pengolahan pati ubi jalar
ini dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah ubi jalar sebagai
produk pangan lokal, salah satunya yakni diolah menjadi tepung ampas ubi jalar
atau dapat juga disebut sebagai tepung asia ubi jalar. Hasil penelitian Mesiana
(2013), tepung asia ubi jalar memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu sebanyak
77,49%. Kandungan pati yang tinggi ini menunjukkan bahwa tepung asia ubi jalar
layak dicoba dan dipelajari penggunaannya dalam pembuatan produk pangan yang
memerlukan bahan berpati tinggi. Pada dasarnya, pati yang terkandung dalam
tepung asia ubi jalar tergantung pada proses ekstraksi yang dilakukan.
Salah satu produk yang terbuat dari bahan berpati tinggi dan dapat menjadi
objek dalam pemanfaatan tepung asia ubi jalar adalah kerupuk. Kerupuk dapat
dikonsumsi sebagai makanan selingan maupun sebagai variasi dalam lauk pauk.
Sebagai komoditi dagangan, kerupuk termasuk kedalam jenis produk industri
yang mempunyai potensi cukup baik. Saat ini, makanan ringan (snack dan
kerupuk) berkembang cukup pesat, baik dari segi jenis produk, citarasa, bentuk,
maupun kemasannya. Pemasarannyapun berkembang tidak hanya di dalam negeri,

2
tetapi juga di luar negeri seperti Belanda, Singapura, Hongkong, Jepang,
Suriname dan Amerika Serikat (Koswara 2009). Oleh karena itu pada penelitian
ini dilakukan pengembangan produk baru dengan memanfaatkan tepung asia ubi
jalar sebagai bahan substitusi dalam pembuatan kerupuk.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pemanfaatan tepung asia ubi
jalar terhadap produk pangan, yang dalam hal ini adalah kerupuk. Selain itu juga
penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat substitusi tepung asia terhadap
pembuatan kerupuk.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkannya produk baru
berupa kerupuk dengan substitusi tepung asia ubi jalar dan peningkatan nilai
tambah tepung asia ubi jalar sebagai produk pangan lokal.

METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk dengan substitusi
tepung asia adalah tapioka dan ubi jalar segar untuk pembuatan tepung asia. Ubi
jalar yang digunakan adalah ubi jalar putih varietas paket berumur 4,5 bulan yang
diperoleh dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Ngawi- Jawa Timur.
Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah garam, bubuk
bawang putih, MSG, dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain air
destilata, pelarut heksana, larutan HCl 25%, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3.5H2O,
larutan HCl 0,02 N, indikator Metylen Blue (MR-MB), indikator PP, H3BO3, dietil
eter, K2SO4, etanol,dan AgNO3.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai peralatan proses
pengolahan dan peralatan analisis. Pada proses pembuatan tepung asia ubi jalar,
digunakan abrasive peeler, rasper, cabinet dryer, pin disc mill dan ayakan
berukuran 100 mesh. Alat yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah deep
fat fryer, panci, kompor dan pisau. Adapun alat alat yang digunakan dalam
analisis kerupuk dengan substitusi tepung asia ubi jalar adalah alat ekstraksi
soxhlet lengkap, pemanas Kjehldahl lengkap, alat destilasi lengkap, Minolta
Chromameter CR 300, Texture Analyzer dan alat- alat gelas lainnya.

3

Prosedur Analisis Data
Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar
Pembuatan tepung asia ubi jalar dilakukan menggunakan metode yang
telah digunakan oleh Mesiana (2013) yang secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 1. Pertama – tama ubi jalar dikupas kulitnya dengan menggunakan mesin
abrasive peeler, kemudian sisa-sisa kulit dan kotoran yang masih menempel pada
ubi jalar yang telah dikupas dibersihkan kembali dengan menggunakan pisau.
Setelah itu, ubi diparut dengan menggunakan rasper dan bantuan larutan sulfit.
Ubi yang telah diparut kemudian direndam dalam air yang telah dicampur sulfit
0,1% (Padmaningrum dan Utomo 2007).

Ubi Jalar

Pengupasan

Pemarutan

Slurry
Larutan air +
sulfit 0.1 %

Perendaman selama 15 menit (larutan : slurry = 4 : 1)
Penyaringan

Larutan pati

Pencucian
Pengendapan selama 1 hari

Filtrat
putih bersih

Ampas basah

Pengeringan 55°C16 jam

Ampas kering

Penggilingan
Pengayakan 100 mesh

Pembuangan filtrat
Tepung asia ubi jalar
Pati

Pengeringan 55°C 16 jam

Pati kering

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung asia (Mesiana 2013)

4
Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil parutan ubi
adalah 4:1. Setelah 15 menit, campuran ubi dan air tersebut kemudian disaring
untuk memisahkan pati dan ampasnya. Pati ubi jalar berupa bagian cair yang
kemudian akan melalui proses pengendapan dan pencucian selama tiga kali atau
sampai filtrate berwarna putih bersih, serta pengeringan untuk mendapatkan pati
keringnya, sedangkan ampas merupakan bagian padatannya. Untuk mendapatkan
tepung asia ubi jalar, ampas tersebut dikeringkan dalam cabinet dryer dengan
suhu 55 °C selama 16 jam sampai ampas benar-benar kering yang ditandai dengan
ampas sudah dapat dengan mudah dipatahkan. Setelah itu ampas kering digiling
dengan pin disc mill dan dilakukan pengayakan pada ayakan berukuran 100 mesh
(Mesiana 2013). Diagram alir pembuatan tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada
Gambar 1.
Karakterisasi tepung asia ubi jalar dilakukan untuk mengetahui komposisi
tepung asia yang digunakan sebagai bahan substitusi dalam penelitian ini. Analisis
yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven, kadar abu metode
pengabuan kering, kadar lemak metode soxhlet, kadar protein metode Kjehldahl,
analisis kadar karbohidrat by difference, kadar serat kasar, kadar pati metode LuffSchoorl, dan analisis amilosa – amilopektin.
Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Proses pembuatan kerupuk ini dilakukan berdasarkan metode yang telah
dilakukan oleh Nugraha (2013) yang dimodifikasi pada waktu pengukusannya.
Tahap-tahap pembuatan kerupuk terdiri dari penimbangan bahan-bahan yang akan
digunakan, pembuatan adonan, pencetakan adonan, pengukusan, pendinginan,
pengirisan, pengeringan, dan penggorengan. Pembuatan adonan untuk membuat
kerupuk dilakukan dengan tahap menggelatinisasi sebagian tepung dengan cara
menambahkan ¼ dari jumlah pati yang ada dengan 40% air. Setelah sebagian pati
tergelatinisasi, sisa dari formula yang ada kemudian ditambahkan ke adonan,
adonan kemudian dibungkus ke dalam plastik untuk dikukus. Tahap pengukusan
dengan air mendidih berlangsung selama 45 menit, setelah selesai dikukus adonan
didiamkan dalam suhu ruang selama semalam. Kemudian adonan yang telah
didiamkan dipotong dengan ketebalan 1-2 mm dan kemudian dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 50 °C selama 1-2 jam sampai adonan kerupuk
menjadi kering. Adonan yang telah kering lalu digoreng dengan alat deep fat fryer
dengan suhu 170 oC selama 1 menit untuk menghasilkan kerupuk matang.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan kerupuk
ini adalah rancangan acak lengkap. Faktor yang digunakan yaitu konsentrasi
substitusi tepung asia terhadap tapioka sebagai bahan baku, yaitu 10%, 20%, 30%,
dan 40%. Formula yang digunakan pada pembuatan kerupuk substitusi tepung
asia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Formula yang digunakan pada pembuatan
kerupuk ini berpedoman pada penelitian Miyatani (2008), akan tetapi formula
yang digunakan oleh Miyatani (2008) menggunakan tepung terigu dan bubuk
pupa sebagai substitusi. Dalam penelitian ini, dilakukan metode trial and error
terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah penambahan air dan lama penggorengan
yang sesuai dalam pembuatan kerupuk.

5
Tabel 1. Formula Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Bahan (gram)
Tapioka
Tepung Asia
Garam
Bawang putih
Gula
Air

0%
100
2
2
2
60

Persentasi Substitusi Tepung Asia
10%
20%
30%
40%
90
80
70
60
10
20
30
40
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
60
60
60
60

Karakterisasi Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Pengujian karakteristik kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar dilakukan
dengan menguji sifat fisiko-kimia serta pengujian penerimaan konsumen secara
organoleptik. Prosedur analisis karakterisasi kerupuk substitusi tepung asia ubi
jalar secara rinci dapat dilihat sebagai berikut :
Analisis Fisik
Warna
Analisis Warna pada sampel Kerupuk substitusi tepung asia dilakukan
dengan menggunakan Minolta Chromameter CR 300. Alat ini menggunakan
prinsip pengukuran warna kromatik yang dominan. Hasil pengukuran dinyatakan
dalam sistem Hunter L*a*b*.
Daya Pengembangan
Pengukuran volume pengembangan kerupuk goreng dapat dilakukan
dengan bantuan benang, mistar pengukur dan mikrometer sekrup. Benang
digunakan untuk membantu pengukuran panjang kerupuk yang biasanya
mempunyai bentuk tidak rata. Sedangkan mikrometer sekrup digunakan untuk
mengukur ketebalan kerupuk. Pengukuran dilakukan pada kerupuk mentah dan
kerupuk goreng. Volume kerupuk dihitung dengan mengalikan luas permukaan
kerupuk dan ketebalannya. Daya pengembangan kerupuk diperoleh dengan
membandingkan volume kerupuk sebelum dan sesudah digoreng dikalikan 100%
(Koswara 2009). Daya pengembangan kerupuk diukur sebanyak 5 kali pada 5 titik
berbeda. Hasil pengukuran dirata-rata dan dihitung volumenya. Perhitungan daya
pengembangan dapat diperoleh dengan rumus berikut :
Daya pengembangan (%) = volume akhir- volume awal x 100%
volume awal
Analisis Karakteristik Tekstur dengan Texture Analyzer (Llyod Materials
Testing 2012)
Texture Analyzer digunakan untuk menentukan karakteristik tekstur secara
kuantitatif. Penentuan kerenyahan dan kekerasan kerupuk digunakan probe
berbentuk bola. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi untuk mengatur
jenis tekanan yang diberikan sesuai dengan produk pangan yang akan diuji.

6
Analisis Kimia
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). sejumlah sampel
dengan bobot tertentu (b) dimasukkan dalam cawan. Pengeringan dilakukan
hingga diperoleh berat konstan (c). Kadar air contoh dapet dihitung dengan
persamaan berikut:




Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 2005)
kadar abu diperoleh dengan cara mengabukan sampel di dalam tanur.
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 15 menit dengan suhu105 °C,
kemudia didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (a). Sampel sebanyak 2-3
gram (w) ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel
dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu dan bobot konstan. Pengabuan
dilakukan pada suhu 550 °C selama 6 jam. Cawan yang berisi sampel didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik (x). Kadar abu
diukur dengan persamaan berikut :

Kadar Protein Metode Micro Kjehldahl (AOAC 1995 yang dimodifikasi)
Sebanyak 0,1 – 0,25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjehldahl, lalu
ditambahkan 1,0 ± 0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4.
Selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan
jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu kjehldahl
dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam
alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml
larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator
(campuran 2 bagian 0,2 % metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam
etanol 95%) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh
sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0,02
N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu - abu. Kadar protein
kasar dapat ditentukan dengan rumus :


Kadar protein = %N X 6,25

7
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 2005)
Sampel ditimbang 3 gram (a) kemudian dimasukkan ke dalam kertas
saring yang dibentuk menjadi selongsong dan disumbat kapas bebas lemak
disetiap ujungnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan
dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak yang sudah ditimbang bobot
tetapnya (b). Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan
dibawahnya. Pelarut hexana dimasukkan sebanyak 150 ml ke dalam labu lemak.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (c). Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar
lemak ditentukan dengan rumus :

Kadar Karbohidrat Metode by difference (AOAC 2005)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, kadar abu, kadar
lemak dan kadar protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat
merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat
diperoleh dengan rumus :

Kadar Serat Kasar (AOAC 962.09 2012)
Sebanyak 2 g sampel ditimbang (a) kemudian dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 600 ml. Kemudian ke dalam Erlenmeyer ditambahkan 200 ml H2SO4
0,255 N. Selanjutnya dipanaskan pada pendingin balik selama 30 menit. Suspensi
yang telah dipanaskan disaring dan dicuci dengan air mendidih hingga pH netral.
Residu pada kertas saring dipndahkan secara kuantitatif ke erlenmeyer dengan
bantuan spatula dan dicuci dan ditambahkan dengan 200 ml NaOH 0,313 N.
Suspensi dididihkan kembali selama 30 menit pada pendingin balik. Kemudian
disaring pada kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya (b) sambil dicuci
dengan 10 K2SO4. Kemudian dicuci dengan air mendidih lalu dicuci dengan 15 ml
alcohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 110 oC kemudian
ditimbang (c). Serat kasar adalah residu yang terdapat pada kertas saring tersebut.
Kadar serat kasar dapat dihitungdengan persamaan berikut :

Analisis kadar pati dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)
Tahapan Luff Schoorl terdiri dari pembuatan larutan Luff, standardisasi
larutan natrium tiosulfat, dan pengujian sampel.

8
Pembuatan Larutan Luff
Sebanyak 25 g CuSO4·5H2O ditambah 100 mL air destilata dicampur dengan 50 g
asam sitrat yang sudah ditambahkan 50 mL air destilata. Kemudian disiapkan
143,8 g Na2CO3 anhisrat dan tambahkan dengan 300 mL air destilata. Selanjutnya
dilakukan pencampuran larutan CuSO4·5H2O dan larutan sitrat kedalam larutan
Na2CO3 secara perlahan sambil dilakukan pengadukan agar ketiga larutan menjadi
homogen. Larutan dibiarkan semalam sebelum digunakan
Standarisasi Tiosulfat
Dimulai dengan penimbangan 0.5 g K2CrO7 untuk ditepatkan pada labu takar 100
mL dengan penambahan air destilata. Selanjutnya sebanyak 25 mL larutan
diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah 10 mL KI, 25 mL
HCl serta air destilata sampai volume keseluruhan mencapai 200 Ml. Tahapan
selanjutnya adalah tahapan titrasi dengan natrium tiosulfat sebagai titran sampai
warna larutan berubah menjadi warna kuning. Kemudian larutan yang sama
ditambahkan indikator pati dan dititrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat.
Sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau toska. Tahapan ini
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Pengujian Sampel
Sampel minuman ditimbang (± 5 gram) dan ditambahkan larutan HCl 5 %
sebanyak 50 mL, setelah itu dididihkan dengan suhu tetap selama 3 jam. Sampel
yang telah dipanaskan selanjutnya dinetralkan terlebih dahulu. Pemeriksaan
kenetralan sampel dilakukan menggunakan pH meter dan dapat dilakukan
penambahan NaOH 0.1 N serta asam lemah seperti asam asetat 0.1 N sampai
kisaran pH 7. Selanjutnya sampel disaring, diambil 10 mL larutan sampel dan
ditambahkan 25 mL larutan Luff. Sampel ini kemudian dididihkan tepat 13 menit
dan dihasilkan endapan merah yang merupakan hasil reduksi CuO menjadi
menjadi Cu2O. Sebelum tahapan titrasi, sampel ditambahkan dengan 15 mL
larutan KI 20% dan 25 mL larutan H2SO4 25 % yang menyebabkan perubahan
warna dari warna biru menjadi warna cokelat kegelapan. Titrasi secepatnya
dengan larutan natrium tiosulfat. Penambahan indikator amilum pada pertengahan
proses titrasi menyebabkan perubahan warna dari warna cokelat kegelapan
menjadi biru kehitaman. Setelah dititrasi warna larutan akan berubah menjadi
warna putih susu. Tahapan ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Untuk menentukan mg gula yang terkandung pada 1 mL natrium tiosulfat yang
digunakan, dihitung dengan rumus berikut :
W1 = [((V2 - V1) -

Δ ]

Keterangan:
W1 = Glukosa yang terkandung untuk mL tiosulfat yang dipergunakan, dalam
mg
a
= Jumlah mL natrium tiosulfat 0.1 N
V2
= Volume natrium tiosulfat dalam pengukuran blanko

9
V1
= Volume natrium tiosulfat dalam pengukuran sampel
Δ
= Selisih dengan nilai glukosa sebelumnya
b
= Nilai glukosa pada tabel Luff Schoorl
Kadar pati dalam sampel dihitung menggunakan rumus berikut :
Kadar pati (%) = W1 x FP x 0.9 x 100%
W
Keterangan:
W1 = Glukosa yang terkandung pada 1 mL tiosulfat yang dipergunakan (mg)
W
= Bobot sampel (mg)
FP
= Faktor pengenceran
Kandungan Amilosa dan Amilopektin ( AOAC 962.09 2012)
Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
ditambahkan 1 ml etanol 95%, dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian labu takar
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah
didinginkan, ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan tersebut
digunakan sebagai larutan stok. Pipet larutan stok sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke
dalam labu takar 100 ml. Larutan asam asetat 1 N ditambahkan sebanyak 0.2, 0.4,
0.6, 0.8, dan 1.0 ml ke dalam masing-masing labu takar. Kemudian ditambahkan 2
ml larutan iod (0,2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam
setiap labu takar, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20
menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 625 nm. Kueva standar yang diperoleh menunjukkan
hubungan antara kadar amilosa dengan absorbansi.
Pengukuran Sampel
Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi.
Tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95° C selama
10 menit. Larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan
air destilata hingga tanda tera dan dihomogenisasi. Larutan dipipet sebanyak 5 ml
ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2
ml larutan iod, dan ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit,
lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625
nm. Kadar anilosa contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :

dimana, C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V = volume akhir contoh (ml)
W = bobot sampel (mg)
FP = faktor pengenceran

10

Analisis Organoleptik dengan Rating Hedonik (Meilgard et al. 1999)
Pada penelitian ini, digunakan uji rating hedonik terhadap warna, aroma,
tekstur, rasa, dan keseluruahn (overall) dengan menggunakan skala katagori tujuh
point yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5)
agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Jumlah panelis yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebanyak 70 panelis tidak terlatih. Seluruh variasi sampel
kerupuk substitusi tepung asia disajikan bersamaan sebagai sampel dengan kode
acak. Hasil dari analisis organoleptik ini diolah dengan menggunakan SPSS 17
dengan taraf kepercayaan 95% untuk membandingkan hasil analisis organoleptik
dari sampel kerupuk substitusi tepung asia yang diujikan. Selanjutnya dilakukan
uji lanjut Duncan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari keempat produk
kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar yang diujikan untuk melihat perbedaan
antar sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar
Tepung asia ubi jalar merupakan sebutan yang digunakan untuk tepung
yang terbuat dari ampas pembuatan pati ubi jalar. Proses pembuatan tepung asia
ubi jalar tergolong mudah, yaitu melalui proses pengeringan, penepungan dan
pengayakan. Pada penelitian ini, tepung asia digunakan sebagai bahan substitusi
pada pembuatan kerupuk. Tepung asia belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat, sehingga tepung asia ini belum beredar di pasaran dan perlu
dilakukan pembuatan tepung asia terlebih dahulu.
Pada pembuatan tepung asia, digunakan Na-metabisulfit sebagai anti
browning dengan konsentrasi 0,1%. konsentrasi sulfit sebesar 0,1% ini digunakan
karena dibandingkan konsentrasi lain, konsentrasi sulfit 0,
βkaroten paling besar pada ubi jalar (Padmaningrum dan utomo 2007). Secara
subjektif, tepung asia yang dihasilkan memiliki warna agak kekuningan. Hal ini
disebabkan oleh warna alami yang terdapat pada ubi jalar, dimana tepung asia
dibuat dari ampas pembuatan pati. Sehingga warna kuning pada ubi jalar menjadi
warna dasar tepung asia ubi jalar. Hal ini sejalan dengan penelitian mesiana
(2013) yang menyatakan bahwa tepung asia ubi jalar memiliki nilai derajat putih
sebesar 72,52%.
Karakterisasi tepung asia ubi jalar dilakukan untuk mengetahui komposisi
kimia tepung asia yang dibuat dan digunakan sebagai bahan substitusi dalam
pembuatan kerupuk yang dapat memberi pengaruh terhadap karakteristik kerupuk
yang dihasilkan, seperti kadar pati. Wiriarno (1984) mengemukakan bahwa
kerupuk merupakan makanan kering yang terbuat dari bahan yang mengandung
pati cukup tinggi. Penggunaan pati berperan saat proses gelatinisasi yang
berpengaruh terhadap volume pengembangan sebagai salah satu kriteria mutu
kerupuk. Tepung-tepungan seperti tapioka yang dikenal sebagai sumber pati
merupakan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini. Tepung dan pati
merupakan sumber karbohidrat yang digunakan dalam pembuatan adonan

11
kerupuk untuk membentuk karakteristik yang renyah dan mengembang. Sebanyak
lebih dari 70% dari adonan kerupuk didominasi oleh tepung dan pati untuk
memperoleh adonan yang kalis. Tepung dan pati yang digunakan pada penelitian
ini adalah tepung asia dan tapioka. Penelitian ini menggunakan tepung asia yang
memiliki kandungan pati sebanyak 33.50% dengan proporsi amilosa sebanyak
12.50% dan amilopektin sebanyak 21.00%.. Komponen kimia tepung asia ubi
jalar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Kimia Tepung Asia
Analisis

Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar Karbohidrat
Kadar Serat Kasar
Kadar pati
Kadar amilosa
Kadar amilopektin

Tepung Asia Ubi
Jalar
(g/100g bk)
8,47
3,56
3,71
0,76
83,50
5,85
33,50
12,50
21,00

Tepung Asia Ubi
Jalar (g/100g bk)a
10,15
2,04
1,67
1,66
94,64
9,45
77,49
-

Tepung Asia
Singkong
(g/100g bk)b
12,47
0,86
1,16
1,43
96,55
8,85
-

Sumber : aMesiana (2013) ; bWidharosa (2008)
Kadar abu tepung asia adalah 3,56%. Kadar abu ini menunjukkan
kandungan mineral di dalamnya, terutama dalam ubi jalar segarnya. Berdasarkan
Horton et al.(1989), kandungan mineral utama yang terdapat pada ubi jalar segar
adalahkalsium dan fosfor. Kadar abu dalam tepung asia ini masih lebih besar
dibandingkan dengan tepung asia singkong, karena ubi jalar memang memiliki
kandungan mineral yang lebih besar dibanding singkong (Zuraida dan Supriati
2001). Pada Tabel 2. terlihat bahwa kandungan pati tepung asia ubi jalar yang
diperoleh pada penelitian ini berbeda cukup jauh dengan hasil penelitian
terdahulu. Pada penelitian Mesiana (2013), kandungan pati yang terdapat pada
tepung asia ubi jalar diketahui sebesar 77,49% sedangkan pada penelitian ini
diperoleh kandungan pati pada tepung asia ubi jalar sebesar 33,50%. Adanya
perbedaan data hasil ini disebabkan oleh adanya perbedaan pada proses ekstrasi
pati ubi jalar. Pada penelitian Mesiana (2013), proses ekstraksi pati ubi jalar hanya
dilakukan sebanyak satu kali sedangkan pada penelitian ini proses ekstraksi pati
ubi jalar dilakukan secara berulang sehingga jumlah pati ubi jalar yang terekstrak
lebih banyak dan pati yang tersisa di dalam ampas atau onggok menjadi lebih
sedikit.
Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan kerupuk dengan substitusi tepung
asia ubi jalar sebanyak 10% (formula A), 20% ( formula B), 30% (formula C),
40% (formula D) dan tanpa penambahan tepung asia sebagai kontrol. Jumlah
penambahan tepung asia pada penelitian ini mengacu pada penelitian
Pramudyasari (2011) yang menyatakan bahwa penambahan tepung ubi jalar pada
pembuatan kerupuk maksimal 40%. Pembuatan kerupuk substitusi tepung asia ubi

12
jalar ini dilakukan dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Nugraha
(2013), hanya saja waktu pengukusan yang digunakan berbeda. Pada metode yang
digunakan oleh Nugraha (2013), lama waktu pengukusan yang digunakan adalah
1 jam, sedangkan pada penelitian ini adalah 45 menit. Pengukusan merupakan
tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan
erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng. Pengukusan yang terlalu lama
akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak, sehingga
proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang
setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan
akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut Pramudyasari (2011),
pengukusan kerupuk optimum pada waktu 45 menit. Adonan yang telah masak
ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal. Lama
penggorengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 menit, waktu
penggorengan ini ditentukan berdasarkan trial and error yang telah dilakukan.
Berdasarkan trial and error juga diketahui bahwa jumlah air yang ditambahkan
dalam pembuatan kerupuk ini adalah sebanyak 60% dari total tepung dan pati
yang digunakan.
.
Analisis Warna
Warna merupakan salah satu parameter penting bagi konsumen dalam
pemilihan kerupuk. Secara subjektif kerupuk substitusi tepung asia memiliki
warna yang beragam mulai dari putih sampai kuning kecokelatan sesuai dengan
jumlah tepung asia yang ditambahkan. Warna kerupuk ini tidak cukup dinilai
kasat mata penglihatan manusia yang bersifat subjektif. Oleh sebab itu, digunakan
chromameter sebagai alat untuk analisis warna secara objektif. Alat ini
menunjukan nilai L, a dan b yang merupakan sistem notasi warna Hunter. Sistem
L, a dan b Hunter tersebut telah dipergunakan secara luas untuk kolorimetri
makanan. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) produk dengan
rentang nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul
yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a pada
sistem notasi warna ini menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau
dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai -1
(negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Sedangkan notasi b menyatakan
warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70
untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru.
Hasil analisis warna pada kerupuk substitusi tepung asia dengan berbagai tingkat
substitusi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Notasi
L
a
b



Kontrola
8093 ± 0,55
0,51 ± 0,02
14,61 ± 0,09

Formula Ab
71,32 ± 1,62
3,62 ± 0,03
23,31 ± 0,06

Formula Bc
68,05 ± 0,53
3,91 ± 0,86
23,72 ± 1,90

Formula Cd
66,12 ± 0,41
5,89 ± 0,34
26,75 ± 1,09

Formula De
62,26 ± 2,38
7,36 ± 2,02
28,87 ± 2,74

ula dengan notasi yang sama menunjukan berbeda nyata ( p > 0, 5 ”

Warna kerupuk kontrol secara visual berwarna putih, hal ini ditunjukkan
oleh besarnya nilai L yang ditunjukkan yaitu 80,93, namun berdasarkan nilai b

13
yang diperoleh kerupuk kontrol memiliki warna agak sedikit kekuningan. Hasil
analisis warna dengan menggunakan chromameter menunjukkan formula A
memiliki warna kuning cerah, formula B juga memiliki warna kuning yang tidak
jauh berbeda dengan formula A namun kecerahan formula B lebih rendah
dibandingkan dengan formula A. Formula C memiliki warna sedikit kecokelatan,
begitupun dengan formula D. Berdasarkan hasil analisis warna yang diperoleh,
dapat diketahui bahwa semakin meningkatnya penambahan tepung asia dalam
pembuatan kerupuk, warna kerupuk menjadi semakin agak kecokelatan dan
kecerahan kerupuk menjadi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh bahan
yang disubstitusi ke dalam adonan kerupuk, yaitu tepung asia. Tepung asia
memiliki warna agak kekuningan, sehingga semakin banyak tepung asia yang
ditambahkan maka warna kerupuk yang dihasilkan semakin gelap. Hasil analisis
ragam ANOVA terhadap warna kerupuk substitusi tepung asia (Lampiran 3)
dengan uji lanjut Dunnet menunjukkan bahwa keempat formula kerupuk memiliki
warna yang berbeda nyata dengan kontrol (p < 0,05), dimana kerupuk formula A
memiliki nilai yang paling dekat dengan kontrol.
Daya Pengembangan
Daya pengembangan merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari
kerupuk. Daya pengembangan adalah besarnya perubahan ukuran yang terjadi
pada kerupuk sebelum dan setelah mengalami penggorengan. Kerupuk yang baik
memiliki daya pengembangan yang cukup besar. Daya pengembangan (expanding
capability) kerupuk terjadi pada proses penggorengan pati yang telah
tergelatinisasi. Granula pati yang mengembang selama proses gelatinisasi
menyebabkan air terperangkap . air yang terikat dalam granula pati berubah
menjadi uap akibat peningkatan suhu selama penggorengan sehingga terbentuk
rongga-rongga udara, granula mengembang, kerupuk pun mengembang. Oleh
karena itu, pengembangan kerupuk sangat ditentukan oleh kandungan air yang
terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Semakin sedikit air yang terandung dalam
kerupuk mentah, semakin besar tingkat pengembangan kerupuk tersebut setelah
digoreng. Daya pengembangan kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar
berdasarkan analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Dunnet (Lampiran 5)
menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (p < 0,05).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk substitusi tepung
asia ini juga mempengaruhi pengembangan kerupuk. Kadar amilopektin bahan
baku merupakan faktor penting yang berpengaruh dalam daya pengembangan
kerupuk goreng. Terlihat dari tapioka dan tepung asia yang digunakan dalam
penelitian ini mengandung amilopektin berturut turut sebesar 36,10% dalam pati
66,90% dan 21,00% dalam pati 33,50% (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kerupuk dengan penambahan jumlah tepung asia yang semakin besar
memiliki daya pengembangan yang semakin kecil apabila dibandingkan dengan
kontrol. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi pada tapioka menjadikan
kerupuk kontrol memiliki volume pengembangan yang paling tinggi apabila
dibandingkan dengan kerupuk yang disubstitusi tepung asia. Hasil analisis derajat
pengembangan dapat dilihat pada Gambar 2.

14
800.00
645,16 a

Daya Pengembangan (%)

700.00
600.00
500.00

399,12 b

400.00
300.00

245,44 c
170,43 d

200.00

133,45 e

100.00
0.00
KONTROL

SUBTITUSI
10%

SUBTITUSI
20%

SUBTITUSI
30%

SUBTITUSI
40%

Gambar 2 Hasil analis daya pengembangan kerupk substitusi tepung asia


g

y g

j

y

p