Dinamika Protein Hormon Glp-1 Dan Analognya (Exenatide Dan Liraglutide) Terhadap Protein Membran Glp-1r.

DINAMIKA INTERAKSI PROTEIN HORMON GLP-1 DAN
ANALOGNYA (Exenatide dan Liraglutide) TERHADAP
PROTEIN MEMBRAN GLP-1R

ALFI AFIFAH

PROGRAM STUDI BIOFISIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

DINAMIKA INTERAKSI PROTEIN HORMON GLP-1 DAN
ANALOGNYA (Exenatide dan Liraglutide) TERHADAP
PROTEIN MEMBRAN GLP-1R

ALFI AFIFAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar

Magister Sains pada
Program Studi Biofisika

PROGRAM STUDI BIOFISIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis berjudul Dinamika Interaksi
Protein Hormon GLP-1 dan Analognya (Exenatide dan Liraglutide) Terhadap
Protein Membran GLP-1R adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015
Alfi Afifah
NIM 751130191

RINGKASAN
ALFI AFIFAH. Dinamika Protein Hormon GLP-1 dan Analognya (Exenatide dan
Liraglutide) Terhadap Protein Membran GLP-1R. Dibimbing oleh TONY
SUMARYADA dan LAKSMI AMBARSARI.
Penelitian pengobatan penyakit diabetes melitus tipe II ditujukan untuk
mengembangkan analog dari hormon GLP-1 yang berfungsi untuk mengatur
sekresi insulin. Exenatide dan liraglutide adalah analog GLP-1 yang sudah teruji
secara klinis dan diproduksi secara komersil. Tujuan utama dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi asam amino yang berperan dalam interaksi antara
GLP-1, exenatide, dan liraglutide dengan protein membran GLP-1R, serta
menganalisa kestabilan interaksi masing-masing pasangan. Hasil dari penelitian ini
dapat digunakan untuk mengembangkan analog GLP-1 yang lebih baik.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, molekul GLP1, exenatide dan liraglutide ditambatkankan dengan N-terminal domain dari GLP1R. Setiap proses penambatan menghasilkan 10 formasi penambatan dalam bentuk
file .pdb.
Kesepuluh hasil penambatan ini kemudian dianalisa untuk
mengidentifikasi binding site dan asam amino yang aktif berinteraksi. Analisa ini

digunakan untuk memilih satu formasi penambatan yang memiliki pasangan asam
amino aktif terbanyak. Formasi penambatan yang terpilih kemudian diproses dalam
simulasi dinamika molekul selama 20 ns pada suhu fisiologis 310 K. Setelah
simulasi dinamika molekul selama 20 ns, diidentifikasi bahwa binding site GLP1R berada pada struktur beta-sheet yang terlatak pada asam amino F80 sampai asam
amino E125. Formasi penambatan GLP-1 dengan GLP-1R relatif stabil, sementara
pasangan penambatan GLP-1R dan exenatide serta GLP-1R dan liraglutide terbelah
selama trajectory.
Analisa terhadap energi interaksi non ikatan dari masing-masing pasangan
menunjukkan bahwa interaksi antara exenatide dan GLP-1R adalah yang terkuat
dibandingkan pasangan lainnya. Evaluasi lebih lanjut terhadap energi interaksi
non-ikatan dari pasangan asam amino menunjukkan bahwa interaksi polar antara
S39 and K113 menjadi penguat interaksi protein hormon dan reseptornya.
Kata kunci: DM tipe II, GLP-1, GLP-1R , interaksi non-ikatan, penambatan protein

SUMMARY
ALFI AFIFAH. Interaction Dynamics of Protein GLP-1 and Its Analogs (Exenatide
and Liraglutide) to Membrane Protein GLP-1R. Supervised by TONY
SUMARYADA and LAKSMI AMBARSARI.
The type II diabetes mellitus drug design is aimed to develop the analog of
hormone GLP-1 which function to regulate insulin secretion. Exenatide and

liraglutide are GLP-1 analogs which have been clinically tested and approved. The
objectives of this research are to identify the amino acids which play significant
role in the interaction between GLP-1, exenatide, and liraglutide to GLP-1R; and
to analyze their interaction stability. The result of this research can be used further
to develop a better GLP-1 analog.
The experiment was conducted in two stages. In the first stage, the
molecular structures of GLP-1, exenatide and liraglutide were docked to N-terminal
domain of GLP-1R. Each docking process produced 10 docking formations in the
form of the pdb file. The 10 docking formations of each pair were then analyzed
using VMD to identify binding site and active amino acids. The result of this
analysis then is used to choose one docking formation with most active amino acids.
The docking formation chosen from each pair is processed further in molecular
dynamic simulation for 20 ns. After 20 ns molecular dynamic simulation at 310K,
the binding site of GLP-1R is identified on beta-sheet structure located at F80-E125.
The docking formation of GLP-1 and GLP-1R is relatively stable, whilst the
docking formation of exenatide-GLP-1R and liraglutide-GLP-1R split off during
the trajectory.
Analysis on non-bond interaction energy discovered that the interaction
between exenatide and GLP-1R is the strongest among others. Exenatide-GLP1R
interaction is bound by strong polar interaction between S39 and K113.

Keywords: GLP-1, GLP-1R, non-bonded interaction, protein docking, type II DM

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA INTERAKSI PROTEIN HORMON GLP-1 DAN
ANALOGNYA (Exenatide dan Liraglutide) TERHADAP
PROTEIN MEMBRAN GLP-1R

ALFI AFIFAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Mersi Kurniati, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah mengenai
kestabilan interaksi protein hormon untuk pengobatan diabetes, dengan judul
Dinamika Interaksi Protein Hormon GLP-1 dan Analognya (Exenatide dan
Liraglutide) terhadap Protein Membran GLP-1R.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. R. Tony Ibnu S. Wijaya
Puspita S.Si, M.Si dari Program Studi Biofisika dan Ibu Dr. Dra Laksmi Ambarsari
MS dari Program Studi Biokimia atas bimbingannya selama pelaksanaan penelitian

dan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Terima kasih atas masukan dan arahan
yang diberikan sehingga penelitian ini lebih terarah dan lebih mendalam.
Semoga hasil penelitian ini dapat dilaksanakan sepenuhnya dan memberikan
hasil yang bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Alfi Afifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
GLP-1 dan Analog GLP-1
GLP-1 Receptor

6

6
10

3 METODE
Bahan
Alat
Metode
Prosedur Analisis Data

12
12
12
12
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hasil Docking
Analisis Simulasi Dinamika Molekul
Analisis Energi Interaksi Non-ikatan


15
15
24
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

44
44
45

DAFTAR PUSTAKA

46

DAFTAR TABEL
2.1
4.1

4.2
4.3
4.4

Perbandingan fungsi biologis protein GLP-1, exenatide dan liraglutide
Analisa hasil penambatan protein hormon GLP-1 dengan GLP-1R
Analisa hasil penambatan protein hormon exenatide dengan GLP-1R
Analisa hasil penambatan protein hormon liraglutide dengan GLP-1R
Ringkasan statistik jarak antara residu aktif pada interaksi molekul
protein GLP-1 dengan molekul GLP-1R selama 20 ns
4.5 Ringkasan statistik jarak antara residu aktif pada interaksi molekul
protein exenatide dengan molekul GLP-1R selama 10 ns
4.6 Ringkasan statistik jarak antara residu aktif pada interaksi molekul
protein liraglutide dengan molekul GLP-1R selama 15 ns
4.7 Ringkasan statitistik energi interaksi elekstrostatik dan Van der Waals
antara pasangan residu aktif pada formasi penambatan GLP-1 dengan
GLP-1R
4.8 Ringkasan statitistik energi interaksi elekstrostatik dan Van der Waals
antara pasangan residu aktif pada formasi penambatan exenatide
dengan GLP-1R
4.9 Ringkasan statitistik energi interaksi elekstrostatik dan Van der Waals
antara pasangan residu aktif pada formasi penambatan liraglutide
dengan GLP-1R
4.10 Perbandingan interaksi WR1 (GLP-1 dan GLP-1R), ER1 (exenatide dan
GLP-1R), serta LR1 (liraglutide dan GLP-1R)

8
16
17
20
27
30
33
34
37
40
43

DAFTAR GAMBAR
2.1
2.2
2.3
2.4
4.1
4.2

Hasil visualisasi VMD 1.9.1 dari struktur protein GLP-1
Hasil visualisasi VMD 1.9.1 dari struktur protein exendin-4
Hasil visualisasi VMD 1.9.1 dari struktur protein liraglutide
Perbandingan struktur protein GLP-1, exenatide dan liraglutide
Formasi hasil penambatan protein GLP-1 (merah) dengan GLP-1R (biru)
Interaksi antar asam amino pada hasil penambatan protein GLP-1dan
GLP-1R formasi WR1
4.3 Formasi hasil penambatan exenatide (merah) dengan GLP-1R (biru)
4.4 Interaksi antar asam amino pada hasil penambatan protein exenatide dan
GLP-1R formasi ER1
4.5 Formasi hasil penambatan liraglutide (merah) dengan GLP-1R (biru)
4.6 Interaksi antar asam amino pada hasil penambatan protein liraglutide dan
GLP-1R formasi LR1
4.7 Binding site GLP-1R dan asam amino yang aktif berinteraksi
4.8 Binding site protein a) GLP-1, b) exenatide dan c) liraglutide dengan
GLP-1R
4.9 Kemiripan morfologi antara residu yang berperan penting dalam proses
penambatan
4.10 Dinamika RMSD ketiga formasi penambatan selama trajectory 20 ns

6
7
8
9
16
17
17
19
19
21
21
22
23
24

4.11 Dinamika interaksi molekul protein GLP-1 dengan GLP-1R pada
suhu 310K
4.12 Dinamika radius pasangan residu aktif antara GLP-1 dengan GLP-1R
selama trajectory 20 ns
4.13 Dinamika interaksi molekul protein exenatide dengan GLP1R pada
suhu 310K
4.14 Dinamika radius pasangan residu aktif antara exenatide dengan
GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.15 Dinamika interaksi molekul protein liraglutide dengan GLP1R pada
suhu 310K
4.16 Dinamika radius pasangan residu aktif antara liraglutide dengan
GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.17 Energi interaksi non-ikatan antara pasangan residu aktif pada formasi
penambatan GLP-1 dengan GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.18 Energi interaksi non-ikatan antara residu aktif pada formasi penambatan
exenatide dengan GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.19 Energi interaksi non-ikatan total antara residu S39-K113 pada formasi
penambatan exenatide dengan GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.20 Energi interaksi jembatan garam antara residu E15-R121 pada formasi
penambatan exenatide dengan GLP-1R selama trajectory 20 ns
4.21 Energi interaksi non-ikatan total pada formasi docking liraglutide
dengan GLP-1R selama trajectory 20 ns

25
26
28
29
31
32
35
38
39
39
41

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kesehatan menjadi salah satu isu penting di abad 21 ini, terbukti berbagai
profesi di bidang medis masih menjadi profesi paling favorit dan menjanjikan
pendapatan yang cukup tinggi sampai tahun 2025 menurut US Weekly. Salah satu
kelompok penyakit yang dapat berakhir pada kematian adalah diabetes mellitus.
Menurut data WHO terjadi peningkatan prevalensi penderita diabetes dari tahun ke
tahun. WHO memprediksi jumlah penderita diabetes akan bertambah dari 171 juta
jiwa pada tahun 2000 menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030 atau meningkat 114%
dalam 3 dasawarsa terakhir. Di Indonesia sendiri terdapat 8,4 juta jiwa penderita
diabetes pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 21 juta jiwa pada tahun
2030, atau meningkat kurang lebih 150%. Hal ini menempatkan Indonesia pada
posisi ke-4, negara dengan prevalensi diabetes tertinggi (www.who.int/
diabetes/facts/world-figures/en/ index.html).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelompok penyakit yang diakibatkan karena
gangguan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia atau tingginya kadar gula
dalam darah. Gangguan metabolik ini dapat disebabkan karena sekresi insulin yang
tidak normal, kelainan kerja insulin atau keduanya (ADA, 2013). Insulin adalah
hormon yang berperan mengatur kadar gula dalam darah. Apabila kadar gula dalam
darah tinggi, maka pankreas akan memproduksi insulin. Insulin bekerja dengan
mendorong glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel, sehingga sel-sel dapat
menjalankan fungsinya. Ketiadaan insulin atau kurangnya jumlah insulin
menyebabkan kadar glukosa dalam darah tinggi dan sel tidak mendapatkan pasokan
energi, akibatnya berbagai gangguan kesehatan muncul (WHO, 1999).
Sejak tahun 1999, WHO merevisi pengelompokan penyakit diabetes mellitus
menjadi: DM tipe I, DM tipe II, Gestational Diabetes Mellitus (GDM) dan DM tipe
lainnya (WHO, 1999). DM tipe I mengalami ketergantungan terhadap insulin
karena tubuh penderita DM tipe I tidak mampu memproduksi insulin sendiri.
Penderita DM tipe ini memiliki ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh, dimana
tubuh memproduksi antibodi terhadap sel β pankreas sehingga sel-sel ini
mengalami kerusakan, akibatnya sekresi insulin terhambat (ADA, 2013). Jumlah
penderita DM tipe I meliputi 5-10% dari keseluruhan populasi penderita DM.
Penderita DM tipe II yang meliputi 90-95% populasi. Penderita DM tipe II masih
mampu memproduksi insulin sendiri namun dalam jumlah yang kurang, mengalami
pengurangan fungsi insulin atau biasa disebut insulin resistance dan meningkatnya
jumlah EGO (endogenous glucose output) (Weyer et al, 1999). GDM adalah
gangguan metabolik hiperglikemia yang terjadi pada masa kehamilan dan biasanya
akan hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. DM tipe yang lain meliputi
gangguan metabolik hiperglikemia yang disebabkan antara lain: konsumsi obat
tertentu yang mempengaruhi fungsi pankreas, infeksi atau trauma pada pankreas,
mutasi pada insulin reseptor, dan beberapa sindrom genetik yang berhubungan
dengan ketidaknormalan fungsi pankreas (ADA, 2013).
Penyakit DM tipe I tidak dapat disembuhkan karena disebabkan gangguan
metabolik yang bersifat genetik. Bagi penderita diabetes tipe ini disamping harus

2
mempertahankan kadar gula darah pada level normal dengan menjaga makanan dan
menyesuaikan gaya hidup, juga harus mendapat suntikan insulin.
Penderita
diabetes mellitus tipe II (DM tipe II) disamping menjalani terapi diet, dapat
mengkonsumsi beberapa jenis obat yang mampu mengatasi hiperglikemia.
Penggunaan obat-obatan tersebut dapat mengakibatkan beragam efek samping;
antara lain hipoglikemia, gangguan ginjal bahkan sampai gagal jantung. Para
peneliti berupaya mencari pengobatan DM tipe II yang efektif namun aman untuk
organ-organ vital yang lain. Salah satu penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara menurunnya fungsi insulin dengan sekresi insulin, menurunnya fungsi
insulin biasanya diikuti dengan meningkatnya sekresi insulin (Ahren dan Pacini,
2004). Dari penelitian yang lain menunjukkan bahwa hal ini tidak terjadi pada
penderita DM tipe II dimana penuruan fungsi insulin tidak dibarengi dengan
peningkatan sekresi insulin, akibatnya terjadi ketidakseimbangan. Untuk itu
pengobatan DM tipe II ditujukan untuk menstabilkan sekresi insulin agar dapat
mengimbangi turunnya fungsi insulin (Weyer et al, 1999).
Sekresi insulin dipicu oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah hormon
GLP-1 (Glucagon-like peptide 1) dengan mekanisme berikut.
Pada saat
pencernaan mekanik berlangsung di dalam mulut, sel L di dalam usus halus
terstimulasi untuk mensekresi hormon GLP-1 (Muoio dan Newgard, 2008).
Respon sel L dalam usus halus pada penderita DM tipe II terhadap rangsangan
pencernaan mekanik di mulut lemah, sehingga hormon GLP-1 yang dihasilkan
sedikit. GLP-1 kemudian berikatan dengan reseptornya yaitu protein membran
GLP-1R yang terletak pada sel β dalam pankreas dan selanjutnya memicu aktivasi
kerja adenylate cyclase dan produksi cAMP (Baggio dan Drucker, 2008).
Selanjutnya pada kondisi berikatan dengan GLP-1R, GLP-1 mengatur aktivitas tiga
ion channel dalam sel β pankreas yaitu: KATP channel, Ca2+ channel dan K+ channel.
Melalui fungsi ketiga channel inilah, rangsangan sekresi insulin berlangsung.
Pengobatan DM tipe II dengan GLP-1 menjadi alternatif yang menarik karena di
samping memicu sekresi insulin, GLP-1 juga mampu berfungsi meregenerasi sel β
(Muoio dan Newgard, 2008).
Yang menjadi perhatian adalah setelah disekresi, hormon GLP-1 hanya
mampu bertahan selama kurang dari 2 menit sebelum akhirnya terurai dari GLP-1
(7-36) dan GLP-1 (7-36)NH2 menjadi GLP-1 (9-37) atau GLP-1 (9-36)NH2 yang
bersifat tidak aktif (Baggio dan Drucker, 2008). Interaksi antara hormon GLP-1
dengan enzim DPP IV (dipeptidil peptidase IV) menyebabkan GLP-1 terdegradasi
dan hanya 50% yang tersisa untuk menjalankan fungsinya (Vilsbøll et.al, 2007).
Sampai saat ini penelitian mengenai pengobatan penyakit DM terutama tipe II
difokuskan pada dua hal yaitu meningkatkan aktivitas GLP-1R dengan
mengembangkan analog protein hormon GLP-1 dan mengembangkan DPP-IV
inhibitor untuk mempertahankan jumlah GLP-1 dalam tubuh. Di antara analog
GLP-1 berdasarkan hasil penelitian mampu berfungsi seperti halnya GLP-1 adalah
exendin-4 (Briones dan Bajaj, 2006), liraglutide (Vilsbøll et al, 2007), albiglutide
dan taspoglutide (Ahrén, 2011). Exenatide, bentuk sintetik dari exendin-4, telah
lolos uji klinis dan telah digunakan untuk pengobatan diabetes mulai tahun 2005,
sedangkan liraglutide dapat digunakan secara klinis mulai tahun 2009. Sementara
albiglutide dan taspoglutide sampai saat ini masih dalam tahapan uji klinis untuk
mendapatkan persetujuan agar dapat digunakan secara klinis.

3
Exenatide dan liraglutide memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap
enzim DPP IV sehingga dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh. Exenatide
memiliki waktu paruh 1,5 - 2 jam sedangkan liraglutide memiliki waktu paruh 11
– 15 jam. Kedua analog GLP-1 ini juga dapat berikatan dengan GLP-1 reseptor
(GLP-1R) yang terdapat pada jaringan pankreas dan jaringan lain dalam tubuh.
GLP-1 reseptor adalah protein trans-membran yang berfungsi mengikat GLP-1 atau
analognya dan memberikan tempat untuk bekerja merangsang pengeluaran insulin
oleh pankreas (Baggio dan Drucker, 2008).
Docking atau penambatan protein hormon GLP-1, exenatide dan liraglutide
pada GLP-1R dapat terbentuk dalam berbagai formasi dan titik docking yang
berbeda. Dengan menggunakan simulasi komputer, keseluruhan kemungkinan
formasi dan titik penambatan dapat diketahui. Afinitas protein trans-membran
terhadap protein hormon GLP-1, exenatide dan liraglutide juga dapat diprediksi
melalui simulasi komputer dengan menggunakan aplikasi simulasi dinamika
molekul.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikatakan bahwa pengobatan DM
tipe II melalui pengembangan analog hormon GLP-1 sampai saat ini masih menjadi
perhatian. Penelitian in vivo menunjukkan bahwa exenatide dan liraglutide
memiliki ketahanan terhadap DPP IV lebih baik daripada GLP-1 dalam tubuh
mamalia di laboratorium maupun dalam tubuh manusia ((Vilsbøll et al, 2007 dan
Mann, et.al, 2010) dan juga memiliki fungsi yang sama dengan GLP-1. Yang
menjadi permasalahan sampai saat ini obat-obatan tersebut harus dikonsumsi secara
terus menerus dengan frekuensi satu kali sehari untuk liraglutide dan dua kali sehari
untuk exenatide. Hal ini menjadikan pengobatan DM tipe II membutuhkan biaya
yang tidak sedikit, bahkan salah satu penelitian menunjukkan bahwa biaya
pengobatan ini lebih besar daripada pengobatan DM tipe I yang harus mendapat
suntikan insulin (Edwards et al, 2006). Untuk itu perlu dikembangkan analog
hormon GLP-1 yang di samping dapat berfungsi seperti halnya GLP-1, tahan
terhadap enzim DPP IV dan juga tersedia dengan harga terjangkau.
Pada saat ini, penelitian terhadap pengobatan DM tipe II difokuskan pada dua
hal yaitu mengembangkan analog hormon GLP-1 dan mengembangkan senyawa
inhibitor DPP IV. Fokus penelitian ini adalah untuk mendukung pengembangan
analog hormon GLP-1. Pengembangan analog hormon GLP-1 menarik untuk
diteliti lebih lanjut, mengingat salah satu analog GLP-1, exendin-4, diperoleh dari
kelenjar ludah kadal Heloderma suspectum yang memiliki habitat di benua
Amerika.
Tidak menutup kemungkinan analog hormon GLP-1 dapat
dikembangkan dari bagian tubuh atau hasil sekresi satwa lain, atau bahkan satwa
asli Indonesia.
Pengembangan analog hormon GLP-1 dapat dilakukan apabila telah
diidentifikasi asam amino yang paling berperan dalam mempertahankan kestabilan
struktur molekulnya dan mempertahankan kestabilan affinitas ikatannya dengan
GLP-1 receptor, karena efektifitas hormon analog GLP-1 juga bergantung pada
affinitas GLP-1R dengan hormon tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka
perumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4
1. Bagaimana interaksi antara protein hormon GLP-1, dan analognya
(exenatide dan liraglutide) dengan protein trans-membran GLP-1R
terjadi? Asam amino apa saja yang bertanggung jawab terhadap interaksi
protein hormon dengan reseptornya?
2. Bagaimana kestabilan protein hormon GLP-1, dan analognya (exenatide
dan liraglutide) setelah berikatan dengan protein trans-membran GLP1R?
3. Bagaimana kestabilan interaksi antara antara pasangan asam amino aktif
dari protein hormon GLP-1 dan analognya dengan protein trans-membran
GLP-1R? Asam amino apa saja yang memiliki kestabilan interaksi paling
tinggi?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian terhadap
protein hormon GLP-1, exenatide dan liraglutide adalah untuk:
1. Mengidentifikasi asam amino dari protein hormon GLP-1, exenatide dan
liraglutide yang paling berperan dalam menjalin interaksi dengan protein
reseptor GLP-1R.
2. Membandingkan kestabilan interaksi protein hormon GLP-1, exenatide
dan liraglutide setelah berikatan dengan protein trans-membran GLP1-R.
3. Mengidentifikasi pasangan asam amino yang memiliki ikatan paling
stabil dari setiap interaksi protein hormon GLP-1, exenatide dan
liraglutide dengan protein reseptor GLP-1R.
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah mengembangkan analog
protein GLP 1 yang memiliki ketahanan lebih baik terhadap enzim DPP IV dan
memiliki afinitas yang lebih baik dengan protein membran GLP1-R, sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif pengobatan diabetes mellitus tipe II.

Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui perbandingan kestabilan protein hormon GLP-1,
exenatide dan liraglutide serta asam amino yang paling berperan dalam
menstabilkan protein serta kestabilan protein-protein tersebut setelah berikatan
dengan protein trans-membran GLP-1R, dapat digunakan sebagai dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai:
1. Modifikasi protein-protein tersebut sehingga didapatkan protein hormon
yang memiliki kestabilan lebih baik
2. Rancangan pengobatan diabetes mellitus yang lebih efektif dan efisien,
mengingat exenatide harus diberikan dua kali dalam sehari dan
liraglutide satu kali dalam sehari, maka perlu dirancang hormon yang
memiliki efek lebih panjang.

5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah membandingkan kestabilan protein
hormon GLP-1 (PDB ID: 1D0R), exenatide (PDB ID: 1JRJ) dan liraglutide (PDB
ID: 4APD) setelah berikatan dengan protein trans-membran GLP-1R (PDB ID:
3C59) dalam larutan air pada suhu fisiologis tubuh 310 K tanpa adanya aktivitas
enzim DPP IV (dipeptidil peptidase).

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
GLP-1 dan Analog GLP-1
GLP-1 (glucagon-like peptide-1) adalah protein yang diproduksi oleh sel L
dalam epitel usus halus sebagai respon terhadap stimulus pencernaan nutrisi
(termasuk glukosa) dan memiliki kemampuan mendorong produksi insulin.
Produksi GLP-1 berlangsung Struktur protein yang dihasilkan memiliki 50%
kemiripan dengan glucagon, sehingga diberi nama glucagon-like peptide. Ada dua
jenis GLP yang dihasilkan oleh tubuh, yaitu GLP-1 dan GLP-2, namun hanya GLP1 yang memiliki kemampuan mendorong sekresi insulin (Baggio dan Drucker,
2007). Sel L pada usus halus langsung memproduksi GLP-1 begitu terjadi proses
pencernaan di dalam mulut. Drucker (2001) menyebutkan bahwa fungsi dari GLP1 dalam tubuh antara lain: meningkatkan sekresi insulin, menurunkan sekresi
glucagon, menurunkan laju pengosongan perut, meningkatkan differensiasi sel islet,
meningkatkan skresi somatostatin, menurunkan sekresi asam lambung,
menurunkan asupan makanan, meningkatkan respon tekanan CNS, dan
menyeimbangkan fungsi hypothalamic pituitary.
Protein GLP-1 tersusun dari 30 asam amino dengan susunan sebagai berikut:
Histidina (His/H1) - Alanina (Ala/A2) - Asam Glutamat (Glu/E3) - Glisina
(Gly/G4) - Treonina (Thr/T5) - Fenilalanina (Phe/F6) - Treonina (Thr/T7) – Serina
(Ser/S8)- Asam Aspartat (Asp/D9 ) - Valina (Val/V10) - Serina (Ser/S11) - Serina
(Ser/S12) – Tirosina (Tyr/Y13) – Leusina (Leu/L14) - Asam Glutamat (Glu/E15) Glisina (Gly/G16) – Glutamina (Gln/Q17) - Alanina (Ala/A18) - Alanina (Ala/A19)
– Lisina (Lys/K20) - Glutamina (Gln/Q21) - Fenilalanina (Phe/F22) - Isoleusina
(Ile/I23) - Alanina (Ala/A24)- Triptofan (Trp/W25) – Leusina (Leu/L26) – Valina
(Val/V27) - Lisina (Lys/K28) - Glisina (Gly/G29) – Arginina (Arg/R30). Struktur
protein GLP-1 seperti terlihat pada Gambar 2.1 tediri dari α-heliks yang terbentuk
oleh residu S8 sampai residu K28, turn serta coil. Struktur sekunder α-heliks ini
sebenarnya tersusun dari dua segmen α-heliks yang terhubung oleh jembatan garam
antara K20 dan E21. Pada mamalia, berbagai formasi GLP-1 terbentuk antar lain:
GLP-1 (1-37), GLP-1(1-36)NH2, GLP-1 (7-37) dan GLP-1 (7-36)NH2. Dua
formasi yang pertama bersifat tidak aktif, sedangkan dua formasi berikutnya
bersifat aktif. Dalam tubuh manusia, sebagai besar GLP-1 yang dihasilkan
memiliki formasi GLP-1 (7-36)NH2 (Baggio dan Drucker, 2007).

Gambar 2.1. Hasil visualisasi VMD 1.9.1 terhadap struktur protein GLP-1
Waktu paruh GLP-1 yang aktif di dalam tubuh kurang dari 2 menit, karena di
dalam usus terdapat enzim penernaan DPP IV (dipeptidil peptidase) yang memiliki
spesialisasi membelah protein yang mengandung alanina dan prolina di posisi 2.
GLP-1 yang memiliki residu alanina pada rantai kedua menjadi objek DPP IV yang
menyebabkan 2 rantai pertama terpotong sehingga terurai menjadi GLP-1 (9-37)

7
atau GLP-1 (9-36)NH2 yang bersifat tidak aktif. Hal ini menyebabkan kurang lebih
50% dari GLP-1 yang yang tersirkulasi menjadi tidak aktif (Baggio dan Drucker,
2007).
Salah satu analog GLP-1, Exendin-4, lebih tahan terhadap aktivitas enzim
DPP IV sehingga memiliki waktu paruh yang lebih lama di dalam plasma yaitu 1,5
– 2 jam (Ahren, 2011). Hal ini dikarenakan rantai ke-2 dari Exendin-4 bukan
alanina melainkan glisina sehingga tidak menjadi target aktivitas enzim DPP IV
(Drucker, 2001). Lebih lanjut Drucker menyebutkan bahwa Exendin-4 terbukti
lebih potensial daripada GLP-1 untuk pengobatan DM tipe II pada percobaan in
vivo dengan tikus sebagai objeknya. Penggunaan Exendin-4 pada pasien penderita
DM tipe II selama 30 minggu terbukti mampu menurunkan kadar HbA1c sebesar
0,8–0,9% dari sebelumnya 8,2-8,6% (Ahren, 2011). Dengan waktu paruh yang
lebih panjang, Exendin-4 dapat bertahan di dalam tubuh pasien selama 6-8 jam,
untuk itu pasien perlu mendapatkan injeksi Exendin-4 dua kali dalam sehari. Saat
ini peneliti sedang mengembangkan Ex-4 dalam kemasan biodegradable polymer
untuk memperpanjang masa pelepasan Ex-4 sehingga pemberian injeksi dapat
dilakukan satu kali dalam satu minggu.
Ex-4 dapat berikatan dengan GLP-1R dan mengaktivasi fungsi GLP-1R
dengan baik, bahkan dengan afinitas yang lebih besar dari GLP-1 (Maturana et al,
2003)). Hormon Ex-4 diperoleh dari kelenjar ludah kadal Heloderma suspectum,
kadal ini mensekresikan Ex-4 beberapa saat setelah menggigit mangsanya. Rantai
Ex-4 lebih panjang daripada GLP-1, yaitu terdiri dari 39 asam amino dan 50% dari
rantai asam amino Ex-4 beririsan dengan rantai GLP-1. Struktur molekul hampir
menyerupai GLP-1 dengan tambahan 9 residu pada rantai C-terminus (Neidigh et
al, 2001) dengan susunan sebagai berikut: Histidina (His/H1) - Glisina (Gly/G2) Asam Glutamat (Glu/E3) - Glisina (Gly/G4) - Treonina (Thr/T5) - Fenilalanina
(Phe/F6) - Treonina (Thr/T7) – Serina (Ser/S8)- Asam Aspartat (Asp/D9 ) - Leusina
(Leu/L10) - Serina (Ser/S11) - Lisina (Lys/K12) – Glutamina (Gln/Q13) –
Metionina (Met/M14) - Asam Glutamat (Glu/E15) - Asam Glutamat (Glu/E16) –
Asam Glutamat (Glu/E17) - Alanina (Ala/A18) - Valina (Val/V19) – Arginina
(Arg/R20) - Leusina (Leu/L21) - Fenilalanina (Phe/F22) - Isoleusina (Ile/I23) Alanina (Ala/A24)- Triptofan (Trp/W25) – Leusina (Leu/26L) – Lisina (Lys/K27)
– Asparagina (Asn/N28) - Glisina (Gly/G29) - Glisina (Gly/G30) – Prolina
(Pro/P31) - Serina (Ser/S32) - Serina (Ser/S33) - Glisina (Gly/G34) - Alanina
(Ala/A35) - Prolina (Pro/P36) - Prolin (Pro/P37) - Prolin (Pro/P38) - Serin
(Ser/S39). Struktur molekul Ex-4 dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2. Hasil visualisasi VMD 1.9.1 terhadap struktur protein Exendin-4

8
Rantai asam amino liraglutide, analog yang lain dari GLP-1, 95% sama
dengan GLP1 dengan penggantian asam amino L28 menjadi Arginina, penambahan
asam amino Glysin pada C-terminus Arginina dan penambahan asam lemak C-16
pada residu ke-26 (Russel-Jones, 2008). Keberadaan asam lemak ini cukup
signifikan karena mengakibatkan liraglutide dapat membentuk ikatan kovalen
dengan albumin. Hal ini menyebabkan liraglutide tidak mudah terdegradasi oleh
enzim DPP IV dapat bertahan lebih lama dalam sistem pencernaan (Ahren, 2011).
Liraglutide dapat bertahan selama 11-15 jam di dalam sistem pencernaan, lebih
lanjut Knudsen et al (2000) memvariasikan posisi ikatan asam lemak ini sehingga
waktu paruhnya dapat mencapai 20 jam. Madsen et al (2007) memvariasikan
panjang asam lemak dari C10 – C18 dan menemukan bahwa penambahan asam
lemak C18 dapat memperpanjang waktu paruh menjadi 21 jam, namun mengurangi
ikatannya dengan GLP-1 reseptor. Susunan asam amino liraglutide adalah sebagai
berikut: Histidina (His/H7) - Alanina (Ala/A8) - Asam Glutamat (Glu/E9) - Glisina
(Gly/G10) - Treonina (Thr/T11) - Fenilalanina (Phe/F12) - Treonina (Thr/T13) –
Serina (Ser/S14)- Asam Aspartat (Asp/D15) - Valina (Val/V16) - Serina (Ser/S17)
- Serina (Ser/S18) – Tirosina (Tyr/Y19) – Leusina (Leu/L20) - Asam Glutamat
(Glu/E21) - Glisina (Gly/G22) – Glutamina (Gln/Q23) - Alanina (Ala/A24) Alanina (Ala/A25) – Lisina (Lys/K26) - Glutamina (Gln/Q27) - Fenilalanina
(Phe/F28) - Isoleusina (Ile/I29) - Alanina (Ala/A30)- Triptofan (Trp/W31) –
Leusina (Leu/L32) – Valina (Val/V33) - Arginina (Arg/R34) - Glisina (Gly/G35) –
Arginina (Arg/R36) - Glisina (Gly/G37). Struktur molekul liraglutide dapat dilihat
pada gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3. Hasil visualisasi VMD 1.9.1 terhadap struktur protein liraglutide
Hasil uji klinis pada pasien penderita DM tipe II yang mendapatkan
pengobatan liraglutide selama 6 bulan menunjukkan penurunan kadar HbA1c antara
1,1 – 1,5% dari 8,2 -8,5% (Russel-Jones, 2009). Pengujian in vivo pada tikus
menunjukkan bahwa penggunaan liraglutide dalam jangka panjang dapat memicu
resiko munculnya tumor sel tiroid, namun kasus ini tidak muncul dalam pengujian
pada manusia. Namun untuk sebagai antisipasi, obat ini tidak disarankan digunakan
oleh pasien DM tipe II yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker atau tumor
kelenjar tiroid.
Perbandingan struktur molekul GLP-19(7-36)amida, exenatide (bentuk
sintetik dari Ex-4) serta liraglutide dapat dilihat pada Gambar 4. Pada gambar di
bawah ini dapat dilihat bahwa 17 residu dari 39 residu pada exenatide beririsan
dengan residu pada GLP-1. Sedangkan pada liraglutide, 29 residu dari 30 residu
pada protein ini beririsan dengan GLP-1. Kemiripan ini menyebabkan exenatide
dan juga liraglutide dapat berikatan dengan GLP-1 reseptor sama baiknya dengan
protein hormon GLP-1.

9

Gambar 2.4. Perbandingan struktur protein GLP1, exenatide dan liraglutide
(Drucker and Nauck, 2006)
Di samping membandingkan struktur molekul protein GLP1, exenatide dan
liraglutide seperti terlihat di atas, Drucker dan Nauck juga melakukan inventarisasi
fungsi-fungsi biologis dari protein protein GLP1, exendin-4 dan liraglutide seperti
disajikan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa baik GLP1,
exenatide dan liraglutide berdasarkan hasil uji invivo mampu menjalankan fungsi
dengan sama baiknya. Beberapa hal yan menjadi pertimbangan dalam pemilihan
obat yang akan digunakan antara lain, metode deliveri obat, dosis penggunaan, efek
samping dari masing-masing obat dan tentu saja harga.
Tabel 2.1. Perbandingan fungsi biologis protein GLP1, exenatide dan liraglutide
Fungsi Biologis pada
penderita DM tipe II
Merangsang sekresi insulin
Peningkatan sekresi insulin
setelah makan
Meningkatkan aktivitas incretin
Menekan sekresi glucagon
Meningkatkan sekresi glucagon
pada saat kadar glucosa dalam
plasma rendah
Meningkatan pembentukan
proinsulin
Meningkatkan massa sel β pada
pankreas
Menghambat apoptosis sel β
Memperlambat pengosongan
lambung
Menekan nafsu makan
Menurunkan berat badan

GLP-1
(wild type)

Exenatide

Liraglutide




















































Sumber : Drucker and Nauck, 2006

10

GLP-1 Receptor
GLP-1R adalah protein transmembran yang termasuk dalam protein kelas B,
di mana protein-protein lain dalam kelas ini juga berfungsi sebagai reseptor bagi
glukagon, GLP-2 dan GIP (gastric inhibitory polypeptide). Pada manusia dan
binatang pengerat, GLP-1R ditemukan pada beragam jaringan antara lain: pankreas,
paru-paru, jantung, ginjal, lambung, usus, kulit dan beberapa area di hipotalamus
dan batang otak (Baggio dan Drucker, 2008). Aktivasi GLP-1R oleh GLP-1
memicu aktivasi kerja adenylate cyclase dan produksi cAMP. Selanjutnya cAMP
mengaktifkan protein kinase A serta Epac 1 dan 2 yang berujung pada stimulus
sekresi insulin.
Struktur molekul GLP-1R terdiri dari 463 asam amino, namun yang paling
berperan dalam proses ikatan dengan ligannya adalah area N-terminal domain
(NTD) yang terletak pada bagian ekstraselular dan tersusun dari 100 – 150 asam
amino (Mann et al, 2010). Afinitas antara protein ligand dengan GLP-1R akan
lebih baik apabila berikatan dengan molekul GLP-1R utuh, namun justru di area
NTD inilah terdapat perbedaan interaksi antara GLP-1R dengan GLP-1 dan
glucagon (Runge et al, 2008). Perbedaan ini menjadi penting karena interaksi
dengan kedua protein ini menghasilkan efek yang berbeda, interaksi GLP-1R
dengna GLP-1 akan merangsang sekresi insulin sementara interaksi GLP-1R
dengan glucagon justru akan merangsang sekresi glukosa. Struktur molekul NTD
dari GLP-1R dapat dilihat pada gambar 5. NTD dari GLP-1R berinteraksi dengan
C-terminal dari protein ligand dalam hal ini GLP-1 menghasilkan ikatan dengan
afinitas yang rendah (Coopman et al, 2011). Sedangkan interaksi NTD dari GLP1R dengan C-terminal dari protein ligand exendin-4 menghasilkan ikatan dengan
afinitas yang lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena struktur sekunder αheliks pada exendin-4 lebih stabil dibandingkan dengan struktur sekunder α- heliks
GLP-1 yang merupakan gabungan dari 2 segmen α- heliks.

Gambar 2.5. Struktur molekul N-terminal domain dari protein trans-membran
GLP-1R

11
Bagian protein ligan GLP-1 yang paling berperan dalam proses penambatan
pada GLP-1R adalah area C-terminal (Drucker, 2001). Hal ini dibuktikan dengan
percobaan penghilangan area ini menyebabkan GLP-1 tidak dapat mengenali GLP1R, sehingga tidak terjadi sekresi insulin. Di samping itu residu alanina sangat
berperan dalam menstabilkan ikatan yang dibuktikan dengan penggantian residu
alanina menyebabkan reseptor kehilangan afinitasnya. Sementara itu penelitian
terhadap afinitas ikatan antara GLP-1 dengan NTD dari GLP-1R dan exendin-4
dengan NTD dari GLP-1R menunjukkan bahwa keduanya dapat melakukan ikatan
dengan afinitas yang sama, namun afinitas ikatan exendin-4 dengan GLP-1R dapat
ditingkatkan dengam mengganti residu 32 dengan serina dan residu 68 pada GLP1R dengan asam aspartat (Nasr, 2010). Hal ini dikarenakan adanya ikatan hidrogen
antara S32 dengan D68 pada GLP-1R (Mann et al, 2010).

12

3 METODE

Bahan
Keseluruhan prosedur pada penelitian ini akan menggunakan protein hormon
GLP-1 dengan PDB ID: 1D0R (Chang et al, 2001), exenatide dengan PDB ID: 1JRJ
(Neidigh et al, 2001) dan liraglutide dengan PDB ID: 4APD (Steensgaard et al,
2003), serta protein trans-membran GLP-1R diambil dari struktur protein dengan
PDB ID: 3C59 (Runge et al, 2008). Data-data mengenai protein diperoleh dari
Protein Data Bank (www.rscb.com) dalam bentuk file .pdb yang berisi data-data
meliputi: nama molekul, nama residu, identitas residu, hirarki struktur protein,
koordinat molekul, temperature dan identitas segmen.

Alat
Penelitian ini menggunakan perangkat keras berupa alat tulis kantor,
notebook dengan spesifikasi prosesor icore-7, memori RAM 4 GB, sistem operasi
Windows 8.1 dari Hewlett Packard. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan
adalah program NAMD (Not just Another Molecular Dynamics) versi 2.9 yang
dikembangkan oleh Theoritical Biophysics Group, University of Illinois dan
Beckman Institute untuk melakukan simulasi dinamika molekul (Phillips et al,
2005). Program VMD (Visual Molecular Dynamics) versi 1.9.1, yang juga
dikembangkan oleh Theoritical Biophysics Group, University of Illinois dan
Beckman Institute untuk melihat visualisasi dinamika molekul (Humphrey et al,
1996). Analisis hasil simulasi NAMD juga dilakukan dengan VMD 1.9.1.
Prosedur penambatan protein hormon pada protein trans-membran dilakukan
dengan menggunakan server ZDOCK 3.0.2 yang dijalankan oleh University of
Massachussetts. Program algorithma penambatan ZDOCK terbukti menunjukkan
performa yang kompetitif dalam memprediksi formasi penambatan dengan
menghasilkan rata-rata 52 hit atau 52 hasil yang mendekati struktur asli untuk setiap
percobaan penambatan dibandingkan program algoritma penambatan yang lain
(Chen dan Weng, 2002).

Metode
Tahap pertama, persiapan molekul protein dilakukan dengan mengunduh data
protein hormon dan protein trans-membran dari Protein Data Bank dalam format
.pdb. File protein hormone dalam format .pdb yang sudah diunduh kemudian diatur
dengan menggunakan program VMD. Pengaturan yang dilakukan antara lain
adalah: menentukan satu frame, menghilangkan atom hydrogen dari dalam system,
dan kemudian menggeser pusat koordinat ke titik pusat (0, 0, 0). Selanjutnya
membuat protein structure file dalam format .psf. Proses ini menggunakan
automatic psf builder atau psfgen. Hasil dari proses ini adalah file -psf.psf dan psf.pdb yang berisi informasi mengenai atom, ikatan, sudut, dan dihedral. Datadata mengenai koordinat, kecepatan dan force field parameter tidak tersedia dalam

13
file .psf ini. Prosedur preparasi dilanjutkan dengan menempatkan protein dalam
kotak air dengan dimensi sesuai dimensi protein yaitu berukuran 12Å lebih besar
ukuran molekul. Air berperan sebagai media pelarut dan jumlah selalu tetap. Hasil
yang dihasilkan dari proses ini adalah file dalam format –solvent.psf dan
solvent.pdb. Terakhir sebelum dilakukan simulasi, molekul harus distabilkan dan
dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan perlu dilakukan karena molekul yang
dilarutkan masih mengandung ion-ion dari residu polar. Proses ini menghasilkan
file dengan format –ion.pdb atau -ion.psf.
Tahapan berikutnya adalah melakukan prosedur penambatan protein hormon
pada protein trans-membran dengan menggunakan prosedur dalam server ZDOCK
(Kirkpatrik et al, 2012). Dari hasil penambatan didapatkan masing-masing 10
formasi yang berbeda dalam bentuk file .pdb. Hasil setiap formasi kemudian
dianalisis dengan VMD untuk melihat binding site serta residu-residu baik dari
protein hormon sebagai ligand maupun protein trans-membran sebagai reseptor
yang berperan dalam menjalin interaksi. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi
pasangan residu yang berada pada jarak 2,5 Å. Hasil dari analisa dari kesepuluh
formasi docking tersebut kemudian dibandingkan untuk diidentifikasi residu-residu
yang paling aktif dengan melihat residu-residu dari ligand dan reseptor yang paling
sering menjalin interaksi. Tahapan berikutnya adalah memilih satu formasi yang
memiliki residu aktif paling banyak dibandingkan formasi lainnya.
File .pdb dari formasi yang dianggap paling favorable kemudian dipersiapkan
untuk prosedur simulasi dinamika molekul dengan menjalani prosedur preparasi
seperti di atas namun pemanasan dilakukan sampai 310K, yaitu suhu fisiologis
tubuh manusia. Selanjutnya dilakukan prosedur anealing atau pemanasan dengan
simulasi dinamika molekul pada formasi hasil penambatan selama masing-masing
20ns (Kirkpatrik et al, 2012).

Analisis Data
Hasil docking dalam format file.pdb akan dianalisis dengan menggunakan
program VMD. Kesepuluh hasil docking dari masing-masing pasangan akan
diidentifikasi residu yang berjarak kurang dari 2,5Å. Sebagai pembanding jarak
ikatan jembatan garam 3,2Å, pertimbangan diambil jarak 2,5Å adalah untuk
mendapatkan pasangan interaksi yang memiliki interaksi lebih kuat dari interaksi
jembatan garam untuk mengidentifikasi titik penambatan atau binding site.
Pasangan residu dalam jarak kurang dari 2,5Å dari setiap hasil penambatan di
analisis dan dipilih residu yang paling aktif atau paling banyak melakukan interaksi
pada 10 hasil penambatan. Interaksi ini selanjutnya diidentifikasi sebagai interaksi
polar, hidrofobik atau merupakan jembatan garam. Residu yang paling banyak
melakukan interaksi pada kesepuluh hasil penambatan dianggap sebagai residu
aktif. Selanjutnya dipilih formasi penambatan yang memiliki jumlah pasangan
residu aktif paling banyak.
Hasil simulasi dalam format md.dcd akan dianalisis dengan menggunakan
program VMD. Untuk melihat kestabilan interaksi melalui analisis beberapa
parameter. Parameter yang pertama adalah jarak antara residu dalam setiap
pasangan selama trajectory. Interaksi elektrostatik adalah interaksi antara dua atom
bermuatan q1 dan q2 yang berada pada jarak rij. Atom yang bermuatan sama akan

14
saling menolak dan atom yang berlawanan muatannya akan saling tarik menarik.
Interaksi elektrostatik dapat digambarkan secara sederhana dengan hukum
Coulomb sebagai berikut:
Vc =
(3.1)


dimana ε adalah konstanta dielektrik dari medium. Dalam simulasi dinamika
molekul, gaya elektrostatik diperhitungkan dengan metode Particle Mesh Ewald
(Phillips et al, 2005).
Gaya van der Waals adalah jumlah gaya tarik menarik atau tolak menolak
antar molekul atau antar bagian dalam molekul yang sama. Dalam simulasi
dinamika molekul, interaksi van der Waals diperhitungkan dengan menggunakan
persamaan Lennard-Jones 6-12 sebagai berikut:


12
6
]
(3.2)
VLJ = 4εij [

Potensial Lennard-Jones hanya terdiri dari dua parameter, diameter tumbukan σij
(jarak dimana energi sama dengan nol) dan kedalaman εij. Bagian tarik menarik
diberikan proporsi r-6 dan bagian yang tolak menolak diberikan proporsi r-12 (Kar,
2010).
Selain parameter-parameter di atas, parameter lain yang menjadi indikasi
kestabilan molekul adalah RMSD (Root Mean Square Deviation), jembatan garam,
perubahan native contact dan perubahan struktur sekunder. RMSD dari struktur
suatu protein adalah akar dari rata-rata kuadrat jarak atom tertentu (�
⃗⃗⃗� ) terhadap
satu atom koordinat yang menjadi acuan ( ⃗⃗⃗⃗
�� ). Biasanya yang diukur bukan
keseluruhan atom tapi hanya atom backbone atau atom C-α saja. RMSD dapat
diukur dengan persamaan berikut:
⃗⃗⃗⃗�
�� − �
RMSD = √ ∑�= ⃗⃗⃗


2

(3.3)

Struktur x memiliki jarak tertentu terhadap atom acuan x0, setelah prosedur simulasi
selama t, xt mengalami pergeseran atau deviasi. RMSD sebesar 2 – 3 Å disebabkan
oleh perubahan suhu, apabila RMSD bernilai lebih besar dari 3 Å, maka dapat
disimpulkan telah terjadi perubahan konformasi struktur molekul (Stumpe, 2007).
Pada penelitian ini RMSD sebesar lebih dari 2,5 Å dianggap sudah terjadi
perubahan struktur, hal ini mengacu pada pedoman algoritma docking dimana
struktur docking dianggap sebagai hit (memiliki kemiripan dengan struktur asli)
apabila nilai RMSD kurang dari 2,5 Å (Cheng dan Weng, 2002).
Jembatan garam adalah interaksi antara residu-residu yang bermuatan
positif dan negatif dengan jarak kurang dari 3,2 Å pada protein dalam hal ini protein
reseptor dan protein ligand. Residu-residu pada protein dikatakan memiliki native
contact apabila jarak pasangan atom terdekat tidak lebih dari 0,4 nm (Stumpe, 2007).
Perubahan struktur sekunder menjadi parameter kestabilan protein karena
menggambarkan fluktuasi struktur sekunder selama prosedur simulasi. Dalam hal
ini struktur sekunder yang menjadi acuan telah terjadinya perubahan konformasi
protein adalah heliks, β-sheet dan turn (Stumpe, 2007). Perubahan pada random
coil dan bend belum dianggap sebagai perubahan konformasi protein.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan dalam dua tahap; tahapan pertama adalah penambatan
antara protein hormon GLP-1 (PDB ID: 1D0R) dan analognya yaitu exenatide
(PDB ID: 1JRJ) dan liraglutide (PDB ID: 4APD) dengan protein trans-membran
GLP-1R (PDB ID: 3C59). Hasil penambatan GLP-1 dengan GLP-1R, exenatide
dengan GLP-1R dan liraglutide dengan GLP-1R dianalisis dan dipilih satu formasi
penambatan dari masing-masing pasangan untuk dilakukan tahapan berikutnya.
Tahapan kedua, simulasi dinamika molekul dengan masing-masing hasil
penambatan yang terpilih pada suhu 310K.
Proses penambatan protein dengan server ZDOCK 3.0.2 dari masing-masing
pasangan protein menghasilkan 10 formasi penambatan, sehingga secara
keseluruhan didapatkan 30 hasil formasi penambatan. Simulasi dinamika molekul
dengan NAMD 2.9 dilakukan hanya pada formasi penambatan yang terpilih dari
masing-masing pasangan, sehingga diperoleh 3 hasil simulasi dinamika molekul
untuk dianalisis.
Analisis hasil penambatan
Setelah dilakukan proses penambatan protein hormon GLP-1, exenatide dan
liraglutide terhadap protein trans-membran GLP-1R, diperoleh 10 formasi
penambatan untuk masing-masing pasangan protein hormon dan protein transmembran. Selanjutnya dilakukan identifikasi asam amino yang menjalin interaksi
dari masing-masing formasi penambatan dengan menggunakan analisis dan
visualisasi VMD. Hasil identifikasi ini kemudian digunakan untuk memilih satu
formasi yang memiliki pasangan asam amino aktif paling banyak untuk selanjutnya
dilakukan pengujian terhadap kestabilan interaksi dengan NAMD.
Protein hormon GLP-1 adalah protein yang dihasilkan oleh tubuh manusia
dalam sel epitel usus halus. GLP-1 berperan sebagai regulator dalam sekresi insulin
oleh pankreas. Protein GLP-1 berikatan dengan protein GLP-1R pada membran
pankreas untuk selanjutnya bekerja merangsang pembentukan insulin. Mengingat
protein hormon GLP-1 adalah hormon alami yang dihasilkan oleh tubuh, maka
protein ini dianggap sebagai protein wild type. Formasi hasil penambatan antara
protein hormon GLP-1 dengan protein trans-membran GLP-1R diberi label WR1
(wild type – reseptor), WR2 dan seterusnya sampai WR10. Perbedaan antara kesepuluh formasi penambatan yang diamati terdapat pada perbedaan binding site
atau lokasi penambatan pada protein reseptor GLP-1R dan juga perbedaan residu
pada protein hormon GLP-1 yang berinteraksi atau menempel pada reseptor.
Perbedaan lokasi penambatan dan juga residu protein hormon GLP-1 yang
menambat menghasilkan formasi penambatan yang berbeda-beda (Gambar 4.1).
Analisis lebih lanjut terhadap setiap formasi penambatan diperoleh beberapa
pasangan residu dari protein GLP-1 dan protein GLP-1R yang melakukan interaksi
(tabel 4.1).
Analisis ke-10 hasil penambatan antara GLP-1 dan GLP-1R menunjukkan
bahwa rata-rata terdapat 7,3 pasangan interaksi dengan rata-rata jarak terdekat
setiap pasangan 2,0067 Å. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa asam amino
pada protein hormon yang aktif melakukan interaksi adalah L14, Q17, A18 dan F22

16
dengan muncul pada 6 formasi penambatan, sedangkan E21 dan W25 muncul pada
5 formasi penambatan. Residu E15 dan R30 dapat dikatakan memiliki keaktifan
menengah karena dapat ditemukan di 4 formasi penambatan. Asam amino pada
protein trans-membran GLP-1R yang paling aktif melakukan interaksi adalah
W120 dengan muncul pada 6 formasi penambatan, F80 muncul pada 5 formasi
penambatan dan Y101 muncul pada 4 formasi penambatan. Selanjutnya F103 dan
L111 muncul pada 3 formasi penambatan. Berdasarkan hasil ini, dapat dilihat
bahwa formasi penambatan WR1 memiliki paling banyak pasangan asam amino
aktif dibandingkan dengan formasi yang lain.
WR1

WR2

WR3

WR4

WR5

WR6

WR7

WR8

WR9

WR10

Gambar 4.1 Formasi hasil penambatan GLP-1 (merah) dengan GLP-1R (biru)
Tabel 4.1 Analisis hasil penambatan protein hormon GLP-1 dengan GLP-1R
WR1
L14-Y101
Q17-F80
Q17-W120
A18-F103
A18-F80
E21-L111
F22-F103
R30-L111

WR2
WR3
L14-V81 E15-R48*
L14-N82 E15-R44*
Q17-P73 A18-Q45
A18-H99 I23-D53
F22-P96
W25-C71
G29-W87 W25-Y42
R30-W87 L26-P73
L26-C71
G29-S84

WR4
WR5
WR6
WR7
WR8
WR9
WR10
L14-W120 Y13-F80
F6-V81
L14-F80
E21-Q68 S11-W120 L14-N82
Q17-Y101 L14-F103 F6-Y101 E15-K113* W25-P90 E15-R121 E15-F80
Q17-W120 G29-Q89 W25-T35 Q17-E125
A18-E125 Q17-F80
D9-F80
E21-Q125 Q17-W120 V10-F80 Q17-D122 R30-Y69 K28-L32 Q17-Y101
E21-E125 E21-R121* Y13-F103 A18-W120
G29-L32 A18-F80
E21-W120
F22-S124 F22-Q112 Y13-L111 F22-S117
F24-S124 F22-S116 L14-G78 L26-N115
E21-D122
W25-K130 W25-L118
F22-L111
F22-W120
R30-S94
Rata-rata jumlah pasangan interaksi = 7,3
Rata-rata jarak terdekat setiap pasangan = 2,0067 Å
Catatan: asam amino di sebelah kiri dari masing-masing pasangan berasal dari protein GLP-1 dan asam amino sebelah kanan
dari protein GLP-1R, interaksi hidrofobik (tanpa label), interaksi polar (garis b