Manfaat Tepung Daun Kemuning (Muraya paniculata [L.] Jack) dalam Menekan lnfestasi Cacing Saluran Pencernaan Kambing PE

I
MANFAAT TEPUNG DAUN KEMUNING (Murrrayapaniculata
IL.) Jack) DALAM MENEKAN INFESTASI CACING
SALURAN PENCERNAAN KAMBING PE

GRESY EVA TRESIA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

-----------------------

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Oengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul manfaat tepung daun
kemuning (Muraya panikulata [L.] Jack) dalam menekan infestasi cacing saluran
pencemaan kambing PE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Oaftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Oengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
lnstitut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Gresy Eva Tresia
NLM 024110047

ABSTRAK
GRESY EVA TRESIA. Manfaat Tepung Daun Kemuning (Muraya panicu/ata
[L.] Jack) dalam Menekan Infestasi Cacing Saluran Pencemaan Kambing PE.
Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan EVA HARLINA.
Nematodiasis merupakan salah satu kendala dalam mencapai produktivitas
susu yang optimal. Daun Kemuning (Muraya panicu/ata [L.] Jack) adalah herbal
dengan kandungan senyawa aktif yang memiliki aktivitas anthelmintik. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh feed additive tepung daun kemuning
sebagai anticacing dalam saluran pencemaan. Penelitian terdiri atas RO (kontrol),
R 1 (konsentrat mengandung 10% ampas kurma dan tepung daun kemuning 1%),

R2 (konsentrat mengandung 20% ampas kurma dan tepung daun kemuning 1%).
Sembilan ekor kambing Peranakan Etawah laktasi dengan rataan bobot bad an
56.5±7.3 Kg, laktasi 1-4 kali dan produksi susu 849±168 mL hari-' ,
dikelompokkan secara acak ke dalam 3 kelompok dan setiap perlakuan 3 ulangan.
Data dianalisis dengan sidik ragam (AN OVA). Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap TTGT, performa temak
(konsumsi, kecemaan, dan PBBH) dan respon fisiologis (denyut jantung,
frekuensi nafas dan suhu rektal) temak. Daun kemuning memiliki potensi sebagai
obat cacing dengan bekerja lebih baik dalam menekan perkembangan telur cacing
Trichuris sp.dibanding Sirollgylid sp.
Kata kunci : anthelmintik, Muraya pallicu/ata, Strongylid sp., Trichuris sp.
ABSTRACT
GRESY EVA TRESIA. Benefit of Kemuning Leaves Meal (Muraya panicu/ata
[L.] Jack) to Suppress Gastrointestinal Parasites Infestation of PE Goat.
Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and EVA HARLINA.
Nematodiasis is one of the obstacles in achieving optimum milk
productivity. Kemuning leaves (Muraya panicu/ata [L.] Jack) is a herb with a
active compound has anthelmintik activity. The aim of this research was to study
the influence of kemuning leaves as anti parasites in the digestive tract. The
research consists of the RO (control), R I (concentrates containing of 10% Date

Fruit Waste (DFW) and kemuning leaves meal (1 %), R2 concentrate contains of
20% Date Fruit Waste (DFW) and kemuning leaves meal I %. Nine lactating
Etawah crossbred goats of 56.5±7.3 Kg body weight, number of calving of 1-4
times and average milk production 849±168 rnL day" , randomly grouped into 3
groups and each treatment 3 replicates. Data analyzed with analysis of variance
(ANOV A). The result showed that the treatment were not affected on
performance (feed intake, digestibility, ' and AD G), EPG and physiological
response (heart rate, rectal temperature and breath frequency). Kemuning leaves
have potential as anthelmintic and works better in suppressing the development of
eggs of Trichuris sp. parasites than Strongylid sp.
Key words: anthelmintic, Muraya paniculata, Strongylid sp., Trichuris sp.

MANFAAT TEPUNG DAUN KEMUNING (Murrrayapaniculata
IL.l Jack) DALAM MENEKAN INFESTASI CACING
SALURAN PENCERNAAN KAMBING PE

GRESY EVA TRESIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Petemakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Mセ

Judul Skripsi

Nama
NlM

Manfaat Tepung Daun Kemuning (Muraya paniculata [L.] Jack)
dalam Menekan lnfestasi Cacing Saluran Pencernaan Kambing
PE

Gresy Eva Tresia
024110047

Disetujui oleh

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc
Pembimbing I

Tanggal Lulus :

0 B MAY 2015

Dr drh Eva Harlina, MSi
Pembimbing II

---

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2014 ini
adalah Manfaat Tepung Daun Kemuning (Mllraya paniclilata [L.] Jack) dalam
Menekan Infestasi Cacing Saluran Pencemaan Kambing PE.
Parasit cacing khususnya nematoda pada saluran pencemaan merupakan
salah satu kendala dalam mencapai produksi susu yang optimal di iklim tropis.
Modus penggunaan obat cacing menimbulkan resistensi, sebingga upaya
mencegah dan menanggulanginya adalah dengan perbaikan nutrisi yang
bermanfaat mempertahankan imunitas dan penggunaan herbal lokal sebagai anticacing. Penulis memilih daun kemuning karena terbukti telah menurunkan infeksi
cacing, dan diharapkan juga dapat mengurangi kecacingan pad a temak lebih baik
pada tingkat pemberian yang lebih tinggi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa mendatang. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan infonnasi baru dalam dunia pctemakan dan
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

Gresy Eva Tresia


DAFTARISI
DAFTAR TABEL

Xli

DAFTAR GAMBAR

Xli

DAFTAR LAMPlRAN

Xli

PENDAHULUAN
METODE

I

Bahan


I

Aid

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Prosedur

3

Pemeliharaan

3

Pertambahan Bobot Badan


3

Pengambilan F eses

3

Penghitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT)

3

Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik

4

Kecemaan Bahan Kering dan Bahan Organik

4

Respon Fisiologis


4

Rancangan dan Analisis Data

5

pセョ@

5

Rancangan Percobaan

5

Peubah yang diamati

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Konsumsi, Kecemaan, dan
Pertambahan Bobot Badan Harian

5

Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Telur Tiap Gram Tinja
(TTGT) dan Fecal Egg Count Reduction (FECR)

7

Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Respon Fisiologis (Denyut
Jantung, Frekuensi Napas dan Suhu Rektal)
SlMPULAN DAN SARAN

II
12

SimpuJan

12

Saran

12

DAFTARPUSTAKA

13

LAMPlRAN

16

RIWAYAT HIDUP

20

UCAP AN TERlMA KASIH

20

DAFTAR TABEL
I Susunan Ransum Basal (%BK)
2 Komposisi Nutrien Ransum (%BK)
3 Rataan Konsumsi Ransum, Kecemaan, PBBH Kambing PE Laktasi
4 Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) Strongylid sp.
5 Fecal Egg Count Reduction (FECR)
6 Respon Fisiologis
7 Suhu dan Kelembapan Mikroklimat Kandang

2
2
6
8
8
II
12

DAFTAR GAMBAR
I Fecal Egg Count Reduction (FECR)
2 Persamaan Regresi Perlakuan RI
3 Persamaan Regresi Perlakuan R2

9
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
I Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu
2 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu
3 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu
4 Hasil anal isis ragamjumlah telur cacing minggu
5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu
6 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu
7 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering
8 Hasil anal isis ragam konsumsi bahan organik
9 Hasil analisis ragam kecemaan bahan kering
10 Hasil analisis ragam PBBH
II Hasil analisis ragam denyut jantung pagi
12 Hasil analisis ragam denyut jantung sore
13 Hasil analisis ragam frekuensi napas pagi
14 Hasil analisis ragam frekuensi napas sore
15 Hasil analisis ragam suhu rektal pagi
16 Hasil anal isis ragam suhu rektal sore
17 Korelasi dengan total telur cacing di feses

ke-O
ke-I
ke-2
ke-3
ke-4
ke-5

16
16
16
16
16
17
17
17
17
17

18
18
18
18
18
18
19

PENDAHULUAN
Populasi penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan kesadaran
terhadap pentingnya pemenuhan gizi protein hewani menyebabkan permintaan
produk asal temak terus meningkat. Salah satu prod uk asal temak yang
permintaannya tinggi adalah susu kambing yang berasal dari kambing perah. Oleh
karena itu perlu peningkatan usaha temak kambing perah melalui peningkatan
kualitas dan kuantitas pakan serta manajemen kesehatan terpadu. Di Indonesia,
kambing perah yang telah banyak dipelihara adalah kambing Peranakan Etawah
(PE) yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis.
Produktivitas susu kambing PE berkisar 0.5-2 L eko(lhari- 1 (Sutama 20 II).
Perrnasalahan yang sering dihadapi temak ruminansia kecil yang dapat
menghambat produktivitas diantaranya penyakit kecacingan. Prevalensi
kecacingan pada ternak kambing dan domba di Jawa 8arat sekitar 80%, dengan
derajat infestasi yang cukup tinggi terutama pada musim hujan (8eriajaya dan
Stevenson 1986). Penyakit kecacingan menyebabkan menurunnya performa
temak, menurunkan produktivitas susu temak kambing sebesar 6.25%-21.5%
seltingga mengakibatkan kerugian ekonomi (Maichimo et at. 2004; Alberti et at.
2012; Chartier dan Hoste 1997). Penggunaan obat cacing sintetis untuk
pengendalian infestasi cacing telah lama digunakan, namun penggunaan dalam
jangka waktu lama dapat mengakibatkan resistensi (8eriajaya dan Ahmad 2002).
Oleh karena itu perlu altematif obat cacing yang berkeIja efektif menekan
kelangsungan hidup cacing, harga yang ekonomis serta aplikasi yang sederhana.
Tanaman herbal yang mengandung flavonoid, tannin dan alkaloid dapat
dimanfaatkan sebagai anthelmintik, salah satunya adalah kemuning. Kemuning
(Murraya paniculata [L.] Jack) termasuk kelas Magnoliopsida, ordo Geraniales,
famili Rutaceae, genus Murraya. Daun kemuning telah terbukti dapat
menurunkan telur cacing sebesar 29.26% pada minggu kedua pemberian tepung
daun kemuning 0.7% (Winarmi 2014). Daun kemuning mengandung tannin,
flavanoid, alkaloid dan triterpenoid (Harmanto 2005). Ekstrak tannin dapat
memutus siklus hidup cacing nematoda saluran pencemaan dengan menghambat
penetasan dan perkembangan larva infektif (Min dan Hart 2003). Flavonoid
berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan serta dapat meningkatkan keIja
sistem imun (Ralunan 2008). Limbah produksi ekstrak kurma yaitu ampas kurma
banyak mengandung flavonoid (Yuniarti 2013). Penelitian ini bertujuan
mempelajari efek tepung daun kemuning dalam ransurn berbasis ampas kurma
terhadap kecacingan pada kambing perah Peranakan Etawah.

METODE
Bahan
Penelitian ini menggunakan induk kambing Peranakan Etawah (PE) laktasi
sebanyak 9 ekor, dengan periode laktasi ke-l hingga ke-4. Rataan bobot badan
56.5±7.3 Kg dan produksi susu 849±168 mL. Ransum perlakuan terdiri atas 35%

hijauan dan 65% konsentrat. Ransum memiliki keseimbangan protein dan energi,
dengan pemberian tepung daun kemuning dan level ampas kunna berbeda.
Komposisi pakan ransum disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum
penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Komposisi pakan (%BK)
Perlakuan
Babanpakan
RO
RI
25 .00
25.00
Rumput gajah
10.00
10.00
Pellet Indigo/era sp.
0.00
10.00
Ampas kurma
Ampas tempe
42.00
31.00
15.68
16.36
Bungkil kelapa
0.55
Premix
0.52
5.23
5.45
Dedak padi
Dicalsium phosphate
0.52
0.55
1.09
1.05
C aC03
Tepungdaun
0.00
1.00
kemuning' )

R2

25.00
10.00
20.00
24.00
18.85
0.54
0.00
0.54
1.08
1.00

RO: kontrol , Rl : ran sum de nga n konsentrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning, R2:
ransum dengan ko nsentrat 20% ampas kurma -I- tepung daun kemuning; $)Tepung daun kemuning:
1 % dari BK konsentrat.

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian (%BK)
Perlakuan
Kandungan Nutrien
RO
RI
R2
Berat keringl
43.84
44.61
42.46
Abu I
8.56
7.97
8.56
l
Lemak kasar
5.17
5.07
4.51
l
Protein kasar
13 .75
14.13
13.93
l
Serat kasar
26.54
25.80
28.64
2
BETN
46.24
47.69
44.08
3
TDN
59.65
57.75
59.21
RO : kontrol , Rl : ransum dengan konsentrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning, R2:
ransum dengan konsentrat 20% ampas kurma + tepung daun kemuning; I Hasil analisis

Laboratorium Sumberdaya Haya li dan Bioteknologi PAU IPB (2014), ' Berd asarkan perhitungan
(%)BETN = (%)BK[(%)Abu+(%)LK +(%)PK+(%)SK], ' TON = 37.937(1.018 (SK))4.886(LK)+
0. 173(betaN)+ 1.042(pK)+0.0 15(SK)' -0.058(LK)'+0.008(SK)(beta-N)+0.11 9(LK)(beta-N)+0.038
(LK)(PK)+ 0.003(LK),(PK) (Hartadi ef al. 1980).

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain kandang individu ternak sistem
panggung yang dilengkapi tempat pakan dan minum, tennohigrometer digital, pita
ukur, stetoskop, cooling box, tabung reaksi, pipet, kamar hitung McMaster, gelas,
sentrifuge, saringan, mikroskop, tennometer rektal, timbangan digital kapasitas 7
Kg dan timbangan non digital kapasitas 5 Kg.

2

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Petemakan Cordero, Ciapus, Bogor.
Penghitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) dilakukan di Laboratorium
Helmintologi dan Parasitologi, Departemen !lmu dan Penyakit Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB, serta uji proksimat pakan dan feses di Laboratorium
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, PAU, IPB. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret hingga Juni 2014.
Prosedur
Pemeliharaan
Induk kambing dipelihara dalam kandang individu ukuran 2 m x 1.5 m,
dengan suhu 18-32.9 °C dan kelembaban 48%-99%. Pakan diberikan 3 kali
sehari pada jam 06.30, 14.00, dan 16.00 WlB, sedangkan air minum Ad libitum .
Konsentrat diberikan pada pagi dan siang hari, sedangkan rumput diberikan pada
sore hari. Lanla penelitian selama 39 hari.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot bad an harian (PBBH) diperoleh
badan akhir dengan bobot bad an awal. Bobot badan diperoleh
Lamboume, dengan mengukur panjang badan dan lingkar
dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB (sebelum
dengan dua kali pengulangan. Rumus yang digunakan yaitu:

dari selisih bobot
melalui pendugaan
dada. Pengukuran
pemberian pakan),

Robot badan (g) =

Lingkar dada (cm)2 x Panjang badan (cm)
10840

PBBH (g hari-I)

Bobot bad an akhir (g) - Bobot badan awal (g)
Lama pemeliharaan (hari)

=

x 1000

Pengambilan Sampel Feses
Sampel feses diambil sebelum dan sesudah perlakuan, setiap tujuh hari
sekali selama lima minggu. Sampel diambil langsung dari anus sebanyak ±4 g
eko(1 dan disimpan dalam cooling box untuk diperiksa di laboratorium.
Perhitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT)
Telur tiap gram tinja (TTGT) dihitung menggunakan metode McMaster
(Permin dan Hansen 1998). Dua gram tinja dilarutkan dalam 58 mL larutan
pengapung (gula garam jenuh), lalu dihomogenkan, dibiarkan selama 30 menit
dan disaring. Sebanyak 10 mL suspensi ditempatkan dalam tabung reaksi dan
disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm selama 5-7 menit. Sebayak 4 mL
supematan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster menggunakan pipet,
dengan volume 0.15 mL per kamar McMaster. Setelah dibiarkan selama 3-5
menit, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40-100x.
Rumus perhitungan jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) sebagai berikut:

3

TIGT

=

n
Vtotal
-x
bt Vhitung

Keterangan :
n

bt
Vtotal
Vhitung

jumlah telur eaeing dalam kamar hitung
berat tinja (g)
volume larutan pengapung + feses (mL)
volume eampuran yang dimasukkan dalam kamar hitung (mL)

Efikasi perlakuan diketahui dengan penurunan jumlah telur eaeing atau
fa ecal eggs counts reduction (FECR) dengan rumus:

FECR (%)
Keterangan:

KI
K2

=
=

=

(K2-KI)
[ K I ] x 100%

Rataanjumlah ttgt sebelum perlakuan
Rataan jumlah ttgt setelah perlakuan

Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik
Kosumsi pakan dieatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang
diberikan dan sisanya, dengan rumus:
Konsumsi Pakan (g BK) = Jumlah yang diberikan (g BK) - sisa pakan (g BK)
Konsumsi Pakan (g BO) = Jumlah yang diberikan (g BO) - sisa pakan (g BO)

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Koleksi feses dilakukan pada minggu terakhir penelitian, selama 6 hari
yaitu hari ke-34 sampai ke-39. Feses yang dihasilkan selama 24 jam ditimbang,
kemudian diambil 10% dari total feses sebagai sampel. Selanjutnya setiap sampel
dari tiap individu ternak dikomposit. Gabungan sampel diambil subsampel feses
(A) untuk analisis bahan kering dengan menggunakan rumus:
Keeernaan BK

BK vakan yang dikonsumsi - BK feses (gl
BK pakan yang dikonsumsi

x 100%

Keeernaan BO

BO vakan yang dikonsumsi - BO feses (g)
BO pakan yang dikonsumsi

x 100 %

Denyut Jantung, Frekuensi Napas dan Suhu Rektal
Pengukuran suhu rektal, frekuensi pemapasan (respirasi), dan frekuensi
denyut jantung dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi pada pUkul 06.00-07.30 WIB
dan sore pada pukul 14.30-16.00 WIB. Pengukuran sebelum perlakuan dilal..'Ukan
sebanyak tujuh kali, yaitu empat kali pagi dan tiga kali sore, sedangkan setelah
perlakuan diukur selama lima hari atau sepuluh kali. Pengukuran suhu rektal
menggunakan termometer klinis ke dalam rektum , frekuensi denyut jantung
dihitung dengan mendengarkan denyut melalui stetoskop pada bagian dada
sebelah kiri dekat jantung selama satu menit dan frekuensi pernafasan dihitung
dengan eara merasakan hembusan nafas kambing pada telapak tangan selama satu
menit.

4

Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuanfeed additive dengan dosis tepung daun kemuning 1.274 g Kg-I
88-1 (I % dari bahan kering konsentrat). Obat cacing yang diberikan berupa kaplet
Verm-O (Oxfendazole) produksi PT Sanbe. Pemberian obat cacing dilakukan satu
kali dalam bentuk oral saat sebelum diberlakukannya dengan ransum perJakuan
(minggu ke-O). Penelitian terdiri atas 3 perlakuan dengan 3 ulangan, dengan
rancangan sebagai berikut:
RO=Ransum basal + Oxfendazole 5 mg Kg-I 88- 1
RI =Ransum basal mengandung 10% ampas kurma+tepung daun kemuning
R2=Ransum basal mengandung 20% ampas kurma+tepung daun kemuning
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
pengelompokan induk kambing PE berdasarkan produksi susu yaitu 3 perlakuan
dengan 3 ulangan. Data TTGT ditransformasikan ke (In + I) agar menjadi sebaran
normal. Data dianalisis dengan sidik ragam (AN OVA) menggunakan software
statistical package for social science (SPSS) 16.0. Jika diperoleh perbedaan antar
perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Model linear analisis ragam yaitu:
Yij= " +1'; + Jlj+ E;j
Keterangan :
Yij
: Nilai pengamatan pad a perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
"
: Nilai rataan umum
Ti
: Pengaruh perlakuan ke-i
pj
, Pengaruh kelompok ke-j
E;j
: Error perJakuan ke-i dan kelompok ke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah TTGT, performa ternak
(konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan harian), dan
respon fisiologis ternak (denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu rektal).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh 1'epung Daun Kemuning terhadap Konsumsi, Kecernaan, dan
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Konsumsi pakan merupakan faktor yang menentukan agar produksi
optimal. Konsumsi dari tiga jenis ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat konsumsi berat kering dan berat
organik terhadap penambahan tepung daun kemuning dalam ransum berbasis
ampas kurma, meskipun ada kecenderungan konsumsi lebih tinggi pada kelompok
yang tanpa pemberian tepung daun kemuning. Persentase konsumsi bahan kering

5

terhadap bobot badan pada penelitian ini sebesar 3.2 % dengan RO (3.7%); RI
(3 .2%); dan R2 (2.7%). Zakaria (2012) dan Winami (2014) pada petemakan yang
sarna, melaporkan bahwa konsumsi bahan kering sebesar 2.64 % dan 3.3%. NRC
(2007) menyatakan kebutuhan bahan kering kambing laktasi 2.8%-4.6%. Hal ini
mengindikasikan bahwa konsumsi bahan kering dan bahan organik ransurn
karnbing PE tidak terganggu oleh adanya penyakit kecacingan. Faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan yaitu jenis dan kualitas ransum,
bentuk partikel pakan, kesehatan temak, bobot badan, dan tingkat produksi temak.
Tabel 3 Rataan konsumsi pakan, kecemaan dan PBBH karnbing PE laktasi
Parameter
Konsumsi BK
(geko(l hari ·')
Konsumsi BO
(geko(l hari -')
Kecemaan BK (%)
Kecemaan BO (%)
PBBH (g eko(lhari-l)

RO

Perlakuan
RI

R2

2 142±430

I 755±295

1 563±375

1 751 ±384

1 553±260

1 384±326

75.52±6.30
77.40±5.63
I 00.40± 192. 73

75.03±4.86
76.76±4.87
-7.50±16\.44

76.41 ±6.40
77.52±6.57
43 .88±127.79

RO : kontrol, Rl : ransum dengan konsentrat 10 % ampas kunna + tepung daun kemuning, R2:
ransum dengan konsentrat 20 % ampa s kunna + tepun g daun kemuning; BK : bahan kering, 8 0 :
bah an organik, PBBH : pertambahan bobo! badan harian.

Kecemaan merupakan bagian makanan yang tidak diekskresikan melalui
feses karena zat tersebut diserap oleh temak. Kecemaan bahan kering dan bahan
organik ransum disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis kecemaan ransum bahan
kering dan bahan organik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05)
antar perlal-.:uan. Dengan demikian, penyertaan tepung daun kemuning dalarn
ransum berbasis arnpas kunna tidak menurunkan kecemaan ransum. Kecemaan
bahan kering dan bahan organik ransum dengan arnpas kurma 10% dan 20%
secara in vitro yaitu 64.64% dan 67.81 %, sedangkan kecemaan bahan organik
63 .26 % dan 61.80 % (Yuniarti 2013). Perbedaan ini disebabkan pengaruh
carnpuran pakan lain dalam ransum serta kondisi temak. Sukmawati et al. (2013)
melaporkan kecemaan bahan kering karnbing PE laktasi pertarna yang diberi
pakan complete rumen modifier (CRM) dan Calliandra calothy rus sebesar
58.80/0-65.0% dan kecernaan bahan organik 6\.6%-67.4%. Hal ,m
mengindikasikan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum
karnbing PE tidak terganggu oleh adanya penyakit kecacingan. Kecemaan bahan
kering yang tinggi dapat meningkatkan penyerapan bahan organik karena
sebagian besar komponen bahan kering adalah bahan organik, dan semakin
banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan berproduksi (Aurora 1989).
Pertarnbahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan
kondisi fisiologis temak. Rataan pertarnbahan bobot badan harian disajikan pada
Tabel 3. Hasil analisis sidik ragarn didapatkan ketiga perlakuan tidak memberikan
perbedaan yang nyata pada pertarnbahan bobot badan harian. Retensi energi
metabolis yang positif mengakibatkan temak dapat memanfaatkan ketersediaan

6

energi untuk tujuan produksi seperti susu dan pertambahan bobot badan, namun
RI mengalami penurunan bobot badan sebesar 7.5 g hari- l Kelompok RI
terinfeksi cacing Trichuris sp. derajat sedang, yang pada salah satu ulangannya
mencapai nilai TTGT 2100. WHO menetapkan bahwa infestasi cacing derajat
ringan bilaT TGT 1-999, derajat sedang bila TTGT 1000--9999, dan derajat berat
bila TTGT 2:10000 (Montresor et al. 1998). Pada temak yang terinfeksi cacing
tersebut tidak menghambat PBB, karena hanya Trichuris sp. pada infeksi berat
yang dapat menyebabkan diare, subakut typhlocolitis dan illthrift (Hutchinson
2009). Penurunan bobot badan tersebut disebabkan untuk persistensi produksi
susu mengingat kambing PE berada di bulan laktasi ke-3. Puncak produksi dapat
dicapai pada minggu ke-2 dan ke-3 laktasi (S ubhagiana 1998; Adriani 2003).
Pemberian ransurn mengandung amp as kurma dapat meningkatkan persistensi
produksi susu (Yuniarti 2015) yang berdampak terjadinya penurunan bobot badan
temak.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi yang nyata
(P>0.05) antara konsumsi dengan nilai TTGT (r = 0.124), kecemaan dengan nilai
TTGT (r = -0.387), dan pertambahan bobot badan harian dengan nilai TTGT (r =
0.17). Hal ini mengindikasikan bahwa temak masih mampu mentolerir derajat
infestasi cacing ringan pada cacing Strongylid sp. dan derajat sedang pada cacing
Trichuris sp.
Respon temak berupa rataan konsumsi pakan, kecemaan dan PBBH
terhadap adanya infeksi cacing alami tidak begitu buruk. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya campuran ampas kurma dalam ransurn. Arnpas kurma dapat
memperbaiki metabolisme temak sehingga adanya infestasi cacing tidak
menurunkan performa temak.
Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Telur Tiap Gram Tinja
(TTGT) dan Fecal Egg Count Reduction (FECR)
Anthelmintik merupakan senyawa kimia yang dapat menghancurkan dan
mengeluarkan cacing dari saluran pencernaan atau organ tubuh inang (Permin et
al. 1998). Efektifitas anthelmintik dapat dianalisis melalui jumlah telur tiap gram
tinja. Selain itu dapat diperkirakan derajat kecacingan pada temak maupun jumlah
cacing dewasa yang berpotensi menghasilkan telur cacing lebih banyak
(Kusumarnihardja 1992).
Pada pemeriksaan TTGT sampel feses kambing PE ditemukan dua jenis
telur cacing nematoda, yaitu kelompok Strongylid ordo Strongylida pada kambing
kelompok RO, Rl dan R2, dan jenis Trichuris sp. pada kambing ke1ompok Rl.
Pengaruh pemberian anthelmintik dan tepung daun kemuning terhadap TTGT
disajikan pada Tabel 4.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan TTGT yang
nyata pada pemberian anthelmintik maupun tepung daun kemuning. Pemberian
anthelrnintik pada kontrol menurunkan nilai TTGT dari minggu ke-2 hingga tidak
ditemukan telur sama sekali pada minggu ke-4 dan ke-5. Pemberian tepung daun
kemuning pada kambing RI dan R2 barn dapat menurunkan nilai TTGT pada
minggu ke-4 dan ke-5.

7

Tabel4 Telur tiap gram tinja (TTOT) cacing Strongylid sp. selama lima minggu
(In+x) pada pemberian Oxfendazole dan tepung daun kemuning
Minggu ke0
1
2
3
4
5

RO
4.702±0.549
3.304±2.984
1.599±2.769
l.370±2.373
O.OOO±O.OOO
O.OOO±O.OOO

Perlakuan
Rl
2.969±2.594
5.340±0.720
4.971 ±O. 771
5.043±0.546
1.784±3.090
1.673±2.897

R2
1.828±3.167
5.569± l.l 02
3.237±2.824
3.199±2.854
3.885±0.391
1.145± 1.983

RO: kontroi , Rl: ransum dengan konsentrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning. R2:
ransum dengan konsentrat 20% ampas kurma

+ tepung daun kemuning.

Untuk mengetahui efektifitas penggunaan anthelmintik pada temak,
dilakukan perhitungan reduksi telur cacing (FECR). Reduksi telur cacing tiap
minggu selama penelitian pada pemberian antelmentik Oxfendazole dan tepung
daun kemuning dan ampas kurma ditampilkan pad a Tabel 5 dan Oambar I.
Tabel 5

Fecal egg count reduction (FECR) cacing Strongylid sp. selan1a 5
minggu pada pemberian Oxfendazole dan tepung daun kemuning

Minggu ke1
2
3
4
5

Perlakuan
RO
RI
R2
.. ..... ... .. ... . ........ (%) ...................... . .
204.59
-29.72
79.87
-66.00
67,44
77.02
-70.86
69.88
74.95
-100.00
-39.91
112.51
-100.00
-43.67
-37.39

RO : kontrol . Rl: ransum dengan 10% ampas kurma + tepung daun kemuning. R2: ransum dengan
20% ampas kurma + tepung daun kemuning.

Nilai fecal egg count reduction (FECR) negatif artinya teIjadi penurunan
nilai TTOT dari sebelum perlakuan, sedangkan positif mengindikasikan teIjadinya
peningkatan nilai TTOT dari sebelum perlakuan. Dari nilai FECR pada Tabel 5
dan Oambar 1 dapat diketahui bahwa pemberian anthelmintik Oxfendazole sangat
efektif, karena nilai TrOT terus menurun drastis, hingga tidak ditemukan lagi
telur cacing pada minggu ke-4 dan ke-5 atau mengalami reduksi 100%. Kemuning
merupakan tanaman herbal yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit
(Bermawie 2003). Pemberian daun kemuning juga dapat mereduksi nilai TTOT,
namun penurunan nilai tersebut teIjadi secara bertahap. Pada kelompok RI
reduksi mulai teIjadi pada minggu ke-4 sebesar 39.91 %, sedangkan pada R2
reduksi teIjadi pad a minggu ke-5 sebesar 37.39%.

8

6.0

g

5.0

='"

4.0

-r:

3.0

..=

1.0

"セ@ '"

2.0

;-

0.0

.

0

1

2
セjidァu@

3

4

6

Ke"-

Oambar 1 Fecal egg counl reduclion (FECR) cacing Sirongylid sp. selama
S minggu pada pemberian tepung daun kemuning.-+- RO,-.- RI ,
- A-R2.
Oxfendazole (OXF) adalah anthelmintik yang memiliki aktivitas spektrum
luas terhadap larva nematoda, cestoda dan lung-worms di banyak spesies hewan
(Pondja el al. 2012). Berdasarkan farmakologinya, jenis benzimidazole ini
diketahui menyebabkan disrupsi mikrotubulus sel pencemaan larva (Sangster dan
Oill 1999). Benzimidazole dilepaskan dalam darah dengan bekelja Olenghambat
aktivitas tubulin sel pencemaan nematoda, sehingga mencegah penyerapan
glukosa. Akibatnya, teljadi gangguan produksi ATP sehingga kadar energi tidak
mencukupi yang akhirnya meyebabkan parasit tidak dapat hidup (SCOPS 2012).
Persamaan regresi dengan trend polinomial dilakukan untuk memprediksi
waktu yang dibutuhkan nilai ttgt mendekati O. Hubungan antara waktu dan nilai
TIOT untuk RI dan R2 disajikan pada Oambar 2 dan 3. Berdasarkan persamaan
tersebut, didapatkan bahwa reduksi TIOT pada RI dan R2 mendekati o Olasingmasing pada hari ke-38 dan ke-40 pemberian tepung daun kemuning.
Reduksi TIOT telur cacingjenis Trichuris sp.yang ditemukan hanya pada
RI berlangsung drastis, yakni dari 700 menjadi 60 pada minggu ke-2 pemberian
tepung daun kemuning. Dengan kata lain FECR Trichuris sp. sebesar 91.43%,
yang artinya teljadi penurunan nilai TIOT sebesar 91.43% dari sebelum
perlakuan. Nilai TIOT kemudian cenderung statis hingga minggu ke-4.
Selanjutnya FECR Trichuris sp. menurun hingga tidak ditemukan telur cacing
pada minggu ke-S. Hal ini kemungkinkan disebabkan oleh pengaruh pemberian
tepung daun kemuning yang mampu menekan perkembangan cacing, sehingga
tidak sempat bereproduksi. Tepung daun kemuning bekelja lebih baik dalam
menekan TIOT telur cacing Trichuris sp. dibandingkan cacing Strongylid sp.
Faktor yang mempengaruhi TIOT antara lain stadium perkembangan parasit,
fekunditas cacing betina, perbandingan cacing jantan-betina, respon kekebalan
dan pengalaman infeksi (Permin dan Hansen 1998; Tizzard 1988).

9

6.0

6.0

5.0

セ@ p.O

,. t;

セイ _ ,"".0
L@



セM

;;
;-

1.0
0.0

\. =·OJ1074x' - O.1246x - RNUセ@

L

Rl =0.4893

1.0
0.0

o

20

10
セャiョァオ@

30

K.·

Gambar 2 Persamaan regresi FECR
( .) R I cacing Strongylid
sp. selarna 5 minggu pada
pemberian tepung daun
kemuning.

o

10

20
1I1ngguK•.

30

10

Gambar 3 Persamaan regresi FECR
(.) R2 cacing Slrongylid
sp. selama 5 minggu pada
pemberian tepung daun
kemuning.

Daun kemuning memiliki kadar senyawa aktif terbanyak yakni tanin,
kurnarin, flavonoid, dan alkaloid yang memiliki aktifitas anthelmintik. Daun
kemuning memiliki 13 jenis kurnarin dari 39 jenis kurnarin dalarn tanaman
kemuning, 10 jenis flavanoid dari 20 jenis flavonoid dalarn tanaman kemuning,
dan jenis alkaloid yuehchuken (Ng et al. 2012). Kandungan senyawa phenol dan
flavonoid dalam ekstrak methanol adalah 53 mg Kg"1 dan 41.92 mg Kg"1
(Vagashiya et al. 2011).
Tanin mampu menghambat penetasan telur cacing dan perkembangan
larva infektif dengan menurunkan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan larva
infektif (Min dan Hart 2003). Tanin memiliki efek anthelmintik dengan earn
mengganggu reaksi fosforilasi oksidatif atau mengikat protein bebas dalam
saluran pencernaan tubuh inang atau glikoprotein pada kutikula parasit (Gulnaz
dan Salvitha 2013). Aktivitas ini dapat mengganggu metabolisme dan homeostasis
pada tubuh cacing dan akhirnya cacing akan mati akibat kekurangan ATP ..
Permukaan nematoda mengandung banyak matriks kolagen ekstraselur (ECM)
berfungsi sebagai perlindungan kutikula yang membentuk exoskeleton, dan sangat
penting untuk kelangsungan hidup (Page dan Winter 2003). Tanin reaktif dengan
matriks kolagen menyebabkam hilangnya fleksibilitas, oleh karenanya cacing
tidak bergerak dan non-fungsional yang menyebabkan kelurnpuhan diikuti oleh
kematian (Gulnaz dan Savitha 2013). Ekstrak condensed tannin hijauan (400 Ilg
C'r mL"I) mampu menghambat penetasan telur dan perkembangan larva nematoda
87%-100%, serta menurunkan motilitas larva 21 %-39% (Molan et al. 2002).
Senyawa aktif kurnarin diduga memiliki mekanisme sebagai aktivitas
antelmintik dapat mengikat protein bebas atau glikoprotein kutikula parasit dan
menyebabkan kematian (Gulnaz dan Salvitha 2013). Alkaloid merupakan
senyawa yang bersifat basa dan dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam
tubuh cacing yang menyebabkan cacing kehilangan koordinasi saraf (Agung et al.
2014). Flavanoid mampu menghambat penetasan telur dan perkembangan larva
nematoda (Molan et al. 2003). Flavanoid dapat bertindak sebagai imunostimulator

10

yaitu meningkatkan respon tubuh hospes terhadap parasit mekanisme peningkatan
konsentrasi IgG akibatnya eosinofil dapat melekat optimal pada cacing melalui
IgE, kemudian eosinofil mengalarni degranulasi dan melepaskan isi granul ke
tegumen mengakibatkan rusaknya dinding tegumen karena kerja granul eosinofil
(Roitt 2002; Ridwan 2009).
Pengaruh Tepung Daun Kemuning dan Kondisi Mikroklimat terhadap
Respon fisio logis kambing PE
Respon fisiologis temak merupakan tanggapan terhadap berbagai macarn
faktor lingkungan temak tersebut. Respon fisiologis dapat diketahui dengan
mengukur suhu tubuh, frekuensi napas dan denyut jantung. Respon fisiologis
karnbing PE penelitian disajikan pada Tabel 6.
Tabel6 Respon fisiologis (denyut jantung, frekuensi napas, suhu rektal) kambing
PE sebelum dan sesudah perlakuan.
Parameter

Waktu

RO

Perlakuan
RI

R2

Denyut jantung

Pagi

8l.l I±8 .68

87.54±I4.16

83.59±9.29

(kali menif')
Frekuensi napas
(kali menir')
Suhu rektal

Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore

92.99± I 0.67
27.27±6.99
41.22±12.14
38.62±0.20
39.01±0.18

102.11±15.65
32.23± 10.25
52.99±11.49
38.67±0.18
39.11±0.19

94.24± 1 l.l4
30.93± 13.82
43.82±11.36
38.58±0.19
39.01±0.27

COC)

RO: kontrol , Rl : ransum dengan 10 % ampas kurma + tepung daun kemuning, R2: ransum dengan
20 % ampas kurma + tepung daun kemuning

Respon fisiologis karnbing PE berupa denyut jantung 81.11-102 kali
menir' , frekuensi napas 27.27-52.99 kali menir' dan suhu rektal 38.58 °C-39.11
°C. Qiston dan Suharti (2005) melaporkan bahwa respon fisiologis karnbing PE
yang diberi naungan yaitu denyut jantung 86.6 kali menif', frekuensi napas 67.6
kali menit -, dan suhu rektal 38.7 °C. Rataan denyut jantung karnbing dewasa 6795 kali menir' , suhu rektal 38.5 °C-40 °c dan frekuensi napas 15-30 kali menir'
(Yusuf2007; Harnzaoui 2013).
Hasil analisis sidik ragarn menunjukkan bahwa respon fisiologis perlakuan
pemberian tepung daun kemuning dalarn ransum berbasis arnpas kurma (Rl dan
R2) dengan kontrol (RO) tidak berbeda nyata. Dengan demikian pemberian
ransum perlakuan tidak mempengaruhi respon fisiologis temak. Respon fisiologis
sore hari pada semua kelompok temak lebih tinggi dibandingkan dengan standar,
yang diduga disebabkan oleh pengaruh mikroklirnat. Berikut ini dalam Tabel 7
disajikan rataan suhu dan kelembapan mikroklimat kandang.

II

Tabel 7 Rataan suhu dan kelembapan mikroklimat kandang
Waktu
06.00
08.00
IS .OO
17.00

20.70±1.49
23.SO±1.02
26.90±1.96
2S .00±0.93

Kelembapan (%)
99.00±0.00
97.00±S.86
77.70±S.20
89.10±3.48

Kondisi lingkungan yang nyaman (thermoneutral zone) akan mendukung
kelangsungan rudup temak secara efisien. Wiliamson dan Payne (1993)
menyatakan kondisi mikroklimat optimum di wilayah tropis adalah suhu 18-21 °c
dan kelembapan SOo/0-60%. Suhu mikroklimat kandang, selama 39 hari
pemeliharaan, yaitu 18-32.9 °c dan kelembapannya 480/0-99%. Kondisi di atas
mikroklimat yang optimum ini dapat mempengaruhi respon fisiologis temak
untuk menyeimbangkan panas tubuh. Suhu mikroklimat sore hari lebih tinggi dan
kelembapannya lebih rendah dibanding dengan suhu dan kelembapan pagi hari.
Kondisi tersebut mengakibatkan respon fisiologis temak pada sore hari
meningkat, yaitu denyut jantung, frekuensi respirasi dan suhu rektal kambing PE.

SIMP ULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada reduksi TIGT,
performa dan respon fisiologis temak antara pemberian tepung daun kemuning
dalam ransum berbasis ampas kurma level 10% dan 20% dengan obat cacing
Oxfendazole. Hal ini menunjukkan tepung daun kemuning memiliki potensi
sebagai anthelmintik. Daun kcmuning dapat digunakan sebagai altematif obat
cacing karena mengandung senyawa aktif flavonoid, alkaloid, dan tannin. Tepung
daun kemuning bekeIja lebih baik dalam menekan perkembangan telur cacing
Trichuris sp. dibanding Strongylid sp.

Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap pemanfaatan tepung daun
kemuning sebagai anthelmintik dalam ransum berbentuk pellet, wafer dan biskuit
dengan berbasis infeksi buatan serta pelindungan terhadap senyawa aktif daun
kemuning.

12

DAFfAR PUSTAKA
Adriani. 2003 . Optimalisasi Produksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah
dengan Superovulasi dan Suplementasi Seng. [Oisertasi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Agung M, Bili B, Samsuri, Ida BMO. 2014. Vermisidal dan ovisidal ekstrak daun
pepaya terhadap cacing Ascaris Sllum secara In Vitro. Indonesia Medicus
Veterinus 3(2): 84-91.
Alberti EJ, Zanzani SA, Ferrari N, Bruni G, Manfredi MT. 2012. Effects of
gastrointestinal nematodes on milk productivity in three dairy goat breeds.
Small Rumin. Res. 106 : 12-17.
Arora SP. 1986. Pencernaan Mikroba pada Rumen. Yogyakarta (10): UGM Pr.
Beriajaya R, Ahmad Z. 2002. Pengurangan Larva Cacing Haemonchus contortus
oleh Konidia Kapang Trichoderma sp. secara in vitro. Bogor (10) : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. HIm 398-401 .
Beriajaya, Stevenson P. 1986. Reduced Productivity In Small Ruminant In
Indonesia as a Result Of Gastrointestinal Nematode Infections. Oi dalam :
Jainudeen MR, Mahyuddin M, and Huhn JE, editor. In
Livestock
Production alld Diseases In The Tropics. 1986 Agustus 18-22; Kuala
lumpur, Malaysia. Kuala lumpur (MY): Conference Institute Tropical
Veterinary Medicine. HIm 28-30.
Bermawie N dan Natalini NK. 2003. Penyimpanan in vitro tanaman obat
potensial. JPT TRO. 15(1): 51-60.
Chartier C, Hoste H. 1997. Response to challenge infection with Haemonchus
cOlltortus and Trichostrongylus colubriformis in dairy goats, differences
between high and low-producers . .! Vet. Paras ito I. 73 : 267-276.
Gulnaz AR, Savitha G. 2013. Evaluation of anthelmintic activity of different leaf
and stem extract of Sida cordata burm.F. Int. J. Curro Microbiol. App. Sci
2(11): 247-255.
Hamzaoui S, Salama AAK, Such X, Caja G. 2013. Physiological responses and
lactational performances of late-lactation dairy goats under heat stress
conditions. J. Dairy Sci. 96 :1-11.
Harmanto. 2005 . Mengusir Kolesterol Bersama Mahkota Dewa. Ed ke-I.Jakarta
(10): Agromedia Pustaka.
Hartadi H, S Reksohadiprodjo, S Lebdosukojo, AD Tillman. 1980. Tabel-tabel
dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Yogyakarta (10):
Gajah Mada University Pr.
Hutchinson WG. 2009. Nematode Parasites oj Small Ruminants, Camelids and
Cattle. Diagnosis with Emphasis on Anthelmintic Efficacy and Resistance
Testing. Menagle (AU): Agriculture Institut New South Wales Pr.
Kusurnamihardja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Ternak dan Hewan
Piaraan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi
IPB.
Maichimo MW, Kagira JM, Walker T. 2004. The point prevalence of
gastrointestinal parasites in calve, sheep and goats in magadi division, southwestern kenya the onderstepoort. J. Vet. Res. 71: 257 - 261.

13

Min BRD, Hart SP. 2003. Tanins for suppresion ofintemal parasites. J. Anim. Sci.
81: 102-109.
Molan AL, Waghorn GC, McNabb WC. 2002. The impact of condensed tannins
on egg hatching and larval development of Trichostrongylus colubriformis
in vitro. Vet. Rec. 150:65--69.
Montresor A, Crompton DWT, Hall A, Bundyand DAP, Savioli L. 1998.
Transmitted Helminthiasis and Schistosomiasis at Community Level.
[diunduh pada 5 Januari 2015]. Tersedia pada: Who/Ctd/Sip/98.1.
Ng MK, Abdulhadi NY, Cheah YK, Yeap SK, Alitheen NB. 2012. Bioactivity
Studies and Chemical Constituents of Murraya paniculata (Linn) Jack. IFRJ
19(4):1307-1312.
[NRC] National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small
Ruminant. Washington (US): National Academy Pr.
Page AP, Winter AD. 2003. Enzymes involved in the biogensis of the nematode
cuticle. Adv. Parasitol. 53: 85-148.
Permin A, Nansen P, Bisgaard M, Frandsen, Pearman M. 1998. Studies on
ascaridia galli in chickens kept at different stocking rates. J Avi. Pathol. 27:
382-389.
Pondja A, Mlangwa J, Afonso S, Neves L, Fafetine J, Willingham AL,
Thamsborg SM, Johansen MY. 2012. Use of oxfendazole to control porcine
cysticercosis in a high-endemic area of mozambique. J. PloS. Negl. Trop.
Dis. 6(5): 1-5 . doi: 10.137I1joumal.pntd.OOOI651.
Qisthon A, Suharti S. 2005. Pengaruh naungan terhadap respon termoregulasi dan
produktivitas kambing peranakan etawah. Med. Pet. 7:505-502.
Rahman MF. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami
yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Sktipsi]. Bogor (IO):
Institut Pertanian Bogor.
Ridwan Y, Satrija F, Darusman LK, Handharyani E.2009. Efektivitas anti cestoda
ekstrak daun miana (Coleus
blumei Bent) terhadap cacll1g
Hymenolepis microstoma pada meneil. Med. Pet. 33(1): 6-11.
Roitt IM. 2002. Immunologi; Essential Immunology. Jakarta (IO) : Widya
Medika.
SCOPS [Sustainable Control of Parasites in Sheep] .2012.Technical Manual for
Veterinary Surgeons and Ardvisers. [diunduh pada 5 Januari 2015]. Tersedia
pada
archive.defra.gov.uklfoodfarmlfarmanimalldiseaseslcon-trolldocu
ments/scops-technical-manual-0903.pdf.
Shahidi F, Naczk M . 1995. Food Phenolics. Lancester (GB): Technomic pub.Co.
Subhagiana, IW. 1998. Keadaan Konsentrasi Progesteron dan Estradiol Selama
Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jumlah Anak pada Kambing Peranakan
Etawah pada Tingkat Produksi Susu yang Berbeda. [Tesis]. Bogor (IO) :
Institut Pertanian Bogor.
Sukmawati NMS, Permana IG, Thalib A, Kompiang S. 2011. Pengaruh complete
rumen modifier dan Calliandra calothyrus terhadap produktivitas gas metan
enterik pad a kambing perah PE. JITV. 16(3): 173-183.
Sutama, IK.. 2011. Innovation technology in reproduction for the development of
local dairy goats. Pengembangan Inovasi Pertanian 4 (3): 231-246.
Tizzard 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Surabaya (IO): Airlangga Univ
Pr.

14

-----------------------

Vaghasiya Y, Dave R, Chanda S. 2011. Phytochemical analysis of some medical
plants from western region of india. Res. J. Med. Plant. 5 (5): 567-576.
Wiliamson, J, Payne WJA.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Topis.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pro
Winami A. 2014. Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap
Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi . [Skripsi]. Bogor
(10): Institut Pertanian Bogor.
Yoesoef MK. 2007. Physiology Stress in Livestock. Florida (US): CRC Pro
Yuniarti E. 2013. Pola Fermentabilitas dan Kecemaan In Vitro Ransum Kambing
Perah Yang Mengandung Ampas Kurma. [Skripsi]. Bogor (10): Institut
Pertanian Bogor.
Yuniarti E. Produktivitas dan Partisipasi Energi kambing Perah Laktasi dengan
Pemanfaatan Ampas Kurma dalam Ransum. [Disertasi]. Bogor (IO): Institut
Pertanian Bogor.
Zakaria F. 2012. Pengaruh Daun Torbangun dan Daun Katuk pada Ransum
Kambing PE Laktasi terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu [Skripsi]. Bogor
(IO): Institut Pertanian Bogor.

15

Lampiran 1 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-O
SK
JK
db
KT
F
12.560
2
6.280
0.737
Perlakuan
0.001
0.018
2
0.009
Kelompok
Galat
12.560
2
6.280
0.737
Total
46.677
8
JK : jarak kuadrat; db : derajat bebas; KT : kuadrat tengah

Lampiran 2 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-I
JK
db
KT
F
SK
Perlakuan
4.662
1.471
2
9.324
Kelompok
1.356
4.297
2
8.594
12.679
4
Galat
3.170
30.598
Total
8

Lampiran 3 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-2
JK
db
KT
F
SK
Perlakuan
20.238
2
10.119
3.896
17.764
2
8.882
3.420
Kelompok
10.388
4
2.597
Galat
Total
48.391
8

Lampiran 4 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-3
JK
db
KT
F
SK
Perlakuan
20.238
2
10.1 19
3.896
Kelompok
17.764
2
8.882
3.420
Galat
4
2.597
10.388
Total
48.391
8

Lampiran 5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing rninggu ke-4
JK
KT
SK
db
F
Perlakuan
4.386
2
2.193
1.000
Kelompok
15.872
2
7.936
3.619
Galat
8.772
4
2.193
Total
29.029
8

P
0.534
0.999
0.534

P

0.332
0.355

P
0.115
0.136

P
0.115
0.136

P
0.444
0.127

Lampiran 6 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-5
SK
JK
db
KT
F
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

4.529

2

2.264

1.476

0.331

2.092
6.136
12.757

2

1.046
1.534

0.682

0.556

F

P

4
8

Lampiran 7 Hasil analisis ragam konsumsi bah an kering
SK
JK
db
KT
Perlakuan
521065.370
2
260532.685
Kelompok
257043.237
2
128521.618
Galat

291301.192

4

72825.298

Total

1069409.798

8

1069409.798

3.578

.129

1.765

.282

Lampiran 8 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik
F
SK
JK
db
KT
Perlakuan
446244.634
2
223122.317
4.466
Kelompok
1.640
163882.152
2
81941.076
Galat
199850.525
4
49962.631
Total

809977.311

59.540
13.984
45.891
119.414

P
.096
.302

8

Lampiran 9 Hasil analisis ragam kecemaan bahan kering
SK
JK
db
KT
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

P

2
2
4

29.770
6.992
11.473

F

P

2.595
0.609

0.189
0.587

8

Lampiran 10 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan harian (PSSH)
SK
セ@
セ@
IT
F
P
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

0.037
0.005
0.108
0.156

2
2

4

8

0.019
0.002
0.054

0.345
0.042

0.743
0.959

Lampiran II Hasil analisa ragam denyut jantung pagi
SK
JK
db
KT
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

63.157
83.549
162.454
309.161

2
2
4
8

31.579
41.775
40.614

Lampiran 12 Hasil analisa ragam denyut jantung sore
KT
SK
JK
db
73.258
146.516
2
Perlakuan
6.301
2
Kelompok
12.602
Galat
188.006
4
47.002
Total
347.124
8
Lampiran 13 Hasil analisa ragam frekuensi napas pagi
db
KT
JK
SK
19.836
39.671
2
Perlakuan
Kelompok
101.618
2
50.809
90.814
4
22.703
Galat
232 .103
232.103
8
Total
Lampiran 14 Hasil
SK
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

analisa ragam frekuensi napas sore
JK
db
KT
2
114.665
229.330
147.349
2
73.675
139.428
4
34.857
516.108
8

Lampiran 15 Hasil analisa ragam suhu rektal pagi
KT
SK
JK
db
.006
2
Perlakuan
.012
2
.004
.008
Kelompok
.036
4
.009
Galat
Total
.056
8
Lampiran 16 Hasil analisa ragam suhu rektal sore
db
KT
SK
JK
.011
2
Perlakuan
.023
.022
2
.Oll
Kelompok
.104
4
.026
Galat
Total
.148
8

F

P

.778
1.029

.5 18
.436

F

P
.316
.878

1.559
.134

F

.874
2.238

F

3.290
2.114

F

.683
.474

F

.440
.424

P
.484
.223

P
.143
.236

P
.556
.654

P
.672
.681

Lampiran 17 Korelasi dengan total telur cacing dalam feses
Parameter
Korelasi
P
Konsumsi
0.124
0.75
Kecemaan
-0.387
0.304
PBBH
0.017
0.97
Konsumsi Metabolisme
0.116
0.767
NS: Nonsigniftkan

Kelerangan
NS
NS
NS
NS

RIWAYAT "IOUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Agustus
1993. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak
Paimin Sitorus dan Ibu Senti Situmorang. Penulis menempuh
pendidikan dasar di SON 02 Jatisampurna Bekasi 1999-2003,
SON Cilangkap 03 Jakarta Timur pada tahun 2003-2005.
Pendidikan dilanjutkan di SMPN 230 Jakarta pada tahun
2005-2008. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 58
Jakarta pada tahun 2008-2011 .
Penulis diterima di [PB melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011 dan diterima di
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, FakuItas Peternakan IPB.
Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)
peri ode 2013-2015. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan BEM (Badan
Eksekutif Mahasiswa) O' aerion 2012-2013 dan O'griphion 2013-2014 serta
PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) 2012-2013. Penulis pemah mengikuti
magang di Laboratorium Nutrisi Temak Perah 2014 dan PT Sierad Produce 2015.
Penulis juga pemah sebagai asisten dosen Metode Statistika tahun 2014.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat lendral Pendidikan
Tinggi selaku pemberi beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan
Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Biofarmaka LPPM-IPB
(2014) yang telah mendanai penelitian ini yang diketuai oleh Dr Ir Owierra
Evvyernie, MS, MSc. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Owierra
Evvyemie, MS, MSc dan Ibu Dr drh Eva Harlina, MSi selaku pembimbing
skripsi, seIaku dosen pembahas seminar Dr Ir Rita Mutia MAgr dan panitia
seminar Dr Ir Widya Herrnana MSi pada tanggal23 Oesember 2014. Terimakasih
kepada Dr Ir Asep Sudarman, MRurSc dan Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku
Penghargaan penulis
dosen penguji sidang pada tanggal 13 April 2015.
sampaikan kepada karyawan petemakan Cordero Farm, Ciapus, Bogor serta staf
Laboratorium Heirnintologi dan Laboratorium Fisiologi, Fakullas Kedokteran
Hewan IPB yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada kedua orang tua
serta keluarga, dan rekan sepenelitian (Mbak Endah), Lukman, Ferian, Ossy,
Adah, Lala, serta sahabat sepeljuangan INTP 48 alas segala dukungan dan
kekuatan yang diberikan. Semoga Tuhan YME membalas kebaikan dan ketulusan
kalian. Akhir kala, semoga karya ilmiah ini berrnanfaat.