TINJAUAN PUSTAKA Saluran Pencernaan Ikan dan Kebiasaan Makanan Ikan Bandeng

TINJAUAN PUSTAKA Saluran Pencernaan Ikan dan Kebiasaan Makanan Ikan Bandeng

Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Pada umumnya saluran pencernaan berupa segmen-segmen, yaitu mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum, dan anus (Affandi et al. 2005). Berdasarkan kebiasaan makanan terlihat perbedaan struktur anatomis alat pencernaan ikan. Perbedaan yang menyolok ditemukan pada struktur tapis insang, struktur gigi pada rongga mulut, keberadaan dan bentuk lambung, serta panjang usus. Tapis insang pada ikan herbivora banyak, panjang, dan rapat, sementara pada ikan omnivora sedang, dan pada ikan karnivora sedikit, pendek, dan kaku. Rongga mulut pada ikan herbivora sering tidak bergigi, sementara pada ikan omnivora bergigi kecil, dan pada ikan karnivora umumnya bergigi kuat dan panjang. Ikan herbivora berlambung palsu atau tidak berlambung, sementara ikan omnivora berlambung dengan bentuk kantong, dan ikan karnivora berlambung dengan bentuk bervariasi. Usus ikan herbivora sangat panjang beberapa kali panjang tubuhnya, sementara pada ikan omnivora sedang 2 sampai 3 kali panjang tubuh, dan pada ikan karnivora pendek, kadang lebih pendek dari panjang tub uhnya.

Organ hati dan pankreas adalah kelenjar pencernaan yang mensekresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Bahan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus melalui ductus choledochus dan ductus pankreaticus. Adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dan usus depan maka letak kelenjar tersebut berada di sekitar usus depan dan lambung.

Keasaman (pH) lambung pada saat lambung kosong (tidak ada makanan) berkisar antara 4 dan 7,4; sedangkan pada saat penuh berkisar antara 2,2 dan 2,8 (Nikolsky 1963). Keasaman (pH) usus adalah netral atau hampir alkalis, yaitu antara 6 dan 8. Pada ikan grass carp pH berkisar antara 7,4 dan 8,5 pada usus bagian anterior, pada bagian pertengahan berkisar antara 7,2 dan 7,6; dan di bagian posterior sekitar 6,8 (Hickling 1960 dalam Opusynski dan Shireman 1994). Spesies lain dari ikan laut dengan pH usus berkisar antara 6,1 dan 8,6 (Horn 1989 dalam Opuszynski dan Shireman 1994).

Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan bandeng termasuk ikan herbivora yang bertendensi omnivora, yang mempunyai mulut yang tidak bergigi dengan usus yang sangat panjang, beberapa kali panjang tubuhnya (Bagarinao 1992). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora yang memakan zooplankton, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora yang memakan zooplankton, diatom, dan bentos kecil, dan selanjutnya pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivora yang memakan algae filamin, algae mat, detritus, bentos kecil, dan bisa mengkonsumsi pakan buatan berbentuk pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi algae mat, algae filamin, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet.

Enzim Pencernaan

Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut extracelluler digestion, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut intracelluler digestion (Affandi et al. 2005).

Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas, dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran pencernaan (Walford dan Lam 1993). Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pilorik kaeka yang merupakan perpanjangan usus terutama mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus, yaitu enzim pencernaan protein, lemak, dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan sedikit basa. Cairan pankreas kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase, dan lipase. Pada ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas, dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran pencernaan (Walford dan Lam 1993). Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pilorik kaeka yang merupakan perpanjangan usus terutama mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus, yaitu enzim pencernaan protein, lemak, dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan sedikit basa. Cairan pankreas kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase, dan lipase. Pada ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik

Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktivan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim, substrat, suhu, pH, dan inhibitor. Huisman (1976) menyatakan bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2 sampai 4. Hasil penelitian Adi (2000) menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk aktivitas enzim pada lambung ikan gurame adalah pada suhu inkubasi 22°C dengan pH lambung 5, sedangkan pada usus dengan suhu inkubasi 23°C dan pH 7 sampai 8,5.

Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencernaan. Aktivitas enzim yang tinggi secara fisiologis mengindikasikan bahwa larva siap untuk memproses pakan dari luar (Gawlicka et al . 2000). Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin sempurnannya organ penghasil enzim. Akan tetapi, untuk beberapa jenis enzim akan menurun sesuai dengan kebiasaan makanan dari ikan (Infante dan Cahu 2001). Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Haryati (2002) ada keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dan perkembangan struktur organ pencernaan dan kebiasaan makanan dari ikan bandeng. Pada saat struktur anatomis dan histologis alat pencernaan belum sempurna, enzim endogen yang disekresikan sangat sedikit. Hal ini dicerminkan oleh aktivitas enzim pepsin, tripsin, a-amilase dan lipase yang sangat rendah. Dengan bertambahnya umur larva, struktur anatomis organ pencernaan semakin sempurna hingga mencapai fase definitif. Setelah mencapai bentuk definitif, produksi enzim pencernaan sudah cukup tinggi sehingga ikan mampu mencerna pakan yang tidak mengandung enzim. Aktivitas enzim a-amilase terus meningkat dengan meningkatnya umur, sedangkan aktivitas enzim lipase dan tripsin menurun pada saat larva umur 35 hari. Penurunan aktivitas enzim protease diduga karena adanya perubahan dalam kebiasaan makanan, yaitu dari karnivora menjadi Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencernaan. Aktivitas enzim yang tinggi secara fisiologis mengindikasikan bahwa larva siap untuk memproses pakan dari luar (Gawlicka et al . 2000). Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin sempurnannya organ penghasil enzim. Akan tetapi, untuk beberapa jenis enzim akan menurun sesuai dengan kebiasaan makanan dari ikan (Infante dan Cahu 2001). Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Haryati (2002) ada keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dan perkembangan struktur organ pencernaan dan kebiasaan makanan dari ikan bandeng. Pada saat struktur anatomis dan histologis alat pencernaan belum sempurna, enzim endogen yang disekresikan sangat sedikit. Hal ini dicerminkan oleh aktivitas enzim pepsin, tripsin, a-amilase dan lipase yang sangat rendah. Dengan bertambahnya umur larva, struktur anatomis organ pencernaan semakin sempurna hingga mencapai fase definitif. Setelah mencapai bentuk definitif, produksi enzim pencernaan sudah cukup tinggi sehingga ikan mampu mencerna pakan yang tidak mengandung enzim. Aktivitas enzim a-amilase terus meningkat dengan meningkatnya umur, sedangkan aktivitas enzim lipase dan tripsin menurun pada saat larva umur 35 hari. Penurunan aktivitas enzim protease diduga karena adanya perubahan dalam kebiasaan makanan, yaitu dari karnivora menjadi

Studi tentang perkembangan enzim pencernaan larva ikan bandeng telah dilakukan oleh Haryati (2002), dan ditemukan bahwa aktivitas enzim pepsin, tripsin, lipase, dan a-amilase meningkat sejalan dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh. Peningkatan relatif terbesar aktivitas enzim a-amilase dan lipase terjadi pada saat larva berumur 10 hari, sedangkan aktivitas enzim tripsin terjadi pada umur 15 hari. Sampai umur 30 hari aktivitas maksimum enzim pepsin masih belum tercapai. Oleh sebab itu, pakan buatan hanya dapat diberikan pada umur tertentu, yaitu pada umur 15 hari larva secara fisiologis sudah siap untuk mencerna pakan buatan

Studi aktivitas enzim lipase pada ikan bandeng telah dilakukan oleh Borlongan (1990). Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas, dan pilorik kaeka. Secara umum, ikan yang mendapatkan pakan berupa uniseluler dan diatom (kandungan lemak kasar 1,98%) mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi pada organ-organ utama yang mensekresikan enzim tersebut dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen (kandungan lemak kasar 0,98%). Dapat disimpulkan bahwa ikan bandeng secara efektif dapat mencerna lemak dan organ pencernaan dapat beradaptasi terhadap tingkat lemak dalam pakan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim berkorelasi dengan komposisi pakan yang dikonsumsi.

Kemampuan ikan untuk mencerna suatu jenis ma kanan bergantung pada faktor fisik dan kimia makanan, jenis makanan, umur ikan, sifat fisik dan kimia air, serta jumlah enzim pencernaan dalam sistem pencernaan (NRC 1988). Enzim karbohidrase, protease, dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior. Protease merupakan enzim yang berperan dalam hidrolisis protein.

Enzim yang paling banyak berperan dalam hidrolisis karbohidrat ialah amilase seperti yang ditunjukkan oleh ikan mas (Zonneveld et al. 1991).

Aktivitas enzim sangat mempengaruhi kecernaan dan bervariasi menurut umur ikan, keadaan fisiologis dan musim, serta berkorelasi positif dengan kebiasaan makanan ikan (Kuzmina 1996). Aktivitas enzim amilase dalam saluran pencernaan ikan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan pada manusia dan hewan terestrial. Aktivitas enzim amilase pada ikan karnivora lebih rendah dibandingkan dengan pada ikan omnivora dan herbivora (Furuichi 1988). Dengan demikian, kemampuan ikan mencerna karbohidrat sangat rendah terutama pada ikan karnivora. Hasil percobaan pada ikan red seabream yang diberi pakan dengan level karbohidrat berbeda, yaitu 0, 10, 30, dan 40% menunjukkan bahwa rata-rata berat tubuh dan nilai efisiensi pakan yang terbaik ditemukan pada level karbohidrat 10%, yang kemudian diikuti oleh level karbohidrat 0, 30% dan terendah pada level 40%. Kecernaan suatu makanan bervariasi menurut spesies ikan. Secara umum kecernaan protein mulai dari 70 sampai 90%, karbohidrat bervariasi dari 15 sampai 40%, dan untuk selulosa sekitar 1% (Zonneveld et al. 1991). Hasil penelitian Murni (2004) pada ikan gurame yang tidak mendapatkan probiotik menunjukkan bahwa kecernaan protein, lemak, dan total secara berturut- turut adalah 60,5; 62,8; dan 20,6%. Pada ikan gurame yang mendapatkan penambahan probiotik Bacillus sp. dengan dosis 10 mL/kg pakan ditemukan peningkatan kecernaan protein, lemak, dan total masing-masing sebesar 85,2; 84,9; dan 67,7%.

Keberadaan enzim dalam pakan ikan akan meningkatkan daya cerna bahan makanan. Enzim eksogenik (yang berasal dari ma kanan) sangat berarti bagi pertumbuhan larva atau benih ikan yang mekanisme sekresinya belum berkembang (Hepher 1990). Hidrolisis pakan udang penaied dengan ekstrak enzim pencernaan udang pada konsentrasi 1 mL/10 g pakan menghasilkan derajat hidrolisis protein berkisar dari 23,20 sampai 33,99% (Lemos et al. 2000). Enzim papain dengan konsentrasi 1,3 sampai 1,7% dan lama inkubasi 60 menit untuk menghidrolisis pakan ikan gurame (kadar protein 40% dan C/P pakan 8 kkal/g protein) menghasilkan derajat hidrolisis mulai dari 0,071 sampai 4,07%. Adapun pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame yang diberi pakan yang telah Keberadaan enzim dalam pakan ikan akan meningkatkan daya cerna bahan makanan. Enzim eksogenik (yang berasal dari ma kanan) sangat berarti bagi pertumbuhan larva atau benih ikan yang mekanisme sekresinya belum berkembang (Hepher 1990). Hidrolisis pakan udang penaied dengan ekstrak enzim pencernaan udang pada konsentrasi 1 mL/10 g pakan menghasilkan derajat hidrolisis protein berkisar dari 23,20 sampai 33,99% (Lemos et al. 2000). Enzim papain dengan konsentrasi 1,3 sampai 1,7% dan lama inkubasi 60 menit untuk menghidrolisis pakan ikan gurame (kadar protein 40% dan C/P pakan 8 kkal/g protein) menghasilkan derajat hidrolisis mulai dari 0,071 sampai 4,07%. Adapun pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame yang diberi pakan yang telah

Penambahan enzim lipase mikrobial dalam pakan tidak berpengaruh pada pertumbuhan ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Hal ini demikian karena lemak bukan merupakan nutrien utama yang digunakan oleh ikan, baik untuk pertumbuhan maupun sebagai sumber energi (Samuelsen et al. 2001). Predigestion pakan dengan menggunakan a-amilase komersil dengan dosis = 50 mg/kg pakan mampu meningkatkan pengurangan kadar gula pakan dibandingkan kontrol dan meningkatkan kecernaan karbohidrat pakan ikan perch silver fase juvenil (Stone et al. 2003a)

Pemanfaatan bakteri remedian bakteri Bacillus sp. pada pemeliharaan larva udang windu memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan udang karena bakteri dan enzim yang dihasilkannya akan ikut termakan dan membantu proses pencernaan di dalam saluran pencernaan udang (Handayani et al. 2000). Dalam saluran pencernaan ikan terdapat bakteri yang menghasilkan enzim pencernaan yang dapat merombak nutrien makro yang masuk melalui pakan untuk kebutuhan bakteri itu sendiri dan memudahkan diserap oleh ikan (Lagler 1977 dalam Gatesoupe 1999).

Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng

Kandungan nutrisi yang baik untuk ikan secara umum adalah mulai dari

20 sampai 60% protein, 4 sampai 8% lemak, dan karbohidrat sampai 30% (Hasting 1976). Menurut Jangkaru dan Djajadiredja (1976) kandungan protein 30 sampai 40% dan karbohidrat 10 sampai 20%. Furuichi (1988) mengemukakan bahwa dari beberapa studi kadar optimum karbohidrat pakan untuk ikan golongan karnivora adalah 10 sampai 20% dan golongan omnivora adalah 30 sampai 40%.

Pertumbuhan ikan bandeng muda yang terbaik adalah pada pemberian pakan buatan dengan komposisi protein, lemak, vitamin mix, mineral mix, dan karbohidrat secara berturut-turut adalah 60, 10, 4, 10, dan 16% (Lee dan Liao 1976). Kadar protein yang optimal adalah sebesar 40% untuk pertumbuhan benih ikan bandeng (bobot rata-rata 40 mg) yang dipelihara di laut. Pertambahan bobot benih ikan yang dicapai adalah sebesar 0,135 g dan tingkat kelangsungan hidup 60% selama 30 hari pemeliharaan (Lim et al. 1979). Santiago et al. (1983) juga mengemukakan hal yang sama bahwa kandungan protein 40% mencukupi untuk pertumbuhan benih ikan bandeng (panjang rata-rata 13 mm, bobot 15 mg) yang dipelihara di air tawar. Pertambahan bobot yang dicapai sebesar 0,16 sampai 0,18 g dan tingkat kelangsungan hidup 63 sampai 93% setelah dipelihara selama 5 minggu. Haryati (2002) menggunakan pakan buatan pada larva ikan bandeng umur 15 hari dengan komposisi protein, lemak, serat kasar, BETN, dan abu secara berturut-turut adalah 45,31; 12,88; 10,84; 21,67; dan 9,30%.

Kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng adalah sebesar 7 sampai 10% (Alava dan Cruz 1983 dalam Borlongan dan Coloso 1992). Ikan bandeng juvenil membutuhkan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,0% sampai 1,5% (Borlongan 1990). Pakan yang mengand ung asam lemak yang berbeda, yaitu 18:1n-9, 18:2n-6, 18:3n-3, 20:4n-6, dan n-3 HUFA masing-masing sebesar 1% memberikan respons yang sama terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng juvenil yang dipelihara di air payau (Alava dan Kanazawa 1996). Kebutuhan asam amino esensial (% protein) bagi pertumbuhan juvenil ikan bandeng adalah arginin 5,2; histidin 2,0; isoleusin 4,0; leusin 5,1; lisin 4,0; metionin + sistin 3,2; fenilalanin + tirosin 5,2; threonin 4,6; triptofan 0,6; dan valin 3,6 (Borlongan dan Coloso 1992).

Mikrob Saluran Pencernaan Ikan

Migita dan Hashimoto (1949) dalam Opuszynski dan Shireman (1994) menemukan aktivitas selulase pada Carassius auratus. Stickney dan Shumway (1974) dalam Clarke dan Bauchop (1977) menga matan pada 62 spesies dari 35 famili ikan elasmobranchi dan teleost. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 17 spesies memperlihatkan aktivitas sellulase dalam usus, dan aktivitas sellulase ini

berhubungan dengan kebiasaan memakan detritus. Selulase diproduksi oleh mikroflora di dalam usus. Shcherbina dan Kazlauskene (1971) dalam Opuszynski dan Shireman (1994) menemukan selulase endogen dan selulase mikrobial pada usus ikan mas Clarke dan Bauchop (1977). Ujicoba 2 kelompok ikan lele, kelompok pertama tidak diberi makan selama 5 hari, aktivitas sellulase masih ditemukan pada saluran pencernaannya. Kelompok kedua diberi makan yang mengandung streptomisin 200 mg/L selama 24 hari. Hasil percobaan memperlihatkan di dalam saluran pencernaan ikan uji bebas enzim sellulase. Hal ini menunjukkan bahwa sellulase dihasilkan oleh mikroorganisme yang sensitif dengan streptomisin dalam sistem pencernaan ikan (Clarke dan Bauchop 1977). Das dan Tripathi (1991) melaporkan penurunan aktivitas sellulase ketika ikan karper rumput diberi pakan yang mengandung tetrasiklin. Cherac quadricarinatus yang diberi pakan yang mengandung 100 IU/ mL penicillin G. dan 100 mg/mL streptomisin per kg pakan selama 8 hari menunjukkan terjadi penurunan aktivitas enzim sellulase pada saluran pencernaan sebanyak 40%, serta penurunan populasi bakteri sebanyak 94% dibandingkan kontrol (Xue et al. 1999). Enzim sellulase mikrobial yang ditemukan pada saluran pencernaan Cherac quadricarinatus berasal dari kehadiran material detritus di dalam kolam

Usus beberapa spesies ikan laut banyak mengandung bakteri halofilik (Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri barofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al. 1994). Duapuluh delapan spesies Eubacterium yang merupakan bakteri anaerob, sudah diisolasi dari hewan mamalia, binatang mengerat, burung dan ikan. Eubacterium nitrogenous telah ditemukan dalam usus ikan mas (Clarke dan Bauchop 1977). Aeromonas sp. diidentifikasi pada 6 jenis ikan air tawar yaitu Cyprinus carpio, Carassius auratus, Tilapia sp., Plecoplossus aiuvelis, Ictalurus puctatus dan Oncorhynchus mykiss (Sugita et al. 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikan-ikan salmon (Cipriano et al. 1992). Aeromonas sp., Plesiomonas sp. dan beberapa famili Enterobanteriaceae adalah bakteri anaerob fakultatif dominan dan banyak terdapat pada ikan air tawar, bersifat patogen dan berhubungan dengan kesehatan ikan (Sakata dan Yuki 1991).

Genus Lactobacillus telah ditemukan pada saluran pencernaan 42 ekor ikan mas dari 65 ekor ikan mas yang digunakan sebagai sampel. Setiap segmen dari saluran pencernaan ikan dipisahkan dan ditemukan Laktobacilli pada 24 ekor pada segmen depan, 25 ekor segmen tengah dan 25 ekor segmen belakang. Distribusi strain Laktoflora dalam saluran pencernaan dibagi dalam 3 grup ikan, yaitu grup

I, 12 dari 42 ekor ditemukan asam laktat bacilli; grup II, 38 dari 42 ekor ditemukan Lactobacilli fakultatif heterofermentatif; dan grup III, 16 dari 42 ekor ditemukan Lactobacilli (Jankauskiene 2002). Selanjutnya, strain Lactobacillus tersebut diuji aktivitas antagonis dengan mikrob patogen dalam usus ikan tersebut, yaitu Aeromonas hydrophila Subsp. anaerogenes ATCC 15468, Aeromonas hydrophila Subsp. hydrophila ATCC 7966, Aeromonas sobria cip. 7433, Pseudomonas fluorescens

83, Pseudomonas fluorescens 6, Pseudomonas fluorescens

90. Dari 168 strain Lactobacillus yang diamati 165 dideteksi mempunyai aktivitas antagonis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Lactobacillus mampu menghalangi reproduksi dan invasi mikrob patogen Pseudomonas fluorescens 90 sebesar 93,44%, sedangkan Lactobacillus case dan Lactobacillus plantarum paling kuat kandungan antimikrobnya sebesar 88,67%. Hal ini menjelaskan kemampuan strain laktoflora untuk berpartisipasi dalam formasi kolonisasi, resistansi, dan mekanisme perlindungan. Menurut Austin dan Al-Zahrani (1988); Gatesoupe (1994); Gildberg et al. (1997) dalam Jankaukiene (2002), kemampuan tersebut berhubungan dengan kemampuan Lactobacillus menghasilkan bakteriosin yang dapat menghalangi pertumbuhan mikrob patogen dalam usus ikan.

Mikroorganisme dari isi saluran pencernaan ikan flounder (Paralichtys olivacus ) telah diisolasi sebanyak 199 jenis, dari jumlah tersebut terpilih Weissella hellenica DS-12 sebagai kandidat probiotik karena mempunyai aktivitas antimikrob yang sempurna terhadap mikrob patogen dan dapat meningkatkan pertumbuhan flounder (Tae 2003). Strain Carnobacterium sp. yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan salmon atlantik, dapat digunakan sebagai probiotik dalam budi daya ikan-ikan salmon atlantik dan rainbow trout (Robertson et al. 2000). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total mikroflora saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah

ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikrob yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas, dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al. 2000). Sembilanbelas spesies mikroflora telah diidentifikasi pada media kolam air tawar, sedimen, insang, dan saluran pencernaan ikan tilapia. Komposisi bakteri pada air kolam dan sedime n mempengaruhi komposisi bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan. Komposisi tersebut didominasi bakteri rod gram negatif (87%), yaitu Aeromonas hydrophila, Bacillus sp., Burkholderia sp., Chryseomonas sp., Pasteurella pnemotropica , Photobacterium sp., Pseudomonas sp., Serratia liguefaciens, Shewanella putrefaciens, Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Vibrio alginolyticus , V. cholerae, V. carchariae, V. fluvialis, V. furnissii, V. parahaemolyticus, Vibrio sp. V. vulnificus dan gram negatif rod tidak teridentifikasi (Al-Harbi dan Uddin 2005).

Suhu adalah salah satu variabel yang paling utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dalam rumen domba dan sapi mulai dari 39

sampai 40 o C dan selama fermentasi aktif bisa mencapai 41

C. Suhu yang tetap dan tinggi dalam usus hewan mamalia sangat menguntungkan mikrob yang tinggal di sana dibandingkan dengan yang tinggal dalam saluran pencernaan hewan poikilotermik dengan suhu tubuh berfluktuasi menurut suhu lingkungan (Hungate 1966). Tingkat pencernaan pada beberapa spesies ikan 5 sampai 10 kali lebih

tinggi pada suhu 25 o C dibandingkan pada suhu 5 C (Molnar dan Tolg 1962; Fabian et al. 1963 dalam Clarke dan Bauchop 1977). Dengan demikian, pada

beberapa isolasi mikrob saluran pencernaan ikan digunakan suhu 25 o

C. Hishono et al . (1997) mengisolasi Pseudomonas sp. dari usus ikan untuk memproduksi enzim protease pada suhu rendah. Hasil yang terbaik diperoleh pada suhu 5 dan

10 o C. Suhu inkubasi kultur mikrob yang digunakan Tae (2003) adalah 37 C selama 24 jam untuk media TS, BL, EG dan LBS 37 o C selama 3 hari, sedangkan probiotik Weissella hellenica DS-12 dikultur pada suhu 30 o C selama 16 jam. Xue et al o . (1999) menggunakan suhu 30 C selama 24 jam, dengan pH media 6,8 untuk

kultur bakteri pada saluran pencernaan Cherac quadricarinatus.

Fase pertumbuhan mikrob terdiri atas 4 fase. Fase I adalah fase pertumbuhan lamban atau lag, yang mempunyai kriteria tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan ukurannya bertambah, serta substansi intraselular bertambah. Fase II adalah fase logaritma atau eksponensial, yang mempunyai kriteria sel membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama, aktivitas metabolik konstan dan keadaan pertumbuhan seimbang. Fase III adalah fase statis, yang mempunyai kriteria penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien, beberapa sel mati, sedangkan yang lain tumbuh dan membelah, jumlah sel hidup menjadi tetap. Fase IV adalah fase kematian atau penurunan dengan kriteria sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru, laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan bergantung pada spesies mikrob. Berdasarkan kriteria tersebut, panen sel mikrob yang tepat untuk memproduksi suatu produk atau senyawa metabolit adalah pada fase akhir logaritma atau eksponensial (Pelczar dan Chan 1988).

Berdasarkan kebutuhan akan oksigen mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3 grup. Kelompok pertama adalah mikrob aerob, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh jika terdapat oksigen di lingkungannya. Oksigen diperlukan karena energi hanya dapat diperoleh melalui respirasi aerobik, seperti halnya hewan dan manusia. Kelompok kedua adalah mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, pertumbuhannya dihambat dengan adanya oksigen, bahkan di antaranya sangat sensitif dan akan mati. Mikroorganisme ini dapat memperoleh energi melalui proses fermentasi dan respirasi anaerobik. Kelompok ketiga adalah mikrob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh tanpa atau dengan adanya oksigen. Kebutuhan energi dapat dipenuhinya bergantung pada kondisi lingkungan yang ada (Fardiaz 1992).

Aplikasi Mikrob sebagai Probiotik di Bidang Perikanan

Penelitian pemanfaatan mikrob dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan budi daya perikanan telah banyak dilakukan, sedangkan Penelitian pemanfaatan mikrob dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan budi daya perikanan telah banyak dilakukan, sedangkan

Pemberian pakan yang mengandung 1 kg premix Weissella hellenica DS-

12 per ton pakan komersil (mengandung 4,2 sampai 4,8 x 10 9 sel Weissella hellenica DS-12/g premix) dapat meningkatkan pertumbuhan ikan flounder (Tae

2003). Pada ikan salmon (salmon Atlantik dan rainbow trout) yang diberi pakan yang mengandung probiotik Carnobacterium sp. dengan konsentrasi 5 x 10 10

sel/kg pakan, isolat dapat hidup dengan baik dalam saluran pencernaannya. Empat belas hari setelah pemberian tantangan dengan mikrob patogen menunjukkan efektivitas pengurangan penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas salmonicida, Yersinia ruckeri dan Vibrio ordalii, tetapi tidak yang disebabkan oleh Vibrio Anguillarum (Robertson et al. 2000).

Penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan pada pertumbuhan ikan gurame telah dilaporkan oleh Irawan (2000). Dosis yang

9 9 9 9 digunakan adalah : 1,0 x 10 9 , 1,5 x 10 , 2,0 x 10 , 2,5 x 10 , 3,0 x 10 cfu/100 g pakan dan kontrol. Hasil yang diperoleh pada percobaan tersebut adalah setiap

perlakuan tidak menunjukkan perbedaan, tetapi nyata lebih baik dari kontrol. Hasil penelitian Murni (2004) menunjukkan bahwa pena mbahan probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan dapat meningkatkan kecernaan, efisiensi pakan, dan pertumbuhan ikan gurame dengan dosis optimal adalah 10 mL/kg pakan dan

kepadatan bakteri 4,2 x 10 4 cfu/mL. Tiga bentuk probiotik Bacillus sp., yaitu sel

segar (3,0 x 10 10 cfu/g), sel segar dalam normal saline solution (3,4 x 10 cfu/mL) dan sel liofilis (5 x 10 12 cfu/g), ditambahkan ke pakan dengan

perbandingan 3 : 1, pertumbuhan dan survival udang windu (Penaeus monodon) nyata lebih tinggi dari udang wind u kontrol, tetapi tidak ada perbedaan antar- perlakuan tiga bentuk probiotik (Rengpipat et al. 1998, 2000). Bacillus sp. 1,0 x

9 9 9 9 10 9 , 1,5 x 10 , 2,0 x 10 , 2,5 x 10 , dan 3,0 x 10 cfu/mL/100 g pakan tidak menunjukkan perbedaan pada pertumbuhan ikan gurame, tetapi lebih baik dari

kontrol (Irawan 2000). Ali (2002) melaporkan Bakterial Mixture (Add-B) yang merupakan campuran 4 tipe bakteri gram negatif dari famili Rhodospirillaceae, yaitu Rhodosspirillum rubrum, Rhodopseudomonas viridis, Rhodopseudomonas kontrol (Irawan 2000). Ali (2002) melaporkan Bakterial Mixture (Add-B) yang merupakan campuran 4 tipe bakteri gram negatif dari famili Rhodospirillaceae, yaitu Rhodosspirillum rubrum, Rhodopseudomonas viridis, Rhodopseudomonas

survival Salvelinus alpinus, yaitu tingkat pertumbuhan rata-rata 0,90%/hari, dibandingkan ikan kontrol dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 0,75%/hari.

Menurut Verschuere et al. (2000) aplikasi mikrob di bidang perikanan lebih mengarah ke fungsinya sebagai agen kontrol biologi (Tabel 1).

Probiotik

Probiotik telah didefinisikan dalam beberapa cara bergantung pada pemahaman tentang mekanismenya dalam memberikan pengaruh bagi kesehatan dan kehidupan organisme. Istilah probiotik pertama kali dicetuskan untuk mendeskripsikan senyawa yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat menstimulir pertumbuhan mikroorganisme lain. Selanjutnya definisi probiotik berkembang menjadi organisme dan senyawa yang dapat menghasilkan keseimbangan mikroflora dalam usus. Menurut Lilley dan Stillwel (1965) probiotik menggambarkan substansi yang disekresi oleh suatu mikroorganisme yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme lainnya Dikatakan pula bahwa probiotik merupakan lawan antibiotik. Parker (1972) mendefinisikan probiotik sebagai organisme beserta substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikrob dalam saluran pencernaan. Matthews (1988) mengemukakan bahwa probiotik adalah mikroorganisme hidup dalam bentuk kering yang mengandung media tempat tumbuh dan produksi metabolismenya. Menurut Fuller (1992), probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikrob hidup, yang memberi pengaruh menguntungkan bagi ternak inang dengan meningkatkan keseimbangan mikrob dalam saluran pencernaan. Tannock (1999) mengusulkan definisi probiotik sebagai sel-sel mikrobial hidup yang diberikan sebagai suplemen dengan tujuan meningkatka n kesehatan. Seiring dengan perkembangan data hasil penelitian ilmiah dan aplikasi tentang pengaruh probiotik, diusulkan suatu definisi baru, yaitu sediaan sel mikrob atau komponen dari sel mikrob yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 1999). Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel hidup karena telah terbukti bahwa probiotik dalam

Tabel 1. Beberapa bakteri probiotik sebagai agen kontrol biologi pada budi daya ikan berdasarkan berbagai laporan pustaka (Verschuere et al. 2000)

Probiotik yang diduga A s a l* Observasi Metode Cara yang dianjurkan Pustaka pemberian dari faktor* Telur ikan dan larva Beberapa strain

Antagonisme 51 (tidak teridentifikasi) dan halibut mencegah bakteri lingkungan cairan bakteri

Telur ikan cod

Kegagalan dari strain untuk

Merendam dalam

menempel pada telur-telur cod

Seperti Vibrio salmonicida Ikan

Immunostimulan 84 dan Lactobacillus plan-

Meningkatkan survival larva Menambahkan

2 minggu setelah me- pada media budi daya tarum

halibut

netas

Strain Bacillus IP5832 ?

Antagonism dan/atau 35 Spora (Paciflor 9)

Meningkat bobot larva turbot

Menambahkan

ketika makan p akan rotifer pada pakan rotifer kandungan nutrisi pakan-spora; menurunkan morta- ditingkatkan dengan litas ketika uji tantang dengan ang- rotifer gota Vibrionaceae yg ada.

Streptococcus lactis dan ?

? 32 Lactobacillus bulgaricus

Meningkatkan survival larva

Pengkayaan

turbot 17 hari setelah menetas rotife Artemia

Lactobacillus atau Rotifer (Bra-

Pengkayaan Antagonisme dan/atau 37 Carnobacterium

Menurunkan mortalitas larva

kandungan nutrisi catilis )

chionus pli-

turbot ketika uji tantang dengan

rotifer

Vibrio sp. patogen

ditingkatkan dengan rotifer

Vibrio pelagius Copepoda p akan Menurunkan (?) mortalitas

? 104 Larva turbot

Menambahkan pada

larva turbot ketika uji tantang

media budi daya

dengan A. caviae.

A. caviae

Strain E (tidak sama Larva turbot

Persaingan besi 38 Vibrio alginolyticus )

Menurunkan mortalitas larva

Pengkayaan

sehat

turbot ketika uji tantang dengan

rotifer

Vibrio strain P patogen; juga, nilai pertumbuhan larva

mungkin meningkat

Air matang secara -

? 115,135 Mikrobiologi

Meningkatkan nilai pertumbuhan Seperti media

awal larva turbot dan halibut budi daya

Ikan juvenil dan muda Lyophilized

- 43 Carnobacterium

Saluran pencer-

Meningkatkan (!) mortalitas

Menambahkan

naan Salmon

dari anak-anak salmon at- ke pakan

diver gens Atlantik

lantik ketika uji tantang yang di- pengaruhi oleh kehidupan bersama A. salmonicida

Lyophilized Saluran pencer-

- 45 Camobacterium

Menurunkan mortalitas pada

Menambahkan

naan Salmon

anak-anak cod atlantik ke-

ke pakan

divergens

Atlantik tika uji tantang suatu strain anguillanum patogen

Antagonisme 44 Camobacterium

Lyophilized Saluran pencer-

Menurunkan mortalitas pada

Menambahkan

naan Salmon

pada anak-anak cod atlantik

ke pakan

divergens Atlantik ketika uji tantang suatu strain V. Anguillanum patogen

12 hari setelah infeksi; 4 minggu Setelah infeksi, bagaimanapun, Mortalitas yang sama pada kontrol telah dicapai.

Camobacterium Salmon Atlantik Menghambat pertumbuhan dari V.

Antagonisme 59 S train KI

anguillarum dan A. Salmonicida dalam mukus saluran pencernaan ikan dan ekstrak fecal (bukan uji in vivo)

Camobacterium Saluran pencer-

Antagonisme 85 naan Salmon

Menghambat pertumbuhan

V. anguilarum pada ekstrak fecal Atlantik. turbot (no in vivo test)

Kompetisi 117 domonad F19/3

Fluorescens pseu- Mukus ikan

Menurunkan mortalitas salmon

Merendam dalam

atlantik yg presmolts melalui

cairan bakteri

besi

uji tantang dengan infeksi A. salmonicida penyebab stress

Fluorescens pseu- domonad AH2 -

Danau es Vic-

Kompetisi 48 toria Nile perch

Menurunkan mortalitas juvenil

Menambahkan

rainbow melalui uji tantang

ke dalam media besi

dengan suatu V. anguillarum

budi daya dan atau

patogen

merendam dalam cairan bakteri

Vibrio alginolyticus komersial

Menurunkan mortalitas juvenil

Merendam ke dalam Antagonisme 5

salmon atlantik melalui uji

cairan bakteri

tantang dengan suatu A. salmonicida, V. anguillarum, dan V. Ordali patogen

Bersambung ke halaman berikutnya

Tabel 1. (Lanjutan)

Probiotik yang diduga A s a l* Observasi Metode Cara yang dianjurkan Pustaka pemberian dari faktor*

Bacillus megaterium, ?

? 95 B. polymyxa, B. liche-

Meningkatkan survival dan batas

Menambahkan

produksi dari ikan lele channel ke air kolam

Nifromis, 2 strain dari B. subtilis (Biostrart) i

Semprotan-kering ?

? 2 Tetraselmis Suecica

Menurunkan mortalitas juvenil

Menambahkan

salmon atlantik melalui uji tan- ke pakan

(alga unicelluler )

tang dengan beberapa patogen;

alga yang efektif secara profi- laktik hingga secara terapiutik

Krustacea Bacillus strain S11 Penaeus monodon Meningkat berat rata-rata

Menambahkan Antagonisme 99; Rengpi- atau lumpur dan of P. monodon larvae ke pakan Rukpatanpora, air dari kolam dan postlarvae; menurunkan abstract udang mortalitas setelah uji tantang

D331 patogen V. harvevi

Vibrio alginolyticus Air laut dari laut Meningkat berat rata-rata Menambahkan ke Antagonisme 33 Pasifik dari postlarvae L. vannamei ; media budi daya Observasi menurunkan

V. parahaemolyticus pada udang

Bacillus ? Meningkatkan survival dari udang Menambahkan ke Antagonisme 73,74

penaeid; menurunkan densitas air kolam luminous Vibrio

Strain PM -4 dan/atau Meningkatkan survival larva P. Menambahkan ke Antagonisme/ 67-69,83 NS-110 Tanah monodon and P. trituberculatus; media budi daya sumber pakan Menurunkan densitas Vibrio dari larva

Strain BY-9 Coastal air laut Meningkatkan survival larva P. menambahkan ke ? abstrak Sugama

; menurunkan densitas media budi daya dan Tsumura monodon

Vibrio

Molluska bivalve Vibrio strain 11 Mikroalga pada Meningkat mortalitas larva

Merendam dalam Antagonisme 105

Hatchery scallop uji tantang dengan cairan bakteri

scallop

patogen seperti strain V.

anguillarum

Actomonas media Menurunkan mortalitas dan pe- Menambah ke Antagonisme 42 A 199 ? nekanan patogen dari larva media budi daya

oyster pasifik ketika uji tan- tang dengan V. Tubiashii patogen

Pakan alami-alga Beberapa

Menambahkan ke ? 75 strain lutheri media budi daya Flavobacterium sp . Budidaya massal Memperbaiki sifat tumbuh dari

Larva turbot

Merangsang pertumbuhan P.

Menambahkan ke ? 128

C. gracilis, I. Galbana, Chaetoceros dan media budi daya gracilis P. lutheri

Strain SK-05 Budidaya Menghambat pertumbuhan dari Menambah ke Persaingan 101 V. algynolyticus dalam budidaya media budi daya dalam sumber Skeletomena

daya Pakan alami-rotifer Lactobacillus plantarum ? Menghambat pertumbuhan dari

Costatum

Skeletomena costatum

Menambahkan Antagonisme 36

secara kebetulan A. Salmonicida ke pakan

strain dalam budidaya rotifer

Lactococcuss lactis

Meniadakan penghambatan per- Menambahkan ke ? 54 rotifer tumbuhan rotifer saat uji tan- media budi daya tantang V. anguillarum Beberapa strains Budidaya

AR21 Budidaya

Meningkat tingkat pertumbuhan Menambahkan ke 108

dalam budidaya rotifer media budi daya rotifer

Pakan alami-Artemia

Vibrio alginolyticus C14 ? Menurunkan mortalitas Menambahkan ke ? 47

media budi daya

nauplii Artemia saat uji

tantang dengan V. parahaemolyticus

Beberapa strain Budidaya

Menurunkan mortalitas

juvenil Artemia saat

Artemia

uji tantang dengan V. pro- teolyticus

-, tidak relevan; ?, tidak spesifik -, tidak relevan; ?, tidak spesifik

Beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan produk probiotik dengan pengaruh positif yang optimal bagi inangnya menurut Shortt (1999) di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Spesies bakteri probiotik sebaiknya merupakan mikroflora normal usus sehingga bakteri tersebut lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus.

b. Tidak bersifat patogen.

c. Toleran terhadap asam lambung dan garam empedu.

d. Memiliki kemampuan untuk menempel dan mengkolonisasi sel usus.

e. Memiliki aktivitas antagonistik terhadap mikrob patogen enterik.

f. Terbukti memiliki pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan.

g. Memiliki kemampuan untuk bertahan selama proses pengolahan dan selama waktu penyimpanan.

h. Produk probiotik diharapkan memiliki jumlah sel hidup yang besar

7 (10 9 sampai 10 ).

ISOLASI DAN SELEKSI MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG

Pendahuluan

Mikroflora adalah mikroorganisme yang secara alamiah menghuni saluran pencernaan makhluk hidup. Mikroflora terdiri atas berbagai mikrob dalam jumlah besar, dengan aktivitas dan kapasitas metabolik yang sangat beragam, serta yang dapat memberi pengaruh positif maupun negatif pada fungsi fisiologis saluran pencernaan. Peranan mikroflora saluran pencernaan pada manusia dan hewan sudah banyak diteliti dan dilaporkan. Fuller (1989) mengemukakan bahwa mikroflora adalah ekosistem kompleks yang terdiri atas sejumlah besar mikrob. Pada manusia sedikitnya terdapat 400 spesies mikrob yang berbeda dengan jumlah

total mencapai 14 10 sel. Dalam rumen hewan ruminansia terdapat banyak mikroorganisme yang jenis dan jumlahnya berbeda antar-spesies ruminansia, dan

pada spesies yang sama tetapi dengan sumber pakan yang berbeda. Mikroflora kebanyakan bersifat komensal, yaitu memanfaatkan hubungan dengan inang serta saling berinteraksi antar-berbagai spesies mikrob dalam saluran pencernaan, baik secara antagonistik maupun sinergistik. Interaksi yang terjadi sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan mikroflora saluran pencernaan (Salminen et al. 1993). Mikroflora asli saluran pencernaan mempunyai hubungan mutualisme dengan inangnya, yaitu memanfaatkan inang sebagai tempat hidupnya. Keuntungan bagi inang adalah 1) umumnya mikrob memakan sisa atau menggunakan bahan buangan; 2) banyak bakteri usus dapat mensintesis vitamin, mensekresi enzim, dan membantu pencernaan nutrien; 3) kehadiran mikrob asli cenderung menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga dapat melindungi inang terhadap penyakit serta merangsang fungsi kekebalan tubuh (Pelczar dan Chan 1988).

Melihat besarnya peranan mikroflora bagi pencernaan dan kesehatan, penelitian untuk mengubah mikroflora saluran pencernaan ke arah yang menguntungkan baik untuk tujuan kesehatan maupun pertumbuhan untuk manusia dan hewan terestrial terutama ruminansia telah banyak dilaporkan. Saat ini telah Melihat besarnya peranan mikroflora bagi pencernaan dan kesehatan, penelitian untuk mengubah mikroflora saluran pencernaan ke arah yang menguntungkan baik untuk tujuan kesehatan maupun pertumbuhan untuk manusia dan hewan terestrial terutama ruminansia telah banyak dilaporkan. Saat ini telah

Peranan mikroflora pada saluran pencernaan ikan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti (Clarke dan Bauchop 1977; Das dan Tripathi 1991; Nakayama et al . 1994; Shcherbina dan Kazlauskene 1971 dalam Opuszynski dan Shireman 1994; Hoshino et al. 1997; Xue et al. 1999; Jankauskiene 2002; Tae 2003). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroflora pada saluran pencernaan ikan juga mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan dan mekanisme perlindungan terhadap mikrob patogen. Dengan demikian, potensi untuk dijadikan “Probiotik” dan diaplikasikan dalam budi daya ikan sangat besar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari saluran pencernaan ikan bandeng untuk dijadikan probiotik berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Shortt (1999).

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan IPB, selama 10 bulan, mulai bulan Maret sampai Desember 2004.

Prosedur Penelitian Isolasi Mikrob

Pengambilan isi saluran pencernaan ikan bandeng sebagai sumber inokulum (Gambar 3 dan Lampiran 13) dilakukan dengan cara mengeluarkan organ pencernaan (lambung dan usus) dari ikan bandeng fase dewasa yang telah dibunuh. Organ pencernaan ditimbang dan diukur panjangnya. Usus digerus dan setiap 10 g usus diencerkan dengan 90 mL cairan fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Prosedur isolasi mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dilakukan dengan metode selektif, yang mengacu pada metode yang dilakukan pada hewan terestrial seperti petunjuk Hungate (1966), serta Pengambilan isi saluran pencernaan ikan bandeng sebagai sumber inokulum (Gambar 3 dan Lampiran 13) dilakukan dengan cara mengeluarkan organ pencernaan (lambung dan usus) dari ikan bandeng fase dewasa yang telah dibunuh. Organ pencernaan ditimbang dan diukur panjangnya. Usus digerus dan setiap 10 g usus diencerkan dengan 90 mL cairan fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Prosedur isolasi mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dilakukan dengan metode selektif, yang mengacu pada metode yang dilakukan pada hewan terestrial seperti petunjuk Hungate (1966), serta

Kultur mikrob dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Untuk menciptakan kondisi anaerob setiap proses kegiatan dialiri gas CO 2 dan tabung disumbat dengan tutup karet. Media kultur yang digunakan adalah Tripticase Soy Broth (TSB, Merck) yang ditambah 1% NaCl. Sebagai sumber energi untuk amilolitik adalah pati, untuk proteolitik adalah kasein, dan untuk lipolitik adalah minyak ikan (komposisi media disajikan pada Lampiran 2). Sumber inokulum diambil sebanyak 0,5 mL dan diinokulasikan ke dalam 10 mL media cair standar, yaitu TSB ditambah pati, TSB ditambah kasein, dan TSB ditambah minyak ikan.

Kultur dibuat secara duplo. Kultur ini kemudian diinkubasi pada suhu 29 o C selama 24 jam agar mikrob dapat tumbuh. Pertumbuhan mikrob ditandai oleh

keruhnya media kultur.

Gambar 3. Ikan bandeng dan saluran pencernaannya yang digunakan sebagai

sumber inokulum pada percobaan isolasi dan seleksi mikrob

Pengenceran berseri dilakukan dari 10 -10 sampai 10 dengan cara mengambil 0,05 mL dari kultur mikrob pada media cair dan dimasukkan ke dalam

4,95 mL media pengencer pertama, selanjutnya dari media pengencer pertama diambil sebanyak 0,05 mL dan dimasukkan ke dalam 4,95 mL media pengencer kedua dan seterusnya sampai media pengencer terakhir.

Untuk mendapatkan isolat murni, dari setiap seri pengenceran ditransfer sebanyak 0,1 mL ke dalam media padat, yang terdiri atas campuran TSB, agar dan sumber energinya, dan dikemas dengan menggunakan role tube technique untuk suasana anaerob dan menggunakan cawan petri untuk suasana aerob. Sediaan ini

diinkubasi kembali pada suhu 29 o C selama 24 sampai 48 jam. Koloni mikrob yang tumbuh dipilih berdasarkan perbedaan morfologi (bentuk, ukuran, dan warna

koloni). Metode purifikasi dilakukan berulang-ulang dengan teknik dan media yang sama sampai didapatkan koloni mikrob tunggal dan seragam.

Kultur murni selanjutnya diperbanyak atau diperkaya untuk mendapatkan isolat. Sebagian isolat mikrob digunakan sebagai kultur stok dan sebagian lagi dipakai sebagai inokulum pada percobaan berikutnya. Pengayaan dilakukan dengan cara menumbuhkan masing-masing isolat ke dalam media yang paling sesuai dengan media hidupnya, kemudian diinkubasi pada suhu 29 o C selama 24

jam. Kultur yang didapat siap untuk diawetkan. Pengawetan dilakukan dengan menyimpan isolat-isolat yang telah diperoleh ke dalam media gliserol 80% yang selanjutnya disebut kultur stok. Cara pelaksanaannya adalah tabung Eppendorf kapasitas 1000 µL diisi media gliserol 80% kemudian ditambahkan kultur mikrob yang akan diawetkan. Perbandingan kultur dengan gliserol adalah 3:1. Setelah itu, mikrob dalam kultur stok dinonaktifkan dengan cara disimpan dalam freezer

-4 o C. Isolat mikrob yang sudah murni dikarakterisasi secara fisiologis dan

biokimia. Data mikrob yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu membandingkannya dengan literatur pendukung menggunakan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994).

Seleksi Mikrob

Percobaan ini bertujuan untuk menemukan mikrob yang berpotensi tinggi untuk dipilih sebagai probiotik. Seleksi mikrob dilakukan melalui tahapan 1) pengujian fakultatif; 2) pengujian aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik; 3) fase pertumbuhan mikrob; 4) pengujian aktivitas antagonistik atau konfrontasi dengan mikrob patogen; 5) ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu; dan 6) uji penempelan.

1. Pengujian Fakultatif

Pengujian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan isolat mikrob tumbuh pada media dengan dua suasana, yaitu aerob dan anaerob sehingga dapat digunakan untuk menentukan golongan isolat mikrob, yaitu mikrob aerob, anaerob, atau fakultatif (dapat tumbuh pada media aerob dan anaerob).

2. Pengujian Aktivitas Amilolitik, Proteolitik, dan Lipolitik