Aktivitas Antioksidan In Vivo Ekstrak Bennalu Teh Campuran Pada Ginjal Tikus
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN IN VIVO EKSTRAK BENALU
TEH CAMPURAN PADA GINJAL TIKUS
BANDA GUNARSA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan
in vivo Ekstrak Benalu Teh Campuranpada Ginjal Tikus adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari
skripsi ini.
Dengan pernyataan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya
kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Banda Gunarsa
G84080007
ii
ABSTRAK
BANDA GUNARSA. Aktivitas Antioksidan in Vivo Ekstrak Bennalu Teh
Campuran pada Ginjal Tikus. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan SYAMSUL
FALAH.
Hingga saat ini belum banyak penelitian khasiatantioksidan ekstrak benalu
teh secara in vivo. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas
antioksidan ekstrak benalu teh melalui konsentrasi lipid peroksida pada ginjal
hewan model yang diberi perlakuan parasetamol dengan dosis berlebih. Ekstrak
benalu teh campuran didapat dengan proses merebus selama 10 menit dengan
pelarut etanol 30%. Aktivitas antioksidan secara in vivo diuji dengan mengukur
aktivitas superoksida dismutase (SOD) dan konsentrasi MDA dari homogenat
ginjal tikusdengan spektrofotometri.Tikus yang digunakan berjumlah 30 ekor,
dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok: normal, parasetamol, ekstrak
benalu teh (100, 250, 500 mg/kg BB), dan curliv-plus dosis 80 mg/kg BB dengan
perlakuan selama 16 hari. Pengujian in vivo menunjukkan ekstrak benalu teh
campuran dosis 500 mg/kg bb cenderung menurunkan konsentrasi MDA ginjal
sebesar 13.30% jika dibandingkan dengan kelompok parasetamol ( >
0.05).Aktivitas inhibisi SOD kelompok ekstrak benalu teh campuran campuran
500 mg/kg BB terlihat lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan kelompok
parasetamol juga kelompok curliv plus yaitu sebesar 8.05% ( > 0.05).
Kata kunci: antioksidan, benalu teh, in vivo, malondialdehida, superoksida
dismutase
ABSTRACT
BANDA GUNARSA. In Vivo Antioxidant Activity of Mixed Tea Misletoes
in Rat Renal. Supervised by SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH.
Until now there has not much research of antioxidant properties in tea
misletoes extract. Therefore, this study was aimed to measure the antioxidant
activity of tea misletoes extract by analysis of lipid peroxide concentration in
kidneys of animals given model treatment with paracetamol overdose. Tea
misletoes extract was obtained by the process of boiling the mixture for 10
minutes with ethanol 30%. Antioxidant activity in vivo was tested by measuring
the activity of superoxide dismutase (SOD) and the concentration of MDA from
rat kidney homogenates using spectrophotometry. Thirty rat were divided into six
groups: normal, paracetamol, tea misletoes extract (100, 250, 500 mg/kg BW),
and curliv-plus dose of 80 mg/kg BW with 16 days of treatment.In vivo testing
showed that the tea misletoes extract group of dose 500 mg/kg BW kidney MDA
concentration was decreased by 13.30% when compared with the paracetamol
group ( > 0.05). Inhibition activity of SOD tea misletoes extract groupof dose
500 mg/kg BW was a little higher than the paracetamol group as well as curliv
plus group which is equal an increase of 8.05% ( > 0.05).
Keywords:antioxidant, tea mistletoe, in vivo, malondialdehida, superoxide
dismutase
iii
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN IN VIVO EKSTRAK BENALU
TEH CAMPURAN PADA GINJAL TIKUS
BANDA GUNARSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah berkehendak atas
segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga skripsi penelitian ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini berjudul; Aktivitas Antioksidan In Vivo Ekstrak Benalu
Teh Campuran (Lorantaceae) Pada Ginjal Tikus. Kegiatan penelitian ini akan
mulai Nopember 2013 di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D
selaku pembimbing utama dan Dr.Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
sebagai
pembimbing kedua. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk kedua orang
tua dan keluarga yang selalu memberikan dorongan dan doa pada penulis. Tidak
lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Andal Yakinudin, Desi Emalia, Dita
Meisyaroh, dan Satriaji Hartamto yang telah memberikan dukungannya hingga
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari berbagai kekurangan
dan ketidaksempurnaan akan banyak ditemukan dalam skripsi ini, sehingga saran
dan kritik yang membangun diharapkan dapat berguna bagi pelaksanaan
penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Banda Gunarsa
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL
4
PEMBAHASAN
7
SIMPULAN DAN SARAN
9
DAFTAR PUSTAKA
9
RIWAYAT HIDUP
19
viii
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil pengukuran konsentrasi MDA ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
2 Perbandingan antara kurva standar, normal, dan parasetamol SOD
3 Hasil pengukuran aktivitas SOD ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
5
6
6
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Hasil perhitungan MDA ginjal
Kurva Standar MDA
Kurva autooksidasi standar sampel PMS ginjal hewan coba
Kurva standar autooksidasi pirogalol
Hasil perhitungan daya SOD Ginjal
Hasil analisisstatistik MDA menggunakan perangkat lunak SPSS
Hasil analisis statistik inhibisi SOD menggunakan software SPSS
11
12
13
15
16
17
18
1
PENDAHULUAN
Dewasa ini masyarakat dunia termasuk Indonesia lebih senang dengan
segala macam makanan cepat saji karena praktis dan mudah didapat. Padahal
makanan cepat saji banyak mengandung lemak jenuh yang tinggi juga rendah
serat sehingga oksidasi asam lemak yang menghasilkan radikal bebas lebih mudah
terjadi. Peningkatan radikal bebas dalam tubuh sangatlah berbahaya karena dapat
merusak jaringan dan organ dalam tubuh manusia termasuk ginjal. Maka dari itu,
diperlukan antioksidan untuk menangkal radikal bebas (Siburian 2011).
Banyaknya radikal bebas dalam jaringan dapat dikurangi dengansenyawa
antioksidan. Tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan antioksidan seperti
katalase, SOD dan glutation oksidase. Namun sejalan dengan bertambahnya umur
manusia, kinerja organel dalam tubuh manusia menurun hingga produksi
antioksidan pun berkurang (Tapan 2005).Oleh karena itu, diperlukan asupan
antioksidan dari luar tubuh manusia. Menurut (Trilaksani 2003) kebanyakan
antioksidan diisolasi dari sumber alami seperti tumbuhan. Antioksidan tersebar
dari beberapa bagian dalam tanaman seperti kayu, kulit kayu, daun, buah, bunga,
dan serbuksari. Beberapa kelompok benalu pun telah banyak digunakan sebagai
obat tradisional oleh manusia, contohnya seperti benalu teh. (Rahmawati dan
Hayasi 2012).
Benalu teh adalah tanaman gulma parasit yang terdiri atas beberapa
spesies suku Lorantaceae. Penggunaan benalu teh sebagai antikanker secara
tradisional umumnya menggunakan dua atau lebih spesies benalu pada tanaman
teh. Penelitian ini menggunakan campuran spesies benalu pada tanaman teh.
Penelitian ini menggunakan campuran spesies yang menyerang tanaman teh yaitu
Scurrula oortiana 39.68%), Scurrula parasitica (36.51%), Macrosolen
cochinchinensis (17.46%), dan Lepeostegeres gemmiflorus (6.35%). Beberapa
penelitian menunjukkan benalu teh memiliki aktivitas antikanker (Nugroho et al.
2000, Muwarni 2003).
Khasiat antioksidan telah banyak dikaitkan dengan kondisi stres oksidatif
(Percival 1998). Keberadaan radikal bebas terutama radikal bebas oksigen dan
derivatnya dalam tubuh sangat merugikan karena sifatnya yang tidak stabil dan
cenderung bereaksi oksidasi dengan lipid. Radikal bebas juga dapat merusak
struktur DNA, protein selular, serta protein fungsional yang ada di dalam sel.
Dalam keadaan yang sangat banyak, radikal bebas akan menyebabkan kematian
sel normal yang akibatnya dapat menjadi sel kanker. Adapun obat umum yang
dapat mengakibatkan stres oksidatif jika digunakan dengan dosis berlebih adalah
parasetamol (Bessems dan Vermeluen 2001).
Proses detoksifikasi parasetamol di hati menghasilkan senyawa N-asetil-pbenzokuinonimina (NAPKI). NAPKI merupakan senyawa bentuk peralihan
reaktif dan toksik yang mudah mengoksidasi membran sel yang mengandung
asam lemak tak jenuh rantai ganda (PUFA). Reaksi ini menghasilkan lipid
peroksida, senyawa ini sangat merugikan tubuh jika berada pada konsentrasi yang
tinggi karena dapat merusak jaringan tubuh. Peroksidasi lipid merupakan rantai
reaksi yang terjadi secara terus menerus, karena proses ini dapat menghasilkan
radikal bebas lain yang dapat mengoksidasi lipid yang lain. Proses ini berpotensi
merusak organ dalam manusia, termasuk hati (Murray et al2003).
2
Kerusakan pada hati (nekrosis hati) yang terus-menerus akibat radikal
bebas yang salah satunya disebabkan oleh parasetamol, dapat memacu kerusakan
pada ginjal akut atau lebih dikenal dengan acute tubular necrosis (ATN) (Blakley
dan McDonald 1995). Menurut Fored et al. (2001), pemakaian parasetamol dalam
jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan kemungkinan gagal ginjal.
Abraham (2004) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas lipid peroksida
pada ginjal tikus yang telah diinduksi dengan parasetamol, sekaligus terjadi
penurunan tingkat SOD. Sebagai enzim antioksidan yang berperan penting dalam
dektoksifikasi parasetamol, penurunan konsentrasi SODakan mengakibatkan
proses detoksifikasi parasetamol menjadi semakin lambat (Mazer et al 2008).
Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar kerusakan
ginjal akibat parasetamol diakibatkan telah rusaknya jaringan pada hati terlebih
dahulu (Fored et al. 2001).
Didasari oleh kepercayaan terhadap khasiat racikan tradisional benalu teh
sebagai obat antikanker, telah banyak penelitian terhadap kandungan senyawa
aktif ekstrak dan khasiatnya secara in vitro. Namun demikian, hingga saat ini
belum ada penelitian mengenai aktivitas antioksidan in vivo dari benalu teh
terhadap ginjal.
Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas antioksidan in vivo ekstrak
benalu teh dengan mengukur konsentrasi lipid peroksida pada ginjal hewan model
yang diberikan perlakukan parasetamol dengan dosis berlebih. Aktivitas ekstrak
benalu campuran secara in vivo diukur melalui dua parameter, konsentrasi lipid
peroksida dan SOD ginjal.
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang khasiat
ekstrak benalu teh secara in vivo terhadap usaha preventif kerusakan ginjal. Juga
diharapkan dapat membantu pengembangan jamu dan obat-obatan herbal di
Indonesia.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benalu teh campuran Scurrula
oortiana (39.68%), Scurrula parasitica (36.51%), Moacrosolen cochinchinensis
(17.46%), dan Lepeostegeres gemmiflorus (6.35%) yang diambil di perkebunan
teh milik PT Gunung Mas, Cipanas (2000 mdpl), Bogor, akuades, etanol 30%,
kertas saring, rutin, metanol, tikus galur Sprague Dawley jantan yang didapat dari
Departemen Anatomi dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, pakan tikus standard, parasetamol, antioksidan komersial curlivplus (kontrol positif), laruan NaCl 0.9%, dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4)
yang mengandung 0.15 M KCl, natrium lauril sulfat, asam asetat, NaOH, asam
tiobarbiturat, n-butanol, piridin, asam sulfosalisilat.
Alat-alat yang digunakan adalah oven, penggiling, saringan, panci stainless
steel, penangas, vacum evaporator, desikator, kuvet, spektrofotometer Thermo
Electron Genesis 10 UV, pipet mikro, kandang tikus, alat cekok, homogenizer
jaringan (pyrex), dan sentrufusa berpendingin berkecepatan tinggi (Hitachi, fixed
angle rotor).
3
ProsedurPenelitian
Ekstraksi Benalu Teh
Penelitian ini menggunakan ekstrak yang berasal dari penelitian Yakinudin
(2014). Metode ekstraksi benalu teh menggunakan suhu, waktu, dan pelarut yang
dikembangkan oleh Rahmawati dan Hayashi (2012) untuk optimasi aktivitas
antioksidan dari ekstrak yang dihasilkan. Serbuk kering benalu teh direbus dengan
panci besi stainless tertutup pada suhu 100oC menggunakan pelarut etanol 30%
selama 10 menit. Perbandingan massa serbuk kering benalu teh (dalam gram)
dengan pelarut yang digunakan (dalam mL) adalah 1:10. Setelah perebusan,
pelarut secepatnya didinginkan hingga suhu ruang menggunakan penangas air.
Setelah dingin, ekstrak disaring melalui dua tahap penyaringan, pertama
menggunakan kertas saring 90 mm, lalu dilanjutkan dengan menggunakan syringe
filter 0.2 m. Ekstrak selanjutnya dievaporasi dengan vaccum evaporator pada
suhu 80oC untuk menghasilkan ekstrak pekat, selanjutnya dikering bekukan dalam
desikator. Ekstraksi dengan cara yang sama diulangi 3 kali pada sampel.
Pemeliharaan Hewan dan Rancangan Percobaan
Pemeliharaan tikus dan rancangan percobaan ini telah dilakukan oleh
Yakinudin (2014) dengan modifikasi dari Rasool et al. (2011). Sebanyak 30 ekor
tikus Sprague Dawley jantan (150-200g) ditempatkan pada kandang individual
ukuran kecil. Masa adaptasi untuk tikus pada lingkungan dilakukan selama 7 hari
sebelum percobaan dimulai. Tikus diberi pakan pelet standar dan air ad libitum
secara teratur setiap pagi pukul 06:00-06:30. Tikus kemudian dibagi ke dalam 6
kelompok perlakuan, setiap kelompok terdiri atas lima ekor tikus yang dipilih
secara acak. Kelompok I merupakan kelompok normal yang hanya diberikan
pakan standar dan cekok akuades 2 mL. Kelompok 2 dan 3 diberi perlakuan cekok
parasetamol dosis 640 mg/kg BB, namun curliv-plus 80 mg/kg BB hanya
dicekokkan pada kelompok 3. Kelompok 4, 5, dan 6 adalah kelompok perlakuan
yang diberi pakan standar dan dicekok larutan ekstrak kasar benalu teh campuran
dosis 100, 250, 500 mg/kg BB dan parasetamol dosis 640 mg/kg BB.
Nekropsi Hewan Coba dan Pembuatan Homogenat Ginjal
Nekropsi hewan coba dan pembuatan homogenat hati menggunakan
metode Rasool et al (2011) yang dimodifikasi. Perlakuan dilakukan selama 14
hari. Di hari terakhir (hari ke-14 perlakuan setelah adaptasi) hewan dibius dengan
eter dan ditaruh dalam toples kaca tertutup hingga mati. Setelah itu, ginjalnya
diangkat dan segera dibilas dengan larutan NaCl 0.9% (b/v) dingin kemudian
disimpan di dalam pendingin. Homogenat ginjal dibuat dengan cara melumatkan
ginjal hati dengan dapar fosfat dalam homogenizer manual dengan perbandingan
10% b/v, ginjal dihomogenasi hingga tidak tersisa jaringan yang terlihat, lalu
dimasukkan ke dalam ependorf 2 mL. Homogenat ginjal (10% b/v) disiapkan
dalam dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4) yang mengandung 0.15 M KCl.
Homogenat lalu disentrifugasi pada 800xg selama 5 menit dengan suhu 4oC untuk
memisahkan debris inti sel. Selanjutnya disentrifusa kembali pada 10500xg
selama 20 menit pada 4oC untuk mendapatkan post mitchondrial supernatant
(PMS) dan digunakan untuk menghitung konsentrasi lipid peroksida (TBARS)
dan aktivitas SOD.
4
Pengukuran Konsentrasi Lipid Peroksida di Ginjal
Kandungan malonaldehida (MDA) dihitung dalam bentuk TBARS dengan
metode Ohkawa et al (1979). Campuran reaksi terdiri atas 0.2 ml dari 8.1% (b/v)
sodium lauril sulfat, 1.5 ml asam asetat 20% (v/v) yang dibuat hingga pH 3.5
dengan NaoH 5 N, 1.5 asam tiobarbiturat 0.8% dalam air, dan 1.5 mL PMS 10%
b/v. Campuran reaksi tersebut dibuat volumenya menjadi 4 ml dengan
menambahkan air suling kemudian dipanaskan pada 95oC selama 45 menit.
Setelah didinginkan dengan air mengalir, ditambahkan 1 mL air suling dan 5 mL
campuran n-butanol dengan piridin (15:1), lalu disentrifugasi pada 4000 rpm
selama 10 menit.Lapisan organik kemudian dipisahkan dan absorbansinya diukur
pada 533 nm (Ohkawa et al. 1979).
Uji Aktivitas SOD di Ginjal (modifikasi Siburian M. 2011)
Penentuan Waktu Inkubasi. Sebanyak 75 L pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 L dapar fosfat 50 mM (pH 8.5) kemudian
ditambahkan 75 L dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4) yang mengandung 0.15
KCl (sebagai blanko SOD). Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 420 nm (Marklund dan Marklund 1974) setiap 20 detik selama 5
menit. Waktu inkubasi ditentukan saat grafik hubungan antara waktu dan
absorbansi masih memiliki nilai R2 sebesar 0.99.
Analisis Aktivitas SOD pada Ginjal. Sebanyak 75 L pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 L dapar fosfat 50 mM (pH 8.5), kemudian
ditambahkan 75 L PMS. Tingkat autooksidasi saat ditambahkan dengan sampel
dibandingkan dengan standar (blanko SOD) dengan pengukuran peningkatan
absorbansi pada 420 nm yang diukur setiap 20 detik selama 5 menit. Aktvitas
SOD ginjal tiap kelompok dihitung dengan perbedaan kemiringan kurva standar
dan kurva sampel.
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2002)
Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini.
Analisis data yang dilakukan dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Jika terdapat perbedaan dalam
perlakuan, maka dilakukan uji Duncan pada selang kepercayaan 90%, taraf α =
0.1. Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000) adalah:
Yij = μ + τ +εi
Keterangan:
µ = Pengaruh rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i=1, 2, 3, 4, 5
εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke j, j= 1, 2, 3, 4
Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
HASIL
Konsentrasi Lipid Peroksida pada Ginjal Tikus
Hasil statistik ( = 0.05) menunjukkan bahwa konsentrasi MDA seluruh
kelompok penelitian ini tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari tidak
5
memberikan dampak yang signifikan dalam menginduksi stres oksidatif jika
dilihat dari konsentrasi MDA. Walaupun konsentrasi MDA tidak berbeda nyata,
terjadi peninkatan konsentrasi MDA ginjal pada kelompok parasetamol sebesar
17.38% jika dibandingkan dengan normal. Penelitian Emalia (2014)
menunjukkandengan pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari,
terjadi peningkatan konsentrasi MDA dalam serum darah pada kelompok
parasetamol yang lebih tinggi sebesar 27.6% dan berbeda nyata secara statistik.
Pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari berhasil menginduksi stres
oksidatif pada serum, namun belum berhasil pada ginjal.
Pengukuran konsentrasi MDA dalam ginjal menunjukkan rata-rata
7.34
konsentrasi MDA paling kecil terdapat pada kelompok normal (48.66
nmol/gr) sedangkan yang tertinggi terdapat pada kelompok parasetamol (58.90
4,74 nmol/gr). Konsentrasi MDA pada kelompok perlakuan ekstrak campuran
benalu teh (100, 250, dan 500 mg/kg BB) secara berurutan adalah 54.17 6.98
7.90 nmol/gr, dan 51.02
7.12 nmol/gr (Gambar 1).
nmol/gr, 53.31
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat konsentrasi MDA pada kelompok ekstrak
campuran benalu teh 500 mg/kg BB memiliki konsentrasi MDA terendah
sedangkan yang tertinggi dari ketiga kelompok tersebut berada pada kelompok
ekstrak benalu teh campuran 100mg/kg BB. Berdasarkan data kelompok ekstrak
perlakuan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak benalu teh
campuran, aktivitas antionkidannya semakin kuat.Perbandingan ketiga data
kelompok perlakuan dengan kelompok curliv-plus (52,68 7,12 nmol/gr), hanya
konsentrasi kelompok ekstrak benalu campuran 500 mg/kg BB yang lebih kecil
dari kelompok curliv plus.
Rata-Rata Konsentrasi MDA
70
58.90
60
50
48.66
7.34
4.74
54.17
6.98
53.31
7.90 * 51.02
5.20
52.68
7.12
40
30
20
10
0
Normal
Parasetamol Ekstrak 100 Ekstrak 250 Ekstrak 500
Kelompok
Curliv Plus
Gambar 1 Hasil pengukuran konsentrasi MDA ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
Aktivitas SOD pada Ginjal Tikus
Gagal ginjal kronis biasanya dikaitkan dengan stres oksidatif radikal bebas,
walaupun mekanismenya masih belum jelas. Superoksida adalah radikal bebas
oksigen utama yang diproduksi dalam tubuh dan SOD adalah enzim antioksidan
alami yang bertugas untuk menangkal superoksida (Vaziri ND 2003).Untuk
menentukan aktivitas SOD, digunakan perbandingan luas area di bawah kurva.
6
Namun kurva standar SOD berada di bawah kurva sampel (Gambar 2),
sehingga jika dilakukan penghitungan akan menghasilkan data negatif. Hal ini
dimungkinkan karena PMS telah lebih keruh dari awal sehingga membuat
absorbansinya lebih besar daripada standar.Maka dari itu, perhitungan aktivitas
SOD menggunakan perbandingan kemiringan kurva. Rata-rata aktivitas
antioksidan SOD ginjal tikus untuk kelompok normal adalah 24.00 10.11 %
sedangkan untuk kelompok parasetamol sebesar 14.67 8.26 %, tidak berbeda
nyata secara statistik ( =0.05) (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa induksi
parasetamol 640 mg/kg BB tidak mampu menginduksi stress oksidatif.
Aktivitas antioksidan yang terukur dari kelompok parasetamol, ektrak
benalu teh campuran 100, 250, dan 500 mg/kg BB secara berturut-turut adalah
14.67 8.26 %, 14.67 9.51%, 5.19 5.13%, dan 16.89 10.13% (Gambar 3).
Secara statistik ( =0.05) aktivitas antioksidan dari keempat kelompok tersebut
tidak berbeda nyata. Dalam kata lain kelompok yang menerima asupan ekstrak
benalu campuran tidak mengalami peningkatan jumlah SOD dalam tubuhnya.
Walaupun demikian, aktivitas inhibisi SOD kelompok ekstrak benalu teh
campuran 500 mg/kg BB terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok
parasetamol juga kelompok curliv plus (16.00 8.66%).
0.25
Absorban
0.2
Standar
y = 0.00045x + 0.04083
R² = 0.99949
Kurva Standar
Normal
0.15
Parasetamol
0.1
Normal
y = 0.00034x + 0.07964
R² = 0.99966
0.05
Parasetamol
y = 0.00038x + 0.11714
R² = 0.99977
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Gambar 2 Perbandingan antara kurva standar, normal, dan parasetamol SOD
Inhibisi SOD (%)
25 24.00
10.11
20
16.89
14.67
15
8.26 14.67
9.51
10.13 16.00
8.66
10
5.19
5.13*
5
0
Normal
Parasetamol Ekstrak 100 Ekstrak 200 Ekstrak 500
Kelompok
Curliv Plus
Gambar 3 Hasil pengukuran aktivitas SOD ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan. n=5
7
PEMBAHASAN
Konsentrasi Lipid Peroksidapada Ginjal Tikus
Malonaldehida ditemukan di jaringan manusia dan hewan sebagai produk
akhir peroksidasi lipid. Konsentrasi MDA dalam suatu jaringan dapat menjadi
indikator tingkat serangan radikal bebas terhadap lipid di jaringan tersebut, dapat
pula menjadi indikator seberapa besar tingkat penghambatan proses peroksidasi
lipid. Dalam penelitian ini, kandungan MDA dianalisis pada organ ginjal
menggunakan metode TBARS. Metode ini menggunakan prinsip pembentukan
kompleks TBA-MDA yang merupakan senyawa berwarna (Yagi et al. 1994),
kemudian diukur menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang
(setelah penapisan) sebesar 533 nm (Yakinudin 2014). Hasil analisis
menunjukkan rata-rata konsentrasi MDA kelompok normal lebih kecil
dibandingkan kelompok parasetamol. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari
pemberian parasetamol dalam menginduksi peroksidasi lipid ginjal walaupun
tidak berbeda nyata menurut perhitungan data statistik. Data analisis menunjukkan
kelompok benalu teh campuran 500 mg/kg BB lebih baik daripada curliv-plus,
walaupun tidak berbeda nyata menurut perhitungan data statistik.
Dalam penelitian ini hewan coba akan memetabolisme sebagian
parasetamol menjadi senyawa NAPKI yang radikal. Pemberian parasetamol
menunjukkan terjadinya kenaikan konsentrasi MDA dalam ginjal yaitu 17.38%
dari konsentrasi kelompok normal (Gambar 1). Dhibi et al. (2014) menunjukkan
hasil kenaikan konsentrasi lipid peroksida dalam ginjal akibat induksi parasetamol
yang sangat signifikan, yaitu 144% dari kelompok normal. Perbedaan yang
mencolok ini dikarenakan konsentrasi parasetamol yang diberikan pada hewan
coba berbeda, pada peneltian ini sebesar 640 mg/kg BB sedangkan pada Dhibi et
al. (2014) sebesar 900 mg/kg BB.
Yakinudin (2014) mengutarakan bahwa ada kemungkinan senyawa
NAPKI masih dapat ditahan oleh senyawa antioksidan alami dalam hati antara
lain SOD. Namun, konsentrasi senyawa antioksidan alami dalam ginjal jumlahnya
setengah lebih sedikit daripada hati (Nandi dan Chatterjee 1988), hal ini juga yang
memungkinkan kenaikan MDA dalam ginjal tidak dapat ditahan dengan baik
seperti dalam hati. Namun antioksidan alami dalam ginjal masih bekerja dengan
baik karena perbedaan antara normal dan yang diinduksi parasetamol tidak
berbeda nyata secara statistik. Berbeda dengan kenaikan konsentrasi MDA dalam
serum darah (Emalia 2014) yang lebih besaryaitu 27.6%. Karena darah bukan
organ metabolisme seperti hati dan ginjal, sehingga lebih menunjukkan efek
pemberian parasetamol dalam menginduksi stres oksidatif dan berbeda nyata
secara statistik (Emalia 2014).
Emalia 2014 melakukan pengujian fitokimia pada ekstrak benalu teh
campuran untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam ekstrak sampel. Hasil analisis fitokimia pada simplisia menunjukkan
terdapatnya senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenolik, steroid, tanin.
Sedangkan pada ekstrak benalu campuran tidak ditemukan senyawa steroid
namun ditemukan senyawa triterpenoid. Hasil yang didapat sesuai dengan
beberapa literatur yang menyebutkan bahwa senyawa fitokimia terkandung dalam
beberapa spesies benalu teh, diantaranya Scurulla oortiana mengandung senyawa
alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, senyawa glikosida flavonol, dan senyawa
8
glikosida monoterpen yang merupakan antioksidan alami dalam tanaman
(Nugroho et al. 2000, Ohashi 2003).
Ketiga kelompok ekstrak benalu campuran menunjukkan rata-rata MDA
yang lebih rendah (54.17 6.98 nmol/gr, 53.31 7.90 nmol/gr, dan 51.02 7.12
nmol/gr) dari pada kelompok parastamol (58.90 4.74 nmol/gr). Penurunan
konsentrasi MDA sejalan dengan kenaikan konsentrasi ekstrak benalu teh yang
diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak benalu campuran bersifat sebagai
antioksidan, namun tidak berbeda nyata menurut pengukuran data statistik.Ratarata MDA ketiga kelompok ekstrak benalu campuran tidak serendah kelompok
normal, namun dapat dikatakan ekstrak benalu teh campuran kemungkinan
memiliki kemampuan menghambat laju peroksidasi lipid oleh senyawa radikal
NAPKI.
Aktivitas SOD pada Ginjal Tikus
Aktivitas SOD dalam penelitan ini hanya berbeda nyata secara statistik
( =0.5) pada kelompok ekstrak 250 mg/kg BB terhadap normal. Kelompok
normal memiliki aktivitas inhibisi yang paling tinggi di antara seluruh kelompok.
Jika dibandingkan dengan data konsentrasi MDA pada ginjal tikus, kelompok
normal memiliki jumlah rata-rata konsentrasi MDA yang paling kecil diantara
seluruh kelompok. Hal ini dimungkinkan karena kelompok normal hanya
menerima cekok akuades sehingga, sedangkan kelompok yang lain mendapat
bagian dengan dicekok oleh parasetamol yang mengakibatkan peningkatan stres
oksidatif yang lebih banyak daripada kelompok normal. Chen et al. (1997)
mengutarakan bahwa peningkatan peroksidasi lipid dapat menyebabkan
penurunan aktivitas enzim SOD. Kelompok ekstrak benalu teh campuran 100, 250,
dan 500 mg/kg BB menunjukkan aktivitas SOD yang lebih rendah daripada
normal. Aktivitas SOD kelompok ekstrak benalu teh campuran 250 mg/kg BB
amat rendah hingga menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik ( =0.05)
jika dibandingkan dengan aktivitas SOD kelompok normal. Hal ini dimungkinkan
karena besarnya variabilitas tiap individu pada jumlah SOD ginjal dan pengaruh
pemberian parasetamol.
Pengukuran aktivitas SOD menggunakan prinsip inhibisi pirogalol oleh
SOD (Marklund dan Marklund 1974). Autooksidasi terjadi pada pirogalol hingga
membentuk senyawa radikal superoksida ( O2-) dalam kondisi basa. Adanya
enzim SOD akan menghambat autooksidasi karena terjadi dismutasi superoksida
sehingga laju autooksidasi pirogalol menjadi lebih lambat, ditandai dengan kurva
autooksidasi pirogalol yang mulai melandai. Satu unit SOD diartikan sebagai
jumlah enzim yang dapat menghambat hingga 50% autooksidasi pirogalol dalam
3 mL larutan campuran dengan nilai pH 8.5 untuk meningkatkan sensitifitasnya
(Nandi dan Chatterjee 1988). Penelitian ini menggunakan PMS untuk mengukur
SOD1 (SOD yang berada di sitoplasma) karena saat sentrifugasi mitokondria
dihilangkan. SOD1 merupakan jenis antioksidan primer yang berfungsi mencegah
pembentukan radikal-radikal baru yang akan terbentuk. Antioksidan ini mengubah
radikal bebas sebelum bereaksi dengan molekul organik yang merupakan
penyusun membran sel, menjadi senyawa yang kurang reaktif. SOD1 merupakan
salah satu enzim antioksidan endogen yang sangat berperan dalam mengkatalisis
radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida (Halliwell dan
Gutteridge 1999).
9
SIMPULAN DAN SARAN
Aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran secara in vivo pada ginjal
tikus menunjukkanadanya aktivitas, terutama kelompok ekstrak benalu campuran
500 mg/kg BB yang merupakan penurun konsentrasi MDA dalam ginjal terbaik
dari tiga konsentrasi ekstrak benalu teh canpuran. Penambahan perlakuan ekstrak
benalu teh campuran tidak menyebabkan perubahan pada aktivitas SOD ginjal
setelah diberikan parasetamol.
Sebagai saran penelitian yang akan datang, perlu dilakukan pengujiian
hewan coba yang dengan populasi yang lebih banyak dalam satu kelompok untuk
mengurangi efek variabilitas individu. Selain itu perlu dicoba juga dengan
menggunakan senyawa hepatotoksik lain seperti HCCl4 untuk melihat perbedaan
hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham P. 2004. Oxidative stress in paracetamol-induced phatogenesis: (I)
Renal damage. Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 42: 59-62.
Bessems JGM, Vermeulen NPE. 2001. Paracetamol (acetaminophen)-induced
toxicity: molecular and biochemical mechanism, analogues, and protective
approach. Critical Riview in Toxicology. 31(1): 55-138.
Blakley P, McDonald BR. 1995. Acute renal failure due to acetaminophen
ingestion: A case report and riview of literature. J. Am. Soc. Nephrol 6:4853.
Chen Q, Galleano M,Cederbaum AI. (1997). Double-edged swords in cellular
redox state. Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Pharmacol3(4):
228-237.
Dhibi S, Mbarki S, Elfeki A, Hfaiedh N. 2014. Eucalyptus globulus extract
protects upon acetaminophen-induced kidney damages in male rat. Bosn J
Basic Med Sci 14(2):100-104.
Emalia D. 2015. Aktivitas aminotransferase dan peroksida lipid pada tikus
sprague dawley yang diberi campuran benalu teh lorantaceae. [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Fored CM et al. 2001. Acetaminophen, aspirin, and chronic renal failure. N Engl J
Med 345(25): 1801-1808.
Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1999. Free radicals, antioxidants, and
human disease: Where are we now?. J Lab Clin Med. 119: 598–620.
Marklund S, Marklund G. 1974. Invovement of superoxide anion radical in the
autooxidation of pyrogallol and a convenient assay for superoxide dismutase.
Eur J Biochem. 47: 469-474.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Jilid I Edisi ke-2
dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Pr.
10
Mazer M, Pharm D, Perrone J. 2008. Acetaminophen-induced nephrotoxicity:
Pathophysiology clinical manifestation, and management. Journal of
Medical Toxicology 4(1): 2-6.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s Illustrated
Biochemistry Twenty Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.
Muwarni R. 2003. Indonesian tea misletoe (Scurulla oortiana) stem extract
increases tumour cell sensitivity to tumour necrosis factor alpha (TNF ).
Phytotherapy Research. 17: 407-409
Nandi A, Chatterjee IB. 1988. Assay of superoxide dismutase activity in animal
tissue. J Biosci.13(3): 305-315.
Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000. Daya hambat benalu teh (Scurrula
atropurpure Bl. Danser) terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu
mencit (Mus musculus L) C3 H. Cermin Dunia Kedokteran. 35:127.
Ohashi K, Winarno H, Mukai M, Inoue M, Prana MS, Simanjuntak P, Shibuya H.
2003.Indonesian Medicinal Plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory
effects of chemical constituents in the parasitic plant Scurulla
atropurpurea (Loranthaceae). Chem Pharm Bull. 51:342-345.
Ohkawa H, Onishi N, Yagi K. 1979. Assay for lipid peroxides in animal tissues
by thiobarbituric acid reaction. Anal Biochem. 95:351-358
Percival M. 1998. Antioxidant. Clinical Nutritional Insight. Advance Nutrition
Insight.
Rahmawati SI, Hayashi N. 2012. The effect of batch reactor extraction on
antioxidant activity from Scurulla atropurpurea. Am J App Sci. 9 (3): 337342.
Rasool SN, Jahererunnisa S, Jayaveera KN, Suresh KC. 2011. In vitro callus
induction and in vivo antioxidant activity of Passiflora foetida L. Leaves.
Intl J App Res Nat Prod. 4 (1): 1-10.
Siburian M. 2011. Aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada hati tikus
hiperkolesterolemia yang diberi ekstrak kulit kayu mahohi [skripsi].
Biogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Tapan E. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta: Alex Media Komputindo.
Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran
terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Vaziri ND. 2003. Molecular mechanisms of lipid disorders in nephritic syndrome.
Kidney International. 63: 1964-1976.
Yagi K. 1994. Free Radical in Diagnostic Medicine. Armstrong D, editor. New
York: Plenum Pr.
Yakinudin A. 2014. Aktivitas antioksidan in vitro dan in vivo ekstrak benalu teh
campuran (Lorantaceae) pada tanaman teh. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
11
Lampiran 1 Hasil perhitungan MDA ginjal
Kelompok
Normal
Parasetamol
Ekstrak 100
mg/kg BB
Ekstrak 250
mg/kg BB
Ekstrak 500
mg/kg BB
Curliv Plus
µM
nmol/g
5.2913
4.0315
5.3307
5.5669
4.1102
6
5.4094
5.4882
5.9606
6.5906
5.2126
4.7795
6.1574
4.7795
6.1574
5.4094
52.913
40.315
53.307
55.669
41.102
60
54.094
54.882
59.606
65.906
52.126
47.795
61.574
47.795
61.574
54.094
4.5039
45.039
6.0787
4.8582
4.5827
4.9764
5.1339
5.9606
5.2913
6.0394
5.3307
5.5669
4.1102
60.787
48.582
45.827
49.764
51.339
59.606
52.913
60.394
53.307
55.669
41.102
Rataan
Standar
Deviasi
48.66
7.34
58.90
4.74
54.17
6.98
53.31
7.90
51.02
5.20
52.68
7.12
Contoh perhitungan konsentrasi MDA:
Perhitungan konsentrasi MDA menggunakan substitusi absorban sampel pada
gugus y persamaan linear kurva standar MDA.
Persamaan linear kurva standar: y = 0.0254x - 0.0114
Perhitungan untuk sampel nomor 1 (Kelompok Normal, A = 0.123)
0.123 = 0.0254x -0.0114
x
= (0.123 +0.0114)/0.0254
x
= 5.2913 M = 52.913 nM
12
Lampiran 2 Kurva standar MDA
0.6
Absorban
0.5
0.4
0.3
y = 0.0254x - 0.0114
R² = 0.9981
0.2
0.1
0
0
5
10
Konsentrasi (nmol)
15
20
13
Lampiran 3 Kurva autooksidasi standar sampel PMS ginjal hewan coba
0.3
0.2
0.1
0
0
60
NORMAL-2
Absorbansi
Absorban
NORMAL-1
y = 0.00039x + 0.07375
R² = 0.99978
0.3
y = 0.00037x + 0.07803
R² = 0.99974
0.2
0.1
0
0
120 180 240 300
60
Detik
Detik
0.3
0.2
0.1
0
0
60
NORMAL-4
Absorban
Absorbansi
NORMAL-3
y = 0.00036x + 0.08085
R² = 0.99976
y = 0.00028x + 0.09085
R² = 0.99755
0.3
0.2
0.1
0
120 180 240 300
0
Detik
0.2
0.1
0
0
60
y = 0.00032x + 0.12109
R² = 0.99974
0.3
0.2
0.1
0
0
120 180 240 300
PARASETAMOL-3
0.2
0.1
0
0
Absorban
Absorban
PARASETAMOL-2
0.3
0.3
y = 0.00039x + 0.13195
R² = 0.99959
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
PARASETAMOL-5
Absorban
Absorban
0.3
50 100 150 200 250 300
Detik
PARASETAMOL-4
y = 0.00041x + 0.11039
R² = 0.99938
50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
y = 0.00039x + 0.09888
R² = 0.99966
120 180 240 300
PARASETAMOL-1
Absorban
Absorban
0.3
60
Detik
NORMAL-5
y = 0.00031x + 0.07474
R² = 0.99885
120 180 240 300
y = 0.00041 + 0.12337
R² = 0.99965
0.3
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
14
0.3
0.2
0.1
0
0
E100-2
Absorban
Absorban
E100-1
y = 0.00031x + 0.10339
R² = 0.99960
y = 0.00040x + 0.15473
R² = 0.99895
0.3
0.2
0.1
0
50 100 150 200 250 300
0
Detik
Detik
0.3
0.2
0.1
0
0
E100-4
Absorban
Absorban
E100-3
y = 0.00042x + 0.12827
R² = 0.99925
0.3
0.2
0.1
0
50 100 150 200 250 300
y = 0.00039x + 0.11596
R² = 0.99940
0
Detik
Absorban
Absorban
E250-1
y = 0.00040x + 0.17114
0.3
R² = 0.99939
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
E250-5
Absorban
Absorban
E250-3
y = 0.00044x + 0.15868
0.3
R² = 0.99915
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
E500-2
Absorban
Absorban
0.3
0.2
0.1
0
Detik
E500-1
Detik
y = 0.00044x + 0.15469
R² = 0.99936
0
Detik
y = 0.00033x + 0.18746
0.3
R² = 0.99774
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
Detik
E100-5
y = 0.00040x + 0.11494
0.3
R² = 0.99943
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
y = 0.00042x + 0.17254
0.3
R² = 0.99919
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
15
E500-4
Absorban
Absorban
E500-3
y = 0.00032x + 0.18769
0.3
R² = 0.99896
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
y = 0.00040x + 0.15088
0.3
R² = 0.99897
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
CURLIV PLUS-1
Absorban
Absorban
E500-5
y = 0.00040x + 0.16158
0.3
R² = 0.99914
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
y = 0.00031x + 0.08329
0.3
R² = 0.99956
0.2
0.1
0
0
Detik
Detik
CURLIV PLUS-3
Absorban
Absorban
CURLIV PLUS-2
y = 0.00038x + 0.13822
0.3
R² = 0.99950
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
0.1
0
50 100 150 200 250 300
Detik
CURLIV PLUS-4
CURLIV PLUS-5
y = 0.00040x + 0.09718
0.3
R² = 0.99923
0.2
Absorban
Absorban
y = 0.00040x + 0.09135
0.3
R² = 0.99971
0.2
0
Detik
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
Detik
y = 0.00040x + 0.10094
0.3
R² = 0.99959
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Lampiran 4 Kurva standar autooksidasi pirogalol
0.2
y = 0.00045x + 0.04083
R² = 0.99949
Absorban
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Detik
16
Lampiran 5 Hasil daya inhibisi SOD ginjal
Kelompok
Normal
Parasetamol
Ekstrak100
mg/kg BB
Ekstrak 250
mg/kg BB
Ekstrak 500
mg/kg BB
Curliv Plus
a (Slope/
Kemiringan)
0.00039
0.00037
0.00036
0.00028
0.00031
0.00032
0.00039
0.00039
0.00041
0.00041
0.00031
0.0004
0.00042
0.00039
0.0004
0.0004
13.33
17.78
20.00
37.78
31.11
28.89
13.33
13.33
8.89
8.89
31.11
11.11
6.67
13.33
11.11
11.11
0.00044
2.22
0.00044
0.00033
0.00042
0.00032
0.0004
0.0004
0.00031
0.00038
0.0004
0.0004
0.0004
2.22
26.67
6.67
28.89
11.11
11.11
31.11
15.56
11.11
11.11
11.11
Contoh perhitungan:
Sampel normor 1 (Kelompok Normal)
=13.33 %
%inhibisi
Rata-rata
Inhibisi
STD
EV
24.00
10.11
14.67
8.26
14.67
9.51
5.19
5.13
16.89
10.13
16.00
8.66
17
Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik MDA Menggunakan perangkat lunak SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_MD
A
Levene
Statistic
df1
1.187
df2
5
Sig.
23
.346
ANOVA
Kadar_MDA
Sum of
Squares
Between
Groups
Within
Groups
Total
Mean
Square
df
375.766
5
75.153
1193.688
23
51.899
1569.453
28
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kadar_MDA
Duncan
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok
N
1
Normal
Ekstrak 500 mg/kg
5
48.661200
5
51.023600
Curliv Plus
Ekstrak 100mg/kg
5
52.677000
5
54.172800
4
57.932750
5
58.897600
.062
BB
BB
Ekstrak 250 mg/kg
BB
Paracetamol
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
F
Sig.
1.44
8
.245
18
Lampiran 7 Hasil AnalisisStatistik Inhibisi SOD Menggunakan Software SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Persen_Inhibisi
Levene
Statistic
df1
.322
df2
5
Sig.
23
.894
ANOVA
Persen_Inhibis
i
Sum of
Squares
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
362.873
5
72.575
2468.433
23
107.323
2831.305
28
Homogeneous Subsets
Persen_Inhibisi
Duncan
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok
N
Ekstrak 250 mg/kg
BB
Ekstrak
100mg/kg
BB
Normal
Curliv-Plus
Paracetamol
Ekstrak 500 mg/kg
BB
Sig.
1
4
-11.288900
5
-3.409100
5
5
5
-3.002400
-2.212872
-1.531112
5
.849256
.121
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
F
Sig.
.676
.646
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tayan, Sanggau, Kalimantan Barat pada tanggal 23
Nopember 1990, merupakan putra pertama dari Bapak Mas’Adi Ramli dan Ibu
Juhaeni. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN 3 Tayan (1996-2001)
kemudian pindah ke SDN Ciandur 2 (2001-2003), Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Saketi (2002-2003), kemudian pindah ke SMP Negeri 2 Pandeglang
(2003-2005). Lalu penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Pandeglang
(2005-2008). Penulis melanjutkan pendidikan tertinggi di Departemen Biokimia
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur masuk USMI.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di beberapa
organisasi yaitu menjadi salah satu tim rekrutan koran kampus sebagai ilustrator
(2008-2009). Menjadi anggota Community of Research and Education in
Biochemistry (CREBs) sebagai anggota divisi informasi. Penulis pernah aktif di
BEM FMIPA (2009-2010) sebagai anggota pada divisi informasi. Dalam
kepanitiaan penulis pernah menjadi anggota pada kominfo pada Masa Perkenalan
Fakultas Biokimia (2011).
TEH CAMPURAN PADA GINJAL TIKUS
BANDA GUNARSA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan
in vivo Ekstrak Benalu Teh Campuranpada Ginjal Tikus adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari
skripsi ini.
Dengan pernyataan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya
kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Banda Gunarsa
G84080007
ii
ABSTRAK
BANDA GUNARSA. Aktivitas Antioksidan in Vivo Ekstrak Bennalu Teh
Campuran pada Ginjal Tikus. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan SYAMSUL
FALAH.
Hingga saat ini belum banyak penelitian khasiatantioksidan ekstrak benalu
teh secara in vivo. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas
antioksidan ekstrak benalu teh melalui konsentrasi lipid peroksida pada ginjal
hewan model yang diberi perlakuan parasetamol dengan dosis berlebih. Ekstrak
benalu teh campuran didapat dengan proses merebus selama 10 menit dengan
pelarut etanol 30%. Aktivitas antioksidan secara in vivo diuji dengan mengukur
aktivitas superoksida dismutase (SOD) dan konsentrasi MDA dari homogenat
ginjal tikusdengan spektrofotometri.Tikus yang digunakan berjumlah 30 ekor,
dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok: normal, parasetamol, ekstrak
benalu teh (100, 250, 500 mg/kg BB), dan curliv-plus dosis 80 mg/kg BB dengan
perlakuan selama 16 hari. Pengujian in vivo menunjukkan ekstrak benalu teh
campuran dosis 500 mg/kg bb cenderung menurunkan konsentrasi MDA ginjal
sebesar 13.30% jika dibandingkan dengan kelompok parasetamol ( >
0.05).Aktivitas inhibisi SOD kelompok ekstrak benalu teh campuran campuran
500 mg/kg BB terlihat lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan kelompok
parasetamol juga kelompok curliv plus yaitu sebesar 8.05% ( > 0.05).
Kata kunci: antioksidan, benalu teh, in vivo, malondialdehida, superoksida
dismutase
ABSTRACT
BANDA GUNARSA. In Vivo Antioxidant Activity of Mixed Tea Misletoes
in Rat Renal. Supervised by SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH.
Until now there has not much research of antioxidant properties in tea
misletoes extract. Therefore, this study was aimed to measure the antioxidant
activity of tea misletoes extract by analysis of lipid peroxide concentration in
kidneys of animals given model treatment with paracetamol overdose. Tea
misletoes extract was obtained by the process of boiling the mixture for 10
minutes with ethanol 30%. Antioxidant activity in vivo was tested by measuring
the activity of superoxide dismutase (SOD) and the concentration of MDA from
rat kidney homogenates using spectrophotometry. Thirty rat were divided into six
groups: normal, paracetamol, tea misletoes extract (100, 250, 500 mg/kg BW),
and curliv-plus dose of 80 mg/kg BW with 16 days of treatment.In vivo testing
showed that the tea misletoes extract group of dose 500 mg/kg BW kidney MDA
concentration was decreased by 13.30% when compared with the paracetamol
group ( > 0.05). Inhibition activity of SOD tea misletoes extract groupof dose
500 mg/kg BW was a little higher than the paracetamol group as well as curliv
plus group which is equal an increase of 8.05% ( > 0.05).
Keywords:antioxidant, tea mistletoe, in vivo, malondialdehida, superoxide
dismutase
iii
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN IN VIVO EKSTRAK BENALU
TEH CAMPURAN PADA GINJAL TIKUS
BANDA GUNARSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah berkehendak atas
segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga skripsi penelitian ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini berjudul; Aktivitas Antioksidan In Vivo Ekstrak Benalu
Teh Campuran (Lorantaceae) Pada Ginjal Tikus. Kegiatan penelitian ini akan
mulai Nopember 2013 di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D
selaku pembimbing utama dan Dr.Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
sebagai
pembimbing kedua. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk kedua orang
tua dan keluarga yang selalu memberikan dorongan dan doa pada penulis. Tidak
lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Andal Yakinudin, Desi Emalia, Dita
Meisyaroh, dan Satriaji Hartamto yang telah memberikan dukungannya hingga
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari berbagai kekurangan
dan ketidaksempurnaan akan banyak ditemukan dalam skripsi ini, sehingga saran
dan kritik yang membangun diharapkan dapat berguna bagi pelaksanaan
penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Banda Gunarsa
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL
4
PEMBAHASAN
7
SIMPULAN DAN SARAN
9
DAFTAR PUSTAKA
9
RIWAYAT HIDUP
19
viii
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil pengukuran konsentrasi MDA ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
2 Perbandingan antara kurva standar, normal, dan parasetamol SOD
3 Hasil pengukuran aktivitas SOD ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
5
6
6
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Hasil perhitungan MDA ginjal
Kurva Standar MDA
Kurva autooksidasi standar sampel PMS ginjal hewan coba
Kurva standar autooksidasi pirogalol
Hasil perhitungan daya SOD Ginjal
Hasil analisisstatistik MDA menggunakan perangkat lunak SPSS
Hasil analisis statistik inhibisi SOD menggunakan software SPSS
11
12
13
15
16
17
18
1
PENDAHULUAN
Dewasa ini masyarakat dunia termasuk Indonesia lebih senang dengan
segala macam makanan cepat saji karena praktis dan mudah didapat. Padahal
makanan cepat saji banyak mengandung lemak jenuh yang tinggi juga rendah
serat sehingga oksidasi asam lemak yang menghasilkan radikal bebas lebih mudah
terjadi. Peningkatan radikal bebas dalam tubuh sangatlah berbahaya karena dapat
merusak jaringan dan organ dalam tubuh manusia termasuk ginjal. Maka dari itu,
diperlukan antioksidan untuk menangkal radikal bebas (Siburian 2011).
Banyaknya radikal bebas dalam jaringan dapat dikurangi dengansenyawa
antioksidan. Tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan antioksidan seperti
katalase, SOD dan glutation oksidase. Namun sejalan dengan bertambahnya umur
manusia, kinerja organel dalam tubuh manusia menurun hingga produksi
antioksidan pun berkurang (Tapan 2005).Oleh karena itu, diperlukan asupan
antioksidan dari luar tubuh manusia. Menurut (Trilaksani 2003) kebanyakan
antioksidan diisolasi dari sumber alami seperti tumbuhan. Antioksidan tersebar
dari beberapa bagian dalam tanaman seperti kayu, kulit kayu, daun, buah, bunga,
dan serbuksari. Beberapa kelompok benalu pun telah banyak digunakan sebagai
obat tradisional oleh manusia, contohnya seperti benalu teh. (Rahmawati dan
Hayasi 2012).
Benalu teh adalah tanaman gulma parasit yang terdiri atas beberapa
spesies suku Lorantaceae. Penggunaan benalu teh sebagai antikanker secara
tradisional umumnya menggunakan dua atau lebih spesies benalu pada tanaman
teh. Penelitian ini menggunakan campuran spesies benalu pada tanaman teh.
Penelitian ini menggunakan campuran spesies yang menyerang tanaman teh yaitu
Scurrula oortiana 39.68%), Scurrula parasitica (36.51%), Macrosolen
cochinchinensis (17.46%), dan Lepeostegeres gemmiflorus (6.35%). Beberapa
penelitian menunjukkan benalu teh memiliki aktivitas antikanker (Nugroho et al.
2000, Muwarni 2003).
Khasiat antioksidan telah banyak dikaitkan dengan kondisi stres oksidatif
(Percival 1998). Keberadaan radikal bebas terutama radikal bebas oksigen dan
derivatnya dalam tubuh sangat merugikan karena sifatnya yang tidak stabil dan
cenderung bereaksi oksidasi dengan lipid. Radikal bebas juga dapat merusak
struktur DNA, protein selular, serta protein fungsional yang ada di dalam sel.
Dalam keadaan yang sangat banyak, radikal bebas akan menyebabkan kematian
sel normal yang akibatnya dapat menjadi sel kanker. Adapun obat umum yang
dapat mengakibatkan stres oksidatif jika digunakan dengan dosis berlebih adalah
parasetamol (Bessems dan Vermeluen 2001).
Proses detoksifikasi parasetamol di hati menghasilkan senyawa N-asetil-pbenzokuinonimina (NAPKI). NAPKI merupakan senyawa bentuk peralihan
reaktif dan toksik yang mudah mengoksidasi membran sel yang mengandung
asam lemak tak jenuh rantai ganda (PUFA). Reaksi ini menghasilkan lipid
peroksida, senyawa ini sangat merugikan tubuh jika berada pada konsentrasi yang
tinggi karena dapat merusak jaringan tubuh. Peroksidasi lipid merupakan rantai
reaksi yang terjadi secara terus menerus, karena proses ini dapat menghasilkan
radikal bebas lain yang dapat mengoksidasi lipid yang lain. Proses ini berpotensi
merusak organ dalam manusia, termasuk hati (Murray et al2003).
2
Kerusakan pada hati (nekrosis hati) yang terus-menerus akibat radikal
bebas yang salah satunya disebabkan oleh parasetamol, dapat memacu kerusakan
pada ginjal akut atau lebih dikenal dengan acute tubular necrosis (ATN) (Blakley
dan McDonald 1995). Menurut Fored et al. (2001), pemakaian parasetamol dalam
jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan kemungkinan gagal ginjal.
Abraham (2004) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas lipid peroksida
pada ginjal tikus yang telah diinduksi dengan parasetamol, sekaligus terjadi
penurunan tingkat SOD. Sebagai enzim antioksidan yang berperan penting dalam
dektoksifikasi parasetamol, penurunan konsentrasi SODakan mengakibatkan
proses detoksifikasi parasetamol menjadi semakin lambat (Mazer et al 2008).
Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar kerusakan
ginjal akibat parasetamol diakibatkan telah rusaknya jaringan pada hati terlebih
dahulu (Fored et al. 2001).
Didasari oleh kepercayaan terhadap khasiat racikan tradisional benalu teh
sebagai obat antikanker, telah banyak penelitian terhadap kandungan senyawa
aktif ekstrak dan khasiatnya secara in vitro. Namun demikian, hingga saat ini
belum ada penelitian mengenai aktivitas antioksidan in vivo dari benalu teh
terhadap ginjal.
Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas antioksidan in vivo ekstrak
benalu teh dengan mengukur konsentrasi lipid peroksida pada ginjal hewan model
yang diberikan perlakukan parasetamol dengan dosis berlebih. Aktivitas ekstrak
benalu campuran secara in vivo diukur melalui dua parameter, konsentrasi lipid
peroksida dan SOD ginjal.
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang khasiat
ekstrak benalu teh secara in vivo terhadap usaha preventif kerusakan ginjal. Juga
diharapkan dapat membantu pengembangan jamu dan obat-obatan herbal di
Indonesia.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benalu teh campuran Scurrula
oortiana (39.68%), Scurrula parasitica (36.51%), Moacrosolen cochinchinensis
(17.46%), dan Lepeostegeres gemmiflorus (6.35%) yang diambil di perkebunan
teh milik PT Gunung Mas, Cipanas (2000 mdpl), Bogor, akuades, etanol 30%,
kertas saring, rutin, metanol, tikus galur Sprague Dawley jantan yang didapat dari
Departemen Anatomi dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, pakan tikus standard, parasetamol, antioksidan komersial curlivplus (kontrol positif), laruan NaCl 0.9%, dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4)
yang mengandung 0.15 M KCl, natrium lauril sulfat, asam asetat, NaOH, asam
tiobarbiturat, n-butanol, piridin, asam sulfosalisilat.
Alat-alat yang digunakan adalah oven, penggiling, saringan, panci stainless
steel, penangas, vacum evaporator, desikator, kuvet, spektrofotometer Thermo
Electron Genesis 10 UV, pipet mikro, kandang tikus, alat cekok, homogenizer
jaringan (pyrex), dan sentrufusa berpendingin berkecepatan tinggi (Hitachi, fixed
angle rotor).
3
ProsedurPenelitian
Ekstraksi Benalu Teh
Penelitian ini menggunakan ekstrak yang berasal dari penelitian Yakinudin
(2014). Metode ekstraksi benalu teh menggunakan suhu, waktu, dan pelarut yang
dikembangkan oleh Rahmawati dan Hayashi (2012) untuk optimasi aktivitas
antioksidan dari ekstrak yang dihasilkan. Serbuk kering benalu teh direbus dengan
panci besi stainless tertutup pada suhu 100oC menggunakan pelarut etanol 30%
selama 10 menit. Perbandingan massa serbuk kering benalu teh (dalam gram)
dengan pelarut yang digunakan (dalam mL) adalah 1:10. Setelah perebusan,
pelarut secepatnya didinginkan hingga suhu ruang menggunakan penangas air.
Setelah dingin, ekstrak disaring melalui dua tahap penyaringan, pertama
menggunakan kertas saring 90 mm, lalu dilanjutkan dengan menggunakan syringe
filter 0.2 m. Ekstrak selanjutnya dievaporasi dengan vaccum evaporator pada
suhu 80oC untuk menghasilkan ekstrak pekat, selanjutnya dikering bekukan dalam
desikator. Ekstraksi dengan cara yang sama diulangi 3 kali pada sampel.
Pemeliharaan Hewan dan Rancangan Percobaan
Pemeliharaan tikus dan rancangan percobaan ini telah dilakukan oleh
Yakinudin (2014) dengan modifikasi dari Rasool et al. (2011). Sebanyak 30 ekor
tikus Sprague Dawley jantan (150-200g) ditempatkan pada kandang individual
ukuran kecil. Masa adaptasi untuk tikus pada lingkungan dilakukan selama 7 hari
sebelum percobaan dimulai. Tikus diberi pakan pelet standar dan air ad libitum
secara teratur setiap pagi pukul 06:00-06:30. Tikus kemudian dibagi ke dalam 6
kelompok perlakuan, setiap kelompok terdiri atas lima ekor tikus yang dipilih
secara acak. Kelompok I merupakan kelompok normal yang hanya diberikan
pakan standar dan cekok akuades 2 mL. Kelompok 2 dan 3 diberi perlakuan cekok
parasetamol dosis 640 mg/kg BB, namun curliv-plus 80 mg/kg BB hanya
dicekokkan pada kelompok 3. Kelompok 4, 5, dan 6 adalah kelompok perlakuan
yang diberi pakan standar dan dicekok larutan ekstrak kasar benalu teh campuran
dosis 100, 250, 500 mg/kg BB dan parasetamol dosis 640 mg/kg BB.
Nekropsi Hewan Coba dan Pembuatan Homogenat Ginjal
Nekropsi hewan coba dan pembuatan homogenat hati menggunakan
metode Rasool et al (2011) yang dimodifikasi. Perlakuan dilakukan selama 14
hari. Di hari terakhir (hari ke-14 perlakuan setelah adaptasi) hewan dibius dengan
eter dan ditaruh dalam toples kaca tertutup hingga mati. Setelah itu, ginjalnya
diangkat dan segera dibilas dengan larutan NaCl 0.9% (b/v) dingin kemudian
disimpan di dalam pendingin. Homogenat ginjal dibuat dengan cara melumatkan
ginjal hati dengan dapar fosfat dalam homogenizer manual dengan perbandingan
10% b/v, ginjal dihomogenasi hingga tidak tersisa jaringan yang terlihat, lalu
dimasukkan ke dalam ependorf 2 mL. Homogenat ginjal (10% b/v) disiapkan
dalam dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4) yang mengandung 0.15 M KCl.
Homogenat lalu disentrifugasi pada 800xg selama 5 menit dengan suhu 4oC untuk
memisahkan debris inti sel. Selanjutnya disentrifusa kembali pada 10500xg
selama 20 menit pada 4oC untuk mendapatkan post mitchondrial supernatant
(PMS) dan digunakan untuk menghitung konsentrasi lipid peroksida (TBARS)
dan aktivitas SOD.
4
Pengukuran Konsentrasi Lipid Peroksida di Ginjal
Kandungan malonaldehida (MDA) dihitung dalam bentuk TBARS dengan
metode Ohkawa et al (1979). Campuran reaksi terdiri atas 0.2 ml dari 8.1% (b/v)
sodium lauril sulfat, 1.5 ml asam asetat 20% (v/v) yang dibuat hingga pH 3.5
dengan NaoH 5 N, 1.5 asam tiobarbiturat 0.8% dalam air, dan 1.5 mL PMS 10%
b/v. Campuran reaksi tersebut dibuat volumenya menjadi 4 ml dengan
menambahkan air suling kemudian dipanaskan pada 95oC selama 45 menit.
Setelah didinginkan dengan air mengalir, ditambahkan 1 mL air suling dan 5 mL
campuran n-butanol dengan piridin (15:1), lalu disentrifugasi pada 4000 rpm
selama 10 menit.Lapisan organik kemudian dipisahkan dan absorbansinya diukur
pada 533 nm (Ohkawa et al. 1979).
Uji Aktivitas SOD di Ginjal (modifikasi Siburian M. 2011)
Penentuan Waktu Inkubasi. Sebanyak 75 L pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 L dapar fosfat 50 mM (pH 8.5) kemudian
ditambahkan 75 L dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4) yang mengandung 0.15
KCl (sebagai blanko SOD). Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 420 nm (Marklund dan Marklund 1974) setiap 20 detik selama 5
menit. Waktu inkubasi ditentukan saat grafik hubungan antara waktu dan
absorbansi masih memiliki nilai R2 sebesar 0.99.
Analisis Aktivitas SOD pada Ginjal. Sebanyak 75 L pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 L dapar fosfat 50 mM (pH 8.5), kemudian
ditambahkan 75 L PMS. Tingkat autooksidasi saat ditambahkan dengan sampel
dibandingkan dengan standar (blanko SOD) dengan pengukuran peningkatan
absorbansi pada 420 nm yang diukur setiap 20 detik selama 5 menit. Aktvitas
SOD ginjal tiap kelompok dihitung dengan perbedaan kemiringan kurva standar
dan kurva sampel.
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2002)
Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini.
Analisis data yang dilakukan dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Jika terdapat perbedaan dalam
perlakuan, maka dilakukan uji Duncan pada selang kepercayaan 90%, taraf α =
0.1. Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000) adalah:
Yij = μ + τ +εi
Keterangan:
µ = Pengaruh rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i=1, 2, 3, 4, 5
εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke j, j= 1, 2, 3, 4
Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
HASIL
Konsentrasi Lipid Peroksida pada Ginjal Tikus
Hasil statistik ( = 0.05) menunjukkan bahwa konsentrasi MDA seluruh
kelompok penelitian ini tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari tidak
5
memberikan dampak yang signifikan dalam menginduksi stres oksidatif jika
dilihat dari konsentrasi MDA. Walaupun konsentrasi MDA tidak berbeda nyata,
terjadi peninkatan konsentrasi MDA ginjal pada kelompok parasetamol sebesar
17.38% jika dibandingkan dengan normal. Penelitian Emalia (2014)
menunjukkandengan pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari,
terjadi peningkatan konsentrasi MDA dalam serum darah pada kelompok
parasetamol yang lebih tinggi sebesar 27.6% dan berbeda nyata secara statistik.
Pemberian parasetamol 640 mg/kg BB selama 16 hari berhasil menginduksi stres
oksidatif pada serum, namun belum berhasil pada ginjal.
Pengukuran konsentrasi MDA dalam ginjal menunjukkan rata-rata
7.34
konsentrasi MDA paling kecil terdapat pada kelompok normal (48.66
nmol/gr) sedangkan yang tertinggi terdapat pada kelompok parasetamol (58.90
4,74 nmol/gr). Konsentrasi MDA pada kelompok perlakuan ekstrak campuran
benalu teh (100, 250, dan 500 mg/kg BB) secara berurutan adalah 54.17 6.98
7.90 nmol/gr, dan 51.02
7.12 nmol/gr (Gambar 1).
nmol/gr, 53.31
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat konsentrasi MDA pada kelompok ekstrak
campuran benalu teh 500 mg/kg BB memiliki konsentrasi MDA terendah
sedangkan yang tertinggi dari ketiga kelompok tersebut berada pada kelompok
ekstrak benalu teh campuran 100mg/kg BB. Berdasarkan data kelompok ekstrak
perlakuan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak benalu teh
campuran, aktivitas antionkidannya semakin kuat.Perbandingan ketiga data
kelompok perlakuan dengan kelompok curliv-plus (52,68 7,12 nmol/gr), hanya
konsentrasi kelompok ekstrak benalu campuran 500 mg/kg BB yang lebih kecil
dari kelompok curliv plus.
Rata-Rata Konsentrasi MDA
70
58.90
60
50
48.66
7.34
4.74
54.17
6.98
53.31
7.90 * 51.02
5.20
52.68
7.12
40
30
20
10
0
Normal
Parasetamol Ekstrak 100 Ekstrak 250 Ekstrak 500
Kelompok
Curliv Plus
Gambar 1 Hasil pengukuran konsentrasi MDA ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan.
Aktivitas SOD pada Ginjal Tikus
Gagal ginjal kronis biasanya dikaitkan dengan stres oksidatif radikal bebas,
walaupun mekanismenya masih belum jelas. Superoksida adalah radikal bebas
oksigen utama yang diproduksi dalam tubuh dan SOD adalah enzim antioksidan
alami yang bertugas untuk menangkal superoksida (Vaziri ND 2003).Untuk
menentukan aktivitas SOD, digunakan perbandingan luas area di bawah kurva.
6
Namun kurva standar SOD berada di bawah kurva sampel (Gambar 2),
sehingga jika dilakukan penghitungan akan menghasilkan data negatif. Hal ini
dimungkinkan karena PMS telah lebih keruh dari awal sehingga membuat
absorbansinya lebih besar daripada standar.Maka dari itu, perhitungan aktivitas
SOD menggunakan perbandingan kemiringan kurva. Rata-rata aktivitas
antioksidan SOD ginjal tikus untuk kelompok normal adalah 24.00 10.11 %
sedangkan untuk kelompok parasetamol sebesar 14.67 8.26 %, tidak berbeda
nyata secara statistik ( =0.05) (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa induksi
parasetamol 640 mg/kg BB tidak mampu menginduksi stress oksidatif.
Aktivitas antioksidan yang terukur dari kelompok parasetamol, ektrak
benalu teh campuran 100, 250, dan 500 mg/kg BB secara berturut-turut adalah
14.67 8.26 %, 14.67 9.51%, 5.19 5.13%, dan 16.89 10.13% (Gambar 3).
Secara statistik ( =0.05) aktivitas antioksidan dari keempat kelompok tersebut
tidak berbeda nyata. Dalam kata lain kelompok yang menerima asupan ekstrak
benalu campuran tidak mengalami peningkatan jumlah SOD dalam tubuhnya.
Walaupun demikian, aktivitas inhibisi SOD kelompok ekstrak benalu teh
campuran 500 mg/kg BB terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok
parasetamol juga kelompok curliv plus (16.00 8.66%).
0.25
Absorban
0.2
Standar
y = 0.00045x + 0.04083
R² = 0.99949
Kurva Standar
Normal
0.15
Parasetamol
0.1
Normal
y = 0.00034x + 0.07964
R² = 0.99966
0.05
Parasetamol
y = 0.00038x + 0.11714
R² = 0.99977
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (detik)
Gambar 2 Perbandingan antara kurva standar, normal, dan parasetamol SOD
Inhibisi SOD (%)
25 24.00
10.11
20
16.89
14.67
15
8.26 14.67
9.51
10.13 16.00
8.66
10
5.19
5.13*
5
0
Normal
Parasetamol Ekstrak 100 Ekstrak 200 Ekstrak 500
Kelompok
Curliv Plus
Gambar 3 Hasil pengukuran aktivitas SOD ginjal pada seluruh kelompok
perlakuan. n=5
7
PEMBAHASAN
Konsentrasi Lipid Peroksidapada Ginjal Tikus
Malonaldehida ditemukan di jaringan manusia dan hewan sebagai produk
akhir peroksidasi lipid. Konsentrasi MDA dalam suatu jaringan dapat menjadi
indikator tingkat serangan radikal bebas terhadap lipid di jaringan tersebut, dapat
pula menjadi indikator seberapa besar tingkat penghambatan proses peroksidasi
lipid. Dalam penelitian ini, kandungan MDA dianalisis pada organ ginjal
menggunakan metode TBARS. Metode ini menggunakan prinsip pembentukan
kompleks TBA-MDA yang merupakan senyawa berwarna (Yagi et al. 1994),
kemudian diukur menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang
(setelah penapisan) sebesar 533 nm (Yakinudin 2014). Hasil analisis
menunjukkan rata-rata konsentrasi MDA kelompok normal lebih kecil
dibandingkan kelompok parasetamol. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari
pemberian parasetamol dalam menginduksi peroksidasi lipid ginjal walaupun
tidak berbeda nyata menurut perhitungan data statistik. Data analisis menunjukkan
kelompok benalu teh campuran 500 mg/kg BB lebih baik daripada curliv-plus,
walaupun tidak berbeda nyata menurut perhitungan data statistik.
Dalam penelitian ini hewan coba akan memetabolisme sebagian
parasetamol menjadi senyawa NAPKI yang radikal. Pemberian parasetamol
menunjukkan terjadinya kenaikan konsentrasi MDA dalam ginjal yaitu 17.38%
dari konsentrasi kelompok normal (Gambar 1). Dhibi et al. (2014) menunjukkan
hasil kenaikan konsentrasi lipid peroksida dalam ginjal akibat induksi parasetamol
yang sangat signifikan, yaitu 144% dari kelompok normal. Perbedaan yang
mencolok ini dikarenakan konsentrasi parasetamol yang diberikan pada hewan
coba berbeda, pada peneltian ini sebesar 640 mg/kg BB sedangkan pada Dhibi et
al. (2014) sebesar 900 mg/kg BB.
Yakinudin (2014) mengutarakan bahwa ada kemungkinan senyawa
NAPKI masih dapat ditahan oleh senyawa antioksidan alami dalam hati antara
lain SOD. Namun, konsentrasi senyawa antioksidan alami dalam ginjal jumlahnya
setengah lebih sedikit daripada hati (Nandi dan Chatterjee 1988), hal ini juga yang
memungkinkan kenaikan MDA dalam ginjal tidak dapat ditahan dengan baik
seperti dalam hati. Namun antioksidan alami dalam ginjal masih bekerja dengan
baik karena perbedaan antara normal dan yang diinduksi parasetamol tidak
berbeda nyata secara statistik. Berbeda dengan kenaikan konsentrasi MDA dalam
serum darah (Emalia 2014) yang lebih besaryaitu 27.6%. Karena darah bukan
organ metabolisme seperti hati dan ginjal, sehingga lebih menunjukkan efek
pemberian parasetamol dalam menginduksi stres oksidatif dan berbeda nyata
secara statistik (Emalia 2014).
Emalia 2014 melakukan pengujian fitokimia pada ekstrak benalu teh
campuran untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam ekstrak sampel. Hasil analisis fitokimia pada simplisia menunjukkan
terdapatnya senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenolik, steroid, tanin.
Sedangkan pada ekstrak benalu campuran tidak ditemukan senyawa steroid
namun ditemukan senyawa triterpenoid. Hasil yang didapat sesuai dengan
beberapa literatur yang menyebutkan bahwa senyawa fitokimia terkandung dalam
beberapa spesies benalu teh, diantaranya Scurulla oortiana mengandung senyawa
alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, senyawa glikosida flavonol, dan senyawa
8
glikosida monoterpen yang merupakan antioksidan alami dalam tanaman
(Nugroho et al. 2000, Ohashi 2003).
Ketiga kelompok ekstrak benalu campuran menunjukkan rata-rata MDA
yang lebih rendah (54.17 6.98 nmol/gr, 53.31 7.90 nmol/gr, dan 51.02 7.12
nmol/gr) dari pada kelompok parastamol (58.90 4.74 nmol/gr). Penurunan
konsentrasi MDA sejalan dengan kenaikan konsentrasi ekstrak benalu teh yang
diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak benalu campuran bersifat sebagai
antioksidan, namun tidak berbeda nyata menurut pengukuran data statistik.Ratarata MDA ketiga kelompok ekstrak benalu campuran tidak serendah kelompok
normal, namun dapat dikatakan ekstrak benalu teh campuran kemungkinan
memiliki kemampuan menghambat laju peroksidasi lipid oleh senyawa radikal
NAPKI.
Aktivitas SOD pada Ginjal Tikus
Aktivitas SOD dalam penelitan ini hanya berbeda nyata secara statistik
( =0.5) pada kelompok ekstrak 250 mg/kg BB terhadap normal. Kelompok
normal memiliki aktivitas inhibisi yang paling tinggi di antara seluruh kelompok.
Jika dibandingkan dengan data konsentrasi MDA pada ginjal tikus, kelompok
normal memiliki jumlah rata-rata konsentrasi MDA yang paling kecil diantara
seluruh kelompok. Hal ini dimungkinkan karena kelompok normal hanya
menerima cekok akuades sehingga, sedangkan kelompok yang lain mendapat
bagian dengan dicekok oleh parasetamol yang mengakibatkan peningkatan stres
oksidatif yang lebih banyak daripada kelompok normal. Chen et al. (1997)
mengutarakan bahwa peningkatan peroksidasi lipid dapat menyebabkan
penurunan aktivitas enzim SOD. Kelompok ekstrak benalu teh campuran 100, 250,
dan 500 mg/kg BB menunjukkan aktivitas SOD yang lebih rendah daripada
normal. Aktivitas SOD kelompok ekstrak benalu teh campuran 250 mg/kg BB
amat rendah hingga menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik ( =0.05)
jika dibandingkan dengan aktivitas SOD kelompok normal. Hal ini dimungkinkan
karena besarnya variabilitas tiap individu pada jumlah SOD ginjal dan pengaruh
pemberian parasetamol.
Pengukuran aktivitas SOD menggunakan prinsip inhibisi pirogalol oleh
SOD (Marklund dan Marklund 1974). Autooksidasi terjadi pada pirogalol hingga
membentuk senyawa radikal superoksida ( O2-) dalam kondisi basa. Adanya
enzim SOD akan menghambat autooksidasi karena terjadi dismutasi superoksida
sehingga laju autooksidasi pirogalol menjadi lebih lambat, ditandai dengan kurva
autooksidasi pirogalol yang mulai melandai. Satu unit SOD diartikan sebagai
jumlah enzim yang dapat menghambat hingga 50% autooksidasi pirogalol dalam
3 mL larutan campuran dengan nilai pH 8.5 untuk meningkatkan sensitifitasnya
(Nandi dan Chatterjee 1988). Penelitian ini menggunakan PMS untuk mengukur
SOD1 (SOD yang berada di sitoplasma) karena saat sentrifugasi mitokondria
dihilangkan. SOD1 merupakan jenis antioksidan primer yang berfungsi mencegah
pembentukan radikal-radikal baru yang akan terbentuk. Antioksidan ini mengubah
radikal bebas sebelum bereaksi dengan molekul organik yang merupakan
penyusun membran sel, menjadi senyawa yang kurang reaktif. SOD1 merupakan
salah satu enzim antioksidan endogen yang sangat berperan dalam mengkatalisis
radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida (Halliwell dan
Gutteridge 1999).
9
SIMPULAN DAN SARAN
Aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran secara in vivo pada ginjal
tikus menunjukkanadanya aktivitas, terutama kelompok ekstrak benalu campuran
500 mg/kg BB yang merupakan penurun konsentrasi MDA dalam ginjal terbaik
dari tiga konsentrasi ekstrak benalu teh canpuran. Penambahan perlakuan ekstrak
benalu teh campuran tidak menyebabkan perubahan pada aktivitas SOD ginjal
setelah diberikan parasetamol.
Sebagai saran penelitian yang akan datang, perlu dilakukan pengujiian
hewan coba yang dengan populasi yang lebih banyak dalam satu kelompok untuk
mengurangi efek variabilitas individu. Selain itu perlu dicoba juga dengan
menggunakan senyawa hepatotoksik lain seperti HCCl4 untuk melihat perbedaan
hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham P. 2004. Oxidative stress in paracetamol-induced phatogenesis: (I)
Renal damage. Indian Journal of Biochemistry & Biophysics 42: 59-62.
Bessems JGM, Vermeulen NPE. 2001. Paracetamol (acetaminophen)-induced
toxicity: molecular and biochemical mechanism, analogues, and protective
approach. Critical Riview in Toxicology. 31(1): 55-138.
Blakley P, McDonald BR. 1995. Acute renal failure due to acetaminophen
ingestion: A case report and riview of literature. J. Am. Soc. Nephrol 6:4853.
Chen Q, Galleano M,Cederbaum AI. (1997). Double-edged swords in cellular
redox state. Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Pharmacol3(4):
228-237.
Dhibi S, Mbarki S, Elfeki A, Hfaiedh N. 2014. Eucalyptus globulus extract
protects upon acetaminophen-induced kidney damages in male rat. Bosn J
Basic Med Sci 14(2):100-104.
Emalia D. 2015. Aktivitas aminotransferase dan peroksida lipid pada tikus
sprague dawley yang diberi campuran benalu teh lorantaceae. [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Fored CM et al. 2001. Acetaminophen, aspirin, and chronic renal failure. N Engl J
Med 345(25): 1801-1808.
Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1999. Free radicals, antioxidants, and
human disease: Where are we now?. J Lab Clin Med. 119: 598–620.
Marklund S, Marklund G. 1974. Invovement of superoxide anion radical in the
autooxidation of pyrogallol and a convenient assay for superoxide dismutase.
Eur J Biochem. 47: 469-474.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Jilid I Edisi ke-2
dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Pr.
10
Mazer M, Pharm D, Perrone J. 2008. Acetaminophen-induced nephrotoxicity:
Pathophysiology clinical manifestation, and management. Journal of
Medical Toxicology 4(1): 2-6.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s Illustrated
Biochemistry Twenty Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.
Muwarni R. 2003. Indonesian tea misletoe (Scurulla oortiana) stem extract
increases tumour cell sensitivity to tumour necrosis factor alpha (TNF ).
Phytotherapy Research. 17: 407-409
Nandi A, Chatterjee IB. 1988. Assay of superoxide dismutase activity in animal
tissue. J Biosci.13(3): 305-315.
Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000. Daya hambat benalu teh (Scurrula
atropurpure Bl. Danser) terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu
mencit (Mus musculus L) C3 H. Cermin Dunia Kedokteran. 35:127.
Ohashi K, Winarno H, Mukai M, Inoue M, Prana MS, Simanjuntak P, Shibuya H.
2003.Indonesian Medicinal Plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory
effects of chemical constituents in the parasitic plant Scurulla
atropurpurea (Loranthaceae). Chem Pharm Bull. 51:342-345.
Ohkawa H, Onishi N, Yagi K. 1979. Assay for lipid peroxides in animal tissues
by thiobarbituric acid reaction. Anal Biochem. 95:351-358
Percival M. 1998. Antioxidant. Clinical Nutritional Insight. Advance Nutrition
Insight.
Rahmawati SI, Hayashi N. 2012. The effect of batch reactor extraction on
antioxidant activity from Scurulla atropurpurea. Am J App Sci. 9 (3): 337342.
Rasool SN, Jahererunnisa S, Jayaveera KN, Suresh KC. 2011. In vitro callus
induction and in vivo antioxidant activity of Passiflora foetida L. Leaves.
Intl J App Res Nat Prod. 4 (1): 1-10.
Siburian M. 2011. Aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada hati tikus
hiperkolesterolemia yang diberi ekstrak kulit kayu mahohi [skripsi].
Biogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Tapan E. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta: Alex Media Komputindo.
Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran
terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Vaziri ND. 2003. Molecular mechanisms of lipid disorders in nephritic syndrome.
Kidney International. 63: 1964-1976.
Yagi K. 1994. Free Radical in Diagnostic Medicine. Armstrong D, editor. New
York: Plenum Pr.
Yakinudin A. 2014. Aktivitas antioksidan in vitro dan in vivo ekstrak benalu teh
campuran (Lorantaceae) pada tanaman teh. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
11
Lampiran 1 Hasil perhitungan MDA ginjal
Kelompok
Normal
Parasetamol
Ekstrak 100
mg/kg BB
Ekstrak 250
mg/kg BB
Ekstrak 500
mg/kg BB
Curliv Plus
µM
nmol/g
5.2913
4.0315
5.3307
5.5669
4.1102
6
5.4094
5.4882
5.9606
6.5906
5.2126
4.7795
6.1574
4.7795
6.1574
5.4094
52.913
40.315
53.307
55.669
41.102
60
54.094
54.882
59.606
65.906
52.126
47.795
61.574
47.795
61.574
54.094
4.5039
45.039
6.0787
4.8582
4.5827
4.9764
5.1339
5.9606
5.2913
6.0394
5.3307
5.5669
4.1102
60.787
48.582
45.827
49.764
51.339
59.606
52.913
60.394
53.307
55.669
41.102
Rataan
Standar
Deviasi
48.66
7.34
58.90
4.74
54.17
6.98
53.31
7.90
51.02
5.20
52.68
7.12
Contoh perhitungan konsentrasi MDA:
Perhitungan konsentrasi MDA menggunakan substitusi absorban sampel pada
gugus y persamaan linear kurva standar MDA.
Persamaan linear kurva standar: y = 0.0254x - 0.0114
Perhitungan untuk sampel nomor 1 (Kelompok Normal, A = 0.123)
0.123 = 0.0254x -0.0114
x
= (0.123 +0.0114)/0.0254
x
= 5.2913 M = 52.913 nM
12
Lampiran 2 Kurva standar MDA
0.6
Absorban
0.5
0.4
0.3
y = 0.0254x - 0.0114
R² = 0.9981
0.2
0.1
0
0
5
10
Konsentrasi (nmol)
15
20
13
Lampiran 3 Kurva autooksidasi standar sampel PMS ginjal hewan coba
0.3
0.2
0.1
0
0
60
NORMAL-2
Absorbansi
Absorban
NORMAL-1
y = 0.00039x + 0.07375
R² = 0.99978
0.3
y = 0.00037x + 0.07803
R² = 0.99974
0.2
0.1
0
0
120 180 240 300
60
Detik
Detik
0.3
0.2
0.1
0
0
60
NORMAL-4
Absorban
Absorbansi
NORMAL-3
y = 0.00036x + 0.08085
R² = 0.99976
y = 0.00028x + 0.09085
R² = 0.99755
0.3
0.2
0.1
0
120 180 240 300
0
Detik
0.2
0.1
0
0
60
y = 0.00032x + 0.12109
R² = 0.99974
0.3
0.2
0.1
0
0
120 180 240 300
PARASETAMOL-3
0.2
0.1
0
0
Absorban
Absorban
PARASETAMOL-2
0.3
0.3
y = 0.00039x + 0.13195
R² = 0.99959
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
PARASETAMOL-5
Absorban
Absorban
0.3
50 100 150 200 250 300
Detik
PARASETAMOL-4
y = 0.00041x + 0.11039
R² = 0.99938
50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
y = 0.00039x + 0.09888
R² = 0.99966
120 180 240 300
PARASETAMOL-1
Absorban
Absorban
0.3
60
Detik
NORMAL-5
y = 0.00031x + 0.07474
R² = 0.99885
120 180 240 300
y = 0.00041 + 0.12337
R² = 0.99965
0.3
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
Detik
14
0.3
0.2
0.1
0
0
E100-2
Absorban
Absorban
E100-1
y = 0.00031x + 0.10339
R² = 0.99960
y = 0.00040x + 0.15473
R² = 0.99895
0.3
0.2
0.1
0
50 100 150 200 250 300
0
Detik
Detik
0.3
0.2
0.1
0
0
E100-4
Absorban
Absorban
E100-3
y = 0.00042x + 0.12827
R² = 0.99925
0.3
0.2
0.1
0
50 100 150 200 250 300
y = 0.00039x + 0.11596
R² = 0.99940
0
Detik
Absorban
Absorban
E250-1
y = 0.00040x + 0.17114
0.3
R² = 0.99939
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
E250-5
Absorban
Absorban
E250-3
y = 0.00044x + 0.15868
0.3
R² = 0.99915
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
E500-2
Absorban
Absorban
0.3
0.2
0.1
0
Detik
E500-1
Detik
y = 0.00044x + 0.15469
R² = 0.99936
0
Detik
y = 0.00033x + 0.18746
0.3
R² = 0.99774
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
Detik
E100-5
y = 0.00040x + 0.11494
0.3
R² = 0.99943
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
y = 0.00042x + 0.17254
0.3
R² = 0.99919
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
15
E500-4
Absorban
Absorban
E500-3
y = 0.00032x + 0.18769
0.3
R² = 0.99896
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
y = 0.00040x + 0.15088
0.3
R² = 0.99897
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Detik
CURLIV PLUS-1
Absorban
Absorban
E500-5
y = 0.00040x + 0.16158
0.3
R² = 0.99914
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
y = 0.00031x + 0.08329
0.3
R² = 0.99956
0.2
0.1
0
0
Detik
Detik
CURLIV PLUS-3
Absorban
Absorban
CURLIV PLUS-2
y = 0.00038x + 0.13822
0.3
R² = 0.99950
0.2
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
0.1
0
50 100 150 200 250 300
Detik
CURLIV PLUS-4
CURLIV PLUS-5
y = 0.00040x + 0.09718
0.3
R² = 0.99923
0.2
Absorban
Absorban
y = 0.00040x + 0.09135
0.3
R² = 0.99971
0.2
0
Detik
0.1
0
0
50 100 150 200 250 300
50 100 150 200 250 300
Detik
y = 0.00040x + 0.10094
0.3
R² = 0.99959
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300
Detik
Lampiran 4 Kurva standar autooksidasi pirogalol
0.2
y = 0.00045x + 0.04083
R² = 0.99949
Absorban
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Detik
16
Lampiran 5 Hasil daya inhibisi SOD ginjal
Kelompok
Normal
Parasetamol
Ekstrak100
mg/kg BB
Ekstrak 250
mg/kg BB
Ekstrak 500
mg/kg BB
Curliv Plus
a (Slope/
Kemiringan)
0.00039
0.00037
0.00036
0.00028
0.00031
0.00032
0.00039
0.00039
0.00041
0.00041
0.00031
0.0004
0.00042
0.00039
0.0004
0.0004
13.33
17.78
20.00
37.78
31.11
28.89
13.33
13.33
8.89
8.89
31.11
11.11
6.67
13.33
11.11
11.11
0.00044
2.22
0.00044
0.00033
0.00042
0.00032
0.0004
0.0004
0.00031
0.00038
0.0004
0.0004
0.0004
2.22
26.67
6.67
28.89
11.11
11.11
31.11
15.56
11.11
11.11
11.11
Contoh perhitungan:
Sampel normor 1 (Kelompok Normal)
=13.33 %
%inhibisi
Rata-rata
Inhibisi
STD
EV
24.00
10.11
14.67
8.26
14.67
9.51
5.19
5.13
16.89
10.13
16.00
8.66
17
Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik MDA Menggunakan perangkat lunak SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_MD
A
Levene
Statistic
df1
1.187
df2
5
Sig.
23
.346
ANOVA
Kadar_MDA
Sum of
Squares
Between
Groups
Within
Groups
Total
Mean
Square
df
375.766
5
75.153
1193.688
23
51.899
1569.453
28
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kadar_MDA
Duncan
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok
N
1
Normal
Ekstrak 500 mg/kg
5
48.661200
5
51.023600
Curliv Plus
Ekstrak 100mg/kg
5
52.677000
5
54.172800
4
57.932750
5
58.897600
.062
BB
BB
Ekstrak 250 mg/kg
BB
Paracetamol
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
F
Sig.
1.44
8
.245
18
Lampiran 7 Hasil AnalisisStatistik Inhibisi SOD Menggunakan Software SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Persen_Inhibisi
Levene
Statistic
df1
.322
df2
5
Sig.
23
.894
ANOVA
Persen_Inhibis
i
Sum of
Squares
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
362.873
5
72.575
2468.433
23
107.323
2831.305
28
Homogeneous Subsets
Persen_Inhibisi
Duncan
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok
N
Ekstrak 250 mg/kg
BB
Ekstrak
100mg/kg
BB
Normal
Curliv-Plus
Paracetamol
Ekstrak 500 mg/kg
BB
Sig.
1
4
-11.288900
5
-3.409100
5
5
5
-3.002400
-2.212872
-1.531112
5
.849256
.121
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
F
Sig.
.676
.646
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tayan, Sanggau, Kalimantan Barat pada tanggal 23
Nopember 1990, merupakan putra pertama dari Bapak Mas’Adi Ramli dan Ibu
Juhaeni. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN 3 Tayan (1996-2001)
kemudian pindah ke SDN Ciandur 2 (2001-2003), Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Saketi (2002-2003), kemudian pindah ke SMP Negeri 2 Pandeglang
(2003-2005). Lalu penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Pandeglang
(2005-2008). Penulis melanjutkan pendidikan tertinggi di Departemen Biokimia
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur masuk USMI.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di beberapa
organisasi yaitu menjadi salah satu tim rekrutan koran kampus sebagai ilustrator
(2008-2009). Menjadi anggota Community of Research and Education in
Biochemistry (CREBs) sebagai anggota divisi informasi. Penulis pernah aktif di
BEM FMIPA (2009-2010) sebagai anggota pada divisi informasi. Dalam
kepanitiaan penulis pernah menjadi anggota pada kominfo pada Masa Perkenalan
Fakultas Biokimia (2011).