Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN
PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Syamsu Hilal
NIM H252110025
RINGKASAN
SYAMSU HILAL. StrategiPengembanganLembagaKeuanganMikroAgribisnis
(LKMA) di KabupatenPandeglang.Dibimbingoleh MA’MUN SARMA dan
LUKMAN M. BAGA.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012),jumlahpendudukmiskin di
Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66%). Dari jumlah tersebut, sekitar
18,08 juta orang(14,70%) penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata
pencaharian utama di sektor pertanian.
Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya
akses terhadap sumber permodalan.Untuk mengatasi masalah tersebut,tahun 2008
Kementerian Pertanian menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP).Setiap Gabungan KelompokTani (Gapoktan) PUAP menerima
bantuan dana bergulir sebesar Rp 100 juta. Pelaksanaan program PUAP oleh
Gapoktan didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani
(PMT).
Jumlah Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang hingga tahun 2012
sebanyak 257 Gapoktan. Dari jumlah tersebut, Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) yang berhasil ditumbuhkan hanya 16 LKMA (6,23%).
Setelah LKMA ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnyaa dalah
menjaga kinerja LKMA agar berfungsi secara baik dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan strategi pengembangan
LKMA di Kabupaten Pandeglang.
Indikator keberhasilan kinerja Gapoktan PUAP diukur dari kemampuan
lembaga tersebut dalam menyalurkan, mengelola, dan mengembangkan dana
PUAP.itu, Gapoktan harus memiliki organisasi yang kuat. Proses analisis perlu
dilakukan untuk mengetahui kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP.
Sedikitnya jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang yang berhasil
ditumbuhkan selama tahun 2008 – 2012 memunculkan pertanyaan, bagaimana
proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP?Padahal
Kementerian Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Penumbuhan LKMA
pada Gapoktan PUAP dan beberapa buku pedoman pendukungnya.
LKMA yang sudah terbentuk diharapkan dapat menyelesaikan persoalan
pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di
perdesaan. Peran LKMA akan terlihat setelah dilakukan kajian untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan, bagaimana kinerja LKMA dalam pengembangan
program PUAP.Selanjutnya, hasil analisis kinerja Gapoktan, evaluasi
penumbuhan LKMA, dan kajian terhadap kinerja LKMA di Kabupaten
Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk merumuskan strategi
pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis kinerjaGapoktan dalam
pengelolaan dana PUAP; (2) mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada
Gapoktan PUAP; (3) mengkajikinerja LKMA pada Gapoktan PUAP; dan (4)
merumuskan strategi pengembangan LKMA sebagai lembaga permodalan petani.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Juli– Oktober
2013.Penentuan LKMA sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel secara sengaja dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten
Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha dominan, legalitas LKMA, dan
nama PMT yang menjadi pendamping. LKMA sampel berjumlah 8LKMA,
sedangkan jumlah responden yang diwawancari sebanyak 106 orang.
Analisis kinerja Gapoktan PUAP, evaluasi proses penumbuhan LKMA
pada Gapoktan PUAP, dan kajian terhadap kinerja LKMA dalam pengembangan
program PUAP dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif. Bobot nilai atas
setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada respoden menggunakan
skala Likert (5, 4, 3, 2, 1) dan Binner (1 dan 0). Sedangkan untuk perumusan
strategi pengembangan LKMA menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP).
Setelah dilakukan analisis, evaluasi, dan kajian diperoleh kesimpulan
bahwa kinerja Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang secara umum
dikategorikan “baik” pada aspek kelembagaan dan organisasi, penyaluran dana
PUAP, dan pengembangan dana PUAP. Sedangkan kinerja pada aspek kerjasama
dengan lembaga lain dikategorikan “kurangbaik”.
Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dikategorikan “baik” pada
tahapan persiapan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan persiapan
pengembangan LKMA, hasilnya dikategorikan “kurangbaik”. Kinerja LKMA di
Kabupaten Pandeglang pada aspek pengembangan dana PUAP secara umum
dikategorikan “buruk”. Hal ituditunjukkan oleh tingginya angka kredit macet yang
mencapai 62,03persen.
Berdasaarkan hasil temuan di atas, factor penting yang harus diperhatikan
dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah penegasan aspek
profitabilitas dalam pembentukan LKMA, peningkatan kualitas SDM pengurus
Gapoktan dan LKMA, peningkatan peran PMT dalam pendampingan, penguatan
pendanaan dan kemitraan, serta peningkatan produksi dan fasilitasi pemasaran
hasil produksi. Keempat factor inilah yang menjadi dasar dalam penyusunan
program pengembangan LKMA di KabupatenPandeglang.
Kata kunci: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategi
SUMMARY
SYAMSU HILAL. Development Strategy for Agribusiness Micro Finance
Institution (LKMA) in Pandeglang Regency.Guided by MA’MUN SARMA and
LUKMAN M. BAGA.
Based on the data from Statistic Central Board (BPS), in September 2012
total poor people (people with monthly expenditure per capita under Poverty
Level) in Indonesia reached 28.59 million people (11.66%). Among such total,
about 18.08 million people (14.70%) poor people live in villages with their main
job in agriculture sector. Meanwhile the poor people in Pandeglang Regency
according to Pandeglang People Welfare Indicator (2011) is 127800 persons or
11.14 percents from total population of Pandeglang Regency.
One of the basic problems faced by farmers is lack of access toward
capital resources. In order to answer the problem above, in 2008 the ministry of
Agriculture lunched a program on Village Agribusiness Effort Development
(PUAP). Each Farmer Group Association/GabunganKelompokTani (Gapoktan) of
PUAP received revolving fund assistance at amount Rp 100 million. For
achieving maximum result in the implementation of PUAP, Gapoktan
accompanied by personnel of Accompanying Counselor and Supervisor of Farmer
Partners/tenagaPenyuluhPendampingdanPenyeliaMitraTani (PMT).
Total Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency until 2012 numbering to
257 Gapoktan. Comparing to total villages and Sub-district in Pandeglang
Regency, the percentage of Gapoktan PUAP reach 76.72 percents. Among 257
Gapoktan PUAP, the total Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA) has
been successfully developed within period 2008 – 2012 just numbering to 16
LKMA (6.23%).
After LKMA has been successfully developed, the next job shall be done
is to maintain the performance of LKMA in order be able to have a good and
sustainable function. In Pandeglang Regency, total inactive LKMA numbering to
6 LKMA (37.50%). Referring to such matter, this study is focused to produce a
Development Strategy for Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA).
Parameter of performance success of Gapoktan PUAP is measured from
the capability of such institution in distributing, managing, and developing fund of
PUAP. In order to run such function, Gapoktan shall have a strong organization.
So that it is necessary to analyze how the performance of Gapoktan in managing
fund of PUAP?
A few of LKMA that is successfully to be developed by Gapoktan PUAP
in Pandeglang Regency creates a question, how the process of developing LKMA
for Gapoktan as the receiver of PUAP fund? Whereas, the Ministry of Agriculture
has issued a Guide Book for developing LKMA in Gapoktan PUAP and its
supporting guide book.
For the established LKMA is hoped be able to solve the problem of
financing for farmers in micro scale and farmer labor, which amount is adequate
large in the villages. The role of LKMA will be known after having been reviewed
to find out the answer of question, how the performance of LKMA in developing
PUAP program.The result of Gapoktan performance analysis, evaluation for
developing LKMA, and study for the performance of LKMA in Pandeglang
Regency is hoped to be a reference to formulate a Development Strategy for
Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA).
The objectives of this study are; (1) to analyze the performance of
Gapoktan in the management of PUAP fund; (2) to evaluate the developing
process of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; (3) to review the
performance of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; and (4) to
formulate aDevelopment Strategy for LKMA as capital institution for farmer
effort.
The study is carried out in Pandeglang Regency, Banten. Reason of
selection for Pandeglang Regency because this regency the largest LKMA in
Banten Province. Besides, the total poor people in Pandeglang Regency are the
largest in Banten Province. The filed study was held in July – October
2013.Determination of LKMA sample is carried out by technique of purposive
sampling, namely sample taking on purpose from 16 LKMA exist in Pandeglang
Regency based on year of PUAP, kind of dominant business, legality of LKMA,
and name of PMT as accompanying partner. Total LKMA samples are 8 LKMA,
while total respondents were interviewed numbering to 106 persons.
The performance analysis of Gapoktan PUAP, evaluation on developing
process of LKMA in Gapoktan PUAP, and study toward the performance of
LKMA in developing PUAP program is done by descriptive quantitative. Score
point for each answer from question presented to a respondent uses Likert scale
(5, 4, 3, 2, 1) and Binner (1 and 0). While for formulating a development strategy
of LKMA uses Analytical Hierarchy Process (AHP).
After having analysis, evaluation, and review, it is concluded thatthe
performance of Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency is generally categorized
“good” in the aspect of institution and organization, distribution of PUAP fund,
and development of PUAP fund. Meanwhile the performance in aspect of
cooperation with other institutions is categorized “less good”.
Developing LKMA in Gapoktan PUAP is categorized “good” in the steps
of preparation. While in the steps of implementation and preparation for
developing LKMA, is categorized “less good”. The performance of LKMA in
Pandeglang Regency, especially the performance of finance is generally
categorized “bad”.
The most important factor must be observed in the development strategy
of LKMA in Pandeglang Regency is affirmation on the profitability aspect in
establishing LKMA, improvement of human resources quality of Gapoktan
management and LKMA manager, improvement of PMT in accompanying,
strengthening financing and partnership, and improvement of production and
facilities of marketing for production result. These four factors is a base in
composing the development program of LKMA in Pandeglang Regency.
Key words: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategy
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN
PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mat Syukur, MS
Judul Tugas Akhir
: Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang
Nama
: Syamsu Hilal
NIM
: H252110025
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Ketua
Dr. Ir. Lukman M. Baga,
MA.Ec
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 17 Mei 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis, dengan judul Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang.Tesis ditulis sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Profesional padaProgram Studi
Manajemen Pembangunan Daerah.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma,
MS. M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku pembimbing, serta
Bapak Dr. Ir. Mat Syukur MS selaku dosen penguji luar komisi. Penulis juga
menyampaikan penghargaan kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian
Kementerian Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Provinsi Banten yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian karya
ilmiah ini.
Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Syamsu Hilal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
2TINJAUAN PUSTAKA
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Latar Belakang Program PUAP
Tujuan Program PUAP
Pola Dasar PUAP
Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Penyuluh Pendamping
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi LKM di Berbagai
Negara
Keberhasilan Pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis
(LKMA) di Provinsi Sumatera Barat
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)
Kinerja Gapoktan dan LKMA
Hasil Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
3METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Peneltian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Metode Analisis
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN PANDEGLANG
Geografi Kabupaten Pandeglang
Penduduk dan Tenaga Kerja
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Distribusi Pendapatan
Pemerintahan
Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang
Potensi Pertanian
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Analisis Kinerja Gapoktan
Evaluasi Penumbuhan LKMA
Kajian Kinerja LKMA
6 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN LKMA
1
4
5
6
6
6
11
13
13
14
15
16
17
18
21
22
26
28
31
33
33
33
36
42
43
45
45
47
47
48
51
54
57
Faktor
Aktor
Tujuan
Strategi Alternatif
7 PERANCANGAN PROGRAM
Penumbuhan Profitabilitas LKMA
Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola LKMA
Penguatan Pendanaan dan Terjalinnya Kemitraan dengan Lembaga
Lain
Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
68
68
69
70
74
76
77
78
80
81
81
86
129
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008 - 2012
Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan
Nasional tahun 2008 - 2012
Hasil Penelitian Terdahulu
LKMA Kabupaten Pandeglang Tahun 2013
LKMA Sampel Kabupaten Pandeglang
Jumlah Responden yang Dilibatkan dalam Penelitian
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011
Jumlah Desa, Kelurahan, Rukun Warga, dan Rukun Tetangga
Menurut Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang Tahun 2006 2010
Kinerja Gapoktan dalam Pengelolaan Dana PUAP di Kabupaten
Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010
Hasil Evaluasi Penumbuhan LKMA terhadap Gapoktan di Kabupaten
Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010
Pertambahan Jumlah Anggota LKMA di Kabupaten Pandeglang
Tahun PUAP 2008 - 2010
Jumlah dan Persentase Kredit Macet pada LKMA di Kabupaten
Pandeglang tahun PUAP 2008 - 2010
Manfaat PUAP bagi Petani di Kabupaten Pandeglang
Faktor Penyebab Kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kegagalan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Faktor Pendukung Keberhasilan LKMA
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Pendukung Keberhasilan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Faktor Penyebab Kredit Macet
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kredit Macet di Kabupaten
Pandeglang
Hasil Penghitungan AHP untuk Faktor
Hasil Penghitungan AHP untuk Aktor
Hasil Penghitungan AHP untuk Tujuan Pembentukan LKMA
Hasil Penghitungan AHP untuk Strategi Alternatif Pengembangan
LKMA
Rancangan Program Pengembangan LKMA di Kabupaten
Pandeglang
3
3
29
34
35
35
44
46
47
53
56
58
59
60
61
62
63
64
66
67
68
69
69
71
79
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahapan Proses Pembinaan Kelembagaan PUAP
Pola Dasar Pengembangan PUAP
Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan LKMA
Struktur Hirarki AHP
Struktur Hirarki AHP Strategi Pengembangan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Jenis Kelamin Petani Pengurus dan Anggota Gapoktan dan LKMA
Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan
Kabupaten Pandeglang
Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus LKMA Kabupaten
Pandeglang
Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan
Kabupaten Pandeglang
Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus LKMA
Kabupaten Pandeglang
Hasil AHP untuk Perumusan Strategi Pengembangan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
12
14
32
40
42
49
49
50
50
51
72
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Laporan Pertanggungjawaban Penyelia Mitra Tani (PMT)
Kabupaten Pandeglang, Juni 2013
Kuesioner Identifikasi Gapoktan
Kuesioner Kinerja Gapoktan PUAP
Kuesioner Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP
Kuesioner Kinerja LKMA pada Gapoktan PUAP
Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap Kinerja Gapoktan
PUAP
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap evaluasi penumbuhan
LKMA pada Gapoktan PUAP
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap kinerja LKMA
86
93
94
95
98
100
113
118
123
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional
melalui kontribusinya dalam pembentukan modal, penyediaan bahan pangan,
bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa
negara, sumber pendapatan masyarakat, serta berperan dalam pelestarian
lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan
(Kementerian Pertanian, 2012). Namun demikian, pembangunan sektor pertanian
belum mampu mengentaskan kemiskinan di perdesaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2012 jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28.59 juta orang (11.66%). Dari jumlah
tersebut, sekitar 18.08 juta orang(14.70%) penduduk miskin berada di perdesaan
dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Pada waktu yang sama, BPS
Provinsi Banten (2012) mempublikasikan data penduduk miskin di Provinsi
Banten, yaitu sebanyak648254 orang (5.71%). Dari jumlah tersebut, 314801
orang tinggal di perdesaan. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Pandeglang menurut Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 adalah
127800 orang atau 11.14 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang.
Pada umumnya,kemiskinan di perdesaan disebabkan karena petani hanya
mengelola lahan pertanian rata-rata 0.3 hektar. Kemiskinan di perdesaan akan
terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan tetap
menjadi program prioritas untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan
secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan
penduduk miskin.
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses
terhadap sumber permodalan, pasar, dan teknologi, serta organisasi tani yang
masih lemah. Untuk itu, program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian
dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan kesepakatan
global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals).Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa petani sebagai pengguna
kredit menginginkan skema kredit sebagai berikut: 1) tidakmensyaratkan agunan
tambahan; 2) prosedur pengajuan kredit tidak terlalu sulit; 3) pinjaman dalam
bentuk uang; dan 4) disalurkan sesuai dengan kebutuhanpetani dan tepat waktu
(Lembaga Penelitian SMERU, 2002).
Untuk menanggapi keinginan petani, pada tahun 2008, Kementerian
Pertanian melakukan terobosan dengan menggulirkan program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di bawah koordinasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok
program pemberdayaan masyarakat. Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan
PUAP Nasional, Menteri Pertanian membentuk Tim PUAP Pusat.PUAP adalah
bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha
dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian
desa sasaran.Setiap gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang mengajukan dana
PUAP dan memenuhi persyaratan administrasi sesuai dengan pedoman PUAP,
mendapatkan bantuan dana bergulir (revolving fund)sebesar Rp100 juta. Dana
PUAP merupakan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang disalurkan
secara langsung dengan cara ditransfer ke rekening Gapoktan. Pengelolaan
bantuan modal usaha bagi petani tersebut -- baik petani pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga tani -- dikoordinasikan oleh Gapoktan.
Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana program PUAP yang
berfungsi sebagai pengelola bantuan modal usaha bagi petani anggota, dengan
harapan dana tersebut dapat tumbuh dan berkembang, sehingga kebutuhan modal
bagi usahatani dapat terpenuhi secara berkesinambungan. Gapoktan penerima
dana PUAP diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui unit usaha otonom
simpan pinjam atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Untuk mencapai hasil
yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT).
Pelaksanaan program PUAP difokuskan pada pengembangan usaha
ekonomi produktif bagi para petani di perdesaan, sehingga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. PUAP dilaksanakan secara
terintegrasi dengan kegiatan Eselon-I lingkup Kementerian Pertanian maupun
kementerian/lembaga di bawah payung program PNPM Mandiri (Pedoman
Umum PUAP Kementerian Pertanian, 2013).
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/OT.140/1/2013
tentang Pedoman PUAP disebutkan bahwa pola dasar PUAP dirancang untuk
meningkatkan keberhasilan penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan dalam
mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses
Kementerian Pertanian yaitu; (1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2)
Diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan
(4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut,
komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah; (1) Keberadaan
Gapoktan; (2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai
pendamping; (3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan lain-lain; dan (4)
Penyaluran dana PUAP kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani,
dan rumah tangga tani.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2013), sejak tahun 2008
hingga tahun 2012, Kementerian Pertanian telah menyalurkan dana PUAP lebih
dari Rp4.4 triliun kepada 44173 Gapoktan/desa yang tersebar di 477 kabupaten di
seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah desa dan kelurahan di
Indonesia tahun 2012 sebanyak 79075 desa/kelurahan (BPS, 2012), penyaluran
program PUAP secara Nasional mencapai 55.82 persen. Di Provinsi Banten,
persentase penyaluran program PUAP mencapai 74.50 persen. Khusus di
Kabupaten Pandeglang, jumlah Gapoktan/desa yang mendapatkan program PUAP
hingga tahun 2012 berjumlah 257 Gapoktan/desa. Jika dibandingkan dengan
jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Pandeglang yang berjumlah 335
desa/kelurahan, penyaluran program PUAP di Kabupaten Pandeglang telah
mencapai 76.72 persen. Capaian penyaluran program PUAP di Kabupaten
Pandeglang melebihi persentase penyaluran program PUAP tingkat provinsi
(74.50%) dan Nasional (55.82%). Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten, dan Nasional tahun 2008–2012
Jumlah Gapoktan Penerima Program PUAP
Tingkat
Total
2008
2009
2010
2011
2012
Nasional
10542
9884
8587
9110
6050
44173
Provinsi Banten
298
424
115
177
137
1151
Kabupaten Pandeglang
37
116
31
41
32
257
Sumber: Kementerian Pertanian (2013).
Kewenangan penyaluran dana PUAP sebagai dana penguatan modal usaha
kepada anggotanya diberikan kepada Gapoktan terpilih. Selanjutnya Gapoktan
diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan.
Kebijakan pengembangan Gapoktan penerima dana PUAP menjadi LKMA
merupakan langkah strategis Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan
persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup
besar di perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif
terhadap pembiayaan pertanian skala mikro.
Secara nasional, selama kurun waktu 2008 sampai 2012, dari 44173
Gapoktan penerima dana PUAP, yang telah membentuk LKMA sebanyak 6480
LKMA atau 14.67 persen. Jumlah tersebut masih sangat rendah, sehingga
memerlukan upaya maksimal untuk mewujudkan LKMA sebagai lembaga
keuangan mikro di tingkat usahatani. Di tingkat Provinsi Banten, dari 1151
Gapoktan penerima dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 58 buah
atau 5.04 persen. Dan di Kabupaten Pandeglang, dari 257 Gapoktan penerima
dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 16 buah atau 6.23 persen.
Persentase pembentukan LKMA di Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang
lebih rendah dibandingkan dengan persentase pembentukan LKMA di tingkat
Nasional. Jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan
Nasional disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional
tahun 2008–2012
Jumlah Gapoktan
Jumlah Gapoktan
Persentase
Tingkat
yang Telah
Penerima PUAP
(%)
Membentuk LKMA
Nasional
44173
6480
14.67
Provinsi Banten
1151
58
5.04
Kabupaten Pandeglang
257
16
6.23
Sumber: Kementerian Pertanian (2013).
Setelah LKMA berhasil ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan
selanjutnya adalah menjaga kinerja LKMA tersebut agar dapat berfungsi secara
baik dan berkesinambungan. Menutut data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Provinsi Banten, saat ini di Kabupaten Pandeglang jumlah LKMA yang
sudah tidak aktif lagi sebanyak 6 LKMA. Berdasarkan hal itu, penelitian ini
difokuskan untuk merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA).
Perumusan Masalah
Tujuan peningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan
pendapatan petani akan selalu mengalami hambatan apabila persoalan akses
permodalan petani selalu menjadi kendala. Selama ini, petani sering mengalami
kesulitan dalam mengakses permodalan dari bank konvensional. Sementara,
lembaga yang akomodatif terhadap bantuan permodalan usahatani jumlahnya
masih sedikit. Mempertimbangkan realitas tersebut, Kementerian Pertanian
menggulirkan program PUAP.
Sesuai dengan mekanisme pelaksanaan program PUAP, maka pada tahun
ke-1, dana PUAP dimanfaatkan oleh Gapoktan untuk membiayai usaha produktif
sesuai dengan usulan anggota secara berjenjang melalui Rencana Usaha Anggota
(RUA), Rencana Usaha Kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB).
Dana penguatan modal usaha PUAP secara terstruktur digulirkan oleh Gapoktan
kepada anggota kelompok tani sebagai pinjaman, sehingga pada tahun ke-2
Gapoktan sudah dapat mengembangkan Unit Usaha Simpan Pinjam (U-S/P).
Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat menjaga perguliran dana
sampai pada fase pembentukan LKMA pada Tahun ke-3. LKMA yang berhasil
ditumbuhkan oleh Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi modal
melalui dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh anggota dalam bentuk
tabungan atau saham anggota (Pedoman Penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) Gapoktan PUAP, 2012).
Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan penerima dana PUAP diukur dari
kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP
secara efektif dan mengembangkannya sehingga terjadi akumulasi dana PUAP
dari dari waktu ke waktu. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP
salah satunya ditentukan oleh kemampuan Gapoktan menjangkau sebanyak
mungkin petani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk
kegiatan usahanya. Di samping itu, Gapoktan juga perlu menjalin kerjasama
dengan lembaga lain untuk meningkatkan kinerjanya. Untuk menjalankan fungsifungsi tersebut Gapoktan harus memiliki kelembagaan dan organisasi yang
kuat.Oleh karena itu, penting untuk dianalisisbagaimana kinerja Gapoktan
dalam pengelolaan dana PUAP?
Gapoktan adalah induk yang diamanahkan untuk melahirkan
LKMA.Penumbuhan dan pengembangan LKMA pada Gapoktan penerima dana
PUAP merupakan suatu kebutuhan dalam upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi rakyat di perdesaan dan mempercepat upaya mengentasan kemiskinan
melalui penumbuhan usaha agribisnis. Pemberdayaan dan pembinaan kepada
Gapoktan penerima dana PUAP untuk mengembangkan LKMA sebagai salah satu
unit usahanya dimaksudkan agar aset dana PUAP dan dana keswadayaan yang
dikumpulkan oleh Gapoktan dapat dikelola dengan baik dan profesional. Dengan
demikian, LKMA dapat memberikan pelayanan keuangan mikro sesuai dengan
yang dibutuhkan petani miskin dan pengusaha mikro pertanian di perdesaan
secara berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2010 Kementerian
Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah
menerbitkan buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA,
buku Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP, dan Pedoman
Pengembangan LKMA Gapoktan PUAP. Pedoman dan modul tersebut
diharapkan dapat memberikan arahan bagi penyelenggaraan LKMA dan
meningkatkan mutu pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas LKMA Gapoktan
PUAP kepada para anggotanya.
Namun demikian, melihat rendahnya tingkat penumbuhan LKMA di
Kabupaten Pandeglang selama kurun waktu 2008 sampai 2012, maka perlu
dilakukan evaluasi terhadapproses penumbuhan LKMA pada Gapoktan
penerima dana PUAP.
Keberadaan LKMA merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam
upaya peningkatan pendapatan petani dan penanggulangan kemiskinan di
perdesaan. Peran LKMA yang didukung oleh kemudahan akses, prosedur, dan
kedekatan terhadap masyarakat akan membantu pemberdayaan kelompok miskin,
terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka
jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain,
sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Tujuan pembentukan LKMA adalah untuk menyelesaikan persoalan
pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di
perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif terhadap
pembiayaan pertanian. Idealnya, keberadaan LKMA harus menjadi solusi bagi
petani anggota Gapoktan penerima dana PUAP dalam memperoleh permodalan
untuk menjalankan usahataninya.Pada sisi inilah efektivitas LKMA dalam
pengembangan program PUAP akan terlihat setelah dikajikinerja LKMA dalam
pengembangan program PUAP.
Hasil analisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP, hasil
evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP, dan hasil
kajian kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan
untuk perbaikan penyelenggaraan program pada waktu yang akan datang.
Pembinaan dan pendampingan terhadap LKMA harus terus dilakukan, misalnya
dengan fasilitasi kerjasama dengan lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan,
hingga LKMA benar-benar lestari. Oleh karena itu, hasil penelitianini diharapkan
dapat merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
melihat peran Gapoktan dan LKMA dalam mengatasi permasalahan permodalan
usahatani. Dari kajian ini diharapkan diperoleh tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP.
2. Mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana
PUAP.
3. Mengkaji kinerja LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP.
4. Merumuskan strategi pengembanganLKMA sebagai lembaga permodalan
usaha petani.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
Kementerian Pertanian sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan
strategi penumbuhan LKMA dalam pengembangan program PUAP.
Gapoktan untuk mendukung peningkatan kinerja LKMA.
Lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan yang ingin bekerjasama dalam
pembangunan pertanian melalui penguatan LKMA.
Pembaca sebagai sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang
akan dilakukan selanjutnya.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penyusunan strategi
pengembangan LKMA, sehingga diharapkan kinerja LKMA memenuhi syarat
keberlanjutan (sustainability).Untuk menghasilkan strategi pengembangan
LKMA, langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengevaluasi kinerja Gapoktan. Gapoktan adalah lembaga penerima sekaligus
pengelola dana PUAP sebelum LKMA terbentuk. Evaluasi terhadap Gapoktan
dilakukan dengan menggunakan indikator keberhasilan yang tercantum dalam
buku Pedoman Umum PUAP yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian.
Langkah kedua mengevaluasi proses penumbuhan LKMA yang dilakukan
oleh stakeholders (BPTP, Dinas Pertanian Kabupaten, PMT, Penyuluh
Pendamping, dan Gapoktan) dengan merujuk kepada buku Pedoman
Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA dan Pedoman Penumbuhan
LKMA Gapoktan PUAP dari Kementerian Pertanian. Langkah ketiga
menganalisis kinerja keuangan LKMA yang meliputiperkembangan dana PUAP,
perkembangan jumlah anggota, dan jumlah kredit macet. Hasil evaluasi dan
analisis tersebut kemudian dijadikan bahan untuk menyusun strategi
pengambangan LKMA.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Program Bantuan Permodalan Petani
Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1967 dengan nama Bimbingan Masal
(BIMAS). Tujuan dicanangkannya program tersebut adalah untukmempercepat
penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan
secara nasional untuk mencapai swasembada beras. Dalam perjalanannya,
program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan
dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan
(Hasan,1979 dalam Lubis 2005).
Kredit Bimas dikelola oleh BRI mulai diimplementasikan tahun 1967/1970.
Keadaan ini memotivasi BRI untuk membangun BRI Unit Desa yang dimulai
dengan empat unit Pilot Proyek di Yogyakarta. Dana kredit disediakan dari
subsidi pemerintah (BI) pada tingkat bunga 3 persen per tahun sementara tingkat
bunga BRI sebesar 12 persen. Total Kredit Bimas yang disalurkan sejak dari
mulai program dilaksanakan (1967/1970) sampai musim tanam 1984/1985
mencapai Rp636.7 miliar dengan total nasabah 28847 petani. Selama periode
1970 sampai 1975, jumlah pinjaman yang dilunasi tepat waktu sebesar 80 persen,
sementara sejak 1976 dan selanjutnya hanya 57 persen yang dibayar kembali.
Faktor yang turut berkontribusi terhadap tingginya tunggakan karena adanya
program “pengampunan hutang” yang membangun ekspektasi diantara petani
nasabah bahwa suatu hari tidak harus dibayar. Memang dengan program Bimas
skala nasional, pemerintah memiliki cerita sukses berupa swasembada produksi
padi pada tahun 1984, walaupun tahun 1983 program Bimas diakhiri (Ashari,
2009).
Pada tahun 1985 kredit BIMAS diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT)
sebagai penyempurnaan dari sistem kredit BIMAS. KUT disediakan untuk petani
yang belum memiliki kemampuan menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk
usahatani dari sumber pembiayaan sendiri. KUT disalurkan melalui kantor cabang
BRI ke KUD yang didistribusikan pada para petani anggota KUD. Kredit
disediakan untuk Kelompok Tani pada tingkat bunga 12 persen. Fakta
menunjukkan bahwa banyak kredit yang tidak sampai pada petani miskin akibat
sangat rendahnya tingkat pengembalian. Kredit melalui KUT sangat besar yang
meningkat dari Rp300 miliar pertahun (sebelum krisis ekonomi mencapai Rp8
triliun pada musim tanam 1998/1999). Sejak program ini diaplikasikan, besarnya
pembayaran kembali hanya sekitar 25 persen. Tingkat bunga yang ditetapkan
berubah, yaitu sebesar 14 persen pada tahun 1985 sampai 1995dan diturunkan
menjadi 10.5 persen pada tahun 1995 sampai 1998.
Total dana KUT yang telah disalurkan sampai tahun 1999 mencapai
sebanyak Rp8 triliun. KUT menghadapi permasalahan berupa tingkat
pengembalian yang hanya 25 persen. Banyak Kelompok Tani yang berada di
bawah KUD dan memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit,
tidak menerima dana KUT. Dengan kata lain, terjadi penyimpangan dalam
penyaluran KUT oleh KUD.KUT berakhir seiring dengan UU Nomor 23/1999
yang melarang BI untuk menyalurkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
(Ashari, 2009).
Dalam mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim
kredit KUT pola khusus. Pada pola lama, kelompok tani menerima kredit dari
KUD, sedangkanpada pola khusus, kelompok tani langsung menerima dana dari
bank pelaksana. Namun, dalam pelaksanaannya, pola ini pun menimbulkan
masalahyang sama, yaitu terjadi tunggakan besar di sebagian daerah yang
menerima dana KUT pola khusus tersebut.
Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena
rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan
penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana.
Misalnya, sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk
keperluan usahatani,digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Selanjutnya,pemerintah mengembangkan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
Program ini digulirkan pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP
merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan
palawija), tebu, peternakan, dan perikanan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani.
Skim program ini pengaturannya melalui bank pelaksana yang disalurkan
melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga
tersebut dana disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana
KKP dilakukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), yaitu
daftar rencana kebutuhan dana KKP untuk anggota kelompok tani yang disusun
berdasarkan musyawarah anggota.
KKP ditujukan untuk: (1) intensifikasi tanaman pangan (padi, jagung,
kedelai, ubi kayu) dan (2) pengadaan pangan. Target dari KKP adalah kelompok
tani dan koperasi. Bank pelaksana adalah BUMN seperti BRI, Bank Agro,
Bukopin, Bank Mandiri, dan Bank Pembangunan Daerah. Bank menggunakan
dana mereka dalam penyaluran KKP tetapi mereka menerima subsidi bunga dari
kredit yang disalurkan.
Untuk mendukung program KKP, tahun 2002 pemerintah melalui
Departemen Pertanian juga mengeluarkan kebijakan untuk memberdayakan
masyarakat dalam berusahatani. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk
program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program
BLMdiarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal
untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan
prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan
pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial
ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan
proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan
kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan
sistem pelaporan untuk mendukung keberlanjutan hasil-hasil kegiatan sosial
ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).
Pada awal pelaksanaan program KKP, pemerintah menganggarkan dana
sebesar Rp2.08 triliun untuk paket tanaman padi, palawija, perkebunan tebu,
peternakan. Subsidi tingkat bunga dibayar pemerintah yang secara bertahap
dikurangi sampai 2003. Sumber pendanaan tergantung pada bank yang
bersangkutan, dengan bunga sebesar 12 persen untuk tanaman pangan dan 16
persen untuk peternakan, perkebunan, dan perikanan.
Hingga tahun 2006 dana KKP yang sudah tersalurkan sekitar Rp4.98 triliun.
Maksimun pinjaman per petani Rp15 juta dengan maksimum pemilikan lahan 2
ha dan periode pinjaman 12 bulan. Sejak tahun 2007 KKP diubah menjadi Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Dana KKPE yang tersalurkan hingga
tahun 2008sebesar Rp6.3triliun. Dari total dana yang tersalurkan, penyerapan
yang terbesar digunakan untuk pengembangan budidaya tebu, disusul untuk
pengembangan peternakan serta pengembangan padi, jagung, dan kedelai.
Sementarara itu, menurut hasil evaluasi yang dilakukan Departemen
Pertanian dan Japan International Coorporation Agency/JICA (2006), Non
Performing Loan (NPL) atau kredit macet KKP pada Juni 2006 untuk tanaman
pangan (6.07%), tebu (0.02%), peternakan (4.03%), perikanan (14.01%), dan
pengadaan barang (3.01%). Kendala dalam KKP adalah adanya kehati-hatian
ekstra dari bank yang masih trauma dengan kasus KUT, sehingga pencairan dana
relatif lambat, relatif terbatasnya agunan yang dimiliki petani, dan terbatasnya
avalis/guarantor kredit di pasar finansial (Ashari, 2009).
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di
pemerintahan,kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun ikut berubah
dan dimodifikasi agar lebih baik. Pada tahun 2007 pemerintah menetapkan adanya
kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan
kesempatan kerja dengan meningkatkan cakupan dan konsolidasi programprogram pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Pelaksanaan PNPM Mandiri dimulai dengan Program Pengembangan
Kecamatan(PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di
perdesaan besertaprogram pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program
Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi
pengembangan pemberdayaan masyarakat diperkotaan; dan Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untukpengembangan
daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPMMandiri
diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial
EkonomiWilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi dengan daerahsekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai
program pemberdayaan masyarakatyang dilaksanakan oleh berbagai
departemen/sektor dan pemerintah daerah. PelaksanaanPNPM Mandiri 2008 juga
akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.Dengan pengintegrasian berbagai
program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangkakebijakan PNPM Mandiri,
cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga kedaerah-daerah
terpencil dan terisolir.
Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama inisering berduplikasi
antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat prosespemberdayaan
pada umumnya membutuhkan waktu 5 sampai6tahun, maka PNPM Mandiri
akandilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan
target waktupencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium
Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada
indikator-indikator keberhasilan yangterukur akan membantu Indonesia
mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (Pedoman Umum PNPM
Mandiri, 2007).
PNPM Mandiri dijadikan sebagai wadah bagi seluruh program-program
penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang berbasis
pemberdayaan masyarakat di seluruh kementerian dan lembaga. Perlu diketahui
juga bahwa program ini bukan merupakan program membagi-bagikan uang, tetapi
pada hakikatnya merupakan program yang bertujuan untuk peningkatan dan
penguatan karakter bangsa yang dimulai pada tingkatan kelompok atau
masyarakat. Masyarakat melalui kelompok-kelompok tersebut diberikan pelatihan
dan pendampingan oleh fasilitator. Pemberdayaan melalui kelompok masyarakat
dan bukan melalui individu-individu ditujukan untuk mengembalikan dan
menguatkan kembali karakter dasar masyarakat Indonesia,
yaitu
kegotongroyongan sosial dan ekonomi.
Latar belakang dicanangkannya program PNPMMandiri diawali dari belum
tuntasnya penanganan masalah pengangguran di dalam negeri yang kian
meningkat. Apalagi ketika terjadi krisis ekonomi yang juga berdampak pada
perubahan pada bidang politik dan sosial, sehingga mengganggu iklim usaha di
dalam negeri yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut
tentunya mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran yang pada
akhirnya bermuara pada meluasnya jumlah kemiskinan, baik di perkotaan maupun
di perdesaan.
Selama ini, upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran baik yang
dijalankan oleh kementerian dan lembaga maupun oleh pemerintah daerah belum
sepenuhnya dilakukan secara terpadu, sehingga masih ada tumpang tindih dalam
pelaksanaan program dan kesenjangan pelaksanaan program antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Banyak dana yang digunakan untuk memecahkan masalah
pengangguran dan kemiskinan, tetapi hasilnya masih belum dapat dikatakan
berhasil. Padahal anggaran untuk penanggulangan kemiskinan meningkat dari
tahun ke tahun.
Belum berhasilnya program penanggulangan kemiskinan dan penurunan
tingkat pengangguran selama ini disebabkan karena masyarakat miskin dan para
penganguran hanya dijadikan objek, bukan sebagai pelaku utama. Seharusnya
masyarakat miskin ditingkatkan kemampuannyauntuk kemudian diberdayakan
dan ditingkatkan kemandiriannya. Karena program-program penanggulangan
kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat
memberikan hasil yang lebih efektif dan tingkat keberlanjutannyajauh lebih baik
daripada program-program yang hanya sekedar membagi-bagikan ikan daripada
memberi kail kepada masyarakat.
Pada awal pelaksanaannya di tahun 2007, jumlah dana untuk mendukung
program PNPM-Mandiri sekitar Rp3.6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), Rp0.8 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan hampir Rp100 miliar dari kontribusi masyarakat.
PNPM-Mandiri yang dilaksanakan pada tahun 2007 mencakup 2992
kecamatan dan 41000 desa/kelurahan. Rata-rata setiap kecamatan menerima
bantuan langsung masyarakat sekitar Rp500 juta hingga Rp1.5 miliar per tahun.
Penduduk miskin yang dijangkau oleh program ini ditargetkan sekitar 21.92 juta
orang atau 5.46 juta Kepala Keluarga (KK) di perdesaan, dan 10 juta orang atau
2.5 juta KK di perkotaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa PNPM-
Mandiri ini dapat menciptakan lapangan kerja baru paling sedikit 250 lapangan
kerja baru per desa per tahun, sehingga potensi lapangan kerja yang langsung
diciptakan oleh program ini lebih kurang 11 juta lapangan kerja.
Pada tahun 2008, program-program yang diintegrasikan ke dalam PNPMMandiri bertambah. Selain Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) atau
PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri dan Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) atau PNPM-Perkotaan dari
Kementerian Pekerjaan Umum, ditambahkan pula Program Pengembangan
Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dari Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari
Kementerian Pekerjaan Umum dan Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) dari Kementerian Pertanian, serta program-program
pendukung lainnya.
Khusus program dari Kementerian Pertanian, yaitu PUAP yang dimulai
pada tahun 2008 dilaksanakan dengan menyalurkan danaPUAP ke 10000 desa.
Masing-masing desa menerima dana PUAP sebesar Rp100 juta untuk
pengembangan agribisnis di perdesaan. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam
pemberdayaan masyarakat tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk
fasilitasi bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota, baik petani pemilik,
petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Penyaluran dana PUAP
untuk penguatan modal usaha kepada anggota kelompok tani dilakukan oleh
Gapoktan terpilih (Kementerian Pertanian, 2008).
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Latar Belakang Program PUAP
PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh
Gapoktan di perdesaan dengan memberikan fasilitasi bantuan modal usaha untuk
petani pemilik, petani penggarap, buruh tani, dan rumah tangga tani yang salah
satu tujuannya untuk memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani
anggota Gapoktan. Struktur PUAP terdiri dari Gapoktan, Penyuluh Pendamping,
dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pemangku kepentingan (stakeholders)
dalam pemberdayaan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan melalui
pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
penerima dana PUAP sebagai kelembagaan usahatani pelaksana PUAP tentu
menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan program PUAP
itu sendiri.
Program PUAP merupakan program andalan Kementerian Pertanian dalam
rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan.
Sejak
MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN
PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Syamsu Hilal
NIM H252110025
RINGKASAN
SYAMSU HILAL. StrategiPengembanganLembagaKeuanganMikroAgribisnis
(LKMA) di KabupatenPandeglang.Dibimbingoleh MA’MUN SARMA dan
LUKMAN M. BAGA.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012),jumlahpendudukmiskin di
Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66%). Dari jumlah tersebut, sekitar
18,08 juta orang(14,70%) penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata
pencaharian utama di sektor pertanian.
Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya
akses terhadap sumber permodalan.Untuk mengatasi masalah tersebut,tahun 2008
Kementerian Pertanian menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP).Setiap Gabungan KelompokTani (Gapoktan) PUAP menerima
bantuan dana bergulir sebesar Rp 100 juta. Pelaksanaan program PUAP oleh
Gapoktan didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani
(PMT).
Jumlah Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang hingga tahun 2012
sebanyak 257 Gapoktan. Dari jumlah tersebut, Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) yang berhasil ditumbuhkan hanya 16 LKMA (6,23%).
Setelah LKMA ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnyaa dalah
menjaga kinerja LKMA agar berfungsi secara baik dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan strategi pengembangan
LKMA di Kabupaten Pandeglang.
Indikator keberhasilan kinerja Gapoktan PUAP diukur dari kemampuan
lembaga tersebut dalam menyalurkan, mengelola, dan mengembangkan dana
PUAP.itu, Gapoktan harus memiliki organisasi yang kuat. Proses analisis perlu
dilakukan untuk mengetahui kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP.
Sedikitnya jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang yang berhasil
ditumbuhkan selama tahun 2008 – 2012 memunculkan pertanyaan, bagaimana
proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP?Padahal
Kementerian Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Penumbuhan LKMA
pada Gapoktan PUAP dan beberapa buku pedoman pendukungnya.
LKMA yang sudah terbentuk diharapkan dapat menyelesaikan persoalan
pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di
perdesaan. Peran LKMA akan terlihat setelah dilakukan kajian untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan, bagaimana kinerja LKMA dalam pengembangan
program PUAP.Selanjutnya, hasil analisis kinerja Gapoktan, evaluasi
penumbuhan LKMA, dan kajian terhadap kinerja LKMA di Kabupaten
Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk merumuskan strategi
pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA).
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis kinerjaGapoktan dalam
pengelolaan dana PUAP; (2) mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada
Gapoktan PUAP; (3) mengkajikinerja LKMA pada Gapoktan PUAP; dan (4)
merumuskan strategi pengembangan LKMA sebagai lembaga permodalan petani.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Juli– Oktober
2013.Penentuan LKMA sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel secara sengaja dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten
Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha dominan, legalitas LKMA, dan
nama PMT yang menjadi pendamping. LKMA sampel berjumlah 8LKMA,
sedangkan jumlah responden yang diwawancari sebanyak 106 orang.
Analisis kinerja Gapoktan PUAP, evaluasi proses penumbuhan LKMA
pada Gapoktan PUAP, dan kajian terhadap kinerja LKMA dalam pengembangan
program PUAP dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif. Bobot nilai atas
setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada respoden menggunakan
skala Likert (5, 4, 3, 2, 1) dan Binner (1 dan 0). Sedangkan untuk perumusan
strategi pengembangan LKMA menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP).
Setelah dilakukan analisis, evaluasi, dan kajian diperoleh kesimpulan
bahwa kinerja Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang secara umum
dikategorikan “baik” pada aspek kelembagaan dan organisasi, penyaluran dana
PUAP, dan pengembangan dana PUAP. Sedangkan kinerja pada aspek kerjasama
dengan lembaga lain dikategorikan “kurangbaik”.
Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dikategorikan “baik” pada
tahapan persiapan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan persiapan
pengembangan LKMA, hasilnya dikategorikan “kurangbaik”. Kinerja LKMA di
Kabupaten Pandeglang pada aspek pengembangan dana PUAP secara umum
dikategorikan “buruk”. Hal ituditunjukkan oleh tingginya angka kredit macet yang
mencapai 62,03persen.
Berdasaarkan hasil temuan di atas, factor penting yang harus diperhatikan
dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah penegasan aspek
profitabilitas dalam pembentukan LKMA, peningkatan kualitas SDM pengurus
Gapoktan dan LKMA, peningkatan peran PMT dalam pendampingan, penguatan
pendanaan dan kemitraan, serta peningkatan produksi dan fasilitasi pemasaran
hasil produksi. Keempat factor inilah yang menjadi dasar dalam penyusunan
program pengembangan LKMA di KabupatenPandeglang.
Kata kunci: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategi
SUMMARY
SYAMSU HILAL. Development Strategy for Agribusiness Micro Finance
Institution (LKMA) in Pandeglang Regency.Guided by MA’MUN SARMA and
LUKMAN M. BAGA.
Based on the data from Statistic Central Board (BPS), in September 2012
total poor people (people with monthly expenditure per capita under Poverty
Level) in Indonesia reached 28.59 million people (11.66%). Among such total,
about 18.08 million people (14.70%) poor people live in villages with their main
job in agriculture sector. Meanwhile the poor people in Pandeglang Regency
according to Pandeglang People Welfare Indicator (2011) is 127800 persons or
11.14 percents from total population of Pandeglang Regency.
One of the basic problems faced by farmers is lack of access toward
capital resources. In order to answer the problem above, in 2008 the ministry of
Agriculture lunched a program on Village Agribusiness Effort Development
(PUAP). Each Farmer Group Association/GabunganKelompokTani (Gapoktan) of
PUAP received revolving fund assistance at amount Rp 100 million. For
achieving maximum result in the implementation of PUAP, Gapoktan
accompanied by personnel of Accompanying Counselor and Supervisor of Farmer
Partners/tenagaPenyuluhPendampingdanPenyeliaMitraTani (PMT).
Total Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency until 2012 numbering to
257 Gapoktan. Comparing to total villages and Sub-district in Pandeglang
Regency, the percentage of Gapoktan PUAP reach 76.72 percents. Among 257
Gapoktan PUAP, the total Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA) has
been successfully developed within period 2008 – 2012 just numbering to 16
LKMA (6.23%).
After LKMA has been successfully developed, the next job shall be done
is to maintain the performance of LKMA in order be able to have a good and
sustainable function. In Pandeglang Regency, total inactive LKMA numbering to
6 LKMA (37.50%). Referring to such matter, this study is focused to produce a
Development Strategy for Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA).
Parameter of performance success of Gapoktan PUAP is measured from
the capability of such institution in distributing, managing, and developing fund of
PUAP. In order to run such function, Gapoktan shall have a strong organization.
So that it is necessary to analyze how the performance of Gapoktan in managing
fund of PUAP?
A few of LKMA that is successfully to be developed by Gapoktan PUAP
in Pandeglang Regency creates a question, how the process of developing LKMA
for Gapoktan as the receiver of PUAP fund? Whereas, the Ministry of Agriculture
has issued a Guide Book for developing LKMA in Gapoktan PUAP and its
supporting guide book.
For the established LKMA is hoped be able to solve the problem of
financing for farmers in micro scale and farmer labor, which amount is adequate
large in the villages. The role of LKMA will be known after having been reviewed
to find out the answer of question, how the performance of LKMA in developing
PUAP program.The result of Gapoktan performance analysis, evaluation for
developing LKMA, and study for the performance of LKMA in Pandeglang
Regency is hoped to be a reference to formulate a Development Strategy for
Agribusiness Micro Finance Institution (LKMA).
The objectives of this study are; (1) to analyze the performance of
Gapoktan in the management of PUAP fund; (2) to evaluate the developing
process of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; (3) to review the
performance of LKMA in Gapoktan as a receiver of PUAP fund; and (4) to
formulate aDevelopment Strategy for LKMA as capital institution for farmer
effort.
The study is carried out in Pandeglang Regency, Banten. Reason of
selection for Pandeglang Regency because this regency the largest LKMA in
Banten Province. Besides, the total poor people in Pandeglang Regency are the
largest in Banten Province. The filed study was held in July – October
2013.Determination of LKMA sample is carried out by technique of purposive
sampling, namely sample taking on purpose from 16 LKMA exist in Pandeglang
Regency based on year of PUAP, kind of dominant business, legality of LKMA,
and name of PMT as accompanying partner. Total LKMA samples are 8 LKMA,
while total respondents were interviewed numbering to 106 persons.
The performance analysis of Gapoktan PUAP, evaluation on developing
process of LKMA in Gapoktan PUAP, and study toward the performance of
LKMA in developing PUAP program is done by descriptive quantitative. Score
point for each answer from question presented to a respondent uses Likert scale
(5, 4, 3, 2, 1) and Binner (1 and 0). While for formulating a development strategy
of LKMA uses Analytical Hierarchy Process (AHP).
After having analysis, evaluation, and review, it is concluded thatthe
performance of Gapoktan PUAP in Pandeglang Regency is generally categorized
“good” in the aspect of institution and organization, distribution of PUAP fund,
and development of PUAP fund. Meanwhile the performance in aspect of
cooperation with other institutions is categorized “less good”.
Developing LKMA in Gapoktan PUAP is categorized “good” in the steps
of preparation. While in the steps of implementation and preparation for
developing LKMA, is categorized “less good”. The performance of LKMA in
Pandeglang Regency, especially the performance of finance is generally
categorized “bad”.
The most important factor must be observed in the development strategy
of LKMA in Pandeglang Regency is affirmation on the profitability aspect in
establishing LKMA, improvement of human resources quality of Gapoktan
management and LKMA manager, improvement of PMT in accompanying,
strengthening financing and partnership, and improvement of production and
facilities of marketing for production result. These four factors is a base in
composing the development program of LKMA in Pandeglang Regency.
Key words: Gapoktan, LKMA, PUAP, Strategy
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO AGRIBISNIS (LKMA) DI KABUPATEN
PANDEGLANG
SYAMSU HILAL
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mat Syukur, MS
Judul Tugas Akhir
: Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang
Nama
: Syamsu Hilal
NIM
: H252110025
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Ketua
Dr. Ir. Lukman M. Baga,
MA.Ec
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 17 Mei 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis, dengan judul Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang.Tesis ditulis sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Profesional padaProgram Studi
Manajemen Pembangunan Daerah.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma,
MS. M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku pembimbing, serta
Bapak Dr. Ir. Mat Syukur MS selaku dosen penguji luar komisi. Penulis juga
menyampaikan penghargaan kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian
Kementerian Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Provinsi Banten yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian karya
ilmiah ini.
Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Syamsu Hilal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
2TINJAUAN PUSTAKA
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Latar Belakang Program PUAP
Tujuan Program PUAP
Pola Dasar PUAP
Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Penyuluh Pendamping
Penyelia Mitra Tani (PMT)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi LKM di Berbagai
Negara
Keberhasilan Pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis
(LKMA) di Provinsi Sumatera Barat
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)
Kinerja Gapoktan dan LKMA
Hasil Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
3METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Peneltian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Metode Analisis
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN PANDEGLANG
Geografi Kabupaten Pandeglang
Penduduk dan Tenaga Kerja
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Distribusi Pendapatan
Pemerintahan
Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang
Potensi Pertanian
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Analisis Kinerja Gapoktan
Evaluasi Penumbuhan LKMA
Kajian Kinerja LKMA
6 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN LKMA
1
4
5
6
6
6
11
13
13
14
15
16
17
18
21
22
26
28
31
33
33
33
36
42
43
45
45
47
47
48
51
54
57
Faktor
Aktor
Tujuan
Strategi Alternatif
7 PERANCANGAN PROGRAM
Penumbuhan Profitabilitas LKMA
Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola LKMA
Penguatan Pendanaan dan Terjalinnya Kemitraan dengan Lembaga
Lain
Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
68
68
69
70
74
76
77
78
80
81
81
86
129
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten, dan Nasional tahun 2008 - 2012
Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan
Nasional tahun 2008 - 2012
Hasil Penelitian Terdahulu
LKMA Kabupaten Pandeglang Tahun 2013
LKMA Sampel Kabupaten Pandeglang
Jumlah Responden yang Dilibatkan dalam Penelitian
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011
Jumlah Desa, Kelurahan, Rukun Warga, dan Rukun Tetangga
Menurut Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang Tahun 2006 2010
Kinerja Gapoktan dalam Pengelolaan Dana PUAP di Kabupaten
Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010
Hasil Evaluasi Penumbuhan LKMA terhadap Gapoktan di Kabupaten
Pandeglang Tahun PUAP 2008 - 2010
Pertambahan Jumlah Anggota LKMA di Kabupaten Pandeglang
Tahun PUAP 2008 - 2010
Jumlah dan Persentase Kredit Macet pada LKMA di Kabupaten
Pandeglang tahun PUAP 2008 - 2010
Manfaat PUAP bagi Petani di Kabupaten Pandeglang
Faktor Penyebab Kegagalan LKMA di Kabupaten Pandeglang
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kegagalan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Faktor Pendukung Keberhasilan LKMA
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Pendukung Keberhasilan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Faktor Penyebab Kredit Macet
Hasil Uji Korelasi Antarfaktor Penyebab Kredit Macet di Kabupaten
Pandeglang
Hasil Penghitungan AHP untuk Faktor
Hasil Penghitungan AHP untuk Aktor
Hasil Penghitungan AHP untuk Tujuan Pembentukan LKMA
Hasil Penghitungan AHP untuk Strategi Alternatif Pengembangan
LKMA
Rancangan Program Pengembangan LKMA di Kabupaten
Pandeglang
3
3
29
34
35
35
44
46
47
53
56
58
59
60
61
62
63
64
66
67
68
69
69
71
79
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahapan Proses Pembinaan Kelembagaan PUAP
Pola Dasar Pengembangan PUAP
Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan LKMA
Struktur Hirarki AHP
Struktur Hirarki AHP Strategi Pengembangan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
Jenis Kelamin Petani Pengurus dan Anggota Gapoktan dan LKMA
Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan
Kabupaten Pandeglang
Kelompok Usia Petani Anggota dan Pengurus LKMA Kabupaten
Pandeglang
Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus Gapoktan
Kabupaten Pandeglang
Tingkat Pendidikan Petani Anggota dan Pengurus LKMA
Kabupaten Pandeglang
Hasil AHP untuk Perumusan Strategi Pengembangan LKMA di
Kabupaten Pandeglang
12
14
32
40
42
49
49
50
50
51
72
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Laporan Pertanggungjawaban Penyelia Mitra Tani (PMT)
Kabupaten Pandeglang, Juni 2013
Kuesioner Identifikasi Gapoktan
Kuesioner Kinerja Gapoktan PUAP
Kuesioner Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP
Kuesioner Kinerja LKMA pada Gapoktan PUAP
Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap Kinerja Gapoktan
PUAP
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap evaluasi penumbuhan
LKMA pada Gapoktan PUAP
Tabulasi Data Penilaian Responden terhadap kinerja LKMA
86
93
94
95
98
100
113
118
123
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional
melalui kontribusinya dalam pembentukan modal, penyediaan bahan pangan,
bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa
negara, sumber pendapatan masyarakat, serta berperan dalam pelestarian
lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan
(Kementerian Pertanian, 2012). Namun demikian, pembangunan sektor pertanian
belum mampu mengentaskan kemiskinan di perdesaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2012 jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28.59 juta orang (11.66%). Dari jumlah
tersebut, sekitar 18.08 juta orang(14.70%) penduduk miskin berada di perdesaan
dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Pada waktu yang sama, BPS
Provinsi Banten (2012) mempublikasikan data penduduk miskin di Provinsi
Banten, yaitu sebanyak648254 orang (5.71%). Dari jumlah tersebut, 314801
orang tinggal di perdesaan. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Pandeglang menurut Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 adalah
127800 orang atau 11.14 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang.
Pada umumnya,kemiskinan di perdesaan disebabkan karena petani hanya
mengelola lahan pertanian rata-rata 0.3 hektar. Kemiskinan di perdesaan akan
terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan tetap
menjadi program prioritas untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan
secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan
penduduk miskin.
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses
terhadap sumber permodalan, pasar, dan teknologi, serta organisasi tani yang
masih lemah. Untuk itu, program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian
dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan kesepakatan
global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals).Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa petani sebagai pengguna
kredit menginginkan skema kredit sebagai berikut: 1) tidakmensyaratkan agunan
tambahan; 2) prosedur pengajuan kredit tidak terlalu sulit; 3) pinjaman dalam
bentuk uang; dan 4) disalurkan sesuai dengan kebutuhanpetani dan tepat waktu
(Lembaga Penelitian SMERU, 2002).
Untuk menanggapi keinginan petani, pada tahun 2008, Kementerian
Pertanian melakukan terobosan dengan menggulirkan program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di bawah koordinasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok
program pemberdayaan masyarakat. Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan
PUAP Nasional, Menteri Pertanian membentuk Tim PUAP Pusat.PUAP adalah
bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha
dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian
desa sasaran.Setiap gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang mengajukan dana
PUAP dan memenuhi persyaratan administrasi sesuai dengan pedoman PUAP,
mendapatkan bantuan dana bergulir (revolving fund)sebesar Rp100 juta. Dana
PUAP merupakan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang disalurkan
secara langsung dengan cara ditransfer ke rekening Gapoktan. Pengelolaan
bantuan modal usaha bagi petani tersebut -- baik petani pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga tani -- dikoordinasikan oleh Gapoktan.
Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana program PUAP yang
berfungsi sebagai pengelola bantuan modal usaha bagi petani anggota, dengan
harapan dana tersebut dapat tumbuh dan berkembang, sehingga kebutuhan modal
bagi usahatani dapat terpenuhi secara berkesinambungan. Gapoktan penerima
dana PUAP diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui unit usaha otonom
simpan pinjam atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Untuk mencapai hasil
yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT).
Pelaksanaan program PUAP difokuskan pada pengembangan usaha
ekonomi produktif bagi para petani di perdesaan, sehingga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. PUAP dilaksanakan secara
terintegrasi dengan kegiatan Eselon-I lingkup Kementerian Pertanian maupun
kementerian/lembaga di bawah payung program PNPM Mandiri (Pedoman
Umum PUAP Kementerian Pertanian, 2013).
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/OT.140/1/2013
tentang Pedoman PUAP disebutkan bahwa pola dasar PUAP dirancang untuk
meningkatkan keberhasilan penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan dalam
mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses
Kementerian Pertanian yaitu; (1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2)
Diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan
(4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut,
komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah; (1) Keberadaan
Gapoktan; (2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai
pendamping; (3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan lain-lain; dan (4)
Penyaluran dana PUAP kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani,
dan rumah tangga tani.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2013), sejak tahun 2008
hingga tahun 2012, Kementerian Pertanian telah menyalurkan dana PUAP lebih
dari Rp4.4 triliun kepada 44173 Gapoktan/desa yang tersebar di 477 kabupaten di
seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah desa dan kelurahan di
Indonesia tahun 2012 sebanyak 79075 desa/kelurahan (BPS, 2012), penyaluran
program PUAP secara Nasional mencapai 55.82 persen. Di Provinsi Banten,
persentase penyaluran program PUAP mencapai 74.50 persen. Khusus di
Kabupaten Pandeglang, jumlah Gapoktan/desa yang mendapatkan program PUAP
hingga tahun 2012 berjumlah 257 Gapoktan/desa. Jika dibandingkan dengan
jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Pandeglang yang berjumlah 335
desa/kelurahan, penyaluran program PUAP di Kabupaten Pandeglang telah
mencapai 76.72 persen. Capaian penyaluran program PUAP di Kabupaten
Pandeglang melebihi persentase penyaluran program PUAP tingkat provinsi
(74.50%) dan Nasional (55.82%). Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten, dan Nasional tahun 2008–2012
Jumlah Gapoktan Penerima Program PUAP
Tingkat
Total
2008
2009
2010
2011
2012
Nasional
10542
9884
8587
9110
6050
44173
Provinsi Banten
298
424
115
177
137
1151
Kabupaten Pandeglang
37
116
31
41
32
257
Sumber: Kementerian Pertanian (2013).
Kewenangan penyaluran dana PUAP sebagai dana penguatan modal usaha
kepada anggotanya diberikan kepada Gapoktan terpilih. Selanjutnya Gapoktan
diarahkan untuk dapat dibina dan ditumbuhkan menjadi Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan.
Kebijakan pengembangan Gapoktan penerima dana PUAP menjadi LKMA
merupakan langkah strategis Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan
persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup
besar di perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif
terhadap pembiayaan pertanian skala mikro.
Secara nasional, selama kurun waktu 2008 sampai 2012, dari 44173
Gapoktan penerima dana PUAP, yang telah membentuk LKMA sebanyak 6480
LKMA atau 14.67 persen. Jumlah tersebut masih sangat rendah, sehingga
memerlukan upaya maksimal untuk mewujudkan LKMA sebagai lembaga
keuangan mikro di tingkat usahatani. Di tingkat Provinsi Banten, dari 1151
Gapoktan penerima dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 58 buah
atau 5.04 persen. Dan di Kabupaten Pandeglang, dari 257 Gapoktan penerima
dana PUAP, jumlah LKMA yang terbentuk sebanyak 16 buah atau 6.23 persen.
Persentase pembentukan LKMA di Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang
lebih rendah dibandingkan dengan persentase pembentukan LKMA di tingkat
Nasional. Jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan
Nasional disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2Jumlah LKMA Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan Nasional
tahun 2008–2012
Jumlah Gapoktan
Jumlah Gapoktan
Persentase
Tingkat
yang Telah
Penerima PUAP
(%)
Membentuk LKMA
Nasional
44173
6480
14.67
Provinsi Banten
1151
58
5.04
Kabupaten Pandeglang
257
16
6.23
Sumber: Kementerian Pertanian (2013).
Setelah LKMA berhasil ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan
selanjutnya adalah menjaga kinerja LKMA tersebut agar dapat berfungsi secara
baik dan berkesinambungan. Menutut data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Provinsi Banten, saat ini di Kabupaten Pandeglang jumlah LKMA yang
sudah tidak aktif lagi sebanyak 6 LKMA. Berdasarkan hal itu, penelitian ini
difokuskan untuk merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKMA).
Perumusan Masalah
Tujuan peningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan
pendapatan petani akan selalu mengalami hambatan apabila persoalan akses
permodalan petani selalu menjadi kendala. Selama ini, petani sering mengalami
kesulitan dalam mengakses permodalan dari bank konvensional. Sementara,
lembaga yang akomodatif terhadap bantuan permodalan usahatani jumlahnya
masih sedikit. Mempertimbangkan realitas tersebut, Kementerian Pertanian
menggulirkan program PUAP.
Sesuai dengan mekanisme pelaksanaan program PUAP, maka pada tahun
ke-1, dana PUAP dimanfaatkan oleh Gapoktan untuk membiayai usaha produktif
sesuai dengan usulan anggota secara berjenjang melalui Rencana Usaha Anggota
(RUA), Rencana Usaha Kelompok (RUK), dan Rencana Usaha Bersama (RUB).
Dana penguatan modal usaha PUAP secara terstruktur digulirkan oleh Gapoktan
kepada anggota kelompok tani sebagai pinjaman, sehingga pada tahun ke-2
Gapoktan sudah dapat mengembangkan Unit Usaha Simpan Pinjam (U-S/P).
Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat menjaga perguliran dana
sampai pada fase pembentukan LKMA pada Tahun ke-3. LKMA yang berhasil
ditumbuhkan oleh Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi modal
melalui dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh anggota dalam bentuk
tabungan atau saham anggota (Pedoman Penumbuhan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA) Gapoktan PUAP, 2012).
Parameter keberhasilan kinerja Gapoktan penerima dana PUAP diukur dari
kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP
secara efektif dan mengembangkannya sehingga terjadi akumulasi dana PUAP
dari dari waktu ke waktu. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP
salah satunya ditentukan oleh kemampuan Gapoktan menjangkau sebanyak
mungkin petani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk
kegiatan usahanya. Di samping itu, Gapoktan juga perlu menjalin kerjasama
dengan lembaga lain untuk meningkatkan kinerjanya. Untuk menjalankan fungsifungsi tersebut Gapoktan harus memiliki kelembagaan dan organisasi yang
kuat.Oleh karena itu, penting untuk dianalisisbagaimana kinerja Gapoktan
dalam pengelolaan dana PUAP?
Gapoktan adalah induk yang diamanahkan untuk melahirkan
LKMA.Penumbuhan dan pengembangan LKMA pada Gapoktan penerima dana
PUAP merupakan suatu kebutuhan dalam upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi rakyat di perdesaan dan mempercepat upaya mengentasan kemiskinan
melalui penumbuhan usaha agribisnis. Pemberdayaan dan pembinaan kepada
Gapoktan penerima dana PUAP untuk mengembangkan LKMA sebagai salah satu
unit usahanya dimaksudkan agar aset dana PUAP dan dana keswadayaan yang
dikumpulkan oleh Gapoktan dapat dikelola dengan baik dan profesional. Dengan
demikian, LKMA dapat memberikan pelayanan keuangan mikro sesuai dengan
yang dibutuhkan petani miskin dan pengusaha mikro pertanian di perdesaan
secara berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2010 Kementerian
Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah
menerbitkan buku Pedoman Pemeringkatan Gapoktan PUAP Menjadi LKMA,
buku Pedoman Penumbuhan LKMA Gapoktan PUAP, dan Pedoman
Pengembangan LKMA Gapoktan PUAP. Pedoman dan modul tersebut
diharapkan dapat memberikan arahan bagi penyelenggaraan LKMA dan
meningkatkan mutu pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas LKMA Gapoktan
PUAP kepada para anggotanya.
Namun demikian, melihat rendahnya tingkat penumbuhan LKMA di
Kabupaten Pandeglang selama kurun waktu 2008 sampai 2012, maka perlu
dilakukan evaluasi terhadapproses penumbuhan LKMA pada Gapoktan
penerima dana PUAP.
Keberadaan LKMA merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam
upaya peningkatan pendapatan petani dan penanggulangan kemiskinan di
perdesaan. Peran LKMA yang didukung oleh kemudahan akses, prosedur, dan
kedekatan terhadap masyarakat akan membantu pemberdayaan kelompok miskin,
terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka
jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain,
sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Tujuan pembentukan LKMA adalah untuk menyelesaikan persoalan
pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di
perdesaan. Karena selama ini bank konvensional kurang akomodatif terhadap
pembiayaan pertanian. Idealnya, keberadaan LKMA harus menjadi solusi bagi
petani anggota Gapoktan penerima dana PUAP dalam memperoleh permodalan
untuk menjalankan usahataninya.Pada sisi inilah efektivitas LKMA dalam
pengembangan program PUAP akan terlihat setelah dikajikinerja LKMA dalam
pengembangan program PUAP.
Hasil analisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP, hasil
evaluasi penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP, dan hasil
kajian kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan
untuk perbaikan penyelenggaraan program pada waktu yang akan datang.
Pembinaan dan pendampingan terhadap LKMA harus terus dilakukan, misalnya
dengan fasilitasi kerjasama dengan lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan,
hingga LKMA benar-benar lestari. Oleh karena itu, hasil penelitianini diharapkan
dapat merumuskanstrategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKMA).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
melihat peran Gapoktan dan LKMA dalam mengatasi permasalahan permodalan
usahatani. Dari kajian ini diharapkan diperoleh tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP.
2. Mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana
PUAP.
3. Mengkaji kinerja LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP.
4. Merumuskan strategi pengembanganLKMA sebagai lembaga permodalan
usaha petani.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
Kementerian Pertanian sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan
strategi penumbuhan LKMA dalam pengembangan program PUAP.
Gapoktan untuk mendukung peningkatan kinerja LKMA.
Lembaga keuangan/perbankan dan perusahaan yang ingin bekerjasama dalam
pembangunan pertanian melalui penguatan LKMA.
Pembaca sebagai sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang
akan dilakukan selanjutnya.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penyusunan strategi
pengembangan LKMA, sehingga diharapkan kinerja LKMA memenuhi syarat
keberlanjutan (sustainability).Untuk menghasilkan strategi pengembangan
LKMA, langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengevaluasi kinerja Gapoktan. Gapoktan adalah lembaga penerima sekaligus
pengelola dana PUAP sebelum LKMA terbentuk. Evaluasi terhadap Gapoktan
dilakukan dengan menggunakan indikator keberhasilan yang tercantum dalam
buku Pedoman Umum PUAP yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian.
Langkah kedua mengevaluasi proses penumbuhan LKMA yang dilakukan
oleh stakeholders (BPTP, Dinas Pertanian Kabupaten, PMT, Penyuluh
Pendamping, dan Gapoktan) dengan merujuk kepada buku Pedoman
Pemeringkatan Gapoktan PUAP menjadi LKMA dan Pedoman Penumbuhan
LKMA Gapoktan PUAP dari Kementerian Pertanian. Langkah ketiga
menganalisis kinerja keuangan LKMA yang meliputiperkembangan dana PUAP,
perkembangan jumlah anggota, dan jumlah kredit macet. Hasil evaluasi dan
analisis tersebut kemudian dijadikan bahan untuk menyusun strategi
pengambangan LKMA.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Program Bantuan Permodalan Petani
Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1967 dengan nama Bimbingan Masal
(BIMAS). Tujuan dicanangkannya program tersebut adalah untukmempercepat
penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan
secara nasional untuk mencapai swasembada beras. Dalam perjalanannya,
program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan
dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan
(Hasan,1979 dalam Lubis 2005).
Kredit Bimas dikelola oleh BRI mulai diimplementasikan tahun 1967/1970.
Keadaan ini memotivasi BRI untuk membangun BRI Unit Desa yang dimulai
dengan empat unit Pilot Proyek di Yogyakarta. Dana kredit disediakan dari
subsidi pemerintah (BI) pada tingkat bunga 3 persen per tahun sementara tingkat
bunga BRI sebesar 12 persen. Total Kredit Bimas yang disalurkan sejak dari
mulai program dilaksanakan (1967/1970) sampai musim tanam 1984/1985
mencapai Rp636.7 miliar dengan total nasabah 28847 petani. Selama periode
1970 sampai 1975, jumlah pinjaman yang dilunasi tepat waktu sebesar 80 persen,
sementara sejak 1976 dan selanjutnya hanya 57 persen yang dibayar kembali.
Faktor yang turut berkontribusi terhadap tingginya tunggakan karena adanya
program “pengampunan hutang” yang membangun ekspektasi diantara petani
nasabah bahwa suatu hari tidak harus dibayar. Memang dengan program Bimas
skala nasional, pemerintah memiliki cerita sukses berupa swasembada produksi
padi pada tahun 1984, walaupun tahun 1983 program Bimas diakhiri (Ashari,
2009).
Pada tahun 1985 kredit BIMAS diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT)
sebagai penyempurnaan dari sistem kredit BIMAS. KUT disediakan untuk petani
yang belum memiliki kemampuan menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk
usahatani dari sumber pembiayaan sendiri. KUT disalurkan melalui kantor cabang
BRI ke KUD yang didistribusikan pada para petani anggota KUD. Kredit
disediakan untuk Kelompok Tani pada tingkat bunga 12 persen. Fakta
menunjukkan bahwa banyak kredit yang tidak sampai pada petani miskin akibat
sangat rendahnya tingkat pengembalian. Kredit melalui KUT sangat besar yang
meningkat dari Rp300 miliar pertahun (sebelum krisis ekonomi mencapai Rp8
triliun pada musim tanam 1998/1999). Sejak program ini diaplikasikan, besarnya
pembayaran kembali hanya sekitar 25 persen. Tingkat bunga yang ditetapkan
berubah, yaitu sebesar 14 persen pada tahun 1985 sampai 1995dan diturunkan
menjadi 10.5 persen pada tahun 1995 sampai 1998.
Total dana KUT yang telah disalurkan sampai tahun 1999 mencapai
sebanyak Rp8 triliun. KUT menghadapi permasalahan berupa tingkat
pengembalian yang hanya 25 persen. Banyak Kelompok Tani yang berada di
bawah KUD dan memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit,
tidak menerima dana KUT. Dengan kata lain, terjadi penyimpangan dalam
penyaluran KUT oleh KUD.KUT berakhir seiring dengan UU Nomor 23/1999
yang melarang BI untuk menyalurkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
(Ashari, 2009).
Dalam mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim
kredit KUT pola khusus. Pada pola lama, kelompok tani menerima kredit dari
KUD, sedangkanpada pola khusus, kelompok tani langsung menerima dana dari
bank pelaksana. Namun, dalam pelaksanaannya, pola ini pun menimbulkan
masalahyang sama, yaitu terjadi tunggakan besar di sebagian daerah yang
menerima dana KUT pola khusus tersebut.
Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena
rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan
penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana.
Misalnya, sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk
keperluan usahatani,digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Selanjutnya,pemerintah mengembangkan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
Program ini digulirkan pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP
merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan
palawija), tebu, peternakan, dan perikanan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani.
Skim program ini pengaturannya melalui bank pelaksana yang disalurkan
melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga
tersebut dana disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana
KKP dilakukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), yaitu
daftar rencana kebutuhan dana KKP untuk anggota kelompok tani yang disusun
berdasarkan musyawarah anggota.
KKP ditujukan untuk: (1) intensifikasi tanaman pangan (padi, jagung,
kedelai, ubi kayu) dan (2) pengadaan pangan. Target dari KKP adalah kelompok
tani dan koperasi. Bank pelaksana adalah BUMN seperti BRI, Bank Agro,
Bukopin, Bank Mandiri, dan Bank Pembangunan Daerah. Bank menggunakan
dana mereka dalam penyaluran KKP tetapi mereka menerima subsidi bunga dari
kredit yang disalurkan.
Untuk mendukung program KKP, tahun 2002 pemerintah melalui
Departemen Pertanian juga mengeluarkan kebijakan untuk memberdayakan
masyarakat dalam berusahatani. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk
program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program
BLMdiarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal
untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan
prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan
pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial
ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan
proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan
kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan
sistem pelaporan untuk mendukung keberlanjutan hasil-hasil kegiatan sosial
ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).
Pada awal pelaksanaan program KKP, pemerintah menganggarkan dana
sebesar Rp2.08 triliun untuk paket tanaman padi, palawija, perkebunan tebu,
peternakan. Subsidi tingkat bunga dibayar pemerintah yang secara bertahap
dikurangi sampai 2003. Sumber pendanaan tergantung pada bank yang
bersangkutan, dengan bunga sebesar 12 persen untuk tanaman pangan dan 16
persen untuk peternakan, perkebunan, dan perikanan.
Hingga tahun 2006 dana KKP yang sudah tersalurkan sekitar Rp4.98 triliun.
Maksimun pinjaman per petani Rp15 juta dengan maksimum pemilikan lahan 2
ha dan periode pinjaman 12 bulan. Sejak tahun 2007 KKP diubah menjadi Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Dana KKPE yang tersalurkan hingga
tahun 2008sebesar Rp6.3triliun. Dari total dana yang tersalurkan, penyerapan
yang terbesar digunakan untuk pengembangan budidaya tebu, disusul untuk
pengembangan peternakan serta pengembangan padi, jagung, dan kedelai.
Sementarara itu, menurut hasil evaluasi yang dilakukan Departemen
Pertanian dan Japan International Coorporation Agency/JICA (2006), Non
Performing Loan (NPL) atau kredit macet KKP pada Juni 2006 untuk tanaman
pangan (6.07%), tebu (0.02%), peternakan (4.03%), perikanan (14.01%), dan
pengadaan barang (3.01%). Kendala dalam KKP adalah adanya kehati-hatian
ekstra dari bank yang masih trauma dengan kasus KUT, sehingga pencairan dana
relatif lambat, relatif terbatasnya agunan yang dimiliki petani, dan terbatasnya
avalis/guarantor kredit di pasar finansial (Ashari, 2009).
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di
pemerintahan,kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun ikut berubah
dan dimodifikasi agar lebih baik. Pada tahun 2007 pemerintah menetapkan adanya
kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan
kesempatan kerja dengan meningkatkan cakupan dan konsolidasi programprogram pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Pelaksanaan PNPM Mandiri dimulai dengan Program Pengembangan
Kecamatan(PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di
perdesaan besertaprogram pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program
Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi
pengembangan pemberdayaan masyarakat diperkotaan; dan Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untukpengembangan
daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPMMandiri
diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial
EkonomiWilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi dengan daerahsekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai
program pemberdayaan masyarakatyang dilaksanakan oleh berbagai
departemen/sektor dan pemerintah daerah. PelaksanaanPNPM Mandiri 2008 juga
akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.Dengan pengintegrasian berbagai
program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangkakebijakan PNPM Mandiri,
cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga kedaerah-daerah
terpencil dan terisolir.
Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama inisering berduplikasi
antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat prosespemberdayaan
pada umumnya membutuhkan waktu 5 sampai6tahun, maka PNPM Mandiri
akandilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan
target waktupencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium
Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada
indikator-indikator keberhasilan yangterukur akan membantu Indonesia
mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (Pedoman Umum PNPM
Mandiri, 2007).
PNPM Mandiri dijadikan sebagai wadah bagi seluruh program-program
penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang berbasis
pemberdayaan masyarakat di seluruh kementerian dan lembaga. Perlu diketahui
juga bahwa program ini bukan merupakan program membagi-bagikan uang, tetapi
pada hakikatnya merupakan program yang bertujuan untuk peningkatan dan
penguatan karakter bangsa yang dimulai pada tingkatan kelompok atau
masyarakat. Masyarakat melalui kelompok-kelompok tersebut diberikan pelatihan
dan pendampingan oleh fasilitator. Pemberdayaan melalui kelompok masyarakat
dan bukan melalui individu-individu ditujukan untuk mengembalikan dan
menguatkan kembali karakter dasar masyarakat Indonesia,
yaitu
kegotongroyongan sosial dan ekonomi.
Latar belakang dicanangkannya program PNPMMandiri diawali dari belum
tuntasnya penanganan masalah pengangguran di dalam negeri yang kian
meningkat. Apalagi ketika terjadi krisis ekonomi yang juga berdampak pada
perubahan pada bidang politik dan sosial, sehingga mengganggu iklim usaha di
dalam negeri yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut
tentunya mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran yang pada
akhirnya bermuara pada meluasnya jumlah kemiskinan, baik di perkotaan maupun
di perdesaan.
Selama ini, upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran baik yang
dijalankan oleh kementerian dan lembaga maupun oleh pemerintah daerah belum
sepenuhnya dilakukan secara terpadu, sehingga masih ada tumpang tindih dalam
pelaksanaan program dan kesenjangan pelaksanaan program antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Banyak dana yang digunakan untuk memecahkan masalah
pengangguran dan kemiskinan, tetapi hasilnya masih belum dapat dikatakan
berhasil. Padahal anggaran untuk penanggulangan kemiskinan meningkat dari
tahun ke tahun.
Belum berhasilnya program penanggulangan kemiskinan dan penurunan
tingkat pengangguran selama ini disebabkan karena masyarakat miskin dan para
penganguran hanya dijadikan objek, bukan sebagai pelaku utama. Seharusnya
masyarakat miskin ditingkatkan kemampuannyauntuk kemudian diberdayakan
dan ditingkatkan kemandiriannya. Karena program-program penanggulangan
kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat
memberikan hasil yang lebih efektif dan tingkat keberlanjutannyajauh lebih baik
daripada program-program yang hanya sekedar membagi-bagikan ikan daripada
memberi kail kepada masyarakat.
Pada awal pelaksanaannya di tahun 2007, jumlah dana untuk mendukung
program PNPM-Mandiri sekitar Rp3.6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), Rp0.8 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan hampir Rp100 miliar dari kontribusi masyarakat.
PNPM-Mandiri yang dilaksanakan pada tahun 2007 mencakup 2992
kecamatan dan 41000 desa/kelurahan. Rata-rata setiap kecamatan menerima
bantuan langsung masyarakat sekitar Rp500 juta hingga Rp1.5 miliar per tahun.
Penduduk miskin yang dijangkau oleh program ini ditargetkan sekitar 21.92 juta
orang atau 5.46 juta Kepala Keluarga (KK) di perdesaan, dan 10 juta orang atau
2.5 juta KK di perkotaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa PNPM-
Mandiri ini dapat menciptakan lapangan kerja baru paling sedikit 250 lapangan
kerja baru per desa per tahun, sehingga potensi lapangan kerja yang langsung
diciptakan oleh program ini lebih kurang 11 juta lapangan kerja.
Pada tahun 2008, program-program yang diintegrasikan ke dalam PNPMMandiri bertambah. Selain Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) atau
PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri dan Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) atau PNPM-Perkotaan dari
Kementerian Pekerjaan Umum, ditambahkan pula Program Pengembangan
Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dari Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari
Kementerian Pekerjaan Umum dan Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) dari Kementerian Pertanian, serta program-program
pendukung lainnya.
Khusus program dari Kementerian Pertanian, yaitu PUAP yang dimulai
pada tahun 2008 dilaksanakan dengan menyalurkan danaPUAP ke 10000 desa.
Masing-masing desa menerima dana PUAP sebesar Rp100 juta untuk
pengembangan agribisnis di perdesaan. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam
pemberdayaan masyarakat tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk
fasilitasi bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota, baik petani pemilik,
petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Penyaluran dana PUAP
untuk penguatan modal usaha kepada anggota kelompok tani dilakukan oleh
Gapoktan terpilih (Kementerian Pertanian, 2008).
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Latar Belakang Program PUAP
PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh
Gapoktan di perdesaan dengan memberikan fasilitasi bantuan modal usaha untuk
petani pemilik, petani penggarap, buruh tani, dan rumah tangga tani yang salah
satu tujuannya untuk memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani
anggota Gapoktan. Struktur PUAP terdiri dari Gapoktan, Penyuluh Pendamping,
dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pemangku kepentingan (stakeholders)
dalam pemberdayaan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan melalui
pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
penerima dana PUAP sebagai kelembagaan usahatani pelaksana PUAP tentu
menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan program PUAP
itu sendiri.
Program PUAP merupakan program andalan Kementerian Pertanian dalam
rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan.
Sejak