Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon.

ANALISIS EMISI GAS CO2 DALAM PENILAIAN DAUR HIDUP
INDUSTRI GULA PADA PG. KARANGSUWUNG
PT. RAJAWALI II CIREBON

AHMAD FAIZAL RAMADHAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Emisi Gas CO2 dalam
Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II
Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Faizal Ramadhan
NIM F34100104

ABSTRAK
AHMAD FAIZAL RAMADHAN. Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur
Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon. Dibimbing
oleh ANDES ISMAYANA.
Penilaian daur hidup adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk
tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan,
mengukur, menganalisis, dan meghitung besarnya konsumsi energi, bahan baku,
emisi serta faktor-faktor yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus
hidupnya. Salah satu gas yang berpotensial menyebabkan dampak pemanasan
global yaitu gas karbondioksida (CO2). Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi siklus hidup industri gula pada Pabrik Gula Karangsuwung,
mengidentifikasi konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses,
serta menganalisis emisi gas rumah kaca CO2. Tahapan Life Cycle Assessment
(LCA) dilakukan dengan evaluasi pada setiap tahapan proses dan melakukan

perhitungan emisi CO2 dengan metode Intergovernmental Panel of Climate
Change (IPCC). Sumber emisi CO2 PG Karangsuwung berasal dari pembakaran
bahan bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi, mekanisasi, transportasi
dan pengolahan limbah padat. Setiap tahapan proses produksi terjadi kehilangan
konsumsi bahan tambahan yaitu di stasiun gilingan kehilangan sebesar 4 763.30
ton, stasiun pemurnian sebesar 29 022.83 ton, stasiun penguapan sebesar 40
323.75 ton, dan stasiun kristalisasi sebesar 95.35 ton. Kehilangan disetiap tahapan
proses disebabkan kondisi mesin yang kurang optimal dan adanya kebocoran.
Total emisi CO2 PG. Karangsuwung yaitu 61 911.55 tCO2, dengan rincian pada
emisi IDO sebesar 350.35 tCO2, ampas sebesar 59 235.54 tCO2, solar pabrikasi
sebesar 533.77 tCO2, solar mekanisasi sebesar 853.18 tCO2, blotong sebesar
168.22 tCO2 dan solar transportasi sebesar 770.49 tCO2. Emisi CO2 per produk
sebesar 4.94 tCO2 dan emisi per total tebu digiling sebesar 0.32 tCO2.
Kata kunci: Emisi CO2, industri gula, pemanasan global dan penilaian daur hidup.

ABSTRACT
AHMAD FAIZAL RAMADHAN. Analysis of CO2 Gas Emission in Sugar
Industry Life Cycle Assessment in PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon.
Supervised by ANDES ISMAYANA.
Life cycle assessment is a method of measuring the impact of a particular

product to the ecosystem which is done by identifying, measuring, analyzing, and
calculating the amount of energy, materials consumption, the emissions, and the
factors related to the product in its life cycle. One of the potential gasses is
carbondioxide (CO2). This research aims to identify the life cycle of the sugar
industry in Karangsuwung Sugar Factory, identify additional material and energy
consumption at every stage of the process, and analyze the green house gas
emissions of CO2. Stage of Life Cycle Assessment (LCA) was conducted by
evaluating at every stage of the process and calculating of CO2 emissions by the
method Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). The source of CO2
emission in PG. Karangsuwung come from fuel boiler combustion, the used of
diesel for pabrication, mechanization, transportation, and solid waste treatment.
Every production process stages loss additional consumption about 4 763.30 ton

at milling station, 29 022.83 ton at purification station, 40 323.75 ton at
evaporation station, and 95.35 ton at crystallization station. The loss in every
process stages was caused by less than optimal machine condition and leakage.
Total emission of CO2 in PG. Karangsuwung is amount to 61 911.55 tCO2, that
consists of 350.35 tCO2 IDO, 59 235.54 tCO2 bagasse, 533.77 tCO2 fabricated
diesel, 853.18 tCO2 mechanized diesel, 168.22 tCO2 filter cake, and 770.49 tCO2
transportation diesel. CO2 emissions per product is 4.94 tCO2 and total milled

cane emission is 0.32 tCO2.
Keywords: CO2 emission, global warming, life cycle assessment and sugar
industry.

ANALISIS EMISI GAS CO2 DALAM PENILAIAN DAUR HIDUP
INDUSTRI GULA PADA PG. KARANGSUWUNG
PT. RAJAWALI II CIREBON

AHMAD FAIZAL RAMADHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula
pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon
Nama
: Ahmad Faizal Ramadhan
NIM
: F34100104

Disetujui oleh

Dr Andes Ismayana, STP. MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG.
Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Andes Ismayana, STP. MT
selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan, arahan, serta bantuan
dalam menyelesikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Prof.
Dr Ing Ir Suprihatin dan Bapak Dr Ir Muslich, MSi selaku dosen penguji atas
saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Zuliar Chamsyah yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ahmad Faizal Ramadhan


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Life Cycle Assessment (LCA)

2

Limbah Industri Gula

3

Emisi Gas Rumah Kaca CO2

4

METODE

4

Pengumpulan Sumber Data


4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Pabrik Gula

6

Proses Pengolahan Gula

6

Siklus Hidup Gula


7

Analisis Emisi GRK CO2

10

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Data proses produksi pada tahun 2013
Data rendemen gula di PG. Karangsuwung tahun 2009 sampai 2013
Neraca bahan di stasiun gilingan tahun 2013
Neraca bahan di stasiun pemurnian tahun 2013
Neraca bahan di stasiun penguapan tahun 2013
Neraca bahan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi tahun 2013
Penggunaan emisi GRK CO2 IDO PG. Karangsuwung 2013
Penggunaan emisi GRK CO2 Ampas PG. Karangsuwung 2013
Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Pabrikasi PG. Karangsuwung
Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Mekanisasi PG. Karangsuwung
Potensi emisi GRK CO2 Blotong PG. Karangsuwung
Total emisi GRK CO2 PG. Karangsuwung 2013
Data Berat Tebu PG. Karangsuwung 2013
Komposisi kandungan tebu

8
8
8
9
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan produksi gula

7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kebutuhan Data Emisi GRK Gas CO2 Pada Industri Gula PG.
Karangsuwung
2 Kuesioner Penilaian Daur Hidup ( Life Cycle Assessment) Industri
Gula Pada PG. Karangsuwung
3 Neraca Bahan Pada Produksi Gula Di PG. Karangsuwung

18
19
20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berkembangnya isu tentang pemanasan global (Global Warming) dari
sektor industri saat ini mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan (Misran 2005). Pemanasan global yang
memicu terjadinya perubahan iklim telah menjadi perhatian masyarakat dunia.
Agenda untuk menyelesaikan masalah ini diawali pada tahun 1992 dengan
diadakannya Earth Summit di Rio de Jeneiro, Brazil yang menghasilkan Kerangka
Konvensi untuk Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on
Climate Change, UNFCCC) dan ditandatangani oleh 167 Kepala negara.
Kerangka konvensi ini mengikat secara moral semua negara-negara industri untuk
menstabilkan emisi CO2 (KLH 2007).
Salah satu gas rumah kaca penyebab terjadinya pemanasan global adalah
gas karbondioksida yang menyebabkan panas dari bumi tidak dapat diteruskan.
Karbondioksida dihasilkan melalui transportasi kendaraan bermotor, emisi dari
keluaran industri berupa cerobong asap dan proses produksi dari mesin-mesin
dalam industri. Proses produksi pada industri menggunakan sejumlah besar energi
untuk menghasilkan produk. Penggunaan energi yang meningkat berdampak pada
peningkatan emisi CO2 yang berpengaruh pada peningkatan suhu dan iklim bumi.
Emisi CO2 dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti: batubara,
minyak bumi dan gas bumi, emisi dari industri semen dan konversi lahan.
Berdasarkan data dari Carbon Dioxide Information Analysis Center tahun 2000
penggunaan bahan bakar fosil merupakan sumber utama emisi CO2 di dunia dan
mencapai 74 % dari total emisi. Jika dilihat dari kondisi iklim saat ini maka setiap
negara diwajibkan untuk melakukan penurunan emisi CO2 yang merupakan salah
satu gas rumah kaca berbahaya (Hektor dan Berntsson 2009). Salah satu usaha
yang dilakukan adalah melakukan analisis emisi CO2 pada setiap industri yang ada.
Pabrik Gula Karangsuwung memerlukan bahan baku dan energi serta
menghasilkan emisi atau limbah yang berpotensi menghasilkan gas
karbondioksida. Jumlah emisi gas kabondioksida yang dihasilkan oleh PG.
Karangsuwung akan dipengaruhi juga oleh tingkat efisiensi pabrik. Semakin
tinggi tingkat efisiensi sebuah pabrik akan semakin rendah resiko lingkungan
yang dihasilkan oleh pabrik tersebut, sehingga dampak lingkungan akibat adanya
gas CO2 akan semakin rendah. Analisis emisi gas CO2 pada produksi gula melalui
perhitungan kebutuhan dan penggunaan bahan baku, bahan tambahan dan energi
dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Hal ini dapat
dilakukan pengkajian menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA).
Life Cycle Assessment adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama
proses produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang
terjadi di dalam proses produksi tersebut. Data yang dibutuhkan dalam melakukan
LCA terdiri dari dampak lingkungan, hasil samping, konsumsi energi dan bahan
yang digunakan pada setiap tahapan proses (Mattson dan Sonesson 2003).

2
Perumusan Masalah
Tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan proses produksi di PG.
Karangsuwung menyebabkan dampak dan berkontribusi langsung yang cukup
besar terutama potensi emisi CO2 yang ditimbulkan. Oleh karena itu analisis
siklus hidup pada setiap tahapan dan proses produksi gula harus dilakukan dan
penggunaan konsumsi bahan tambahan dan energi harus diketahui sehingga
potensi emisi CO2 yang timbul dapat diketahui dan dikendalikan agar tidak
menimbulkan permasalahan lingkungan .
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi siklus hidup proses produksi pada industri gula.
2. Mengidentifikasi konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap
tahapan proses produksi gula.
3. Menganalisis emisi GRK CO2 yang timbul pada pabrik gula.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat di
Pabrik Gula Karangsuwung dalam menganalisis penggunaan bahan tambahan dan
energi sesuai dengan metode LCA (Life Cycle Assessment) agar dalam proses
produksi gula tebu berjalan secara efisien dan dapat mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada analisis terhadap data kebutuhan bahan tambahan dan konsumsi energi
pada setiap tahapan proses, serta potensi limbah dari proses produksi gula di
pabrik dengan mengevaluasi dampak lingkungan yang mungkin timbul selama
siklus hidup gula. Pada penelitian ini ditentukan batasan permasalahan antara lain:
1. Cakupan daur hidup dari tanaman tebu yang ditebang hingga menjadi
produk gula.
2. Analisis emisi udara CO2 (gas) yang dihasilkan dari kebun (solar
mekanisasi), transportasi, cerobong asap boiler dan limbah padat
(ampas dan blotong).

TINJAUAN PUSTAKA

Life Cycle Assessment (LCA)
Life Cycle Assessment merupakan kerangka metodologi untuk
memperkirakan dan menilai dampak lingkungan yang dikaitkan dengan daur
hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan

3
troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem,
penipisan sumber daya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan, dan
lainnya (Rebitzer et al. 2009). Menurut Hellen et al. (2007), LCA adalah
metodologi untuk mengevaluasi dan mengkaji pengaruh lingkungan yang
berhubungan dengan produk, pengolahan dan aktivitas produksi. LCA
dikembangkan untuk mengkaji dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik
dan proses produksi (Haas et al. 2000).
Penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment) adalah suatu metode
pengukuran dampak suatu produk tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan
dengan mengidentifikasikan, mengukur, menganalisis, dan menakar besarnya
konsumsi energi, bahan baku, emisi serta faktor-faktor yang berkaitan dengan
produk tersebut sepanjang siklus hidupnya (Curran 1996). Fase dari daur hidup
suatu produk yang dievaluasi dan dikaji meliputi ekstraksi dan pengolahan produk,
proses produksi, transpotasi dan distribusi, pemanfaatan, daur ulang, perawatan
serta manajemen limbah. Semua hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
merumuskan suatu bentuk produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Searcy
2000).
Dalam suatu sistem industri terdapat input dan output, input dalam sistem
berupa material-material yang diambil dari lingkungan dan outputnya akan
dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output sistem industri ini akan
menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan input material yang
berlebihan akan mengakibatkan semakin berkurangnya persediaan di alam,
sedangkan hasil keluaran dari sistem industri yang berupa limbah (padat, cair, dan
udara) akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan menerapkan
metode LCA diharapkan dapat dilakukan evaluasi untuk meminimalkan
pengambilan material dari lingkungan dan limbah industri yang dihasilkan
(Megasari et al. 2008).
.
Limbah Industri Gula
Limbah industri gula terdiri dari ampas, blotong, abu ketel dan tetes.
Stasiun gilingan menghasilkan nira mentah dan limbah berupa serabut tebu
(ampas). Jumlah ampas yang dihasilkan yaitu 32% sampai 35% dari batang tebu.
Banyaknya ampas tergantung dari kondisi tebu, varietas tebu dan kotoran lain
yang ikut terbawa tebu ke dalam gilingan. Ampas yang dihasilkan berupa ampas
halus dan ampas kasar. Ampas halus akan dihembuskan oleh blower yang terdapat
dalam rotary screenery menuju bagacillo, sedangkan ampas kasar dikirim melalui
konveyor ke stasiun ketel (pusat tenaga) untuk digunakan sebagai bahan bakar
ketel uap (Samosir 2006). Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk
samping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula
sebagai bahan bakar boiler untuk memproduksi energi keperluan proses, yaitu
sekitar 10.2 juta ton per tahun (97.4% produksi ampas). Sisanya sekitar 0.3 juta
ton per tahun terhampar di lahan pabrik sehingga dapat menyebabkan polusi udara,
pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar pabrik gula (Santoso 2008).
Blotong merupakan padatan atau kotoran yang terlarut pada nira. Blotong
dihasilkan dari proses pemurnian nira dimana nira yang mengandung sejumlah
padatan terlarut akan diberikan koagulan untuk memudahkan proses pengendapan.
Kotoran yang mengendap tersebut di proses di Rotary Vacum Filter (RVF).

4
Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika
dalam kondisi basah. Bila tidak segera dikeringkan akan menimbulkan sejumlah
panas dan bau yang menyengat (Hamawi 2005).
Emisi Gas Rumah Kaca CO2
Efek rumah kaca (green house effect) merupakan suatu keadaan yang
terjadi di atmosfer pada lapisan troposfer bumi yang timbul akibat semakin
banyaknya gas buang ke lapisan atmosfer yang memiliki sifat penyerap panas,
baik yang berasal dari pancaran sinar matahari maupun panas yang ditimbulkan
akibat dari pendinginan bumi, radiasi solar dan radiasi panas tersebut kemudian
dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Adanya peningkatan emisi gas rumah
kaca, keseimbangan antara radiasi yang datang dan radiasi yang dipantulkan
kembali akan terjadi apabila suhu permukaan bumi dan bagian bawah atmosfer
meningkat emisinya akan mengakibatkan terjadinya kecenderungan peningkatan
suhu dari permukaan bumi dan atmosfer bagian bawah atau disebut juga
pemanasan global (Soedomo 2001).
Tiga gas rumah kaca utama yang terdiri dari CO2, CH4 dan N2O dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan proses produksi pada industri,
aktivitas pertanian, penanganan dan pengolahan limbah serta perubahan
penggunaan lahan (Wei et al. 2008). Diantara gas-gas rumah kaca tersebut, CO2,
CH4 dan N2O memiliki sifat seperti efek rumah kaca yang meneruskan radiasi
gelombang pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan
radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi bersifat panas sehingga suhu
di atmosfer bumi makin meningkat (Setyanto 2004).

METODE

Pengumpulan Sumber Data
Pengumpulan sumber data yaitu data primer merupakan data yang didapat
dari hasil wawancara langsung dengan orang yang ahli di bidang proses
pengolahan tebu menjadi gula dan LCA, serta observasi lapang di PT Rajawali II
Unit PG. Karangsuwung. Sedangkan data sekunder berupa data penggunaan
bahan tambahan, energi dan peralatan di PG. Karangsuwung pada setiap tahapan
proses produksi, serta deskripsi mengenai proses pengolahan tebu menjadi gula
dan dampak terhadap lingkungan. Metode pengumpulan sumber data diantaranya:
a. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi pabrik dan
mempelajari siklus hidup industri gula di PT. Rajawali II Unit PG. Karangsuwung
untuk mendapatkan data primer.
b. Kuesioner dan Wawancara
Tujuan pembuatan kuesioner adalah mendapatkan data atau informasi
berupa data sekunder yang dibutuhkan dalam menganalisis kebutuhan bahan baku
dan energi. Kuesioner yang dibuat pada penelitian ini berisi tentang informasi
mengenai kebutuhan bahan baku, tambahan, energi, serta penanganan limbah

5
pada industri gula. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data
atau informasi berupa data sekunder yang dibutuhkan dalam melakukan LCA
pada industri gula di PT. Rajawali II Unit PG. Karangsuwung.
c. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder. Data
sekunder yang dibutuhkan berasal dari laporan PG. Karangsuwung yang terdiri
dari konsumsi energi dan bahan tambahan yang digunakan pada setiap tahapan
proses dan hasil samping.
Analisis Data
Emisi CO2 yang berlangsung dari aktivitas di lingkungan berdasarkan
metode Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). Formulasi
perhitungan emisi CO2 (Putt del Pino dan Bhatia 2002):
Data Aktivitas x Faktor Emisi = Emisi CO2
Menurut IPCC (2006), faktor emisi solar dan IDO sebesar 74 100 Kg/TJ.
Menurut Azocleantech (2007), konversi satuan energi berdasarkan bahan bakar
solar memiliki kalor 10.70 KWH/Liter. Berdasarkan perhitungan konversi faktor
emisi solar dan IDO diperoleh 0.2667 Ton/MWH.
Perhitungan emisi untuk bahan bakar bagas yang digunakan sebagai bahan
bakar pembangkit listrik untuk ketel uap atau boiler sebagai berikut:
Ebagast CO2 = Faktor emisibagas tCO2/MWH x Penggunaan Bagas
Menurut UNFCCC (2006), faktor emisi untuk pembakaran bagas pada
pabrik gula adalah 0.485 tCO2/MWH. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot 1986),
1 kg ampas memiliki kalor 1 825 kkal. Faktor emisi adalah nilai representatif
yang menunjukkan kuantitas suatu polutan yang dilepaskan ke atmosfer akibat
suatu kegiatan yang terkait dengan sumber polutan.
Perhitungan emisi dinitrogenoksida (N2O) yang berasal dari limbah padat
organik dapat dilakukan dengan perhitungan yang berasal dari jumlah kandungan
nitrogen pada suatu bahan dengan persamaan IPCC (2002):
Emisi N2O = Emisi N2O- N x
Menurut IPCC (2002), gas dinitrogenoksida memiliki nilai GWP (Global
Warming Potential) sebesar 293, dengan kandungan nitrogen 0.76% dan faktor
emisi yaitu (0,01 kg N2O - N / kg N).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Pabrik Gula
Pabrik Gula Karangsuwung berdiri pada tahun 1896, berlokasi di Desa
Karangsuwung, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa
Barat. Kapasitas giling PG. Karangsuwung mencapai 1 500 TCD (Ton Cane Day).
Produk utama yang dihasilkan oleh PG. Karangsuwung adalah gula SHS I
(Superior High Sugar I) yang juga dikenal dengan GKP I (Gula Kristal Putih I)
yang merupakan gula dengan kualitas terbaik yaitu gula yang bewarna putih,
bersih dan ukuran yang seragam. Produk samping yang dihasilkan oleh PG.
Karangsuwung yaitu tetes, blotong dan ampas.
Pabrik Gula Karangsuwung mempunyai stasiun pembangkit tenaga listrik
yang berfungsi untuk menyediakan energi listrik baik pada masa giling atau pasca
giling. Pemenuhan listrik di PG. Karangsuwung digunakan dua sumber listrik
yaitu boiler dan PLN. Boiler akan menghasilkan tenaga uap (steam) yang akan
digunakan oleh turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. PG. Karangsuwung
menggunakan bahan bakar berupa ampas yang dihasilkan dari stasiun gilingan.
Boiler yang digunakan ada dua jenis yaitu Ketel Tekanan Rendah (KTR) dan
Ketel Tekanan Tinggi (KTT). Ketel uap merupakan pembangkit listrik yang
memasok seluruh kebutuhan daya listrik dalam pabrik sekaligus sebagai pemanas
untuk memasak gula. Untuk melakukan kerjanya ketel uap membutuhkan adanya
panas yang digunakan untuk memanaskan air. Panas dipasok dari tungku dan
tungku akan membuang gas hasil pembakaran (Madjid 2008).
Proses Pengolahan Gula
Proses produksi di PT. Rajawali II unit PG. Karangsuwung, Cirebon, Jawa
Barat berlangsung empat sampai lima bulan yaitu dari bulan Juni sampai
November. Proses produksi tebu menjadi gula di PG. Karangsuwung
menggunakan sistem sulfitasi saccharat (proses pemurnian gula dengan
menambahkan zat sulfitan SO2 yang dihembuskan pada nira sulfitir yang
diresirkulasikan ke dalam tangki pemurnian).

7
Tebu

Air Imbibisi

Stasiun Gilingan

Belerang,
Flokulan dan
Kapur Tohor

Stasiun Pemurnian

Ampas

Blotong

Stasiun Penguapan

Stasiun Kristalisasi

Stasiun Putaran

Tetes

Gula
Gambar 1 Tahapan produksi gula
Stasiun gilingan bertujuan untuk memisahkan nira tebu dari ampasnya
sehingga akan diperoleh nira dengan jumlah semaksimal mungkin dari cacahan
batang tebu. Stasiun pemurnian untuk memisahkan nira dari bahan-bahan bukan
gula sehingga dihasilkan nira jernih. Stasiun penguapan untuk mengurangi kadar
air nira sehingga diperoleh nira dengan kekentalan tertentu. Stasiun kristalisasi
berfungsi mengubah larutan gula dalam nira kental menjadi kristal dengan
semaksimal mungkin dan menekan kehilangan kadar gula terbawa oleh tetes.
Stasiun putaran berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan larutan induknya
(stroop).
Siklus Hidup Gula
Bahan baku utama yang digunakan PG. Karangsuwung yaitu batang tebu.
Pemenuhan bahan baku tebu berasal dari dua lahan, yaitu lahan TR (Tebu Rakyat)
dan lahan TS (Tebu Sendiri). Tebu Rakyat (TR) merupakan tebu yang berasal dari
lahan milik rakyat atau tebu yang berasal dari lahan yang disewa pabrik dari
rakyat, sedangkan Tebu Sendiri (TS) merupakan tebu yang berasal dari lahan
milik PG. Karangsuwung sendiri. Jumlah TR lebih mendominasi dari pada TS,
karena jumlahnya mencapai 90%, sedangkan lahan TS hanya berjumlah 10% dari
total tebu yang digiling oleh pabrik.

8
Tabel 1 Data proses produksi pada tahun 2013
Uraian
Luas Areal
Jumlah tebu yang dihasilkan
Produktivitas tebu
Produk SHS
Rendemen
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Satuan
Ha
Ku
Ku/ha
Ku
%

Jumlah
2 698.85
1 932 944
716.21
125 422
6.51

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa PG. Karangsuwung termasuk ke
dalam industri gula yang kecil karena luas areal 2 698.85 ha dan kapasitas
gilingan hanya 1 500 ton per hari. Menurut Zafrullah (2013), Pabrik gula yang
berkapasitas kecil yakni 1 000 TCD sampa 1 500 TCD dengan teknologi yang
digunakan relatif ketinggalan zaman.
Tabel 2 Data rendemen gula di PG. Karangsuwung tahun 2009 sampai 2013
Uraian

Satuan

2009
2010
180 498.40 260 847.00
13 978.84
16 508.30
7.93
6.36
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Tebu digiling
Gula SHS
Rendemen

Ton
Ton
%

Tahun
2011
149 517.77
10 468.80
7.09

2012
164 532.04
12 316.50
7.46

2013
193 294.43
12 542.20
6.51

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pada musim giling 2009 rendemen
yang dihasilkan paling tinggi sebesar 7.93% sedangkan rendemen terendah yaitu
tahun 2010 sebesar 6.36%. Menurut Purwaningsih (2012), penurunan rendemen
dipengaruhi oleh inefisiensi kinerja dalam produksi gula di pabrik yang
disebabkan karena kinerja mesin yang kurang optimal dan sanitasi disekitar
stasiun yang kurang baik karena adanya mikroorganisme yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas nira.
a. Stasiun Gilingan
Dalam stasiun gilingan ditambahkan air imbibisi yang berfungsi untuk
proses ekstraksi nira dari tebu berlangsung secara optimal. Berdasarkan penelitian
di PG Karangsuwung penggunaan air imbibisi sebesar 25.03%. Menurut Mardhia
(2008), penambahan air imbibisi tidak boleh terlalu besar (lebih besar dari 25%
tebu) karena dapat mengganggu proses penguapan dan membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menguapkannya.
Tabel 3 Neraca bahan di stasiun gilingan tahun 2013
Data
Satuan
Tebu digiling
Ton
Air Imbibisi
Ton
Ampas
Ton
Nira Mentah
Ton
Loss
Ton
Loss
%
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Input
193 294.40
48 385.90

Output

59 143.20
177 773.80
4 763.30
1.02

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan kinerja di stasiun gilingan terdapat loss
sebesar 1.02% atau 4 763.3 ton. Dalam proses penggilingan seringkali nira

9
mentah yang dihasilkan tercecer sehingga menghasilkan loss. Menurut P3GI
(2008), Kehilangan mekanis yaitu kehilangan yang terjadi karena secara fisik gula
keluar dari sistem proses pabrikasi, misalnya karena tumpah atau luber.
Optimalisasi mesin giling yaitu dengan mengatur tekanan hidrolik dan putaran rol
gilingan agar mendapatkan ekstraksi yang optimal.
b. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian di PG. Karangsuwung terjadi proses dimana nira
mentah menghasilkan nira jernih dengan penambahan kapur tohor (CaO), gas
belerang (SO2) dan flokulan. Produk samping yang dihasilkan di stasiun
pemurnian berupa blotong .
Tabel 4 Neraca bahan di stasiun pemurnian tahun 2013
Data
Nira mentah
Kapur tohor
Flokulan
Belerang
Blotong
Nira jernih
Loss
Loss

Satuan
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
%

Input
177 773.80
28 994.16
81.18
6 019.19

Output

4 807.70
179 037.80
29 022.83
1.16

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Output yang dihasilkan dari stasiun pemurnian yaitu blotong dan nira jernih.
Jumlah blotong dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti proses penyaringan yang
dilakukan pada alat door clarifier dan pada Rotatory Vaccum Filter (RVF). Loss
yang terjadi pada stasiun pemurnian sebesar 1.16% atau 29 022.83 ton dari nira
mentah yang dihasilkan. Kehilangan di stasiun pemurnian karena terjadi
kebocoran pada pipa-pipa. Menurut P3GI (2008), Kehilangan di stasiun
pemurnian yaitu kebocoran pada pipa-pipa karena aus terkena abrasi gas panas.
Solusi kehilangan gula yaitu dengan optimalisasi mesin pada stasiun pemurnian,
serta pengaturan yang tepat terhadap suhu, pH, dan waktu agar berjalan dengan
optimal.
c. Stasiun Penguapan
Pada stasiun penguapan terjadi proses nira jernih menghasilkan nira kental
dengan menggunakan uap bekas, dari proses penguapan menghasilkan air
kondensat yang dipergunakan kembali sebagai air umpan boiler.
Tabel 5 Neraca bahan di stasiun penguapan tahun 2013
Data
Nira jernih
Nira kental
Air diuapkan
Loss
Loss

Satuan
Ton
Ton
Ton
Ton
%

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Input
179 037.80

Output
36 453.05
102 261.00
40 323.75
1.29

10
Berdasarkan Tabel 5, output yang dihasilkan yaitu nira kental dan air
diuapkan. Loss yang terjadi di stasiun penguapan yaitu 1.29% atau 40 323.75 ton.
Kehilangan disebabkan timbulnya kerak di dinding pipa evaporator. Menurut
P3GI (2008), beberapa kasus kerusakan yang sering terjadi over heat karena
timbul kerak. Kendala di sasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan
tidak mencapai kadar gula yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih
belum mengental dan kondisi badan evaporator yang kurang vakum. Kadar gula
yang optimal di PG. Karangsuwung sebesar 14.65% brix. Optimalisasi mesin di
stasiun penguapan terutama dalam pembentukan inti endapan agar tidak terjadi
penempelan kerak pada pipa uap di badan evaporator.
d. Stasiun Kristalisasi dan Sentrifugasi
Pada stasiun masakan (kristalisasi) terjadi proses dimana nira kental yang
dikristalkan, kemudian didinginkan dan disentrifugasi.
Tabel 6 Neraca bahan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi tahun 2013
Data
Nira kental
Tetes
Gula SHS
Uap nira
Air jatuhan
Loss
Loss

Satuan
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
%

Input
36 453.05

Output
10 596.30
12 542.20
12 199.20
1 020
95.35
1.00

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 6 pada stasiun kristalisasi, output yang dihasilkan yaitu
tetes, gula SHS, uap nira dan air jatuhan. Kandungan gula yang sangat kecil
menyebabkan tetes tidak bisa diolah kembali dalam proses. Besarnya loss di
stasiun kristalisasi sebesar 1% atau 95.35 ton. Kehilangan dikarenakan terjadinya
kebocoran pada badan masakan sehingga banyak yang tercecer. Menurut P3GI
(2008), kehilangan tak diketahui adalah kehilangan yang jumlahnya tak terukur
walaupun penyebabnya diketahui. Kehilangan mekanis yaitu kehilangan yang
terjadi karena secara fisik gula keluar dari sistem proses pabrikasi, misalnya
karena tumpah atau luber, percikan dan lain-lain. Optimalisasi mesin di stasiun
kristalisasi dan pengawasan suhu dan waktu agar berjalan dengan optimal.
Analisis Emisi GRK CO2
Pabrik Gula Karangsuwung sebagai salah satu industri yang berkontribusi
dalam pengeluaran emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan industri yang
bergerak di bidang pengolahan gula. Sumber emisi GRK PG. Karangsuwung
berasal dari pembakaran bahan bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi,
mekanisasi, transportasi dan adanya limbah padat lainnya. PG. Karangsuwung
merupakan industri gula yang menggunakan hasil samping berupa ampas sebagai
bahan bakar boiler dan menggunakan bahan bakar tambahan Industrial Diesel Oil
(IDO) untuk memenuhi ketercapaian energi.

11
Tabel 7 Penggunaan emisi GRK CO2 IDO PG. Karangsuwung 2013
Bulan

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Total

IDO(Liter)

Konversi
Solar
(kWh/Liter)

113 005
7 267
2 500
0
0
0

10.70
10.70
10.70
10.70
10.70
10.70

MWH

Konversi
Faktor
Emisi
(ton/MWH)
1 209.15
0.2667
77.76
0.2667
26.75
0.2667
0
0.2667
0
0.2667
0
0.2667

Total Emisi
GRK IDO
(tCO2)
322.48
20.17
7.13
0
0
0
350.35

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 7 didapatkan hasil emisi GRK IDO sebesar 350.35
tCO2..IDO merupakan bahan bakar minyak yang digunakan untuk jenis mesin
diesel dan digunakan sebagai bahan bakar boiler. IDO yang digunakan pada
sektor industri hampir setara dengan solar yang digunakan untuk motor-motor
diesel. PG. Karangsuwung menggunakan IDO karena harganya lebih murah
daripada solar.
Tabel 8 Penggunaan emisi GRK CO2 Ampas PG. Karangsuwung 2013
Bulan

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Total

Ampas(Ton)

12 173.60
3 221.40
12 896.30
8 648.50
10 833.50
9 756.20

Konversi
Ampas
(MWH/Ton)
2.123
2.123
2.123
2.123
2.123
2.123

MWH

25 844.55
6 839.03
27 378.84
18 360.77
22 999.52
20 712.41

Faktor
Emisi
(ton/MWH)
0.485
0.485
0.485
0.485
0.485
0.485

Total Emisi
GRK
Ampas
(tCO2)
12 534.61
3 316.93
13 278.74
8 904.97
11 154.77
10 045.52
59 235.54

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 8 didapatkan hasil emisi CO2 ampas sebesar 59 235.54
tCO2. Menurut Rida (2012), emisi yang dihasilkan pembakaran boiler dari ampas
besar dikarenakan semua karbon yang terkandung diasumsikan terkonversi
menjadi gas yang terbuang ke udara. Ampas yang dibakar akan menghasilkan
sejumlah energi untuk memanaskan air sehingga menghasilkan sejumlah uap. Uap
ini kemudian didistribusikan untuk menggerakkan turbin alternator yang
merupakan pembangkit listrik PG. Karangsuwung.

12
Tabel 9 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Pabrikasi PG. Karangsuwung
Bulan

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Total

Solar
Pabrikasi
(Liter)
48 022
21 329
23 370
29 556
26 679
38 091

Konversi
Solar
(kWh/Liter)
10.70
10.70
10.70
10.70
10.70
10.70

MWH

513.84
228.22
250.06
316.25
285.47
407.57

Konversi
Emisi GRK
Faktor
Solar Pabrikasi
Emisi
(tCO2)
(ton/MWH)
0.2667
137.04
0.2667
60.87
0.2667
66.69
0.2667
84.34
0.2667
76.13
0.2667
108.70
533.77

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh penggunaan emisi CO2 solar pabrikasi
sebanyak 533.77 tCO2..Solar pabrikasi digunakan untuk mesin-mesin atau
peralatan yang memakai bahan bakar solar seperti motor-motor penggerak.
Tabel 10 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Mekanisasi PG. Karangsuwung
Bulan

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Total

Solar
Mekanisasi
(Liter)
12 350
26 435
40 750
57 830
74 554
87 057

Konversi
Solar
(kWh/Liter)
10.70
10.70
10.70
10.70
10.70
10.70

MWH

132.15
282.85
436.03
618.78
797.73
931.51

Konversi
Faktor
Emisi
(ton/MWH)
0.2667
0.2667
0.2667
0.2667
0.2667
0.2667

Emisi GRK
Solar
Mekanisasi
(tCO2)
35.24
75.44
116.29
165.03
212.75
248.43
853.18

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 10 diperoleh penggunaan emisi CO2 solar mekanisasi
sebanyak 853.18 tCO2. Solar mekanisasi digunakan sebagai bahan bakar untuk
pompa air, traktor pengolahan dan pemeliharaan tanaman, traktor angkut giling,
traktor tarikan, dan alat berat yang terus beroperasi selama proses produksi gula
berlangsung.

13
Tabel 11 Potensi emisi GRK CO2 Blotong PG. Karangsuwung
Bulan

Blotong
(kg)

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Total

862 000
451 400
677 500
982 400
1 016 300
818 100

Blotong Emisi Faktor
(kg N)
(kg N2ON/kg N)
6 551.20
0.01
3 430.64
0.01
5 149.00
0.01
7 466.24
0.01
7 724.88
0.01
6 217.56
0.01

Emisi
(kg N2O
-N
65.51
34.31
51.49
74.66
77.24
62.18

Emisi
(kg N2O)
102.94
53.92
80.91
117.32
121.38
97.71

Emisi
CO2setara
(ton)
30.16
15.79
23.71
34.37
35.56
28.63
168.22

Sumber: Laporan PG Karangsuwung Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 11 diperoleh potensi emisi CO2 blotong sebanyak 168.22
tCO2..Blotong selama ini digunakan untuk pupuk di kebun karena memiliki
kandungan hara yang cukup tinggi seperti kalsium, fosfat, dan sulfit.
Total penggunaan solar transportasi sebesar 270 000 liter, sehingga potensi
emisi CO2 sebesar 770.49 tCO2. Solar transportasi digunakan untuk bahan bakar
truk penganggkut tebu dari kebun ke industri gula.
Tabel 12 Total emisi GRK CO2 PG. Karangsuwung 2013
Jenis Sumber
IDO
Ampas
Solar Pabrikasi
Solar Mekanisasi
Blotong
Solar Transportasi
Total CO2

Jumlah Emisi(tCO2)
350.35
59 235.54
533.77
853.18
168.22
770.49
61 911.55

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Total emisi GRK CO2 keseluruhan sebesar 61 911.55 tCO2 dan produksi
total gula kristal putih sebesar 12 542.20 ton, serta total tebu digiling sebesar 193
294.43 ton. Emisi CO2 per produk sebesar 4.94 tCO2 dan emisi CO2 per total tebu
digiling sebesar 0.32 tCO2. Perbandingan emisi GRK CO2 yang dihasilkan PG.
Subang dengan PG. Karangsuwung tidak berbeda jauh yaitu 4.54 tCO2 per ton
produk dan 0.31 tCO2 per ton tebu (Rida 2012). Menurut Zen (2007), pabrik
kelapa sawit dengan kapasitas olah 174 000 ton TBS per tahun diperkirakan
menghasilkan 18 000 tCO2 setara per tahun dan menghasilkan emisi sebesar 0.10
tCO2 per ton TBS. Emisi yang dihasilkan dari proses pembuatan semen mencapai
852 kg CO2 per ton semen (AFD 2010). Menurut Sagala (2012), semua sektor
industri memberikan kontribusi emisi GRK, tetapi kontributor terbesar adalah
industri semen, industri baja, industri pulp & kertas, industri tekstil, industri
petrokimia, industri keramik, industri pupuk, industri makanan dan minuman.
Industri gula, minyak sawit, keramik, dan petrokimia pun dipandang sebagai salah
satu industri lahap energi.
Emisi yang dikeluarkan oleh pabrik dari proses produksi akan diserap
kembali oleh tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis selama tanaman

14
tebu tumbuh. Maka dari itu perlu dilakukan perhuitungan jumlah karbon yang
diserap oleh tanaman. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara menghitung
jumlah biomassa yang terdapat pada tebu selama masa pertumbuhan sampai akhir
panen.
Tabel 13 Data Berat Tebu PG. Karangsuwung 2013
Komponen
Bibit (ton/ha)
Luas areal lahan (ha)
Total jumlah bibit (ton)
Total tebu dihasilkan (ton)
Jumlah biomassa tebu

Jumlah
8.00
2 698.85
21 590.80
193 294.43
171 703.63

Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013

Berat tebu yang meningkat dalam masa pertumbuhan dinyatakan sebagai
penyerapan beberapa komponen dari lingkungan tempat tebu tumbuh yang
nanatinya akan terbentuk menjadi komposisi yang terkandung dalam tebu.
Komposisi terbesar dalam tebu yang mengandung karbon adalah sukrosa dan serat.
Serat dapat disetarakan dengan ampas tebu yang dihasilkan.
Tabel 14 Komposisi kandungan tebu
Komponen
Sukrosa
Gula pereduksi
Senyawa organik
Asam organik
Serat
Zat warna
Air (H2O)

Komposisi (%)
11-19
0.5-1.5
0.15-0.5
0.15
16-19
6-9
65-75

Sumber: Soemarno (1977)

Penyerapan karbon dari tanaman tebu dapat dihitung dari jumlah
komposisi tebu yang mengandung karbon. Jumlah biomassa tebu sampai akhir
panen sebesar 171 703.63 ton dengan kandungan sukrosa sebanyak 19% dan serat
19%. Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa kandungan sukrosa tebu
sebesar 32 623.69 ton dan serat sebesar 32 623.69 ton. Menurut Hugot (1986),
bahwa sukrosa memiliki rumus kimia C12H22O11 dan serat C14H24O10. Komponen
karbon pada rumus kimia sukrosa adalah 12 dan komponen karbon ampas pada
rumus kimia serat 14. Maka diperoleh hasil bahwa karbon yang terkandung dalam
sebagai sukrosa adalah sebesar 13 736.29 ton C dan yang terkandung dalam serat
sebesar 15 570.39 ton C. Keseluruhan karbon yang terserap oleh tanaman tebu
yang terdapat pada sukrosa dan serat selama pertumbuhan adalah sebesar 29
306.68 ton C yang berasal dari CO2 di lingkungan.

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dalam setiap tahapan proses produksinya dihasilkan limbah dan produk
samping. Proses produksi gula di PG. Karangsuwung dilakukan dari beberapa
stasiun, yaitu stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, dan stasiun
kristalisasi. Kinerja di stasiun gilingan yang loss sebesar 4 763.3 ton, loss yang
dihasilkan dari stasiun pemurnian sebesar 29 022.83 ton, di stasiun penguapan
yaitu 40 323.75 ton dan besarnya loss di stasiun kristalisasi sebesar 95.35 ton.
Banyaknya kehilangan konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan
proses produksi gula dikarenakan kondisi mesin yang kurang optimal dan adanya
kebocoran. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan gula akan
menghasilkan gas CO2 yaitu ampas dan blotong.
Konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses produksi
gula di PG. Karangsuwung sudah cukup baik karena penambahan seperti air
imbibisi pada stasiun gilingan sebanyak 48 385.90 ton cukup optimal dan
penambahan belerang sebanyak 6 019.19 ton, kapur tohor sebanyak 28 994.16 ton,
dan flokulan sebanyak 81.18 ton di stasiun pemurnian sudah optimal.
Sumber emisi GRK PG. Karangsuwung berasal dari pembakaran bahan
bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi, mekanisasi, transportasi dan
pengolahan limbah padat. Total emisi CO2 PG. Karangsuwung yaitu 61 911.55
tCO2, emisi CO2 per produk sebesar 4.94 tCO2 dan jumlah total tebu yang digiling
menghasilkan emisi sebesar 0.32 tCO2. Emisi yang dikeluarkan oleh pabrik dari
proses produksi akan diserap kembali oleh tanaman untuk digunakan dalam
proses fotosintesis selama tanaman tebu tumbuh yaitu sebesar 29 306.68 ton C
yang berasal dari CO2 di lingkungan.
Saran
Penelitian selanjutnya yaitu diperlukan untuk menghitung loss pada setiap
stasiun pengolahan gula.

DAFTAR PUSTAKA

[AFD] Agence Francaise de Developpement. 2010. Establishment of A Green
house Gas Emission Reduction Scheme in The Cement Industry in
Indonesia.
Azocleantech. 2007. Menghitung Emisi Karbon dari Bahan Bakar dan Konsumsi
Power. [Internet]. [25 April 2014]. Tersedia di:
Artikel.
http://www.azocleantech.com
Curran M. 1996. Environmental Life Cycle Assessment. McGraw-Hill. New York.

16
Haas G, Wetterich F, Kopke U. 2000. Comparing Intensive, Extensified and
Organic Grassland Farming in Southern Germany by Process Life cycle
Assessment, Institute of Organic Agriculture, University of Bonn,
Katzenburgweg 3, D-53115 Bonn, Germany.
Hamawi M. 2005. Blotong, Limbah Busuk Berenergi. Jakarta: Pradya Paramita.
Hektor E, Berntsson T. 2009. Reduction of Greenhouse Gases in Integrated
Pulp and Paper Mills: Possibilities for CO2 Capture and Storage. Clean
Teachn Environ Policy 11: 59-65.
Hellen MC, Keoleian GA, Volk TA, Mann MK. 2007. Life cycle Assessment of
Willow Agriculture and Biomass Energy Conversion System:
Methodology and Preliminary Results”, Center for Sustainable System.
University of Michigan.
Hugot E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. 3rd ed. New York:
Elsevier.
[IPCC] Intergovernmental Panel of Climate Change .2002. The Supplementary
Report to the IPCC Scientific Assesment. Cambridge: Cambridge
University Press.
[IPCC] Intergovernmental Panel of Climate Change.2006. IPCC Guidelines for
National Greenhouse Gas Inventories Vol.2: Energy; Chapter 2:
Stasionary Combustion. Washington DC USA.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2007. Rencana Aksi Nasional Dalam
Menghadapi Perubahan Iklim. Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
Laksamana I. 2007. Analisis Efisiensi Penggunaan Energi Pada Industri gula
Tebu (Studi Kasus di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh Majalengka,
Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian
Bogor.
Madjid A. 2008. Boiler, Bagasse, dan Energi Listrik. [Internet]. [25 April 2014].
Tersedia di: http://abdulmadjid.multiply.com/boiler_PT_Gunung_Madu.htm.
Mardhia Y. 2008. Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi Pada Stasiun
Gilingan terhadap Kehilangan Gula dalam Ampas di Pabrik Gula Kwala
Madu PTPN II. [Skripsi]. Medan : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara.
Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally-friendly food processing.
Woohead Publishing Limited. Cambridge. England
Megasari K , Swantomo D, Christina M. 2008. Penakaran daur hidup
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara kapasitas 50 MWatt.
Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta.
Misran E. 2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Jurnal Teknologi
Proses 4 (2): 6-10.
Purwaningsih I. 2012. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula pada
PT. Rajawali II unit PG. Subang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2008. Konsep Peningkatan
Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional.
P3GI, Pasuruan.
Putt del Pino S, Bhatia P. 2002. Working 9 to 5 on Climate Change : An Office
Guide.Washington D.C : World Resourse Institute.

17
Rebitzer G, Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guine’e J, Heijungs R,
Hellweg S, Koehler A, Permington D, Suh S. 2009. Recent developments
in Life Cycle Assessment: Review. J of Environmental Manag 91: 1-21.
Rida S. 2012. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca pada Industri Gula
(Studi Kasus PT Rajawali II unit PG Subang). [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sagala A. 2012. Draft Petunjuk Teknis Perhitungan Energi Gas Rumah Kaca
(GRK) di Sektor Industri. Jakarta.
Samosir MG. 2006.Penelitian Kualitas Kinerja Pabrik Gula Madukismo dengan
Metode Statistical Quality Control. [Tesis]. Program Studi Magister
Manajemen Agribisnis. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Santoso B. 2008. Limbah Pabrik Gula: Penanganan, Pencegahan
dan Pemanfaatannya dalam Upaya Program Langit Biru dan Bumi Hijau.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan, Indonesia. p: 1-6.
Searcy C. 2000. An Introduction to Life Cycle Asessment. [Internet]. [25 April
2014]. Tersedia di: http://www.i-clps.com/lca/.
Setyanto P. 2004. Mitigasi gas metana dari lahan sawah.p. 287-303 dalam
Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Agus, F, A. Adimiharja, S.
Hardjowigeno, A. M. Fagi, W. Hartatik (Eds). Bogor : Pusat penelitian
dan pengembangan tanah dan Agroklimat.
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung :
Penerbit ITB.
Soemarno. 1977. Tanaman Tebu. Malang : Jurusan Tanah Laboratorium PPJP
Jurusan tanah, Fakultas Pertanian universitas Brawijaya.
[UNFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 2006. 35
MW Bagasse Based Cogeneration Project by Mumias Sugar Company
Limited (MSCL). Project Design Document Form (CDM PDD). Version
03.1:1-49.
Wei V, Yerushalmi L, Haghighat F. 2008. Estimation of greenhouse Gas
Emissions by the Wastewater Treatment Plant of Locomotive Repair
Factory in China.Waste Environment Research. Agriculture Journal 80 :
2253-2261
Zafrullah A. 2013. Pemanfaatan Inovasi Hasil Penelitian Dan Pengembangan
(studi kasus pabrik gula di Indonesia dalam tinjauan ekonomi). [Skripsi].
Surabaya: Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya.
Zen Z. 2007. Peluang Emas Berdagang Karbon. Mandat Bali: Selamatkan Bumi
Gatra. Edisi Khusus Perubahan Iklim. PT Era Media Media Informasi.
Jakarta : 138.

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kebutuhan Data Emisi GRK Gas CO2 Pada Industri Gula PG.
Karangsuwung
A. BAGIAN TANAMAN
1. Jenis / varietas tebu
2. Luas kebun
3. Periode tanam per tahun
4. Cara pengangkutan hasil

: Genus Saccharum
: 2 698.85 Ha
: Bulan April sampai Desember
: Truk Pengangkut

B. BAGIAN PABRIKASI
1. Jenis bahan baku
2. Jenis bahan tambahan
3. Rendemen nira
4. Jumlah SHS yang dihasilkan
5. Produk samping yang dihasilkan
6. Jumlah produk samping
a. Ampas
b. Blotong
c. Abu ketel

: Genus Saccharum
: Kapur tohor, flokulan dan belerang
: 6.51%
: 12 542.20 Ton
: Tetes, ampas dan blotong
:3
: 57 529.5 Ton
: 15 936.9 Ton
: 3 409.8 Ton

C. BAGIAN INSTALASI
1. Jenis bahan bakar yang digunakan

: Solar, IDO dan ampas

D. BAGIAN MEKANISASI
1. Jumlah transportasi angkut
yang digunakan
2. Jumlah solar yang digunakan

: 100 Truk
: 298 976 Liter

E. BAGIAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)
1. Limbah padat yang dihasilkan PG. Karangsuwung
Tahun
Bulan
Jumlah Limbah Padat (Ton)
Ampas
Blotong
Abu Ketel
12 173.6
2013
Juni
862.0
137.9
3
221.4
Juli
1 313.4
261.5
12 896.3
Agustus
1 990.9
450.5
8
648.5
September
2 973.3
676.4
10 833.5
Oktober
3 989.6
875.4
9 756.2
November
4 807.7
1 008.1
2. Limbah cair yang dihasilkan PG. Karangsuwung
Tanggal Pengujian
COD (ppm)
Volume (m3)
26 November 2013
82
62 885

19

Lampiran 2 Kuesioner Penilaian Daur Hidup ( Life Cycle Assessment) Industri
Gula Pada PG. Karangsuwung
A. Data Responden
1. Nama
2. Jenis Kelamin
3. Alamat
4. Jabatan

: Zuliar Chamsyah
: Laki-Laki
: Desa Karangsuwung
: Kepala BST

B. Data Industri
1. Nama Industri
2. Alamat Industri
3. Luas Kebun

: PG. Karangsuwung
: Desa Karangsuwung Cirebon
: 2 698.85 Ha

C. Data Tanaman Tebu
1. Jenis/ Varietas Tanaman
2. Produktivitas Tebu
3. Jenis Bahan Tambahan

: Genus Saccharum
: 716.21 ku/ha
: Kapur tohor, belerang dan flokulan

D. Data Pabrikasi
1. Jenis Bahan Baku
2. Jenis Bahan Pembantu
3. Proses Produksi Gula

: Genus Saccharum
: Kapur tohor, belerang dan flokulan
: Sulfitasi Saccarat

E. Data Utilitas
Kebutuhan Energi
Per Musim Giling
a. Kebutuhan Listrik
b. Kebutuhan Solar
c. Kebutuhan IDO
d. Kebutuhan Ampas Tebu
e. Kebutuhan Uap
F. Data Produk
1. Produk Utama
Jumlah Gula
2. Produk Samping
a. Jumlah Ampas Tebu
b. Jumlah Blotong
c. Jumlah Tetes
G. Data Limbah
1. Volume Limbah Cair
2. Jumlah Limbah Padat
3. Jenis penanganan Limbah
7. Pemanfaatan Limbah

: 1 457 678
: 18 015
: 172 772
: 57 529.5
: 102 261

kW/h
Liter
Liter
Ton
Ton

: 12 542.20 Ton
: 57 529.5 Ton
: 15 936.9 Ton
:10 537.2 Ton
: 62 885
m3
: 5 815.8
Ton
: IPAL
: pupuk dan bahan bakar

20
Lampiran 3 Neraca Bahan Pada Produksi Gula Di PG. Karangsuwung

Tebu

193 294.43 ton

Air Imbibisi 8 385.9
Ampas 59 143.2 ton
Stasiun Gilingan

Emisi Ampas 59 235.54 tCO2

Nira Mentah 177 773.8 ton
Kapur Tohor 28 994.16 ton
Flokulan 81.18 ton
Belerang 6 019.19 ton
Stasiun Pemurnian

Emisi Blotong 168.22 tCO2

Blotong 4 807.7 ton
Nira Jernih 179 037.8 ton
Stasiun Penguapan

Emisi IDO 350.35 tCO2

Air Diuapkan 102 261.0 ton
Nira Kental 36 453.05 ton
Stasiun Kristalisasi

Emisi Solar Pabrikasi
533.77 tCO2

Stasiun Sentrifugasi

Emisi Solar Mekanisasi
853.18 tCO2

Air Jatuhan 1 020 ton
Uap Nira 12 199.2 ton

Tetes 10 596.30 ton
Gula SHS

12 542.20 ton

21

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Faizal Ramadhan dilahirkan di Cirebon pada tanggal 27 Maret 1992
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah bernama Tono Martono dan
Ibu bernama Nunung Nurhayati, kakak bernama Asep Jaya Permana dan adik
bernama Aqmarina Tri Wahyuni.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Karang Anom 3
Cirebon pada tahun 2004. Pada tahun 2004 melanjutkan pada SMP Negeri 6
Cirebon dan tamat belajar pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 3 Cirebon dan tamat belajar tahun 2010.