Karakter fisiologi padi gogo lokal asal Kabupaten Sumba Barat Daya pada berbagai kondisi kekeringan

KARAKTER FISIOLOGI PADI GOGO LOKAL ASAL
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PADA BERBAGAI
KONDISI KEKERINGAN

EKO PRABOWO

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakter Fisiologi Padi
Gogo Lokal Asal Kabupaten Sumba Barat Daya pada Berbagai Kondisi
Kekeringan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Eko Prabowo
NIM G34070122

ABSTRAK
EKO PRABOWO. Karakter Fisiologi Padi Gogo Lokal Asal Kabupaten
Sumba Barat Daya pada Berbagai Kondisi Kekeringan. Dibimbing oleh
TRIADIATI dan MIFTAHUDIN.
Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat
berpengaruh terhadap produktivitas padi. Besarnya penurunan hasil panen akibat
cekaman kekeringan dipengaruhi oleh tingkat kepekaan varietas. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh berbagai perlakuan cekaman kekeringan terhadap
respons fisiologi tumbuhan padi gogo lokal (Gogo Wangi) asal Kabupaten Sumba
Barat Daya. Padi Gogo Wangi diberi perlakuan cekaman kekeringan dengan
penyiraman 1/2 Kapasitas Lapang (KL) dan 1/4 KL. Sebagai kontrol, padi Gogo
Wangi diberi penyiraman dengan 1 KL. Parameter yang diamati adalah komponen
karakter vegetatif dan reproduktif, kadar air relatif (KAR), kadar prolin, dan
kandungan asam askorbat (ASA) daun. Hasil menunjukkan bahwa cekaman

kekeringan menurunkan nilai KAR daun yang berakibat kadar prolin dan
kandungan ASA daun meningkat. Cekaman kekeringan juga mempengaruhi
tinggi dan bobot kering tajuk, panjang dan bobot kering akar, serta umur berbunga
dan panen kedua varietas padi. Namun, cekaman kekeringan tidak mempengaruhi
jumlah anakan per rumpun, jumlah daun, jumlah anakan produktif, panjang malai,
dan jumlah biji per malai.
Kata kunci: asam askorbat, kekeringan, padi gogo lokal, prolin, Sumba

ABSTRACT
EKO PRABOWO. Physiological Characteristic of Local Upland Rice from
Southwest Sumba Regency under Various Drought Stress Conditions. Supervised
by TRIADIATI and MIFTAHUDIN.
Drought stress is one of the abiotic factors that decreasing of upland rice
productivity. The decreased crop due to drought stress is affected by sensibility
level of varieties. The objective of the study was to evaluate physiological
responses of local upland rice (Gogo Wangi) from Southwest Sumba Regency
under various drought stress conditions. The condition treatments consisted of
control with 1 Land Capacity (LC), 1/2 LC, and 1/4 LC watering volume.
Observed parameters were vegetative and reproductive characters, leaves relative
water content (RWC), proline, and ascorbic acid density. The results showed that

drought stress decreased the value of RWC leaves resulting levels of proline and
ascorbic acid in leaves increased. Drought stress also significantly affected canopy
height and dry weight, root length and dry weight, and days to flower and harvest
of two rice varieties. However, drought stress did not affect number of tillers per
hill, number of leaves, number of productive tillers, panicle length and number of
grains per panicle.
Keyword: ascorbic acid, drought stress, local upland rice, proline, Sumba

KARAKTER FISIOLOGI PADI GOGO LOKAL ASAL
KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PADA BERBAGAI
KONDISI KEKERINGAN

EKO PRABOWO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Biologi
pada
Departemen Biologi


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Karakte
kter Fisiologi Padi Gogo Lokal Asal Kabupate
aten Sumba Barat
Dayaa pa
pada Berbagai Kondisi Kekeringan
Nama
: Eko
ko Pr
Prabowo
NIM
: G34070122
34070122

Disetujui oleh


Dr Triadiati, MS
Si
Pembimbing I

Dr Ir Miftahudi
tahudin, MSi
Pembim
bimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Juli 2011–Juni 2012 dengan judul Karakter Fisiologi Padi Gogo Lokal Asal
Kabupaten Sumba Barat Daya pada Berbagai Kondisi Kekeringan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Triadiati, MSi dan Bapak
Dr Ir Miftahudin, MSi atas bimbingan, masukan, dan arahan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Nina Ratna Djuita, SSi, MSi selaku
penguji atas masukan dan arahan yang diberikan kepada penulis. Terima kasih
kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa
dalam Program Beasiswa Santri Berprestasi, sehingga penulis dapat mengenyam
pendidikan perkuliahan program Sarjana (S1) di Insitut Pertanian Bogor. Terima
kasih kepada kedua orang tua dan adik yang telah memberikan dorongan secara
moral, material, dan spiritual kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan Departemen Biologi, Kebun Percobaan Cikabayan, dan rekan-rekan
yang melaksanakan penelitian di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Kebun
Percobaan Cikabayan atas dukungan yang diberikan. Terima kasih pula penulis
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data
karya ilmiah ini serta seluruh rekan Biologi angkatan 44 atas kebersamaan dan
dukungan yang diberikan kepada penulis.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Bogor, Agustus 2014

Eko Prabowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

BAHAN DAN METODE

1

Waktu dan Tempat

1

Bahan dan Alat


2

Rancangan Percobaan

2

Tahap Penanaman

2

Pengukuran Kadar Air Relatif Daun

2

Analisis Prolin

3

Analisis Asam Askorbat


3

Pengamatan Karakter Pertumbuhan

4

HASIL

4

Kadar Air Relatif Daun

4

Kadar Prolin

4

Kandungan Asam Arkorbat


5

Karakter Vegetatif

5

Karakter Reproduktif

7

PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

8
10

Simpulan

10

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8

Tinggi tanaman padi Situ Patenggang (125 HST) dan padi Gogo Wangi
(165 HST) pada berbagai cekaman kekeringan saat panen
Bobot kering tajuk, panjang akar, dan bobot kering akar padi Situ
Patenggang (125 HST) dan Gogo Wangi (165 HST) pada berbagai
cekaman kekeringan
Panjang dan bobot kering akar padi Situ Patenggang (125 HST) dan padi
Gogo Wangi pada saat panen (165 HST)
Jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun padi Situ Patenggang (125
HST) dan padi Gogo Wangi pada saat panen (165 HST)
Umur berbunga dua varietas padi Situ Patenggang dan Gogo Wangi pada
berbagai cekaman kekeringan
Umur berbunga padi Situ Patenggang dan padi Gogo Wangi pada
berbagai cekaman kekeringan
Umur panen padi Situ Patenggang dan padi Gogo Wangi pada perlakuan
berbagai cekaman kekeringan
Jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah biji per malai padi
Situ Patenggang (125 HST) dan padi Gogo Wangi pada saat panen (165
HST)

6

6
6
6
7
7
7

8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kadar air relatif (KAR) daun padi Situ Patenggang (kiri) dan padi Gogo
Wangi (kanan) selama 0-12 hari cekaman kekeringan.
Kadar prolin daun padi Situ Patenggang (kiri) dan padi Gogo Wangi
(kanan) selama 0-12 hari cekaman kekeringan.
Kadar asam askorbat daun padi Situ Patenggang (kiri) dan Gogo Wangi
(kanan) selama 0-12 hari cekaman kekeringan.

4
5
5

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kurva Standar untuk menentukan nilai kadar prolin daun
Rumus yang digunakan untuk analisis asam arkorbat (ASA)
Rumus yang digunakan untuk menghitung Kapasitas Lapang
ANOVA tinggi tanaman
ANOVA bobot kering tajuk
ANOVA panjang akar
ANOVA bobot kering akar
ANOVA jumlah daun
ANOVA jumlah anakan per rumpun
ANOVA umur berbunga
ANOVA umur panen
ANOVA jumlah anakan produktif
ANOVA panjang malai
ANOVA jumlah biji per malai

12
13
13
13
14
14
15
15
15
16
16
16
17
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi gogo adalah tanaman padi yang ditanam pada lahan kering dan
biasanya tidak membutuhkan banyak air (Istiawan 2010). Padi gogo dapat
dijadikan salah satu alternatif strategis dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pangan nasional. Namun, sejauh ini kontribusi padi gogo terhadap produksi beras
nasional relatif masih rendah sehingga upaya pengembangan perlu dilakukan.
Rendahnya produktivitas padi gogo disebabkan antara lain oleh kondisi iklim dan
tanah yang bervariasi (Toha et al. 2005). Salah satu faktor iklim yang sangat
berpengaruh terhadap produktivitas padi adalah cekaman kekeringan.
Kekeringan adalah suatu kondisi kekurangan air pada tanaman yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya (Suardi 1988). Besarnya
penurunan hasil panen akibat kekeringan salah satunya dipengaruhi oleh tingkat
kepekaan varietas (De Datta dan Seshu 1982). Maka dari itu, penanaman varietas
padi gogo yang toleran terhadap cekaman kekeringan perlu dilakukan. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan menaman padi gogo varietas unggul hasil
persilangan maupun varietas lokal suatu daerah.
Padi Gogo Wangi merupakan salah satu varietas padi gogo lokal yang
berasal dari Kabupaten Sumba Barat Daya. Pada daerah asalnya, padi Gogo
Wangi ditanam di sela-sela tanaman jagung yang pengairannya hanya
mengandalkan air hujan. Respons fisiologi padi Gogo Wangi terhadap cekaman
kekeringan perlu diteliti karena padi gogo varietas lokal belum tentu sesuai
apabila ditanam di daerah lain di Indonesia. Pada penelitian ini varietas Situ
Patenggang yang merupakan varietas toleran terhadap cekaman kekeringan
disertakan sebagai pembanding.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh berbagai perlakuan cekaman
kekeringan terhadap karakter fisiologi tumbuhan padi gogo lokal asal Kabupaten
Sumba Barat Daya.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2011 sampai dengan Juni 2012 di
Lahan Percobaan Cikabayan Unifarm dan Laboratorium Penelitian Fisiologi dan
Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB, Dramaga, Bogor.

2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi gogo lokal
(Gogo Wangi) asal Kabupaten Sumba Barat Daya dan benih padi varietas Situ
Patenggang produksi Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor,
Jawa Barat. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang. Alatalat yang digunakan di lahan percobaan adalah polibag (50 cm x 50 cm), cangkul,
bambu, plastik transparan non-UV filter, alat penyiraman, alat penyemprotan, dan
alat penyemprotan pestisida. Alat laboratorium yang digunakan adalah timbangan
analitik, pelubang kertas, oven, buret, kertas saring (Whatman No 1), tabung
reaksi, pipet, tabung enlemeyer, mortar, dan spektrofotometer.
Rancangan Percobaan
Percobaan disusun dalam Rancangan Kelompok Terbagi dengan 5 ulangan.
Faktor pertama terdiri atas dua varietas, yaitu Situ Patenggang dan Gogo Wangi.
Faktor kedua terdiri dari tiga taraf cekaman kekeringan, yaitu kontrol (1 Kapasitas
Lapang atau KL), cekaman kekeringan 1/2 KL, dan 1/4 KL volume penyiraman.
Secara keseluruhan terdapat 30 satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis ragam dengan software SPSS 16 dan uji Duncan pada taraf 5%.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan volume 1:1 (b/b). Media tanam dimasukkan ke dalam
polibag dengan ukuran 50 cm x 50 cm. Pengukuran kadar air pada kondisi
Kapasitas Lapang (KL) dilakukan dengan menyiram air ke dalam media tanam.
Volume air yang digunakan untuk menyiram hingga air menetes keluar dari
polibag merupakan volume penyiraman untuk 1 KL.
Tahap Penanaman
Benih padi Situ Patenggang dan Gogo Wangi direndam dalam akuades
selama 24 jam pada suhu ruang. Benih dikecambahkan selama 10-14 hari di ruang
gelap pada suhu ruang. Kecambah yang tumbuh kemudian dipindahkan ke dalam
polibag yang berisi media tanam, selanjutnya diberikan penyiraman dengan
volume air yang sama (1 KL) untuk seluruh polibag. Setelah padi berumur 14 hari
setelah tanam (HST) dilakukan penjarangan, setiap polibag berisi 4 tanaman padi.
Cekaman kekeringan dilakukan ketika padi berumur 42 HST hingga 53 HST
(selama 12 hari), padi disiram dengan volume penyiraman yang berbeda yaitu 1 KL
untuk polibag pada kelompok kontrol, 1/2 KL dan 1/4 KL untuk perlakuan
cekaman kekeringan. Rewatering dilakukan setelah padi berumur 54 HST.
Pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai prosedur budidaya padi secara gogo
meliputi penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit apabila terdapat serangan.
Pengukuran Kadar Air Relatif Daun
Pengukuran Kadar Air Relatif (KAR) daun dilakukan pada hari ke-0, 3, 6, 9
dan 12 selama perlakuan kekeringan. Pengukuran kadar air relatif daun dilakukan

3
dengan mengambil 10 potongan daun yang berbentuk lingkaran (diameter 0,5 cm)
yang diambil dari daun ketiga atau keempat. Potongan daun tersebut ditimbang
bobot basahnya dengan timbangan analitik. Potongan daun selanjutnya direndam
dengan aquades di dalam botol film pada suhu ruang selama 24 jam untuk
mengetahui bobot jenuhnya. Potongan daun kemudian dikeringkan di dalam oven
pada suhu 80 oC selama 3x24 jam untuk mengetahui bobot keringnya
(Prochazkova et al. 2001). Pengukuran KAR daun dapat dihitung dengan rumus:
KAR=

(BB-BK)
×100%
(BJ-BK)

Keterangan :
BB
= Bobot Basah
BJ
= Bobot Jenuh
BK
= Bobot Kering
Analisis Prolin
Kadar prolin bebas dianalisis berdasarkan metode Bates et al. (1973)
menggunakan spektrofotometer. Contoh daun yang dipakai adalah daun yang
berkembang sempurna, yaitu daun ketiga atau keempat. Kadar prolin murni
digunakan sebagai standar untuk menentukan kadar prolin contoh (Lampiran 1).
Asam-ninhidrin disiapkan sebagai pereaksi dengan menghangatkan 1,2%
ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glasial dan 20 ml asam fosfat 6 mol dengan
cara dipanaskan sampai larut (suhu + 60 oC), kemudian didinginkan dan disimpan
pada suhu 4 oC. Sampel daun seberat 0,5 g bobot basah diekstrak dengan 10 ml
asam sulfosalisilat 3% dan difiltrasi dengan kertas saring Whatman No 1.
Filtrat 2 ml direaksikan dengan 2 ml pereaksi asam-ninhidrin dan 2 ml asam
asetat glasial dalam tabung reaksi selama satu jam pada suhu 100 oC, proses reaksi
diakhiri dalam icebath. Selanjutnya, campuran ini diekstraksi dengan 4 ml toluene
lalu dikocok menggunakan stirrer selama 15-20 detik. Kromofor yang terkandung
dihangatkan pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 520 nm. Konsentrasi prolin (μ mol/g) ditentukan dari kurva
standar dan dihitung berdasarkan bobot segar dengan rumus:
μ mol prolin
g bobot segar sampel

=
=

[μ g prolin/ ml x ml toluene)/ 115,5 μ g/ μ mol]
g sampel/ 5

Analisis Asam Askorbat
Kandungan asam askorbat (ASA) dianalisis berdasarkan modifikasi metode
Reiss (1993). Kandungan ASA diukur dengan menggunakan metode titrasi.
Sampel daun 0,5 g digerus dengan asam metafosporat 5% kemudian difiltrasi
dengan menggunakan kertas saring Whatman No 1. Filtrat yang diperoleh
kemudian dititrasi dengan dichlorophenol-indophenol (DCIP) 0,8 g/l. Larutan
DCIP yang digunakan untuk titrasi distandardisasi dengan larutan ASA murni
dengan cara titrasi. Sebanyak 1 ml larutan ASA murni (4 mg/l) dan 9 ml asam
metafosporat 5% dititrasi dengan DCIP. Titrasi dihentikan ketika terjadi
perubahan warna menjadi merah muda. Rumus yang digunakan untuk analisis
ASA sebagaimana terlampir pada Lampiran 2.

4
Pengamatan Karakter Pertumbuhan
Karakter pertumbuhan yang diamati meliputi karakter vegetatif dan
reproduktif. Parameter karakter vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman,
panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, jumlah daun, dan jumlah anakan per
rumpun yang dilakukan pada saat panen. Parameter karakter reproduktif yang
diamati adalah umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, panjang
malai, dan jumlah biji per malai. Umur berbunga mulai diamati saat malai
pertama kali muncul pada tiap tanaman. Umur hari pertama tanaman padi dihitung
sejak kecambah dipindahkan ke dalam polibag.

HASIL
Kadar Air Relatif Daun

80

80

60

60
1 KL

40

1/2 KL

KAR (%)

KAR (%)

Perlakuan cekaman kekeringan menurunkan nilai kadar air relatif (KAR)
daun kedua varietas padi. Nilai KAR daun menurun pada 12 hari setelah
perlakuan (HSP). Nilai KAR daun pada penyiraman 1 kapasitas lapang (KL)
berbeda nyata dengan penyiraman 1/2 KL dan 1/4 KL. Penurunan nilai KAR yang
signifikan padi Situ Patenggang terjadi pada 12 HSP, sedangkan nilai KAR padi
Gogo Wangi sudah terjadi pada 9 HSP (Gambar 1).

1 KL

40

1/2 KL
20

20

1/4 KL

1/4 KL
0

0
0

3

6

9

0

12

Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

3

6

9

12

Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

Gambar 1 Kadar air relatif (KAR) daun padi Situ Patenggang (kiri) dan padi Gogo Wangi
(kanan) selama 0-12 hari cekaman kekeringan.

Kadar Prolin
Kadar prolin daun kedua varietas padi mengalami peningkatan setelah
perlakuan cekaman kekeringan. Nilai kadar prolin daun padi Situ Patenggang
dengan perlakuan 1/4 KL mulai meningkat pada 6 HSP, sedangkan pada padi Gogo
Wangi (1/4 KL) mengalami peningkatan pada 9 HSP cekaman kekeringan. Kadar
prolin padi Situ Patenggang pada perlakuan penyiraman 1/2 KL dan 1/4 KL
berbeda nyata dengan penyiraman 1 KL pada 9 HSP, sedangkan pada padi Gogo
Wangi hanya perlakuan 1/4 KL yang berbeda nyata dengan 1 KL pada 9 sampai 12
HSP. Nilai kadar prolin tertinggi dicapai pada cekaman kekeringan 1/4 KL pada 12
HSP padi Gogo Wangi yaitu 19,66 µ mol prolin/g bobot segar (Gambar 2).

25
20
15

1 KL

10

1/2 KL

5

1/4 KL

0
0

3

6

9

Prolin (µ mol prolin/g bobot
segar)

Prolin (µ mol prolin/g bobot
segar)

5

25
20
15

1 KL

10

1/2 KL

5

1/4 KL

0

12

0

Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

3

6

9

12

Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

Gambar 2 Kadar prolin daun padi Situ Patenggang (kiri) dan padi Gogo Wangi (kanan)
selama 0-12 hari cekaman kekeringan.

Kandungan Asam Arkorbat

60
50
40
30

1 KL

20

1/2 KL

10

1/4 KL

0

ASA (mg/100 g berat segar)

ASA (mg/100 g berat segar)

Cekaman kekeringan menyebabkan kandungan asam askorbat (ASA) daun
kedua varietas padi meningkat. Kandungan ASA padi Situ Patenggang pada
penyiraman 1/2 KL dan 1/4 KL mulai mengalami peningkatan sejak 3 HSP,
sedangkan pada padi Gogo Wangi meningkat pada hari 9 HSP dan menurun pada
12 HSP (Gambar 3). Kandungan ASA padi Situ Patenggang pada perlakuan
penyiraman 1/2 KL dan 1/4 KL berbeda nyata dengan perlakuan penyiraman 1 KL.
60
50
40
1 KL

30
20

1/2 KL

10

1/4 KL

0
0

3

6

9

12

Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

0
3
6
9
12
Hari setelah perlakuan cekaman kekeringan

Gambar 3 Kadar asam askorbat daun padi Situ Patenggang (kiri) dan Gogo Wangi
(kanan) selama 0-12 hari cekaman kekeringan.

Karakter Vegetatif
Tinggi tanaman kedua varietas padi dipengaruhi oleh interaksi antara
cekaman kekeringan dengan varietas (Tabel 1). Tinggi tanaman terendah dari
kedua varietas diperoleh pada pelakuan cekaman kekeringan 1/4 KL volume
penyiraman, yaitu 72,87 cm pada padi Situ Patenggang dan 104,97 cm pada padi
Gogo Wangi. Varietas padi Gogo Wangi memiliki tinggi tanaman yang lebih
tinggi dibandingkan dengan varietas padi Situ Patenggang.

6
Tabel 1 Tinggi tanaman padi Situ Patenggang (125 HST) dan padi Gogo Wangi (165
HST) pada berbagai cekaman kekeringan saat panen
Perlakuan
Varietas
Tinggi Tanaman (cm)
(tingkat cekaman)
1 KL
83,44d
Situ Patenggang
1/2 KL
75,42e
1/4 KL
72,87e
1 KL
132,25a
Gogo Wangi
1/2 KL
122,05b
1/4 KL
104,97c
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

Cekaman kekeringan hanya berpengaruh nyata terhadap penurunan bobot
kering tajuk kedua varietas padi dengan 1 KL dan 1/4 KL volume penyiraman.
Nilai bobot kering tajuk terendah terjadi pada cekaman kekeringan 1/4 KL volume
penyiraman yaitu 22,07 g. Panjang dan bobot kering akar dipengaruhi secara
nyata oleh masing-masing faktor tunggal cekaman kekeringan dan varietas. Pada
cekaman kekeringan 1/4 KL volume penyiraman diperoleh nilai panjang akar
tertinggi tetapi dengan dengan bobot akar terendah, yaitu 38,41 cm dan 4,15 g.
Cekaman kekeringan 1/4 KL volume penyiraman menyebabkan peningkatan
panjang akar, namun tidak menyebabkan peningkatan bobot akar (Tabel 2). Nilai
panjang dan bobot kering akar varietas padi Gogo Wangi lebih tinggi daripada
akar padi Situ Patenggang. Nilai panjang dan bobot kering akar padi Gogo Wangi
yaitu berturut-turut 33,53 cm dan 7,06 g (Tabel 3).
Tabel 2 Bobot kering tajuk, panjang akar, dan bobot kering akar padi Situ Patenggang
(125 HST) dan Gogo Wangi (165 HST) pada berbagai cekaman kekeringan
Perlakuan
(tingkat cekaman)
1 KL
1/2 KL
1/4 KL

Bobot kering tajuk
(g)
30,60a
24,60ab
22,07b

Parameter
Panjang akar
(cm)
26,52b
27,92b
38,41a

Bobot kering akar
(g)
6,49a
6,04a
4,15b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

Tabel 3 Panjang dan bobot kering akar padi Situ Patenggang (125 HST) dan padi Gogo
Wangi pada saat panen (165 HST)
Varietas
Situ Patenggang
Gogo Wangi

Parameter
Panjang akar (cm)

Bobot kering akar (g)

28,37b
33,53a

4,06b
7,06a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

7
Jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun dipengaruhi secara nyata oleh
varietas. Varietas Situ Patenggang memiliki jumlah anakan per rumpun yang lebih
banyak dibandingkan dengan varietas Gogo Wangi. Hal ini menyebabkan jumlah
daunnya berpotensi lebih banyak daripada Gogo Wangi. Nilai jumlah daun dan
anakan per rumpun padi Situ Patenggang yaitu 73,97 dan 16,57 (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun padi Situ Patenggang (125 HST)
dan padi Gogo Wangi pada saat panen (165 HST)
Varietas
Situ Patenggang
Gogo Wangi

Jumlah daun

Parameter
Jumlah anakan per rumpun

73,97a
47,90b

16,57a
8,60b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

Karakter Reproduktif
Umur berbunga dipengaruhi oleh masing-masing perlakuan cekaman
kekeringan dan varietas. Umur berbunga padi pada cekaman kekeringan lebih
lama daripada padi tanpa cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan hanya
berpengaruh nyata terhadap umur berbunga padi dengan cekaman 1/4 KL volume
penyiraman jika dibandingkan dengan kontrol (1 KL). Padi dengan cekaman 1/4 KL
volume penyiraman memiliki umur berbunga paling lama yaitu 100 hari setelah
tanam (Tabel 5). Padi Gogo Wangi memiliki umur berbunga yang lebih lama
daripada Situ Patenggang (Tabel 6).
Tabel 5 Umur berbunga dua varietas padi Situ Patenggang dan Gogo Wangi pada
berbagai cekaman kekeringan
Perlakuan
(tingkat cekaman)
1 KL
1/2 KL
1/4 KL

Umur berbunga (hari)
91,75b
95,95ab
100,00a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncan (p < 0,05).

Tabel 6 Umur berbunga padi Situ Patenggang dan padi Gogo Wangi pada berbagai
cekaman kekeringan
Varietas
Situ Patenggang
Gogo Wangi

Umur berbunga (hari)
66,53b
125,27a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncan (p < 0,05).

Umur panen dipengaruhi secara nyata oleh interaksi cekaman kekeringan
dengan varietas. Secara umum, umur panen kedua varietas padi dengan perlakuan
cekaman kekeringan lebih lama dibandingkan dengan padi tanpa perlakuan

8
(kontrol). Padi Gogo Wangi dengan cekaman kekeringan 1/4 KL volume
penyiraman berbeda nyata dari kontrol (1 KL), sedangkan pada padi Situ
Patenggang cekaman 1/2 KL dan 1/4 KL volume penyiraman keduanya berbeda
nyata dengan kontrol. Varietas padi Gogo Wangi memiliki umur panen yang lebih
lama dibandingkan dengan padi Situ Patenggang (Tabel 7).
Tabel 7 Umur panen padi Situ Patenggang dan padi Gogo Wangi pada perlakuan
berbagai cekaman kekeringan
Perlakuan
Varietas
Umur panen (hari)
(tingkat cekaman)
1 KL
125,40e
Situ Patenggang
1/2 KL
132,40d
1/4 KL
134,40c
1 KL
161,00b
Gogo Wangi
1/2 KL
164,40a
1/4 KL
167,00a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

Jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah biji per malai
dipengaruhi secara nyata oleh varietas. Jumlah anakan produktif padi Situ
Patenggang lebih banyak dibandingkan dengan padi Gogo Wangi, namun panjang
malai dan jumlah biji per malai padi Gogo Wangi lebih tinggi dibandingkan
dengan padi Situ Patenggang (Tabel 8).
Tabel 8 Jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah biji per malai padi Situ
Patenggang (125 HST) dan padi Gogo Wangi pada saat panen (165 HST)
Varietas
Situ Patenggang
Gogo Wangi

Jumlah anakan
produktif
11,80a
5,23b

Parameter
Panjang malai
(cm)
18,20b
23,25a

Jumlah biji per
malai
81,60b
102,23a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada Uji Duncan (p < 0,05).

PEMBAHASAN
Kadar Air Relatif (KAR) daun merupakan salah satu indikator utama
kekeringan pada tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan nilai KAR daun lebih dari 50% pada akhir periode cekama kekeringan
(12 hari setelah perlakuan) pada kedua varietas (Situ Patenggang dan Gogo
Wangi). Penurunan nilai KAR daun padi Gogo Wangi mencapai 56%, lebih besar
jika dibandingkan dengan padi Situ Patenggang yaitu 52%. Hal ini menunjukkan
bahwa padi Gogo Wangi mengalami penurunan tekanan turgor lebih besar.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), penurunan tekanan turgor tanaman
merupakan salah satu bentuk respons tanaman terhadap cekaman kekeringan dan
dapat dijadikan indikator apabila terjadi penurunan potensial air di daun.
Penurunan potensial air tersebut dapat disebabkan oleh penurunan kadar air di

9
media tumbuh. Kadar air media yang relatif rendah menyebabkan tanaman
mengalami kesulitan menyerap cukup air untuk kebutuhan metabolismenya.
Berdasarkan analisis kadar prolin daun, terlihat bahwa Gogo Wangi
mengalami peningkatan kadar prolin daun yang signifikan dibandingkan dengan
Situ Patenggang. Peningkatan yang signifikan pada padi Gogo Wangi mulai
terlihat pada 9 hari setelah perlakuan (HSP) dengan 1/4 KL volume penyiraman.
Respons fisiologi yang cukup penting sebagai mekanisme toleransi terhadap
cekaman kekeringan ialah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan turgor
dengan menurunkan potensial osmotik (Hamim et al. 1996). Dalam proses
penyesuaian osmosis, senyawa-senyawa terlarut yang biasa diakumulasi ialah gula
dan asam amino terutama prolin (Girousse et al. 1996). Secara umum kadar prolin
daun mengalami peningkatan akibat cekaman kekeringan (Sopandie et al. 1996).
Hal ini berkaitan dengan peran yang besar dari prolin sebagai osmoregulator.
Peningkatan kandungan prolin pada tanaman berhubungan dengan peningkatan
periode cekaman kekeringan (Aziz dan Khan 2003). Akumulasi prolin terjadi
pada jaringan tanaman sebagai respons terhadap kekeringan (Stewart dan
Voetberg 1985). Hasil yang berbeda terlihat pada varietas Situ Patenggang yang
telah diketahui tahan terhadap cekaman kekeringan. Varietas tersebut memiliki
respons bertahap terhadap cekaman kekeringan sejak awal periode pemberian
perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan prolin tanaman sebagai
adaptasi terhadap cekaman kekeringan bergantung pada jenis tanamannya.
Senyawa lain yang dihasilkan tanaman untuk menghadapi cekaman
kekeringan adalah asam organik seperti asam askorbat (ASA). Peningkatan
kandungan ASA secara signifikan terlihat pada padi Gogo Wangi dibandingkan
dengan Situ Patenggang. Kandungan ASA padi Situ Patenggang sebagai varietas
pembanding terlihat meningkat secara bertahap sejak 3 HSP. Perbedaan respons
kandungan ASA kemungkinan berkaitan dengan jenis dan respons tanaman dalam
menghadapi stres oksidatif akibat kekeringan (Violita 2007). Hal ini terutama
terjadi ketika tanaman mengalami stres kekeringan berat dan kehilangan air yang
berlebihan akibat transpirasi harus dikurangi. Asam askorbat (ASA) merupakan
senyawa antioksidan yang memiliki peranan penting pada proses fotosintesis saat
tanaman mengalami cekaman kekeringan. Peningkatan ASA pada tanaman
berfungsi untuk mereduksi radikal bebas yang terbentuk akibat kondisi cekaman
kekeringan (Mc Kersie dan Leshem 1994). Menurut Iturbe-Ormaetxe et al.
(1998), kandungan ASA mengalami peningkatan di dalam kloroplas ketika
tanaman mengalami cekaman kekeringan.
Kandungan KAR daun, kadar prolin, dan asam askorbat (ASA), karakter
fisiologis terhadap cekaman kekeringan antara varietas padi Situ Patenggang dan
Gogo Wangi berbeda. Padi Gogo Wangi lebih tahan terhadap cekaman kekeringan
jika dibandingkan dengan padi Situ Patenggang yang terlihat sangat responsif.
Padi Situ Patenggang sudah mengalami penurunan KAR sejak 3 HSP cekaman
kekeringan (Gambar 1). Penurunan KAR daun Situ Patenggang kemudian diikuti
dengan peningkatan kadar prolin sejak 3 HSP dan kandungan ASA sejak awal
perlakuan secara bertahap hingga 12 HSP (Gambar 2 dan 3). Di sisi lain padi
Gogo Wangi terlihat lebih tahan terhadap cekaman kekeringan. Hal ini terbukti
dengan penurunan KAR daun pada 9 HSP, yang diikuti dengan peningkatan kadar
prolin dan kandungan ASA yang baru terlihat pada 9 HSP cekaman kekeringan.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Arifai (2009), bahwa cekaman

10
kekeringan dapat menginduksi peningkatan kandungan ASA daun terutama pada
tumbuhan berdaun sempit mulai hari 8 HSP pada padi gogo.
Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan tinggi
tajuk dan panjang akar. Terjadinya penurunan tinggi tajuk diduga berkaitan
dengan penutupan stomata yang diikuti berkurangnya asimilasi CO2 sehingga
potensial reaksi fotosintesis menurun (Lawlor 2002). Pada kondisi cekaman
kekeringan pertumbuhan tajuk dan akar terhambat dengan penghambatan
pertumbuhan tajuk yang lebih besar dibandingkan akar. Hasil memperlihatkan
panjang akar kedua varietas dengan perlakuan cekaman kekeringan 1/4 KL lebih
panjang dibandingkan 1 KL dan 1/2 KL volume penyiraman. Hal ini dikarenakan
terjadinya respons secara morfo-fisiologi tanaman berupa pemanjangan akar
untuk mencari sumber air pada saat terjadi cekaman kekeringan (Taiz dan Zeiger
2010). Disamping itu, padi varietas Gogo Wangi mengalami pemanjangan akar
yang lebih panjang dibandingkan Situ Patenggang dalam merespons cekaman
kekeringan.
Cekaman kekeringan juga mempengaruhi bobot kering tajuk dan bobot
kering akar karena tinggi tajuk dan panjang akar yang terhambat. Penurunan
bobot kering tajuk dan bobot kering akar terbesar terjadi pada tanaman padi
dengan cekaman 1/4 KL penyiraman. Schütz dan Fangmeir (2001) menjelaskan
bahwa cekaman kekeringan pada gandum dapat menurunkan bobot biomassa
tajuk hingga 40%. Hasil menunjukkan bahwa meskipun panjang akar padi dengan
cekaman 1/4 KL lebih panjang dibandingkan 1 KL dan 1/2 KL volume
penyiraman, bobot kering akarnya lebih rendah. Hal ini dikarenakan peningkatan
panjang akar akibat cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan akar
lateral sehingga bobot kering akar menurun (Taiz dan Zeiger 2010). Akan tetapi
perlakuan cekaman kekeringan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan
per rumpun kedua varietas padi. Jumlah anakan per rumpun lebih dipengaruhi
oleh varietas dengan jumlah anakan Padi Situ Patenggang lebih banyak
dibandingkan dengan Gogo Wangi. Jumlah anakan per rumpun yang lebih banyak
berpotensi meningkatkan jumlah daun (Tabel 4).
Cekaman kekeringan juga mempengaruhi lama waktu berbunga dan umur
panen kedua varietas padi. Umur berbunga yang paling lama dijumpai pada
kelompok padi dengan cekaman 1/4 KL volume penyiraman (Tabel 5 dan 6). Hal
ini mungkin karena cekaman kekeringan menyebabkan laju fotosintesis terganggu
yang berakibat pada menurunnya hasil fotosintat yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun demikian, umur berbunga kedua varietas padi
berbeda. Padi Situ Patenggang berbunga lebih cepat dibandingkan dengan Gogo
Wangi. Umur berbunga yang berbeda menyebabkan umur panen yang berbeda
(Tabel 7).
Karakter reproduktif seperti jumlah anakan produktif, panjang malai, dan
jumlah biji per malai tidak dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Hasil
menunjukkan ketiga karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh perbedaan varietas
padi. Padi Situ Patenggang yang memiliki jumlah anakan per rumpun lebih
banyak berpotensi menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak.
Meskipun demikian, padi Gogo Wangi memiliki panjang malai rata-rata lebih
panjang sehingga jumlah biji per malainya lebih banyak (Tabel 8).

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan cekaman kekeringan terhadap padi Situ Patenggang dan Gogo
Wangi menyebabkan terjadinya peningkatan kadar prolin dan asam askorbat daun.
Padi Gogo Wangi lebih tahan terhadap kekeringan yang terbukti dengan
peningkatan kadar prolin dan ASA yang lebih signifikan jika dibandingkan
dengan Situ Patenggang yang lebih responsif. Cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan tinggi tajuk, bobot kering tajuk dan akar, namun tidak mempengaruhi
jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah
biji per malai. Padi Gogo Wangi berpotensi menjadi alternatif produksi pangan di
lahan kering yang mampu merespons cekaman kekeringan karena menghasilkan
prolin dan panjang akar yang lebih tinggi dibanding Situ Patenggang.
Saran
Penelitian sebaiknya dilakukan di ladang terbuka dengan cara tumpang sari.
Data produksi seperti bobot 100 atau 1000 biji dan persentase biji yang hampa
diperlukan untuk mengetahui pengaruh cekaman kekeringan terhadap
produktivitas padi.

DAFTAR PUSTAKA
Arifai M. 2009. Respon anatomi daun dan parameter fotosintesis padi gogo,
caisim, Echinochloa crussgalli L., dan bayam pada berbagai cekaman
kekeringan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Aziz I, Khan MA. 2003. Prolin and water status of some desert shrubs before and
after rains. Pak J Bot. 35(5):902-906.
Bates LS, Waldren RP, Teare ID. 1973. Rapid determination of free proline for
water-stress studies. Plant and Soil. 39:205-207.
De Datta SK dan Seshu DV. 1982. Evaluating rices for drought tolerance using
field screening and multilocation testing. Di dalam Int. Rice Res. Inst. Los
Banos. Drought resistance in crops with emphasis on rice. hlm. 245-263.
Farooq M, Wahid A, Kobayashi N, Fujita D, Basra SMA. 2009. Plant drought
stress: effects, mechanisms, and management. Agron. Sustain. Dev. 29:185-212.
Girousse C, Bournoville R, Bonnemain JL. 1996. Water defisit-induced changes
in concentrations in proline and some other amino acids in the phloem sap of
alfalfa. Plant Physiol.111:109-113.
Hamim, Sopandie D, Jusuf M. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan
fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati 1:30-34.
Istiawan H. 2010. Analisis produksi tanaman padi dan kaitannya dengan standar
kebutuhan masyarakat di Kabupaten Karanganyar antara tahun 2003 dan tahun
2007. [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

12
Iturbe-Ormaetxe I, Escuredo PR, Arrese-Igor C, Becana M. 1998. Oxidative
damage in pea plant exposed to water defisit or paraquat. Plant
Physiol.132:173-181.
Lawlor DW. 2002. Limitation to photosynthesis in water-stressed leaves: stomata
vs metabolism and the role of ATP. Ann. Bot. 89:871-885.
McKersie DB, Leshem YY. 1994. Stress and Stress Coping in Cultivated Plants.
Netherlands (NL): Kluwer Academic Publisher.
Prochazkova D, Sairam RK, Srivastava GC, Singh DV. 2001. Oxidative stress and
antioxidant activity as the basis of senescence in maize leaves. Plant Sci.
161:765-770.
Reiss C. 1993. Experiment in plant physiology: Part I; Plant biochemistry,
determination of ascorbic acid content of cabbage. hlm:1-7.
Salisbury FB, CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 edisi ke-4. Lukman
DR, Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Plant Physiology.
Schütz M, Fangmeir A. 2001. Growth and yield responses of spring wheat
(Triticum aestivum L. cv. Minaret) to elevated CO2 and water limitation.
Environ Pollut. 114:187-194.
Sopandie D, Hamim, Jusuf M, Heryani N. 1996. Toleransi tanaman kedelai
terhadap cekaman air: akumulasi prolin dan asam absisik dan hubungannya
dengan potensial osmotik daun dan penyesuaian osmotik. Bul Agron. 24:9-14.
Stewart CR, Voetberg G. 1985. Relationship between stress-induced ABA and
proline accumulations and ABA-induced praline accumulation in excised barley
leaves. Plant Physiol.79:24-7.
Suardi D. 1988. Ketahanan tanaman padi terhadap kekeringan. Buletin Penelitian,
Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. hlm:29-37.
Taiz L, Zeiger E. 2010. Plant Physiology. Sunderland (GB): Sinauer Pr.
Toha HM, Permadi K, Prayitno I. Yuliardi. 2005. Peningkatan produksi padi gogo
melalui pendekatan model pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu
(PTT). Makalah disampaikan pada seminar Puslitbang Tanaman Pangan.
Bogor, Juli 2005. Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan.
Bogor.
Violita. 2007. Komparasi respons fisiologi tanaman kedelai yang mendapat
cekaman kekeringan dan perlakuan herbisida paraquat: Kasus Kabupaten
Bogor [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

13
Lampiran 1 Kurva Standar untuk menentukan nilai kadar prolin daun
Grafik Kurva Standar Prolin Murni
Absorbansi (λ 520 nm)

1.200

y = 0.0167x + 0.058
R² = 0.9948

1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0

10

20

30

40

50

60

70

Konsentrasi Prolin (ppm)

Lampiran 2 Rumus yang digunakan untuk analisis asam arkorbat (ASA)
Standarisasi ASA murni (4 mg ASA murni equivalen dengan 1 ml dye):
mg ASA
1 ml DCIP

=

Jumlah ASA dalam ekstrak aliquat:
mg ASA per aliquat = vol DCIP titrasi (ml) x
Jumlah ASA dalam 100 mg sampel:
(

= mg ASA per aliquat x

(

)

)

x

Lampiran 3 Rumus yang digunakan untuk menghitung Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang dihitung dengan rumus:

W=

(

)

x 100%

Keterangan:
W
= Kapasitas Lapang
Tb = Berat Basah
Tk = Berat Kering
Volume penyiraman berdasarkan kapasitas lapang sebagai berikut:
P1 : volume 1300 mL ( 1 kapasitas lapang)
P2 : volume 650 mL ( 1/2 kapasitas lapang)
P3 : volume 325 mL (1/4 kapasitas lapang)

( )

14
Lampiran 4 ANOVA tinggi tanaman
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

a

15759.564

5

3151.913

105.147

.000

Intercept

291067.500

1

291067.500

9.710E3

.000

1791.607

2

895.803

29.884

.000

13555.376

1

13555.376

452.203

.000

Perlakuan * Varietas

412.581

2

206.291

6.882

.004

Error

719.431

24

29.976

Total

307546.495

30

16478.995

29

Perlakuan
Varietas

Corrected Total

Lampiran 5 ANOVA bobot kering tajuk
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

a

743.838

5

148.768

3.887

.010

19899.601

1

19899.601

519.988

.000

Perlakuan

384.242

2

192.121

5.020

.015

Varietas

143.227

1

143.227

3.743

.065

Perlakuan * Varietas

216.369

2

108.185

2.827

.079

Error

918.464

24

38.269

Total

21561.902

30

1662.302

29

Corrected Model
Intercept

Corrected Total

Lampiran 6 ANOVA panjang akar
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

1095.803a

5

219.161

14.576

.000

Intercept

28737.075

1

28737.075

1.911E3

.000

Perlakuan

844.574

2

422.287

28.086

.000

Varietas

200.208

1

200.208

13.316

.001

51.021

2

25.510

1.697

.205

Error

360.852

24

15.036

Total

30193.730

30

1456.655

29

Perlakuan * Varietas

Corrected Total

15
Lampiran 7 ANOVA bobot kering akar
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

104.417a

5

20.883

5.143

.002

Intercept

926.852

1

926.852

228.258

.000

Perlakuan

30.741

2

15.371

3.785

.037

Varietas

67.350

1

67.350

16.586

.000

6.326

2

3.163

.779

.470

Error

97.453

24

4.061

Total

1128.722

30

201.870

29

Perlakuan * Varietas

Corrected Total

Lampiran 8 ANOVA jumlah daun
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

5933.367a

5

1186.673

9.811

.000

111386.133

1

111386.133

920.864

.000

794.817

2

397.408

3.285

.055

5096.033

1

5096.033

42.130

.000

42.517

2

21.258

.176

.840

Error

2903.000

24

120.958

Total

120222.500

30

8836.367

29

Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Varietas
Perlakuan * Varietas

Corrected Total

Lampiran 9 ANOVA jumlah anakan per rumpun
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

a

502.242

5

100.448

9.517

.000

Intercept

4750.208

1

4750.208

450.079

.000

19.517

2

9.758

.925

.410

476.008

1

476.008

45.101

.000

6.717

2

3.358

.318

.730

Error

253.300

24

10.554

Total

5505.750

30

755.542

29

Perlakuan
Varietas
Perlakuan * Varietas

Corrected Total

16
Lampiran 10 ANOVA umur berbunga
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

26233.900a

5

5246.780

190.561

.000

Intercept

275904.300

1

275904.300

1.002E4

.000

340.350

2

170.175

6.181

.007

25872.033

1

25872.033

939.662

.000

21.517

2

10.758

.391

.681

Error

660.800

24

27.533

Total

302799.000

30

26894.700

29

Perlakuan
Varietas
Perlakuan * Varietas

Corrected Total

Lampiran 11 ANOVA umur panen
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

8680.567a

5

1736.113

820.211

.000

652097.633

1

652097.633

3.081E5

.000

295.267

2

147.633

69.748

.000

8366.700

1

8366.700

3.953E3

.000

Perlakuan * Varietas

18.600

2

9.300

4.394

.024

Error

50.800

24

2.117

Total

660829.000

30

8731.367

29

Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Varietas

Corrected Total

Lampiran 12 ANOVA jumlah anakan produktif
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

353.042a

5

70.608

14.040

.000

Intercept

2176.008

1

2176.008

432.678

.000

21.317

2

10.658

2.119

.142

323.408

1

323.408

64.307

.000

8.317

2

4.158

.827

.450

Error

120.700

24

5.029

Total

2649.750

30

473.742

29

Perlakuan
Varietas
Perlakuan * Varietas

Corrected Total

17
Lampiran 13 ANOVA panjang malai
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

200.012a

5

40.002

12.975

.000

12883.696

1

12883.696

4.179E3

.000

4.098

2

2.049

.665

.524

191.521

1

191.521

62.122

.000

4.392

2

2.196

.712

.501

Error

73.992

24

3.083

Total

13157.700

30

274.004

29

Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Varietas
Perlakuan * Varietas

Corrected Total

Lampiran 14 ANOVA jumlah biji per malai
Source

Type III SS

df

Mean Square

F

Sig.

4274.342a

5

854.868

5.376

.002

253460.208

1

253460.208

1.594E3

.000

Perlakuan

1031.267

2

515.633

3.242

.057

Varietas

3193.008

1

3193.008

20.078

.000

50.067

2

25.033

.157

.855

Error

3816.700

24

159.029

Total

261551.250

30

8091.042

29

Corrected Model
Intercept

Perlakuan * Varietas

Corrected Total

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali, pada tanggal 4 Juni 1988 dari ayahanda
Bisriyanto dan ibunda Wasiyem. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Pada tahun 2000 penulis lulus dari MI Muhammadiyah Putat, Desa
Keyongan, Kecamatan Nogosari, Boyolali, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri
1 Nogosari Boyolali. Pada tahun 2001 penulis pindah sekolah ke SMP IT Al
Hikmah Karanggede Boyolali dan lulus pada tahun 2004, hingga pada tahun 2007
penulis lulus dari SMA IT Al Hikmah Karanggede Boyolali. Pada tahun yang
sama, penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama Republik Indonesia. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis melaksanakan studi lapang di Wana Wisata
Cangkuang, Sukabumi dengan judul laporan Struktur Anatomi Organ-Organ
Tumbuhan Nepenthes sp. di bawah bimbingan Dr Triadiati, MSi. Pada tahun 2010,
penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul “Pengembangan
Industri Pemurnian Enzim Protease dari Jeroan Ikan Tuna dengan Teknologi
Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis” di bawah bimbingan Bambang Riyanto SPi,
MSi. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat
Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Serikat Petani Indonesia di Cibeureum,
Bogor, dengan judul laporan “Aspek Teknologi Pembenihan Pepaya Organik di
Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Bogor, Jawa Barat” di
bawah bimbingan Dr Drs Aris Tri Wahyudi, MSi dan Titis Priyo Widodo, STP.