FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK HOTEL KATEGORI RUMAH KOS (Studi Kasus pada Pemilik Usaha Kos-Kosan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman)

(1)

FACTORS THAT AFFECT LEVEL OF COMPLIANCE OF HOTEL TAX WHICH BOARDING HOUSE CATEGORY

(Study at Owner of Boarding House in Yogyakarta and Sleman)

SKRIPSI

Oleh

HARIO DHANESWORO 20120420483

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

FACTORS THAT AFFECT LEVEL OF COMPLIANCE OF HOTEL TAX WHICH BOARDING HOUSE CATEGORY

(Study at Owner of Boarding House in Yogyakarta and Sleman)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

HARIO DHANESWORO 20120420483

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

Nama : Hario Dhanesworo Nomor mahasiswa : 20120420483

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM

MEMBAYAR PAJAK HOTEL KATEGORI RUMAH KOS (Studi pada pemilik usaha kos-kosan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, Agustus 2016


(4)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya”

(Al-Baqarah 2:286)

“ Dari embrio kita sudah di desain sebagai pemenang dan sampai menutup usia kita adalah pemang.

Jadi jika jatuh bangkit dan coba lagi


(5)

Skripsi ini saya persembahankan untuk

Orang tua tercinta yang selalu mendoakan dan member semangat. Bude Odrie dan Pade Yanto yang sudah mensupport dalam berbagai hal. Teman-teman biar kalian semangat.


(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Theory of Planned Behavior ... 11

2. Pajak ... 13

3. Pajak Daerah ... 15

4. Pajak Hotel Katerogi Rumah Kos ... 17

5. Kepatuhan Wajib Pajak ... 18

6. Kesadaran Wajib Pajak ... 20

7. Pengetahuan Wajib Pajak ... 22

8. Sanksi Pajak ... 23

9. Pelayanan Fiskus ... 25

B. Penurunan Hipotesis ... 27


(7)

C. Kerangka Pemikiran ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Obyek Penelitian ... 32

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 32

C. Metode Pengumpulan Data ... 33

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 34

E. Uji Kualitas Data ... 38

1. Uji Validitas ... 38

2. Uji Reliabilitas ... 39

3. Uji Asumsi Klasik ... 39

F. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 41

1. Statistik Deskriptif ... 41

2. Alat Uji Hipotesis ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 44

B. Uji KualitasInstrumen dan Data ... 46

1. Uji Validitas ... 47

2. Uji Reliabilitas ... 48

3. Uji Asumsi Klasik ... 48

4. Uji Statistik Deskriptif ... 51

C. Uji Hipotesis ... 53

D. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Keterbatasan ... 61

C. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(8)

4.1. Responden Penelitian ... 44

4.2. Klasifikasi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

4.3. Klasifikasi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

4.4. Hasil Uji Validitas ... 47

4.5. Hasil Uji Reliabilitas ... 48

4.6. Hasil Uji Normalitas ... 49

4.7. Hasul Uji Multikolinearitas ... 50

4.8. Hasil UjiHeteroskedastisitas ... 51

4.9. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 52

4.10. Hasil Uji Analisis Berganda ... 53

4.11. Hasil Uji Nilai F ... 54


(9)

(10)

(11)

(12)

tax payers, tax penalties and the service tax authorities to obey tax compliance level to pay tax hotel, which boarding house category. Subject in this research is owner of boarding house in Yogyakarta and Sleman. In this research the sample amounting to 75 of boarding house owner. I’m using convenience sampling method. Analysis that be used in double regretion and SPSS.

Based on the analysis has done, got the result that knowledge of tax payers variable has an positive effect to obey tax compliance level to pay tax hotel, hich boarding house category. Instead the others variables has no effect to obey tax compliance level to pay tax hotel, which boarding house category.

Keywords: willingness to pay tax, knowledge of tax payers, tax penalties, service tax authorities, tax hotel, tax of boarding house more than ten rooms.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam melaksanakan pembangunan di Indonesia, pemerintah mengandalkan sumber dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Sumber penerimaan luar negeri misalnya pinjaman luar negeri, sedangkan sumber pendapatan dalam negeri misalnya penjualan migas dan non migas serta penerimaan pajak. Sumber pendapatan ini akan dialokasikan ke pembangunan nasional yang kegiatannya berlangsung secara terus-menurus dan berkesinambngan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tetapi dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, dalam melaksanakan pembangunan nasional masalah pembiayaan merupakan hal yang vital. Pembiayaan pembangunan ini direalisasikan ke dalam APBN. Pemerintah pun membuat kebijakan-kebijakan agar pengalokasian dana dapat terlaksana dengan efisien.

Peningkatan penerimaan pajak tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam pengawasannya dan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, karena penerimaan pajak merupakan sumber APBN terbesar yang diterima pemeintah. Peran pajak begitu besar dalam APBN, berbagai upaya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Antara lain adalah dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, dengan cara memperluas subjek dan objek pajak dengan menjaring wajib pajak baru.


(14)

Untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak hanya tugas dari pemerintah saja akan tetapi keikutsertaan masyarakat untuk aktif melakukan kewajibannya. Dengan berubahnya sistem dari Official Assesment menjadi Self Assesment System

dimana wewenang diberikan oleh wajib pajak dan menuntut untuk berperan aktif mulai dari menghitung, menyetor, hingga melaporkan sendiri pajak yang terhutang yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Untuk mewujudkan self assessment system dituntut kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Namun dalam kenyataannya belum semua potensi pajak yang ada dapat dimaksimalkan.

Beberapa kasus yang sering terjadi di Indonesia membuat masyarakat dan wajib pajak enggan untuk membayar pajak karena takut adanya penyalahgunaan pajak tersebut. Menurut Mardiasmo (2011) hambatan dalam pemungutan pajak dikelompokan menjadi perlawanan pasif dan aktif. Perlawanan pasif yang dimaksudkan adalah masyarakat enggan (pasif) membayar pajak karena sistem perpajakan yang rumit dan perlawanan aktif lebih kepada penghindaran membayar pajak dengan bentuk tax avoidance dan evasion.

Kondisi seperti ini sebelumnya diindikasikan menjadi faktor yang mendorong wajib pajak untuk melakukan tindakan tax avoidance (penghindaran pajak) yang sering kali menjurus pada praktik tax evasion (penggelapan pajak), yang merupakan salah satu tindakan kriminal dalam perpajakan. Pada umumnya setiap wajib pajak cenderung untuk meloloskan diri dari kewajibannya untuk menyetorkan pajak. Kecenderungan inilah yang disebut dengan ketidakpatuhan


(15)

wajib pajak. Wajib pajak dikatakan patuh apabila wajib pajak dapat memenuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Kepatuhan wajib pajak mempunyai hubungan dengan penerimaan pajak karena apabila kepatuhan dari wajib pajak meningkat maka secara tidak langsung juga akan memperbesar penerimaan negara dari sektor pajak. Menurut Rustiyahningsih (2011) menyatakan bahwa kepatuhan dalam bidang perpajakan berarti suatu keadaan dimana Wajib Pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara disiplin dan taat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepatuhan wajib pajak diartikan sebagi suatu keadaan dimana wajib pajak patuh dan mempunyai kesadaran dalam memenuhi kewajibannya.

Menurut Widayati dan Nurlis (2010) kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan masa akan datang. Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006).

Wajib pajak yang memiliki yang memiliki kesadaran rendah akan cenderung untuk tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sikap negatif dari wajib pajak dengan tidak memenuhi kewajibannya akan membebani pemerintah. Penilaian positif wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi


(16)

negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak (Suyatmin, 2004).

Kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang peraturan pajak dan tata cara dalam membayar pajak juga mempengaruhi kepatuhan dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Masalah tingkat pengetahuan dan pemahaman perpajakan dari wajib pajak perlu untuk dibahas karena pengetahuan dan pemahaman perpajakan adalah salah satu faktor potensial bagi bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam memenuhi perpajakannya.

Menurut Mutia (2014) tingkat pengetahuan dan pemahaman adalah suatu proses peningkatan pengetahuan secara intensif yang dilakukan seorang individu dan sejauh mana ia mengerti dengan benar akan suatu permasalahan yang ingin diketahui. Pemahaman dan pengetahuan tentang peraturan perpajakan akan meningkatkan kemauan membayar pajak wajib pajak, karena wajib pajak yang sudah memahami peraturan pajak kebanyakan berfikir lebih baik membayar pajak dari pada kena sanksi pajak (Handayati, dkk, 2012).

Sanksi juga diperlukan agar peraturan atau perundang-undangan tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan ditaati/dipatuhi/dituruti (Mardiasmo, 2011). Wajib pajak akan melaksanakan kewajibannya bila dirasa sanksi yang dikenakan lebih merugikannya daripada membayar pajak. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar wajib pajak, maka akan semakin berat bagi wajib pajak untuk melunasi (Jatmiko, 2006).


(17)

Pelaksanaan sanksi perpajakan diterapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana yang terlah diatur oleh undang-undang perpajakan. Perlaksanaan sanksi pajak kepada wajib pajak dapat menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Mutia, 2014). Usaha memaksimalkan penerimaan pajak dibutuhkan peran aktif dari para wajib pajak dan adanya peningkatan kualiatas dan pelayanan fiskus, karena wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayakan disalahgunkan oleh aparat pajak itu sendiri.

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2006). Dan melayani adalah membantu menyiapakan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sehingga, kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Agar wajib pajak tetap patuh terhadap keewajiban perpajakannya dibutuhkan peran yang lebih dari sekedar pemeriksa.

Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakt guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat.


(18)

Dalam meningkatkan infrastruktur daerah senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan, salah satunya yang didapat dari pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah tercantum dalam Undang-undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah adalah iuran wajib pajak oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Setiawan, 2014). Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang kusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Salah satu pajak daerah dan retribusi daerah adalah pajak hotel.

Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dimana sudah tercantum dalam pasal 7 tarif pajak hotel termasuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 kamar dikenakan tarif pajak sebesar 10%. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No.1 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel yang tercantum dalam pasal 6 tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10%, kecuali untuk rumah kos tarif pajak ditetapkan sebesar 5% dengan jumlah kamar lebih dari 10 kamar. Sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak hotel yakni sistem Self Assessment, Pemerintah memberikan wewenang kepada pemilik usaha kos atau wajib pajak untuk menentukan sendiri besaran pajak yang terhutang. Dengan adanya sistem ini seharusnya wajib pajak dapat mengelola dan mengatur kewajiban perpajakannya.


(19)

Akan tetapi kewenangan yang diberikan tidak sepenuhnya dijalankan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Yang terjadi justru membuat wajib pajak menjadi lebih mudah untuk menyelewengkan kewajiban perpajakannya.

Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak membaha tentang pengaruh kepatuhan wajib pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Arum (2012) tentang Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan usaha dan Pekerjaan Bebas, hasilnya menunjukkan Kesadaran, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam penelitian ini, penulis menambahkan variabel independen yaitu Pengetahuan Wajib Pajak. Mutia (2014) yang meneliti tentang kepatuhan wajib pajak orang prbadi KPP Pratama Padang menemukan bahwa tingkat pemahaman wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis lebih lanjut dalam sebuah penelitian yang berjudul Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hotel Kategori Rumah Kos (Studi Kasus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman)


(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di KotaYogyakarta dan Kabupaten Sleman?

2. Apakah pengetahuan wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman?

3. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman?

4. Apakah pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Untuk menguji adanya pengaruh positif antara kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.


(21)

2. Untuk menguji adanya pengaruh positif antara pengetahuan wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

3. Untuk menguji adanya pengaruh positif antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

4. Untuk menguji adanya pengaruh positif antara pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan wawasan atau informasi serta referensi bacaan pada perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terutama program studi Akuntansi Perpajakan. Serta memberikan pengetahuan yang lebih mendalam bagi pengembangan ilmu ekonomi khususnya yang berhubungan dengan bidang Akuntansi Pajak tentang kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos.

2. Manfaat Praktis

Bagi Pemerintah dan Masyarakat atau wajib pajak diharapkan dapat berkerjasama baik secara peraturan perundang-undangan yang berlaku


(22)

menurut undang-undang dan juga atas kesadaran dalam membayar pajak, pengetahuan wajib pajak, sanksi pajak, serta pelayanan fiskus yang terus ditingkatkan sehingga penerimaan pajak meningkat.

a. Pemerintah

Dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan penerimaan pajak hotel kategori rumah kos.

b. Masyarakat

Untuk meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak atas usaha yang dilakukan dan menjadi sumber pengetahuan tentang pajak.

c. Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dan sebagai bahan acuan penelitian yang sama di masa yang akan datang yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Theory of Planned Behavior

Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor (Mustikasari, 2007), yaitu:

a. Behavioral Beliefs.

Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

b. Normative Beliefs.

Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.

c. Control Beliefs.

Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Penelitian tentang kepatuhan pajak telah banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah


(24)

penelitian Mustikasari (2007). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs).

Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak.

Sanksi pajak terkait dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.


(25)

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap

intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007). Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah wajib pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka wajib pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut.

2. Pajak

Pengertian atau definisi perpajakan sangat berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Menurut Mardiasmo (2011) Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) serta tidak mendapat jasa timbal secara langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Sedangkan Menurut Waluyo (2011) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran


(26)

umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (10) pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam membangun infrastruktur nasional diperlukan peranan pemerintah dalam mengatur seluruh sektor perekonomian suatu negara dan untuk mewujudkannya diperlukan keikutsertaan masyarakat untuk aktif membantu pemerintah dalam membangun infrastruktur negara, dengan melaksanakan kewajibannya membayar pajak, selain itu dibutuhkan biaya yang besar dan biaya tersebut diperoleh pemerintah yang salah satunya berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara dan paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakan partisipasi masyarakat kepada negara.

Pajak merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tujuan membiayai pengeluaran negara. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan negara. Adapun jenis fungsi pajak sebagai berikut :


(27)

a. Fungsi Anggaran (budgetair).

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

b. Fungsi Mengatur (regulerend).

Pemeintah dapt mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara.

c. Fungsi Stabilitas.

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan.

Pajak dapat digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, seperti membiayai pembangunan negara, sarana dan prasarana umum, transportasi umum dan membuka lapangan kerja baru sehingga pendapatan masyarakat meningkat.

3. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran


(28)

rakyat. Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009, pajak di Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Pajak Provinsi

1) Pajak kendaraan bermotor.

2) Bea balik nama kendaraan bermotor. 3) Pajak Bahan bakar kendaraan bermotor. 4) Pajak air permukaan.

5) Pajak rokok. b. Pajak kabupaten / kota

1) Pajak hotel. 2) Pajak restoran. 3) Pajak hiburan. 4) Pajak reklame.

5) Pajak penerangan jalan. 6) Pajak parkir.

7) Pajak air yanah.

8) Mineral bukan logam dan batuan. 9) Sarang burung walet.

10) Bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

11) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel serta mencakup seluruh persewaan di hotel. Pengenaan pajak hotel tidaklah merata diseluruh kabupaten/kota di Indonesia dikarenakan


(29)

terkait dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak daerah. pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan (Siahaan, 2010).

4. Pajak Hotel Kategori Rumah Kos

Dari jenis pajak hotel tersebut, usaha rumah kos menjadi pilihan masyarakat dirasa dapat menghasilkan penghasilan yang dapat dibilang menguntungkan. Akan tetapi banyak masyarakat yang kurang memahami tentang peraturan atau tata cara pembayaran pajak atas rumah kos tersebut. Sehingga masyarakat yang memiliki usaha rumah kos belum begitu memiliki pemahaman bahwa ada Peraturan daerah yang mengatur tentang usaha rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Di dalam Peraturan Kota Daerah Yogyakarta No.1 Tahun 2011 tentang pajak daerah tentang pajak hotel dimana fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, mencangkup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 kamar, dan tarif pajak yang dikenakan sebesar 10%, sedangkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No.1


(30)

Tahun 2011 menetapkan tarif sebesar 5%. Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebesar 10% untuk Kota Yogyakarta dan 5% untuk Kabupaten Sleman dengan jumlah kamar yang disewakan wajib pajak.

5. Kepatuhan Wajib Pajak

Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayan fiskus, penegakan hukum, dan pemeriksaan pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assessment system dimana wewenang sepenuhnya diberikan kepada wajib pajak dan menuntut wajib oajak untuk berperan aktif serta meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak mulai dari menghitung, menyetor, hingga melaporkan sendiri pajak terhutangnya. Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan suatu negara yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela.

Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut Self Assessment system di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan atau wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya. Untuk memenuhi kewajiban dan melaksanakan hak


(31)

perpajakan wajib pajak, menurut Muliari dan Setiawan dalam Arum (2012) menjelaskan bahwa kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.

Di tahun 2012 Peraturan Mentri Republik Indonesia menjadi No.74/PMK.03/2012 tentang tata cara penetapan dan pencabutan penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Persyaratan dan


(32)

penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu terdapat di Pasal 2. Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

6. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia untuk memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Dibutuhkan motivasi yang kuat untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak membayar pajak.

Irianto dalam Vanesa dan Hari (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk


(33)

membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak yaitu :

a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.

b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.

c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.

Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajak. Namun sebaliknya semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, maka aka semakin tinggi juga tingkat prasangka negatif. Dengan kata lain kesadaran tumbuh dari dalam masing-masing individu itu sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun Susanto (2012).

Kesadaran masyarakat yang tinggi akan mendorong semakin banyaknya masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan mengikuti sistem self assessment yaitu mulai dari menghitung melaporkan hingga membayar pajaknya sendiri sebagai wujud tanggung jawab terhadap negara.


(34)

7. Pengetahuan Wajib Pajak

Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan diadakannya penyuluhan tentang peraturan perpajakan, sehingga pengetahuan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya meningkat. Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak.

Pengetahuan peraturan perpajakan dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotong royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan adanya sistem ini diharapkan para wajib pajak tau akan fungsi pembayaran pajak. Dan diharapkan sistem ini dapat terwujud keadilan. Yang dimaksud adil disini wajib pajak menghitung dengan sesuai ketentuan perpajakan dan pemerintah tau menggunakan semua ini sesuai kebutuhan guna untuk membangun negara.

Menurut Widayati dan Nurlis (2010) terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan sebagai berikut:

a. Kepemilikan NPWP.


(35)

c. wajib pajak.

d. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak. e. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.

f. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui

g. sosialisasi yang dilakukan oleh KPP.

h. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui

i. Training perpajakan yang mereka ikuti.

8. Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan Self Assessment System dalam rangka pelaksaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menhitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri.Penting bagi wajib pajak untuk memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi huum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.

Saefudin (2003), undang-undang pajak dan peraturan pelaksaan tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa perioritas untuk


(36)

mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Adanya sanksi yang ditetapkan oleh pemerintah mempengaruhi niat wajib pajak untuk tidak melakukan pelanggaran hukum. Akan tetapi diperlukan pengawasan dan pemeriksaan oleh pemerintah agar pelanggaran yang menyangkut tentang pajak dapet diminimalisir.

Dalam undang-undang perpajakan ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011). Pada Perda Kota Yogyakarta No.1 Tahun 2011 pasal 71 ayat (2) dikenakannya Sanksi administrasi apabila SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak dan pasal 89 ayat (2) wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat merugikan keuangan daerah dapat dpidana dengan pidana kurungan paling lama 2(dua) tahun atau denda paling banyak 4(empat) kali jumlah terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pemberlakuan sanksi yang sama pada Perda Kabupaten Sleman No.1 Tahun 2011 pasal 13 ayat (2) dikenakannya sanksi administrasi berupa 2% (dua persen) paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung


(37)

saat terutangnya pajak dan pasal 32 ayat (2) juga diterapkan sanksi pidana yang sama dengan Perda Kota Yogyakarta.

9. Pelayanan Fiskus

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasaan pelanggan (Utami dkk, 2012). Kualitas fiskus sangat menentukan didalam efektivitas pelaksaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten dibidang perpajakan ,memiliki kecakapan teknis dan bermoral tinggi. Menurut Suhartini (2012), Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak, dan perundang-undangan perpajakan (Arum, 2012).

Selama ini wajib pajak masih mempersepsikan pajak adalah pungutan wajib bukan sebagai wujud peran serta dalam pembangunan karena mereka belum merasakan dampak secara nyata pajak bagi masyarakat dan negara, apalagi ditambah persepsi mereka terhadap petugas pajak. Selain itu masih banyak wajib pajak yang berpersepsi negatif terhadap petugas pajak yang terlihat dari rendahnya pelayanan


(38)

petugas pajak (Supriati dan Hidayati dalam Hakim, 2015). Tjiptono

(2006) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang/ persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang/ persepsi konsumen.

Dalam kaitannya dengan pelayanan yang berkualitas (Supriono dalam Mutia, 2014) mengungkapkan perlunya beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Tepat dan relevan, artinya pelayanan harus mampu melebihi preferensi, harapan dan kebutuhan individu dan masyarakat.

b. Tersedia dan terjangkau, artinya pelayanan harus dapat dijangkau oeh setiap orang atau kelompok yang mendapat prioritas.

c. Dapat menjamin rasa keadilan, artinya terbuka dalam memberikan perlakuan terhadap individu atau kelompok dalam keadaan yang sama.

d. Dapat diterima, artinya pelayanan memberikan kualitas apabila dilihat dari teknis/cara, kualitas, kemudahan, kenyamanan, menyenngkan, dapat diandalkan, tepat waktu, cepat, responsif dan manusiawi.

e. Ekonommis dan efisien, artinya dari sudut pandang pengguna pelayanan dapat dijangkau melalui tarif pajak oleh semua lapisan masyarakat.

f. Efektif, artinya menguntungkan bagi pengguna dan semua lapisan masyarakat.


(39)

B. Penurunan Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, kajian teori dan kerangka konseptual diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis terhadap permasalahan tersebut sebagai berikut :

1. Pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010).

Mutia (2014) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh signifikan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran wajib pajak, maka kepatuhan wajib pajak tentu akan meningkat pula.

Sedangkan dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010) menyatakan bahwa kesadaran membayar pajak tidak berpengaruh terhadap kesadaran dalam membayar pajak wajib pajak, hal ini dikarnakan adanya tiga fakto yaitu pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.


(40)

H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2. Pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan pajak Pengetauan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan dan hasil penelitian bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak akan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Dalam penelitian Utami dkk (2012) dan Mutia (2014) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan Pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan membayar pajak. Pengetahuan dan pemahaman dapat merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati dan Nurlis, 2012).

H2 : Pengetahuan wajib pajak berpengaruh positf terhadap kepatuhan wajib pajak


(41)

3. Pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara mambayar uang karena melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sankisi denda adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara mambayar uang (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013).

Penting bagi wajib pajak untuk memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi huum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dalam undang-undang perpajakan ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011).

Sedangka menurut Hananto (2015) sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak membayak pajak karena dalam pembayaran pajak PBB setelah jatuh tempo tidak ada hukuman yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pajak terhadap wajib pajak selain denda administrasi sebesar 2%.

H3 : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak


(42)

4. Pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak

Kualitas fiskus sangat menentukan didalam efektivitas pelaksaan peraturan perundang-undangan. Menurut Suhartini (2012), Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak.

Tjiptono (2006) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang/ persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang/ persepsi konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan.

Sedangkan penelitian Andinata (2015) menyatakan bahwa kualitas fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, selama ini peranan fiskus kebanyakan hanya sebagai pemeriksa saja seharusnya adanya peranan lebih dari fiskus agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya.

H4 : Pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.


(43)

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan dan mengungkapkan keterkaitan antara variable yang akan diteliti, berdasarkan latar belakang, rumusan msalah, dam kajian teori yang telah dikemukakan diatas untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak hotel kategori rumah kos. Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang akan menghubungkan antara variable dalam penelitian ini :

+ + + + Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Kesadaran ( X1 )

Kepatuhan ( Y ) Pengetahuan ( X2 )

Sanksi Pajak ( X3 ) Pelayanan Fiskus ( X4 )


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten sleman. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan convenience sampling. Metode ini memilih sampel dari wajib pajak pemilik kos-kosan yang memmiliki kamar diatas 10 (sepuluh) kamar. Pengambilan sampel yang sesuai dengan ketentuan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan, misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.

B. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah jenis data yang berasal dari hasil wawancara atau kuesioner atau data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dengan menggunakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden.

Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini sebagai pendukung penulisan. Sumber data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah


(45)

dipublikasikan seperti kepustakaan berupa literatur-literatur, laporan-laporan, dokumen-dokumen resmi, jurnal dan internet maupun dari lembaga seperti Dinas Pendapatan Daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan kajian literatur dari publikasi maupun data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Yogyakarta. Sedangkan metode pengumpulan data primer dengan cara metode survei menggunakan media angket (kuesioner). Adanya sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada responden dan responden memberi jawaban sesuai dengan pendapat mereka yang sudah tersedia. Penyebaran kuisioner ke responden menggunakan skala ordinal dengan teknik pengukuran skala likert yaitu setiap pertanyaan diberikan score 1-5 dengan skema mulai dari sangat setuju (SS) diberi angka 5, hingga sangat tidak setuju (STS) diberi angka 1. Perinciannya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Skor Skala Likert

No Notasi Skor

1 SS = Sangat Setuju 5

2 S = Setuju 4

3 N = Netral 3

4 TS = Tidak Setuju 2


(46)

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak. Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Variabel Dependen

a. Kepatuhan wajib pajak

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan suatu negara yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari lima item pertanyaan kemauan bayar pajak yang dikembangkan oleh Widayati dan Nurlis (2010). Pengukuran variabel ini diukur dengan skala likert untuk 6 pertanyaan yang dikembangkan oleh Mutia (2014) yaitu:

1) Wajib pajak menyediakan data-data yang lengkap ketika pemeriksaan pajak dilakukan

2) Wajib pajak mengisi formulir pajak dengan lengkap dan benar 3) Wajib pajak menghitung pajak terutang dengan jumlah yang

benar


(47)

5) Wajib pajak membayar pajak sesuai dengan tarif yang dibebankan

6) Wajib pajak tidak melakukan penunggakan dalam membayar pajak

2. Variabel Independen a. Kesadaran wajib pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Pengukuran variabel ini diukur dengan skala likert untuk 5 pertanyaan yang dikembangkan oleh Mutia (2014) yaitu :

1) Pajak adalah iuran rakyat untuk dana pengeluaran umum pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintah

2) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara

3) Pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara

4) Penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara


(48)

b. Pengetahuan wajib pajak

Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan diadakannya penyuluhan tentang peraturan perpajakan, sehingga pengetahuan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya meningkat. Pengukuran variabel ini diukur dengan skala likert untuk 6 pertanyaan yang dikembangkan oleh Widayati dan Nurlis (2010) yaitu:

1) Setiap Wajib Pajak yang memiliki penghasilan harus mendaftarkan diri untuk menperoleh NPWP

2) Setiap wajib pajak harus mengetahui hak dan kewajibannya dalam perpajakan

3) Jika tidak melaksanakan kewajiban perpajakan, maka akan dikenakan sanksi pajak.

4) Pajak yang dibayar dihitung berdasarkan pernghasilan neto dikurangi PTKP kemudian dikalikan dengan tarif yang berlaku.

5) Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak diperoleh dari sosialisasi yang diadakan oleh KPP

6) Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak diperoleh dari training


(49)

c. Sanksi Pajak

Dalam undang-undang perpajakan ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011). Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan Self assessment system dimana dalam rangka pelaksanaannya wewenang sepenuhnya diberikan kepada wajib pajak mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terhutang sendiri. Pengukuran variabel ini diukur dengan skala likert untuk 5 pertanyaan yang dikembangkan oleh Mutia (2014) yaitu:

1) Wajib pajak akan diberi sanksi jika terlambat atu tidak memenuhi kewajiban perpajakannya

2) Wajib pajak akan diberi sanksi jika menyembunyikan objek pajaknya

3) Wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi jika tidak membayar/kurang membayar pajak terutang saat jatuh tempo 4) Wajib pajak akan diberi sanksi jika dengan sengaja

memperlihatkan dokumen palsu atau dipalsukan

5) Wajib pajak akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku


(50)

d. Pelayanan Fiskus

Menurut Arum (2012) pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang (dalam arti wajib pajak). Pengukuran variabel ini diukur dengan skala likert untuk 4 pertanyaan yang dikembangkan oleh Arum (2012) yaitu:

1) Petugas pajak telah memberikan pelayanan pajak dengan baik 2) Bapak/ibu merasa bahwa penyuluhan yang dilakukan oleh

petugas pajak dapat membantu bapak/ibu mengenai hak dan kewajiban bapak/ibu selaku wajib pajak

3) Petugas pajak senantiasa memperhatikan keberatan wajib pajak atas pajak yang dikenakan

4) Cara membayar dan melunasi pajak adalah mudah/efisien.

E. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antar skor


(51)

masing-masing butir pertanyaan dengan skor total. Seluruh pertanyaan dalam variabel memiliki tingkat signifikansi di bawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh butir pertanyaan dikatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas berguna untuk menetapkan bahwa instrument kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang sama atau konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa adanya reliabilitas yang konsisten. Dalam penelitian ini untuk menilai konsistensi dari instrumen penelitian menggunakan teknik dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha.

3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen memiliki distribusi data yang normal atau tidak. Ada dua cara untuk mendeteksi distribusi normal pada residual, yaitu dengan menggunakan analisis grafik dan uji statistik Kolmogorov–Smirnov (Ghozali, 2006). Menurut Ghozali (2006), uji normalitas dengan menggunakan grafik dapat dideteksi dengan melihat penyebaran titik pada titik sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram, maka menunjukkan pola berdistribusi normal, sehingga model regresi memenuhi asumsi


(52)

normalitas. Hal tersebut berlaku juga sebaliknya. Cara pengambilan keputusan untuk uji statistik Kolmogorov–Smirnov adalah sebagai berikut (Ghozali, 2006):

1) Jika nilai Sig. < α (0,05), berarti data residual tidak berdistribusi

normal.

2) Jika nilai Sig. > α (0,05), berarti data residual berdistribusi

normal.

b. Uji Multikolinieritas.

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antarvariabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance

ӊ0,10 dan nilai VIF Ӌ10, maka menunjukkan adanya multikolonieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance residual dari satu pengamatan ke yang lain bersifat tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Namun jika dua pengamatan tersebut berbeda, maka disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Untuk menguji heteroskedastisitas ini menggunakan uji gletser dengan melihat apakah nilai t hitung lebih kecil dari t tabel, atau dengan melihat apakah nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.


(53)

F. Uji Hipotesis dan Analisa Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan variabel yang ada dalam penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), nilai maksimum (maks), nilai minimum (min), dan standar deviasi.

2. Alat Uji Hipotesis a. Regresi berganda

Analisis data menggunakan model persamaan regresi berganda untuk menguji adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

KP = α + β1KS + β2PT + β3SP + β4PF+ ε Dengan keterangan,

KP = Kepatuhan Wajib Pajak α = Konstanta

β1- β4 = Koefisien Regresi KS = Kesadaran Wajib Pajak PT = Pengetahuan Wajib Pajak SP = Sanksi Pajak

PF = Pelayanan Fiskus ε = eror


(54)

b. Uji Nilai F.

Pada dasarnya uji nilai F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka hipotesis alterntif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

c. Uji Koefisien Determinasi.

Uji ini bertujuan untuk menentukan proporsi atau persentase total variasi dalam variabel terikat yang diterangkan oleh variabel bebas. Analisis yang digunakan adalah regresi berganda, maka yang digunakan adalah Adjusted R-Square. Nilai koefisien determinasi Adjusted R-Square adalah antara 0 dan 1. Nilai yang menedekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. (Ghozali, 2006).

d. Uji Nilai t.

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Derajat signifikasi yang digunakan adalah 5%. Apabila nilai signifikan lebih kecil dari


(55)

derajat kepercayaan maka hipotesis alternatif dapat diterima, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha rumah kos di Kota Yogayakarta dan Kab.Sleman. Berdasarkan metode

convenience sampling, telah diperoleh jumlah sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 61 kos-kosan. Adapun prosedur pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

TABEL 4.1. Responden Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Kuesioner yang disebarkan 75 2 Kuesioner yang Kembali 61

3 % kembali 81,3%

4 Kuesioner yang Dianalisis 61 Sumber : Data Primer, diolah 2016

Rincian perolehan kuesioner dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran rakapitulasi data. Setelah data terkumpul, kemudian data diedit (editing), diberi kode

(coding), dan ditabulasi (tabulating). Untuk selanjutnya dianalisis dengan bantuan program statistik komputer SPSS.


(57)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 61 responden, maka dapat diindentifikasi mengenai karakteristik responden sebagai berikut :

1. Jenis Kelamin.

Berdasarkan jenis kelamin, maka responden dalma penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 4.2.

Kalisifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 36 59%

2 Wanita 25 41%

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah pria sebanyak 36 responden atau 59% dan wanita sebanyak 25 responden atau 41%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pemilik kos-kosan di Kota Yogayakarta dan Kabupaten Sleman berjenis kelamin pria.

2. Tingkat Pendidikan.

Berdasarkan tingkat pendidikan, maka responden dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut:


(58)

Tabel 4.3.

Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMU / Sederajat 13 21%

2 Diplomat / Sarjana 46 76%

3 Pascasarjana 2 3%

Total 61 100%

Sumber : Data Primer, Diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini adalah sebagian besar berpendidikan Diplomat/Sarjana sebanyak 46 responden atau 76% dan sebagian kecil berpendidikan SMU/Sederajat dan Pascasarjana sebanyak 13 dan 2 responden atau 21% dan 3%. Hal ini menunjukan bahwa dari segi pendidikan pemilik kos-kosan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman mempunyai pendidikan terakhir Diplomat/Sarjana.

B. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas.

Uji validitas ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antar skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor total. Seluruh pertanyaan dalam variabel memiliki tingkat signifikansi di bawah 0,05 sehingga dapat


(59)

disimpulkan bahwa seluruh butir pertanyaan dikatakan valid. Berikut adalah hasil uji validitas dari lima variabel dengan 61 sampel responden:

Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas

Pertanyaan Sig. Pearson

Correlation Keterangan

KP1 0,00 0,704 Valid

KP2 0,00 0,729 Valid

KP3 0,00 0,821 Valid

KP4 0,00 0,638 Valid

KP5 0,00 0,771 Valid

KP6 0,00 0,562 Valid

KS1 0,00 0,463 Valid

KS2 0,00 0,652 Valid

KS3 0,00 0,823 Valid

KS4 0,00 0,689 Valid

KS5 0,00 0,641 Valid

PT1 0,00 0,734 Valid

PT2 0,00 0,520 Valid

PT3 0,00 0,810 Valid

PT4 0,00 0,808 Valid

PT5 0,00 0,529 Valid

PT6 0,00 0,472 Valid

SP1 0,00 0,570 Valid

SP2 0,00 0,871 Valid

SP3 0,00 0,846 Valid

SP4 0,00 0,880 Valid

SP5 0,00 0,707 Valid

PF1 0,00 0,673 Valid

PF2 0,00 0,679 Valid

PF3 0,00 0,696 Valid

PF4 0,00 0,790 Valid


(60)

2. Uji Reliabilitas.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini untuk menilai konsistensi dari instrumen penelitian. Teknik yang digunakan dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha. Berikut adalah hasil uji reliabilitas lima variabel:

Tabel 4.5. Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach's Alpha N of Items

.688 5

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa nilai koefisien

cronbach alpha variabel-variabel penelitian sebesar 0,688. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut memiliki reliabilitas moderat.

3. Uji Asumsi Klasik.

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui kelayakan atas model regresi yang digunakan untuk penelitian. Pengujian asumsi klasik yang akan diuji dalam model persamaan penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.


(61)

a. Uji Normalitas.

Uji normalitas digunakan untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, alat uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov terhadap data residual regresi. Berikut adalah hasil dari uji normalitas data:

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Unstandardized

Residual .071 61 .200

*

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa nilai Sig sebesar

0.200 lebih besar dari nilai α 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa

hasil residual menyebar normal. b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji adanya korelasi antar variable independen pada nilai Tolerance dan nilai Variance inflation Factor (VIF) dalam Collinearity Statistics. Nilai cut off yang dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai VIF > 10 atau nilai Tolerance < 0,1. Berikut adalah hasil dari uji multikolinearitas:


(62)

Tabel 4.8.

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 18.307 3.862 4.740 .000

TOTAL_KS -.060 .163 -.047 -.367 .715 .871 1.148

TOTAL_PT .505 .196 .476 2.579 .013 .418 2.392

TOTAL_SP .020 .152 .022 .132 .896 .491 2.036

TOTAL_PF -.282 .188 -.196 -1.498 .140 .835 1.198

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa seluruh variable independen memiliki nilai Tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel independen dalam model regresi ini. c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi. Berikut adalah hasil uji heteroskedastisitas:


(63)

Tabel 4.9.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.998 2.160 -.462 .646 TOTAL_KS .126 .091 .193 1.381 .173 TOTAL_PT .029 .109 .053 .261 .795 TOTAL_SP -.033 .085 -.073 -.393 .695 TOTAL_PF .025 .105 .034 .235 .815 Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.9. dapat diketahui bahwa setiap variabel dalam model regresi penelitian memiliki nilai sig diatas 5% atau 0,005. Maka dapat disimpulkan bahwa asumsi non-heteroskedastisitas terpenuhi.

4. Uji Statistik Deskriptif.

Bagian ini menggambarkan dan mendeskripsikan variable yang ada dalam penelitian yang terdiri dari rata-rata (mean), nilai maksimum (max), nilai minimum (min), dan standar deviasi. Berikut adalah hasil dari uji statistik deskripsi:


(64)

Tabel 4.6.

Hasil Uji Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TOTAL_KP 61 20 30 24.93 2.394

TOTAL_KS 61 16 24 19.13 1.875

TOTAL_PT 61 18 28 22.28 2.259

TOTAL_SP 61 15 25 19.49 2.681

TOTAL_PF 61 7 18 12.31 2.292

Valid N (listwise) 61

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa variabel kepatuhan wajib pajak yang ditunjukan dengan simbol KP, memiliki nilai minimum sebesar 20, nilai maksimum sebesar 30, nilai rata-rata sebesar 24,93, dengan standar deviasi sebesar 2,394. Variabel kesadaran dengan simbol KS memiliki nilai minimum sebesar 16, nilai maksimum sebesar 24, nilai rata-rata sebesar 19,13, dengan standar deviasi sebesar 1,875.

Variable pengetahuan dengan simbol PT memiliki nilai minimum sebesar 18, nilai maksimum sebesar 28, nilai rata-rata sebesar 22,28, dengan deviasi sebesar 2,259. Variabel sanksi pajak dengan simbol SP memiliki nilai minimum sebesar 15, nilai maksimum sebesar 25, nilai rata-rata 19,49, dengan deviasi sebesar 2,681. Variable pelayanan fiskus dengan simbol PF memiliki nilai minimum sebesar 7, nilai maksimum sebesar 18, nilai rata-rata sebesar 12,31, dengan deviasi 2,292.


(65)

C. Uji Hipotesis

1. Analisis Regresi Berganda

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, karena menggunakan lebih dari dua variabel. Analisis regresi berganda bertujuan untuk menuntukan ada atau tidaknya pengaruh variabel indepeden yaitu kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sanksi pajak, pelayanan fiskus berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos.

Berikut ini adalah hasil pengujian model regresi : Tabel 4.10

Uji Analisis Regresi berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 18.307 3.862 4.740 .000 TOTAL_KS -.060 .163 -.047 -.367 .715 TOTAL_PT .505 .196 .476 2.579 .013 TOTAL_SP .020 .152 .022 .132 .896 TOTAL_PF -.282 .188 -.196 -1.498 .140 Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Dari hasil pengujian diatas didapat persamaan regresi sebagai berikut :


(66)

Dengan keterangan :

KP = Kepatuhan wajib Pajak

α = Konstanta

β1-β4 = Koefisien Regresi KS = Kesadaran Wajib Pajak PT = Pengetahuan Wajib Pajak SP = Sanksi Pajak

PF = Pelayanan Fiskus

Ε = error

2. Uji Nilai F

Uji nilai F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukan dalm model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil nilai F:

Tabel 4.11. Uji Nilai F Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 69.168 4 17.292 3.527 .012a

Residual 274.570 56 4.903 Total 343.738 60

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa hasil uji signifikan variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen secara


(1)

Tabel 4.12.

Uji Koefisien Determinasi

Adjusted R Std. Error of Durbin- Model R R Square Square the Estimate Watson

1 .449a .201 .144 2.214 1.200

Sumber : Data primer, Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.12. diketahui bahwa besarannya koefisien determinasi adalah 0,144 atau 14,4%. Hal ini menjelaskan bahwa variabel Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Wajib Pajak, Sanksi Pajak, dan Pelayanan Fiskus secara simultan memiliki pengaruh terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak sebesar 14,4%%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 79,9% dijelaskan oleh factor-faktor lain diluar penelitian.

4. Uji nilai t

Uji nilai t bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel di dalam penelitian seperti yang dinyatakan dalam hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini. Berikut adalah hasil uji nilai t :

a. Pengujian Hipotesis 1

Berdasarkan tabel 4.10. variabel Kesadaran Wajib Pajak (KS) memiliki nilai t sebesar -0,367 dengan signifikan sebesar 0,715 > α 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Jadi, Hipotesis 1 ditolak.

b. Pengujian Hipotesis 2

Berdasarkan tabel 4.10. variabel Pengetahuan Wajib Pajak (PT) memiliki nilai t sebesar 2,579 dengan signifikansi sebesar 0,013 < α 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Pengetahuan Wajib Pajak terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Jadi, Hipotesis 2 diterima.

c. Pengujian Hipotesis 3

Berdasarkan tabel 4.10. variabel Sanksi Pajak (SP) memiliki nilai t sebesar 0,132 dengan signifikansi sebesar 0,896 < α 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Sanksi Pajak terbukti tidak berpengaruh terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Jadi, Hipotesis 3 ditolak.

d. Pengujian hipotesis 4

Berdasarkan tabel 4.10. variabel Pelayanan Fiskus (PF) memiliki nilai t sebesar - 1,498 dengan signifikansi sebesar 0,140 < α 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Pelayanan Fiskus terbukti tidak berpengaruh terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Jadi, Hipotesis 4 ditolak.


(2)

B. Pembahasan

Penelitian ini menguji pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sanksi pajak, dan pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos. Pengujian empiris yang telah dilakukan terhadap setiap hipotesis dalam penelitian menunjukan hasil dimana tidak semua variabel independen di atas berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib wajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos hanya variabel pengetahuan wajib pajak.

Berdasarkan tabel 4.10. menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos. Hal ini sejalan dengan Penelitian Handayani, dkk (2012) yang menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak masih kurang , banyak responden yang mengakui bahwa kemauan membayar pajak untuk membayarkan kewajiban pajak terhutangnya dipengaruhi oleh teguran atau harus diingatkan oleh keluarga dan kerabat.

Berdasarkan tabel 4.10. menunjukan bahwa pengetahuan wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mutia (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara tingkat pemahaman dengan kepatuhan wajib pajak yang berarti semakin tinggi pemahaman maka kepatuhan wajib pajak akan tercapai. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Widayati dan Nurlis (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak, apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar pajak.

Semakin luas pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengetahuan akan peraturan perpajakan yang didapat masyarakat melalui pendidikan formal atau non formal akan berdampak kepada tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Tentu saja hal tersebut akan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terhutangnya.

Berdasarkan tabel 4.10. menunjukan bahwa sanksi pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hananto (2015) yang membuktikan bahwa variabel sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak membayar pajak karena dalam pembayaran pajak PBB setelah jatuh tempo tidak ada hukuman yang diberikan oleh direktorat jendral pajak terhadap wajib pajak selain denda administrasi sebesar 2% perbulan, hal ini masih belum efektif karena masih ada wajib pajak yang terlambat membayar pajak terhutangnya.

Berdasarkan tabel 4.10. menunjukan bahwa pelayanan fiskus tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotal kategori rumah kos. Hal ini sejalan dengan Tiraada (2013) yang menyatakan bahwa pelayanan fiskus tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelayanan pajak tidak dipergunakan secara rutin oleh


(3)

wajib pajak, sehingga wajib pajak orang pribadi tidak akan terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang ada dikantor pajak.

Selain itu penelitan Andinata (2015) menyatakan bahwa kualitas fiskus tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Selama ini peranan fiskus kebanyakan hanya sebagai pemeriksa saja, padahal untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peranan lebih dari sekedar pemeriksa.

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil analisis data melalui pembuktian keempat hipotesis yang diajukan pada penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos. Dari empat faktor yang diteliti (kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sanksi pajak, pelayanan fiskus), hanya satu faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajk dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos yaitu pengetahuan wajib pajak. Sedangkan tiga faktor lainya menunjukan hasil tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel kategori rumah kos yaitu kesadaran wajib pajak, sanksi pajak, pelayanan fiskus.

B. Keterbatasan

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa keterbatasan penelitian yang dengan keterbatasan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan wajib pajak saja, akan tetapi masih terdapat faktor-faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

2. Penelitian ini hanya terbatas dengan 61 sampel yang berasal dari pemilik kos-kosan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.oleh karena itu hasil dari penelitian ini mungkin tidak mampu mewakili pemilik kos-kosan secara keseluruhan yang berperan sebagai populasi.

3. Kurangnya sikap peduli dari responden mengakibatkan hasil penelitian ini rentan terhadap biasnya jawaban responden.

C. Saran

Dari beberapa keterbatasan yang muncul dalam penelitian ini,saran yang dapat diajukan untuk menperbaiki penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Memperluas populasi penelitian dengan menambah kota atau kabupaten dalam mendapatkan sampel penelitian.

2. Menambahkan faktor – faktor lain terkait dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adina, Hakim Destika. 2015. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak (Studi kasus di Kabupaten/Kota Jawa Tengah). Skripsi Strata-1. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2013. Akuntansi Perpajakan, Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta.

Agusti, Asri Fika dan Vinola Herawaty. 2009. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Bandan terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak pada KPP Pratama Grogol Pertamburan.SNA XII. Palembang.

Andinata, Monica Claudia. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Mambayar Pajak. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2.

Arum, Harjanti Puspa. 2012. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak terhadan Kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi kasus di KPP Pratama Cilacap). Skripsi Strata-1. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariant dengan Program SPSS.Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivarite dengan Program SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Hananto, Samudra Dhony. 2015. Pengaruh SPPT, Sanksi, Pendapatan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan. Skripsi Strata-1. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.

Handayani, Sapti Wuri, Agus Faturokhman dan Umi Pratiwi. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas. Universitas Jendral Soedirman. SNA XIV. Banda Aceh.

Jatmiko, Agus Nugroho. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang). Tesis Magister Akuntansi. Universitas Diponegoro.

Jotopurnomo, Cindy dan Yenni Mangoting. 2013. Pengaruh Kesadaaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap


(5)

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya. Tax and Accounting Review Universitas Kristen Petra Vol. 1 No. 1.

Kabupaten Sleman. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel.

http://yogyakarta.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/02/PERDA-1-2011-PAJAK-HOTEL-.pdf. 14 November 2015.

Kota Yogyakarta. 2011. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

http://www.bphn.go.id/data/documents/perda_nomor_1_tahun_2011_tentang_pajak_dae rah.pdf. 14 November 2015.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan Edisi Revisi. Andi Offset. Yogyakarta.

Muliari, Ni Ketut dan Setiawan Putu Ery Setiawan. 2010. Pengaruh Persepsi Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Jurnal Ekonomi Bisnis Vol. 6 No.1.

Mustikasari, Elia. 2007. Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengelolahan di Surabaya. SNA X. Universitas Hassanudin. Makasar.

Mutia, Sri Putri Tita. 2014. Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Tingkat Pemahaman Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar di KPP Pratama Padang). Jurnal Akuntasi Universitas Negeri Padang Vol.2 No.1.

Rustiyahningsih, Sri. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi II : 44-54.

Saefudin, Deden. 2003. Hukuman dan Penghargaan untuk Wajib Pajak. Berita Pajak.

Setiawan, I Putu Hendra. 2014. Penyebab Terhambatnya Pemungutan Pajak Hotel Kategori Rumah Kos di Kota Malang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.

Malang.

Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah—Edisi Revisi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Suandy. Erly. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta.

Suhartini, Merlina. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak” (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama DIY). Skripsi Strata-1.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Susanto. 2012. Membangun Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak (online). www.pajak.go.id. 14 November 2015.


(6)

Suyatmin. 2004. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Empiris di Wilayah KP PBB Semarang.

Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.

Semarang.

Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Edisi Keempat. Yogyakarta: Andi.

Tiraada, Tryana A M. 2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus terhadap Kepatuhan WPOP di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA Vol. 1 No. 3 September 2013, Hal. 999-1008.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERDOKUMEN /uu28-2009.pdf . 14 November 20015.

Utami, Sri Rizki, Andi dan Ayu Noorida Soerono. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Lingkungan KPP Pratama Serang. SNA XV. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.

Vanesa, Tatiana dan Priyo Hari. 2009. Dampak Sunset Policy terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. SNA Perpajakan II.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Edisi 9. Buku 2. Salemba Empat. Jakarta.

Widayati dan Nurlis. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan untuk Membayar Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi kasus pada KPP Pratama Gambir Tiga). SNA XIII. Purwokerto.

Yeni, Rahma. 2013. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak pada KPP Pratama Padang.