Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kelahiran sebagai suatu proses alamiah selain menghasilkan bayi normal, sebagian lainnya memiliki kemungkinan disertai suatu kelainan kongenitalbawaan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kelainan tersebut, baik yang sudah dipahami maupun yang sedang diteliti. Usaha untuk terus mencari solusinya masih berlanjut. Salah satu kelainan kongenital yang dapat terjadi pada bayi laki-laki adalah hipospadia. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital kedua paling sering pada pria, ditemukan dengan angka kejadian sekitar 1 dalam 300 kelahiran Snodgrass dan Bush, 2014. Etiologinya masih belum begitu jelas, namun diyakini bahwa kelainan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan hormonal, serta paparan polutan dari lingkungan Djakovic et al, 2008; Demir et al, 2014. Hipospadia didefinisikan sebagai suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari letak meatus uretra yang bukan berada di ujung penis melainkan di bagian ventral dari penis, dengan disertai abnormalitas bentuk penis dimana penis melengkung ke arah ventral chordae, serta adanya kekurangan atau deficiency dari kulit preputium di bagian ventral penis Lambert et al, 2011. Kelainan ini memberikan pengaruh terhadap fungsi miksi, reproduksi dan kosmetik Snodgrass dan Bush, 2014. Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan letak meatusnya, dimulai dari yang paling distal yaitu: tipe glanular, kemudian subcoronal, mid- shaft, proximal penile, penoscrotal, scrotal dan yang paling distal tipe perineal. Derajat hipospadia ditentukan dari letak meatusnya dan ada atau tidaknyaberat ringannya chordae Hadidi et al, 2004. Terapi satu-satunya untuk kondisi ini adalah dengan operasi, dengan tujuan untuk memperbaiki defek anatomisnya dan mengembalikan fungsi fisiologisnya. Hasil operasi yang maksimal sangatlah penting karena apabila hal tersebut tidak tercapai dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal fisiologis dan psikososial. Bentuk penis yang melengkung serta muara uretra yang tidak berada di ujung penis akan menyulitkannya dalam melakukan miksi karena aliran urine akan mengarah ke belakang atau ke bawah dan bukan ke arah depan. Demikian pula bila anak nanti tumbuh dewasa, kelainan bentuk tersebut akan menyulitkannya dalam melakukan coitus dan ejakulasi Gonzalez dan Ludwikowski , 2011. Operasi repair hipospadia atau disebut juga uretroplastimerupakan operasi yang sulit dan membutuhkan ketrampilan yang tinggi Winberg et al, 2014. Sejak mulai diketemukannya kelainan ini sampai sekarang, telah lebih dari 300 teknik operasi dikembangkan, hal ini menunjukkan bahwa belum ada teknik yang menjadi gold standard dalam penanganannya, disamping itu merefleksikan pula masih tingginya kejadian komplikasi yang timbul dari teknik yang telah dipakai Winberg et al, 2014. Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang diperkenalkan oleh Snodgrass tahun 1994, yaitu teknik Tubularized Incised Plate TIP Andersson et al, 2015. Secara umum tekniknya adalah dengan melakukan insisi midline sampai ke urethral plate melebarkannya sampai mencukupi untuk dibentuk menjadi neo urethra. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa teknik ini memberikan angka komplikasi yang cukup rendah dan angka keberhasilan yang cukup tinggi Springer et al, 2011. Komplikasi yang timbul pasca operasi tersebut dapat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: usia saat dilakukan operasi, dikatakan bahwa operasi pada usia dini akan memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi yang lebih rendah, namun usia yang terlalu dini juga akan memberikan sejumlah dampak baik bagi pasien diantaranya paparan terhadap zat anestesi yang terlalu dini, kemudian bagi operator, ukuran penis yang terlalu kecil akan pula memberikan kesulitan dalam teknik operasinya. Faktor berikutnya adalah derajat hipospadianya dilihat dari posisi muara uretra dan ada atau tidaknya chordae, semakin proksimal suatu muara uretra akan memberikan resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi. Faktor selanjutnya adalah pemakaian stent pada uretra, serta teknik operasi yang dipilih disamping juga kemampuan dari ahli bedahnya sendiri turut berperan Bayne dan Jones, 2010. Pemakaian stent uretra pasca pembuatan uretra baru bertujuan untuk menjaga patensi saluran yang baru, dan supaya tidak terjadi stenosis pada tempat sambungan sekaligus membantu mengalirkan urin dari buli Hadidi et al, 2004. Meskipun masih ada kontroversi yang menyebutkan bahwa uretroplasti tanpa pemasangan stent dapat dilakukan Mousavi dan Aarabi, 2014 namun banyak pakar berpendapat penggunaan stent sangat penting. Di RS Sanglah semua teknik repair hipospadias menggunakan pemasangan stent. Sedangkan mengenai ukuran stent yang ideal dengan risiko komplikasi yang kecil belum banyak jurnal yang membahasnya. Dari sekian macam komplikasi yang dapat terjadi, yang paling sering adalah fistula urethrocutan, diikuti oleh meatal stenosis, stricture urethra, diverticulum urethra, glans dehiscence,persistant chordae dan tampilan kosmetis yang kurang memuaskan Bayne dan Jones 2010; Springer et al, 2014. Adanya komplikasi tersebut dapat menimbulkan dampak diantaranya adalah gangguan pada pancaran urin, dimana kekuatan pancarannya menjadi melemah atau tersendat. Kelainan ini sering kali tidak memberikan keluhan sehingga sering terlewatkan atau tidak disadari oleh pasien Eassa et al, 2012; Spinoit dan Hoebeke, 2015. Bila hal ini dibiarkan maka akan dapat menimbulkan dampak yang cukup serius sampai kerusakan ginjal. Metode noninvasif untuk mengukur pancaran urin yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan uroflowmeter. Dengan alat ini dapat diukur berapa pancaran urin rata-rata Qavg, pancaran urin maksimal Qmax , jumlah urin yang keluar Voiding Volume, serta dapat terlihat pola pancaran urinnya flow pattern . Dari semua parameter tersebut, yang paling penting untuk menilai fungsi miksi adalah Qmax Yang et al, 2011. Penelitian mengenai kekuatan pancaran urine pasca operasi hipospadia yang dikaitkan dengan faktor-faktor risiko perioperatif yang mempengaruhinya masih sangat jarang, dan belum pernah dilakukan terutama di Bali, oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai perihal tersebut. 5

1.2 Rumusan Masalah