1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Dalam Al Quran dalam Surat At Tin Allah berfirman:
“Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baik bentuk” QS.At Tin:4
Di antara kesempurnaan manusia itu terletak pada akalnya. Apabila dibandingkan dengan makhluk lain, manusia dengan hewan misalnya, mereka
sama-sama mempunyai mata, hidung, telinga, naluri dan nafsu, dalam rangka untuk menjalankan tugasnya di dunia, namun yang mengangkat derajat
manusia sehingga lebih tinggi dari makhluk yang lain adalah akalnya. Dari segi fisik, gajah lebih kuat dari manusia, yang mampu mengangkat
berpuluh-puluh ton. Sedangkan manusia tidak akan mampu mengangkatnya. Dengan akalnya manusia bisa membuat alat yang mampu mengangkat
melebihi kemampuan gajah. Dibandingkan dengan burung misalnya, manusia lebih besar dari burung, namun burung mampu terbang leluasa di alam bebas.
Dengan akalnya manusia mampu membuat alat yang bisa terbang melebihi kemampuan terbang burung, bahkan menjelajah ke luar angkasa.
Dengan akal dan panca indra inilah manusia menjadi kreatif. Kreativitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui akal yang
2
dimilikinya manusia memberikan bobot dan makna terhadap kehidupan. Secara mikro kreativitas diwujudkan dalam produk-produk kreatif individu,
dan secara makro kreativitas dimanifestasikan dalam kebudayaan dan peradaban. Supriadi, 19971998:62.
Pernyataan di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa beribu- ribu budaya yang ada di dunia ini merupakan hasil daya kreativitas manusia.
Di antara berbagai kebudayaan yang berhasil diciptakan manusia ada yang dapat di jangkau dengan nalar manusia ada yang tidak. Kebudayaan manusia
yang tidak dapat didekati dengan analisis logis semata-mata adalah mitos dan religi.
Arifin dan Aminudin Rasyad dalam bukunya yang berjudul Materi Pokok Dasar-Dasar Pendidikan mengutip pendapat ahli antropologi J.G
Frazer berpendapat bahwa: Manusia adalah makhluk yang memiliki dalam dirinya kepercayaan
kepada hal-hal gaib yang disebut magic. Sebagai sumber asalnya kepercayaan kepada kegaiban, sedangkan disisi lain juga memiliki
kemampuan yang disebut religie yaitu perilaku yang bersifat religius untuk tujuan tertentu yang disandarkan atas kekuatan gaib atau roh-roh
dan makhluk halus. Arifin dan Aminudin Rasyad, 1997:37
Manusia yang senantiasa bergaul dengan sesamanya dan lingkungannya itu selalu berusaha mempertahankan hidupnya, perlu mencari nafkah, perlu
menjaga dirinya dan memanfaatkan lingkungan. Ia menyesuaikan segala gerak lakunya selaras dengan lingkungannya.
Dalam interaksi dengan sesama manusia dan lingkungan itu akan diperoleh aspek pendidikan dalam tiga aspek, yaitu pengetahuan aspek
3
kognitif, aspek sikap tingkah laku aspek afektif dan aspek ketrampilan aspek psikomotor.
Tradisi Ruwahan adalah adat istiadat yang merupakan salah satu budaya nasional, yang segala bentuk dan wujudnya beraneka ragam sesuai dengan
pola hidup masyarakat yang mendukungnya. Dukuh Jetak Lor, Desa Bareng Lor, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten salah satu dukuh yang masuh
menerapkan adat istiadat budaya Ruwahan. Dari hasil studi pendahuluan dalam bentuk interview sementara kepada
beberapa tokoh masyarakat bahwa tradisi Ruwahan mempunyai nama yang bermacam-macam sesuai maksud dan tujuannya, yaitu :
1. Ruwahan berasal dari kata arwah, maksudnya dalam kegiatannya ada unsur pengiriman pahala dan doa kepada para arwah leluhur yang sudah
meninggal. 2. Sadranan berasal dari kata sadrun yang berarti dada atau hati dengan
maksud bahwa sadranannyadran ini manusia bisa menyadari bahwa manusia itu pada dasarnya akan mati, dengan harapan agar bisa
mempersiapkan bekal berupa amal yang baik sewaktu di dunia. Berdasarkan pengamatan penulis pelaksanaannya Ruwahan berupa
kenduri atau kondangann yang diadakan yang bertempat di makam atau bangsal. Masyarakat membuat ambengan dengan beraneka ragam
makanan. Diawali pembacaan doa dzikir tahlil. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merasa tertarik
untuk meneliti tentang adat istiadat Ruwahan yang berkaitan dengan aspek
4
pendidikan nilai dengan judul “Aspek Pendidikan Nilai Pada Tradisi Ruwahan” Studi Kasus di Dukuh Jetak Lor, Desa Bareng Lor, Kecamatan
Klaten Utara, Kabupaten Klaten. Berdasarkan studi pendahuluan dalam bentuk interview sementara yang
penulis lakukan kepada sesepuh di Dukuh Jetak Lor, bahwa Ruwahan berasal dari kata “arwah”, yang mempunyai maksud bahwa dalam kegiatannya ada
unsur pengiriman pahala hidayah atau hadiah kepada leluhur yang mendahului kita.
Nama lain dari ruwah adalah nyadran. Nydran berasal dari bahsa arab “sodrun” berarti dada atau hari. Dalam kegiatannya masyarakat
bergotongroyong membersihkan makam. Selain itu nyadran mempunyai tujuan agar masyarakat menyadari bahwa dirinya besok juga akan menempati
makam tersebut sehingga agar hidup itu selalu berhati-hati. Berdasarkan pengamatan penulis, kegiatan Ruwahan dalam rangka
melestarikan budaya Jawa khususnya terdapat aspek-aspek pendidikan dan nilai. Dalam rangka itulah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
terhadap kegiatan Ruwahan ditinjau dari aspek pendidikan dan nilai dengan judul “ASPEK PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI RUWAHAN” di
Dukuh Jetak Lor, Desa Bareng Lor, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten.
B. Identifikasi Masalah