tanpa adanya sel tomite yang tersisa Gambar 7a. Sementara sel parasit abnormal terlihat menyisakan beberapa sel tomite dalam kista sel induk Gambar 7b dan
jumlahnya semakin banyak dengan bertambahnya hari pengamatan Gambar 7c. Sel theront diyakini tidak memanfaatkan energi dari luar karena vokuola
makanan hanya terbentuk sempurna sesaat setelah sel theront mampu menginfeksi dan berkembang menjadi sel trophont pada tubuh ikan Dickerson 2006. Oleh
karena itu energi pada sel theront adalah energi yang terbatas dan hanya didapatkan dari sel induknya. Pemanfaatan cadangan energi oleh sel induk agar
tetap dapat hidup selama pemeliharaan pada suhu rendah mungkin telah mengurangi jumlah energi yang didistribusikan kepada sel anakan tomite.
Mobilitas sel theront yang rendah selain dimungkinkan oleh kekurangan energi, juga dapat disebabkan oleh cacat morfologi. Penelitian yang dilakukan
Dan et al. 2009 pada parasit Cryptocaryon irritans menunjukan terjadinya peningkatan persentase sel theront yang cacat morfologi dengan bertambahnya
hari pemeliharaan pada suhu rendah. Cacat ini mengakibatkan menurunnya infektifitas parasit pada ikan uji. Pada penelitian ini cacat morfologi deformity
tidak diamati, namun tidak menutup kemungkinan bahwa rendahnya mobilitas sel theront dapat disebabkan oleh bentuk sel yang cacat akibat pemeliharaan pada
suhu rendah di luar tubuh inangnya.
4.5 Uji Infektifitas Sel Theront
Infektifitas parasit yang dihasilkan dilihat dari nilai prevalensi parasit dari ikan uji yang diinfeksi oleh sel theront yaitu pada ikan bawal air tawar C.
macropomum dan ikan black molly P. sphenops. Uji dilakukan pada dua suhu berbeda, yaitu pada suhu 27±2°C yang mendekati suhu alami pada kolam
budidaya dan suhu yang lebih rendah 23-24°C. Nilai prevalensi parasit disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai prevalensi parasit I. multifiliis pada ikan uji bawal air tawar dan black molly yang diinfeksi dengan sel theront
Jenis ikan Suhu infeksi
Prevalensi Parasit kontrol
suhu rendah Bawal air tawar
27±2°C 100
40 Black molly
23-24°C 80
50
Ikan uji menunjukan gejala penyakit white spot setelah 7 hari infeksi, baik pada ikan bawal air tawar yang diinfeksi pada suhu 27°C maupun pada ikan black
molly yang diinfeksi pada suhu 23-24°C. Hal tersebut menunjukan bahwa suhu 23-27°C merupakan kisaran suhu yang masih mendukung proses infeksi.
Hasil perhitungan prevalensi yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai prevalensi parasit perlakuan jauh lebih rendah jika dibandingkan pada
parasit kontrol. Rendahnya nilai prevalensi parasit pada ikan bawal dan ikan black molly 40 dan 50 yang diinfeksi parasit dari perlakuan suhu rendah 9±2°C
diduga disebabkan oleh tingginya abnormalitas sel parasit I. multifiliis setelah pemeliharaan selama 14 hari. Abnormalitas sel mempengaruhi jumlah sel tomite
yang mampu berdiferensiasi menjadi theront. Sedangkan abnormalitas pada sel theront selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan sel theront dalam
menginfeksi inang karena mengurangi mobilitas sel dalam mencari inang dan menginfeksinya. Dalam kondisi sel dan suhu inkubasi normal, diperkirakan hanya
50 saja dari populasi sel theront mampu menginfeksi inang, terutama pada bagian insang ikan Ewing et al. 1986.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama proses infeksi, diketahui bahwa ikan uji mulai menunjukkan perubahan tingkah laku pada hari ke-3 dimana
beberapa ekor ikan terlihat lebih sering diam di dasar akuarium. Pada hari ke-5 beberapa bagian tubuh ikan uji tertutup oleh mukus yang berlebihan dan
menyerupai selaput tipis. Produksi mukus ini merupakan salah satu mekanisme non spesifik ikan untuk membatasi infeksi parasit Dickerson 2006. Beberapa
gejala lain yang teramati adalah merenggangnya sisik, dan menyatunya lembaran sirip punggung ikan. Titik putih white spot mulai terlihat pada hari ke-7 yang
kepadatannya berbeda-beda pada setiap ikan dan semakin jelas pada hari ke-9. Titik putih tersebut tersebar merata mulai dari ekor hingga kepala ikan
Gambar 8 dan berisi satu atau lebih sel trophont.
Gambar 8. Ikan black molly Poecilia sphenops setelah diinfeksi dengan sel
theront yang berasal dari parasit yang telah dipelihara selama 14 hari pada suhu rendah.
Sel theront sesaat setelah berhasil menginfeksi akan menembus lapisan basal epidermis ikan dan berdiferensiasi menjadi sel trophont. Selanjutnya sel
trophont yang dilengkapi vokuola makanan akan berotasi dan bergerak dalam pola amoeboid untuk menggerus dan memakan sel dan debris dari luka yang
dihasilkan. Titik putih yang terlihat sebagai gejala white spot pada ikan sebenarnya berasal dari parasit yang mengisi ruang pada jaringan kulit Dickerson
2006. Ruang ini biasanya diisi oleh satu sel trophont namun beberapa kasus dapat ditemui lebih dari satu sel trophont hidup bersama-sama di dalam ruang tersebut.
Infestasi parasit pada sirip dan insang ikan bawal dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Infestasi sel trophont pada ikan bawal yang terinfeksi ringan oleh
parasit I. multifiliis pada a sirip dada, b sirip ekor, dan c insang. Titik hitam merupakan sel trophont yang teramati pada perbesaran
40x.
2,5 mm
mm
a b
c
Pada ikan yang menunjukan infeksi ringan, titik putih hanya terlihat dengan jelas pada sirip dada dan ekor ikan uji Gambar 9a dan 9b. Namun saat dilakukan
pengamatan pada bagian insang, terlihat intensitas parasit pada bagian insang jauh lebih tinggi dibandingkan pada bagian lainnya Gambar 9c. Hal ini
mengindikasikan bahwa sel infektif sel theront memiliki preferensi lokasi tertentu dalam menginfeksi ikan dalam hal ini insang ikan.
Ikan uji yang digunakan mengalami kematian untuk pertama kalinya pada hari ke-8 pasca infeksi. Selanjutnya secara bertahap, nilai akumulasi kematian
mencapai 100 pada hari ke-14 pasca infeksi. Kematian massal pada ikan yang terinfeksi diduga lebih dikarenakan gejala hipoksia dan keracunan amoniak yang
merupakan indikasi kegagalan fungsi utama insang akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh infeksi parasit I. multifiliis Dickerson 2006.
Dalam memilih organ target dan bertahan terhadap sistem imunitas inang, parasit memiliki beberapa strategi yaitu memilih area yang kompetensi
imunitasnya lemah atau memanfaatkan mekanisme imunitas inang Bobadilla 2008. Parasit I. multifiliis memilih area atau organ yang kompetensi sistem
imunitasnya lemah dalam hal ini insang diduga karena beberapa alasan. Pertama, secara alami lapisan lendir pada insang jauh lebih tipis untuk memastikan insang
dapat melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida lebih efisien, namun hal tersebut secara bersamaan akan mengurangi proteksi sistem imunitas pada insang
ikan. Kedua, adanya pertukaran volume air akan membantu parasit dalam melakukan infestasi pada insang menjadi jauh lebih mudah Dickerson 2006.
Selain itu parasit I. multifiliis juga memiliki strategi memanfaatkan sistem imunitas ikan untuk keuntungannya sendiri, dimana produksi lendir yang
berlebihan akan mengurangi mobilitas antibodi dan elemen imunitas lainnya dalam memburu parasit I. multifiliis Bobadilla 2008.
Mekanisme kematian pada ikan dalam kasus ini merupakan mekanisme pertama, dimana parasit mengakibatkan kerusakan secara langsung pada sistem
vital ikan Xu et al. 2011 seperti osmoregulasi, respirasi, dan ekskresi amoniak. Infeksi yang berlanjut akan mengakibatkan inang mengalami hipoksia dan
keracunan amoniak yang berujung pada kematian massal suatu populasi ikan Dickerson 2006.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Parasit I. multifiliis dapat dipelihara dalam waktu yang singkat 14 hari pada suhu rendah 9±2°C tanpa inangnya. Pemeliharaan pada suhu tersebut
mempengaruhi viabilitas parasit yang terlihat dari rendahnya nilai SR, encystment, excystment dan tingginya abnormalitas parasit yang dihasilkan. Parasit yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk menginfeksi ikan tetapi dengan virulensi yang lebih rendah.
5.2 Saran