perlakuan kontrol 5-6 hari walaupun suhu diturunkan pada 9°C. Hal ini menjadi dugaan bahwa parasit I. multifiliis strain subtropik bertahan selama musim dingin
dengan cara tinggal lebih lama pada tubuh inangnya dan berkembang jauh lebih lambat.
Penelitian terkait pada perlakuan suhu yang dilakukan oleh beberapa peneliti Noe dan Dickerson 2006; Dan et al. 2009 masih menggunakan kisaran
suhu yang secara alami terjadi dalam siklus satu tahun di perairan setempat. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena menggunakan
suhu 9°C yang jarang sekali terjadi di perairan daerah tropik sehingga kelangsungan hidup parasit hanya 35 saja setelah 14 hari perlakuan. Diduga
parasit yang merupakan isolat tropik ini tidak mampu bertahan hidup lebih lama pada suhu 9°C.
4.2 Persentase Encystment
Kolom encystment pada Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu rendah hanya mampu menunda proses encystment pembentukan kista pada sel thropont pada
hari pertama pengamatan Gambar 5a akan tetapi tidak mampu mencegah proses tersebut pada hari selanjutnya. Sel parasit yang dipelihara, melakukan inisiasi
pembentukan kista pada hari ke-2 sebesar 86, dan akhirnya pada hari ke-3, seluruh parasit yang dipelihara dalam suhu rendah sudah dalam stadia tomont
Gambar 5b.
Gambar 5. a. Parasit pada stadia thropont pada perlakuan suhu rendah pada
hari pertama. b. Pada hari kedua sel parasit sudah memulai membentuk kista panah hitam dan melakukan inisiasi
pembelahan sel panah putih.
Proses encystment berjalan dengan normal setelah sel parasit diinkubasi pada suhu optimal 27°C. Pengamatan ini sesuai dengan hasil penemuan Dickerson
a b
200 µm 200 µm
2006, bahwa proses pembentukan kista dapat ditunda secara temporer dengan mengkondisikan parasit pada media air yang bersuhu di bawah 10°C, namun akan
segera pulih kembali jika parasit dikondisikan pada suhu 21-23°C. Pembentukan kista diduga sebagai salah satu mekanisme bertahan bagi parasit untuk mencegah
pengaruh lingkungan luar terhadap proses pembelahan biner yang terjadi di dalam sel, seperti infeksi oleh bakteri dan fungi, atau predasi oleh protozoa lainnya
Dickerson 2006. 4.3 Persentase
Excystment
Berdasarkan nilai persentase excystment yang terdapat pada Tabel 1, terlihat bahwa proses excystment tidak terjadi selama parasit dipelihara dalam suhu
rendah walaupun telah terjadi pembelahan sel pada sebagian parasit. Excystment hanya terjadi pada sel parasit setelah diinkubasi pada suhu 27°C. Diawali dengan
penyempurnaan pembelahan sel hingga pembentukan sel tomite, selanjutnya sel tomite berusaha keluar dari sel induk dengan cara menembus dinding kista.
Perbedaan proses excystment di antara perlakuan suhu rendah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. a Proses lepasnya sel theront dari kista excystment setelah 24
jam inkubasi sel parasit pada hari pertama, dan b proses excystment dari parasit pada perlakuan suhu rendah hari ke-14.
Secara umum seluruh sel parasit yang dipelihara selama 7 hari pertama mampu menyempurnakan proses excystment 100 dimana sel tomite yang
ukurannya seragam mulai bergerak untuk memecah dinding kista pada beberapa bagian sel tomont Gambar 6a. Akan tetapi kemampuan tersebut semakin
menurun dengan bertambahnya hari perlakuan dimana pada akhir pengamatan yaitu pada hari ke-14, hanya 33,33 dari parasit yang diinkubasi pada suhu 27°C
yang mampu melakukan proses excystment. Selain menurunnya persentase a
b
200 µm 200 µm
excystment, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses excystment juga lebih panjang 36-48 jam dibandingkan pada perlakuan kontrol 18-24 jam
dengan ciri ukuran tomite yang tidak seragam dikarenakan tidak serentaknya proses pembelahan sel Gambar 6b.
Perlakuan pada suhu diduga telah menekan metabolisme parasit dan bertambahnya waktu pemeliharaan di luar tubuh inang juga telah memaksa parasit
untuk menggunakan cadangan energi yang lebih besar selama bertahan hidup, sehingga mengurangi cadangan energi yang dibutuhkan oleh sel tomite untuk
proses excystment.
4.4 Abnormalitas Parasit