199
Lampiran 13 Analisis sidik ragam serapan hara fosfor pada daun gtan bibit kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA dan bakteri
endosimbiotik mikoriza dan diinvasi patogen
G. boninense Sumber
db JK
Kuadrat Tengah
F Hitung F Tabel
M 1
0.7385042 0.7385042
0.02 0.8852 tn
B 1
227.8584375 227.8584375
6.64 0.0203
MB 1
4.4634375 4.4634375
0.13 0.7231 tn
G 1
80.5567042 80.5567042
2.35 0.1450 tn
MG 1
6.3345375 6.3345375
0.18 0.6732 tn
BG 1
2.1901042 2.1901042
0.06 0.8038 tn
MBG 1
48.9347042 48.9347042
1.43 0.2498 tn
Galat 16
549.1036667 34.3189792
Total 23
920.1800958 = beda nyata pada taraf 5; tn = tidak nyata
Lampiran 14 Analisis sidik ragam serapan hara kalium pada daun gtan bibit kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA dan bakteri
endosimbiotik mikoriza dan diinvasi patogen
G. boninens Sumber
db JK
Kuadrat Tengah
F Hitung Pr F
M 1
1948.50260 1948.50260
0.65 0.4330 tn
B 1
42584.16260 42584.16260
14.14 0.0009
MB 1
56.02870 56.02870
0.02 0.8932 tn
G 1
16597.93010 16597.93010
5.51 0.0321
MG 1
0.77400 0.77400
0.00 0.9874 tn
BG 1
4631.20384 4631.20384
1.54 0.2328 tn
MBG 1
1725.34084 1725.34084
0.57 0.4601 tn
Galat 16
48186.1138 3011.6321
Total 23
115730.0565 = beda sangat nyata pada taraf 1, = beda nyata pada taraf 5; tn = tidak nyata
200
Lampiran 15 Analisis sidik ragam serapan hara magnesium pada daun gtan bibit kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA dan bakteri
endosimbiotik mikoriza dan diinvasi patogen
G. boninense Sumber
db JK
Kuadrat Tengah
F Hitung Pr F
M 1
25.7508167 1948.50260
0.56 0.4669 tn
B 1
661.7100167 42584.16260
14.27 0.0010
MB 1
90.0162667 56.02870
1.94 0.1825 tn
G 1
65.9353500 16597.93010
1.42 0.2504 tn
MG 1
8.2602667 0.77400
0.18 0.6786 tn
BG 1
50.8086000 4631.20384
1.10 0.3107 tn
MBG 1
3.6037500 1725.34084
0.08 0.7840 tn
Galat 16
741.701133 46.356321
Total 23
1647.786200 = beda sangat nyata pada taraf 1, tn = tidak nyata
201
Lampiran 16 Analisis sifat-sifat tanah dan media percobaan
1
No Sifat Tanah
Nilai Tanah
Kriteria
2
Nilai Media Tanam
Kriteria
2
1. pH H
2
O 4,1
sangat masam 4,8
masam pH KCl
3,6 sangat masam
4,4 sangat masam
2. C organik
1,56 rendah
3,64 tinggi
3. N
0,12 rendah
0,24 sedang
4. CN organik
13 sedang
15 sedang
5. P
2
O
5
HCl mg100g 13
rendah 172
sangat tinggi 6.
P
2
O
5
Bray-1 ppm 3,2
sangat rendah 565,8
sangat tinggi 7.
K
2
O HCl 25 mg100g 17
rendah 285
sangat tinggi 8.
K
2
O Morgan 143
rendah 2276
sangat tinggi 9.
Basa dapat ditukar: Ca
1,3 sangat rendah
9,41 sedang
Mg 0,99
rendah 4,76
tinggi K
0,27 sedang
4,51 sangat tinggi
Na 0,55
sedang 1,72
sangat tinggi 10. Total
3,11 20,40
11. KTK 17,46
sedang 29,99
tinggi 12. KB
18 sangat rendah
68 tinggi
13. Al
3+
12,07 rendah
0,48 sangat rendah
14. H
+
1,47 0,17
15. Tekstur: Liat
67 29
Debu 19
15 Pasir
14 56
1 Tanah dianalisis di Balai Penelitian Tanah Bogor 2 Mengacu pada standar Balai Penelitian Tanah
202
Lampiran 17 Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan
Umur Bibit minggu
Jenis dan Dosis Pupuk Urea 45
❣ ✁✂✁✂✄
Rock Phosphate 28,39
❣ ✁
✂ ✁ ✂✄
KCl 50
❣ ✁
✂ ✁ ✂✄
Kisserite Mg 27
❣ ✁
✂ ✁ ✂✄
4 - 12 0,833
1,321 0,300
0,370 14 – 15
0,833 1,321
0,300 0,370
16 – 17 1,667
2,642 0,600
0,740 18 – 20
2,500 2,963
0,900 1,220
22 – 24 3,333
5,284 1,200
1,480 26, 28, 30, 32
2,667 4,227
3,400 0,740
32 - 52 2,667
4,227 3,400
0,740 Keterangan: dosis pupuk diperoleh dari konversi dosisi pupuk majemuk menurut
Susanto et al. 2002. Untuk bibit umur 4 – 12 minggu ditambah dengan urea 2 gL air100 bibit
203
Lampiran 18 Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza hasil isolasi dari spora FMA dari empat varietas kelapa sawit pada media agar yang berbeda
Kode sampel Media Nutrient Agar
1X 10X
100X Dp 1.2
putih Dp 2.1
Putih kecoklatan Pink
Dp 3.2 A. krem kekuningan, melebar
A. Pink B. Putih-krem bersegmen
C. Kuning C. putih melebar, agak keras
D. putih, merah di tengah Dp 4.1
Putih-krem, granul Dd 1
krem Dd 2.2
Putih Dd 3.2
Putih bersegmen Dd 4.1
A. Putih B. pink
Ps 3.1 Putih
Putih Ps 4
Pink Tn 1
Putih, menjari A. Orange
B. Putih kekuningan Tn 2
A. Coklat keputih-putihan Putih, merah di tengah
B. Kuning
204
Kode sampel
Media Tryptic Soy Agar 1X
10X 100X
Dp 1.2 A. Putih,.Merah ditengah
B. Kuning keputihan Dp 2.1
A. Merah Putih kecoklatan
Pink C.Kecoklatan
Dp 3.2 1. kuning
Pink 2. Krem, melebar
3. Putih-krem Dp 4.1
Coklat, granul 1. Putih
2. Pink 3. Putih
Dd 1 Putih agak krem
Dd 2.2 Pink-putih
Dd 3.2 Krem kekuningan melebar
Dd 4.1 A. Putih
B. Putih-krem, melebar Ps 1.1
1. Kuning kecoklatan Putih, merah di tengah
Ps 3.1 Kuning keemasan
Putih, granul Putih
Ps 4 Krem kecoklatan, menjari
Tn 1 Putih, merah di
tengah Tn 3
Pink A. Putih seperti benang
B. krem-putih
Kode Sampel Media Pseudomonas Agar Base
Dd 2.2 Kejinggaan, granul
Ps 3.3 Jingga
Tn 4.2 Kuning Kejinggaan
192
ABSTRACT
YENNI BAKHTIAR. Role of Arbusccular Mycorrhizal Fungi and Mycorrhizal
Endosymbiotic Bacteria in Increasing Oil Palm Elaeis guineensis Jacq Seedlings Adaptation Towards Biotic Stress of Fungal Pathogen Ganoderma boninense Pat.
Under the direction of SUDIRMAN YAHYA chairman, WAHONO SUMARYONO, MEITY SURADJI SINAGA and SRI WILARSO BUDI
members.
Basal stem rot caused by Ganoderma boninense is the most serious disease of oil palm Elaeis guineensis in Indonesia and it has caused major loss in
palm oil production. Under natural conditions, oil palm is often colonized by
arbuscular mycorrhizal AM fungi and together with m ycorrhizosphere bacteria
offer possible advantages in increasing plant adaptation against biotic stress of pathogen.
This research comprised five interrelated experiments, namely: 1 Exploration, Isolation and Identification of Arbuscular Mycorrhizal Fungi AMF
and Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria from Oil Palm Rhizosphere and Their Ability in Inducing Oil Palm Adaptation Towards Biotic Stress of Pathogen
Ganoderma boninense Pat; 2 Selection of Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria on Spores Germination of AMF Gigaspora margarita and Their Inhibition
Towards Fungal Pathogen G. boninense Pat; 3 Identification of Active Compounds from Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria B. subtilis B10 that Inhibit
the Growth of Fungal Pathogen G. boninense Pat; 4 Adaptation of Oil Palm Seedlings Inoculated with AMF and Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria B.
subtilis B10 Towards Biotic Stress of Pathogen G. boninense Pat; 5 Analyzing the Response of Oil Palm Seedlings Inoculated with AMF and Mycorrhizal
Endosymbiotic Bacteria in the Form of Active Compound Profile as Expression of Oil Palm Adaptation Towards Biotic Stress of Pathogen G. boninense Pat.
The soil sampels were used in this experiment came from Aek Pancur Plantation belong to Indonesian Oil Palm Research Institute, Medan. The results
showed that twenty isolates of mycorrhizal endosymbiotic bacteria were obtained from spores of AMF isolated from oil palm rhizosphere and were dominated by
genus of Bacillus sp. Among these isolates, isolate B10 identified based on 16S rDNA as Bacillus subtilis B10, had the highest activity against G. boninense in
vitro by producing intracellular active compounds with molecular weight 255.39 and postulated as of 2-4-aminophenoxy-6-methyl-tetrahydro-2H-pyran-3,4,5-
triol. Dual inoculation of AMF and B. subtilis B10 on oil palm seedlings resulted in the lowest basal stem rot disease incidence caused by G. boninese which
indicated disease severity index was only 5 and necrotic area of roots just 10. Application of AMF together with B. subtilis B10 also increased oil palm
seedlings height, root dry weight and stem diameter at 52 weeks after planting. The adsorption of nitrogen N, phosphorus P, potassium K and magnesium
Mg increased when seedlings were co-inoculated with AMF and bacteria B. subtilis B10 together. This finding is important in terms of recommendation for
application of AMF and bacteria B. subtilis B10 as biocontrol of pathogen G. boninense causal agent of basal stem rot in oil palm.
Keywords: Arbuscular mycorrhizal fungi, mycorrhizal endosymbiotic bacteria, oil palm seedlings, adaptation of biotic stress, pathogen Ganoderma boninense.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia sebagai penghasil minyak nabati beserta beberapa
produk turunan lainnya. Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri andalan yang menghasilkan devisa
bagi negara. Perkembangan industri kelapa sawit pada dekade terakhir ini berkembang sangat pesat sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen
minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Setelah tahun 2005, produksi minyak sawit dunia menjadi penyumbang terbesar dalam produksi minyak sayur dunia
menggantikan minyak kedelai. Disamping itu, krisis energi yang melanda dunia membuat orang berusaha untuk mencari energi alternatif yang dapat diperbaharui
renewable energy.
Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai lebih dari 8,04 juta ha dengan produksi minyak sawit CPO sekitar 19,76 juta ton
Ditjenbun 2011. Tahun 2010 nilai ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dan turunannya mencapai 17,1 juta ton CPO dengan nilai 14,1 miliar US Ditjenbun
2011. Sejak tahun 2007, Indonesia telah menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar dunia menggeser kedudukan Malaysia, akan tetapi secara umum
produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Malaysia. Produktivitas tanaman kelapa sawit di Indonesia 2,3 ton – 3,4 ton
CPOhatahun Ditjenbun 2010 sementara Malaysia mencapai 3,8 ton – 4,1 tonCPOhatahun MPOB, 2010. Sebagai negara tropis yang masih memiliki
lahan cukup luas, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit dan meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat menggeser posisi
Malaysia, baik melalui penanaman modal asing maupun skala perkebunan rakyat Sastrosayono 2003.
Salah satu hambatan utama dalam budidaya kelapa sawit ialah adanya cekaman biotik berupa serangan penyakit. Di antara penyakit yang menyerang
tanaman kelapa sawit, penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense Pat. merupakan penyakit yang paling merugikan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Semangun 1990; Treu 1998. Saat ini penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit menjadi penyakit terpenting pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Turner 1981; Darmono 2000. Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini telah menimbulkan kematian sampai 80 atau lebih dari seluruh
populasi tanaman kelapa sawit, sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit per satuan luas Susanto et al. 2003. Dahulu diyakini bahwa G.
boninense hanya menyerang tanaman tua, tetapi pada saat ini G. boninense diketahui juga menyerang tanaman belum menghasilkan TBM yang berumur 1
tahun. Kejadian penyakit meningkat sejalan dengan replanting kebun kelapa sawit. Gejala penyakit akan lebih cepat muncul dan serangannya lebih berat pada
tanaman replanting kedua atau ketiga. Kejadian penyakit pada tanaman TBM pada replanting satu, dua, tiga dan empat masing-masing sebesar 0, 4, 7, dan 11.
Sementara itu pada tanaman produktif pada replanting satu, dua, dan tiga masing- masing sebesar 17, 18, dan 75 Susanto Sudartho 2003.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit BPB di lapangan adalah umur tanaman, jenis tanah, status hara dan teknik replanting
Arifin et al. 2000. Infeksi oleh fungi G. boninese dimulai ketika G. boninense kontak dengan akar kelapa sawit dan dengan cepat mendegradasi pati, lignin dan
selulosa dari akar kelapa sawit. Penghancuran yang intensif akan menyebabkan pecahnya dinding sel korteks akar kelapa sawit, sehingga terjadi kebocoran sel
dan lama kelamaan tanaman akan mati Rees et al. 2009.
Sampai saat ini sudah banyak upaya dilakukan untuk mengendalikan penyakit tersebut yang meliputi pengendalian kultur teknis, mekanis dan kimiawi.
Semua usaha pengendalian tersebut di atas belum memberikan hasil yang memuaskan Susanto 2002. Berdasarkan kegagalan pengendalian yang tidak
terpadu tersebut dan sifat Ganoderma yang tular tanah soil borne, nekrotropik serta mempunyai alat pertahanan diri yang bermacam-macam Abadi 1987;
Hadiwiyono et al. 1997 maka pengendalian penyakit BPB harus bersifat terpadu antara pemanfaatan tanaman kelapa sawit tahan, penggunaan agen pengendalian
hayati superior dan tindakan kultur teknis yang benar. Salah satu alternatif pencegahan dan pegendalian yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan
mikroba tanah yang dapat bersimbiosis dengan akar kelapa sawit, seperti Fungi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Mikoriza Arbuskular FMA dan pemanfaatan bakteri endosimbiotik mikoriza yang hidup bersama mikoriza.
Interaksi menguntungkan antara tanaman dengan mikroorganisme di daerah rizosfer diyakini banyak memberikan manfaat bagi tanaman. Interaksi
yang terjadi antara akar tanaman, mikroba tanah dan partikel dalam tanah ikut berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Interaksi
tersebut umumnya terjadi antara bakteri tanah dan fungi yang hidup secara kooperatif di antara atau di dalam akar-akar tanaman. Bakteri tanah seperti
rhizobium, pseudomonas memberikan kontribusi pada kesehatan tanaman dengan memfasilitasi fiksasi hara, penyediaan zat-zat yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan atau mengurangi serangan patogen. Fungi juga memberikan sumbangan yang bermanfaat di dalam rizosfer, termasuk pendistribusian air dan
pembebasan hara dari ikatan logam dalam tanah. Interaksi akar tanaman dan fungi yang saling menguntungkan yang umum dijumpai adalah mikoriza.
Fungi mikoriza arbuskular FMA adalah fungi yang bersimbiosis secara mutualisme dengan akar tanaman yang berperan penting dalam siklus hara dalam
ekosistem. Fungi mikoriza arbuskular ini sangat bermanfaat bagi tanaman terutama dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap serangan patogen, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan meningkatkan stabilitas agregat tanah Menge 1984. Secara
umum, FMA tidak banyak menyebabkan perubahan morfologi akar tanaman inang, akan tetapi secara fisiologi terjadi perubahan yang nyata, seperti perubahan
konsentrasi zat pengatur tumbuh pada jaringan, meningkatnya aktivitas fotosintesis dan perubahan penyebaran hasil fotosintesis pada akar dan pucuk
Linderman 1994. Peningkatan penyerapan unsur hara dari tanah menyebabkan perubahan pada status hara jaringan tanaman inang yang pada akhirnya akan
mengubah struktur dan aspek biokimia sel-sel akar. Perubahan ini pada akhirnya akan membuat tanaman lebih sehat, dapat bertahan pada cekaman abiotik dan
biotik Linderman 1994.
Perubahan proses fisiologi pada tanaman inang dan interaksi biologis di daerah lingkungan tanah yang dipengaruhi oleh mikoriza, diyakini juga akan
mempengaruhi kejadian penyakit pada tanaman. Peranan FMA dalam
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
pengendalian hayati penyakit tanaman telah menjadi pembicaraan bagi para ahli, dengan berbagai ragam respon dan interpretasi Jalali Jalali 1991.
Penggunaan FMA pada tanaman pertanian, kehutanan dan perkebunan telah dikenal secara luas. Lebih dari 80 tanaman dapat berasosiasi dengan FMA
ini Sieverding 1991 termasuk tanaman kelapa sawit. Kesesuaian tanaman inang dengan isolat FMA menentukan keberhasilan simbiosis antara tanaman dengan
FMA Menge 1984. Telah banyak ditemukan hasil-hasil penelitian yang menyebutkan manfaat inokulasi FMA terhadap peningkatan pertumbuhan
tanaman kelapa sawit. Blal et al. 1990 menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA menyerap fosfor lebih banyak dibandingkan
tanaman yang tidak diinokulasi dan merupakan faktor yang penting bagi optimasi penyerapan P dalam produksi bibit tanaman kelapa sawit di daerah tropis sehingga
dapat mengurangi pemupukan. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Bakhtiar et al. 2002 yang menyimpulkan bahwa aplikasi FMA pada tanaman kelapa sawit
mengurangi penggunaan pupuk fosfat sebanyak 50.
Hasil penelitian Hashim 2004 menunjukkan bahwa inokulasi FMA pada bibit kelapa sawit yang diikuti dengan inokulasi fungi patogen Ganoderma,
mampu memperpanjang masa inkubasi patogen dalam menyebabkan infeksi ataupun menyebabkan kematian pada bibit. Setelah 9 bulan, semua bibit kelapa
sawit yang tidak diinokulasi FMA menunjukkan gejala penyakit yang disebabkan oleh Ganoderma. Sementara itu hanya 20 bibit yang diinokulasi mikoriza
menunjukkan gejala penyakit tersebut dan hanya 10 yang menyebabkan kematian pada bibit kelapa sawit.
Fungi mikoriza arbuskular berinteraksi dengan bakteri tanah yang mempengaruhi perkembangan dan kestabilan simbiosisnya, yang dapat bersifat
positif, negatif maupun netral. Interaksi antara FMA dan Plant Growth Promoting Bacteria PGPB seperti bakteri penambat nitrogen, Pseudomonads golongan
fluoresen merupakan contoh sinergis interaksi positif antara FMA dengan bakteri tanah Hameeda et al. 2007. Meyer Linderman 1986 melaporkan bahwa
PGPB seperti Pseudomonas putida meningkatkan kolonisasi FMA pada tanaman subterranean clover. Sementara Azcon 1987 melaporkan bahwa pertumbuhan
miselium dari spora Glomus mosseae meningkat dengan adanya PGPB. Bakteri-
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
bakteri pembentuk nodul seperti Frankia, Rhizobium dan Bradyrhizobium umumnya membentuk interaksi yang sinergis dengan FMA. Simbiosis FMA
menurunkan cekaman fosfat bagi tanaman. Kondisi tersebut menguntungkan bagi sistem nitrogenase fiksasi-N
2
bakteri karena meningkatkan fiksasi dan status N dari tanaman, yang akan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan perkembangan
FMA Bethlenfalvay 1992. Bentuk interaksi antara FMA dan bakteri tanah ditentukan oleh faktor lingkungan, jenis bakteri, jenis FMA dan jenis tanaman.
Walaupun FMA telah dikenal dapat meningkatkan penyerapan berbagai macam unsur hara dari tanah terutama fosfor Marschner 1995; Lange-Ness
Vlek 2000, beberapa studi membuktikan bahwa inokulasi dengan beberapa PGPB dapat meningkatkan hubungan simbiosis antara tanaman dengan fungi
simbion. Hasil penelitian Ratti et al. 2001 menyimpulkan bahwa kombinasi FMA Glomus aggregatum dan PGPB Bacillus polymyxa dan Azospirillum
brasilense memaksimalkan produksi biomasa dan kadar fosfor P dari Cymbopogon martinii ketika ditanam pada media dengan fosfat anorganik yang
tidak larut. Sementara Toro et al. 1997 menemukan bahwa Enterobacter sp dan Bacillus subtillis merangsang kestabilan pembentukan FMA, Glomus intraradices
serta meningkatkan biomassa tanaman dan kadar N dan P dalam jaringan. Kim et al. 1998 menemukan bahwa kadar P pada tanaman tomat meningkat dengan
inokulasi baik itu oleh FMA, Glomus etunicatum ataupun dengan bakteri pelarut fosfat PGPR, Enterobacter agglomerans. Akan tetapi penyerapan P dan N
tertinggi diperoleh ketika tanaman tomat diinokulasi dengan kedua mikroorganisme tersebut FMA dan PGPB. Camprubi et al. 1996
menyimpulkan bahwa Trichoderma aureoviride Rifai yang diinokulasi dengan FMA Glomus intraradices meningkatkan pertumbuhan Citrus reshni
dibandingkan tanaman yang hanya diinokulasi oleh G. intraradices saja.
Salah satu alasan utama kurang efektifnya pengendalian hayati penyakit di bidang pertanian adalah tidak konsistennya hasil serta kurangnya aktivitas
antagonis pengendalian hayati yang diaplikasikan secara tunggal di lapangan. Untuk itu, kombinasi beberapa agen pengendalian hayati dengan peranannya
masing-masing terhadap tanaman dapat menjadi alternatif yang menjanjikan dalam manajemen hama terpadu di masa yang akan datang. Kombinasi FMA
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman kelapa sawit merupakan suatu alternatif solusi yang tepat sebagai pengendali
hayati terhadap serangan patogen akar. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat bagaimana simbiosis FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza
dengan tanaman inang dapat menngkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengeksplorasi dan mengidentifikasi isolat fungi mikoriza arbuskular FMA
dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang diisolasi dari rizosfir kelapa sawit yang berpotensi meningkatkan daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap
cekaman biotik G. boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang.
2. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri endosimbiotik mikoriza yang bekerja sinergis dengan FMA dan bersifat antagonis terhadap G. boninense
3. Mengidentifikasi senyawa aktif yang dikeluarkan oleh bakteri endosimbiotik mikoriza in vitro yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan G.
boninense pada uji in vitro.
4. Menguji keefektifan dual inokulasi isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dalam menginduksi daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap
cekaman biotik G. boninense.
5. Menganalisis respon bibit kelapa sawit uji in vivo dalam bentuk profil senyawa yang dihasilkan oleh bibit kelapa sawit yang diinduki oleh inokulasi
FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza sebagai ekspresi daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense.
Perumusan Masalah
Penyakit busuk pangkal batang BPB yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense pada tanaman kelapa sawit termasuk penyakit yang
mematikan. Serangan penyakit BPB ini pada perkebunan kelapa sawit
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
mengurangi populasi kelapa sawit sehingga menurunkan produksinya. Cara pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini belum ditemukan sehingga
para pengusaha kebun kelapa sawit masih berusaha mencari alternatif pengendalian yang efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan teknik
pencegahan dini dengan memanfaatkan mikroba tanah yang memiliki potensi dalam mengurangi serangan G. boninense pada kelapa sawit. Hingga saat ini
belum ada populasi kelapa sawit yang tahan terhadap serangan G. boninense, akan tetapi di areal pertanaman yang terserang berat penyakit tersebut ada beberapa
tanaman yang tetap sehat seakan-akan mengekspresikan tahan terhadap G. boninense. Di duga pada populasi tanaman tersebut terbentuk sistem ketahanan
karena adanya induksi yang dipicu oleh keberadaan komunitas mikroba tanah di daerah rizosfir tanaman kelapa sawit.
Inokulasi beberapa jenis mikroba tanah seperti fungi mikoriza arbuskular FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza diketahui mampu meningkatkan
toleransi tanaman terhadap serangan penyakit. Eksplorasi dan identifikasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari rizosfir kelapa sawit sehat di daerah
serangan Ganoderma belum dilakukan, padahal sering ditemukan tanaman yang mampu bertahan hidup yang diduga diakibatkan oleh adanya mikoriza arbuskular
yang berkembang secara alami. Inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang mampu meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dari tanah,
meningkatkan lignifikasi tanaman, meningkatkan aktivitas enzim kitinase, β-1,3 glukanase, β-1,4 glukosidase, peroksidase, serta meningkatkan konsentrasi
senyawa golongan fitoaleksin dapat dimanfaatkan untuk menghambat serangan G. boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit.
Evaluasi pengaruh FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap kejadian dan perkembangan penyakit, harus memperhitungkan beberapa faktor,
seperti patogen tanaman, asosiasi fungi dan bakteri endosimbiotik mikoriza dengan kondisi lingkungan. Oleh karena interaksi terjadi antara patogen, simbion
dan bakteri endosimbiotik mikoriza, maka harus dipahami hubungan antara FMA dengan bakteri endosimbiotik mikoriza, FMA dengan tanaman dan penyakit
dengan tanaman, sehingga akan diperoleh pengendalian yang efektif.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada rizosfir kelapa sawit terdapat isolat FMA dan bakteri endosimbiotik
mikoriza yang berpotensi menginduksi daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik Ganoderma boninense.
2. Pada spora FMA terdapat isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang mampu menghambat pertumbuhan G. boninense in vitro.
3. Terdapat senyawa aktif yang dikeluarkan oleh bakteri endosimbiotik mikoriza secara in vitro yang dapat menghambat pertumbuhan patogen G. boninense in
vitro.
4. Kombinasi inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza meningkatkan daya adaptasi kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense.
5. Interaksi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dapat meningkatkan keefektifan pengendalian hayati terhadap penyakit busuk pangkal batang pada
tanaman kelapa sawit yang dicirikan oleh ekspresi profil senyawa aktif dihasilkan secara in vivo oleh bibit kelapa sawit yang diinduksi oleh inokulasi
FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza.
Strategi Penelitian
Untuk menjawab hipotesis-hipotesis pada penelitian ini dilakukan lima percobaan yang saling berkaitan seperti tercantum dalam Diagram Alir Penelitian.
Topik Penelitian 1 bertujuan untuk mendapatkan isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari rizosfir kelapa sawit dengan judul “Eksplorasi,
isolasi dan identifikasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari rizosfir kelapa sawit dan potensinya sebagai penginduksi ketahanan kelapa sawit terhadap
cekaman biotik Ganoderma boninense”. Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang diperoleh kemudian diseleksi kemampuannya dalam mempercepat
perkecambahan spora FMA dan menghambat pertumbuhan patogen G. boninense secara in vitro pada Penelitian 2 yang berjudul “Seleksi bakteri endosimbiotik
mikoriza terhadap daya kecambah FMA dan daya hambatnya terhadap Ganoderma boninense”. Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang memiliki
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
kemampuan menghambat pertumbuhan G. boninense dan memiliki kemampuan mempercepat perkecambahan spora FMA dipilih untuk mendapatkan dan
mengidentifikasi senyawa aktif yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut yang dilakkan pada Penelitian 3 yang berjudul “Identifikasi senyawa aktif dari bakteri
endosimbiotik mikoriza yang menghambat pertumbuhan G. boninense dan bersifat sinergis dengan FMA”. Isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza
yang diperoleh pada Penelitian 1 kemudian diuji kemampuannya dalam meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen
G. boninense yang dilakukan pada Penelitian 4 yang berjudul “Daya Adaptasi bibit kelapa sawit diinokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap
cekaman biotik patogen G. boninense”. Akar kelapa sawit yang telah diinokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza kemudian dianalisis untuk melihat
profil kromatogram senyawa yang dikeluarkan oleh dual inokulasi tersebut yang mampu menghambat pertumbuhan G. boninense yang dilakukan pada Penelitian 5
dengan judul “Analisis respon inang dalam bentuk senyawa aktif sebagai ekspresi daya adaptasi kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense yang
diinokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza”.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini secara ilmiah diharapkan dapat memperoleh isolat fungi mikoriza dan bakteri endosimbiotik mikoriza bekerja secara sinergis
untuk meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense berupa peningkatan serapan hara, pertumbuhan dan
ketahanan terhadap penyakit. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui senyawa yang dikeluarkan oleh bakteri endosimbiotik mikoriza yang
bermanfaat dalam meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense serta mendapatkan informasi profil
kromatogram senyawa aktif dari akar kelapa sawit yang telah diinokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza sebagai ekspresi daya adaptasi bibit kelapa
sawit terhadap cekaman biotik patogen G. boninense. Pemahaman ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang
pada kelapa sawit yang efektif.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
?
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
= Hasil penelitian 3 belum dapat mengkonfirmasikan apakah senyawa
tersebut juga dihasilkan oleh bibit kelapa sawit secara in vivo dengan inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza, sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
Penelitian 1
Eksplorasi, Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Bakteri Endosimbiotik Mikoriza dari Rizosfir Kelapa Sawit
Hasil yang Diharapkan: Diperolehnya isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari beberapa varietas kelapa sawit yang berpotensi meningkatkan daya adaptasi kelapa sawit
terhadap cekaman biotik G. boninense.
Penelitian 2
Seleksi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza yang Mempercepat Perkecambahan
Spora FMA dan Menghambat Pertumbuhan G. boninense
Hasil yang Diharapkan: Diperoleh isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang
efektif dalam meningkatkan persentase berkecambah
spora FMA
dan menghambat pertumbuhan G. boninense
Penelitian 3
Identifikasi Senyawa Aktif dari Bakteri Endosimbiotik Mikoriza yang
Menghambat Pertumbuhan G. boninense dan Bersifat Sinergis dengan FMA
Hasil yang Diharapkan: Diperoleh senyawa aktif dari bakteri endosimbiotik mikoriza
yang menghambat pertumbuhan G. boninense in vitro
Penelitian 4
Daya Adaptasi Bibit Kelapa Sawit Diinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap Cekaman Biotik Patogen G. boninense
Hasil yang Diharapkan: Diperoleh kombinasi isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang efektif dalam meningkatkan daya adaptasi kelapa sawit terhadap cekaman
biotik G. boninense.
Penelitian 5
Menganalisis Respon Inang dalam Bentuk Senyawa Aktif sebagai Ekspresi Daya Adaptasi Kelapa Sawit terhadap Cekaman Biotik G. boninense dengan Inokulasi FMA dan Bakteri
Endosimbiotik Mikoriza Hasil yang Diharapkan: Diperoleh profil kromatogram senyawa aktif yang dihasilkan oleh
bibit kelapa sawit sebagai ekspresi daya adaptasi kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense dengan adanya inokulasi FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza
Hasil Akhir: Diperoleh gambaran tentang daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap cekaman
biotik patogen Ganoderma boninense dengan inokulasi FMA bakteri endosimbiotik mikoriza
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
11
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit
Arti Penting Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat yang tumbuh sebagai tanaman
hibrida di berbagai tempat di dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Walaupun ditanam di luar daerah asalnya, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik termasuk di Indonesia. Minyak sawit dengan harga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya ini
digunakan untuk berbagai keperluan industri seperti industri minyak goreng, industri sabun, kosmetik, lilin, makanan dan untuk bahan baku biodiesel.
Negara-negara di Asia Tenggara merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia termasuk Indonesia. Total produksi minyak sawit dunia
meningkat hampir tiga kali lipat selama tiga dasawarsa hingga tahun 2009. Pada tahun 20092010, total produksi minyak sawit diperkirakan 45,1 juta ton, dengan
Indonesia dan Malaysia mencapai lebih dari 85 persen total dunia. Indonesia dan Malaysia masing-masing memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit.
Minyak sawit produksi Indonesia terutama diekspor ke India, Cina dan Eropa Barat masing-masing 6,7 juta ton, 6,3 juta ton dan 4,6 juta ton World Growth
2011. Berdasarkan prospek ekonominya yang besar, industri minyak sawit ini menjadi subsektor yang paling dinamis dan diminati, sehingga perkembanganya
menarik banyak perhatian pelaku bisnis. Sejarah kelapa sawit di Indonesia dimulai tahun 1915 ketika turunan
kelapa sawit hasil introduksi yang berada di Kebun Raya Bogor ditanam di Sumatera Utara Lubis 1992. Di daerah tersebut, kelapa sawit kemudian
berkembang dan selanjutnya dibudidayakan secara komersial. Sejak dua dekade terakhir terjadi pengembangan areal kelapa sawit yang sangat pesat.
Pengembangan kelapa sawit tidak hanya di Sumatera 69, tetapi meluas sampai di Kalimantan 26, Sulawesi 3, Papua 1, dan Jawa 1 Tryfino 2006.
Perluasan ini tidak hanya membuka hutan baru tetapi termasuk juga konversi dari beberapa tanaman perkebunan lainnya. Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq.
12
merupakan tanaman komoditas perkebunan yang penting di Indonesia sebagai penghasil minyak nabati beserta beberapa produk turunan lainnya. Komoditas
kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara setelah karet
dan kopi Sastrosayono 2003. Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, industri kelapa sawit
merupakan salah satu agroindustri andalan yang menghasilkan devisa bagi negara. Perkembangan industri kelapa sawit pada dekade terakhir ini berkembang sangat
pesat sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Setelah tahun 2005, produksi minyak
sawit dunia diharapkan menjadi penyumbang terbesar dalam produksi minyak sayur dunia menggantikan minyak kedelai. Disamping itu, krisis energi yang
melanda dunia membuat orang berusaha untuk mencari energi alternatif yang dapat diperbaharui renewable energy menggunakan bahan baku minyak sawit
mentah crude palm oil yang direaksikan secara kimiawi untuk memenuhi spesifikasi teknis sebagai bahan bakar nabati biodiesel. Potensi minyak sawit
sebagai salah satu bahan baku biodiesel menggantikan bahan bakar minyak bumi atau fosil membuat permintaan akan minyak sawit dunia semakin tinggi.
Faktor Lingkungan Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan tipikal tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian kurang dari 400 m di atas permukaan laut
dpl dengan kemiringan lereng antara 0- 8. Topografi datar dan berombak sampai bergelombang. Suhu udara optimum adalah 27
o
C dengan rentang suhu 22
o
C - 33
o
C sepanjang tahun. Rentang curah hujan rata-rata tahunan antara 1250 - 3000 mmtahun dengan curah hujan yang optimal 1750 - 2500 mmtahun. Lama
penyinaran matahari rata-rata 5 - 7 jamhari. Kecepatan angin 5-6 kmjam untuk membantu proses penyerbukan. Tanah yang baik sebagai media tanam
mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam 80 cm, pH tanah 4 - 6,
dan tanah tidak berbatu. Secara umum kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi baik pada jenis-jenis tanah ultisols, entisols, inceptisols, andisols dan histosols
Sugiyono et al. 2002.
13
Dalam bertanam kelapa sawit, pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Pada masa tanaman kelapa sawit belum menghasilkan 0 - 3 tahun,
kanopi dan perakaran tanaman masih relatif belum berkembang. Sebagian besar lahan tersebut akan terbuka dan memperoleh cahaya matahari secara penuh
sehingga dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sela dalam pola tumpangsari. Pola ini memungkinkan pendapatan tambahan bagi petani selama
tanaman kelapa sawit belum berproduksi. Ketika tajuk belum saling menutup, kelapa sawit dapat ditumpang sari dengan segala jenis tanaman pangan seperti
kedelai atau tanaman buah-buahan seperti nanas. Tetapi jika tajuk telah saling menutup, hanya tanaman yang naungannya sedikit yang dapat ditanam diantara
barisan tanaman kelapa sawit PPKS 2007. Tanaman penutup tanah legume cover crop seperti tanaman kacang-kacangan pada areal tanaman kelapa sawit
sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan
pertumbuhan tanaman pengganggu gulma. Penanaman tanaman kacang- kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
Tanah tropis kekurangan unsur hara nitrogen N, fosfat P dan kalium K sehingga ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan
anorganik yang terdiri dari 1,3 kg N; 0,2 kg P dan 1,8 kg K untuk setiap tanaman selama satu tahun. Kekurangan unsur N, P, K dan Mg menghambat pertumbuhan
kelapa sawit sehingga tanaman menjadi kerdil, sementara kekurangan boron B pada tanaman muda dapat mematikan tanaman. Hara K berperan dalam aktifitas
pembukaan dan penutupan stomata, aktifitas enzim dan sintesa minyak dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Kekurangan K menyebabkan bercak
kuningtransparan, white stripe, daun tua kering dan mati. Kekurangan K berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma Liang 2008.
Peremajaan kebun kelapa sawit biasanya dilakukan setelah umur tanaman mencapai 25 tahun Arifin et al. 2000. Beberapa perkebunan kelapa sawit di
Indonesia telah berumur 3-4 generasi. Pada kondisi tersebut kondisi tanah sudah kurang mampu mendukung usaha yang efisien karena telah mengalami degradasi
sehingga kandungan unsur hara yang ada pada tanah tidak lagi mencukupi untuk pertumbuhan kelapa sawit, apalagi jika pemakaian bahan kimia dilakukan secara
14
terus menerus pada beberapa generasi tersebut. Pemakaian bahan kimia dalam bentuk pupuk dan pestisida yang berlebih secara terus menerus juga dapat
menyebabkan punahnya atau tidak berkembangnya biota tanah yang menguntungkan bagi tanaman. Dengan kondisi tanah yang miskin unsur hara,
tentu tidaklah mudah untuk melaksanakan budidaya kelapa sawit karena banyaknya masalah yang akan muncul seperti pertumbuhan tanaman yang
terhambat akibat kekurangan hara atau hara terbatas sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produktivitas yang maksimal. Pada tanah
yang miskin unsur hara akan membuat tanaman kelapa sawit menjadi rentan terhadap serangan penyakit sehingga tanaman menjadi sakit bahkan mati
Darmono 2000.
Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit
Kerusakan pada tanaman seringkali tidak hanya disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit. Tidak jarang kematian tanaman disebabkan oleh
faktor-faktor lingkungan seperti kelebihan atau kekurangan air, ketinggian yang ekstrim, pH tanah yang tidak sesuai, suhu yang terlalu ekstrim serta kelebihan
atau kekurangan unsur hara mikro. Tanaman kelapa sawit memiliki perakaran yang dangkal sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan yang dapat
menurunkan pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan yang berlangsung lama dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, daun bagian bawah
cepat mengering, merusak hijau daun, tandan buah mengering dan patah pucuk, bahkan tanaman mati jika kondisi ekstrim kering terjadi Caliman Southworth
1998. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga, bunga dan buah muda gugur, dan tandan buah gagal masak
Caliman Southworth, 1998, sehingga menurunkan produksi tandan buah segar 10 – 40 dan minyak sawit 21 – 65 Subronto et al. 2000.
Hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS menunjukkan bahwa ketinggian tempat altitude
berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit, baik pada tanaman menghasilkan TM
maupun tanaman belum menghasilkan TBM. Pada tahap awal, terlihat adanya perbedaan panjang rachis tanaman pada berbagai ketinggian tempat yang
mengindikasikan adanya kompetisi pemanfaatan radiasi surya. Hasil penelitian
15
menunjukkan bahwa rachis pelepah kelapa sawit pada altitude 0 - 250 m dpl di atas permukaan laut nyata lebih panjang dibandingkan dengan rachis pelepah
kelapa sawit pada altitude 251 - 500 m dpl, 501 - 750 m dpl dan 751 - 1000 m dpl. Untuk kelapa sawit tanaman yang telah menghasilkan TM, panjang rachis tidak
lagi menunjukkan perbedaan nyata sebagai akibat pertumbuhan tanaman yang sudah stabil PPKS 2007.
Kemasaman pH tanah mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit. Tanah mineral masam di daerah tropika yang tidak subur merupakan faktor pembatas
utama terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Untuk menyatakan ketidaksuburan tanah ini umumnya dapat diamati dari adanya
masalah defisiensi unsur hara, terutama fosfat yang disebabkan besarnya jumlah fosfat yang terfiksasi di permukaan koloid-koloid liat. Diantara beberapa kendala
yang ada pada tanah ultisol, kekahatan P merupakan kendala yang penting dan utama, Kekahatan P tidak hanya disebabkan oleh kandungan P tanah yang rendah
akan tetapi juga karena sebagian besar P terikat oleh unsur-unsur logam seperti Al dan Fe sehingga P tidak tersedia di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman.
Kendala lain yang tidak kalah pentingnya adalah rendahnya kandungan bahan organik dan muatan-muatan negatif yang rendah pada tanah ultisol. Usaha-usaha
yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P tanah ultisol adalah dengan cara merubah bentuk P dari bentuk P yang terikat pada fase padat menjadi bentuk
P yang dapat tersedia di dalam tanah dengan cara menaikkan pH tanah, mineralisasi bahan-bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik serta
memanfaatkan mikroba tanah Amiruddin 2008. Faktor-faktor abiotik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi
kemampuan daya adaptasi tanaman terhadap cekaman biotik patogen. Kondisi tercekam karena faktor-faktor abiotik seperti cekaman kekeringan, keracunan
logam berat, kemasaman tanah yang tinggi, akan menghambat pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi tidak sehat dan rentan terhadap serangan
penyakit. Pengelolaan faktor-faktor abiotik pada budidaya kelapa sawit perlu dilakukan agar tanaman memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi pada saat
mengalami cekaman biotik patogen.
16
Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Kelapa Sawit
Salah satu hambatan utama dalam budidaya kelapa sawit ialah adanya serangan patogen. Di antara penyakit yang ada pada tanaman kelapa sawit,
penyakit busuk pangkal atang BPB yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense Pat. merupakan patogen yang paling merugikan Semangun 1990; Treu
1998. Penyakit BPB saat ini menjadi penyakit yang paling mendapat perhatian serius pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia Turner 1981; Darmono 2000.
Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini telah menimbulkan kematian sampai 80 atau lebih dari seluruh populasi tanaman kelapa sawit,
sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit per satuan luas Susanto et al. 2003.
Dahulu diyakini bahwa G. boninense hanya menyerang tanaman tua, tetapi pada saat ini G. boninense diketahui menyerang tanaman belum menghasilkan
TBM yang berumur 1 tahun. Tingkat kejadian penyakit meningkat sejalan dengan generasi kebun kelapa sawit. Gejala penyakit akan lebih cepat muncul dan
serangannya lebih berat pada tanaman generasi kedua atau ketiga. Kejadian penyakit pada tanaman TBM pada generasi satu, dua, tiga dan empat masing-
masing sebesar 0, 4, 7, dan 11. Sedangkan pada tanaman produktif pada generasi satu, dua, dan tiga masing-masing sebesar 17, 18, dan 75 Susanto
Sudharto 2003. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit BPB di lapangan adalah umur tanaman, jenis tanah, status hara dan teknik
replanting Arifin et al. 2000. Keparahan penyakit BPB sering terjadi pada daerah pesisir atau pantai.
Khairudin 1990 melaporkan bahwa seri tanah di daerah pesisir atau pantai di bagian barat Peninsula Malaysia sangat rentan terhadap serangan penyakit BPB.
Tanah-tanah tersebut umumnya merupakan jenis lempung, lempung berpasir atapun lempung berdebu dengan drainase terbatas dan kapasitas retensi air tinggi.
Akan tetapi, laporan terbaru menyimpulkan bahwa kejadian penyakit BPB pada tanaman kelapa sawit lebih banyak terjadi di daerah pedalaman, tanah gambut dan
tanah laterit. Laporan mengenai kejadian penyakit BPB pada jenis-jenis tanah yang berbeda memerlukan kajian yang lebih mendalam bagaimana jenis tanah
berperan dalam menentukan tingkat kejadian penyakit BPB.
17
Status hara tanah mempengaruhi perkembangan penyakit BPB akan tetapi pengaruhnya lebih terkait dengan sifat fisik, sifat kimia dan biologi dari tanah
tersebut. Di Indonesia, kandungan natrium Na yang tinggi dan kandungan nitrogen N yang rendah berkaitan dengan meningkatnya kejadian penyakit BPB
Akbar et al. 1971. Hasil investigasi terhadap unsur hara makro diketahui bahwa kandungan nitrogen N, kalium K dan fosfor P lebih tinggi pada jaringan
tanaman yang sehat dan sebaliknya kandungan magnesium Mg jauh lebih tinggi di dalam jaringan tanaman yang sakit Akbar et al. 1971. Perbedaan ini juga
muncul pada unsur mikro, terutama boron B dan tembaga Cu Arifin et al. 2000. Pilotti 2005 juga menyatakan bahwa meningkatnya kejadian penyakit
BPB di Papua New Guinea disebabkan cekaman karena jenis tanah, kedalaman tanah dan rendahnya kandungan hara tanah. Namun demikian tidak ada korelasi
yang jelas apakah penyakit BPB meningkat karena satu faktor atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Sampai saat ini sudah banyak usaha dilakukan untuk mengendalikan penyakit tersebut yang meliputi pengendalian kultur teknis, mekanis dan kimiawi.
Semua usaha pengendalian tersebut di atas belum memberikan hasil yang memuaskan dan sampai saat ini penyakit BPB masih menjadi penyakit utama
pada tanaman kelapa sawit Susanto 2002. Berdasarkan kegagalan pengendalian yang tidak terpadu tersebut dan sifat Ganoderma yang tertular tanah soil borne
Abadi 1987; Hadiwiyono et al. 1997, maka pengendalian penyakit BPB harus terpadu antara pemanfaatan tanaman kelapa sawit yang toleran, penggunaan agen
biokontrol superior dan tindakan kultur teknis yang benar. Salah satu alternatif pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan
mikroba yang dapat bersimbiosis dengan akar kelapa sawit, seperti fungi mikoriza arbuskular FMA.
Ganoderma boninense Pat Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang
Ganoderma boninense termasuk dalam kelompok jamur pendegradasi lignin ligninolitik. Jamur ligninolitik umumnya berasal dari kelompok jamur
busuk putih white rot fungi yang tergolong basidiomisetes. Oleh karena itu, jamur ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam mendegradasi lignin
dibandingkan dengan kelompok jamur lainnya Seo Kirk 2000. Serat batang
18
tanaman kelapa sawit memiliki komposisi kimia sebagai berikut berat kering, ww: selulosa 41.2, hemiselulosa 34.4, lignin 17.1, abu 3.4 dan soluble
etanol 2.3. Syringaldehyde merupakan komponen fenolik paling dominan yang menyusun 65.6–68.5 dari total monomer fenolik dalam campuran oksidasi. Hal
ini yang menyebabkan batang tanaman kelapa sawit sulit untuk dibiodegradasi jika dibandingkan tanaman berkayu lignin lainnya Schwarze 2007. Oleh karena
dinding sel tanaman kelapa sawit tersusun oleh lignin, selulosa dan hemiselulosa, maka untuk menyerang tanaman, jamur lignolitik harus mampu mendegradasi
ketiga komponen tersebut dengan enzim lignin peroksidase, selulase dan hemiselulase. Di samping enzim-enzim tersebut, G. boninense juga menghasilkan
enzim amilase, ekstraseluler oksidase, invertase, koagulase, protease, renetase dan pektinase Susanto Prasetyo 2008.
Untuk dapat menimbulkan penyakit pada kelapa sawit, jamur ini membutuhkan jumlah inokulum yang cukup besar. Inokulum pada kayu karet
dengan volume 432 cm
3
dapat menginfeksi bibit kelapa sawit di polibag setelah 6 bulan inkubasi sementara jumlah inokulum 216 cm
3
mampu menginfeksi bibit kelapa sawit setelah 9 bulan inkubasi di polibag. Munculnya basidiokarp kecil
pada bibit kelapa sawit merupakan tanda bibit telah terinfeksi oleh jamur G. boninense
Susanto Prasetyo 2008. Penyakit Busuk Pangkal Batang BPB merupakan patogen tular tanah soil borne disease, dimana penyebaran utamanya
terjadi melalui kontak akar di dalam tanah, di samping melalui spora lewat udara spore airborne dan inokulum sekunder dalam tanah.
Proses infeksi dipostulasikan terjadi melalui kontak akar dan peranan basidiopora dalam
penyebaran infeksi G. boninense pada batang atas kelapa sawit. G. boninense dengan cepat mendegradasi pati, lignin dan selulosa yang kemudian secara
ekstensif mendegradasi dinding sel korteks akar. Infeksi selanjutnya akan mencapai pangkal batang yang akhirnya akan menyebabkan kematian pada
tanaman kelapa sawit. Analisis ultrastruktur mengungkapkan perkembangan patogen terjadi melalui perubahan yang sangat cepat: dari dinding sel akar yang
terinfeksi, invasi nekrotrofik pada korteks akar, kolonisasi endophytic intraseluler yang padat pada batang bawah sampai pada pertumbuhan hifa yang sangat masif
di luar akar yang memuncak pada pembentukan basiodiokarp yang akan
19
melepaskan sejumlah besar basidiospora untuk penyebarannya Arifin et al 2000. Kejadian penyakit BPB ini pada kelapa sawit sangat tinggi pada area replanting
tanaman kelapa sawit atau pada lahan bekas tanaman kelapa Arifin et al 1996. Hal ini diduga karena pada lahan tersebut masih terdapat sisa inokulum
Ganoderma di dalam tanah yang akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman kelapa sawit yang ditanam pada areal tersebut.
Penyakit BPB pada kelapa sawit umumnya diketahui setelah tanaman kelapa sawit terinfeksi lama. Gejala dini penyakit ini sulit dideteksi karena
perkembangan penyakit ini sangat lambat. Gejala awal penyakit ini sukar terlihat karena gejala luar tidak sejalan dengan gejala dalam. Gejala akan lebih mudah
dilihat apabila sudah ada gejala lebih lanjut atau sudah membentuk tubuh buah. Sebagai akibatnya, tindakan pengendalian sudah sulit untuk dilakukan Turner
1981. Pada tanaman tua, gejala awal terlihat dengan memucatnya warna hijau pada daun seperti kekurangan air atau unsur hara, mengumpulnya daun pupus
yang tidak membuka pada tajuk, adanya nekrosis pada daun tua dan pada akhirnya tanaman akan mati dan tumbang. Pada bibit kelapa sawit, gejala awal serangan
jamur G. boninense ini dapat terlihat dengan adanya nekrosis akar pada saat bibit berumur 9 bulan Susanto Prasetyo 2008.
Fungi Mikoriza Arbuskular FMA
Pengertian Umum Fungi Mikoriza Arbuskular
Fungi mikoriza arbuskular FMA termasuk ke dalam fungi phylum Glomeromycota,
kelas Glomeromycetes
dan empat
ordo Glomerales,
Diversisporales, Paraglomerales, Archaeosporales dengan 11 famili dan 17 genera Schüßler Walker 2010. Fungi Mikoriza Arbuskular membentuk
simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan dengan akar tanaman, di mana FMA membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah terutama
P, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman abiotik dan biotik dan sebaliknya tanaman menyediakan eksudat akar yang dapat digunakan oleh FMA
untuk metabolismenya. Telah diketahui bahwa FMA meningkatkan penyerapan hara terutama P dari dalam tanah kepada tanaman. Adanya peningkatan
20
penyaluran hasil fotosintesis berupa karbon oleh tanaman kepada FMA meningkatkan penyerapan dan transfer P dari FMA kepada tanaman Bücking
Shachar-Hill 2005 dan sebaliknya penyerapan dan transfer P akan turun apabila transfer hasil fotosintesis dari tanaman kepada FMA juga turun. Kemampuan
FMA menyalurkan P kepada tanaman akan berbeda tergantung kepada jenisnya Smith et al. 2003. Beberapa jenis FMA sangat sedikit menyalurkan P kepada
tanaman sementara jenis lain penyalurannya sangat tinggi Smith et al. 2003.
Peranan FMA dalam Penyerapan Hara
Salah satu manfaat FMA adalah meningkatkan penyerapan unsur hara terutama fosfor P dari tanah. Pada tanah-tanah dengan pH rendah atau masam
seperti tanah di daerah tropis, fosfat akan cenderung terikat dengan logam-logam di tanah seperti Al, Fe dan membentuk kompleks P yang sangat sulit diserap oleh
tanaman. Pada kondisi tanah seperti itu FMA dapat membantu tanaman menyerap P yang terikat tadi karena FMA dapat menghasilkan enzim fosfatase yang dapat
mengubah atau mengkatalisis hidrolisis kompleks P yang tidak tersedia menjadi P yang larut dan tersedia bagi tanaman Menge 1984. Selain itu, FMA juga dapat
meningkatkan penyerapan P anorganik dengan memperpendek jarak dimana unsur tersebut akan berdifusi ke dalam akar tanaman melalui jalinan hifa yang intensif
Nowaki et al. 2010. Manfaat yang paling signifikan dari keberadaan FMA adalah kemampuan FMA untuk mengakuisisi fosfat P dari tanah karena hifa
FMA dapat tumbuh di zona deplesi daerah pengurasan P tanaman inang sehingga dapat mengambil P yang tidak dapat diambil oleh tanaman karena
luasnya daerah eksplorasi tanah oleh hifa. Akan tetapi kontribusi penyerapan P oleh FMA sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman dan jenis fungi.
Banyak hasil-hasil penelitian yang menyebutkan manfaat inokulasi FMA terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman termasuk kelapa sawit. Hanafiah
2001 menyatakan bahwa inokulasi ganda FMA dan bakteri Azospirillum brasiliense dapat meningkatkan keefektifan pemupukan yang hampir menyamai
dengan pemberian 100 pupuk. Hasil percobaan Lukiwati 1996 menyimpulkan bahwa inokulasi FMA yang dikombinasikan dengan pemupukan batuan fosfat
mampu meningkatkan produksi dan nilai hara hijauan legum pada tanah steril. Pada tanaman kelapa sawit, hasil penelitian Blal et al. 1990 menyatakan bahwa
21
tanaman kelapa sawit yang diinokulasi dengan FMA menyerap P lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi dan merupakan faktor yang
penting bagi optimasi penyerapan unsur P di dalam produksi bibit tanaman kelapa sawit di daerah tropis. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada tanaman kelapa
sawit juga diketahui dapat mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik sebanyak 50 Bakhtiar et al. 2002. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian
Widiastuti 2004 yang menyimpulkan bahwa inokulasi FMA pada bibit kelapa sawit memperbaiki sistem perakaran sehingga kemampuan menyerap hara lebih
baik, meningkatkan pertumbuhan bibit 2,5 kali dan meningkatkan serapan P sampai 3,6 kali dibandingkan dengan bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi
FMA, serta mengurangi dosis pupuk hingga 75 dari dosis rekomendasi. Selain membantu penyerapan fosfat P, FMA juga diketahui dapat
meningkatkan penyerapan nitrogen N dari dalam tanah. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa FMA mempengaruhi secara langsung hara N
tanaman. Tanaman seledri yang diinokulasi FMA lebih mampu menyerap label
15
N dari sumber nitrogen organik maupun anorganik yang ditempatkan dekat sistem akar, dengan tingginya kadar
15
N yang muncul dalam pucuk dan akar tanaman yang diinfeksi FMA dibandingkan kontrol atau tanpa inokulasi FMA
Ames et al. 1983. Hasil percobaan menggunakan label N isotop yang dilakukan oleh Govindarajulu et al. 2005 menyimpulkan bahwa penyerapan N anorganik
oleh FMA di luar akar ditranslokasikan dari miselium ekstraradikal ke miselium intraradikal sebagai arginin. Sejalan dengan mekanisme tersebut, gen yang
berperan dalam asimilasi N terekspresikan di jaringan ekstraradikal, sementara gen yang berkaitan dengan pemecahan arginin lebih terekspresikan pada miselium
intraradikal. Konsentrasi tinggi senyawa N anorganik menurunkan infeksi FMA dan penurunan ini lebih besar jika N dalam bentuk NH
4 +
ammonium daripada dalam bentuk NO
3 -
nitrat. Oleh karena nitrat merupakan bentuk N yang sangat mobil dan lebih tersedia di dalam larutan tanah jika dibandingkan dengan bentuk
ammonium, dapat diprediksi bahwa FMA lebih mempengaruhi penyerapan N dan translokasi jika sumber N dalam bentuk ammonium Cooper 1984. Hal yang
sama disampaikan oleh Cheng et al. 2008, di mana tanaman anggur yang diberi
22
pemupukan yang rendahpun membatasi penyerapan N dari residu tanaman penutup legum oleh hifa FMA dan akar bermikoriza tanaman anggur.
Penyerapan hara lainnya seperti K, Ca, S, Cu, B dan Zn berimplikasi terhadap hara yang dibantu oleh FMA akan tetapi hasilnya sangat bervariasi.
Tanaman bermikoriza mengandung jumlah total unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza karena besarnya biomasa, akan
tetapi seringkali konsentrasi hara antara tanaman bermikoriza dan yang tidak bermikoriza relatif sama berdasarkan berat kering tanaman Cooper 1984.
Penyerapan hara dipengaruhi oleh kadar P tanah dan infeksi oleh FMA. Konsentrasi unsur hara dalam tanaman bermikoriza menurun dengan
meningkatkannya jumlah P yang diaplikasikan, sehingga konsentrasi Zn, Cu, K dan S pun menjadi turun sebagai efek dari aplikasi P yang tinggi Timmer et al.
1980. Translokasi Zn dari tanah ke tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar hara P, pada kadar P tinggi, tanaman tidak dapat menyerap Zn disebabkan karena supresi
infeksi FMA dan eliminasi translokasi hifa. Unsur Ca terlibat dalam transfer P ke tanaman inang karena kemampuan Ca dalam menstimulasi aktivitas enzim
fosfatase dan menjaga integritas membran plasma Strullu et al. 1981.
Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Kekeringan
Selain meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, FMA juga mempunyai peranan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman
kekeringan Marschner 1995. Setiadi 1989 menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza memiliki kemampuan menghindari pengaruh langsung dari cekaman
kekeringan dengan cara meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan akar dan hifa mikoriza. Hifa FMA masih mampu menyerap air dari pori-pori
tanah pada saat akar tanaman sudah tidak dapat lagi menyerap air. Di samping itu, pertumbuhan jalinan hifa yang sangat intensif dan luas di dalam tanah dapat
memperluas bidang penyerapan air. Yahya et al. 2000 membuktikan bahwa efisiensi penggunaan air pada bibit kakao yang diinokulasi FMA mencapai
149,2 jika dibandingkan kontrol tanap inokulasi FMA. Ini menunjukkan bahwa bibit kakao yang diinokulasi FMA tidak mengalami cekaman kekeringan
oleh karena adanya hifa eksternal FMA yang masih dapat menyerap air dari pori- pori tanah. Auge 2001 melaporkan bahwa keberadaan FMA pada tanaman
23
meningkatkan resistensi tanaman terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengembangkan
strategi penghindaran
terhadap kekeringan
dengan mempertahankan potensial air dan dengan strategi peningkatan toleransi terhadap
kekeringan dengan bertahan pada potensial air internal yang rendah. Swasono 2006 melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan adaptasi tanaman
bawang merah terhadap cekaman kekeringan pada tanah pasir pantai dengan cara memperbaiki pertumbuhan perakaran, meningkatkan serapan air yang
mempengaruhi peningkatkan Kandungan Air Relatif KAR daun, efisiensi serapan air dan hara khususnya P dan N. Di samping itu, Hapsoh et al. 2005
menyimpulkan bahwa FMA meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan dengan mekanisme pengaturan tekanan osmotik pada
jaringan tanaman dan mekanisme penghindaran dengan menekan kehilangan air melalui penurunan luas daun. Peranan FMA pada tanaman kedelai tersebut terlihat
dengan meningkatnya bobot biji kering pada genotip Lokon sebesar 76,42, pada genotip Sindoro sebesar 36,68 dan pada genotip MLG 3474 sebesar 34,21.
Hasil penelitian Rahman et al. 2006 menyimpulkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan kadar air tanah 50 KL, tanaman legum pakan yang
bersimbiosis dengan FMA mengembangkan mekanisme adaptasi berupa
pengurangan luas daun serta mempertahankan bobot kering akar. Kartika 2006 melaporkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit
terhadap cekaman kekeringan. Lebih lanjut Kartika menyatakan bahwa ada dua mekanisme adaptasi bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan FMA terhadap
cekaman kekeringan. Pertama melalui mekanisme penghindaran avoidance melalui perbaikan penyerapan hara terutama P, peningkatan kemampuan
penyerapan air melalui perbaikan sistem perakaran, pengurangan luas permukaan transpirasi, pengaturan penutupan stomata melalui akumulasi kadar asam absisat,
Abcisic Acid ABA daun. Kedua melalui mekanisme toleransi osmoregulasi dengan memproduksi senyawa-senyawa osmotikum glisina-betaina dan prolina
daun, serta pengaturan turgor sel melalui akumulasi kadar ABA daun.
Peranan FMA terhadap Cekaman Abiotik Toksisitas Logam Berat
Tanaman yang bersimbiosis dengan FMA diketahui juga dapat
meningkatkan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam berat Marschner
24
1995. Pada tanah masam seperti tanah-tanah di daerah tropik umumnya P terdapat sebagai P-aluminium P-Al dan P besi P-Fe dengan kadar rendah dan
tidak tersedia bagi tanaman. Hambatan penyerapan hara pada tanah masam disebabkan oleh adanya pengaruh Al secara langsung pada perkembangan akar
tanaman dan pengaruh tidak langsung terhadap serapan hara Delhaize Ryan 1995. Hasil penelitian Karti 2003 menyimpulkan bahwa tanaman rumput
toleran Al yaitu Setaria splendida yang diinokulasi dengan FMA dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini disebabkan karena
terjadi modifikasi kimia oleh tanaman bermikoriza yang mempengaruhi eksudasi akar berupa asam-asam organik Smith Read 2008 dan enzim fosfatase yang
memacu proses mineralisasi P organik Dodd et al. 1987. Jayachandran et al. 1992 menjelaskan bahwa pada kondisi kahat P karena toksisitas Al, tanaman
bermikoriza mampu memanfaatkan sumber P yang tidak tersedia melalui peningkatan laju kelarutan P yang tidak larut dan hidrolisis P yang tidak terlarut
menjadi P yang dapat diserap tanaman. Hasil percobaan Utama Yahya 2003 menunjukkan adanya perbedaan tanggap bobot kering akar antar spesies legum
penutup tanah terhadap perlakuan pemberian mikoriza yang ditanam pada tanah dengan cekaman Al. Perlakuan inokulasi mikoriza pada tanaman legum mampu
mengatasi kekurangan unsur hara P karena struktur hifa internal dan eksternal mampu meningkatkan penyerapan hara dan air.
Mekanisme lain dari peranan FMA dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam berat adalah akumulasi senyawa fenolik di dalam akar,
yaitu senyawa yang mempunyai sifat antimikroba. Seperti yang disimpulkan oleh Sharda et al. 2008 bahwa akumulasi senyawa fenolik yang tinggi di dalam akar
percobaan in vitro dan hanya melepaskan sedikit senyawa tersebut ke dalam medium merupakan mekanisme toleransi akar bermikoriza terhadap toksisitas
logam berat seperti Pb plumbum. Simpulan tersebut dikuatkan oleh pernyataan Jung et al. 2003 bahwa kandungan fenolik yang tinggi di dalam jaringan
tanaman memiliki kecenderungan membentuk senyawa kompleks yang stabil antara senyawa fenolik terutama polifenol dengan logam berat. Senyawa
kompleks tersebut akan membatasi penyerapan logam berat oleh akar tanaman sehingga mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman bermikoriza.
25
Peranan FMA terhadap Cekaman Biotik Patogen
Secara umum, FMA tidak banyak menyebabkan perubahan morfologi akar tanaman inang, akan tetapi secara fisiologi terjadi perubahan yang signifikan,
seperti perubahan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada jaringan, meningkatnya aktivitas fotosintesis dan perubahan penyebaran hasil fotosintesis pada akar dan
pucuk Linderman 1994. Peningkatan penyerapan unsur hara dari tanah menyebabkan perubahan pada status hara dari jaringan tanaman inang yang pada
akhirnya akan merubah struktur dan aspek biokimia dari sel-sel akar. Perubahan ini pada akhirnya akan membuat tanaman lebih sehat, dapat bertahan pada
cekaman lingkungan dan memiliki toleransi ataupun tahan terhadap serangan penyakit tanaman Linderman 1994. Setiadi 1989 menyatakan bahwa
mekanisme perlindungan tanaman terhadap infeksi patogen akar dimungkinkan dengan adanya lapisan hifa yang berfungsi sebagai pelindung fisik masuknya
patogen, adanya senyawa antibiotika yang dilepaskan oleh FMA yang dapat mematikan patogen serta adanya penggunaan semua eksudat akar oleh FMA
sehingga tercipta lingkungan yang tidak sesuai untuk patogen. Linderman 1994 menyatakan bahwa Interaksi akar tanaman dengan
mikoriza meningkatkan aktivitas enzim kitinase yang efektif menahan serangan fungi patogen. Enzim kitinase dapat meningkatkan respon tanaman terhadap
infeksi patogen. Enzim ini bekerja sinergis dengan β-1,3-glukanase, yang memainkan peranan penting dalam respon pertahanan terhadap infeksi fungi
patogen Boller 1993. Enzim hidrolitik selulase, pektinase, xyloglukanase juga terlibat dalam penetrasi dan perkembangan FMA dalam akar tanaman serta
meningkatkan proteksi terhadap patogen Garcia Garrido 2000. Pada akar bermikoriza akumulasi arginina juga meningkat sehingga menghambat sporulasi
dari fungi patogen Thielaviopsis basicola. Sastrahidayat 1995 melaporkan bahwa inokulasi FMA pada tanaman tomat mampu menekan serangan Fusarium
oxysporum lycopersici penyebab penyakit busuk akar dengan penyelamatan
produksi sebesar 148,26. Penelitian Morandi et al. 1984 menemukan bahwa tanaman kedelai Glycine max L. dengan mikoriza meningkatkan konsentrasi
fitoaleksin yang menyerupai senyawa isoflavon. Senyawa tersebut diyakini ikut berperan dalam meningkatkan resistensi tanaman kedelai terhadap serangan fungi
26
patogen dan juga nematoda akar. Garcia-Garrido Ocampo 2002
mengemukakan bahwa asosiasi FMA dengan tanaman dikontrol oleh gen-gen yang diekspresikan secara diferensial. Gen untuk pertahanan terhadap patogen
seperti enzim pendegradasi dinding fungi seperti kitinase dan ß1,3 glukanase, enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin seperti fenilalanin ammonia liase
PAL, kalkon sintase CHAL, kalkon isomerase dan protein seperti HRGP yang bersama-sama dengan ß1,3 glukan akan menguatkan dinding sel tanaman
sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen. Hasil penelitian Hashim 2004 menyatakan bahwa inokulasi FMA pada
bibit kelapa sawit yang diikuti dengan inokulasi fungi patogen Ganoderma, mampu memperpanjang masa inkubasi fungi patogen untuk menyebabkan infeksi
ataupun menyebabkan kematian pada bibit. Setelah 9 bulan, semua bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi mikoriza menunjukkan gejala penyakit oleh fungi
Ganoderma. Sementara itu hanya 20 bibit yang diinokulasi mikoriza menunjukkan gejala penyakit tersebut dan hanya 10 yang menyebabkan
kematian pada bibit kelapa sawit. Hal ini diduga karena: 1 terjadi kompetisi antara FMA dengan patogen untuk mengokupasi tanaman dan juga kompetisi
mendapatkan hasil fotosintesis dari tanaman; 2 tanaman yang bermikoriza secara langsung ataupun tidak langsung akan membuat bibit lebih sehat dengan
kekuatan internal resisten yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit; 3 kerapatan akar yang tinggi dengan adanya mikoriza mengurangi kehilangan akar
akibat infeksi oleh penyakit; 4 Penumpukan Ca yang signifikan pada sel mikoriza menciptakan penghalang bagi penyakit untuk berkembang di dalam akar
kelapa sawit; 5 Produksi metabolit sekunder yang tinggi oleh akar bermikoriza dapat menghambat penyebaran patogen di dalam akar kelapa sawit Hashim,
2004. Akan tetapi mekanisme pasti dari hal tersebut di atas masih belum diketahui dengan jelas.
Peranan FMA terhadap cekaman biotik patogen G. boninense juga dilaporkan oleh Sarashimatun Tey 2009, dimana inokulasi FMA pada bibit
kelapa sawit dapat mencegah infeksi G. boninense 100. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa inokulasi FMA pada tanaman menghasilkan TM umur 20
tahun yang terserang berat oleh G. boninense di lapangan, aplikasi FMA memang
27
tidak dapat mematikan G. boninense akan tetapi dapat memperpanjang umur produksi dari tanaman kelapa sawit.
Bakteri Endosimbiotik Mikoriza
Pengertian Umum Bakteri Endosimbiotik Mikoriza
Berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri diketahui hidup di sekitar mikoriza dan mengambil manfaat dari berbagai jenis senyawa organik yang
dilepaskan oleh tanaman. Mikroorganisme ini termasuk anggota dari kelompok aerobik dan anaerobik dari bakteri sampai fungi dan protozoa Garbaye 1991.
Diketahui juga bahwa mikroflora rizosfir memberikan manfaat bagi
perkembangan dan
stabilitas mikoriza.
Manfaat menguntungkan
dari mikroorganisme ditemukan dalam berbagai kondisi dengan FMA Paulitz
Linderman 1989,
ektomikoriza Garbaye
Bowen 1987,
helper mikroorganisme yang umumnya adalah bakteri termasuk beberapa aktinomisetes
Meyer LInderman 1986; Paulitz Linderman 1989. Banyak bakteri diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman baik
melalui interaksi secara langsung maupun secara tidak langsung dengan akar tanaman yang digolongkan dalam Plant Growth Promoting Bacteria PGPB.
Telah diketahui juga bahwa hampir semua akar tanaman dikolonisasi oleh fungi mikoriza baik ektomikoriza maupun mikoriza arbuskular dan kolonisasi
mikoriza ini umumnya juga meningkatkan pertumbuhan tanaman Artursson et al. 2006. Akan tetapi selama ini manfaat kolonisasi akar, baik oleh bakteri maupun
oleh mikoriza dipelajari secara terpisah, baru akhir-akhir ini pengaruh sinergis bakteri dan mikoriza mulai jadi perhatian ilmuwan dengan melihat pengaruh
positif dari kombinasi keduanya terhadap tanaman Artursson et al. 2006. Fungi Mikoriza Arbuskular FMA dan bakteri dapat berinteraksi secara sinergis untuk
menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme seperti meningkatnya ketersediaan hara, menghambat pertumbuhan fungi yang bersifat
patogen bagi tanaman. Bakteri endosimbiotik mikoriza ditemukan hanya pada sedikit jenis fungi
termasuk kelompok Glomeromycota FMA dan Geosiphon pyriforme. Bakteri endosimbiotik mikoriza
ditemukan pada beberapa jenis dari kelompok
28
Gigasporaceae dan hanya satu jenis dari kelompok tersebut yang tidak mengandung bakteri tersebut yaitu Gigaspora rosea Bianciotto et al. 2000.
Penelitian terbaru menemukan kurang lebih 20.000 jumlah bakteri ditemukan per satu spora Gigaspora margarita Bianciotto et al. 2004; Jargeat et al. 2004.
Bakteri ini dulunya dikenal sebagai genus Burkholderia berdasarkan sekuensing gen 16S ribosomal RNA, akan tetapi sekarang digolongkan ke dalam takson baru
yaitu Candidatus Glomeribacter gigasporarum Bianciatto et al. 2003.
Interaksi Mutualisme FMA dan Bakteri Endosimbiotik Mikoriza
Di daerah rizosfir terjadi interaksi antara mikroorganisme dengan fungi mikoriza arbuskular FMA baik yang bersifat mutualisme maupun yang bersifat
antagonis. FMA telah diduga memainkan peranan penting dalam fasilitasi kolonisasi bumi oleh tanaman pada periode Ordovician, sehingga muncul
spekulasi bahwa keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza pada FMA juga memberikan kontribusi terhadap kesuksesan kolonisasi awal dari tanaman
terestrial Redecker et al. 2000. Efektor bakteri endosimbiotik mikoriza yang memfasilitasi kolonisasi akar tanaman oleh FMA, kemungkinan merupakan enzim
pendegradasi dinding sel tanaman, yang meningkatkan penetrasi FMA dan penyebaran FMA di dalam sel korteks akar Frey-Klett et al. 2007 ataupun untuk
melemahkan respon ketahanan tanaman terhadap penetrasi FMA sehingga tidak terjadi penolakan oleh tanaman Lehr et al. 2007.
Lumini et al. 2007 membuktikan baru-baru ini bahwa keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza sangat memperbaiki pertumbuhan pre-simbiotik dari
FMA, sebagaimana ditunjukkan dengan adanya peningkatan elongasi dan percabangan hifa setelah perlakuan dengan eksudat akar. Diyakini juga bahwa
bakteri endosimbiotik mikoriza membantu pembentukan simbiosis dengan menstimulasi perpanjangan hifa, meningkatkan kontak akar dengan fungi dan
kolonisasi serta mengurangi pengaruh kondisi lingkungan yang merugikan terhadap miselia FMA Frey-Klett et al. 2007. Sebagai contoh, perkecambahan
spora dan pertumbuhan miselia dipicu oleh keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza melalui produksi faktor-faktor pertumbuhan, melalui detoksifikasi
senyawa antagonis atau melalui penghambatan kompetitor dan antagonis. Hal yang sama juga ditemukan oleh Bakhtiar et al. 2010, dimana bakteri
29
endosimbiotik mikoriza Bacillus subtilis N43 yang diisolasi dari spora FMA di daerah rizosfir kelapa sawit memiliki kemampuan mempercepat perkecambahan
spora FMA Gigaspora margarita in vitro. Di daerah mikorizosfir ditemukan berbagai helper bakteri yang dapat
menghasilkan substrat yang dimanfaatkan oleh FMA, sebagai contoh
perkecambahan spora FMA meningkat dengan adanya bahan yang mudah menguap yang dihasilkan oleh aktinomisetes Azcon 1987. Bakteri pengikat
nitrogen N di daerah rizosfir juga menguntungkan bagi perkembangan fungi mikoriza yang menyumbangkan asam amino dan ammonium kepada fungi
mikoriza Li Hung 1987. Beberapa mikroorganisme di daerah mikorizosfir membantu melemahkan akar sehingga memudahkan penetrasi akar oleh Fungi
Mikoriza Arbuskular. Hal ini ditunjukkan oleh hasil Azcon-Aguillar Barea 1985 dimana infeksi Trifolium parviflorum oleh FMA distimulasi oleh strain
Pseudomonas sp, yang melepaskan enzim selulolitik dan pektinolitik sehingga memudahkan FMA untuk melakukan penetrasi dengan memisahkan sel sebelah
luar dari korteks akar. Linderman 2006 menyatakan bahwa populasi bakteri endosimbiotik mikoriza dapat berubah secara dinamik terhadap waktu dan
dipengaruhi oleh mikroorganisme apa yang ada dalam daerah mikorizosfir tersebut dan dipengaruhi oleh proses dari pengayaan selektif dari grup fungsional
dari mikroorganisme dari daerah tersebut karena adanya eksudat akar yang berbeda dari tiap jenis tanaman dan eksudat dari hifa FMA. Lebih lanjut
Linderman 2006 menyimpulkan bahwa fenomena di daerah rizosfir termasuk peranan spesifik dari beberapa rhizobacteria memainkan peranan bersama dengan
FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah dan FMA memainkan peranan yang sangat
signifikan dalam menurunkan kejadian penyakit di daerah rizosfir tersebut. Penelitian Bakhtiar et al. 2010 juga menemukan bakteri endosimbiotik mikoriza
Bacillus subtilis ZJ06 yang diisolasi dari spora FMA di rizosfir kelapa sawit mampu menghambat pertumbuhan patogen Ganoderma boninense in vitro bahkan
daya hambat bakteri tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan fungisida nystatin yang umum digunakan.
30
Area mikorizosfir dipengaruhi oleh keberadaan hubungan tripartit bakteri rizosfir–FMA–akar dengan karakter spesifik, dimana setiap faktor akan
mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan faktor lainnya Lioussanne 2010. Jaringan hifa ekstraradikal dari FMA membentuk suatu area yang mendukung
pertumbuhan beberapa bakteri. Di antara Plant growth promoting bacteria PGPR, bakteri pelarut fosfat dan penambat nitrogen telah diketahui berinteraksi secara
sinergis dengan FMA, meningkatkan ketersediaan P dan N bagi tanaman, meningkatkan pertumbuhannya dan kemungkinan juga memiliki kemampuan
untuk melawan patogen yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman Lioussanne 2010. Kemampuan PGPR sebagai biokontrol dimungkinkan melalui pelepasan
senyawa beracun bagi patogen, kompetisi untuk ruang dan hara, pengurangan ketersediaan Fe dan Mn, modifikasi keseimbangan hormon tanaman dan stimulasi
mekanisme ketahanan tanaman Lioussanne 2010.
EKSPLORASI, ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN BAKTERI
ENDOSIMBIOTIK MIKORIZA DARI RIZOSFIR KELAPA SAWIT
Exploration, Isolation and Identification of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria
from Oil Palm Rhizosphere
Abstrak
Jenis tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi struktur dari komunitas mikroorganisme di dalam tanah sehingga jenis tanaman juga
menentukan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana dapat diperoleh isolat fungi mikoriza
arbuskular FMA dan sejauh mana dapat diisolasi bakteri endosimbiotik mikoriza dari spora FMA yang terdapat dalam komunitas rizosfir dari empat varietas kelapa
sawit Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik
Ganoderma boninense
. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rizosfir dari keempat varietas kelapa sawit varietas memiliki rata-rata jumlah spora FMA antara 18,25 -
36,25 buah per 200 g sampel tanah dan jumlah isolat bakteri endosimbiotik mikoriza antara10 - 24 isolat. Berdasarkan morfologi dan warna koloni diperoleh
20 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza, yang mayoritas termasuk golongan Gram positif. Hasil identifikasi berdasarkan 16S rDNA keduapuluh bakteri
tersebut terdiri dari genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp, Enterobacter sp, Brevundimonas sp dan Pseudomonas sp dan yang paling
dominan adalah genus Bacillus sp 11 dari 20 isolat.
Kata kunci: rizosfir kelapa sawit, fungi mikoriza arbuskular, bakteri endosimbiotik mikoriza
Abstract
Type of plant is the main factor affecting community structure of microorganisms in the soil so that plant species may also determine the diversity of bacteria
associated with roots. This study aimed to see how far can be obtained isolates of arbuscular mycorrhizal fungi AMF and the extent to which mycorrhizal
endosymbiotic bacteria can be isolated from AMF spores contained in the oil palm rhizosphere communities from four different varieties Pisifera, Tenera,
Dura Dumpy and Dura Deli that can be used to improve oil palm adaptation to biotic stress of Ganoderma boninense. The results showed that the rhizosphere of
four varieties of oil palm have average number of AMF spores between 18,25 – 36,25 per 200 g soil sample and the number of mycorrhizal endosymbiotic
32
bacterial isolates ranging from 10 - 24 isolates. Twenty isolates of mycorrhizal endosymbiotic bacteria were obtained and the majority belonged to Gram-positive.
Based on their 16S rDNA all the twenty bacteria consisted of genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp, Enterobacter sp, Brevundimonas sp
dan Pseudomonas sp which were dominated by genus Bacillus sp 11 of 20 isolates.
Keywords: oil palm rhizosphere, arbuscular mycorrhizal fungi, mycorrhizal endosymbiotic bacteria
Pendahuluan
Penyakit busuk pangkal batang BPB pada kelapa sawit yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense yang termasuk dalam kelas basidiomicetes, saat
ini merupakan penyakit yang mematikan pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia Turner 1981; Darmono 2000 bahkan di Asia Tenggara Flood 2005.
Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini telah menimbulkan kematian sampai 80 atau lebih dari seluruh populasi tanaman kelapa sawit,
sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit per satuan luas Susanto et al. 2003. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi serangan
penyakit BPB akan tetapi sampai saat ini masih belum ditemukan pengendalian yang efektif. Penggunaan inokulasi beberapa jenis mikroba tanah seperti Fungi
Mikoriza Arbuskular diketahui mampu meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan penyakit Hashim 2004; Sarashimatun Tey 2009.
Salah satu manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular FMA bagi tanaman adalah meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan patogen akar.
Fungi mikoriza arbuskular telah diketahui dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit yang terinfeksi oleh Ganoderma Ho 1998. Tanaman
kelapa sawit yang diinokulasi FMA pada tahap pembibitan, kemudian ditanam dekat batang yang terinfeksi oleh Ganoderma, terbebas dari serangan infeksi
Ganoderma, sementara tanaman yang tidak diinokulasi FMA hampir semuanya terserang Ganoderma Yow Jamaludin 2001. Penelitian yang dilakukan oleh
Hashim 2004 juga menyimpulkan bahwa seluruh bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi FMA menunjukkan gejala infeksi oleh fungi Ganoderma, sementara
hanya 20 bibit yang diinokulasi FMA menunjukkan gejala infeksi Ganoderma
33
dan hanya 10 yang menyebabkan kematian pada bibit kelapa sawit. Sejalan dengan penelitian Hashim tersebut. Sarashimatun dan Tey 2009 juga
menyatakan bahwa setelah 5 tahun, tanaman kelapa sawit yang ditanam 1,5 m dari sumber inokulum Ganoderma di lapangan, mampu meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap infeksi Ganoderma, dimana persentase infeksi pada tanaman kontrol mencapai 13,4 sementara persentase infeksi pada tanaman yang
diinokulasi FMA 0. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa keberadaan FMA pada tanaman kelapa sawit mampu memperpanjang umur kelapa sawit dan
bertahan dengan produksi yang cukup tinggi. Tanaman sangat bergantung pada komunitas mikroba dalam tanah dan
hubungan antara tanaman dengan mikroba sangat spesifik yang dimediasi melalui komunikasi kimia seperti terjadi pada simbiosis tanaman legum dengan rhizobia
Zuanazzi et al. 1998; Bednarek et al. 2005. Sebaliknya, mikroba juga sangat bergantung pada tanaman sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya.
Hubungan saling ketergantungan ini menunjukkan bahwa kekuatan selektif akan mendukung regulasi hubungan antara mereka Akiyama et al. 2005. Eksudat akar
memegang peranan penting dalam penataan komunitas mikroba tanah dan berperan aktif dalam membentuk komunitas mikroba tanah termasuk komposisi
fungi tanah Broeckling et al. 2008. Arabidopsis thaliana mengakumulasi senyawa fenilpropanoid termasuk glukosinolat di dalam akarnya, dan banyak dari
senyawa tersebut dihasilkan dari eksudat akar Bednarek et al. 2005. Tanaman lain seperti Medicago truncatula mensekresikan senyawa flavonoid sebagai
eksudat akarnya dan mengakumulasi senyawa triterpen sapponin, flavonoid dan isoflavonoid di dalam jaringan tanaman Redmond et al. 1986.
Akar tanaman melepaskan berbagai jenis senyawa ke dalam lingkungan tanah termasuk etilen, gula, asam amino, asam organik, vitamin, polisakarida dan
enzim. Senyawa-senyawa ini menciptakan lingkungan yang unik untuk kehidupan mikroorganisme yang ada hubungannya dengan akar tanaman di daerah rizosfir
Garbeva et al. 2004. Bakteri akan bereaksi berbeda terhadap senyawa yang dilepaskan oleh akar tanaman, sehingga komposisi yang berbeda dari eksudat akar
diharapkan akan menyeleksi komunitas rizosfir yang berbeda pula. Sebaliknya, bakteri rizosfir juga dipengaruhi oleh tanaman sebagaimana berbagai jenis bakteri
34
di daerah rizosfir dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui sinyal kimia seperti auksin, gibberellin, glikolipid dan sitokinin. Genus seperti Pseudomonas,
Agrobacterium , Bacillus, Variovarax, Phyllobacterium dan Azzospirillum adalah
merupakan kelompok bakteri yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman Plant Growth Promoting Bacteria. Komposisi dari
eksudat akar ini sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas di daerah rizosfir terhadap waktu Yang
et al. 2000. Picard et al. 2000 mengatakan bahwa keberadaan senyawa 2,4-
diacetylphloroglucinol DAPG yang dihasilkan oleh bakteri di daerah rizosfir tanaman jagung secara nyata sangat dipengaruhi oleh umur tanaman.
Jenis tanaman juga menentukan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Garbeva et al. 2004
menyimpulkan bahwa jenis tanaman berbeda yang ditanam pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan berbagai teknik budidaya dan teknik molekular
menunjukkan bahwa jenis tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi struktur dari komunitas mikroorganisme di dalam tanah. Lebih lanjut Garbeva et
al . 2004 menyatakan bahwa pada kasus yang lebih spesifik, komunitas bakteri
juga dipengaruhi oleh genotip tanaman, zona akar, ataupun umur tanaman. Studi yang dilakukan oleh Germida et al. 1998 dan Kaiser et al. 2001 terhadap
Brassica napus mendukung hipotesis bahwa jenis tanaman memainkan peranan
penting dalam mengendalikan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman. Berdasarkan tebal tipisnya cangkang endocarp dikenal tiga varietas
kelapa sawit yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura memiliki inti besar dan bijinya tidak dikelilingi sabut dengan ekstraksi minyak sekitar 17-18. Pisifera tidak
mempunyai cangkang dengan inti kecil tetapi daging buahnya tebal. Jenis pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini
dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan
silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera. Varietas Tenera ini merupakan hasil persilangan antara varietas Dura dan Pisifera. Sifat
varietas Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Varietas ini mempunyai tebal cangkang sekitar 0,5–4 mm, mempunyai cincin serabut
walaupun tidak sebanyak pada Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan
35
daging buah terhadap buah 60–96, rendemen minyaknya 22–24 Pahan 2008. Tipe Delidura yang juga terdapat di Malaysia, buahnya lebih besar, daging
buahnya lebih tebal dan intinya lebih besar. Dura Dumpy yang dihasilkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS diperoleh dari keturunan dumpy yang
diintroduksi dari Kebun Elmina di Malaysia E206, di tanam di Sei Pancur pada 1957, kemudian disilangkan dengan Pisifera SP 540 Tself Supena et al. 2005.
Pembentukan mikoriza mengubah beberapa aspek fisiologi tanaman, haradan sifat-sifat fisik dari tanah di daerah rizosfir. Pengaruh tersebut mengubah
bentuk kolonisasi dari akar ataupun daerah akar bermikoriza oleh mikroorganisme tanah. Daerah rizosfir dari tanaman bermikoriza mikorizosfir, merupakan
gudang dari aktivitas mikroba yang bertanggungjawab terhadap beberapa proses kunci dalam ekosistem Barea et al. 2002. Eksplorasi dan identifikasi fungi
mikoriza arbuskular dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari akar dan tanah rizosfir kelapa sawit yang sehat di daerah serangan berat Ganoderma belum
pernah dilakukan padahal sering ditemukan tanaman yang mampu bertahan hidup yang diduga diakibatkan oleh adanya mikoriza arbuskular dan komunitas bakteri
yang berkembang secara alami. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana dapat diperoleh isolat FMA dan
bakteri endosimbiotik mikoriza dari spora FMA yang terdapat dalam komunitas rizosfir kelapa sawit tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya
adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agromikrobiologi, Laboratorium Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong dari bulan Maret - Desember 2007.
Kandungan hara dari sampel tanah dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan, larutan chloramine T 2 dalam akuades, media nutrient agar NA, tryptic soy agar TSA, pseudomonas agar, akuades
36
steril, alkohol 95, H2O2 3, larutan gula 75, tanaman inang Pueraria javanica kacang ruji.
Alat yang digunakan adalah plastik klip, zeolit ukuran 2-3 mm, gelas plastik, saringan bertingkat 125 m, 106 m dan 50 m, autoklaf, gelas
erlenmeyer, cawan Petri, tabung reaksi, jarum ose, kertas saring, kertas cakram, pinset, timbangan analitik, laminar air flow, sentrifus dan inkubator.
Pelaksanaan Penelitian Eksplorasi dan Isolasi FMA dari Rizosfir Kelapa Sawit.
Eksplorasi dan isolasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan bakteri
endosimbiotik mikoriza dilakukan pada tanggal 27 Maret 2007 di kebun percobaan Aek Pancur milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang terkena
serangan berat Ganoderma dengan metoda yang dikembangkan oleh Sieverding 1991. Sampel tanah diambil dari tanaman kelapa sawit yang masih terlihat sehat
di daerah yang terkena serangan berat Ganoderma. Sampel tanah diambil dengan membersihkan vegetasi yang terdapat di atasnya seperti rumput-rumputan.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada masing-masing varietas yaitu Pisifera tahun tanam 1981, Tenera tahun tanam 1986, Dura Dumpy tahun tanam 1986
dan Deli Dura tahun tanam 1993, dengan populasi masing-masing 4 pohon yang dipilih secara acak dan pada masing-masing pohon dibuat dua titik yang saling
berseberangan dengan jarak yang sama dari pohon kelapa sawit di bawah ujung tajuk untuk memperoleh contoh tanah yang mewakili, yang tiap titik banyaknya
500 gram, sehingga pada tiap tanaman diperoleh 2 sampel tanah dengan berat masing-masing 500 g. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan mengambil
tanah sampai dengan kedalaman 10-15 cm dan akar muda terambil. Kondisi piringan sekeliling pohon kelapa sawit pada saat pengambilan sampel bersih dari
gulma maupun tanaman penutup. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung plastik klip, diberi identitas, tanggal eksplorasi dan lokasi pengambilan.
Isolasi Fungi Mikoriza Arbuskular, Trapping dan Perbanyakan Inokulum.
Terhadap sampel tanah yang diperoleh dilakukan isolasi spora FMA secara langsung untuk identifikasi jenis FMA dan mendapatkan spora FMA dari masing-
37
masing varietas kelapa sawit untuk isolasi bakteri endosimbiotik mikoriza. Sementara untuk mendapatkan jumlah spora FMA yang akan diinokulasikan pada
bibit kelapa sawit dilakukan trapping atau pemerangkapan spora. Teknik trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al.
1994. Sebagai tanaman inang digunakan Pueraria javanica. Bibit P. javanica disemaikan pada baki
yang berisi media zeolit steril. Sebelum disemai, bibit P. javanica disterilkan dengan menggunakan alkohol 95 selama 10 detik dan direndam dengan H
2
O
2
3 selama 3 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 5 kali. Persemaian dilakukan 3-4 hari sebelum trapping. Bibit tanaman yang dipilih
adalah yang mempunyai panjang ± 5 cm dengan pertumbuhan akar muda bagus. Media pembawa carrier yang digunakan adalah zeolit. Zeolit dicuci bersih
dengan air mengalir, ditiriskan, dimasukkan ke dalam karung dan disterilkan dengan autoklaf dengan suhu121
o
C, tekanan 1 atm selama 20 menit. Zeolit steril dimasukkan ke dalam sepertiga bagian pot dan kemudian
ditambahkan sampel tanah yang hendak di trapping sepertiga bagian pot dan ditutup kembali dengan zeolit steril. Bibit P. javanica yang sehat diletakkan ke
dalam pot, usahakan agar akar bersentuhan dengan sampel tanah dan kemudian ditutup kembali dengan zeolit steril. Identitas dan keterangan yang jelas
ditempelkan pada pot berupa asal tanah, tanggal trapping dan jenis tanaman inang. Tanaman dipelihara di rumah kaca sampai selama 3 bulan. Tanaman disiram
setiap hari dan diberi hara dengan kadar fosfor P rendah Hyponex merah dengan komposisi N:P:K = 25:5:20 seminggu sekali. Setelah 3 bulan
dilakukan perbanyakan spora dengan membuat kultur pot spora campuran komposit dengan tanaman inang sorghum untuk mendapatkan jumlah inokulum
yang sesuai untuk pengujian potensi komposit FMA dalam menginduksi ketahanan kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense.
Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskular
Identifikasi spora FMA dilakukan dengan metode Brundrett et al. 1994. Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pengawet polyvinyl alcohol-lacto-
glycerol PVLG dan bahan pewarna Melzer’s yang diletakkan secara terpisah bersisian pada satu kaca preparat. Spora-spora hasil isolasi dari rizosfir kelapa
sawit setelah dihitung jumlahnya, diletakkan dalam larutan PVLG dan kemudian
38
dipindahkan ke dalam larutan pewarna Melzer’s. Selanjutnya spora-spora dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat
menggunakan ujung pinset dan diamati morfologi dari spora-spora. Perubahan warna spora dalam Melzer’s adalah salah satu indikator menentukan tipe spora.
Isolasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza dari Spora FMA.
Untuk mendapatkan bakteri yang berasosiasi dengan FMA dilakukan ekstraksi spora FMA dari tanah dengan menggunakan metode tuang saring basah
Gardemann Nicolson 1963; Brundrett et al. 1994. Sampel tanah ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam gelas
beker 500 ml. Tambahkan air sampai setengahnya, dikocok dan dilakukan penyaringan bertingkat dengan menggunakan saringan 125 m, 106 m dan 50
m. Penyaringan diulangi sampai air tidak berwarna keruh lagi. Isi pada saringan 50 m kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml dan tambahkan air
dan ditimbang untuk menyeimbangkan berat. Kemudian disentrifus pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan tanah dari kotoran.
Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan air kembali sampai setengah volume dan ditambahkan larutan 75 gula sampai penuh, dikocok dan disentrifus kembali
pada 6000 rpm selama 20 detik. Spora dikumpulkan dengan menuangkan supernatan ke dalam saringan 106 m, dicuci dengan air untuk menghilangkan
larutan gula dan spora dipindahkan ke dalam botol vial, ditambahkan air diinokulasikan pada kecambah kelapa sawit. Untuk isolasi bakteri endosimbiotik
mikoriza dari spora FMA digunakan metode yang dikembangkan oleh Reimann 2005. Di dalam cawan Petri spora disterilisasi dengan larutan 2 Chloramine-T
selama 15 menit. Setelah itu spora dipindahkan lagi ke dalam cawan Petri steril dan dicuci dengan air steril dengan menggunakan pipet steril untuk
menghilangkan larutan Chloramine-T. Spora kemudian dipindahkan ke kertas saring steril dan biarkan kering. Kemudian dengan menggunakan jarum steril
yang terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air steril spora, dipecahkan di atas kaca preparat dan dipindahkan satu persatu ke dalam cawan Petri yang mengandung
media agar, kemudian ditumbuhkan selama 2 hari di dalam inkubator dengan suhu 28
o
C. Media agar yang digunakan adalah nutrient agar NA dengan konsentrasi
39
1x, 10x, 100x, media tryptic soy agar TSA dengan konsentrasi 1x, 10x, 100x dan media pseudomonas agar base PAB konsentrasi 1x. Bakteri yang tumbuh
kemudian dimurnikan dengan transfer koloni dengan metode goresan cawan Petri. Isolat bakteri yang sudah murni dipindahkan ke dalam agar miring dan disimpan
pada suhu 4
o
C sampai akan digunakan. Pada saat akan digunakan terlebih dahulu dibuat inokulum cair bakteri dengan menumbuhkan isolat pada media nutrient
broth, tryptic soy broth dan pseudomonas cair dalam gelas erlenmeyer dan diletakkan dalam shaker selama 48 jam pada suhu 28
o
C.
Identifikasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza Berdasarkan 16S rDNA.
Bakteri endosimbiotik mikoriza yang diperoleh kemudian diidentifikasi berdasarkan 16S rDNA Gabor et al. 2003.
Ekstraksi DNA. Total DNA bakteri diekstraksi menggunakan Instagene Matrix Kit Biorad. Koloni bakteri yang berumur satu hari pada agar miring ditambahkan
dengan 1,0 mL air steril untuk mendapatkan suspensi bakteri. Suspensi bakteri dipindahkan ke tabung eppendorf 1,5 mL, tambahkan air steril dan disentrifugasi
pada 10 000 × g selama 1 menit. Supernatannya dibuang dan pelet dilarutkan dengan 200 L Instagene Matrix. Suspensi bakteri diinkubasi pada 56 C selama
15-30 menit pada heat block, divorteks dengan kecepatan tinggi selama 10 detik dan diletakkan kembali pada heat block, kemudian diinkubasi pada 100 C selama
8 menit, di vorteks kembali dengan kecepatan tinggi selama 10 detik, kemudian repelleted di 10 000 × g selama 2-3 detik. Supernatan yang berisi DNA disimpan
pada -20
o
C. Polymerase Chain Reaction. Lima L template DNA dicampur dengan 45 L
larutan PCR yang terdiri dari: 5 L MgCl
2
25 mM, 4 L campuran dNTP 2,5 mM, 5 L PCR buffer 10x, 0,25 L LA tag, 2 L Primer 8F 10 M, 2 L Primer
1492 R 10 M dan 26,75 L ddH2O sehingga volume total reaksi 50 L. Amplifikasi dari sintesis peptida dilakukan menggunakan primer universal 8F 5
GGTTACCTTGTTACGACTT 3
dan 1492R
5 AGAGTTTGATCCTGGCTCAG 3 dari AlphaDNA Canada. Reaksi PCR
dilakukan sebagai berikut: denaturasi awal pada 96 C selama 3 menit dan 30
40
siklus yang terdiri dari denaturasi pada 96 C selama 45 detik, annealing pada 56 C selama 30 detik, dan elongasi pada 72 C selama 2 menit. Reaksi ini
diselesaikan dengan final extension pada 72 C selama 7 menit. Produk PCR dianalisis dengan elektroforesis dalam gel agarose 0,8 bv dengan running
buffer TAE 1x pada 100 V selama 30 menit. Gel divisualisasikan di bawah iluminator UV dan pita DNA yang muncul dipotong dan dimurnikan dengan
menggunakan Gene Aid Kit. Sekuensing DNA. Primer yang digunakan untuk siklus sekensing adalah 765R 5
CTGTTTGCTCCCCACGTTTC 3 dan 1141R 5 GGGTTGCGCTCGTTGC 3 dari AlphaDNA Canada. Larutan solusi siklus sekuensing terdiri dari: 2 L 5x
buffer sequencing, 2 L primer campuran 765 R dan 1141R, 4 L big dye V3.1, 4 L template DNA dan 8 L H2O dengan volume reaksi akhir campuran 20 L.
Urutan siklus dilakukan sebagai berikut: denaturasi awal pada 96 C selama 3 menit, 25 siklus reaksi yang terdiri dari denaturasi pada 96 C selama 1 menit,
annealing pada 55 C selama 1 menit, dan elongasi pada 60 C selama 2 menit sebelum pendinginan reaksi pada 4 C. DNA yang dihasilkan dari siklus
sekuensing terlebih dahulu dimurnikan dengan presipitasi DNA menggunakan etanol, natrium asetat, dan EDTA diikuti dengan sentrifugasi dan pelet yang
terbentuk dibilas dengan etanol 70. Pelet DNA dilarutkan kembali dengan 12 L ddH2O dan urutan DNA dibaca dengan menggunakan Genetic Analyzer 3130
Applied Biosystems, USA. Contigs DNA dirakit menggunakan program ATGC yang menghubungkan primer 765R dan 1141R. Sekuen yang dihasilkan
dibandingkan dengan sekuens DNA yang tersedia di database GenBank dari NCBI dengan menggunakan program BLAST.
Konstruksi Pohon filogenetik. Alignment urutan16S rDNA dilakukan dengan menggunakan program Clustal
X. Pohon filogenetik dibangun dengan membandingkan urutan 16S rDNA kedua puluh bakteri endosimbiotik mikoriza
hasil isolasi dengan urutan 16S rDNA dua puluh bakteri dari database DNA GeneBank dan divisualisasikan menggunakan Program Tree View 1.6.6.
Hubungan filogenetik diperoleh dengan analisis neighbor-joining dikombinasikan dengan analisis bootstrap dari 100 ulangan.
41
Hasil dan Pembahasan
Hasil Isolasi Fungi Mikoriza Arbuskular,
Trapping dan Perbanyakan Inokulum
Hasil isolasi FMA dari keempat varietas rizosfir kelapa sawit Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata jumlah spora fungi mikoriza arbuskular per 200 gram sampel tanah hasil isolasi langsung dari sampel tanah dari
rizosfir empat varietas kelapa sawit
Kode Sampel Jumlah Spora per 200 g Sampel Tanah
dari Varietas Kelapa Sawit
Dura Dumpy
Dura Deli Pisifera
Tenera 1.1
10 13
52 20
1.2 12
10 20
9 2.1
22 33
7 19
2.2
9
49 10
19 3.1
23 21
64 12
3.2 127
44 17
28 4.1
50 58
17 21
4.2 37
31 10
18 Jumlah
290 259
197 146
Rata-rata
36,25
a 32,37 a
24,62 a 18,25 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test DMRT pada taraf 5
Analisis ragam terhadap jumlah spora FMA dari rizosfir kelapa sawit menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari keempat varietas kelapa
sawit terhadap jumlah spora per 200 gram sampel tanah. Dari hasil ekstraksi dan isolasi spora dari sampel tanah terlihat bahwa rata-rata jumlah spora yang
diperoleh per 200 g sampel tanah bervariasi antara 18,25 sampai dengan 36,25 spora. Jumlah spora terbanyak diperoleh dari rizosfir varietas Dura Dumpy
dengan rata-rata 36,25 spora dan diikuti oleh varietas Dura Deli sebanyak 32,37 spora dan Pisifera dengan rata-rata 24,62 spora. Sementara jumlah spora terendah
terdapat pada rizosfir varietas Tenera dengan jumlah rata-rata 18,25 spora.
42
Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskular
Berdasarkan karakteristik morfologi dan reaksinya terhadap pewarna Melzer’s, spora FMA yang diisolasi dari rizosfir kelapa sawit dari Kebun Aek
Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit memiliki tipe spora yang beragam yang didominasi oleh genus Glomus yang terdiri dari 7 tipe dan genus Gigaspora yang
terdiri dari 3 tipe Tabel 2. Tabel 2 Jenis spora fungi mikoriza arbuskular hasil isolasi dari rizosfir kelapa
sawit dari Kebun Percobaan Aek Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit
No Tipe Spora
Karakteristik Morfologi
Reaksi dengan Melzer’s
1. Glomus sp 1
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna coklat tua,
permukaan halus, hyphal attachment
berbentuk lurus Tidak bereaksi
dengan pewarnaan Melzer’s
2. Glomus sp 2
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna kuning muda,
dinding berwarna lebih muda dan
tebal, permukaan halus hyphal
attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan
Melzer’s
3. Glomus sp 3
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna kuning keputihan,
dinding tebal berwarna putih,
permukaan halus, hyphal attachment
berbentuk lurus Tidak bereaksi
dengan pewarnaan Melzer’s
43
4. Glomus sp 4
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna coklat muda,
permukaan halus, tidak memiliki
hypal attachment Tidak bereaksi
dengan pewarnaan Melzer’s
5. Glomus sp 5
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna kuning keputihan,
dinding tipis dan bewarna putih,
permukaan halus, hypal attachment
berbentuk lurus Tidak bereaksi
dengan pewarnaan Melzer’s
6. Glomus sp 6
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna coklat tua
kehitaman, permukaan halus,
hypal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan
Melzer’s
7. Glomus sp 7
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna kuning tua,
permukaan halus, dinding tipis
berwarna lebih muda, hypal
attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan
Melzer’s
8. Gigaspora sp 1
40x Spora berbentuk
oval, bewarna coklat tua, dinding
tipis dan berwarna lebih gelap,
permukaan halus, memiliki bulbous
pada pangkal hypal attachment
Bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
44
9. Gigaspora sp 2
40x Spora berbentuk
bulat, dinding tipis, permukaan halus,
memiliki bulbous pada pangkal hypal
attachment Bereaksi dengan
pewarnaan Melzer’s
10. Gigaspora sp 3
40x Spora berbentuk
bulat, berwarna coklat tua,
permukaan halus, memiliki bulbous
pada pangkal hypal attachment
Bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Isolasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza dari Spora FMA
Beberapa bakteri endosimbiotik mikoriza berhasil diisolasi dari spora FMA dan tumbuh pada media nutrient agar NA, tryptic soy agar TSA dan
pseudomonas agar base PAB. Jumlah isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada masing-masing media isolasi disajikan pada Tabel 3. Dari
Tabel 3 terlihat bahwa total jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil tumbuh pada media isolasi nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar
base adalah 57 isolat yang terdiri dari 25 isolat pada media NA, 29 isolat pada media TSA dan 3 isolat pada media PAB. Bakteri endosimbiotik mikoriza yang
paling banyak tumbuh berasal dari spora FMA yang diisolasi dari rizosfir kelapa sawit varietas Dura Dumpy Dp, dengan jumlah total 24 koloni yang terdiri dari
10 koloni pada media NA dan 14 koloni pada media TSA akan tetapi tidak tumbuh pada media PAB. Jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza paling sedikit
diperoleh dari spora FMA yang diisolasi dari varietas Pisifera, yaitu hanya 10 koloni. Sementara verietas Dura Deli dan Tenera jumlah isolat bakteri yang
tumbuh pada media isolasi hanya 11 dan 12 koloni secara berurutan.
45
Tabel 3 Keragaman isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada media isolasi nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar base
Sampel Tanah
Nutrient Agar Tryptic Soy Agar
Pseudomonas Agar Base
Jumlah 1x
10x 100x
1x 10x
100x 1x
Dp 1.2 -
- 1
- 2
- -
Dp 2.1 1
- 1
2 1
1 -
24 Dp 3.2
3 3
- 3
- 1
- Dp 4.1
1 -
- 1
- 3
-
Dd 1 -
1 -
- 1
- -
Dd 2.2 -
1 -
- 1
- 1
11 Dd 3.2
1 -
- 1
- -
- Dd 4.1
- 2
- 2
- -
- Ps 1.1
- -
- 1
1 -
- Ps 3.1
- 1
1 1
1 1
- 10
Ps 3.3 -
- -
- -
- 1
Ps 4 -
- 1
1 -
- -
Tn 1 1
3 -
- -
1 -
Tn 2 2
- 1
- -
- -
Tn 3 -
- -
1 2
- -
12 Tn 4.2
- -
- -
- -
1 Jumlah
9 11
5 13
9 7
3 57
Dari 57 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa sawit dilakukan seleksi isolat yang secara visual
koloninya berbeda, baik dalam bentuk maupun warna koloni. Hasilnya diperoleh 20 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang koloninya berbeda secara morfologi
baik bentuk maupun warna koloni Tabel 4. Dari hasil pewarnaan Gram, terlihat bahwa mayoritas tigabelas dari duapuluh isolat bakteri endosimbiotik yang
diperoleh merupakan bakteri Gram positif. Konsentrasi media tumbuh yang berbeda nutrient agar 1x, 10x, 100x dan tryptic soy agar 1x, 10x, 100x
menghasilkan pertumbuhan bakteri endosimbiotik yang beragam bentuk
morfologinya baik warna maupun bentuk ujung koloninya. Beberapa bentuk morfologi bakteri endosimbiotik pada media TSA 10x tidak sama dengan bentuk
koloni bakteri pada media TSA 1x, demikian juga halnya dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada media NA. Sementara untuk media
46
spesifik PAB, kedua isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang diperoleh sama- sama memiliki bentuk ujung koloni yang rata akan tetapi sedikit berbeda pada
warna koloni, dimana warna koloni isolat B19 berwarna kuning mengarah ke jingga, sementara isolat B20 berwarna jingga
Tabel 4 Morfologi koloni bakteri endosimbiotik mikoriza pada media hasil isolasi dari spora FMA di rizosfir kelapa sawit
Kode Isolat
Asal Isolat Media
Morfologi Koloni Pewarnaan
Gram B1
Tn 2-A NA
Coklat keputihan, rata positif
B2 Ps 3.1
TSA 10X Putih, granul
positif B3
Tn 2-B NA
Kuning, rata positif
B4 Dp 3.2-A
NA Krem kekuningan, melebar
positif B5
Ps 3.1 NA 10X
Putih, rata positif
B6 Dd 1
TSA 10X Putih agak krem, rata
negatif B7
Ps 4 TSA
Krem kecoklatan, menjari negatif
B8 Dp 3.2-B
NA Putih-krem, bersegmen
positif B9
Ps 4 NA100 X
Pink, rata negatif
B10 Dd 4.1-B
TSA Putih-Krem melebar
positif B11
Dp 3.2-C NA
Putih, melebar, agak keras. positif
B12 Dp 3.2-2
TSA Krem, melebar
negatif B13
Dp 4.1 TSA
Coklat, granul positif
B14 Dd 3.2
TSA Krem kekuningan, melebar
positif B15
Dp 2.1 NA
Putih kecoklatan, rata positif
B16 Ps 1.1
TSA 10X Putih kemerahan, rata
positif B17
Tn 1 NA
Putih, menjari positif
B18 Dp 2.1-C
TSA Kecoklatan, granul
negatif B19
Tn 4.2 PAB 1x
Kuning kejinggaan, rata negatif
B20 Ps 3.3
PAB 1x Jingga, rata
negatif Ket: . Asal isolat dapat dilihat pada Lampiran18.
47
Gambar 1 Morfologi isolat murni bakteri endosimbiotik mikoriza hasil isolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa sawit pada media nutrient agar
Identifikasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza Berdasarkan 16S rDNA
Hasil identifikasi bakteri endosimbiotik mikoriza berdasarkan 16S rDNA disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa sebelas isolat bakteri
endosimbiotik mikoriza yang diperoleh merupakan genus Bacillus yaitu isolat B2, B4, B5, B8, B10, B11, B13, B14, B15, B16 dan B17. Sembilan isolat bakteri
lainnya merupakan genus Alcaligenes isolat B7, B12, B18, genus Pseudomonas
48
B19 dan B20, genus Streptomyces B1, genus Kocuria B3 dan genus Brevundimonas B9.
Tabel 5 Hasil identifikasi bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi berdasarkan 16S rDNA
Kode Isolat
GenusSpecies Accession
Number Homology
B1 Streptomyces sp. FXJ1.297
FJ754492.1 96
B2 Bacillus sp. TDSAS2-16
GQ284549.1 98
B3 Kocuria sp. 10-4DEP
GQ203109.1 99
B4 Bacillus subtilis N43
GQ465935.1 97
B5 Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1 100
B6 Enterobacter sp. JS-48
GQ280118.1 97
B7 Alcaligenes faecalis AE1.16
GQ284565.1 100
B8 Bacillus pumilus CrK08
GQ503326.1 100
B9 Brevundimonas sp. ZF 12
GQ891673.1 100
B10 Bacillus subtilis ZJ06
EU266071.1 100
B11 Bacillus clausii CSB15
FJ189790.1 99
B12 Alcaligenes faecalis AE1.16
GQ284565.1 100
B13 Bacillus sp. AHE.1
AY485275.1 99
B14 Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1 100
B15 Bacillus pumilus CrK08
GQ503326.1 100
B16 Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1 100
B17 Bacillus subtilis N43
GQ465935.1 97
B18 Alcaligenes sp. F78
EU443097.1 98
B19 Pseudomonas stutzeri TSWCW11
GQ284458.1 99
B20 Pseudomonas stutzeri TSWCW19
GQ284464.1 100
Berdasarkan 16S rDNA Tabel 5, hasil identifikasi isolat B5, B14 dan B16 merupakan jenis yang sama yaitu Bacillus thuringiensis CCM11B dengan
homology 100 Gambar 2, akan tetapi secara morfologi ketiga isolat tersebut
49
tidak memiliki bentuk dan warna koloni yang sama Gambar 1. Hal tersebut juga terjadi pada isolat B4 dan B17, dimana hasil identifikasi berdasarkan 16S rDNA
menunjukkan jenis yang sama yaitu Bacillus pumilus CrK08 dengan homology 100, akan tetapi secara morfologi memiliki bentuk dan warna koloni yang juga
berbeda.
Gambar 2 Pohon filogenetik isolat bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi berdasarkan homologinya
Pembahasan
Spora yang berhasil diisolasi dari sampel tanah dari keempat varietas kelapa sawit jumlahnya antara 7-127 spora200 g tanah. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian Kartika et al. 2006 yang hanya menemukan 1-10 spora50 g tanah dari rizosfir kelapa sawit. Perbedaan jumlah
Escherichia coli strain WAB1892 Enterobacter sp. JS-48
B6
92
B19 Pseudomonas stutzeri TSWCW11
Pseudomonas stutzeri TSWCW19 B20
100 100
100
B12 B7
B18
98 93
Alcaligenes sp. F78 Alcaligenes faecalis CC2
84 100
Brevundimonas sp. ZF12 B9
100
Streptomyces sp.FXJ1.297 B1
100
Kocuria sp.10-4DEP B3
100 100
B17 B2
Bacillus sp.TDSAS2-16 Bacillus thuringiensis isolate CCM11B
B14
72
B16 Bacillus thuringiensis isolate CCM11B
B5
47 22
100 40
Bacillus clausii CSB15 B11
100
Bacillus sp. AH-E-1 16S Bacillus subtilis ZJ06
90
B13 B10
92 100
B4 Bacillus subtilis N43
B15 Bacillus pumilus CrK08
37
B8
40 100
98 100
35 36
100 49
100 100
63 100
100
50
spora yang diperoleh kemungkinan karena perbedaan lingkungan asal spora seperti jenis tanah, hara tanaman, pemupukan, cahaya dan praktek pertanian. Di
samping itu, waktu atau musim pada saat pengambilan sampel juga mempengaruhi jumlah spora FMA, dimana pada bulan Maret 2007 masih turun
hujan tapi dengan intensitas yang sedikit peralihan musim hujan ke musim kering, diduga spora FMA yang terdapat di daerah rizosfir kelapa sawit pada
waktu itu sudah mengalami perkecambahan sehingga jumlah spora yang diperoleh tidak banyak.
Jumlah spora yang ditemukan pada masing-masing sampel tanah sangat bervariasi, yang menunjukkan tingkat sebaran dan dominansi mikoriza pada
lokasi penelitian. Bentuk spora, jumlah, dan jenis yang ditemukan pada masing- masing sampel tanah yang berbeda juga bervariasi.Keadaan ini menunjukkan
adanya keanekaragaman mikoriza yang terdapat pada masing-masing hamparan tanah.Satu individu tanaman dapat berasosiasi dengan lebih dari satu mikobion
Nuhamara et al. 1985, suatu mikobion dapat berasosiasi dengan satu atau lebih autobion Nuhamara 1993. Dalam penelitian ini belum dapat dikorelasikan antara
jumlah spora dengan kondisi lingkungan in situ, karena faktor biologi yang mempengaruhi proses infeksi antara tingkat kepekaan inang terhadap jenis
mikoriza yang ada belum diamati. Jenis tanaman inang juga mempengaruhi kolonisasi dan jumlah spora dari
FMA seperti yang dinyatakan oleh Oliviera dan Oliviera 2005 bahwa kolonisasi dan jumlah spora FMA sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman inang, musim,
kelembaban tanah, kimia tanah dan praktek teknik pertanian. Jefwa et al. 2009 menguatkan pernyataan tersebut bahwa jumlah spora FMA pada tanaman napier
Pennisetum purpureum S dan teh Camellia sinensis L jauh lebih banyak dibandingkan jumlah spora pada tanaman kopi Coffea canephora L. var. robusta
dan hutan alami. Jumlah spora FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil
diisolasi paling banyak diperoleh juga dari rizosfir kelapa sawit varietas Dura Dumpy Dp. Kemungkinan eksudat akar yang dikeluarkan oleh varietas Dura
Dumpy berbeda dari eksudat akar yang dikeluarkan oleh varietas lainnya sehingga komunitas bakteri yang berhasil diisolasi lebih banyak dan lebih beragam.
51
Menurut Garbeva et al. 2004 bakteri akan bereaksi berbeda terhadap senyawa yang dilepaskan oleh akar tanaman, sehingga komposisi yang berbeda dari
eksudat akar akan memberikan komunitas bakteri yang berbeda pula. Untuk memastikan hal tersebut pada kelapa sawit perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk melihat jenis eksudat akar yang dikeluarkan oleh masing-masing varietas kelapa sawit dan kaitannya dengan komunitas bakteri yang terbentuk di daerah
mikorizosfir dari masing-masing varietas kelapa sawit. Pada saat pengambilan sampel tanah di Kebun Percobaan Aek Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
umur tanaman kelapa sawit untuk masing-masing varietas tidak sama, sehingga kepadatan spora yang diperoleh berbeda. Disamping itu, kondisi tanah dan
ekosistem yang berbeda diduga juga akan mempengaruhi komposisi mikroba yang terdapat pada rizosfir tanaman kelapa sawit.
Jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi dari spora FMA tidak terlalu banyak. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis media umum
nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar base. Jenis media pertumbuhan tersebut mungkin masih belum sesuai untuk pertumbuhan bakteri-
bakteri lainnya. Setiap organisme mempunyai lingkungan yang spesifik dan sesuai harus
menemukan lingkungan
yang sesuai
bagi pertumbuhan
dan perkembangannya. Lingkungan tumbuh tersebut sangat spesifik bagi masing-
masing individu, sehingga diperlukan media yang lebih bervariasi agar bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh lebih bervariasi. Untuk mendapatkan variasi
bakteri yang tumbuh perlu dicoba media pertumbuhan seperti yeast mannitol agar YMA, nitrogen-free broth NFB atau media lainnya.
Konsentrasi berbeda dari media tumbuh mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh. Beberapa bakteri mungkin membutuhkan lebih sedikit
nutrisi dibandingkan dengan bakteri lainya, sehingga konsentrasi yang berbeda dari media NA dan TSA yang digunakan pada penelitian ini menghasilkan variasi
jenis dan jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh. Sementara media PAB merupakan media selektif untuk bakteri jenis pseudomonas sehingga jumlah
bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh hanya dari jenis pseudomonas. Menurut Thiel 1999 bakteri akan tumbuh dengan baik jika jumlah optimal dari
nutrisi tersedia dalam media, akan tetapi kebutuhan nutrisi bakteri sangat
52
bervariasi. Beberapa jenis bakteri membutuhkan medium yang kaya nutrisi dan penuh dengan asam amino, peptida, vitamin dan gula. Sementara medium yang
kaya nutrisi tersebut akan membunuh jenis bakteri lainnya. Lebih lanjut Thiel 1999 menyatakan bahwa nutrient broth adalah medium moderat yang
memungkinkan pertumbuhan yang baik dari sebagian besar bakteri. Kekurangan gula, dapat
meningkatkan laju pertumbuhan bakteri, akan tetapi juga
meningkatkan angka kematian karena metabolisme gula menghasilkan asam yang membunuh sel bakteri. Minimal medium, yang hanya menyediakan nutrisi penting
memungkinkan bakteri menghasilkan asam amino dan vitamin sendiri, sehingga sering digunakan di laboratorium, akan tetapi bakteri yang tumbuh di medium
minimal memiliki fase lag yang panjang dan tumbuh lebih lambat. Pada penelitian ini, isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil
diisolasi didominasi oleh genus Bacillus sp. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xavier dan Germida 2003 bahwa 80 – 92 bakteri yang
berhasil diisolasi dari spora FMA Glomus clarum NT4 merupakan genus Bacillus spp yang membentuk endospora. Mahaffee dan Kloepper 1997 juga melaporkan
hal yang sama bahwa Bacillus sp merupakan bakteri yang dominan ditemukan di daerah rizosfir karena memiliki keragaman dalam kemampuan fisiologisnya
seperti toleransi terhadap panas, kemasaman dan salinitas. Mayoritas isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diseleksi termasuk ke dalam golongan
bakteri Gram positif 13 dari 20 isolat. Artursson et al. 2005 melaporkan bahwa bakteri Gram positif merupakan bakteri yang lebih banyak berasosiasi dengan
FMA dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Andrade et al. 1997 juga melaporkan bahwa genus Arthrobacter dan Bacillus Gram positif lebih sering
ditemukan di daerah hiposfir yaitu area tanah yang dikelilingi oleh hifa FMA. Beberapa isolat pada penelitian ini merupakan isolat yang homolog atau
sama berdasarkan 16S rDNA akan tetapi menunjukkan warna dan bentuk koloni yang berbeda ketika ditumbuhkan di media agar pada umur yang sama.
Kemungkinan isolat-isolat tersebut terletak pada sub spesies yang berbeda, akan tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya seperti
menggunakan marker DNA pada lokus yang berbeda dari daerah ribosomal DNA. Identifikasi bakteri berdasarkan 16S rDNA efektif untuk karakterisasi hubungan
53
antar spesies. Fox et al. 1992 menyatakan bahwa identitas efektif dari sekuens 16S rRNA tidak selalu merupakan kriteria yang cukup untuk menjamin identitas
spesies, sehingga walaupun sekuen 16S rRNA dapat digunakan secara rutin untuk membedakan dan menemukan hubungan antar genus dan kadang-kadang sampai
spesies, akan tetapi untuk spesies baru yang berbeda mungkin tidak dikenali.
Simpulan
Secara alami pada rizosfir kelapa sawit terdapat isolat fungi mikoriza arbuskular FMA yang terdiri dari genus Glomus dan Gigaspora. Di dalam spora
fungi mikoriza arbuskular yang diperoleh terdapat beberapa jenis bakteri yang hidup bersama FMA atau disebut dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang
didominasi oleh bakteri Gram positif. Fungi mikoriza arbuskular yang terdapat pada rizosfir kelapa sawit memiliki jumlah spora yang berbeda untuk tiap varietas
kelapa sawit Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli. Jenis, waktu atau musim pada saat pengambilan sampel serta praktek pertanian seperti pemupukan
yang intensif mempengaruhi jumlah spora fungi mikoriza arbuskular dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang diisiolasi dari rizosfir kelapa sawit. Berdasarkan 16S
rDNA nya, bakteri yang diisolasi dari spora FMA dari keempat varietas kelapa sawit terdiri dari genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp,
Enterobacter sp, Brevundimonas sp dan Pseudomonas sp dan yang paling dominan adalah genus Bacillus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama K, Matsuzaki K, Hayashi H. 2005. Plant sesquiterpenes induce hyphal branching in arbuscular mycorrhizal fungi. Nature 435:824-8
Andrade G, Mihara KL, Linderman RG, Bethlenfalvay GJ. 1998. Soil aggregation status and rhizobacteria in the mycorrhizosphere. Plant Soil
202:89-96.
Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2005. Combined bromodeoxyuridine immunocapture and terminal restriction fragment length polymorphism
analysis highlights differences in the active soil bacterial metagenome due to Glomus mosseae inoculation or plant species. Environ Microbiol
7:1952-1966.
54
Barea JM, Azcon R, Azcon-Aguilar C. 2002. Mycorrhizosphere interactions to
improve plant fitness and soil quality. Antonie van Leeuwenhoek 8:343-351. Bednarek P, Schneider B, Svatos A, Oldham NJ, Hahlbrock K. 2005. Structural
complexity, differential response to infection, and tissue specificity of indolic and phenylpropanoid secondary metabolism in Arabidopsis roots.
Plant Physiol. 138:1058–1070.
Broeckling CD, Broz AK, Bergelson J, Manter DK, Vivanco JM. 2008. Root exudates regulate soil fungal community composition and diversity. Appl.
Environ. Microbiol. 74:738-744.
Brundrett MC, Melville L, Peterson L. 1994. Practical methods in mycorrhiza research
. Ontario, Canada: Mycologie Publications. Camargo-Ricalde SL, Esperon-Rodriguez M. 2005. Effect of spatial and seasonal
soil heterogeneity over arbuscular mycorrhizal fungal spore abundance in the semi-valley of Tehuacan-Cuicatlan, Mexico. Rev Biol Trop. 53:339-
352.
Darmono TW. 2000. Ganoderma in oil palm in Indonesia: current status and prospective use of antibodies for the detection of infection. Di dalam:
Flood J, Bridge PD, Holderness, editor. Ganoderma Diseases of Perennial Crops
. United Kingdom: CABI Publishing, hlm 249-266. Flood J, Keenan L, Wayne S, Hasan Y. 2005. Studies on oil palm trunks as
sources of infection in the fields. Mycopathologia 159:101-107. Fox GE, Jeffrey DW, Peter JJr. 1992. How close is close: 16S rRNA sequence
identity may not be sufficient to guarantee species identity. Int J Syst Bacteriol
42:166-70. Gabor EM, de Vries EJ, Janssen DB. 2003. Efficient recovery of environmental
DNA for expression cloning by indirect extraction methods. FEMS Microbiol Ecol
44: 153–163. Garbeva P, Van Veen JA, Van Elsas JD. 2004. Microbial diversity in soil:
Selection of microbial populations by plant and soil type and implications for disease suppressiveness. Annu. Rev. Phytopathol. 42:243-270.
Gardemann JW, Nicolson TH. 1963. Spores of mycorrhizal Endogone species extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans. Br. Mycol. Soc.
46: 235-244.
Germida JJ, Siciliano SD, Freitas JR, Seib AM. 1998. Diversity of root associated bacteria associated with field-grown canola Brassica napus L. FEMMS
Microbiol . Ecol. 26:43-50.
Hashim A. 2004. Ganoderma versus mycorrhiza. Palmas 25:21-26.
55
Ho CT. 1998. Safe and efficient management systems for plantation pests and diseases. The Planter 74:369-385.
Jefwa JM, Mung’atu J, Okoth P, Muya E, Roimen H, Njuguini S. 2009. Influence of land use types on occurrence of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in the
high altitude regions of Mt. Kenya. Tropical and Subtropical Agroecosystems
11: 277-290. Kaiser O, Puhler A, Selbitschka W. 2001. Phylogenetic analysis of microbial
diversity in the rhizoplane of oilseed rape Brassica napus cv Westar employing cultivation-dependent and cultivation-independent approaches.
Microb. Ecol . 42:136-149.
Kartika E, Yahya S, Budi SW. 2006. Isolasi, karakterisasi dan pemurnian cendawan mikoriza arbuskular dari dua lokasi perkebunan kelapa sawit
bekas hutan dan bekas kebun karet. Jurnal Kelapa Sawit 143.
Mahafee WF, Kloepper JW. 1997. Temporal changes in the bacterial communities of soil, rhizosphere and endorhiza associated with field grown cucumber
Cucumis sativus, L.. Can J Microbiol 34:210-223.
Oliviera AN de, Oliviera LA de. 2005. Seasonal dynamics of arbuscular mycorrhizal fungi in plants of Theobroma grandiflorum Schum and
Paullinia cupana Mart. Of an agroforestry system in Central Amazonia,
Amazonas State, Brazil. Brazilian J of Microbiology 36:262-270. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Depok: Penebar Swadaya.
Picard C, di Cello F, Ventura M, Fani R, Guckert A. 2000. Frequency and biodiversity of 2,4-diacetylphloroglucinol producing bacteria isolated from
the maize rhizosphere at different stages of plant growth. Appl. Environ. Microbiol
. 66: 948-955. Redmond JW, Batley M, Djordjevic MA, Innes RW, Kuempel PL, Rolfe BG.
1986. Flavones induce expression of nodulation genes in Rhizobium. Nature
323:632–635. Reimann S. 2005. The interrelationship between rhizobacteria and arbuscular
mycorrhizal fungi and their importance in the integrated management of nematodes and soil borne pathogens. [Disertation]. Germany: Rheinischen
Friedrich Wilhelms Universitӓt Bonn.
Sieverding E. 1991. Vesicular Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems
. Eschborn, Germany: Technical Cooperation Federal Republic of Germany.
Sarashimantun NS, Tey CC. 2009. Application of arbuscular mycorrhizal fungi for controlling Ganoderma basal stem rot of oil palm. Proceeding of
56
Agriculture, Biotechnology and Sustainability Coference. PIPOC International Palm Oil Congress, Kuala Lumpur – Malaysia, July 2009.
Malaysian Palm Oil Board, hlm 415-422.
Supena N, Yenni Y dan Purba AR. 2005. Evaluasi Produksi Hibrida Dumpty Lini Pabatu. Jurnal Pusat Penelitian Kelapa Sawit 13 2.
Susanto A, Sudharto, Purba RY. 2003. Enhancing biological control of basal stem rot disease G. boninense in oil palm plantation. Di dalam: Third
International Workshop on Ganoderma diseases of Perennial Crops, Medan - Indonesia. 24-26 Maret.
Thiel T. 1999. Introduction to bacteria. Di dalam: Science in the real world: Microbes in action. Department of Biology, University of Missouri–St
Louis, hlm 1-9.
Turner PD. 1981. Oil palm diseases and disorders. Oxford: Oxford UnivPress. Xavier LCJ, Germida JL. 2003. Bacteria associated with Glomus clarum spores
influence mycorrhizal activity. Soil Biol Biochem 35:471-478. Yang CH, Crowley DE. 2000. Rhizosphere microbial community structure in
relation to root location and plant iron nutritional status. Appl. Environ. Microbiol. 66: 461-465.
Yow STK, Jamaludin N. 2001. Replanting Policies and Strategies in Golden Hope. Di dalam: Proc. 2001 International Palm Oil Congress – Agriculture. p.
289-294.
Zuanazzi JAS, Clergeot PH, Quirion JC, Husson HP, Kondorosi A, Ratet P. 1998. Production of Sinorhizobium meliloti nod gene activator and repressor
flavonoids from Medicago sativa roots. Mol. Plant-Microbe Interact. 11:784–794.
57
SELEKSI BAKTERI ENDOSIMBIOTIK MIKORIZA TERHADAP DAYA KECAMBAH SPORA FMA
Gigaspora margarita DAN DAYA HAMBATNYA TERHADAP PATOGEN
Ganoderma boninense Pat
Selection of Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria on Spores Germination of Arbuscular Mycorrhizal Fungi Gigaspora
margarita and Their Inhibition Towards Fungal Pathogen Ganoderma boninense Pat
Abstrak
Komposisi populasi bakteri di area mikorizosfir tanaman bermikoriza mempengaruhi interaksi antara tanaman dan fungi mikoriza arbuskular. Di daerah
rizosfir beberapa bakteri berasosiasi dengan struktur fungi mikoriza arbuskular FMA seperti spora dan hifa yang disebut juga dengan bakteri endosimbiotik
mikoriza. Asosiasi tersebut dapat menguntungkan, negatif ataupun netral terhadap perkembangan FMA sendiri. Pada penelitian terdahulu diperoleh 20 isolat bakteri
endosimbiotik mikoriza dari rizosfir kelapa sawit. Isolat-isolat bakteri tersebut perlu diuji kemampuannya dalam mempengaruhi perkecambahan spora FMA
Gigaspora margarita
dan potensinya dalam menginduksi ketahanan tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense in vitro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lima isolat bakteri yaitu B17 Bacillus subtilis B17, B1 Streptomyces sp. B1, B6 Enterobacter sp. B6, B12 Alcaligenes faecalis B12
dan B10 Bacillus subtilis B10 meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita, dengan rata-rata panjang hifa mencapai 2178.11 μm,
1606,00 μm, 1398,96 μm, 1150,17 μm dan 1053,32 μm secara berurutan. Dari keduapuluh bakteri endosimbiotik mikoriza terdapat delapan isolat B7, B10, B12,
B14, B16, B17, B18 dan B20 yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen Ganoderma boninense in-vitro dan isolat bakteri B10
Bacillus subtilis B10 memiliki kemampuan menghambat paling tinggi dibandingkan kontrol dengan luas zona bening yang terbentuk mencapai 81.87
mm
2
. Kata kunci: bakteri endosimbiotik mikoriza, daya kecambah spora FMA, daya
hambat terhadap patogen Ganoderma boninense
Abstract
The compositions of bacterial populations in the area of mycorrhizal plants mycorrhizosphere affect the interaction between plants and arbuscular
mycorrhizal fungi. In areas of rhizosphere some bacteria associated with
58
arbuscular mycorrhizal fungi AMF structure, such as spores and hyphae which is called mycorrhizal endosymbiotic bacteria. The association might be beneficial,
negative or neutral toward the development of AMF itself. In our previous studies, twenty isolates of mycorrhizal endosymbiotic bacteria were obtained from
rhizosphere of oil palm. Thus, the aims of this study are to find out the ability of mycorrhizal endosymbiotic bacteria isolated from AMF spores from the
rhizosphere of oil palm in accelerating the germination process of AMF spores Gigaspora margarita
as well as its potential in inducing plant resistance against biotic stresses of pathogen Ganoderma boninense in vitro. The results showed that
five isolates which were B17 Bacillus subtilis B17, B1 Streptomyces sp. B1, B6 Enterobacter sp. B6, B12 Alcaligenes faecalis B12 and B10 Bacillus
subtilis
B10 have ability to accelerate the germination of spores of AMF Gigaspora margarita
, with an average length of hyphae reached 2178.11 μm, 1606.00 μm, 1398.96 μm, 1150.17 μm and 1053.32 μm, respectively. Among
those isolates, we found eight isolates B7, B10, B12, B14, B16, B17, B18 and B20 have the ability to inhibit the growth of pathogen Ganoderma boninense in
vitro
and isolate B10 Bacillus subtilis B10 gained the biggest inhibition with area of clearing zone reached 81.87 mm
2
compared to control. Key words: mycorrhizal endosymbiotic bacteria, AMF spore germination,
inhibition of pathogenic Ganoderma boninense
Pendahuluan
Dalam hubungan simbiosis dengan akar tanaman, fungi mikoriza arbuskular FMA meningkatkan luas permukaan akar untuk penyerapan hara dan
air dari dalam tanah oleh miselia eksternal untuk tanaman inang Smith Read 2008. Sebagai komponen terbesar biomassa mikroba tanah, FMA membentuk
jalinan miselia yang ekstensif di dalam matriks tanah dan hifa menjadi tempat interaksi yang penting dengan mikroorganisme tular tanah lainnya Lioussanne
2010. Berbagai macam mikroba hidup dekat dengan akar tanaman atapun dekat dengan mikoriza di daerah mikorizosfir, yaitu daerah rizosfir dari akar yang
terinfeksi oleh fungi mikoriza dan mendapatkan manfaat dari berbagai macam senyawa organik yang dikeluarkan oleh tanaman. Mikroba ini termasuk dalam
kelompok taksonomi dari mikroba heterotropik aerobik dan anaerobik, dari bakteri sampai fungi Garbaye 1991. Dikarenakan fungi mikoriza menggunakan
beberapa eksudat akar dan memodifikasi fungsi akar, komunitas mikroba di daerah mikorizosfir akan berbeda dengan mikroba di daerah rizosfir dan di dalam
59
tanah. Spesifisitas dari mikroba mikorizosfir ini telah banyak ditunjukkan pada berbagai macam kondisi Garbaye 1991. Komposisi populasi bakteri di area
mikorizosfir dari tanaman bermikoriza akan mempengaruhi interaksi antara tanaman dan FMA Andrade et al. 1997. Perubahan dalam populasi bakteri dapat
terjadi melalui beberapa cara, seperti kompetisi hara, perubahan struktur tanah, perubahan pola eksudat akar dan senyawa kaya energi yang diberikan oleh miselia
FMA ekstraradikal Andrade et al. 1997; Söderberg et al. 2002. Di daerah rizosfir, beberapa bakteri berasosiasi dengan struktur FMA yang
disebut juga dengan bakteri endosimbiotik mikoriza. Asosiasi tersebut dapat berdampak menguntungkan, negatif ataupun netral terhadap perkembangan FMA
sendiri. Dampak negatif bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap FMA dapat berupa penurunan kemampuan perkecambahan spora FMA, pengurangan panjang
hifa pada tahap ekstramatrikal, penurunan kolonisasi akar dan aktivitas metabolik di dalam miselium internal Mc Allister et al. 1995; Wyss et al. 1992. Walaupun
keberadaan Trichoderma harzianum dengan penambahan hara organik dapat menurunkan kolonisasi FMA pada akar, akan tetapi tidak terjadi penurunan
kerapatan hifa dan biomasa miselia Glomus intraradices, sehingga dapat dikatakan bersifat netral Hodge 2000. Pengaruh positif bakteri endosimbiotik
mikoriza terhadap FMA telah banyak dilaporkan. Sebagai contoh dual inokulasi bakteri Pseudomonas putida dan FMA menginduksi peningkatan pertumbuhan
tanaman Subterranean clover ketika ditambahkan bersama daripada sendiri- sendiri Meyer Linderman 1986. Keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza
meningkatkan kolonisasi akar oleh FMA, meningkatkan pertumbuhan miselia spora Glomus mosseae Azcon 1987.
Asosiasi antara FMA dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang bersifat menguntungkan telah banyak dibahas oleh para peneliti. Mansfeld-Giese et al.
2002 melaporkan bakteri genus Paenibacillus berasosiasi dengan miselium FMA Glomus intraradices. Sementara Artursson Jansson 2003 menemukan
bahwa Bacillus cereus yang diisolasi dari tanah menunjukkan pelekatan yang kuat terhadap hifa Glomus dusii jika dibandingkan dengan strain bakteri lain, yang
mungkin disebabkan oleh adanya sekresi eksudat spesifik yang dikeluarkan oleh spesies FMA spesifik.
60
Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa bakteri yang berasosiasi dengan spora FMA bakteri endosimbiotik mikoriza dapat mempengaruhi
perkecambahan spora dan pertumbuhan FMA Bianciotto Bonfante 2002; Xavier Germida 2003 dan formasi dari mikorizosfir Budi et al. 1999.
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Toro et al. 1997 yang menemukan bahwa Enterobacter sp dan Bacillus subtillis merangsang kestabilan
pembentukan FMA Glomus intraradices serta meningkatkan biomassa tanaman dan kadar N dan P dalam jaringan. Sementara Kim et al. 1998 menemukan
bahwa kadar P pada tanaman tomat meningkat dengan inokulasi baik itu oleh FMA, Glomus etunicatum ataupun dengan bakteri pelarut fosfat, Enterobacter
agglomerans. Akan tetapi penyerapan P dan N tertinggi diperoleh ketika tanaman tomat diinokulasi dengan kedua mikroorganisme tersebut.
Bakteri endosimbiotik mikoriza juga berpotensi meningkatkan ketahanan terhadap patogen. Penelitian Budi et al. 1999 menemukan 12.5 dari bakteri
yang diisolasi dari mikorizosfir memiliki kemampuan antagonis yang potensial terhadap beberapa patogen tanah in vitro dan kemampuan antagonis terhadap
Phytophthora parasitica in vivo. Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa mikorizosfir kaya akan Plant Health Promoting Bacteria PHPB, akan tetapi
informasi mengenai mikroorganisme yang memiliki kemampuan antagonis potensial dari bakteri endosimbiotik mikoriza masih jarang. Secilia Bagyaraj
1987 menemukan lebih banyak actinomycetes antagonis patogen di daerah rizosfir tanaman yang bermikoriza daripada di daerah rizosfir tanaman yang tidak
bermikoriza kontrol. Bakteri endosimbiotik mikoriza bersama-sama dengan struktur FMA diduga mensekresikan senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen, seperti yang disimpulkan oleh Meyer Linderman 1986 bahwa cairan dari rizosfir tanaman yang bermikoriza menghambat pembentukan
spora patogen Phytophthora cinnamomi, sementara cairan dari rizosfir tanaman tanpa mikoriza tidak memberikan pengaruh.
Isolasi bakteri dari spora FMA yang diisolasi dari tanah di sekitar kelapa sawit belum dilakukan. Seperti FMA dari tanaman lain, spora FMA dari kelapa
sawit juga banyak mengandung bakteri-bakteri yang mungkin dapat membantu FMA dalam proses perkecambahan spora ataupun mempunyai potensi dalam
61
kemampuan antagonis terhadap penyakit busuk pangkal batang oleh G. boninense yang menyerang kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
melihat sejauh mana bakteri yang berasal dari spora FMA yang diisolasi dari kelapa sawit dapat mempengaruhi kemampuan spora FMA dalam berkecambah
serta potensinya dalam menginduksi ketahanan tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense secara in vitro.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agromikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi Serpong dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2008.
Bahan dan Alat yang Digunakan
Spora FMA yang digunakan adalah jenis Gigaspora margarita yang diperoleh dari inokulum ”Technofert” produksi Balai Pengkajian Bioteknologi
BPPT. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan spora FMA G. margarita memberikan persentase berkecambah yang lebih baik. Pada penelitian ini hanya
digunakan satu jenis spora FMA yaitu G. margarita agar diperoleh kondisi yang sama dari semua perlakuan. Isolat Ganoderma boninense yang digunakan berasal
dari koleksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit unit produksi Marihat, Pematang Siantar. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah media tanah Podzolik Merah
Kuning PMK untuk mewakili kondisi tanah di Indonesia, yang diperoleh dari daerah Gajrug Kabupaten Bogor, larutan chloramine-T 2 dalam akuades, larutan
trypan blue , media malt ekstrak agar MEA, akuades steril dan media cair
nutrient broth , media malt ekstrak broth.
Pelaksanaan Penelitian Seleksi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap Daya Kecambah Spora
FMA. Bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dari spora FMA diuji
kemampuannya dalam
mempercepat perkecambahan
spora FMA
dan pertumbuhan hifa secara in vitro menggunakan modifikasi metode Azc‚n-Aguilar
62
et al. 1986. Spora FMA yang digunakan adalah jenis Gigaspora margarita yang
terdapat dalam inokulum FMA merek “Technofert” produksi Balai Pengkajian Bioteknologi – BPPT. Spora FMA G. margarita disterilisasi dengan dua tahap
yaitu 1 sterilisasi spora di dalam larutan chloramine-T 2 dan Tween 20 selama dua menit, dan 2 sterilisasi spora di dalam larutan streptomycin 200 mgL dan
gentamycin 100 mLL selama sepuluh menit. Kemudian spora diletakkan di atas media bacto agar dan diteteskan dengan 20 …L inokulum bakteri endosimbiotik
mikoriza. Untuk memperoleh inokulum masing-masing bakteri endosimbiotik
mikoriza terlebih dahulu dibuat starter bakteri yang diperoleh dengan
menumbuhkan bakteri di dalam gelas erlenmeyer yang berisi media cair nutrient broth dan pseudomonas cair, dikocok selama 24 jam dengan orbital shaker pada
suhu 28
o
C. Untuk mendapatkan inokulum bakteri yang akan diinokulasi pada spora FMA, sebanyak 1 ml starter inokulum bakteri ditumbuhkan dalam gelas
erlenmeyer yang berisi media cair nutrient broth dan pseudomonas cair, dikocok selama 48 jam dengan orbital shaker pada suhu 28
o
C. Sebanyak 20 l inokulum masing-masing bakteri diinokulasikan pada spora FMA. Untuk mendapatkan
jumlah yang relatif sama terlebih dahulu dilakukan penghitungan jumlah sel bakteri konsentrasi 10
8
CFU mL
-1
. Cawan Petri yang berisi spora FMA dan bakteri ditutup rapat menggunakan selotip dan diinkubasi dalam inkubator dengan
suhu 28
o
C, selama 4 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan perkecambahan spora FMA.
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor yaitu jenis bakteri yang diperoleh dari isolasi dari spora FMA, yaitu:
B0 = Tanpa inokulasi bakteri kontrol B1 = Bakteri Jenis 1
B2 = Bakteri Jenis 2 B3 = Bakteri Jenis 3
sampai dengan B20 = Bakteri Jenis 20
63
Setiap kombinasi perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 20 x 4= 80 satuan penelitian.
Model linier rancangan yang digunakan adalah: Y
ij
= + α
i
+ ε
ij
Dimana: Y
ijk
= Hasil pengamatan perlakuan jenis bakteri ke-i pada ulangan ke-j
= nilai rataan umum α
i
= pengaruh perlakuan jenis bakteri ke-i ε
ij
= pengaruh galat penelitian dari perlakuan jenis bakteri ke-i dan pada ulangan ke-j
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
j = 1, 2, 3, 4
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense In
Vitro
Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang telah diseleksi kemampuannya dalam mempercepat perkembangan hifa dari spora FMA kemudian diuji
kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan G. boninense secara in vitro.
Pembuatan Media Agar Mengandung Inokulum G. boninense.
Starter biakan G. boninense dibuat dengan cara menumbuhkannya dalam media malt ekstrak broth dan dikocok selama 48 jam dengan orbital shaker pada
suhu 28
o
C. Untuk membuat inokulum cair G. boninense sebanyak 1 ml starter biakan fungi G. boninense diinokulasikan ke dalam 25 ml media malt extract
broth dalam gelas erlenmeyer, kemudian dikocok dengan orbital shaker selama
48 jam dengan suhu 28
o
C dan inokulum siap digunakan. Malt extract agar ditimbang dan dilarutkan dalam 500 ml akuades dalam gelas erlenmeyer,
kemudian disterilisasi dengan autoklaf. Setelah media agar mencapai suhu 50
o
C diinokulasikan 5 ml inokulum fungi G. boninense. Media malt extract agar yang
sudah diinokulasi inokulum G. boninense dituangkan ke dalam cawan-cawan Petri diameter 9 cm dan biarkan mengeras untuk digunakan dalam uji antagonis bakteri
endosimbiotik mikoriza terhadap G. boninense.
64
Pembuatan Inokulum Bakteri Endosimbiotik Mikoriza.
Starter biakan
bakteri endosimbiotik
mikoriza dibuat
dengan menumbuhkannya ke dalam media cair nutrient broth dan pseudomonas broth
dengan cara mengocok selama 12 jam dengan orbital shaker pada suhu 28
o
C. Sebanyak 1 ml starter ditumbuhkan ke dalam media cair nutrient broth dan
pseudomonas broth kemudian dikocok lagi dengan orbital shaker dengan suhu 28
o
C selama 12 jam. Inokulum bakteri siap digunakan.
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense.
Pada media potato dextrosa agar dalam cawan Petri yang telah diberi inokulum G. boninense di letakkan 4 kertas cakram diameter 0,6 cm dengan posisi
membentuk belah ketupat saling berseberangan. Kemudian inokulum bakteri dipipet ditengah kertas cakram. Sebagai kontrol positif digunakan antifungi
nystatin dengan konsentrasi 10.000 ppm dan sebagai kontrol negatif adalah akuades steril. Cawan Petri di seal dan diinkubasikan dalam inkubator pada suhu
28
o
C. Pengamatan dilakukan dengan mengukur luas zona hambat bening yang terbentuk oleh bakteri disekeliling kertas cakram. Terbentuknya zona hambat
bening berarti bakteri tersebut memiliki kemampuan antagonis terhadap G. boninense.
Rancangan Penelitian . Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu
faktor: jenis bakteri yang diperoleh dari isolasi dari spora FMA, yaitu: B0
= Tanpa inokulasi bakteri kontrol B1 = Bakteri Jenis 1
B2 = Bakteri Jenis 2
B3 = Bakteri Jenis 3 sampai dengan
B20 = Bakteri Jenis 20
Setiap kombinasi perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 20 x 4 = 80 satuan penelitian.
Model linier rancangan yang digunakan adalah:
65
Y
ij
= + α
i
+ ε
ij
Dimana: Y
ijk
= Hasil pengamatan perlakuan jenis bakteri ke-i pada ulangan ke-j
= nilai rataan umum α
i
= pengaruh perlakuan jenis bakteri ke-i ε
ij
= pengaruh galat penelitian dari perlakuan jenis bakteri ke-i dan pada ulangan ke-j
i = 1, 2,3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
j = 1, 2, 3, 4
Analisis Data. Analisis data dilakukan secara statistik program SSP dan bila
pengaruh perlakuan nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan
Hasil dan Pembahasan
Hasil Seleksi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap Persentase Berkecambah
Spora FMA
Munculnya hifa dari spora FMA merupakan tanda bahwa spora FMA telah berkecambah. Hifa yang tumbuh diukur panjangnya menggunakan mikroskop
yang dilengkapi dengan program NIS-element pada perbesaran 100x. Hasil pengukuran rata-rata panjang hifa dari spora FMA dengan inokulasi bakteri
endosimbiotik mikoriza disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa enam isolat bakteri dari keduapuluh bakteri yang diisolasi dari spora FMA, yaitu bakteri
B1, B6, B10, B12, B16, B17 secara nyata mampu meningkatkan persentase berkecambah spora FMA G. margarita yang ditandai dengan pertumbuhan hifa
yang jauh lebih panjang dibandingkan spora yang tidak diberi inokulasi bakteri kontrol, dengan panjang hifa terpanjang mencapai 2178.11 oleh bakteri B17.
Sementara keempat belas bakteri lainnya tidak nyata dalam meningkatkan persentase berkecambah spora FMA bahkan inokulasi bakteri B4 dan B15
memiliki panjang hifa jauh lebih pendek, yaitu 77.80 μm untuk B4 dan 140.42 μm
66
untuk B15. Panjang hifa tersebut jauh lebih pendek jika dibandingkan kontrol atau tanpa inokulasi bakteri endosimbiotik mikoriza 353.82 μm.
Kode Sampel Asal Bakteri
Rata-rata Panjang Hifa μm B0 Kontrol
- 353.82 ab
B1 Tn 2-A
1606.00 bc B2
Ps 3.1 324.05 ab
B3 Tn 2-B
399.30 ab B4
Dp 3.2-A 77.80 a
B5 Ps 3.1
584.87 ab B6
Dd 1 1398.96 abc
B7 Ps 4
258.60 ab B8
Dp 3.2-B 523.11 ab
B9 Ps 4
565.45 ab B10
Dd 4.1-B 1053.32 abc
B11 Dp 3.2-C
805.63 ab B12
Dp 3.2-2 1150.17 abc
B13 Dp 4.1
617.24 ab B14
Dd 3.2 641.38 ab
B15 Dp 2.1
140.42 a B16
Ps 1.1 905.64 abc
B17 Tn 1
2178.11 c
B18 Dp 2.1-C
803.39 ab B19
Tn 4.2 314.50 ab
B20 Ps 3.3
323.93 ab Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan
uji Duncan pada taraf 5
Dari keduapuluh bakteri terlihat bahwa hifa terpanjang dari spora FMA G. margarita
diperoleh ketika spora diinokulasi dengan bakteri B17, dengan rata-rata panjang hifa mencapai 2178.11 μm. Pertumbuhan hifa dari spora FMA G.
margarita yang diberi inokulum bakteri endosimbiotik mikoriza B17 tumbuh
sangat panjang dan bercabang banyak, sementara hifa spora FMA yang tidak diberi inokulum bakteri kontrol tumbuh pendek dan relatif lurus Gambar 3.
Tabel 6 Rata-rata panjang hifa pada perkecambahan spora fungi mikoriza arbuskular Gigaspora margarita pada hari ke empat belas
dengan inokulasi bakteri endosimbiotik mikoriza
67
Keenam bakteri endosimbiotik mikoriza yang memiliki kemampuan mempercepat perkecambahan spora FMA G. margarita tersebut diidentifikasi
berdasarkan 16S rDNA sebagai Streptomyces sp. B1 isolat B1, Enterobacter sp. B6 isolat B6, Bacillus subtilis B10 isolat B10, Alcaligenes faecalis B12 isolat
B12, Bacillus thuringiensis B16 isolat B16 dan Bacillus subtilis B17 isolat B17. Empat bakteri tersebut di antaranya merupakan bakteri Gram positif B1,
B10, B16 dan B17 dan dua isolat adalah bakteri Gram negatif B6 dan B12.
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense In
Vitro
Aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense dapat dilihat pada Gambar 4. Dari grafik batang tersebut
terlihat bahwa delapan dari dua puluh bakteri endosimbiotik mikoriza secara nyata menghambat pertumbuhan G. boninense yang terlihat dengan besarnya luas zona
hambat yang terbentuk jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Kedelapan bakteri tersebut adalah isolat B7, B10, B12, B14, B16, B17, B18 dan B20,
sementara sebelas bakteri lainnya yaitu isolat B1, B2, B3, B4, B5, B6, B8, B9, B11, B13, B15 tidak signifikan dalam menghambat pertumbuhan G. boninense.
Kedelapan bakteri tersebut merupakan jenis Alcaligenes faecalis B7 dan B12 isolat B7 dan B12, Bacillus subtilis B10 isolat B10, Bacillus thuringiensis B14
dan B16 isolat B14 dan B16, Bacillus subtilis B17 isolat B17, Alcaligenes sp. B18 isolat B18, dan Pseudomonas stutzeri B20 isolat B20.
Gambar 3 Panjang hifa garis hijau dari perkecambahan spora FMA Gigaspora margarita dengan inokulasi bakteri B17 Bacillus
subtilis N43 kiri dan tanpa inokulasi bakteri sebagai kontrol kanan, pada perbesaran 100x.
68
Luas zona hambat terbesar yang dibentuk oleh bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense, diperoleh ketika
diinokulasi dengan inokulum bakteri B10 Bacillus subtilis B10 dengan luas zona hambat mencapai 81,87 mm
2
yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan luas zona bening dari kontrol positif antifungi nystatin 10.000 ppm yaitu 16,09 mm2
Gambar 4. Bakteri yang meningkatkan persentase berkecambah spora FMA didominasi oleh kelompok bakteri Gram positif, sementara bakteri endosimbiotik
mikoriza yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan patogen G. boninense empat isolat merupakan kelompok bakteri Gram positif dan empat
isolat lainnya termasuk kelompok bakteri Gram negatif.
Bukti adanya aktivitas penghambat pertumbuhan fungi patogen G. boninense oleh bakteri endosimbiotik mikoriza dapat dilihat pada Gambar 5, dimana daerah
sekitar kertas cakram yang berisi inokulum bakteri B10 terbentuk zona bening sementara pada perlakuan kontrol tanpa inokulasi bakteri endosimbiotik
mikoriza tidak terlihat adanya zona bening di sekitar kertas cakram. Gambar 4 Grafik aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza pada hari keempat
setelah inokulasi terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense berupa luas zona bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram.
Terlihat bakteri B10 memiliki luas zona hambat terbesar. Huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5.
69
Pembahasan
Di daerah rizosfir, banyak bakteri termasuk plant growth promoting rhizobacteria PGPR yang disebut juga dengan mycorrhizal helper bacteria
MHB, yang membantu aktivitas dan perkembangan FMA dan biasanya bersifat spesifik terhadap fungi tapi tidak bersifat spesifik terhadap tanaman Rillig et al
2005. Beberapa mikroba yang diisolasi dari rizosfir yang terinfeksi oleh mikoriza mikorizosfir diketahui dapat membantu perkembangan dan stabilitas infeksi dari
fungi mikoriza arbuskular FMA. Mikroba rizosfir yang dominan adalah golongan bakteri termasuk beberapa jenis aktinomisetes akan tetapi juga
terdapat beberapa jenis fungi termasuk yeast. Banyak kemungkinan mekanisme untuk stimulasi ini. Senyawa flavonoid yang terdapat di dalam eksudat akar,
terlibat dalam pengenalan sinyal pada interaksi FMA dan tanaman inang. Senyawa flavonoid berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi hifa FMA dan
kolonisasi akar oleh FMA Morandi 1996. Sejumlah senyawa flavonoid memberikan efek stimulasi terhadap pertumbuhan hifa FMA dan efek ini
sepertinya sangat tergantung pada struktur kimia dari senyawa Becard et al. 1992. Menariknya, efek stimulasi dari senyawa-senyawa flavonoid lebih nyata
dengan kehadiran CO2 pada konsentrasi yang sama dengan flavonoid di daerah rizosfir Becard et al. 1992: Poulin et al. 1993. Pada penelitian ini bakteri hasil
Gambar 5 Aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza B10 kanan terhadap pertumbuhan G. boninense in vitro pada hari
keempat. Zona bening yang terbentuk tanda panah menunjukkan aktivitas penghambatan oleh bakteri
B10
kanan dan
tanpa inokulasi
bakteri endosimbiotik mikoriza kiri
70
isolasi dari spora FMA dari rizosfir tanaman kelapa sawit ternyata mampu meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita.
Diketahui bahwa mikroba dari daerah mikorizosfir dapat menghasilkan substrat yang digunakan oleh fungi mikoriza termasuk FMA. Perkecambahan spora FMA
Glomus mosseae meningkat dengan adanya senyawa mudah menguap yang diproduksi oleh aktinomisetes Azcon 1987; Azcon-Aguilar et al. 1986. Hasil ini
menyarankan bahwa bakteri endosimbiotik mikoriza tertentu dengan FMA dapat diko-inokulasi untuk mengoptimalkan pembentukan dan fungsi FMA.
Beberapa ahli menyatakan bahwa tingkat kolonisasi FMA meningkat dengan adanya mikroba mikorizosfir. Meyer Linderman 1986 menyimpulkan
bahwa asosiasi antara Pseudomonas putida dengan indigenous FMA
meningkatkan pertumbuhan tanaman clover. Sementara pada penelitian ini isolat B17 Bacillus subtilis B17 yang diisolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa
sawit ternyata mampu meningkatkan persentase berkecambah spora fungi mikoriza arbuskular. Mekanisme pasti dari bakteri endosimbiotik mikoriza dalam
meningkatkan perkecambahan spora FMA masih belum jelas Xavier Germida 2003. Di duga beberapa mekanisme terlibat di dalam proses tersebut seperti
adanya kontak fisik antara bakteri dengan FMA, dimana awalnya ikatan lemah di antara keduanya akan muncul dan pada tahap kedua ikatan yang lebih kuat akan
terbentuk dengan mekanisme pembentukan fibril selulosa ataupun polimer ekstraselular lainnya yang dikeluarkan oleh bakteri Bianciotto et al. 1996.
Pelekatan melalui kontak sel antara bakteri dan FMA ini akan menguntungkan keduanya melalui fasilitasi dari interaksi senyawa metabolik tertentu seperti hara
dan carbon exchange. Roesti et al. 2005 menyatakan bahwa peranan bakteri yang berasosiasi dengan spora FMA dapat mempercepat perkecambahan spora
dengan cara mengikis dinding spora, dengan memproduksi senyawa stimulan seperti CO2 dan senyawa mudah menguap lainnya atau dengan mempengaruhi
FMA dalam pengambilan fosfor P. Lebih lanjut Roesti menyatakan bahwa eksudat akar secara tidak langsung juga meningkatkan perkecambahan spora
FMA, yaitu melalui stimulasi pertumbuhan bakteri yang bermanfaat bagi FMA. Bakteri endosimbiotik mikoriza dapat menstimulasi pertumbuhan miselia
ataupun meningkatkan pembentukan formasi FMA. Mikroba tanah termasuk
71
bakteri endosimbiotik mikoriza diketahui menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan eksudasi akar dan pada akhirnya akan menstimulasi
perkembangan hifa FMA ataupun fasilitasi penetrasi akar oleh FMA. Hormon tumbuhan yang dihasilkan oleh mikroba tanah juga diketahui mempengaruhi
formasi FMA. Perkembangan FMA di dalam korteks akar akan mengubah aspek fisiologi penting tanaman. Hal ini termasuk komposisi hara mineral jaringan
tanaman, keseimbangan hormon dan pola alokasi karbon C, sehingga status simbiotik FMA akan mengubah komposisi kimia dari eksudat akar. Sementara
pembentukan miselium FMA akan berfungsi sebagai sumber karbon bagi komunitas mikroba, yang pada akhirnya akan memodifikasi sifat fisik lingkungan
sekitar akar Barea et al. 2005. Fungi mikoriza arbuskular diketahui menginduksi produksi senyawa metabolit sekunder dari tanaman, yang bermanfaat dalam
proses simbiosis FMA pada tanaman seperti mempercepat perkecambahan spora FMA dan kecepatan kolonisasi FMA pada akar Fester et al. 1999.
Empat dari enam bakteri endosimbiotik mikoriza yang meningkatkan persentase berkecambah spora FMA G. margarita pada penelitian ini termasuk
kelompok bakteri Gram positif. Penemuan ini sejalan dengan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Mansfeld-Giese et al. 2002, dimana isolat bakteri
Paenibacillus macerans dan Paenibacillus polymyxa yang membentuk spora Gram positif sangat erat berasosiasi dengan miselium eksternal dari FMA Glomus
intraradices. Sejalan dengan penemuan pada penelitian ini, Mugnier Mosse 1987 juga menemukan bahwa perkecambahan spora FMA Glomus mosseae in
vitro sangat tergantung pada keberadaan bakteri Streptomyces orientalis yang merupakan bakteri Gram positif. Banyak peneliti menyimpulkan bahwa asosiasi
antara bakteri endosimbiotik mikoriza dengan FMA bersifat spesifik Artursson et al. 2005, yang menunjukkan adanya komunikasi di antara bakteri dengan FMA
yang distimulasi oleh eksudat yang dikeluarkan oleh fungi tersebut Artursson et al. 2006.
Pada penelitian ini, beberapa bakteri endosimbiotik mikoriza yang termasuk dalam kelompok mycorrhizal helper bacteria MHB berhasil diisolasi dari spora
FMA ternyata memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen G. boninense in vitro. Xavier Germida 2003 menyatakan bahwa kebanyakan MHB
72
memiliki kemampuan antagonis terhadap patogen tular tanah. Sebagai contoh, isolat Paenibacillus sp B2 yang diisolasi dari mikorizosfir Glomus mosseae
memiliki aktivitas antagonistik terhadap beberapa patogen tular tanah in vitro dan mampu menurunkan nekrotik akar pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
patogen Phytophthora nicotianae Budi et al. 1999. Isolat tersebut memiliki aktivitas selulolitik, proteolitik, kitinolitik, pektinolitik dan menghasilkan senyawa
antibiotik polymixin B1 dan senyawa seperti polymixin yang mampu menghambat pertumbuhan patogen Fusarium solani dan Fusarium acuminatum Budi et al.
2000; Selim et al. 2005. Keberadaan isolat bakteri Paenibacillus sp B2 tersebut menyebabkan kerusakan dinding sel dan isi sel dari patogen Phytophthora
nicotianae dan Fusarium oxysporum. Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza B10 Bacillus subtilis B10 memiliki
daya hambat yang tinggi terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense in vitro, yang ditandai dengan terbentuknya diameter luas zona bening terbesar. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penemuan Budi et al. 1999 yang menyatakan bahwa 12,5 dari bakteri yang diisolasi dari mikorizosfir memiliki potensi sebagai agen
antagonis terhadap berbagai patogen tular tanah secara in vitro dan menyimpulkan bahwa daerah mikorizosfir kaya akan Plant Health Promoting Bacteria PHPR. Di
antara PHPR tersebut, Pseudomonas spp dan Bacillus spp memiliki potensi terbesar sebagai agen biokontrol, karena keberadaannya sangat dominan di daerah rizosfir
Mahafee Kloepper 1997. Bakteri Burkholderia cepacia dan Pseudomonas aeruginosa yang diisolasi dari jaringan akar kelapa sawit, menunjukkan potensi
sebagai penghambat penyebaran G. boninense. Kedua bakteri tersebut dapat menghambat populasi G. boninense tetap berada di bawah populasi minimum untuk
menginisiasi penyakit busuk pangkal batang dengan menghambat pertumbuhan dan kolonisasi G. boninense pada tanaman kelapa sawit Zaiton et al. 2008. Aktivitas
biokontrol yang dilakukan oleh FMA di dalam tanah terutama daerah rizosfir berkaitan dengan bakteri yang berasosiasi dengan FMA Cruz et al. 2008.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa Bacillus subtilis mengeluarkan senyawa aktif yang bersifat antifungi terhadap fungi patogen tanaman Sclerotium rolfsii, dan
penambahan sumber karbon serta suplemen gilingan akar tanaman kelapa sawit meningkatkan aktivitas kemampuan senyawa antifungi tersebut Nelisha et al.
73
2006. Namun demikian, perbedaan karakteristik antara strain Bacillus yang berbeda akan memberikan fungsi yang berbeda pula Xiang et al. 2008. Sebagai
contoh Bacillus subtilis JA yang dikarakterisasi sebagai strain Bacillus yang memiliki kemampuan antifungi, ternyata menghambat perkecambahan spora FMA,
pertumbuhan hifa FMA dan juga menurunkan kemampuan kolonisasi akar oleh FMA.
Menurut Weller 1988 Bacillus spp merupakan salah satu bakteri yang memiliki potensi sebagai biokontrol karena menghasilkan endospora yang sangat
toleran terhadap panas dan desikasi. Namun demikian, bakteri lain seperti Enterobacter Chernin et al. 1995, Streptomyces Singh et al. 1999 ternyata
terbukti efektif mengontrol penyakit yang disebabkan fungi patogen tular tanah. Mekanisme yang bertanggungjawab dalam aktivitas biokontrol adalah melalui
produksi senyawa antifungi Ligon et al. 2000. Siderofor yang mengangkut Fe besi ke dalam sel-sel bakteri dapat menyerap Fe III sehingga mengurangi
ketersediaan Fe bagi patogen Yang Crowley 2000. Beberapa bakteri diketahui mampu menghasilkan enzim litik yang dapat mendegradasi dinding sel patogen
Singh et al. 1999. Mekanisme antibiosis sebagai dasar mekanisme biokontrol oleh PHPR pada tanaman menjadi semakin mudah dipahami selama dua dekade terakhir.
Beberapa studi sebelumnya menemukan dan mengidentifikasi berbagai antibiotik, termasuk senyawa seperti oligomycin A, kanosamine, zwittermicin A, dan
xanthobaccin yang diproduksi oleh Bacillus, Streptomyces, dan Stenotrophomonas spp. Milner et al. 1995; Milner et al. 1996; Nakayama et al. 1999; Kim et al. 1999;
Raaijmakers 2002. Kombinasi inokulasi antara FMA dengan bakteri endosimbiotik mikoriza
dapat mendukung produksi inokulum FMA. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa beberapa FMA menunjukkan kemampuan sebagai agen
biokontrol terhadap patogen akar. Apakah FMA dapat digunakan sebagai agen praktis biokontrol atau kemungkinan fungsi sebagai vektor bagi bakteri yang
berasosiasi dengan sifat biokontrol masih terus dieksplorasi Johansson 2004. Berdasarkan temuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bakteri
endosimbiotik mikoriza yang diisolasi dari spora FMA memiliki potensi dalam meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap fungi patogen G. boninense
74
penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri
endosimbiotik mikoriza yang memiliki aktivitas untuk menekan pertumbuhan G. boninense in vitro
dan in vivo, sehingga dapat meningkatkan daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense di lapangan.
Simpulan
Dari keduapuluh isolat bakteri yang diisolasi dari spora fungi mikoriza arbuskular FMA dari rizosfir kelapa sawit, enam isolat memiliki kemampuan
dalam meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita dan delapan isolat dapat menghambat pertumbuhan patogen Ganoderma
boninense in vitro . Isolat B17 Bacillus subtilis B17 memiliki kemampuan
tertinggi dalam meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Bakteri endosimbiotik mikoriza dapat menstimulasi pertumbuhan miselia ataupun
meningkatkan pembentukan formasi FMA Gigaspora margarita sehingga meningkatkan persentase berkecambah spora FMA. Bakteri B10 Bacillus subtilis
B10 mempunyai daya hambat terbesar terhadap patogen Ganoderma boninense in vitro
. Penghambatan tersebut dimungkinkan dengan mekanisme produksi senyawa antifungi, siderofor ataupun enzim yang dapat mendegradasi dinding sel
patogen. Selain memiliki kemamuan menghambat patogen G. boninense, bakteri B10 Bacillus subtilis B10 juga memiliki kemampuan meningkatkan persentase
berkecambah spora FMA G. margarita. Kemampuan tersebut membuktikan bahwa bakteri endosimbiotik mikoriza memiliki kemampuan multifungsi, baik
terhadap fungsi FMA sendiri maupun fungsi bagi tanaman inangnya. Bakteri endosimbiotik mikoriza yang diisolasi dari spora FMA memiliki potensi dalam
meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap fungi patogen G. boninense
penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit.
Daftar Pustaka
Andrade G, Mihara KL, Linderman RG, Bethlenfalvay GJ. 1997. Bacteria from rhizosphere and hyphosphere soils of different arbuscular-mycorrhizal
fungi. Plant and Soil 192:71–79.
75
Artursson V, Jansson JK. 2003. Use of bromodeoxyuridine immunocapture to identify active bacteria associated with arbuscular mycorrhizal hyphae.
Appl Environ Microb 69: 6208–6215.
Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2005. Combined bromodeoxyuridine immunocapture and terminal restriction fragment length polymorphism
analysis highlights differences in the active soil bacterial metagenome due to Glomus mosseae inoculation or plant species. Environ Microbiol
7:1952–1966.
Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2006. Interactions between arbuscular mycorrhizal fungi and bacteria and their potential for stimulating plant
growth. Environ Microbiol 8:1–10
Azcon R. 1987. Germination and hyphal growth of Glomus mosseae in vitro: eˆects of rhizosphere bacteria and cell-free culture media. Soil Biol.
Biochem . 19: 417-419.
Barea JM, Pozo MJ, Azc‚n R, Azc‚n-Aguilar C. 2005. Microbial co-operation in the rizosphere. J. Exp. Bot. 56:1761-1778.
B‰card G, Douds DD, Pfeffer PE. 1992. Extensive in vitro hyphal growth of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in the presence of CO2 and
flavonols. Appl. Environ. Microbiol. 68:1260-1264.
Bianciotto V, Bonfante P. 2002. Arbuscular mycorrhizal fungi: a specialised niche for rhizospheric and endocellular bacteria. Proceedings of 9th International
Symposium on Microbial Ecology, Antonie van Leeuwenhoek, Kluwer Academic Publishers 81:365-371.
Bianciotto V, Minerdi D, Perotto S, Bonfante P. 1996. Cellular interactions between arbuscular mycorrhizal fungi and rhizosphere bacteria.
Protoplasma 193, 123–131.
Budi SW, Van-Tuinen D, Martinotti G, Gianinazzi S. 1999. Isolation from the Sorghum bicolor
mycorrhizosphere of a bacterium compatible with arbuscular mycorrhiza development and antagonistic towards soil borne
fungal pathogens. Appl. Environ. Microbiol. 65:5148-5150.
Budi SW, Van-Tuinen D, Arnould C, Dumasgaudot E, Gianinazzi-Pearson V, Gianinazzi S. 2000. Hydrolytic enzyme activity of Paenibacillus sp. strain
B2 and effects of the antagonistic bacterium on cell integrity of two soil- borne pathogenic fungi. Appl Soil Ecol 15:191-199.
Chernin L, Ismailov Z, Haran S, Chet I. 1995. Chitinolytic Enterobacter agglomerans
antagonistic to fungal plant pathogens. Appl Environ Microbiol
61:1720-1726.
76
Cruz AF, Horii S, Ochiai A, Yasuda A, Ishii A. 2008. Isolation and analysis of bacteria associated with spores of Gigaspora margarita. J Appl Microbiol
104:1711-1717.
Garbaye J. 1991. Biological interaction in the mycorrhizosphere. Experientia
47:370-375. Hodge A. 2000. Microbial ecology of the arbuscular mycorrhiza. FEMS
Microbiology Ecology 32:91-96.
Johansson JF, Paul LR, Finlay RD. 2004. Microbial interactions in the mycorrhizosphere and their significance for sustainable agriculture. FEMS
Microbiol Ecol 48:1-13.
Kim BS, Moon SS, Hwang BK. 1999. Isolation, identification and antifungal activity of a macrolide antibiotic, oligomycin A, produced by Streptomyces
libani . Can J Bot 77:850–858.
Ligon JM, Hill DS, Hammer PE, Torkewitz NR, Hofmann D, Kempf HJ, Van Pee KH. 2000. Natural products antifungal activity from Pseudomonas
biocontrol bacteria. Pest Manag Sci 56:688-695.
McAllister CB, Garcia-Romera I, Martin J, Godeas A, Ocampo JA. 1995. Interaction between Aspergillus niger van Tiegh. and Glomus mosseae
Nicol. and Gerd. Gerd. and Trappe. New Phytol. 129:309-316.
Mahafee WF, Kloepper JW. 1997. Temporal changes in the bacterial communities of soil, rhizosphere and endorhiza associated with field grown cucumber
Cucumis sativus, L.. Can J Microbiol 34:210-223.
Mansfeld-Giese K, John L, Lars B. 2002. Bacterial populations associated with mycelium of the arbuscular mycorrhizal fungus Glomus intraradices.
FEMS Microbiology Ecology 41:133–140.
Meyer JR, Linderman RG. 1986. Response of Subterranean clover to dual- inoculation with vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi and a plant
growth-promoting bacterium, Pseudomonas putida. Soil Biol. Biochem. 18:185-190.
Milner JL, Raffel SJ, Lethbridge BJ, Handelsman J. 1995. Culture conditions that influence accumulation of zwittermicin A by Bacillus cereus UW85. Appl
Microbiol Biotechnol 43:685–691.
Milner JL, Silo-Suh L, Lee JC, He H, Clardy J, Handelsman J. 1996. Production of kanosamine by Bacillus cereus UW85. Appl Environ Microbiol 62:3061–
3065.
77
Morandi D. 1996. Occurrence of phytoalexins and phenolic compounds on endomycorrhizal interactions, and their potential role in biological control.
Plant Soil 185: 241-251.
Mugnier J, Mosse B. 1987. Spore germination and viability of a vesicular arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus mosseae. Trans Br Mycol Soc
88:411–413.
Nakayama T, Homma Y, Hashidoko Y, Mizutani J, Tahara S. 1999. Possible role of xanthobaccins produced by Stenotrophomonas sp. strain SB-K88 in
suppression of sugar beet damping-off disease. Appl Environ Microbiol 65:4334–4339.
Nalisha I, Muskhazli M, Nor Farizan T. 2006. Production of bioactive compounds by Bacillus subtilis against Sclerotium rolfsii. Malay Microbiology 2:19-23.
Poulin MJ, Bel-Rhlid R, Pich‰ Y, ChŠnevert R. 1993. Flavonoids released by carrot Daucus carota seedlings stimulate hyphal development of
vesicular arbuscular mycorrhizal fungi in the presence of optimal CO2 enrichment. J. Chem. Ecol. 19: 2317-2327.
Raaijmakers JM, Vlami M, de Souza JT. 2002. Antibiotic production by bacterial biocontrol agents. Antonie Leeuwenhoek 81:537–547.
Rillig MC, Lutgen ER, Ramsey PW, Klironomos JN, Gannon JE. 2005. Microbiota accompanying different arbuscular mycorrhizal fungal isolates
influence soil aggregation. Pedobiologia 49: 251-259.
Roesti D, Ineichen K, Braissant O, Redecker D, Wiemken A, Aragno M. 2005. Bacteria associated with spores of arbuscular mycorrhizal fungi Glomus
geosporum and
Glomus constrictum .
Applied and Environmental Microbiology
71:6673-6679. Secilia J, Bagyaraj DJ. 1987. Bacteria and actinomycetes associated with pot
cultures of vesicular-arbuscular mycorrhizas. Can. J. Microbiol. 33:1069- 1073.
Selim S, Negrel J, Govaerts C, Gianinazzi S, Van-Tuinen D. 2005. Isolation and partial characterization of antagonistic peptides produced by Paenibacillus
sp. strain B2 isolated from the sorghum mycorrhizosphere. Appl Environ Microbiol
71:6501-6507. Singh PP, Shin YC, Park CS, Chung YR. 1999. Biological control of Fusarium
wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathol 89:92-99. Soderberg KH, Olsson PA, Baath E. 2002. Structure and activity of the bacterial
community in the rhizosphere of different plant species and the effect of
78
arbuscular mycorrhizal colonisation. FEMS Microbiology Ecology 40:223– 231.
Toro M, Azcon R, Barea JM. 1997. Improvement of arbuscular mycorrhiza development by inoculation of soil with phosphate-solubilizing
rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability
32
P and nutrient cycling. Appl. Environ. Microbiol. 63: 4408-4412.
Weller DM. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the rhizosphere with bacteria. Annu Rev Phytopathol 26:379-407.
Wyss P, Boller TH, Wiemken A. 1992. Testing the effect of biological control agents on the formation of vesicular arbuscular mycorrhiza. Plant Soil 147:
159-162.
Xavier LCJ, Germida JL. 2003. Bacteria associated with Glomus clarum spores influence mycorrhizal activity. Soil Biol Biochem 35:471-478.
Xiang X, Hao C, Hua C, Jun W, Chong R, Lijun W. 2008. Impact of Bacillus subtilis
JA, a biocontrol strain of fungal plant pathogens, on arbuscular mycorrhiza formation in Zea mays. World J Microbiol Biotechnol
24:1133–1137
Yang CH, Crowley DE. 2000. Rhizosphere microbial community structure in relation to root location and plant iron nutritional status. Appl. Environ.
Microbiol . 66: 461-465.
Zaiton S, Sariah M, Zainal AMA. 2008. Effect of endophytic bacteria on growth and suppression of Ganoderma infection in oil palm. Int. J. Agri. Biol. 10:
127-132.
IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF DARI BAKTERI ENDOSIMBIOTIK MIKORIZA Bacillus subtilis B10 YANG
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN PATOGEN Ganoderma boninense Pat
Identification of Active Compounds from Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria Bacillus subtilis B10 that Inhibit the
Growth of Fungal Pathogen Ganoderma boninense Pat
Abstrak
Di daerah mikorizosfir ditemukan berbagai helper bakteri yang dapat menghasilkan senyawa yang bekerja sinergis dengan FMA dalam menghambat
pertumbuhan patogen Ganoderma boninense. Penelitian terdahulu menemukan bakteri B10 Bacillus subtilis B10 memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan G. boninense, selanjutnya tujuan penelitian ini adalah mendapatkan dan mengidentifikasi senyawa yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus subtilis B10
yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan G. boninense dan sekaligus mempercepat proses perkecambahan spora FMA. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bakteri Bacillus subtilis B10 menghasilkan senyawa intra seluler yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan Ganoderma boninense.
Ekstraksi menggunakan pelarut organik menunjukkan senyawa tersebut memiliki aktivitas penghambatan terhadap G. boninense pada fraksi etil asetat yang artinya
senyawa tersebut bersifat semi polar. Hasil analisis menggunakan Liquid Chromatography–Mass Spectrometer LC-MS menunjukkan senyawa aktif
tersebut memiliki bobot molekul 255,39 gmol. Hasil analisis spektroskopi dengan
1
H-NMR menunjukkan senyawa tersebut memiliki rumus molekul C
12
H
17
NO
5
, dan dipostulasikan sebagai 2-4-aminophenoxy-6-methyl-tetrahydro-2H-pyran-
3,4,5-triol. Senyawa tetrahydro pyran dikenal memiliki aktivitas sebagai antifungi. Kata kunci: bakteri endosimbiotik mikoriza, senyawa aktif, ekstraksi, identifikasi
senyawa
Abstract
In the area of mycorrhizosphere found a variety of helper bacteria that can produce substrates or compounds that work synergistically with the arbuscular
mycorrhiza fungi AMF in inhibiting the growth of pathogen Ganoderma boninense. Our previous research found that B10 bacteria Bacillus subtilis B10
have the ability to inhibit the growth of G. boninense. Thus the purpose of this study was to find and identify the substances produced by Bacillus subtilis B10
which has the ability to inhibit the growth of G. boninense and also accelerate the germination process of AMF spores. The results showed that Bacillus subtilis B10
produced intra-cellular substances which have activity inhibiting the growth of
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Ganoderma boninense. Extraction using organic solvents showed that this compound has inhibitory activity against G. boninense in fraction of ethyl acetate
which means that this compound is semi-polar. Results of analysis using Liquid Chromatography - Mass Spectrometer LC-MS showed that the active compound
has a molecular weight of 255.39. Spectroscopy analysis by
1
H-NMR showed that the compounds having molecular formula of C
12
H
17
NO
5
, and postulated as of 2- 4-aminophenoxy-6-methyl-tetrahydro-2H-pyran-3,4,5-triol. The compound of
tetrahydro pyran have been known to have an activity as an antifungal. Keywords: mycorrhizal symbiotic bacteria, active substances, extraction,
substances identification
Pendahuluan
Beberapa bakteri endosimbiotik mikoriza memiliki potensi sebagai antagonis terhadap patogen tular tanah akan tetapi bekerja sinergis dengan FMA.
Potensi ini perlu dieksplorasi lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh bakteri endosimbiotik mikoriza yang berasosiasi dengan FMA terhadap
pertumbuhan dan kesehatan tanaman yang difasilitasi oleh FMA. Di daerah mikorizosfir ditemukan berbagai bakteri bermanfaat yang dapat menghasilkan
substrat atau senyawa yang bekerja sinergis dengan FMA. Sebagai contoh perkecambahan spora FMA meningkat dengan adanya bahan yang mudah
menguap yang dihasilkan oleh aktinomisetes Azcon 1987. Bakteri pengikat nitrogen N di daerah rizosfir juga menguntungkan bagi perkembangan fungi
mikoriza yang menyumbangkan asam amino dan ammonium kepada fungi mikoriza Li Hung 1987. Beberapa mikroorganisme di daerah mikorizosfir
membantu melemahkan akar sehingga memudahkan penetrasi akar oleh Fungi Mikoriza Arbuskular. Hal ini dibuktikan oleh hasil Azcon-Aguillar Barea
1985 dimana infeksi Trifolium parviflorum oleh FMA distimulasi oleh strain Pseudomonas sp, yang melepaskan enzim selulolitik dan pektinolitik, sehingga
memudahkan FMA untuk melakukan penetrasi dengan memisahkan sel sebelah luar dari korteks akar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Barea et al. 1998
menemukan strain Pseudomonas, yang dapat menstimulasi perkembangan miselium dari perkecambahan spora Glomus mosseae di dalam tanah dan
sekaligus mengkolonisasi akar.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Beberapa isolat bakteri Pseudomonas fluorescens yang diisolasi dari rizosfir digolongkan sebagai Plant Growth Promoting Bacteria PGPB dan Plant
Health Promoting Bacteria PHPB karena kemampuan bakteri tersebut membantu perkecambahan benih dan menghambat perkembangan fitopatogenik
mikroorganisme, seperti melindungi tanaman mentimun dari serangan fungi patogen Phytium spp dan melindungi tanaman kacang dari Phytium ultimum
Luna-Romero et al. 2007. Selanjutnya bakteri ini dipertimbangkan sebagai biofungisida yang potensial karena kemampuannya dalam melindungi tanaman
dari fitopatogen.
Penekanan pertumbuhan patogen oleh mikroorganisme antagonis melibatkan satu atau beberapa mekanisme tergantung dari mikrooorganisme
antagonis yang terlibat. Pengaruh langsung terhadap patogen termasuk di antaranya kompetisi dengan patogen untuk mengkolonisasi atau menginfeksi
akar, kompetisi mendapatkan sumber karbon dan nitrogen sebagai hara, kompetisi untuk besi Fe melalui produksi senyawa pengkelat Fe atau siderofor,
penghambatan pertumbuhan patogen dengan senyawa antimikroba seperti antibiotik dan HCN dan lain sebagainya Barea et al 2005.
Hasil isolasi dan seleksi bakteri endosimbiotik mikoriza pada percobaan sebelumnya, diperoleh satu bakteri B10 yang memiliki aktivitas tinggi dalam
menghambat pertumbuhan G. boninense. Hasil identifikasi dengan 16S rDNA menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah Bacillus subtilis B10. Bacillus spp
merupakan bakteri yang sangat umum terdapat di tanah yang memilliki potensi sangat besar sebagai agen biokontrol karena menghasilkan antibiotik lipopeptida
siklik yang aktif terhadap berbagai mikroorganisme. Senyawa antifungi yang telah berhasil diidentifikasi adalah iturin dan golongan bacillomycin yang dihasilkan
oleh B. subtilis dan fusaricidin yang dihasilkan oleh Paenibacillus polymyxa dahulu dikenal dengan Bacillus polymyxa Beatty Jensen 2002. Menurut
Xiang et al. 2008 interaksi antara B. subtilis JA dan fungi patogen tanaman
Botrytis cinerea menghasilkan senyawa mudah menguap yang dihasilkan oleh B. subtilis JA, dimana senyawa tersebut merupakan inhibitor dengan spektrum luas
yang bermanfaat sebagai biokontrol fungi patogen. Analisis komponen senyawa mudah menguap dari B. subtilis JA dengan GCMS menunjukkan bahwa lebih
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
dari 14 komponen senyawa mudah menguap berhasil diekstrak, termasuk heksanol, pyrazine, ketone, benzene, fenol, aldehid dan alkana alifatik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa aktif yang dihasilkan oleh bakteri endosimbiotik mikoriza B. subtilis B10 yang memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan G. boninense secara in vitro dan juga meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agromikrobiologi, Labaratorium Analitik dan Laboratorium Recovery Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT
Serpong dari bulan Oktober 2008 - Desember 2010.
Bahan dan Alat yang Digunakan
Bakteri endosimbiotik mikoriza yang digunakan adalah jenis bakteri yang memberikan hasil terbaik pada Penelitian 2, yaitu bakteri yang dapat
meningkatkan persentase berkecambah spora FMA dan memiliki kemampuan sebagai antagonis terhadap G. boninense. Bahan-bahan yang dibutuhkan: media
untuk fermentasi dengan kultur kocok, pelarut organik yang berbeda polaritasnya untuk ekstraksi senyawa aktif, aluminium silika gel 60 F254 Merck. Alat yang
digunakan adalah autoklaf, shaker, rotavapor, kromatografi cair kinerja tinggi HPLC, LC-MS, ultrasonikasi, spektroskopi infra merah dan NMR.
Pelaksanaan Percobaan Proses fermentasi bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi.
Bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi Bacillus subtilis B10 diinokulasikan pada media cair nutrient broth dalam erlenmeyer 100 mL yang
diisi 50 mL media cair. Kemudian diinkubasikan dalam shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm selama 8 jam pada suhu 28
o
C kultur vegetatif. Tahap berikutnya inokulasi kultur fermentatif yang dibuat dengan cara
menginokulasikan 50 mL kultur vegetatif ke dalam media cair nutrient broth
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
dalam erlenmeyer 2000 mL yang diisi 1000 mL media cair 5
V V
. Kultur fermentatif diinkubasi dalam shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm selama
14 jam pada suhu 28
o
C.
Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari bakteri endosimbiotik mikoriza Bacillus subtilis B10.
Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari bakteri dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Harborne 1987. Sampel hasil fermentasi
disentrifuse pada 3000 rpm selama 20 menit, supernatan dan pelet yang terbentuk dipisahkan. Supernatan ekstra sel kemudian diekstraksi secara bertingkat dengan
n-heksan, etil asetat dan butanol. Ketiga fraksi tersebut n-heksan, etil asetat dan butanol dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 30
o
C, kemudian ekstrak yang diperoleh ditimbang. Sementara untuk pelet dibilas dengan akuades steril
sebanyak 2 kali, tambahkan kembali akuades steril ke dalam pelet dengan perbandingan 1 : 5 kemudian sel dilisis dengan menggunakan ultrasonicator
selama 60 menit. Pelet yang sudah dilisis disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan dan debris sel dipisahkan. Supernatan hasil pellet
intra sel diekstrak secara bertingkat dengan n-Heksan etil asetat dan butanol. Ketiga fraksi tersebut n-heksan, etil asetat dan butanol ditampung dan
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 30
o
C. Ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang untuk dilakukan pengujian aktivitas senyawa aktif terhadap
pertumbuhan G. boninense.
Uji aktivitas senyawa aktif terhadap fungi Ganoderma boninense.
Uji antagonis anti fungi dilakukan dengan cara sebagai berikut: fungi patogen Ganoderma boninense ditumbuhkan dalam media agar PDA yang
diletakkan pada bagian tengah sisi kanan media. Sampel senyawa aktif disiapkan dengan melarutkan sampel dalam DMSO Dimetil Sulfoksida dengan variasi
konsentrasi 5000 ppm, 10000 ppm dan 15000 ppm. Sebanyak 20 μL sampel diteteskan pada kertas cakram 8 mm, kemudian dimasukkan ke dalam cawan Petri
yang telah ditumbuhkan fungi G. boninense di bagian tengah media sisi kiri media agar PDA posisi senyawa aktif berseberangan dengan posisi inokulum G.
boninense. Setiap sampel dibuat 3 kali ulangan, dimana dalam satu Petri berisi 3
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
kertas cakram, yaitu kontrol positif +, kontrol negatif - dan sampel senyawa aktif. Kontrol + yang dipakai adalah nystatin yang dibuat konsentrasi sesuai
sampel 5000, 10000 dan 15000 ppm. Sementara untuk kontrol - adalah DMSO dimetil sulfoksida. Cawan Petri yang telah berisi sampel uji diinkubasi
pada suhu 28
o
C selama 7 – 14 hari sampai terlihat pertumbuhan atau adanya lingkaran bening di sekitar kertas cakram 8 mm. Lingkaran bening tersebut
merupakan tanda adanya senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh bakteri endosimbiotik mikoriza B10 B. Subtilis B10 yang menghambat pertumbuhan
fungi patogen G. boninense.
Pemisahan senyawa bioaktif dengan kromatografi kolom.
Pemisahan senyawa bioaktif dilakukan dengan kromatografi kolom Sep– Pak Cartridges C–18. Sebanyak 10 mg sampel dilarutkan dalam 1 mL methanol
for HPLC. Kolom Sep–Pak C-18 yang akan digunakan terlebih dahulu dielusi dengan acetonitril 10 sebanyak 20 mL. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam
kolom secara perlahan, setelah sampel terlihat masuk kedalam kolom, elusi kembali dengan acetonitril secara bertingkat yaitu dengan acetonitril 10 20 mL,
sebelum kolom kering elusi kembali dengan 20 mL acetonitril 20 , acetonitril 40 , acetonitril 80 dan acetonitril 100. Proses pemisahan kolom ini
dilakukan dengan vakum basah dan kolom selalu dielusi dengan acetonitril dan tidak boleh dibiarkan kering. Hasil elusi kelima fraksi tersebut acetonitril 10 ,
20 , 40 , 80 dan 100 ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 30
o
C, kemudian setiap ekstrak yang diperoleh ditimbang. Kelima fraksi yang ditampung tersebut kemudian diuji aktivitas penghambatannya
terhadap pertumbuhan G. boninense.
Identifikasi senyawa bioaktif dengan HPLC.
Identifikasi senyawa bioaktif dilakukan dengan metode Reverse Phase kromatografi cair kinerja tinggi HPLC, menggunakan instrumen HPLC Water
2695, dengan detektor Photodiode Detector Array PDA, kolom C18 Puresil 5; 4,6 x 150 mm volume injeksi 100 uLinjeksi dengan kecepatan alir 1 mLmenit,
tekanan kolom 1267 psi. Sampel dielusi secara gradien menggunakan campuran
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
asetonitril dan air dari konsentrasi 15 sampai 100 selama 33 menit. Puncak peak yang diduga sebagai senyawa aktif ditampung, kemudian dipekatkan
dengan pengurangan tekanan. Senyawa pekat diuji aktivitasnya untuk menghambat pertumbuhan G. boninense.
Elusidasi struktur kimia senyawa aktif.
Bobot molekul dan rumus molekul senyawa aktif ditentukan dengan Spectrum LC-MS ESI positif ion. Gugus fungsional senyawa ditentukan dengan
FTIR Shimadzu 8300 dan struktur molekul senyawa ditentukan dengan,
1
HNMR Bruker AV-500 500 MHz, HMBC NMR serta HMQC NMR.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Bakteri endosimbiotik mikoriza Bacillus subtilis B10 yang digunakan dalam penelitian merupakan bakteri yang terbukti memiliki kemampuan
mempercepat perkecambahan spora fungi mikoriza arbuskular dan menghambat pertumbuhan fungi patogen G. boninense dari hasil penelitian sebelumnya. Hasil
identifikasi bakteri tersebut secara morfologi, bakteri tersebut termasuk golongan bakteri Gam positif, berbentuk batang dan merupakan jenis Bacillus subtilis
Gambar 6.
Gambar 6 Morfologi sel bakteri Bacillus subtilis B10 pada perbesaran 100x
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak kasar dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel 60. Untuk mengetahui
bioaktivitasnya, masing-masing fraksi ditampung dan diuji aktivitasnya terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense dan kemampuannya meningkatkan
persentase berkecambah spora FMA. Hasil uji bioaktivitas masing-masing fraksi terhadap pertumbuhan patogen G. boninense disajikan dalam Tabel 7, sedangkan
aktivitas terhadap peningkatan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7 Rata-rata luas zona bening yang terbentuk sebagai aktivitas antagonis senyawa aktif Bacillus subtilis B10 pada masing-masing fraksi pelarut
dan kontrol positif nystatin terhadap G. boninense
Hasil uji bioaktivitas terhadap G. boninense menunjukkan bahwa fraksi etil asetat intra sel hasil kromatografi kolom mempunyai aktivitas yang lebih besar
sedangkan pada fraksi n-heksan dan butanol baik ekstra sel maupun intra sel tidak menunjukkan bioaktivitas sama sekali. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa
Fraksi Sampel Konsentrasi
Sampel ppm Rata2 Luas Zona Bening cm
2
Hari ke 4 Hari ke 7
Hari ke 12 Kontrol + nystatin
5000 0.00
9.13 1.05