Studi Karakteristik Ganoderma Boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Lahan Gambut

STUDI KARAKTERISTIK Ganoderma boninense Pat. PADA TANAMAN
KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq ) DI LAHAN GAMBUT

SKRIPSI
OLEH
PATRA ANJARA GINTING
040302032
HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

STUDI KARAKTERISTIK Ganoderma boninense Pat. PADA TANAMAN
KELAPA SAWIT ( Elais guineensis Jacq ) DI LAHAN GAMBUT


SKRIPSI
OLEH

PATRA ANJARA GINTING
040302032
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr
Ketua

Ir. Kasmal Arifin, MSi
Anggota

DR. Agus Susanto, MSi

Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Baru pada tanggal 2 September 1984, dari
ayah Andy makmur Ginting dan ibu Wanita Br. Barus. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 050700 Secanggang, pada
tahun 2000 penulis lulus dari MTs. Raudhatul Hasanah Medan dan pada tahun
2003 lulus dari SMU Negeri 1 Secanggang. Pada tahun 2004 penulis lulus di
Fakultas Pertanian Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas
Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten di Laboratorium
Mikrobiologi, asisten Dasar Perlindungan Tanaman, mengikuti kegiatan
organisasi Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN), Komunikasi
Muslim HPT, Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA), Bidang kerohanian PEMA
Pertanian dan pada tahun 2008 melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
PT. PP. London Sumatera (LONSUM) Begerpang Estate Tanjung Morawa.
Penulis melaksanakan praktek skripsi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
Marihat dari bulan September sampai dengan November 2008.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini tepat pada waktunya.
Adapun judul penelitian ini adalah

STUDI KARAKTERISTIK


Ganoderma boninense Pat. PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis Jacq.) DI LAHAN GAMBUT

yang merupakan salah satu syarat

untuk dapat mencapai gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr dan Bapak Ir. Kasmal Arifin, Msi
selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam
meyelesaikan penelitian ini dan tak lupa juga penulis ucapkan banyak terima
kasih kepada Bapak Dr. Agus Susanto, MSi selaku kepala Proteksi Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat beserta seluruh karyawan PPKS Marihat
yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian
ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.

Penulis


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan penelitian
Hipotesa Penelitian
Kegunaan Penelitian

..
..
..

TINJAUAN PUSTAKA
..
Botani Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
..

Syarat Tumbuh
.
Tanah
Iklim
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma boninense Pat) ..
Biologi Penyakit
Gejala serangan
.
Faktor faktor yang Mempengaruhi Penyakit
.
Pengendalian
.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
..

... 3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
15
17
18
20
22
22

BAHAN DAN METODA
..
23
Tempat dan Waktu Penelitian
..
25
Bahan dan Alat
26

Metoda Penelitian
27
Pelaksanaan Penelitian
28
Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Pembuatan Media Pertumbuhan Cair Malt Yeast Extract
Pembuatan Larutan Buffer Pengekstraksi DNA
Pembuatan Larutan Buffer TE (Tris HCl EDTA)
Pembuatan Larutan Buffer Tris HCl BSA pH 7,8
Pembuatan Larutan Ringer
Pembuatan Larutan Proteinase K
Pembuatan Larutan Ribonuklease 20 mg/ml buffer TE)
Pembuatan Pereaksi dan Buffer untuk PCR
Pembuatan Larutan MgCl2 (larutan stok)
Pembuatan Larutan campuran Nukleotida (dNTPs)
Pembuatan 20 l Campuran Pereaksi PCR untuk Mendeteksi
Ganoderma
Pembuatan Larutan Buffer untuk Gel Agarosa Elektroforesis
Pembuatan 5 x Larutan Loading (10 ml)
Pembuatan Larutan DNA Marker

Pembuatan Larutan 1 Kilo basa (Kb)
Pembuatan Larutan Ethidium Bromida (Larutan stok)
Pembuatan Larutan Enzim Restriksi Mlu 1

Universitas Sumatera Utara

Pereaksi untuk Sekuensing DNA
Isolasi Jamur
Identifikasi Jamur
Penggerusan Miselium untuk Persiapan Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA Menggunakan Metode Moller 1992
Uji kualitas DNA Hasil Ekstraksi dengan Metode Elektroforesis Gel
Agarosa
Amplifikasi DNA Utas Rangkap Hasil Ekstraksi sebagai Target dengan
Menggunakan Primer ITS 1 ITS 4 dengan Metode Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Komposisi pereaksi untuk amplifikasi PCR
Uji Kualitas DNA Produk PCR Pada Daerah ITS 1 ITS 4 Dengan
Metode Elektroforesis
Peubah amatan


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

35
35
37

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

..

38
39
40

DAFTAR PUSTAKA


.

41

LAMPIRAN

42

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. kriteria kesesuain lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Tabel 2. Serangan Ganoderma di PT. Anak Tasik Pada Tahun 2008
Tabel 3. Persentase serangan Ganoderma pada setiap Blok di PT. Anak Tasik
Tanjung Selamat Estate
Tabel 4. Perbandingan serangan Ganoderma antara Basal dan Upper Stem Rot
Di PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate Pada Blok B8
Tabel 5. Epidemi Serangan Ganoderma melalui basidiospora (USR)

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate
Gambar 2. Gejala serangan Ganoderma pada tanaman kelapa sawit dengan
berbagai tingkatan
Gambar 3. Penyebaran serangan Ganoderma di PT. Anak Tasik pada Blok B8
Gambar 4. Perbandingan serangan Ganoderma antara Upper Stem Rot dan
Basal Stem Rot
Gambar 5. Penyebaran serangan Ganoderma pada skala 4
Gambar 6. Penyebaran serangan Ganoderma pada Skala 4 dan 3
Gambar 7. Penyebaran serangan Ganoderma pada Skala 4, 3 dan 2
Gambar 8. Penyebaran serangan Ganoderma pada Skala 4, 3, 2 dan 1
Gambar 9. Perbedaan gejala serangan berdasarkan letak tumbuh badan buah
Ganoderma sp.
Gambar 10. Basidiokap Ganoderma yang berasal dari atas dan bawah batang
kelapa sawit
Gambar 11. Gambar biakan murni Ganoderma boninense
Gambar 12. Miselium dan basidiospora Ganoderma boninense yang berasal dari
busuk pangkal batang (basal stem rot)
Gambar 13. Miselium dan basidiospora Ganoderma boninense yang berasal dari
busuk batang atas (Upper stem rot)
Gambar 14. Hasil amplifikasi PCR dari DNA Ganoderma boninense
Gambar 15. jaringan pangkal batang tanaman kelapa sawit yang masih sehat
Gambar 16. Jaringan batang tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma
Gambar 17. Kondisi tanaman yang ditumbuhi oleh gulma ipifit pada batang
Gambar 18. Kondisi tanaman yang bersih dari gulma ipifit pada batang
Gambar 19. Basidiokap Ganoderma yang tumbuh di sela
yang masih menempel pada batang tanaman

sela pelepah lapuk

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Areal Perkebunan PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate
Lampiran 2.Peta Areal Perkebunan PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate
Lampiran 3. Penyebaran serangan Ganoderma boninense di PT. Anak Tasik pada
Blok B8
Lampiran 4. Penyebaran serangan Ganoderma boninense di PT. Anak Tasik pada
Blok B8
Lampiran 5. Penyebaran serangan Ganoderma boninense pada skala 4 di PT.
Anak Tasik Pada Blok B8
Lampiran 6. Penyebaran serangan Ganoderm boninense pada skala 4 dan 3 di PT.
Anak Tasik Pada Blok B8
Lampiran 7. Penyebaran serangan Ganoderma boninense pada skala 4 ,3 dan 2 di
PT. Anak Tasik Pada Blok B8
Lampiran 8. Penyebaran serangan Ganoderma boninense pada skala 4 ,3, 2 dan 1
di PT. Anak Tasik Pada Blok B8
Lampiran 9. Produk PCR hasil amplifikasi pasangan primer USR dan BSR

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Patra Anjara Ginting Studi Karakteristik Ganoderma boninense Pat.
Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Lahan Gambut di
bawah bimbingan bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem selaku ketua komisi
pembimbing, bapak Ir. Kasmal Arifin Msi selaku anggota dan bapak DR. Agus
Susanto selaku anggota. Penelitian ini menggunakan metode survei yang
dilaksanakan di PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate yang merupakan lahan
gambut. Kemudian untuk pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik Ganoderma boninense pada tanaman kelapa sawit di
lahan gambut dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ada perbedaan gejala
serangan Ganoderma pada kelapa sawit di lahan gambut dengan di lahan mineral.
Serangan Ganoderma di PT. Anak Tasik pada Blok B8 dengan luas 29,5 hektar
yang

merupakan

lahan

gambut

cenderung

melalui

basidiospora

yang

mengakibatkan busuk batang atas (upper stem rot) yang mencapai 63 % ( 82
tanaman), dan hanya 37 % (49 tanaman) yang merupakan busuk batang bawah
(basal stem rot). Secara keseluruhan serangan Ganoderma di PT. Anak Tasik
mencapai 0,96 % (895 tanaman) dari 94.945 tanaman dengan luas areal 766,01
hektar. Berdasarkan pengamatan badan buah (basidiokap) , pengmatan biakan
murni, pengamatan micrograph miselium dan basidiospora dan pengujian secara
molekuler maka diketahui bahwa serangan penyakit pada kelapa sawit di PT.
Anak Tasik disebabkan oleh Ganoderma boninense.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Patra Anjara Ginting Study Characteristic Ganoderma boninense Pat. At The
Oil Palm ( Elaeis guineensis Jacq.) On the Peatlands By direction of
Ir. Mukhtar Iskandar Pinem as the leader of , Mr Ir. Kasmal Arifin Msi as
participant dan Mr. DR. Agus Susanto as participant. This research use survey
methode which has been done in PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate that
known as Peatlands. Then, for the sample s tester has been done in Laboratory of
Indonesian Oil Palm Research Institute. As the purpose of this research is to
know the characteristic of Ganoderma boninense at the Oil Palm in Peatlands
which use Polymerase Chain Reaction (PCR) methode. From the research that
has been done, known that there is the different of Ganoderma at the oil palm in
peatlands in the mineral land. The attack of Ganoderma in PT. Anak Tasik in
block B8 with 29,5 hectar wides which is the peatlands, usually through
basidiospora that caused upper stem rot that archive 63 % (82 plants), and only 37
% (49 plants) that is basal stem rot. For generally the attack of Ganoderma in PT.
Anak Tasik archive 0,96 % (895 plants) from 94.945 plants which has 766,01
hectar wides. Based on the of fruiting body (basidiokap), the research of pure
mycelium, micrograph mycelium and basidiospora and the moleculer tested, so
we know that the attack of the disease in Oil Palm in PT. Anak Tasik caused by
Ganoderma boninense.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu
hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik dan produk
olahannya (minyak sawit) menjadi salah satu komoditi perkebunan yang handal di
Indonesia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang pangsa
pasarnya di dalam negeri besar dan pasaran ekspornya senantiasa terbuka.
Konsumsi minyak sawit dunia yang amat besar ini tidak mungkin terpenuhi oleh
Malaysia, Nigeria, dan Pantai Gading sebagai produsen utama. Beberapa
pengamat sosial ekonomi komoditas perkebunan menyatakan optimismenya
bahwa keragaman kegunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri pangan
dan nonpangan memungkinkan prospeknya lebih cerah dibandingkan dengan kopi
dan karet olahan (Tim Penulis PS, 1999).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah salah satu dari beberapa
famili palmae yang menghasilkan minyak nabati, yang disebut minyak sawit
(palm oil). Banyak tanaman lain yang dapat dijadikan sumber minyak nabati,
seperti kelapa, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan biji bunga matahari. Dari
sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit
adalah penyumbang minyak nabati terbesar di dunia yaitu sebesar (2000 - 3000
kg/ha) sedangkan kelapa hanya menyumbang sepertiga yaitu sebesar (700

1000

kg/ha) (Setyohadi, 2005).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat
tumbuh di daerah antara 120 Lintang Utara 120 Lintang Selatan. Curah hujan

Universitas Sumatera Utara

optimal yang dikehendaki antara 2000-2500 mm/tahun dengan pembagian yang
merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5 - 7
jam /hari dan suhu optimum berkisar 24

38 0C. Ketinggian di atas permukaan

laut yang optimum untuk kelapa sawit berkisar 0

500 meter. Keadaan iklim

yang paling banyak diamati adalah curah hujan, karena curah hujan yang
kelebihan atau kekurangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produktivitas kelapa sawit (Risza, 1994).
Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman
kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra
sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi
pengembangan pengembangan seperti Sulawesi dan Irian Jaya (Papua) terus
dilakukan. Data di lapangan menunjukkan kecendrungan peningkatan luas areal
perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat pada periode tiga puluh
tahun mencapai 45,1 % per tahun, sementara areal perkebunan negara tumbuh 6,8
% per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12,8 % per tahun (Fauzi dkk,
2005).
Dewasa ini, penelitian intensif yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia
menyimpulkan bahwa Minyak Kelapa Sawit (MKS) sangat potensial untuk
dijadikan sebagai alternatif bahan bakar diesel. Minyak nabati memiliki potensi
yang sangat besar sebagai bahan bakar pengganti (fuel substitute) maupun sebagai
perluasan bahan bakar (fuel extender) untuk motor diesel. Begitu pentingnya masa
depan minyak nabati sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), pada bulan
Januari 1995 PORIM (Palm Oil Research Institute of Malaysia) mengadakan

Universitas Sumatera Utara

suatu konfrensi yang dihadiri oleh berbagai negara, seperti Jerman, Italia, dan
Indonesia (Pahan, 2006).
Salah satu cara peningkatan hasil pertanian khususnya dibidang
perkebunan kelapa sawit adalah dengan melakukan ekstensifikasi yaitu dengan
memperluas areal perkebunan. Hal ini tidak menutup kemungkinan pembukaan
lahan gambut sebagai alternatif perluasan areal perkebunan kelapa sawit,
mengingat bahwa Indonesia memiliki lahan gambut terluas nomor empat didunia.
Menurut perkiraan para pakar luas lahan gambut di Indonesia sekitar 16 sampai
27 juta hektar dan 6 juta hektar diperkirakan sesuai untuk usaha pertanian. Data
yang akurat mengenai luas lahan gambut ini belum diperoleh berdasarkan bahan
asal, cara terbentuknya, jenis pelapukan dan ketebalan bahan organiknya
(Hasibuan, 2006)
Pembukaan

lahan

gambut

untuk

pengembangan

pertanian

atau

pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang
telah mantap membentuk suatu ekosistem baru. Pengembangan pertanian lahan
gambut dapat diartikan sebagai upaya peningkatan fungsi produksi antara fungsi
produksi dan fungsi perlindungan lingkungan dalam ekosistem lahan gambut
saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Jika fungsi perlindungan menurun
maka fungsi produksi dapat terganggu. Dengan kata lain, pembukaan lahan
gambut harus memperhatikan atau memperhitungkan juga perubahan yang terjadi
baik secara aras dinamika lahan maupun aras keuntungan berupa layanan jasanya
terhadap lingkungan, hasil produksi dan nilai

nilai sosial lainnya (Noor, 2001).

Pengembangan pertanian di lahan gambut tropik dihadapkan

pada

beberapa masalah, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1.

Lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan yang mempunyai
potensi keasaman yang tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti
Fe, Al, dan asam

asam organik lainnya. Sebagian lahan gambut

terhampar di atas lapisan pasir kuarsa yang miskin hara.
2.

Lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah
direklamasi antara lain menjadi kering tak balik, berubah sifat menjadi
hidrofob dan terjadi amblesan.

3.

Lahan gambut mudah dan cepat mengalami degradasi kesuburan karena
Pengurasan melalui pelindian atau penggelontoran. Walaupun diyakini
abu hasil bakaran mengandung hara bagi tanaman, tetapi mudah tererosi
dan hilang melalui aliran air.

4.

Kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi
jangkitan penyakit (virulensi) tinggi. Perkembangan organisme penggangu
tanaman (gulma, hama dan penyakit) dan gangguan kesehatan manusia
(malaria, cacing) yang cukup tinggi.

(Noor, 2001)
Lahan gambut apabila sudah rusak akan sulit untuk pulih kembali seperti
semula. Seperti halnya program lahan gambut sejuta hektar, program yang
dicanangkan oleh pemerintah di masa Orde Baru di kabupaten Kapuas,
Kalimantan Tengah itu kini terbengkalai, hal ini disebabkan oleh kesalahan
perencanaan. Ketika akan dijadikan sawah, para pelaksana program lahan gambut
sejuta hektar sempat membuat kanal

kanal. Dengan adanya kanal ini maka air

yang tadinya menggenangi lahan gambut secara alamiah akan mencari tempat
yang lebih rendah, yaitu kanal yang digali. Pada saat air sudah tertampung dalam

Universitas Sumatera Utara

kanal, lahan gambut akan menjadi kering. Kondisi tersebut tidak akan dapat
mendukung terlaksananya pertanian di lahan gambut tersebut. Selama ini
kerusakan lahan gambut telah banyak merugikan masyarakat. Termasuk Negara
tetangga. Sebab, ketika dalam keadaan kering lahan gambut sangat mudah
terbakar dan menurut perkiraan Wetlands International, asap yang ditimbulkan
dari kebakaran gambut di Indonesia setara dengan emisi kendaraan bermotor dan
pabrik di seluruh dataran eropa. Pemanfaatan lahan gambut harus disertai dengan
pemahaman yang mendalam tentang karakteristik lahan gambut. Kegagalan
pemerintah Malaysia dalam perluasan areal perkebunan kelapa sawit di kawasan
gambut merupakan kejadian yang bisa dipelajari Indonesia. Itu berarti, lahan
gambut sangat sulit untuk diubah fungsinya, harus dipikirkan model pengelolaan
yang memberikan manfaat ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat
(Daryono, 2004).
Menurut Noor (2001) bahwa kawasan gambut mempunyai potensi
jangkitan penyakit yang tinggi dan dari beberapa laporan yang ada juga
menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit di areal gambut mengalami serangan
penyakit dengan intensitas serangan yang cukup tinggi. Salah satu penyakit yang
cukup banyak menyerang tanaman kelapa sawit di lahan gambut adalah penyakit
Busuk Pangkal Bawah (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma sp.

Tetapi

menurut laporan yang ada bahwa ada perbedaan gejala serangan antara penyakit
busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit di lahan gambut dengan gejala
serangan pada kelapa sawit di tanah mineral. Untuk mengetahui hal tersebut
penulis ingin melakukan penelitian mengenai Ganoderma sp yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit khususnya di
lahan gambut.
Untuk memastikan laporan tersebut, dalam penelitian ini penulis ingin
melakukan pengujian DNA jamur penyebab penyakit tersebut. Dalam pengujan
ini, penulis menggunakan metode PCR (Polimerase Chain Reaction) yaitu suatu
teknik dan amplifikasi fragmen DNA secara in vitro. PCR merupakan salah satu
metode untuk mengidentifikasi penyakit infeksi yang dewasa ini banyak
dikembangkan, Metoda ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metoda
diagnosa konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi. Teknik PCR
didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik dimana terjadi penggandaan
jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara eksponensial dalam waktu
yang relatif singkat dan hasil yang akurat (Abdullah, 2003).
Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan, terutama untuk perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui karakteristik Ganoderma boninense pada tanaman
kelapa sawit di lahan gambut dengan menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR).
Hipotesa Penelitian
Terdapat perbedaan karakteristik antara Ganoderma boninense yang
menyerang tanaman kelapa sawit di tanah mineral dengan Ganoderma boninense
yang menyerang kelapa sawit di lahan gambut.

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian


Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.



Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Menurut Sharma (2002) tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Ordo

: Monocotyledonae

Famili

: arecaceae (palmae)

Subfamili

: Cocoideae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena

tumbuh ke bawah dan ke samping

membentuk akar primer, sekunder, dan

kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah.sampai batas permukaan
air tanah. Akar skunder, tertier dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di
dalam tanah sampai batas permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter
tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter
menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Di
samping itu, tumbuh pula akar nafas yang muncul di atas permukaan atau di
dalam air tanah. Dengan perakaran kuat tersebut, jarang ditemukan pohom kelapa
sawit yang tumbang (Fauzi dkk, 2005).
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak
mempunyai kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus
berkembang membentuk daun dan ketinggian batang. Diameter batang dapat

Universitas Sumatera Utara

mencapai 90 cm. Tinggi batang untuk tanaman komersial tidak lebih dari 12
meter. Jika tanaman telah mencapai ketinggian lebih dari 12 meter sudah sulit
untuk dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas umur 25 tahun sudah
diremajakan. Batang berfungsi sebagai penyimpan dan pengangkut bahan
makanan untuk tanaman serta sebagai penyangga mahkota daun. Pelepah tumbuh
secara teratur membentuk spiral yang biasanya terdiri dari 8 spiral. Selanjutnya
dinyatakan bahwa kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8. Spiral ada yang
mengarah ke kiri ada yang ke kanan tergantung sifat genetisnya (Risza,1994).
Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu
membentuk susunan daun majemuk. Daun

daun tersebut akan membentuk suatu

pelepah daun yang pasangannya dapat mencapai kurang lebih 7,5
Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250

9 meter.

400 kelai. Daun muda

yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat
membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses
fotosintesis berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk
sehingga produksi tanaman kelapa sawit akan meningkat (Tim Penulis PS, 1999).
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoceus), artinya,
bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan
yang sama. Walaupun demikian, kadang

kadang dijumpai juga bunga jantan dan

bunga betina pada satu tandan (hermafrodit). Bunga muncul dari ketiak daun.
Setiap ketiak daun hanya dapat meghasilkan satu infloresen (bunga majemuk),
biasanya beberapa bakal infloresen gugur pada fase awal perkembangan sehingga
pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

infloresen. Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai membentuk
infloresen lengkap pada ketiak daun memerlukan waktu 2,5

3 tahun. Secara

botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari pericarp,
yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang).Salah
satu sifat ekonomis yang penting dari kelapa sawit yaitu ketebalan cangkang. Sifat
ini diidentifikasikan oleh Beirnaet dan Vanderweyen pada tahun 1941 sebagai
sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal (Pahan, 2006).
Syarat Tumbuh
Tanah
Lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan, tanaman
kelapa sawit tidak akan ekonomis untuk diusahakan secara komersial. Lahan yang
optimal untuk kelapa sawit harus mengacu kepada 3 faktor, yaitu lingkungan,
sifat fisik tanah, kriteria keadaan tanah untuk pengusahaan kelapa sawit. Berikut
ini adalah tabel yang menjelaskan kriteria kesesuaian lahan untuk perkebunan
kelapa sawit.
Tabel 1 : kriteria kesesuain lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Unsur Kemampuan

S1
(KL tinggi)

S2
(KL sedang)

S3
(KL terbatas)

Ketinggian dari
permukaan air laut
Bentuk daerah dan
lereng

25-200 m

200-300 m

300-400 m

Datar-ombak
50%
(>22,50)
> 50%

>100 cm
>100 cm
Lempung
berdebu
Lempung

50-100 cm
50-100 cm
Liat
Liat
berlempung

25-50 cm
25-50 cm
Liat berat
Pasir berliat
Pasir berdebu

< 25 cm
< 25 cm
Liat sangat
berat
Pasir kasar

Universitas Sumatera Utara

Struktur tanah
Konsistensi tanah
Kelas drainase

Erodibilitas
Kemasaman tanah
(pH)
Kesuburan tanah

berpasir
Lempung liat
Liat berpasir
Remah kuat
Gumpal sedang

Lempung
berpasir

Sangat gembur
Tidak lekat
Sedang

Gembur
Agak lekat
Agak cepat
Agak lambat

Teguh/keras
lekat
Cepat
lambat

Sangat rendah
5.0 - 6.0

Rendah/sedang
4.0 - 4.9
6.1-6.5
Sedang

Agak tinggi
3.5 - 3.9
6.6-7.0
Rendah

Tinggi

Remah sedang
Gumpal sedang

Pasir
berlempung
Gumpal lemah
Gumpal lemah

Tidak
berstruktur
masif
Sangat teguh
Sangat keras
Sangat cepat
Sangat
lambat
Tergenang
Sangat tinggi
< 3.5
> 7.0
Sangat
rendah

Keterangan :
Kelas S-1 : kesesuain tinggi (high suitable) potensi produksi > 24 / ton /ha/ tahun.
Kelas S-2 : Kesesuain sedang (moderately) potensi produksi 19-24 ton /ha/tahun.
Kelas S-3 : kesesuain terbatas (marginally) potensi produksi 13-18 ton/ha/tahun.
Kelas N : tidak sesuai (not suitable) potensi produksi < 12 ton/ha/tahun.
(Pahan, 2006).
Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang
istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan.
Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah yang
besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan
keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur

unsur hara

dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan
pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan
dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH
rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama pada daerah tanah
gambut (Fauzi dkk,2005).

Universitas Sumatera Utara

Iklim
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di prenursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona khatulistiwa, intensitas cahaya
matahari bervariasi 1.410

1.540 J / cm2 / hari. Intensitas cahaya matahari sebesar

1.410 J / cm2 / hari terjadi pada bulan Juni dan Desember, sedangkan 1.540
J/cm2/hari terjadi pada bulan Maret dan September. Dengan Semakin menjauhnya
suatu daerah dari garis khatulistiwa misalnya 100 LU intensitas cahaya akan turun
dan bekisar 1.218-1.500 J/cm2/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember,
sedangkan 1.500 terjadi pada periode bulan Maret

September (Pahan, 2006).

Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif penyinaran
matahari.Panjang penyinaran yang dibutuhkan kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari
dengan kelembaban udara 80 %. Tanaman kelapa sawit di perkebunan komersial
dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24

28 0C. Didaerah sekitar garis

khatulistiwa, tanaman kelapa sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada
ketinggian 1300 meter dari permukaan laut, dengan demikian, tanaman kelapa
sawit diperkirakan masih dapat tumbuh dengan baik sampai kisaran suhu 20 0C,
tetapi pertumbuhannya sudah mulai terhambat pada suhu 15

0

C. Menurut

penelitian Ferwerda dan Echrenchon dalam Ferwerda (1977) tanaman kelapa
sawit muda dalam fitotron menunjukkan peningkatan produksi daun secara linier
pada suhu 12 - 22 0C. Produksi TBS yang tertinggi didapatkan dari daerah yang
rata rata suhu tahunannya berkisar 25

27 0C

(Pahan, 2006).

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata
2000

rata

2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan

Universitas Sumatera Utara

kering yang berkepanjangan.Curah hujan yang merata dapat menurunkan
penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah
tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering maka
akar akan sulit untuk menyerap mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim
kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi (Fauzi dkk, 2005)
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma boninense Pat.)
Biologi Penyakit
Menurut Alexopoulus and Mims (1979) Penyakit busuk pangkal batang
pada tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Eumycophyta

Class

: Basidiomycetes

Subclass

: Hymenomycetes

Ordo

: Aphyllophorales

Family

: Ganodermataceae

Genus

: Ganoderma

Spesies

: Ganoderma boninense Pat.
Dewasa ini, penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot) adalah

penyakit yang terpenting dalam perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Arti dari
penyakit ini makin lama makin meningkat. Pertama karena adanya usaha besar
besaran untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia. Kedua, dari generasi
ke generasi persentase tanaman sakit makin meningkat. Kelapa sawit generasi
kedua akan mendapat serangan yang lebih berat dari busuk pangkal batang, kalau

Universitas Sumatera Utara

dulu dianggap sebagai penyakit kebun tua, sekarang penyakit ini terdapat juga di
kebun yang masih muda (Semangun, 2000).
Umumnya Ganoderma boninense Pat. Adalah sebagai saprofit pada
inangnya, namun juga terkadang sebagai parasit. Spora jamur ini berwarna gelap
sampai kecoklat kemerah - merahan, jamur ini berkembang pada pohon yang
telah mati. Badan buah (fruiting body) dapat mencapai diameter 30 cm. Warna
permukaan atas tubuh buah kemerahan dengan garis putih dan kekuningan. Pada
saat matang, bagian atas tubuh buah mengkilat. Permukaan bawah berwarna putih
suram yang terdiri dari lapisan pori tempat terbentuknya basidium berupa tabung
yang hialin, bulat dengan diameter 12
dengan ukuran 11 x 7-8

. Basidiospora berwarna kecoklatan

(Weber, 1973).

Gejala Serangan
Penyakit busuk pangkal batang dapat diketahui dari mahkota pohon,
pohon yang sakit mempunyai janur (daun yang belum membuka, spear leave)
lebih banyak dari pada biasa. Daun berwarna hijau pucat. Daun

daun yang tua

layu, patah pada pelepahnya dan menggantung disekitar batang. Meskipun mudah
dilihat, namun sebenarnya gejala sebenarnya gejala tersebut bukan gejala yang
khas dari penyakit busuk pangkal batang, karena gejala seperti ini dapat juga
disebabkan oleh gangguan lain yang menyebabkan terhambatnya pangangkutan
air dan hara tanaman ke mahkota ( Semangun, 2000).
Tanaman kelapa sawit yang terserang oleh penyakit busuk pangkal batang
akan tampak tidak segar dan batang akan menjadi tidak tegak akibat bekas
serangan penyakit ini. Kerusakan yang utama terjadi pada akar tanaman ( pangkal

Universitas Sumatera Utara

batang). Infeksi akan menyebar kebagian dalam jaringan akar tanaman kelapa
sawit. Serangan akan semakin berat terjadi pada saat tanaman replanting karena
sudah terdapat inokulum pada sisa

sisa tanaman kelapa sawit sebelumnya

(Weber, 1973).
Gejala yang khas sebelum terbentuknya tubuh buah adalah pembusukan
pada pangkal batang. Penyakit menyebabkan busuk kering pada jaringan dalam.
Pada penampang bagian batang yang terserang ini berwarna coklat muda dengan
jalur

jalur tidak teratur berwarna lebih gelap yang disebut dengan zone

zone

reaksi yaitu tempat tertimbunnya blendok (gum).Di tepi daerah yang terinfeksi
terdapat zone yang tidak teratur yang berwarna kuning. Zona berbau seperti
minyak sawit yang mengalami fermentasi, yang merupakan akibat dari
mekanisme perlawanan tanaman (Agrios, 1978).
Pada serangan yang sudah berat, lambat atau cepat Ganoderma penyebab
penyakit ini membentuk tubuh buah (Sporophore) atau basidioma (basidiokarp),
pada pangkal batang atau kadang

kadang pada akar yang sakit dekat batang.

Tubuh buah hanya dibentuk setelah penyakit berkembang cukup lanjut, sesudah
tampaknya gejala pada daun. Tubuh buah paling muda dibentuk dekat tepi bagian
yang membusuk, yang berkembang keatas. Pohon yang sakit sering rebah
walaupun terkadang tetap tegak meskipun telah mati (Semangun, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Faktor

Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Penyakit busuk pangkal batang lebih banyak terdapat di dekat pantai. Hal

ini bukan disebabkan oleh faktor lingkungan alamiah, tetapi karena kebun
kebun kelapa sawit di dekat pantai banyak yang dibuat di bekas pertanaman
kelapa, karena tunggul

tunggul kelapa dan kelapa sawit adalah sumber infeksi

yang paling kuat, kebun kelapa sawit transplanting atau bekas kebun kelapa pada
umumnya menderita penyakit yang lebih berat daripada kebun dibekas hutan atau
bekas kebun karet. Intensitas penyakit akan meningkat sejalan dengan umur
tanaman. Di kebun

kebun kelapa sawit yang dibuat di bekas hutan akan atau

kebun karet biasanya busuk pangkal batang baru berjangkit setelah tanaman
berumur 15 - 20 tahun, tetapi di kebun-kebun peremajaan (bekas kelapa sawit),
penyakit sudah mulai tampak pada tahun kesepuluh, bahkan di kebun kelapa sawit
generasi ketiga gejala penyakit sudah tampak pada tahun ketiga umur tanaman
(Semangun, 2000).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit busuk
pangkal batang pada tanaman kelapa sawit adalah teknik underplanting, yaitu
penanaman bibit baru di bawah pohon lama yang sengaja tidak ditebang pada saat
replanting. Tanaman tua dibiarkan hidup dan terus diambil buahnya. Teknik
underplanting berbeda dengan teknik replanting. Pada teknik replanting, tanaman
tua ditumbangkan seluruhnya terlebih dahulu baru ditanam dengan bibit sawit
yang baru. Bahaya penerapan teknik underplanting, kalau dilakukan secara
sembarangan malah akan menghancurkan perkebunan kelapa sawit kita dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Ada keuntungan yang diperoleh dari teknik
underplanting ini yaitu hasil pemetikan buah bisa digunakan untuk menutupi atau

Universitas Sumatera Utara

mengurangi beban biaya replanting, namun untuk waktu 8 sampai 10 tahun ke
depan akan mengakibatkan kerugian yang besar, karena produksi menurun karena
terjadi serangan Ganoderma yang berat (Taniwiryo,2007).
Salah satu yang mempengaruhi beratnya serangan penyakit ditentukan
oleh cara pembersihan sisa

sisa tanaman kelapa dan kelapa sawit pada saat

replanting. Karena tunggul

tunggul ini dapat menjadi inokulum. Selain itu

penyakit juga meningkat jika pohon

pohon yang sakit dibiarkan berdiri di

kebun, karena ini akan menambah sumber inokulum. Dari penelitian Purba et al.
(1987) diketahui bahwa pemupukan dengan unsur makro yang lengkap dapat
meningkatkan ketahanan tanaman. Penyakit paling banyak terdapat pada petak
petak yang tidak dipupuk dengan N dan Mg. Diperoleh kesan bahwa beberapa
faktor yang kurang membantu pertumbuhan tanaman akan membantu
perkembangan penyakit, antara lain drainase yang buruk, banjir, dan gulma yang
berat. Meskipun demikian hubungan antara faktor

faktor tersebut dengan

intensitas penyakit ternyata tidak konsisten, sehingga tidak dapat dipakai sebagai
pegangan (Semangun,2000).
Hubungan antara tingkat kerusakan dengan jarak kebun dari pantai,
elevasi, pH tanah, serta kelebatan kacangan penutup tanah dan gulma tampaknya
tidak menunjukkan pola hubungan tertentu. Hal tersebut mungkin terjadi karena
setiap faktor saling berkaitan dalam mempengaruhi tingkat kerusakan tanaman
baik yang lagsung mempengaruhi aktivitas patogen itu sendiri maupun tempat
patogen mengadakan kerusakan (Abadi, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakit
ini diantaranya adalah dengan cara membersihkan seluruh sisa

sisa tanaman

yang terdapat di lahan, karena hal ini dapat menjadi sumber inokulum. Tunggul
tunggul dan gumpalan akar sekitar tunggul digali, untuk dikumpulkan dan
dibakar. Juga dianjurkan agar batang

batang pohon tua dipotong

potong,

dukumpulkan, ditumpuk dengan baik, untuk akhirnya tumpukan itu dibakar.
Apabila pembakaran tidak memungkinkan untuk dilakukan, batang

batang

ditumpuk diantara barisan transplanting, dibiarkan membusuk dan ditutupi oleh
tanaman penutup tanah kacangan yang mejalar (legume creeping crover)
(Semangun, 2000).
Secara kultur tehnis, pengendalian penyakit selain dengan menanam
varietas tahan, yang tak kalah pentingnya adalah perawatan tanaman, seperti
pemupukan yang berimbang. Dengan pemupukan ini diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, karena tanaman
dalam keadaan yang sehat akan meningkatkan daya tahan tanaman, sehingga
tanaman dapat memberikan perlawanan terhadap patogen yang menyerang.
Secara hayati, pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan mikroorganisme antagonis pada tempat infeksi sebelum atau sesudah
terjadinya infeksi.Beberapa jamur yang mempunyai daya antagonis terhadap
Ganoderma boninense adalah Trichoderma koningii, T. harzianum, T. viridae,
Gliocladium sp, dan Penicillium citrinum dan juga dapat dengan memanfaatkan
mikoriza. Banyak akar tumbuhan membentuk hubungan simbiosis dengan jenis
tertentu dari jamur Zygomycetes, Ascomycetes dan Basidiomycetes. Mikoriza

Universitas Sumatera Utara

mengkolonisasi akar secara interseluler (ektomikoriza) atau secara intraseluler
(endomikoriza). Diharapkan dengan pemberian mikoriza pada saat pembibitan,
maka tanaman akan lebih tahan terhadap serangan Ganoderma. Selain sebagai
biokontrol, mikoriza juga berfungsi sebagai perangsang penyerapan hara dan
meningkatkan transportasi air pada tumbuhan, selanjutnya akan meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tumbuhan (Agrios, 1996).
Apabila tanaman sudah terserang, maka perlu dilakukan pencegahan
penyebaran penyakit yaitu dengan cara meracuni pohon yang sudah terserang
kemudian ditebang, tunggul beserta dengan gumpalan akarnya digali dengan
ukuran 6 x 6 x 6 meter di bekas tempat berdirinya pohon. Jika diketahui adanya
pembusukan dini pada pangkal batang, pohon masih dapat ditolong dengan
melakukan pembedahan (surgery). Bagian dalam pohon yang busuk dipotong,
termasuk bagian yang berwarna kuning. Luka dapat ditutup dengan penutup luka
(Protectant). Untuk keperluan ini dapat digunakan ter, belerang karena efektif dan
cukup murah (Semangun, 2000).
Salah satu pecegahan yang dapat dilakukan adalah dengan tidak
melakukan underplanting, karena dalam waktu yang tidak terlalu lama
Ganoderma dapat menghancurkan perkebunan kelapa sawit. Meskipun dalam
jangka pendek metode underplanting menguntungkan karena hasil dari tanaman
tua masih terus dapat dipetik, namun untuk jangka panjang metode ini sangat
merugikan karena metode ini dapat melastarikan Ganoderma di lahan perkebunan
(Taniwiryono, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian yang dilakukan di PT. Anak Tasik, ada beberapa
tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan terhadap tanaman yang telah
terserang. Diantaranya adalah :
1. Melakukan pengumpulan (collecting) badan buah (fruiting body) yang
tumbuh pada batang. Badan buah dikumpulkan lalu dimusnahkan
(dibakar). Pembakaran dilakukan di luar lahan perkebunan karena lahan
gambut mudah terbakar.
2. Membersihkan pelepah lapuk yang masih melekat pada batang tanaman.
Hal ini dilaksanakan untuk menghindari kondisi lingkungan mikro yang
sesuai bagi perkembangan Ganoderma.
3. Setelah dilakukan pembersihan terhadap pelepah yang lapuk, maka
dilakukan pembungkusan ( sarungisasi) dengan menggunakan plastik. Hal
ini dilakukan untuk menghindari agar basidiospora Ganoderma tidak
menempel pada batang tanaman.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi berantai polymerase ( Polymerase Chain Reaction) adalah suatu
metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen
nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 1985 oleh Kary B Mullis, seorang peniliti di perusahaan CETUS
Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya metode ini hanya
digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan

Universitas Sumatera Utara

melakukan kuantitasi molekul mRNA. Metode PCR ini sangat sensitif.
Sensitivitas tersebut membuatnya dapat digunakan untuk melipatgandakan satu
molekul DNA. Dengan menggukan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan
suatu fragmen DNA (110 bp, 5 x 10-19 mol) sebesar 200.000 kali setelah
dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Kelebihan dari metode ini adalah
bahwa reaksi ini dapat dilakukan secara cepat dan dapat dilakukan dengan
menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit (Yowono, 2006).
Ada empat komponen utama pada proses PCR diantaranya adalah :
1.

DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan.

2.

Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-20
basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA.

3.

Deosiribonukleotida trifospat (dNTP) terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP.

4.

Enzim DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi
sintesis rantai DN. Komponen yang lain yang juga penting adalah senyawa
buffer.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai denga melakukan

denaturasi DNA temple (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda
(double stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal single stranded).
Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas 950C selama 1-2 menit,
kemudia suhu diturunkan menjadi 550C sehingga primer akan menempel
(annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan
membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang
komplementer dengan sekuen primer. Suhu 550C yang digunakan untuk
penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih

Universitas Sumatera Utara

efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (370C), tetapi biasanya akan
terjadi penempelan mispriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah.
Pada suhu yang lebih tinggi (550C), spesifikasi reaksi amplifikasi akan meningkat,
tetapi secara kesuluruhan efisiensinya akan menurun (Yuwono, 2006).
Secara umum dalam penggunaan PCR ada tahapan

tahapan yang harus

dikerjakan diantaranya adalah isolasi DNA atau RNA, pengecekan integritas
isolat DNA atau RNA secara spektrofotometrik dan elektroforesis agarosa,
pencampuran komponen reaksi PCR, pemrograman mesin PCR, amplifikasi
reaksi dan deteksi / evaluasi hasil reaksi (Yuwono, 2006).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Anak Tasik Tanjung Selamat Estate
perkebunan kelapa sawit lahan gambut yang terdapat di Kabupaten Labuhan Batu
dan dilanjutkan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat
Pematangsiantar, dengan ketinggian tempat ± 350 m dpl. Penelitian ini di
laksanakan pada bulan September sampai November 2008.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah badan buah
(fruiting body) Ganoderma boninense yang diambil dari perkebunan kelapa sawit
lahan gambut. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Potato
Dextrose Agar (PDA) E. Merck, Extract Yeast E. Merck, Enzim Tag DNA
polymerase Mira Diagnostica GmbH leverkusen Germany, Primer ITS 1

ITS 4

dibuat oleh The Europaean Molecular Biology Laboratory (EMBL) dengan nomor
akses X 78749, dNTPs yang meliputi dATP, dGTP, dCTP, dTTP Promega
Madison USA, Malt Extract, MgCl2, Etidium Bromida, Agarosa, Buffer moller,
CTAB, Polyvinil Pirolidin, NaCl kesemuanya E. Marck, Buffer Tris

EDTA

HCl, Buffer TBE Nitrogen cair, film polaroid, Alkohol 95 %, khlorox 0,1 %,
Aquadest steril, Methylene blue dan minyak imersi.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik, Petridish, jarum
inokulasi, kotak inokulasi, gelas ukur, erlenmeyer, Inkubator, lampu bunsen,

Universitas Sumatera Utara

autoclave, oven, inkobator, kompor, mikroskop, label nama, cutter, kapas steril,
alumunium foil, kertas tissue, tabung reaksi, Themocycler (M J
Programable Thermo

Cycler tipe

100 M J Reseach Inc

Reseach

Massachusetts USA),

alat ultrasentrifugasi, alat vortex, alat elektroforesis, tabung Eppendorf, pengaduk
mikrowafe, peralatan sinar UV dan foto polaroid serta alat sekuensing DNA.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Survei (Steel and
James, 1989). Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Mengamati secara langsung tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit
Ganoderma boninense di lapangan.

2.

Mengambil sampel penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit di
lapangan.

3.

Menganalisa karakter DNA penyakit yang menyerang tanaman dengan
menggunakan Polymerase Chain reaction ( PCR ) di laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Diambil PDA (Potato Dextrose Agar) sebanyak 39 gram dididihkan dalam 1
liter aquadest. Setelah mendidih, larutan PDA (Potato Dextrose Agar)
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditutup dengan kapas steril dan
alumunium foil, kemudian disterilisasi di dalam autoclave selama ± 1 jam dengan
suhu 121

0

124 C pada tekanan 1,25 atm. Setelah 1 jam, PDA (Potato Dextrose

Agar) didinginkan dan dituang ke dalam petridish.

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Media Pertumbuhan Cair Malt

Yeast Extract (Metode Burger

et all 1994)
Ditimbang 15 gram serbuk Malt Yeast ekstrak dilarutkan dengan aquadest
secukupnya. Ditimbang 5 gram Yeast ekstrak kemudian dilarutkan di dalam
aquadest secukupnya. Kedua larutan digabungkan lalu di tambahkan dengan
aquadest sehingga volume menjadi 1000 ml. Disterilkan pada suhu 1210 C selama
15 menit
Pembuatan Larutan Buffer Pengekstraksi DNA (Metode Moller)
Dilarutkan 0,61 gram Tris di dalam 45 ml akuades steril ditambahkan 0,15
gram EDTA dan 1 gram SDS. Diatur pH menjadi 8,0 dengan penambahan HCl
37 %, kemudian ditambahkan H2O sampai volume larutan 50 ml , lalu disterilkan
pada suhu 1210 C selama 15 menit
Pembuatan Larutan Buffer TE (Tris

HCl EDTA)

Dilarutkan 0,061 gram Tris di dalam 45 ml H2O steril ditambahkan dengan
0,015 gram EDTA. Diatur pH larutan menjadi 8,0 dengan penambahan HCl 37 %,
kemudian ditambahkan H2O sampai volume larutan 50 ml, lalu disterilkan pada
suhu 1210 C selama 15 menit.

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Larutan Buffer Tris

HCl BSA pH 7,8 (Metode Niefold)

Dilarutkan 1,21 gram Tris di dalam 95 ml akuades. Diatur pH menjadi 7,8
dengan penambahan HCl 37 %, cukupkan larutan menjadi 100 ml dengan
penambahan H2O. Sterilkan pada suhu 1210 C selama 15 menit. Didinginkan
sampai 500 C, lalu ditambahkan 3 gram BSA.
Pembuatan Larutan Ringer
Dilarutkan 1 tablet Ringer di dalam 500 ml akuades, kemudian disterilkan
pada suhu 1210 C selama 15 menit.
Pembuatan Larutan Proteinase K
Dilarutkan 20 mg Proteinase K di dalam 1 ml larutan Ringer, Kemudian
larutan ini disimpan pada suhu -200 C.
Pembuatan Larutan Ribonuklease 20 mg/ml buffer TE)
Ditimbang 20 mg ribonuklease A, lalu dilarutkan di dalam 1 ml buffer TE,
kemudian dididihkan selama 5 menit dan disimpan pada suhu -200 C.
Pembuatan Pereaksi dan Buffer untuk PCR
Dilarutkan 8,11 gram Tris di dalam 95 ml H2O steril, ditambahkan 2,11 gram
(NH4)2SO4 dan 100

l Tween 20. Diatur pH larutan menjadi 8,8 dengan

penambahan HCl 37 %. Cukupkan larutan menjadi 100 ml dengan penambahan
H2O, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 5 menit dan
disimpan pada suhu -200 C.

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Larutan MgCl2 (larutan stok)
Dilarutkan 2,03 gram MgCl26H2O di dalam 100 ml air destilata, kemudian
diautiklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit dan disimpan pada suhu -200 C.
Pembuatan Larutan campuran Nukleotida (dNTPs)
dATP

2,5 mM

dGTP

2,5 mM

dCTP

2,5 mM

dTTP

2,5 mM

10 l dari masing

masing dari 100 mM larutan nukleotida awal dilarutkan di

dalam 390,0 l H2O millipore. Campuran disimpan pada suhu -200 C.
Pembuatan 20 l Campuran Pereaksi PCR untuk Mendeteksi Ganoderma sp.
Komposisi

jumlah ( l)

Konsentrasi akhir

10 x buffer PCR

2,5

1x

MgCl2

1,0

1,5 mM

Campuran Nukleotida (10 mM)

2,5

Primer forward (25 M)

0,5

Primer reverse (25 M)

0,5

Tag DNA polymerase

0,5

dd H2O

14,6

Total volume

23,8

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Larutan Buffer untuk Gel Agarosa Elektroforesis
10 x buffer elektroforesis (TBE buffer stok)
Tris

890,0 mM

Asam borat

890,0 mM

EDTA

20,0 mM

Air destilata

1000 ml

Dilarutkan 107,8 gram Tris, 55 gram asam borat dan 5,85 EDTA di dalam 1000
ml H2O steril (larutan stok). Larutan buffer disimpan pada suhu kamar. Untuk
elektroforesis larutan stok ini diencerkan dengan H2O steril dengan perbandingan
1 : 10.
Pembuatan 5 x Larutan Loading (10 ml)
Gliserol

50 %

TBE

5x

Bromofenol biru

0,3 %

Dilarutkan 30 mg bromo fenol biru di dalam 4,25 ml larutan 10 x TBE (larutan
stok), ditambahkan 5,75 ml larutan gliserol 87 %. Larutan ini disimpan pada suhu
kamar.
Pembuatan Larutan DNA Marker
Larutan 100 l pasangan basa (bp) DNA ladder (100 l). Dilarutkan 25 l
dari 100 bp DNA ladder (Gibco BRL life Technologies Inc Gaithersburg USA) di
dalam 25 l larutan 5 x buffer lo

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut

1 56 86

Pengendalian Serangan Busuk Pangkal Batang (Ganoderma boninense Pat.) Pada Bibit Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menggunakan Isolat Bakteri Kitinolitik

11 87 82

Studi Sebaran Akar Tanaman Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Pada Lahan Gambut Di Perkebunan PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu

6 87 123

Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Media Kombinasi Gambut Dan Tanah Salin Yang Diaplikasi Tembaga (Cu) Di Pembibitan Utama

0 42 79

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Isolasi Dan Uji Bakteri Endofit Akbar Dan Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)Terhadap Ganoderma boninense Pat.

9 70 54

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

0 26 52

Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

6 115 51

Seleksi In Vitro Kalus Embriogenik Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq ) Moderat Tahan Terhadap Ganoderma Boninense Pat

4 37 124