Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

5 luas maka waktu kontak yang diperlukan pada proses adsorpsi lebih singkat dibanding adsorben yang mempunyai luas permukaan lebih kecil. Sifat adsorpsi dapat dipahami dengan berbagai model isoterm. Isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich merupakan isoterm adsorpsi sederhana yang sering digunakan untuk menentukan sifat adsorpsi suatu adsorben. 2. Batasan Masalah a. Biomassa Rhizopus oryzae diaktivasi dengan menggunakan NaOH b. Biomassa Rhizopus oryzae diaktivasi dan dilanjutkan immobilisasi pada matrik natrium silikat c. Proses bisorpsi dipelajari dengan variasi pH awal larutan 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 sedangkan varisasi waktu kontak selama 10, 20, 30, 40, 60, 80, dan 100 menit. d. Jenis adsorpsi yang terjadi diolah dengan isoterm Langmuir dan Freundlich. 3. Rumusan Masalah a. Bagaimana pengaruh aktivasi NaOH dalam proses penyerapan zat warna Remazol Yellow oleh biomassa Rhizopus oryzae? b. Bagaimana pengaruh penggunaan matrik natrium silikat dalam proses penyerapan zat warna Remazol Yellow oleh biomassa Rhizopus oryzae yang diaktivasi? c. Bagaimana pengaruh pH awal dan waktu kontak dalam proses penyerapan ? d. Bagaimana jenis adsorpsi yang terjadi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh aktivasi NaOH dalam proses penyerapan zat warna oleh biomassa Rhyzopus oryzae 2. Mengetahui pengaruh penggunaan matrik natrium silikat dalam proses penyerapan zat warna Remazol Yellow oleh biomassa Rhyzopus oryzae 3. Mengetahui pengaruh variasi pH awal dan lamanya waktu kontak terhadap kemampuan biomassa Rhyzopus oryzae dalam proses penyerapan. 6 4. Menentukan jenis adsorpsi yang terjadi selama proses penyerapan.

D. Manfaat Penelitian

Memperoleh alternatif adsorben zat warna Remazol Yellow dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna Remazol Yellow. 7 BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Zat Warna Remazol Yellow Jenis zat warna berdasarkan sifat pencelupan dan aplikasinya dapat digolongkan menjadi 12 yaitu : zat warna bejana tong, zat warna basa, zat warna asam, zat warna direk, zat warna mordan beitsa, zat warna azoat naftol, zat warna belerang sulfur, zat warna bejana mengandung belerang hidron, zat warna bejana larut, zat warna dispersi, pigmen, dan zat warna reaktif. Salah satu jenis zat warna reaktif adalah Remazol Yellow. Zat warna Remazol Yellow sering digunakan dalam industri batik Gitopadmojo, 1978. Zat warna Remazol Yellow mempunyai struktur seperti disajikan pada Gambar 1. N Cl N SO 2 CH 2 CH 2 OSO 3 Na N N HO H 3 C Na O 2 C SO 3 Na Gambar 1. Struktur Zat Warna Remazol Yellow Krik-Othmer, 1992 Zat warna Remazol Yellow dapat bereaksi dengan alkali membentuk senyawa turunan vinilsulfon. Persamaan reaksi Remazol Yellow dengan alkali NaOH disajikan pada persamaan 1 Jufri, 1976., Gitopadmojo, 1978 : Z-SO 2 -CH 2 -CH 2 -OSO 3 -Na + NaOH → Z-SO 2 -CH=CH 2 + Na 2 SO 4 + H 2 O…….1 Z adalah bagian zat warna. Gugus vinilsulfon [–SO 2 -CH=CH 2 ] merupakan bagian zat warna yang dapat menyebabkan terjadinya kepolaran yang kuat. Struktur turunan vinilsulfon disajikan pada Gambar 2. δ - δ + Z-SO 2 -CH=CH 2 Gambar 2. Struktur turunan vinil sulfon 8 Ikatan rangkap dari senyawa radikal vinil sulfon pada zat warna Remazol Yellow t ersebut bereaksi dengan gugus hidroksil dari air, alkohol, dan selulosa disajikan pada persamaan 2 Gitopadmojo, 1978 : Z-SO 2 -CH=CH 2 + R-O-H → Z.W.-SO 2 -CH 2 -CH 2 -OR…………..……………2 Ikatan yang terjadi antara senyawa radikal vinil sulfon pada zat warna Remazol Yellow dengan gugus hidroksil membentuk ikatan kovalen. Zat warna Remazol Yellow bila dibuang langsung ke lingkungan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penurunan kualitas air sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi limbah zat warna dilingkungan. Untuk mengurangi limbah zat warna tersebut dilakukan proses adsorpsi. Zat warna dapat diadsorpsi dengan bahan yang mengandung selulosa, karbon aktif, hidrokalsit, zeolit, dan dimungkinkan juga bisa menggunakan biomassa. 2. Biomassa Rhizopus oryzae Rhizopus oryzae yang disajikan pada Gambar 3 disebut juga sebagai Rhizopus arrhizus. Jamur tersebut banyak dimanfaatkan pada fermentasi makanan dan alkohol di Indonesia, China dan Jepang. Jamur Rhizopus oryzae dapat diisolasi dari tanah, tumbuhan yang busuk, bahan makanan, serta pada kotoran hewan dan burung Ellis, 2005 Gambar 3. Rhizopus sp Palezar, dkk, 1986. 9 Taksonomi Rhizopus oryzae Ellis, 2005 : Kingdom : Fungi Phyllum : Zygomycota Class : Phycomycetes Order : Mucorales Family : Mucoraceae Genus : Rhizopus Species : Oryzae Secara umum dinding sel jamur mengandung polisakarida dengan protein, lipid, dan ion-ion pengganggu yang membentuk dinding sel jamur Goksungup, dkk, 2002. Komponen utama yang ada dalam jamur adalah kitin Madigan, Martindo dan Parker, 1997. a. Struktur Kitin Kitin merupakan senyawa karbohidrat golongan polisakarida linier yang mengandung N-asetil-D-glukosamina terikat β. Kitin dapat dipertimbangkan sebagai turunan selulosa karena gugus hidroksil pada atom C-2 selulosa digantikan oleh gugus amida Pudjaatmaka, 1986. Struktur kitin disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur kitin Pudjaatmaka, 1986 10 Kitin dimungkinan dapat digunakan sebagai adsorben zat warna Remazol Yellow. Gugus aktif pada kitin dapat berikatan dengan gugus vinilsulfon pada zat warna Remazol Yellow. Peningkatkan adsorpsi zat warna Remazol Yellow oleh biomassa dapat dilakukan dengan cara modifikasi pada biomassa. Hasil penelitian Goksungup, dkk 2002 menunjukkan bahwa perlakuan awal pada biomassa dapat meningkatkan daya serap biomassa. b. Modifikasi Biomassa 1. Aktivasi Perlakuan awal dengan cara aktivasi menggunakan NaOH pada biomassa bertujuan untuk membersihkan kitin pada dinding sel biomassa Rhyzopus oryzae dari komponen lain yang berupa protein, lipid, dan ion-ion pengganggu. Aktivasi dengan NaOH dapat menghancurkan enzim autolitik yang menyebabkan pembusukan dan menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang berupa lipid, protein dan ion-ion pengganggu yang menutupi dinding sel jamur. Goksungup, dkk 2002 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perlakuan awal biomassa dengan menggunakan basa NaOH 1M mempuyai daya serap tertinggi dibandingkan perlakuan awal dengan cara pemanasan atau biomassa tanpa perlakuan awal apapun. Biomassa dengan perlakuan awal menggunakan basa NaOH 1 M dapat menyerap logam Cu 2+ sebesar 21,1 mgg, sedangkan biomassa dengan pemanasan dan tanpa perlakuan awal apapun daya serap terhadap logam Cu 2+ sama yaitu sebesar 5,2 mgg. Perlakuan awal menggunakan basa NaOH mempunyai daya serap tertinggi dibandingkan perlakuan awal pemanasan karena aktivasi NaOH dapat membersihkan dinding sel biomassa pengotor-pengotor yang berupa protein, lipid, poliphosphat dan ion anorganik sehingga sisi aktif biomassa dapat ditingkatkan. Namun demikian luas permukaan biomassa sangat kecil sehingga perlu ditingkatkan dengan cara immobilisasi pada padatan yang mempunyai pori cukup besar. 11 2. Immobilisasi Proses immobilisasi pada biomassa dapat meningkatkan daya serap biomassa tersebut. Bahan yang sering digunakan dalam proses immobilisasi adalah bahan yang mempunyai pori cukup besar sehingga dapat memperluas permukaan adsorben Fomina dan Gadd, 2002. Beberapa bahan yang sudah pernah digunakan untuk immobilisasi biomassa disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Biomassa dan Matrik yang Mengimmobilisasi Biomassa Matrik Biomassa Logam Teradsorp Chlorella vulgaris Spirulina platensis Chlorella salina Calsium alginate Rhizopus arrizus Au, Cu, Fe, Zn Citrobacter Cd, Pb Polyacrilamide gel Rhizopus arrhizus Cu, Co, Cd Silika Algasorp Cu, Ni, Pb, Hg, Cd, Zn, As, Ag Medicago sativa Cu Natrium silikat Aspergillus oryzae Ni Polyurethane Pseudomonas aeruginosa U Phormidium laminosum Polysulfone Citrobacter Pb, Cd, Zn Sumber : Gupta, dkk, 2000 Gordea-Torresdey, dkk 1996 telah melakukan penelitian immobilisasi biomassa Medicago sativa pada matrik natrium silikat. Santoso, 2005 juga telah melakukan penelitian immobilisasi biomassa Aspergillus oryzae dengan menggunakan matrik natrium silikat. Penelitian Santoso 2005 menunjukkan bahwa modifikasi dengan cara immobilisasi pada matrik natrium silikat mempunyai daya serap terhadap logam Ni 2+ lebih besar dibandingkan biomassa aktif tanpa immobilisasi. Alasan dipilihnya natrium silikat adalah karena natrium 12 silikat mempunyai pori yang besar dan harga natrium silikat murah sehingga proses penyerapannya lebih ekonomis, efektif dan efisien. Gugus-gugus yang ada pada biomassa teraktivasi NaOH dan biomassa terimobilisasi natrium silikat dapat dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi infra merah. Karakter biomassa juga bisa diketahui dari analisis permukaan biomassa tersebut. c. Karakterisasi Biomassa 1. Spektroskopi Infra Merah Spektroskopi Infra Merah adalah alat untuk menentukan struktur suatu senyawa berdasarkan interaksi molekul dengan energi sinar infra merah. Atom- atom dalam suatu molekul tidak diam, tetapi terus bervibrasi bergetar dimana ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh suatu pegas. Bila radiasi infra merah dilewatkan pada cuplikan, maka molekul-molekul cuplikan tersebut akan menyerap energi sehingga terjadi transisi dari vibrasi dasar ground state ke tingkat vibrasi tereksitasi exited state. Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang memplotkan jumlah radiasi yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi atau panjang gelombang radiasi. Hasil plot tersebut yang memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul Hendayana, Kadarohman, dan Supriatna, 1994 Spektrum infra merah kebanyakan menyatakan panjang gelombang atau frekuensi versus persen transmitansi T. Apabila senyawa menyerap radiasi dengan panjang gelombang tertentu, maka intensitas radiasi yang diteruskan oleh sampel akan berkurang, sehingga mengakibatkan penurunan T dan dalam spektrum nampak sebagai sumur dip yang disebut puncak adsorpsi peak atau pita absorpsi band. Tidak adanya serapan oleh senyawa pada panjang gelombang tertentu terekam sebagai 100 T dan disebut sebagai garis dasar base line yang terekam pada bagian atas spektrum. 13 Skala dasar spektra infra merah adalah bilangan gelombang yang berkurang dari 4000 cm -1 ke 670 cm -1 atau lebih rendah. Daerah yang sering digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional berada pada daerah 4000 cm -1 - 1400 cm -1 yang terlatak di bagian kiri spektrum infra merah. Daerah infra merah pada bilangan gelombang 4000-1400 cm -1 dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : a. Daerah 4000 – 2500 cm -1 sesuai untuk vibrasi ikatan stretching N-H, C-H, dan O-H, keduanya menyerap pada daerah 3300-3600 cm -1 . Ikatan C-H stretching terjadi dekat 3000 cm -1 . Karena hampir semua senyawa orgnik mempunyai ikatan C-H, maka hampir semua spektra memberikan serapan kuat pada daerah ini. b. Daerah 2500 – 2000 cm -1 merupakan daerah serapan yang diberikan oleh ikatan rangkap tiga stretching. Nitril dan alkuna menunjukkan puncaknya di daerah ini. c. Daerah 2000 – 1500 cm -1 adalah daerah absorpsi ikatan rangkap dua yang meliputi C=O, C-N dan C=C. Secara umum gugus karbonil menyerap pada bilangan gelombang 1670 –1780 cm -1 dan alkena stretching secara normal terjadi dalam rentang yang lebar dari 1640 – 1680 cm -1 . Posisi pasti dari serapan C=O sering ditentukan sebagai serapan gugus karbonil dalam molekul. Serapan ester biasa terjadi pada daerah 1735 cm -1 , aldehid pada 1725 cm -1 dan ikatan keton terbuka terjadi pada 1715 cm -1 . d. Daerah dibawah 1500 cm -1 biasa disebut daerah sidik jari. Sejumlah besar serapan yang disebabkan oleh berbagai vibrasi ikatan tunggal seperti C-O, C- C, dan C-N yang terjadi di daerah ini, membentuk pola yang unik yang bertindak sebagai identitas sidik jari oleh tiap molekul organik McMurry, 1994. Menurut Hamdan, 1992 spektrum FTIR didasarkan pada metode vibrasi gugus –O-Si-O- dibedakan menjadi 3, yaitu : a. Daerah 1250 – 900 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur asimetri –O-Si-O- b. Daerah 850 – 680 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur simetri –Si-O-Si- c. Daerah 500 – 420 cm -1 menunjukkan vibrasi tekuk –Si-O-Si- 14 2. Analisis Permukaan Luas permukaan suatu padatan dapat diukur dengan metode Brunauer- Emmet-Teller BET. Luas permukaan zat padat dapat dihitung dengan mengukur jumlah molekul N 2 yang diadsorpsi. Berdasarkan metode BET adsorbat yang digunakan adalah gas nitrogen dan adsorpsi isotermisnya berlangsung pada suhu 77 K dengan tekanan relatif dibatasi 0,005 – 0,35. Persamaan yang digunakan untuk menganalisis dengan menggunakan metode BET disajikan pada persamaan 3 Satterfield, 1991. 1 1 − − P Po W m = C W m 1 + C W C m 1 − PPo ………………………………3 Dengan : W = berat gas total yang diserap pada tekanan P W m = berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan zat padat C = konstanta BET Po = tekanan jenuh P = tekanan yang digunakan Persamaan 3 akan memberikan garis lurus apabila dibuat grafik 1[WPoP-1] versus PPo. Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan satu lapis W m dengan persamaan 6 dapat ditentukan dari slope B dan intercept A yang disajikan oleh persamaan 4 dan 5 . Slope B = C W C m 1 − ………………………………………………….4 Intersept A = C W m 1 ………………………………………………….5 Berat nitrogen yang membentuk satu lapisan dapat diperoleh dari persamaan 4 dan 5 : W m = 1 A B + ……………………………………………….6 Luas permukaan S BET m 2 g dihitung dengan persamaan 7. 15 S BET = 2 MrN NA W m m ……………………………………………….7 Dimana : S BET = luas permukaan m 2 g N = bilangan Avogadro A m = luas penampang melintang untuk gas nitrogen 16,2 Å 2 Luas permukaan spesifik dari adsorben berongga tergantung pada ukuran partikel penyusunya. Permukaan sebagian besar zat padat dapat dipastikan mengandung pori-pori. Keberadaan pori-pori yang berisi udara ini sangat mempengaruhi sifat dan kegunaan zat padat tersebut. Berdasarkan asumsi bahwa mengasumsikan pori-pori berbentuk silindris, pori-pori dapat diklasifikasikan menjadi Oscik, 1982 : 1 Mikropori = jari-jari 10 Å 2 Mesopori = jari-jari 10 – 100 Å 3 Makropori = jari-jari 100 Å 3. Adsorpsi Adsorpsi merupakan akumulasi sejumlah senyawa, ion, maupun atom yang terjadi dalam batas antara dua fasa. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap dapat mengatasi gaya tarik menarik antara pelarut dengan permukaan penyerap Oscik, 1982. Zat yang diserap disebut adsorben sedang atom atau ion yang diserap disebut adsorbat Gadd, 1990. Analisis penentuan konsentrasi zat warna dalam proses adsorpsi zat warna biasanya menggunakan spektroskopi UV-VIS. Pada penelitian adsorpsi zat warna Remazol Yellow yang telah dilakukan oleh Rahmawati, dkk 2003 dan Supriyanto 2005 pada proses analisis konsentrasi zat warna digunakan spektroskopi UV- VIS. Sifat adsorpsi yang terjadi antara adsorben dan adsorbat dapat diketahui dari jenis isotermnya berdasarkan konsentrasi zat warna yang terserap pada berbagai variasi konsentrasi. 16 a. Spektroskopi UV-VIS Suatu molekul yang menyerap sinar tampak atau ultra violet bisa menyebabkan terjadinya eksitasi molekul tersebut dari tingkat energi dasar ground state ke tingkat energi yang lebih tinggi exited stated. Proses tersebut melalui dua tahap, yaitu : Tahap I : M + h ν M Tahap II : M M + Energi Umur molekul yang tereksitasi M sangat pendek 10 -8 – 10 -9 detik kemudian molekul kembali ke tingkat dasar lagi M. Proses diatas disebut reaksi fotokimia. Absorpsi sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul biasanya menghasilkan eksitasi elektron bonding yang bisa mengakibatkan panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul yang sedang diselidiki. Sehingga spektroskopi serapan molekul dapat mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi UV-VIS untuk penentuan kuantitatif senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorpsi. Semua senyawa organik dapat mengabsorpsi cahaya karena semua senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi eksitasi untuk elektron pembentuk ikatan tunggal cukup tinggi sehingga absorpsi terbatas pada daerah ultra violet vakum λ 185 nm sehingga percobaan dengan sinar ultra violet vakum sulit dilakukan. Oleh karena itu penyelidikan spektroskopi senyawa-senyawa organik dilakukan pada daerah ultar violet dengan λ 185 nm. Absorbsi sinar ultra violet dan sinar tampak yang panjang gelombangnya lebih besar hanya berlaku pada beberapa gugus fungsional chromophore yang mengandung elektron valensi dengan energi eksitasi rendah. Elektron-elektron yang bertanggung jawab pada pengabsorpsian cahaya oleh suatu molekul organik adalah elektron- elektron yang terlibat langsung di dalam pembentukan ikatan diantara atom-atom dan elektron-elektron bebas atau tak berpasangan seperti pada atom-atom oksigen, halogen, belerang dan nitrogen. Empat jenis transisi yang mungkin terjadi pada molekul bila mengabsorpsi sinar ultra violet atau sinar tampak adalah σ → σ, n → σ, n → π dan π → π. 17 Sebagian besar materi melakukan absorpsi pada daerah sinar ultra violet λ 200- 400 nm dan yang lainnya pada daerah sinar tampak λ 400 – 750 nm Hendayana, dkk, 1994. b. Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada keadaan kesetimbangan dan temperatur tetap Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983. Ada beberapa jenis isoterm, antara lain : 1. Isoterm Langmuir Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa setiap tempat adsorpsi ekivalen dan kemampuan partikel untuk ditempat itu tidak tergantung pada ditempatinya atau tidak tempat yang berdekatan Kartohadiprojo, 1992. Isoterm Langmuir mengasumsikan proses adsorbsi terjadi saat terbentuk lapisan tunggal monolayer adsorption. Persamaan isoterm Langmuir disajikan pada persamaan 8 Goksungup, dkk, 2002 : kC Q Q Q max max 1 1 1 + = ………………………………………………………8 Dimana : Q = massa yang teradsorpsi untuk tiap gram adsorben mgg Q max = kapasitas adsorpsi monolayer maksimal mgg k = konstanta Langmuir Lmg C = konsentrasi pada keadaan setimbang keadaan akhir mgL 2. Isoterm Freundlich Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi fisika yang terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat. Model adsorpsi Freundlich menggambarkan bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen sehingga mengalami beberapa lapisan. Persamaan isoterm Freundlich Goksungup, dkk, 2002 : Q = b n C 1 ……………………………………………………………….....9 18 Dimana : Q = massa zat yang teradsorpsi tiap gram zat adsorben mgg C = konsentrasi larutan pada kesetimbangan mgL b, n = konstanta Freundlich Dari persamaan isoterm Freundlich bila dijadikan dalam bentuk logaritma maka menjadi : Log Q = log b + n 1 log C………………………………………………...10

B. Kerangka Pemikiran