4.5 Karakteristik Sensor Pengukur Laju
Aliran Berdasarkan prinsip perpindahan energi
kalor, bila dua benda mengalami kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari
benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang memiliki temperatur lebih
rendah hingga terjadi keseimbangan termal. Pada pengukuran laju aliran menggunakan
sensor berpemanas, suhu air memiliki temperatur lebih rendah
dibandingkan dengan sensor yang diberi pemanas sehingga
aliran kalor akan terjadi dari sensor ke air. Semakin banyak jumlah air yang melalui
sensor maka selisih suhu sensor terhadap suhu air yang terukur akan semakin rendah.
Dengan demikian maka semakin besar suhu yang terukur pada sensor maka laju aliran
akan semakin kecil, sebaliknya semakin kecil suhu yang terukur pada sensor maka
laju aliran akan semakin besar.
Pengukuran laju aliran awalnya tanpa menggunakan
penguat selisih.
Untuk mengetahui efektifitas pemanasan yang
digunakan maka di uji beberapa nilai arus yang diberikan pada pemanas. Kalor yang
diberikan pada sensor berpemanas pada pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7
Watt, dan 2.8 Watt. Hasil pengukuran menunjukkan adanya
perbedaan nilai selisih suhu terhadap pemberian arus yang berbeda. Nilai selisih
suhu dengan menggunakan sensor yang diberi kalor sebesar 0.313 Watt memiliki
nilai selisih suhu yang kecil dan rentang pengukuran yang kecil. Dengan peningkatan
pemberian jumlah kalor seperti pada sensor yang diberi kalor sebesar 0.7 Watt dan 2.8
Watt, maka nilai selisih suhu pada laju aliran tertentu akan mengalami peningkatan, begitu
pun dengan rentang pengukuran yang semakin meningkat seiring dengan semakin
besarnya jumlah pemberian kalor yang menyebabkan semakin meningkatnya suhu
pada sensor.
Pada laju aliran yang tinggi perubahan nilai selisih suhu sangat kecil, sehingga
diperlukan penguat selisih agar dapat melihat perubahan suhu pada laju aliran air
yang tinggi. Dengan menggunakan sensor berpemanas yang diberikan kalor sebesar 2.8
Watt dan faktor penguatan sebesar 50 kali maka selisih suhu pada laju aliran yang
tinggi dapat terlihat.
Gambar 17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian kalor pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu.
1 2
3 4
5 6
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20
S e
li si
h S
u h
u C
o
Laju Aliran ms
2.8 Watt 0.7 Watt
0.313 Watt
Gambar 18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air sebelum arus
listrik pemanas konstan. Gambar 18 merupakan data yang
diambil dengan
menggunakan satu
rangkaian pembangkit arus konstan LM317. Salah satu sifat dari LM317 ialah hanya
dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu antara 0-125
o
C. Apabila suhu LM317 lebih besar atau lebih kecil dari rentang tersebut
maka arus yang diberikan tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan hanya
menggunakan satu LM317, suhu yang dihasilkan pada rangkaian sangat tinggi dan
menyebabkan arus listrik yang diberikan pada pemanas tidak stabil dan menyebabkan
kesalahan pada saat pengukuran. Oleh karena
itu sangat
penting sekali
memperhatikan nilai arus yang diberikan untuk menjaga agar arus listrik tetap konstan
sehingga perubahan suhu yang terukur hanya merupakan pengaruh dari perubahan
laju aliran saja.
Gambar 19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air setelah arus
listrik pemanas konstan. 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
S e
li si
h S
u h
u C
o
Laju Aliran ms
y = -1.04lnx + 1.830 1
2 3
4 5
6
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
Sel is
ih Su
h u
C
o
Laju Aliran ms
Pada gambar 19, arus listrik yang diberikan sudah konstan. Hal ini dilakukan
dengan cara memparalel tiga buah rangkaian pembangkit arus konstan LM317. Dengan
demikian arus yang diberikan terbagi sehingga panas yang yang ditimbulkan pada
rangkaian pemanas tidak terlalu besar. Nilai arus listrik dikontrol setiap kali ada
perubahan laju aliran sehingga arus listrik dapat terjaga konstan.
Persamaan yang didapat dari hasil pengukuran tersebut adalah y = -1.04lnx +
1.830 dimana y adalah selisih suhu sensor dengan air dan x adalah laju aliran air.
Untuk aplikasi lebih lanjut dari alat pengukur laju aliran, selisih suhu akan
menentukan besarnya laju aliran. Dengan mengetahui selisih suhu maka dapat
diketahui laju aliran dari suatu aliran air. Oleh sebab itu, persamaan diatas dapat di
ubah menjadi x = 5.512 e
-93y
. Persamaan ini digunakan untuk menentukan laju aliran
dengan menggunakan selisih suhu antara sensor dengan suhu air.
Jika dibandingkan antara hasil simulasi dengan hasil pengamatan gambar 20,
terlihat bahwa model memiliki rentang ukur yang lebih besar dibandingkan dengan hasil
pengukuran. Pada laju aliran 0.05 ms, nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu
air sama antara model dan pengukuran namun pada laju aliran yang lebih tinggi,
nilai selisih suhu akan berbeda antara model dan pengukuran. Perbedaan simulasi dan
hasil pengukuran bisa terjadi akibat asumsi- asumsi yang digunakan pada model tidak
sesuai pada kondisi pada saat pengukuran.
Berdasarkan simulasi, pada laju aliran yang tinggi lebih besar dari 0.6 ms selisih
suhu yang diperoleh sangat kecil sehingga sulit untuk membedakan perubahan laju
aliran air
yang terjadi.
Sedangkan berdasarkan persamaan yang didapat dari
hasil pengamatan, sensor dapat membedakan laju aliran hingga 1.2 ms. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian kalor sebesar 2.8 Watt pada kawat pemanas,
sensor memiliki potensi untuk mengukur laju aliran hingga kecepatan lebih dari 1.2
ms.
Gambar 20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran. 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4 4.5
5
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
S e
li si
h S
u h
u C
o
Laju Aliran ms
Simulasi Model Pengukuran
Gambar 21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran. Selain laju aliran, ada beberapa faktor
lain yang
dapat mempengaruhi
laju perpindahan kalor dari pemanas ke air.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan hasil pengukuran dan model pada
simulasi. Sehingga, dengan menghubungkan keduanya dalam satu grafik maka akan
didapat faktor koreksi dari hasil pengukuran dengan
hasil model.
Gambar 21
menunjukkan adanya hubungan yang tidak linear antara model dengan pengukuran.
Sehingga perlu ditinjau ulang asumsi-asumsi yang digunakan pada saat menggunakan
model untuk di simulasikan. Besarnya nilai koefisien konveksi tidak konstan tergantung
pada laju aliran sehingga asumsi nilai koefisien konveksi tetap pada simulasi
model tidak dapat digunakan.
Dalam pengukuran juga sering terjadi kendala-kendala teknis. Dalam pembuatan
sensor, kaki-kaki sensor yang merupakan konduktor, harus dipastikan tertutup rapat
sehingga tidak ada air yang masuk dan mengganggu sinyal dari sensor LM35.
Rangkaian elektronik juga harus dipastikan terhubung dengan baik. Apabila terdapat
sambungan yang kurang baik, maka sinyal juga dapat terganggu sehingga dapat
menggangu pengukuran laju aliran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN