ANALISIS PROSES PERADILAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PROSES PERADILAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

(Studi Kasus Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK)

Oleh ALIAN SETIADI

Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. ( Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ). Perlindungan khusus dan perlakuan khusus anak perlu dilakukan apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan atau tindak pidana dengan maksud agar anak tersebut tidak mengalami tekanan jiwa yang akan berpengaruh terhadap masa depannya dan perkembangan pribadinya, oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak pidana untuk diproses melalui suatu proses peradilan tersendiri yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak seorang anak yang bernama Nopriyadi bin Basoni berumur 16 tahun dan masih duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar yang beralamat dijalan Tirtayasa kelurahan Sepang Jaya kedaton Bandar Lampung melakukan tindak pidana pencabulan melakukan ancaman kekerasan memaksa anak dibawah umur untuk melakukan persetubuhan dengannya dan didakwa dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dalam proses peradilan pidana anak apakah aparat penegak hukum menerapkan proses peradilan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meliputi proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan dan ditempatkan dilembaga pemasyarakatan anak. maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi adalah bagaimanakah proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK dan Apakah faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana dalam Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK.


(2)

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dan pelaksanaan proses peradilan terhadap anak.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada studi kasus Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK maka kesimpulannya yakni Pelaksanaan proses peradilan pidana anak terhadap Nopriyadi yang melakukan tindak pidana belum dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam proses penyidikan Nopriyadi saat menjalani pemeriksaan oleh aparat kepolisian tidak mendapatkan haknya tentang tembusan surat perintah penahanan dari aparat Kepolisian ataupun penahanan lanjutan oleh pihak Kejaksaan dan tidak didampingi oleh Penasihat Hukum serta dalam proses penahanan terdakwa ditempatkan bersama-sama tahanan orang dewasa. Dalam proses persidangan di Pengadilan Jaksa Penuntut Umum menggunakan seragam dinas kejaksaan dan terdakwa tidak didampingi oleh orangtuanya. Dalam proses peradilan pidana terhadap Nopriyadi terdapat ketentuan hukum acara pidana dan Pengadilan Anak serta hak-hak anak yang tidak dipenuhi dan tidak dijalankan oleh aparat penegak hukum sehingga oleh Hakim Kasasi Mahkamah Agung pada putusan Nomor. 513 K/Pid.Sus/2007 terdakwa diputus lepas dari semua tuntutan pidana.

Berdasarkan kesimpulan maka saran dari penulis adalah agar para aparat penegak hukum yakni 1) Penyidik Anak, Penuntut Umum dan Hakim Anak dapat bekerja dengan professional yakni sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan harus ada perlakuan khusus terhadap anak sehingga perlindungan serta kesejahteraan terhadap anak dapat terwujud sebagimana yang diharapkan 2) Penasehat hukum atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat harus mempunyai perhatian khusus terhadap anak dalam proses pendampingan serta pembelaan di Persidangan sehingga tujuan peradilan anak dapat terwujud sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana demi mendukung proses peradilan pidana terhadap anak, seperti ruangan khusus dalam tahap pemeriksaan dan ruang tahanan khusus anak yang dipisahkan dengan tahanan orang dewasa dan 4) peningkatan pengetahuan terhadap masyarakat tentang hak-hak anak dalam setiap proses peradilan anak.


(3)

ANALISIS PROSES PERADILAN PIDANA TERHADAP ANAK

YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

(Studi Kasus Nomor Perkara: 460/Pid.B/2007/PN.TK)

(Skripsi)

ALIAN SETIADI 0612011082

UNIVERSITAS LAMPUNG

FAKULTAS HUKUM


(4)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ……..………... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………... 7

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual……….... 8

E. Sistematika Penulisan……….... 11

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peradilan Pidana 1. Pengertian Proses Peradilan Pidana……….. 14

2. Proses Peradilan Pidana ………... 15

B. Pengertian Anak dalam Hukum ………...……... 20

C. Tindak Pidana Pencabulan 1. Pengertian Tindak Pidana ... 23

2. Pengertian Pencabulan... 24

D. Penegakan Hukum Pidana 1. Pelaksanaan Penegakan Hukum Pidana ... 26

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum ... 27

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah……….. 31


(5)

C. Penentuan Populasi dan Sampel……….... 32 D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………... 33 E. Analisis Data……….. 34

DAFTAR PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ………. 36 B. Pelaksanaan Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak yang

Melakukan Tindak Pidana Pencabulan

(Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK)……… 37 C. Faktor-faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses

Peradilan Pidana Terhadap Anak yang melakukan tindak pidana pencabulan

(Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK)……… 55

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 58


(6)

MOTTO

Sungguh, kami telah mendatangkan kitab (Al-quran) kepada mereka,

yang kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman.

(Q.S. A’raf 52)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi

berusahalah menjadi manusia yang berguna.

(Einstein)

Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya.

Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya.

(Johann Wolfgang von Goethe)

Dengan Iman kita meyakininya, Dengan Ilmu kita melakukannya

dengan keduanya kita Mengamalkannya.

“Iman, Ilmu, Amal”


(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan kepada ALLAH SWT kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Ayahanda Rustam Effendi (Alm) dan Ibunda Nilam Yati yang telah membesarkan,

mendidik dan membimbingkuku dengan penuh kasih sayang dan selalu

mendoakan dalam setiap langkah hidupku.

Kakak dan adikku, Achmad Redho dan Ade Setiawan dan seluruh keluarga besar dan

saudara-saudaraku terimakasih atas doa, semangat dan dukungannya


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara pada tanggal 31 Maret 1987 anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rustam Effendi (Alm) dengan Ibu Nilam Yati

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak Departemen Agama (TK Depag) Kotabumi diselesaikan pada tahun 1993, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Perumnas Way Halim Kedaton Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 29 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 6 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005.

Pada 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada Februari tahun 2009 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) di Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung (LBH).

Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif di Organisasi eksternal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum Unila Cabang Bandar Lampung dan diamanahkan sebagai Ketua Umum pada periode 2009-2010. jenjang pelatihan pengkaderan diawali pada Maperca (Masa Perkenalan Calon Anggota) pada tahun 2007, LK I pada tahun 2007 dan LK II maret tahun 2010.


(9)

Mahkamah tahun 2007-2008, Sekertaris Jendral Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum (DPM-FH) tahun 2009-2010. Selain itu pernah mengikuti kegiatan PARALEGAL MAHASISWA yang diadakan oleh LBH Bandarlampung tahun 2008.


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Anak sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus sumber daya manusia bagi pembangunan nasional dan demi tewujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Maka diperlukan suatu pembinaan secara khusus dan terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan pengetahuan secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. (Pasal 1 Butir 1 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak)


(11)

Apabila tidak adanya keseimbangan dan keserasian dalam proses pembinaan tersebut akan mengakibatkan proses perkembangan pribadi anak menjadi rusak dan berakibat anak akan melakukan perbuatan yang menyimpang dan melanggar hukum “kenakalan anak”.

Penyebab anak melakukan kenakalan, baik berupa tindak pidana maupun melanggar norma-norma agama, susila, dan sopan santun dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Mencari identitas/jati diri.

2. Masa puber (perubahan hormon-hormon seksual). 3. Tekanan ekonomi.

4. Tidak ada disiplin diri. 5. Peniruan.

6. Lingkungan pergaulan yang buruk. (Tri Andrisman, 2009: 7)

Faktor penyebab anak melakukan kenakalan atau tindak pidana dipengaruhi oleh faktor keluaraga, lingkungan maupun tingkat pendidikan yang mengakibatkan anak melakukan tindakan tersebut, terutama melakukan tindak pidana atau perbuatan cabul.

Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau kesopanan atau perbuatan yang keji, kesemuanya itu didalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan atau buah dada dan sebagainya. persetubuhan juga termasuk perbuatan cabul, akan tetapi didalam Undang-Undang disebutkan tersendiri. (R. Soesilo, 1989: 212)


(12)

Ditegaskan secara khusus mengenai pencabulan terhadap anak dibawah umur dalam Pasal 290 KUHP bahwa:

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.

2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau jika umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin.

3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.

Negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechtsstaat), dimana segala sesuatunya diatur berdasarkan hukum. Pernyataan ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga. Bahwa hukum berperan dalam mengatur dan mengawasi pemerintahan negara dan kehidupan bangsa, dengan tujuan agar terciptanya suatu ketertiban, keamanan, keadilan, dan kepastian hukum. Disamping itu, hukum juga sebagai pengatur, pengawas, dan penyelesai permasalahan yang timbul antara manusia sebagai warga negara dan juga antara warga negara dengan penguasa, bahkan antar pemegang kekuasaan.


(13)

Ciri-ciri Negara hukum adalah:

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.

2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kakuatan apapun.

3. Legalitas dalam arti, dimana suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

(Tri Andrisman, 2008: 57-58 )

Hukum Indonesia tidak boleh membedakan satu dengan lainnya dan tidak adanya diskriminasi didalam penerapannya sehingga apabila ada peraturan yang dilanggar, maka akan ada saksi yang akan dikenakan. Oleh sebab itu, Sistem peradilan pidana di Indonesia dalam Hukum Acara Pidananya, mempunyai empat komponen (sub sistem), yaitu: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Keempat sub sistem tersebut adalah sebagai penegak hukum yang mempunyai wewenang dan tugas yang berbeda-beda, tetapi tujuannya satu yaitu mewujudkan tujuan dari sistem peradilan pidana.

Adapun tujuan dari sistem peradilan pidana tersebut, antara lain:

1. Tujuan jangka pendek, berupa resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana. 2. Tujuan jangka menengah, berupa pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam

konteks Politik Kriminal.

3. Tujuan jangka panjang, berupa kesejahteraan masyarakat (Social Welfare) dalam konteks Politik Sosial (Social Policy).


(14)

Perlindungan khusus dan perlakuan khusus terhadap anak perlu dilakukan apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan atau tindak pidana dengan maksud agar anak tersebut tidak mengalami tekanan jiwa yang akan berpengaruh terhadap masa depannya dan perkembangan pribadinya, oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak pidana untuk diproses melalui suatu proses peradilan tersendiri yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meliputi proses penyidikan, penuntutan, persidangan di pengadilan serta ditempatkan dilembaga pemasyarakatan anak.

Pengakuan akan perlunya perlakuan khusus terhadap pelaku tindak pidana anak ini diatur pula dalam Declaration of Rights of the Child (deklarasi hak-hak anak), Convention On The Rightso of The Child (konvensi hak-hak anak), Standart Minimum Rules for administration of juvenile justice (Beijing Rules). Perlakuan khusus dan pendekatan khusus yang berbeda terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa dikarenakan pada kenyataan biologis, psikologis, sosiologis, kondisi fisik, mental serta keadaan sosialnya anak belum tumbuh dan berkembang dengan sempurna sehingga dalam proses peradilan terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa.

Hasil pra riset yang penulis lakukan bahwa dalam praktek peradilan pidana anak proses hukumnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena anak dikenakan proses hukum yang sama dengan pelaku tindak pidana orang dewasa tidak adanya perlakuan khusus atau hak-haknya dalam proses peradilan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.


(15)

Seperti kasus yang terjadi di Bandar Lampung seorang anak bernama Nopriyadi bin Basoni berumur 16 tahun dan masih duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar yang beralamat dijalan Tirtayasa kelurahan Sepang Jaya kedaton Bandar Lampung yang melakukan tindak pidana pencabulan dengan melakukan ancaman kekerasan memaksa anak dibawah umur untuk melakukan persetubuhan dengannya dan akibat perbuatannya tersangka didakwa dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun. Dalam proses peradilan tersebut, penyidik Polresta Bandar Lampung melakukan tindakan kekerasan dalam melakukan pemeriksaan dan tidak didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap proses peradilan serta dalam persidangan Penuntut umum memakai pakaian dinas, yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pengadilan Anak.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan pencabulan terhadap anak dibawah umur ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara : 460/Pid.B/2007/PN.TK )”


(16)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK)?

b. Apakah faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK)?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam dalam penelitian skripsi ini adalah pembahasan lebih lanjut meliputi analisis proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dan faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah :

a. Mengetahui peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK).


(17)

b. Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK).

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi kalangan hukum dalam mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan dan dalam bidang hukum pada umumnya,dan khususnya hukum pidana anak serta hukum pengadilan anak.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada praktisi hukum khususnya, serta kepada masyarakat umumnya terutama orang tua.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Pengertian kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstarksi dari hal pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986: 123)


(18)

Sistem peradilan pidana di Indonesia, dalam hal ini dimulai dari lembaga yang bertugas dalam proses penyelidikan hingga pada lembaga yang bertugas dalam tahap pelaksanaan putusan, yakni diawali pada institusi kepolisian, institusi kejaksaan, institusi kehakiman, hingga diakhiri institusi lembaga pemasyarakatan.

Proses peradilan suatu perkara pidana melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap penyidikan oleh aparat kepolisian.

2. Tahap penuntutan oleh jaksa (penuntut umum). 3. Tahap pemeriksaan dipengadilan.

(Ratna Nurul Afiah, 1989: 122)

Di Indonesia proses peradilan pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menetapkan:

Pengadilan anak adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada dilingkungan peradilan umum, diantaranya mengatur tentang:

1. Pemeriksaan terhadap anak harus dalam keadaan kekeluargaan. 2. Setiap anak berhak didampingi oleh penasehat hukum.

3. Tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa.

4. Penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.

5. Hukuman yang diberikan tidak harus dipenjara/ditahanan melainkan bisa berupa hukuman tindakan dengan mengembalikan anak kepada orang tua atau walinya. 6. Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.


(19)

Menurut Soerjono Soekanto (1983: 17) menjelaskan ada 5 (lima) faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi, yaitu: 1. Kaedah Hukum itu sendiri

Berlakunya kasedah hukum di dalam masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu sendiri, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya kaedah hukum, yaitu :

a. Berlakunya secara yuridis, artinya kaedah hukum itu harus dibuat sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat berlakunya suatu kaedah hukum.

b. Berlakunya secara sosiologis, artinya kaedah hukum itu dapat berlaku secara efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa walau tidak diterima masyarakat ataupun berklaku dan diterima masyarakat.

c. Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka kaedah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum)

2. Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang Diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki undang-undang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.


(20)

3. Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan.

4. Masyarakat

Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum Merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap suatu peraturan tinggi,maka peraturan tersebut memang berfungsi.

5. Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin diketahui (Soerjono Soekanto, 1986: 232).

Adapun batasan dan pengertian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Analisis adalah penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan

sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).

(Poerwadarminta, 1995: 37)

b. Proses adalah rangkaian tindakan, jalannya penyidikan/ penuntutan/ pemeriksaan suatu perkara. (Zainul bahri, 1996: 240)


(21)

c. Peradilan pidana adalah proses penerimaan dan penyelesaian perkara pidana. (Wildan suyuthi, 2002: 6)

d. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Termasuk anak yang masih dalam kandungan. (Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak)

e. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. (Moeljatno, 1993: 2)

f. Pencabulan adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada orang lain mengenai dan berhubungan dengan alat kelamin atau bagian alat tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. (Adami chazawi, 2005: 80)

E. Sistematika Penulisan.

Sistematika suatu penulisan bertujuan untuk memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain dari seluruh isi tulisan skripsi dan untuk mengetahui serta lebih memudahkan memahami materi yang ada dalam skripsi ini maka penulis menyajikan sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penulisan mengenai proses peradilan pidana anak, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang pemahaman kepada pengertian-pengertian umum tentang pokok-pokok bahasan, yaitu tentang pengertian proses peradilan pidana, pengertian anak, tindak pidana pencabulan dan faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak dengan Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel dan metode pengumpulan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan yang memuat tentang proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, serta faktor-faktor penghambat dalam proses peradilan pidana terhadap anak dengan Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK.

V. PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan hasil akhir penelitian dan pembahasan serta saran yang diberikan atas dasar penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peradilan pidana

1. Pengertian Proses peradilan pidana

Penyelenggaraan peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan dan penahanan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan, serta pelaksanaan putusan pengadilan. atau dengan kata lain bekerjanya institusi kepolisian, institusi kejaksaan, institusi kehakiman, hingga diakhiri institusi lembaga pemasyarakatan. yang mempunyai tujuan dalam hal ini adalah usaha pencegahan kejahatan (Prevention Of Crime) baik jangka pendek, yaitu resosialisasi kejahatan, jangka panjang, yaitu pengadilan kejahatan serta jangka panjang, yaitu kesejahteraan sosial.

Proses adalah perubahan peristiwa dan lain-lain dalam perkembangan sesuatu perkara dalam pengadilan. (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1997: 325)

Peradilan adalah sesuatu yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang, mengenai tugas negara dalam rangka menegakkan keadilan guna mencapai ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. (Zainul Bahri, 1996: 240)


(24)

Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. (Heni Siswanto, 2002: 7) sedangkan roeslan saleh menyatakan pidana adalah reaksi delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

Proses peradilan pidana adalah runtunan atau rentetan yang menunjukkan mekanisme atau cara kerja untuk mencari dan mendapatkan suatu pembenaran dalam suatu perkara pidana. (Zainul Bahri, 1994: 43)

Proses peradilan pidana agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan diperlukan adanya kerjasama atau koordinasi masing-masing lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan.

2. Proses peradilan pidana

a. Tahap-tahap Proses peradilan pidana menurut KUHAP dan Undang-Undang pengadilan anak.

Pada proses penyidikan oleh aparat kepolisian, penyidik melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan guna mendapatkan barang-barang bukti yang nantinya akan diajukan sebagai alat bukti. apabila tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan peristiwa pidana atau penyidikan batal demi hukum maka penyidik berwenang untuk menghentikan proses penyidikan, begitu juga sebaliknya apabila bukti-bukti telah terpenuhi dan peristiwa tersebut merupakan tindak pidana maka penyidik akan melanjutkan proses penyidikan hingga selesai serta membuat berita acara (pemberkasan perkara) yang kemudian diserahkan pada penuntut umum.


(25)

Proses peradilan suatu perkara pidana melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap penyidikan oleh aparat kepolisian.

2. Tahap penuntutan oleh jaksa (penuntut umum). 3. Tahap pemeriksaan dipengadilan.

(Ratna Nurul Afiah, 1989: 122)

Penyidikan adalah serangkain tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (Pasal 1 butir 2 KUHAP)

Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut: 1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

2. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik. 3. Pemeriksaan ditempat kejadian.

4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa. 5. Penahanan sementara.

6. Penggeledahan.

7. Pemeriksaan atau interogasi.

8. Berita acara. (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan ditempat) 9. Penyitaan.

10.Penyampingan perkara

11.Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.

(Andi Hamzah, 2008: 118-119)

Penyidik dalam melakukan pemeriksaan atau penyidikan terhadap anak nakal atau anak yang melakukan tindak pidana, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak):

1. penyidik wajib memeriksa tersangka dalam keadaan kekeluargaan.

2. dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu dapat


(26)

meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.

3. proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

Pada proses penuntutan yang berwenang adalah jaksa yang berlaku sebagai penuntut umum atas nama negara akan membuat surat dakwaan yang didalam surat dakwaan tersebut didasari atas alat-alat bukti yang telah diteliti, diperiksa dan disimpan olek jaksa.

Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. (Pasal 13 KUHAP)

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengatur tentang tugas dan wewenang kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam pasal 30, yaitu:

(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a.melakukan penuntutan;

b.melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c.melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d.melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e.melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

(3)Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :

a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. pengawasan peredaran barang cetakan;

d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.

e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.”


(27)

Penuntut umum yang layak dan dapat ditugaskan untuk menangani perkara anak (Pasal 53 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak) adalah:

1. penuntut umum yang telah ditetapkan berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung. 2. penuntut umum yang telah berpengalaman dalam menangani masalah penuntutan

tindak pidana yang dilakukan orang dewasa.

3. penuntut umum yang telah mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.

4. dalam hal tertentu dan dipandang perlu dapat ditugaskan kepada penuntut umum yang telah melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pemeriksaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada tahap penuntutan, dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam hal Penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka ia wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Proses persidangan dipengadilan, hakim melakukan penilaian atas kekuatan alat-alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum didalam dakwaannya. ketentuan yang diatur dalam tata cara pemeriksaan dipengadilan ini berkaitan dengan pelaksanaan sidang, keterlibatan pembimbing kemasyarakatan, serta hakimnya (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak) yakni:


(28)

1. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. laporan tersebut berisi tentang data individu anak, keluarga, pendidikan, kehidupan sosial anak serta kesimpulan atau pendapat pembimbing kemasyarakatan. (Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)

2. Hakim dalam sidang anak adalah Hakim tunggal, dalam hal tertentu dan dipandang perlu dapat dilaksanakan dengan Hakim Majelis. (Pasal 1 Ayat (11) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)

3. Dalam perkara anak nakal, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orang tua, Wali, atau Orang tua asuh, wajib hadir dalam sidang anak. (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak) 4. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa dibawa

keluar ruang sidang. (Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)

5. Sebelum mengucap putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada Orang tua, Wali atau Orang tua asuhnya untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak. (Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)

6. Putusan pengadilan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan. (Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)


(29)

7. Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. (Pasal 59 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)

B. Pengertian Anak dalam Hukum

Anak dalam pamaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang Ilmu Pengetahuan (The Body Of Knowledge) tetapi tidak dapat ditelaah dari sisi pandang sentalitas kehidupan. Dalam masyarakat kedudukan anak pada hakikatnya memiliki makna dari sub-sub system hukum yang ada dalam lingkungan perUndang-Undangan dan subsistem sosial kemasyarakatan yang universal pengertian anak dari berbagai aspek kehidupan.

Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagian subjek hukum. Kedudukan anak dalam arti meliputi pengelompokkan ke dalam sub sistem dari pengertian sebagai berikut :

a. Pengertian anak menurut UUD 1945

Pengertian anak atau kedudukan anak yang ditetapkan menurut UUD 1945 terdapat dalam kebijaksanaan Pasal 34 Pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena yang menjadi esensi dasar kedudukan anak dalam kedua pengertian dari, yakni adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional, yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Pengertian ini melahirkan atau menonjolkan anak dari masyarakat, bangsa dan negara.


(30)

b. Pengertian anak menurut Hukum Perdata

Pengelompokan anak menurut pengertian hukum perdata, dibangun dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut sebagai berikut :

1) Status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum. 2) Hak-hak dalam hukum perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum perdata khususnya Pasal 330 ayat (1), menundukan status anak sebagai berikut “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

c. Pengertian anak menurut Hukum Pidana

Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara negatif. Menurut Undang-Undang ini mengklasifikasikan ke dalam pengertian berikut :

1) Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) anak paling lama sampai umur 18 tahun. 2) Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada

negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

3) Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh ketetapan pengadilan dididik di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) anak paling lama sampai berumur 18 tahun.


(31)

d. Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang ini mengklarifikasikan pengertian anak kedalam hal-hal berikut ini. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Yang dimaksud anak nakal adalah sebagai berikut :

1) Anak yang melakukan tindak pidana

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupumn peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

e. Anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mendefinisikan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah.

f. Anak menurut Undang-Undang Perlindungan anak.

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mendefinisikan anak adalah sesorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

g. Anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia.

Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mandefinisikan anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.


(32)

C. Tindak Pidana Pencabulan

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana dipakai sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit, penggunaan istilah tindak pidana ditinjau dari segi sosio-yuridis, hampir semua perUndang-Undangan pidana memakai istilah tindak pidana.

Tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan dalam Undang-Undang pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana, tetapi juga dilihat dari pandangan tentang kejahatan, delikuensi, deviasi (penyimpangan dari peraturan Undang-Undang Dasar 1945), kualitas kejahatan yang berubah-ubah. (Arif Gosita, 1983: 42)

Tindak pidana atau delik adalah tindakan yang mengandung 5 unsur yaitu: a. Harus ada kelakuan.

b. Kelakuan tersebut harus sesuai dengan Undang-Undang. c. Kelakuan tersebut adalah kelakuan tanpa hak.

d. Kelakuan tersebut dapat diberatkan kepada pelaku. e. Kelakuan tersebut diancam dengan hukuman.

Perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan tersebut. (Moeljatno, 1987: 2) perbuatan pidana tersebut harus memenuhi unsur-unsur:

a. Perbuatan manusia.

b. Yang memenuhi Rumusan dalam Undang-Undang. c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil).


(33)

2. Pengertian Pencabulan.

Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, kesemuanya itu didalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan atau buah dada dan sebagainya. persetubuhan juga termasuk perbuatan cabul, akan tetapi didalam Undang-Undang disebutkan tersendiri. (R. Soesilo, 1989: 212)

Perbuatan cabul masuk dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan yang terdiri dari Pasal 289 KUHP. Dimana perbuatan tersebut sebagai suatu tindakan yang sangat merendahkan martabat dan kehormatan yang mana dilakukan dengan sengaja dan biasanya disertai ancaman kekerasan, ancaman, dan buju rayu. Sedangkan yang menjadi dasar hukum perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur diatur dalam Pasal 287 KUHP yang menentukan sebagai berikut:

1. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

2. Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan, kecuali umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP.

Pasal 293 KUHP menyatakan sebagai berikut:

1. Barangsiapa dengan mempergunakan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang berlebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada atau dengan tipu, sengaja


(34)

membujuk orang yang belum dewasa yang tidak tercatat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum dewasa, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

2. Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan orang yang dikenai kejahatan itu.

3. Tetapi yang disebut dalam Pasal 74, ditentukan buat satu-satunya ini ialah sembilan dan dua belas bulan.

Makna Pasal 293 KUHP yaitu:

1. Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya.

2. Membujuk dengan mempergunakan:

a. Hadiah atau perjanjian atau memberikan uang atau barang.

b. Pengaruh yang berlebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada.

c. Tipu.

3. Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa dan tidak bercatat kelakuannya, hal ini harus diketahuinya atau patut disangka oleh yang dibujuk.

Pencabulan adalah pemaksaan perilaku seksual pada anak, baik dari lawan jenis atau sejenis. pencabulan terhadap anak adalah suatu pelanggaran seks yang termasuk dalam katagori parafilia atau disebut dengan pedofilia, yaitu pelampiasan hawa nafsu seksual terhadap Anak.


(35)

D. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (social engineering) memelihara dan mempertahankan (social control) kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983: 5).

1. Pelaksanaan Penegakan Hukum Pidana

Pelaksanaan penegakan hukum bertujuan untuk kepastian hukum, kemanfaatan atau kegunaan hukum itu sendiri serta keadilan bagi masyarakat. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu, dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

Pelaksanaan hukum atau penegakan hukum memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, ketika hukum dilaksanakan atau ditegakkan jangan sampai malah menimbulkan keresahan dalam masyarakat,dalam unsur yang ketiga, yaitu keadilan karena masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan harus benar-benar diperhatikan. Selain daripada itu perlu juga diperhatikan disini, bahwa hukum yang dilaksanakan dan ditegakkan haruslah hukum yang mengandung nilai-nilai keadilan. Hakikat penegakan hukum yang sebenarnya, menurut Soerjono Soekanto, terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dam mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.


(36)

Satjipto Raharjo, (1987: 15) dalam bukunya ”Masalah Penegak Hukum”, menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.

Menurut M. Friedmann dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:

a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagannya;

b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

c. Perangkat peraturan yang mengandung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

Berdasarkan pelaksanaan penegakan hukum pidana, dapat dikatakan, bahwa ganguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang menggangu kedamaian pergaulan hidup.


(37)

Faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu sebagai berikut : 1. Kaedah Hukum itu sendiri

Berlakunya kasedah hukum di dalam masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu sendiri, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya kaedah hukum, yaitu :

a. Berlakunya secara yuridis, artinya kaedah hukum itu harus dibuat sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat berlakunya suatu kaedah hukum.

b. Berlakunya secara sosiologis, artinya kaedah hukum itu dapat berlaku secara efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa walau tidak diterima masyarakat ataupun berklaku dan diterima masyarakat.

c. Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka kaedah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum).

2. Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang Diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki undang-undang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.

3. Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan.


(38)

4. Masyarakat

Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum Merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap suatu peraturan tinggi,maka peraturan tersebut memang berfungsi.

5. Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

(Soerjono Soekanto, 1983: 17)

Kelima faktor ini saling berkaitan erat, karena esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari pada efektifitas penegakan hukum.

Proses peradilan pidana anak terdiri dari tahap penyidikan oleh aparat kepolisian, penuntutan oleh jaksa (penuntut umum), pemeriksaan dipengadilan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dan mengenai pelaksanaannya.

B. Sumber dan Jenis Data 1. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data lapangan dan kepustakaan.

2. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau bersumber dari kegiatan penelitian langsung dilapangan di Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Tanjung Karang,


(40)

Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners yang diperoleh melalui kegiatan wawancara dengan responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan masalah penulisan skripsi ini.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah yaitu data diperoleh dari studi pustaka dengan menelusuri literatur-literatur maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. c) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang meliputi

peraturan pelaksana, Kepres dan Peraturan Pemerintah Serta Putusan Hakim Nomor Perkara : 460/Pid.B/2007/PN.TK.

3. Bahan hukum tersier yaitu hasil karya ilmiah, hasil-hasil penelitian, kamus, litelatur-litelatur, koran, majalah yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti. (Burhan Ashosfa, 1996: 44)


(41)

Penentuan responden pada penulisan ini menggunakan metode pengambilan sampel secara purvosive sampling yang berarti bahwa dalam penentuan sample disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi.

Sampel dalam Penelitian ini diambil responden sebanyak 5 orang, yaitu:

1. Penyidik Anak Polresta Bandar Lampung : 1 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3. Hakim Anak di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang : 1 orang 4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang 5. Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners : 1 orang

======== Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditentukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan proses peradilan pidana terhadap anak dibawah umur.

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin,


(42)

yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan secara secara langsung kepada responden.

2. Cara Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, dan kebenaranya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok-pokok bahasan, sehingga memudahkan analisa data.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian.


(43)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran atau keterangan yang dapat menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini. adapun sejumlah responden tersebut adalah Penyidik Anak Polresta Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang, Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, serta Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners.

1. Nama : Fauzimah, S.H. Pangkat/NRP : AKP/70020016

Jabatan : Kanit PPA Polresta Bandar Lampung Masa kerja : 10 Tahun

2. Nama : Adriana Suarti, S.H. Pangkat/Golongan : Jaksa Muda/III D Jabatan : Jaksa Fungsional Masa kerja : 12 Tahun


(44)

3. Nama : Sri Seraningsih, S.H. NIP : 19671002 199212 2001

Jabatan : Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang Masa kerja : 18 Tahun

Pendidikan : S1

4. Nama : Firganefi, S.H.,M.H. NIP : 19631217 198803 2003 Pendidikan : S2

Jabatan : Dosen Bagian Hukum Pidana

5. Nama : Timbul Priyadi, S.H. Umur : 30 Tahun

Pendidikan : S1 Pekerjaan : Advokad

B. Pelaksanaan Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK)

Penanganan peradilan pidana terhadap anak nakal secara penal (melalui jalur hukum) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pengadilan Anak yang mengatur tentang Proses peradilan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, yakni:

1. Pemeriksaan terhadap anak harus dalam keadaan kekeluargaan. 2. Setiap anak berhak didampingi oleh penasehat hukum.

3. Tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa.

4. Penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.


(45)

5. Hukuman yang diberikan tidak harus dipenjara/ditahanan melainkan bisa berupa hukuman tindakan dengan mengembalikan anak kepada orang tua atau walinya. 6. Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

Seorang anak yang bernama Nopriyadi yang melakukan tindak pidana pencabulan yakni melakukan ancaman kekerasan memaksa anak dibawah umur untuk melakukan persetubuhan dengannya dan didakwa dengan Pasal 81 junto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. dalam proses peradilan pidana terhadap anak apakah aparat penegak hukum menerapkan Proses peradilannya dari tingkat penyidikan, penuntutan dan persidangan di Pengadilan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Hasil penelitian penulis dengan responden Timbul Priyadi Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners bahwa proses peradilan pidana terhadap Nopriyadi tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam proses penyidikan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Bandar Lampung dalam melakukan pemeriksaan dan terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum serta dalam persidangan Penuntut umum memakai pakaian dinas, yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Pengadilan Anak.

Menurut Penulis Penanganan proses peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana harus diberlakukan berbeda dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana karena kondisi fisik, fikiran dan jiwa Anak berbeda dengan orang dewasa, serta dalam menangani perkara anak butuh pengkajian psikologis yang lebih spesifik dan mendasar agar tidak membuat trauma yang mendalam dan mengganggu psikologis anak sehingga tidak mengganggu perkembangan mental anak


(46)

1. Dalam Tahap Penyidikan

Ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana mendefinisikan Penyidikan adalah adalah serangkain tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (Pasal 1 butir 2 KUHAP)

Berkaitan dengan proses penyidikan, Undang-Undang Pengadilan Anak menetapkan bahwa yang berwenang untuk melakukan penyidikan dalam perkara anak nakal adalah penyidik anak. Menurut ketentuan pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Serta harus dipenuhinya syarat-syarat oleh anggota Polri agar dapat menjadi penyidik anak, yaitu:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. (Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak)

Tugas penyidikan terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana dalam hal tertentu dan dipandang perlu dapat dibebankan kepada:

a. penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

b. penyidik yang lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. (Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Anak)


(47)

Proses penyidikan dikepolisian dalam perkara anak nakal yang melakukan tindak pidana meliputi penangkapan dan penahanan. Menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak bahwa Penangkapan terhadap anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa penangkapan dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup dan untuk kepentingan pemeriksaan penangkapan dilakukan paling lama 1 (satu) hari.

Dalam proses pemeriksaan penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan serta meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama dan petugas kemasyarakatan lainnya dan penyidikan tersebut wajib dirahasiakan. (pasal 42 Undang-Undang Pengadilan Anak)

Penahanan dalam perkara anak nakal dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan kepentingan masyarakat. Penyidik anak Menurut ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Pengadilan Anak dalam melakukan penahanan terhadap anak paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat meminta perpanjangan penahanan kepada penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari dan dalam jangka 30 (tiga puluh) hari penyidik harus menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum apabila dalam waktu tersebut dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.


(48)

Pelaksanaan penahanan terhadap anak dilaksanakan ditempat khusus untuk anak dilingkungan Rumah Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara, atau tempat tertentu yang harus dipisahkan dari tahanan orang dewasa.

Menurut Fauzimah (Kanit PPA Polresta Bandar Lampung) menjelaskan proses penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana ditangani oleh Bidang PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak):

a. Dalam proses penangkapan dan penahanan penyidik memberikan surat pemberitahuan penangkapan kepada keluarganya.

b. Pemeriksaan dilakukan dalam suasana kekeluargaan yakni polisi wanita yang melakukan pemeriksaan dan tidak memakai pakaian dinas serta ruang pemeriksaan dilakukan pada ruangan khusus anak dan penahananya ditempatkan pada ruangan yang hanya terdiri dari anak-anak.

c. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak penyidik meminta keterangan dari Bapas yakni mengenai data anak, keluarga, serta latar belakang anak melakukan tindak pidana.

Tempat penahanan tersangka anak yang harus dipisahkan dengan ruangan tahanan orang dewasa, Fauzimah menjelaskan bahwa karena keterbatasan ruangan tahanan dikepolisian, pada saat melakukan penyidikan tersangka anak sering dicampur dengan tahanan orang dewasa tetapi diupayakan tersangka anak untuk dimasukkan dalam ruang tahanan yang hanya terdiri dari tahanan anak-anak


(49)

Pada kasus dengan terdakwa anak yang bernama Nopriyadi pada Nomor Perkara 460/Pid.B/2007/PN.TK dalam menjalani pemeriksaan oleh aparat kepolisian tidak mendapatkan haknya untuk didampingi oleh Penasihat Hukum. berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP, terdakwa wajib didampingi oleh Penasihat Hukum dalam hal tersangka atau terdakwa disangka dengan ancaman pidana mati atau ancaman Pidana 15 (lima belas) tahun atau lebih dan Nopriyadi dipaksa menandatangani surat tidak perlu didampingi oleh penasehat hukum oleh penyidik anak Polresta Bandar Lampung.

Kemudian menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 66 ayat (6) yang menyatakan bahwa Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

Pasal 56 Ayat (1) KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai Hak Asasi Manusia telah diangkat menjadi salah satu patokan Miranda Rule atau Miranda Principle. Apabila pemeriksaan penyidikan, penuntutan atau persidangan tersangka atau terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum sesuai dengan Miranda Rule, pemeriksaan tidak sah (illegal) atau batal demi hukum (null and void).

Standar Miranda Rule inilah yang ditegakan dalam Putusan MA No.1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993 yang menyatakan Apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti menunjuk Penasihat Hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.


(50)

Menurut Penulis salah satu tujuan pokok yang ingin dicapai atas penegakan Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah agar terjamin pemeriksaan yang manusiawi. Sebab dengan hadirnya Penasihat Hukum mendampingi Tersangka pada pemeriksan penyidikan, berperan melakukan kontrol sehinga pemeriksaan terhindar dari penyiksaan, pemaksaan, dan kekejaman.

Mengenai tersangka menandatangani surat tidak perlu didampingi penasehat hukum, menurut penulis ada golongan yang menurut hukum dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum (

handelings-onbekwaan) salah satunya ialah orang yang belum dewasa atau masih dibawah umur

(belum mencapai usia 21 tahun). Sehingga surat pernyataan tersebut yang dibuat dan ditandatangani oleh terdakwa yang masih berusia 16 (enam belas) tahun adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, bahwa ketentuan hukum acara pidana (KUHAP) dan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak dijalankan oleh aparat penegak hukum yakni Penyidik Anak Polresta Bandar Lampung sehingga mengakibatkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada tingkat penyidikan tidak sah dan batal demi hukum sehingga tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima dan batal demi hukum.


(51)

2. Dalam Tahap Penuntutan

Menurut ketentuan Pasal 13 KUHAP penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Dan penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. (Pasal 137 KUHAP)

Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun baik terhadap orang dewasa maupun anak-anak yang melakukan tindak pidana telah diatur secara khusus dan memenuhi syarat-syarat khusus untuk menjadi penuntut umum yang terdakwanya adalah anak. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Pasal 2 butir 6 penuntut umum adalah penuntut umum anak. Seorang Jaksa yang ditunjuk sebagai penuntut umum anak menurut ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak, ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Serta memenuhi syarat yang harus dipenuhi untuk dapat ditetapkan atau ditunjuk sebagai penuntut umum anak, syarat-syaratnya adalah:

a. telah berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak (Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak.


(52)

Hasil wawancara penulis dengan Adriana Suarti, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang didapat keterangan bahwa Jaksa yang ditunjuk untuk menangani perkara anak adalah jaksa senior atau yang sudah mempunyai pengalaman sebagai jaksa penuntut umum tindak pidana orang dewasa dan yang diutamakan adalah jaksa wanita.

Mengenai ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan proses penuntutan dalam perkara pidana anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Menurut ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Pengadilan Anak yang mengatur tentang penuntutan oleh penuntut umum, yaitu dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka ia wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 KUHAP yang menyatakan bahwa penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa perkara penyidikan dari pennyidik atau penyidik pembantu. b. mengaakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidik dengan memperhatikan ketentuan pasal 10 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya di limpahkan oleh penyidik. d. membuat surat dakwaan.


(53)

f. menyampaikan pembritahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan dengan di sertai surat panggilan, baik terhadap terdakwa maupun saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.

g. melakukan penuntutan.

h. menutup perkara demi kepentingan hukum.

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan Undang-Undang ini.

j. melaksanakan penetapan hakim.

Menurut Adriana Suarti kendala yang dihadapi oleh pihak kejaksaan dalam menangani perkara anak yakni:

a. Hasil penyidikan yang belum lengkap karena disebabkan kurangnya koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.

b. Kesulitan dalam menghadirkan orang tua atau keluarga terdakwa dalam persidangan dikarenakan alamat yang tidak jelas atau orang tua tidak memperdulikan anaknya dan menyerahkan semuanya kepada yang berwenang dengan alasan keadaan ekonomi keluarga.

c. Belum adanya lembaga Pemasyarakatan khusus anak, sehingga menyulitkan dalam melakukan penahanan terhadap terdakwa anak.

Pada perkara ini berdasarkan penelitian terdakwa Nopriyadi tidak mendapatkan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (4) KUHAP, ketika berkas terdakwa dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan, terdakwa tidak mendapatkan haknya dari Penuntut Umum mengenai turunan surat pelimpahan perkara serta surat dakwaan


(54)

disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Sampai dengan Penuntutan turunan Surat Pelimpahan tidak pernah di sampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, sedangkan tentang Surat Dakwaan di peroleh Penasihat Hukum Terdakwa dari Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, pada saat selesainya pembacaan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 25 Juni 2007

3. Dalam Tahap Persidangan di Pengadilan.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Pasal 2 butir 7 Hakim yang memimpin persidangan adalah hakim anak., Hakim ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui ketua Pengadilan Tinggi.

(Pasal 9 Undang-Undang Pengadilan Anak)

Serta memenuhi syarat yang harus dipenuhi untuk dapat ditetapkan atau ditunjuk sebagai Hakim anak, syarat-syaratnya adalah:

a. telah berpengalaman sebagai Hakim di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak (Pasal 10 Undang-Undang Pengadilan Anak).


(55)

Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Keputusan Hakim terdiri dari:

a. pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib. b. Putusan bebas

c. Putusan lepas dari tuntutan hukum. (Andi Hamzah, 1996: 280)

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana pokok dan tambahan, pidana pokok yang dapat dijatuhkan pada anak nakal ialah:

a. pidana penjara b. pidana kurungan c. pidana denda d. pidana pengawasan

Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan barang-barang tertentu b. pembayaran ganti rugi


(56)

Pidana tindakan terdiri atas:

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, orangtua asuh

b. menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja

(Pasal 24 Undang-Undang Pengadilan anak)

Hasil wawancara penulis dengan Sri Seraningsih, Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang didapat keterangan yaitu:

a. Hakim yang memimpin persidangan adalah Hakim anak yang sudah mempunyai pengalaman atau telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Pengadilan Anak

b. Dalam pemeriksaan di Pengadilan Hakim, Penuntut Umum, Panitera dan Penasihat Hukum tidak memakai toga atau pakaian dinas dan sidang dilakukan dengan sidang tertutup untuk umum dan dihadiri oleh Hakim Tunggal, Penuntut umum, Panitera, Penasihat Hukum, Orang tua dan Bapas.

c. Persidangan dilakukan pada ruangan khusus persidangan anak.

d. Hakim meminta keterangan dari Bapas tentang identitas anak, keluarga, latar belakang anak melakukan tindak pidana dan saran yang menjadi bahan pertimbangan Hakim.

e. Pidana penjara yang dijatuhkan adalah setengah dari ancaman pidana bagi orang dewasa.


(57)

Menurut Firganefi Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung proses peradilan pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana harus berbeda dengan pelaku tindak pidana orang dewasa agar jiwa dan mental anak tidak terganggu karena anak masih mempunyai masa depan yang panjang. Maka dalam setiap proses peradilan baik dalam penyidikan, penuntutan dan dalam persidangan di Pengadilan wajib didampingi oleh penasehat hukum agar proses peradilan selalu diawasi dan untuk menghindari proses penyidikan yang biasanya selalu menggunakan kekerasan dalam pencarian data atau keterangan dari anak.

Menurut Timbul Priyadi sebagai salah satu Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners yang dalam hal perkara ini sebagai kuasa hukum dari terdakwa memberikan keterangan bahwa berdasarkan hasil dari tanya jawab terhadap Terdakwa dan Orang Tua Terdakwa menemukan adanya fakta-fakta yang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan hukum acara yang dilalui oleh terdakwa ketika dalam proses penahanan, pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, Pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan, dan persidangan di Pengadilan yakni:

1. Dalam proses Penyidikan

a. Bahwa pada saat ditahan oleh aparat Kepolisian, Terdakwa tidak mendapatkan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (3) KUHAP tentang tembusan surat perintah penahanan dari aparat Kepolisian ataupun penahanan lanjutan oleh pihak Kejaksaan, yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan harus diberikan kepada keluarganya.

b. Bahwa pada saat terdakwa menjalani pemeriksaan oleh aparat Kepolisian, terdakwa tidak mendapatkan haknya untuk didampingi oleh Penasihat Hukum.


(58)

2. Dalam proses Penuntutan

a. Terdakwa tidak mendapatkan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (4) KUHAP, ketika berkas terdakwa dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan, terdakwa tidak mendapatkan haknya dari Penuntut Umum mengenai turunan surat pelimpahan perkara serta Surat Dakwaan disampaikan kepada tersangka atau Penasihat Hukumnya pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri.

3. Dalam proses Persidangan di Pengadilan

a. Terdakwa tidak mendapatkan haknya berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyatakan bahwa Hakim, penuntut umum, penyidik, dan penasihat hukum, serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. tetapi ketentuan perundang-undangan tersebut tidak diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum, dimana sejak awal proses persidangan tetap menggunakan seragam dinas kejaksaan.

b. Bahwa Terdakwa tidak mendapatkan haknya di persidangan dalam acara pembacaan Surat Dakwaan, dan pemeriksaan saksi-saksi. Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa, pada persidangan dalam acara pembacaan Surat dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi terdakwa tidak di dampingi oleh Penasihat Hukum, berdasarkan keterangan orang tua terdakwa pada saat pemeriksaan saksi-saksi Jaksa Penuntut Umum meminta orang tua terdakwa untuk keluar dari ruang sidang dan ketika acara sidang akan ditutup orang tua terdakwa diperbolehkan kembali keruang sidang.


(59)

Proses pembuktian dalam perkara tersebut dimana Nopriyadi didakwa Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum terkesan dibuat-buat dan dipalsukan agar unsur-unsur pidana dalam pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak terpenuhi dengan membuat pernyataan yang bertentangan dengan keterangan terdakwa dan saksi-saksi.

Sehingga dengan tidak diterapkannya hukum acara peradilan anak dan surat dakwaan yang terkesan dipaksakan serta dalam proses persidangan di Pengadilan tidak diterapkannya ketentuan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Pengadilan Anak penasihat hukum melakukan pembelaan terhadap Nopriyadi agar terdakwa terlepas dari segala dakwaan dan melepaskannya dari semua tuntutan. dan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor. 513 K/Pid.Sus/2007 menentapkan terdakwa lepas dari tuntutan hukum. dengan pertimbangan:

1. Bahwa Judex Factie tidak menerapkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni terdakwa tidak didampingi penasehat hukum. Sedangkan terdakwa didakwa pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

2. Penyidik mengajukan agar terdakwa menandatangani Surat Pernyataan menolak untuk didampingi penasehat hukum sedangkan terdakwa masih dibawah umur sehingga penyataan tersebut tidak dapat diterima.

3. Karena hasil penyidikan diperoleh tanpa melalui tata cara menurut ketentuan perundang-undangan, maka berita acara pemeriksaan yang dibuat penyidik tidak sah dan batal demi hukum.


(1)

5. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, mencurahkan perhatian dan pemikiran, meluangkan waktu membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. dan Ibu Rini Fhatonah, S.H.,M.H. selaku Pembahas I dan Pembahas II yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat berarti buat penulisan skripsi ini.

7. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahsiswaan.

9. Bang Timbul Priyadi dan mbak Fitri di kantor Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners yang telah meluangkan waktu dan memberikan data-data serta masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 10.Ayahanda Rustam Effendi (Alm) dan Ibunda Nilam Yati, serta kakak dan

adikku Achmad Redho dan Ade Setiawan terimakasih atas semua doa, dukungan, dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum dan menjdi Sarjana Hukum.

11.Seluruh keluarga besar terimakasih atas semua doa, dukungan, semangat dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum Universitas Lampung: Khususnya A5 (Aq, Agung, Andre, Awank, Angga) dan seluruh kawan-kawan 06 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya, “VIVA JUSTICIA”.


(2)

13.Kanda-kanda HmI KHU, „02, „03 „04, „05, S.H., Muamar (Ketum 05), Aswan A.R (Sekum), Altop, Galang, Negra , Febri, Yoni, Dodi, Novan, Mira Neli, Riani, Martha, Unie, Martini.

14.Pengurus HMI KHU 2009-2010 Angkatan 06 Hamami (Sekum), Juwandi Ferlis (Kabid P3A), Angga Leo Nariski (Kabid PTKP), Bayu Saputra (Kabid Kekaryaan), Tirta Halim (Bid Kekaryaan), Wahyu Febri Jumaka (Bid Kekaryaan), Candra Muliawan dan M. Ferdian N. Terima kasih atas kebersamaan dan Perjuangan kita selama ini dalam berproses sebagai pengurus KHU Saya bangga bisa kerja bareng dan “ngeTim” dengan kalian. 15.Pengurus HMI KHU 2009-2010 Angkatan 07 Arista, Chorofila “Uphil”,

Diandra , Kiki Naro, Azis, Tektona, Yanu. mudah2an apa yang disebut sebagai “Angkatan Firman” (Yoni Patriadi) Adalah salah, tunjukkan potensi yang bisa kalian berikan terhadap Adek-adek dan HMI KHU.

16.Seluruh Kader 08, 09, 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala bantuannya kepada penulis, dan terus berproses karena kita dikaruniai akal untuk berpikir dalam mencari kebenaran sehingga menjadi insan Paripurna yang di Ridhoi ALLAH SWT “YAKUSA”.

17.Buat sahabat-sahabatku wiyono A.md, As1 S.H. (bg ucok koplak), Eman bibir, Dono A.md, dan Erwandi (udin penyok), Terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, dan bantuan yang telah diberikan. Semoga persaudaraan dan persahabatan kita akan tetap terjaga selamanya amien. 18.Almamater-ku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman


(3)

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, pemerhati dan pengguna hukum, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin

Billahitaufik Walhidayah Wassalamualaikum Wr,Wb.

Bandar Lampung, Nopember 2010 Penulis,


(4)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr, Wb.

Segala Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak yang Melakukan

Tindak Pidana Pencabulan (Studi Kasus Nomor Perkara:

460/Pid.B/2007/PN.TK)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil, bimbingan, dan saran serta doa dari berbagai pihak, maka penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Adius Semenguk, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas lampung

3. Bapak Torkis Lumban Tobing, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

4. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan berkenan meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

5. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, mencurahkan perhatian dan pemikiran, meluangkan waktu membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. dan Ibu Rini Fhatonah, S.H.,M.H. selaku Pembahas I dan Pembahas II yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat berarti buat penulisan skripsi ini.

7. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahsiswaan.

9. Bang Timbul Priyadi dan mbak Fitri di kantor Advokat dan Konsultan Hukum Priyadi n Partners yang telah meluangkan waktu dan memberikan data-data serta masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 10.Ayahanda Rustam Effendi (Alm) dan Ibunda Nilam Yati, serta kakak dan

adikku Achmad Redho dan Ade Setiawan terimakasih atas semua doa, dukungan, dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum dan menjdi Sarjana Hukum.

11.Seluruh keluarga besar terimakasih atas semua doa, dukungan, semangat dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum Universitas Lampung: Khususnya A5 (Aq, Agung, Andre, Awank, Angga) dan seluruh kawan-kawan 06 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya, “VIVA JUSTICIA”.


(6)

13.Seluruh Kader HMI KHU Unila, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala bantuannya kepada penulis, dan terus berproses karena kita dikaruniai akal untuk berpikir dan mencari kebenaran sehingga menjadi insan Paripurna yang di Ridhoi ALLAH SWT “YAKUSA”.

14.Buat sahabat-sahabatku wiyono A.md, As1 S.H. (bg ucok koplak), Eman bibir, Dono A.md, Hamami Taun dan Erwandi (udin penyok), Terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, dan bantuan yang telah diberikan. Semoga persaudaraan dan persahabatan kita akan tetap terjaga selamanya amien. 15.Almamater-ku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman

berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, pemerhati dan pengguna hukum, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin

Billahitaufik Walhidayah Wassalamualaikum Wr,Wb.

Bandar Lampung, Nopember 2010 Penulis,